Anda di halaman 1dari 126

SKRIPSI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP


TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG
DILAKUKAN SECARA BERSAMA SAMA
(Studi Kasus: Putusan Pengadilan 1139/Pid.B/2015/PN.Mks)

OLEH
SALDI MARDIKA PUTRA
B111 13 358

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP
TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG
DILAKUKAN SECARA BERSAMA SAMA
(Studi Kasus: Putusan Pengadilan 1139/Pid.B/2015/PN.Mks)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Tugas Akhir dalam rangka Penyelesaian Studi Sarjana


Pada Departemen Hukum Pidana
Program Studi Ilmu Hukum

disusun dan diajukan oleh


SALDI MARDIKA PUTRA
B111 13 358

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

i
PENGESAHAN SKRIPSI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP


TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG
DILAKUKAN SECARA BERSAMA SAMA
(Studi Kasus: Putusan Pengadilan 1139/Pid.B/2015/PN.Mks)

disusun dan diajukan oleh


SALDI MARDIKA PUTRA
B111 13 358

Telah Dipertahankan Dihadapan Panitia Ujian Skripsi yang Dibentuk


Dalam Rangka Penyelesaian Studi Program Sarjana
Departemen Hukum Pidana Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
Dan Dinyatakan Diterima

Panitia Ujian

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Muhadar, S.H., M.H. Dr. Nur Azisa, S.H., M.H.
NIP. 19590317 198703 1 002 NIP. 19671010 199202 2 002

An. Dekan
Wakil Dekan Bidang Akademik dan Pengembangan,

Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H.


NIP. 19610607 198601 1 003

ii
iii
iv
ABSTRAK

Saldi Mardika Putra, B11113358, Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak


Pidana Pembunuhan Berencana Yang Dilakukan Secara Bersama-
sama. (Studi Kasus No. 1139/Pid.B/2015/PN.Mks), Dibimbing oleh
Muhadar selaku Pembimbing I dan Azisah selaku Pembimbing II.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan hukum pidana
materil terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana yang
dilakukan secara bersama-sama (Studi Kasus No.
1139/Pid.B/2015/PN.Mks) dan Untuk mengetahui pertimbangan hukum
hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana
pembunuhan berencana yang dilakukan secara bersama-sama (Studi
Kasus No. 1139/Pid.B/2015/PN.Mks)
Penelitian ini dilakukan di kota Makassar dengan memfokuskan penelitian
di instansi yang berhubungan dengan masalah dalam skripsi ini yaitu
Pengadilan Negeri Makassar. Dengan mempelajari data-data yang
diperoleh dari hasil wawancara dan dari kajian kepustakaan yaitu putusan
No. 1139/Pid.B/2015/PN.Mks, buku-buku, dokumen, serta peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan masalah yang dibahas.
Hasil penelitian penulis menunjukkan Penerapan hukum pidana materiil
terhadap kasus pembunuhan berencana yang dilakukan secara bersama-
sama, penerapan ketentuan pidana pada perkara ini yakni pasal 340
KUHP telah sesuai dengan fakta-fakta hukum baik keterangan para
sanksi, keterangan ahli dan keterangan terdakwa di anggap sehat jasmani
dan rohani, tidak terdapat gangguan mental sehingga dianggap mampu
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Hasil penelitian lainnya adalah
Pertimbangan hakim sebelum menjatuhkan putusan dalam putusan No.
1139/Pid.B/2015/PN.Mks menurut hemat Penulis sudah sesuai dengan
aturan hukum yang berlaku seperti yang dipaparkan oleh Penulis
sebelumnya, yaitu berdasarkan pada sekurang-kurangnya dua alat bukti
yang sah, dimana dalam kasus yang diteliti Penulis, alat bukti yang
digunakan hakim adalah keterangan saksi dan keterangan terdakwa. Lalu
kemudian mempertimbangkan tentang pertanggungjawaban pidana,
dalam hal ini Majelis Hakim berdasarkan fakta-fakta yang timbul di
persidangan menilai bahwa terdakwa dapat dipertanggungjawabkan atas
perbuatan yang dilakukan dengan pertimbangan bahwa pada saat
melakukan perbuatannya terdakwa sadar akan akibat yang ditimbulkan,
pelaku dalam melakukan perbuatannya berada pada kondisi yang sehat
dan cakap untuk mempertimbangkan perbuatannya. Ada unsur melawan
hukum, serta tidak adanya alasan penghapusan pidana.

v
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Alhamdulillah, puja dan puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat
Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis
dapat merampungkan penulisan dan penyusunan karya tulis ilmiah ini dalam
bentuk skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana
Pembunuhan Berencana Yang Dilakukan Secara Bersama sama. (Studi Kasus:
Putusan Pengadilan No.1137/Pid.B/2015/PN.Mks)”.
Shalawat serta salam juga terhaturkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW. Sang khalifah dan rahmat bagi semesta alam.Pertama-tama,
penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang terdalam dan tak terhingga
kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Ir.Suyuti Hamid dan Ibunda Hj.
Suriyani atas segala kasih sayang, cinta kasih, serta doa dan dukungannya
yang tiada henti, sehingga penulis dapat sampai di saat-saat yang
membahagiakan ini. Begitu juga kepada keempat kakak penulis, Sanit
Setiawan, Sandy Satriawan, Sandra Santri Putra, Putri Deviani atas
dukungannya, yang secara tidak langsung telah menjadi motivator bagi penulis
untuk terus bergerak maju dalam menggapai cita-cita. Sumber utama motivasi
dan penyemangat penulis dalam menyelesaikan masa studi. Terima kasih atas
segala perhatian dan kasih sayang yang selalu tercuruhkan dalam diri penulis.
Terima kasih karena telah menjadi teman terbaik selama ini dan selalu
mendampingi penulis dari tahap awal hingga saat ini. Terima kasih atas segala
bentuk kritikan dan saran dalam penyusunan skripsi ini. You always got my back
and pick me up when i’m falling down.
Terima kasih atas semuanya dan semoga Allah SWT senantiasa
menjaga dan melindungi mereka. Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan
berkat dorongan semangat, tenaga, pikiran serta bimbingan dari berbagai pihak
yang penulis hargai dan syukuri. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan rasa terima kasih serta penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada:

vi
1. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Palubuhu, M.A., selaku Rektor
Universitas Hasanuddin, beserta jajarannya
2. Ibu Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H.,M.Hum., selaku Dekan
Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, beserta jajarannya.
3. Bapak Prof. Muhadar, S.H., M.S., selaku Pembimbing I dan
Ibu Nur Azisa, S.H., M.H., selaku Pembimbing II. Di tengah
kesibukan dan aktifitasnya, beliau tak bosan-bosannya
menyempatkan waktu, tenaga serta pikirannya membimbing
penulis dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini.
4. Bapak Prof. Dr. H.M. Said Karim, S.H., M.H, M.Si., selaku
Penguji I, Ibu Dr. Abd Azis, S.H., M.H., selaku Penguji II, dan
Bapak Dr. Haeranah, S.H., M.H., selaku Penguji III, terima
kasih atas kesediannya menjadi penguji bagi penulis, serta
segala masukan dan sarannya dalam skripsi ini.
5. Ketua dan Sekretaris Departemen Hukum Pidana, beserta
jajarannya dan segenap Dosen Fakultas Hukum Universitas
Hasanuddin.
6. Seluruh Staf Akademik dan Pegawai Fakultas Hukum
Universitas Hasanuddin yang telah banyak membimbing dan
membantu penulis selama berada di Fakultas Hukum
Universitas Hasanuddin.
7. Kakanda dan Adinda, Legitimasi (2010), Mediasi (2011),
Petitum (2012), Diplomasi (2014), Juris (2015), dan Makar
(2016), Pledoi (2017)
8. Rekan-rekan Angkatan Aktualisasi Solidaritas Mahasiswa
yang Adil dan Solutif (ASAS 2013).
9. Sahabat penulis, Fake Campus: Fikar, Raihan, Gandhy,
Elling, Arnan, Mufti, Ricky, Dayat, Edwin, Yogi, DJ, Yoko, Alle,
Adit, dan Dito. Mereka adalah sahabat seperjuangan penulis
dari masa mahasiswa baru yang selalu menjadi teman terbaik

vii
dan menemani di setiap langkah penulis dalam menyelesaikan
studi.
10. Rekan seperguruan penulis saat menjalani masa KKN Reguler
Desa Pising Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng:
Rian, Afif, Iin, Eni, Nurul
Dan kepada semua pihak yang tak dapat penulis tuliskan namanya
satu per satu. Terima kasih atas segala bantuan dan sumbangsihnya, baik
itu moral maupun materil, dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini.
Dengan segala keterbatasan, penulis hanyalah manusia biasa dan tak
dapat memberikan yang setimpal atau membalasnya dengan apa-apa
kecuali memohon, semoga Allah SWT senantiasa membalas
pengorbanan tulus yang telah diberikan dengan segala limpahan rahmat
dan hidayah-Nya.
Skripsi ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, mungkin
akan ditemui beberapa kekurangan dalam skripsi ini mengingat penulis sendiri
memiliki banyak kekurangan. Olehnya itu, segala masukan, kritik dan saran
konstruktif dari segenap pembaca sangat diharapkan untuk mengisi kekurangan
yang dijumpai dalam skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi kita semua, khususnya bagi penulis sendiri. Amin.
Billahi Taufik Wal Hidayah Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu.

Makassar, Desember 2017

Penulis

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………….. ....... i


HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………….. ..... iii
HALAMAN PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI ................... iv
ABSTRAK ................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ................................................................................ vi
DAFTAR ISI ............................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ................................... 5
1. Tujuan Penelitian ...................................................................... 5
2. Kegunaan Penelitian ................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Tindak Pidana ................................................................................. 6
1. Istilah dan Pengertian Tindak Pidana ....................................... 6
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana ...................................................... 8
3. Unsur-Unsur Pertanggungjawaban Pidana.............................. 19
B. Pidana dan Pemidanaan .............................................................. 24
1. Pengertian Pidanadan Pemidanaan ....................................... 22
2. Teori dan Tujuan Pemidanaan ................................................ 26
3. Jenis-Jenis Pidana dan Pemidanaan ....................................... 29
C. Penyertaan (Deelneming) ............................................................. 33
1. Pengertian ............................................................................... 33
2. Bentuk-Bentuk Penyertaan ...................................................... 34
D. Tindak Pidana Pembunuhan ......................................................... 41
1. Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan ................................. 41
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pembunuhan .............................. 41

ix
3. Jenis Tindak Pidana Pembunuhan .......................................... 44
E. Pertimbangan Hakim ..................................................................... 51
1. Pertimbangan Normatif/Yuridis ................................................ 47
2. Pertimbangan Sosiologis ......................................................... 55

BAB III METODE PENELITIAN


A. Lokasi Penelitian .......................................................................... 56
B. Jenis Dan Sumber Data ................................................................ 56
C. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 57
D. Analisis Data ................................................................................ 58

BAB IV HASIL PENELITIAN


A. Penerapan Hukum Pidana Materiil Terhadap Pelaku Tindak Pidana
Pembunuhan Berencana Yang Dilakukan Secara Bersama-Sama
...................................................................................................... 59
1. Posisi Kasus ……………………………………………………….60
2. Dakwaan .................................................................................. 63
3. Tuntutan Penuntut Umum ............ ……………………………….72
4. Amar Putusan………………………………………………………72
5. Analisis Penulis…………………………………………………….73
B. Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan
Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Yang
Dilakukan Secara Bersama-Sama ................................................ 84
1. Pertimbangan Hukum Hakim ................................................... 85
2. Amar Putusan Hakim ...............................................................107
3. Analisis Penulis ........................................................................108

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 111
B. Saran........................................................................................... 112

DAFTAR PUSTAKA

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di dalam konstitusi secara tegas dinyatakan bahwa Negara

Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana yang termuat dalam Pasal

1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Di dalam Pasal 27 UUD

1945 juga berbunyi Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara

hukum yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

yang menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dan menempatkan

kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan tanpa ada

pengecualian.

Negara Republik Indonesia juga melindungi hak-hak asasi manusia

dalam bidang hukum bagi setiap warga Negara yang menyatakan bahwa

tidak seorangpun dapat dihadapkan di Pengadilan selain ditentukan oleh

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hal ini mengandung arti bahwa di dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia, hukum merupakan instrument atau sarana dalam melakukan

aktivitas pada segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka

dari itu konsekuensi dari sebuah negara hukum adalah seluruh aktivitas

masyarakat tanpa terkecuali tidak boleh bertentangan dengan norma-

norma hukum yang berlaku dan setiap tindakan yang melanggar hukum

akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan hukum.

1
Di Indonesia Negara yang berdasar hukum, pemerintah harus

menjamin adanya penegakan hukum dan tercapainya tujuan hukum yaitu

keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Ada empat hal yang

berhubungan dengan makna kepastian hukum, yaitu:1

a. Hukum itu positif, artinya bahwa ia adalah perundang-


undangan (gesetzliches);
b. Hukum itu didasarkan pada fakta (tatsachen), bukan suatu
rumusan tentang penilaian yang nanti akan dilakukan oleh
hakim;
c. Fakta itu harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga
menghindari kekeliruan dalam pemaknaan, di samping juga
mudah dijalankan;
d. Hukum positif itu tidak boleh sering diubah-ubah.

Selanjutnya, mengenai makna dari penegakan hukum (law

enforcement). Dalam arti luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan

dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum terhadap setiap

pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subjek

hukum, baik melalui proses peradilan ataupun melalui proses arbitrase

dan mekanisme penyelesaian sengketa lainnya (alternative desputes or

conflict resolution). Dalam arti sempit, penegakan hukum itu menyangkut

kegiatan penindakan terhadap setiap pelanggaran dan penyimpangan

terhadap peraturan perundang-undangan, khususnya yang lebih sempit

lagi melalui proses peradilan pidana yang melibatkan peran aparat

kepolisian, kejaksaan, advokat, dan badan-badan peradilan.2

1 Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence Theory), Kencana, Jakarta, hal.293.
2Ibid., hlm. 22.

2
Implementasi penegakan hukum di Indonesia harus memandang

hukum sebagai suatu sistem. Menurut Lawrence M. Friedman, sistem

hukum terdiri dari tiga komponen yaitu struktur, substansi, dan kultur

hukum.3 Ketiga komponen tersebut memiliki hubungan timbal balik

sehingga harus dikaitkan secara bersama-sama demi tercapainya tujuan

hukum yang optimal.

Salah satu persoalan yang sering muncul ke permukaan dalam

kehidupan masyarakat ialah tentang kejahatan pada umumnya yang

salah satunya merupakan kejahatan tentang pembunuhan. Sehubungan

dengan hal itu dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya

disingkat KUHPidana) pembunuhan diatur dalam Pasal 338 sampai

dengan Pasal 350 KUHPidana, yang ancaman hukumannya berbeda-

beda tergantung dari jenis pembunuhan yang dilakukan.

Pembunuhan merupakan suatu perbuatan yang mengakibatkan

hilangnya nyawa (jiwa) seseorang, dimana nyawa tersebut merupakan

hakekat hidup manusia. Masalah pembunuhan tidak saja menyangkut

perbuatan pidana saja, tetapi juga menyangkut hak asasi manusia karena

dianggap bertentangan dengan rasa keadilan. Tindak pidana pembunuhan

dengan berbagai alasan sudah menjadi problematika sosial yang semakin

meluas, baik di pedesaan maupun perkotaan. Dan saat ini pembunuhan

tidak memandang status gender dan strata sosial.

3Ibid., hlm. 204.

3
Hal inipun yang terjadi di kalangan masyarakat di Kabupaten Wajo,

sekian banyak kasus pembunuhan yang telah diproses di Kabupten Wajo,

ada salah satu kasus pembunuhan berencana yg dilakukan secara

bersama-samayang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian

yang selanjutnya akan dijadikan sebagai bahan dalam penyusunan

skripsi.

Atas dasar pemikiran inilah yang melatarbelakangi penulis memilih

judul skripsi ini “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana

Pembunuhan Berencana Yang Dilakukan Secara Bersama-sama.

(Studi Kasus No. 1139/Pid.B/2015/PN.Mks).”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka yang menjadi rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penerapan hukum pidana materill terhadap

pelaku tindak pidana pembunuhanberencana yang dilakukan

secara bersama-sama (Studi Kasus No.

1139/Pid.B/2015/PN.Mks)?

2. Bagaimanakah pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan

putusan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhanberencana

yang dilakukan secara bersama-sama (Studi Kasus No.

1139/Pid.B/2015/PN.Mks)?

4
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui penerapan hukum pidana materil terhadap

pelaku tindak pidana pembunuhan berencana yang dilakukan

secara bersama-sama (Studi Kasus No.

1139/Pid.B/2015/PN.Mks)

2. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam

menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana

pembunuhan berencana yang dilakukan secara bersama-sama

(Studi Kasus No. 1139/Pid.B/2015/PN.Mks)

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kegunaan

penelitian ini adalah:

1. Manfaat teoritis adalah untuk pengembangan ilmu hukum

khususnya mengenai tinjauan yuridis terhadap Concursus

Realis pada tindak pidana pembunuhanberencana yang

dilakukan secara bersama-sama (Studi Kasus No.

1139/Pid.B/2015/PN.Mks)

2. Manfaat praktis adalah untuk dapat digunakan sebagai

bahan referensi bagi siapa saja, dan sebagai bahan

informasi kepada peneliti lainnya dalam penyusunan suatu

karya ilmiah yang ada kaitannya dengan judul di atas.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tindak Pidana

1. Istilah dan Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana adalah terjemahan paling umum dari istilah

strafbaarfeit(Belanda). Terjemahan atas strafbaarfeit ke dalam bahasa

Indonesia diterjemahkan dalam berbagai istilah, misalnya tindak

pidana, peristiwa pidana, perbuatan pidana, perbuatan melawan

hukum, delik, dan sebagainya.

Secara etimologi strafbaarfeit terdiri atas tiga unsur kata, yaitu

straf, baar dan feit. Straaf diartikan sebagai pidana dan hukum, baar

diartikan sebagai dapat atau boleh, sementara feit lebih diartikan

sebagai tindak,peristiwa, dan perbuatan atau sebagian dari suatu

kenyataan.

Secara harfiah strafbaarfeit dapat diartikan sebagai sebagian

dari suatu kenyataan yang dapat dihukum. Dari pengertian ini dapat

ditarik kesimpulan bahwa yang dapat dihukum adalah kenyataan,

perbuatan atau peristiwa, bukan pelaku.

Berikut adalah beberapa pengertian strafbaar feitatau tindak

pidana yang dikemukakan oleh para ahli:

6
a. Menurut A. Zainal Abidin Farid

“Tindak pidana adalah perbuatan melawan hukum


yang berkaitan dengan kesalahan (schuld) seseorang yang
mampu bertanggung jawab”.4

b. Menurut Hazewinkel Suringa

“Tindak pidana adalah suatu perilaku manusia yang


pada suatu saat tertentu telah ditolak didalam suatu
pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku
yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan
menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang
terdapat didalam Undang-Undang.5

c. Menurut Simons

“Tindak pidana adalah suatu tindakan atau perbuatan


yang diancam dengan pidana oleh Undang-Undang,
bertentangan dengan hukum, dan dilakukan oleh seseorang
yang mampu bertanggung jawab”.6

d. Menurut Moeljatno

“Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh


suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman
(sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa
melanggar larangan tersebut”.7

e. Menurut Wirjono Prodjodikoro

“Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang


pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana. Dan pelaku ini
dapat dikatakan sebagai subjek tindak pidana.”8

4 P.A.F Lamintang, 1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung, hlm. 181.
5Ibid.
6 Erdianto Effendi, 2011, Hukum Pidana Indonesia :Suatu Pengantar, Refika Aditama,

Bandung, hlm. 97.


7 Moeljatno, 1993, Asas-Asas Hukum Pidana, P.T. Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 54.
8 Wirjono Prodjodikoro, 1989, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, P.T. Eresco ,

Bandung, hlm 55.

7
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

a. Unsur-Unsur Tindak Pidana Menurut Beberapa Teoritisi

Beberapa teoritisi hukum memiliki penafsiran tersendiri

mengenai unsur-unsur tindak pidana yang terdiri atas dua aliran

yaitu aliran monistis dan dualistis. Unsur-unsur yang ada dalam

tindak pidana adalah melihat bagaimana bunyi rumusan yang

dibuatnya. Beberapa contoh, diambil dari batasan tindak pidana

oleh teoretisi yakni: Moeljatno, R.Tresna, Vos, Jonkers,

Schravendijck.9

Menurut Moeljatno (penganut paham dualistis), unsur tindak

pidana adalah:10

a) Perbuatan;

b) Yang dilarang (oleh aturan hukum); dan

c) Ancaman Pidana (bagi yang melanggar hukum).

Perbuatan manusia saja boleh dilarang, oleh aturan hukum.

Berdasarkan kata majemuk perbuatan pidana, maka pokok

pengertian ada pada perbuatan itu, tapi tidak dapat dipisahkan

dengan orangnya. Ancaman (diancam) dengan pidana

menggambarkan bahwa tidak mesti perbuatan itu dalam

kenyataannya benar-benar dipidana. Pengertian diancam pidana

merupakan pengertian umum, yang artinya pada umumnya

9
Adami Chazawi, 2011, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, P.T Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hlm. 79.
10Ibid.

8
dijatuhi pidana. Apakahorang yang melakukan perbuatan itu

dijatuhi pidana ataukah tidak merupakan hal yang lain dari

pengertian perbuatan pidana.

Menurut R.Tresna, tindak pidana terdiri dari unsur-unsur, yakni:11

a) Perbuatan/rangkaian perbuatan (manusia);


b) Yang bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan; dan
c) Diadakan tindakan penghukuman.
Dari unsur ketiga, kalimat diadakan tindakan penghukuman,

terdapat pengertian bahwa seolah-olah setiap perbuatan yang

dilarang itu selalu diikuti dengan penghukuman (pemidanaan).

Berbeda dengan Moeljatno, karena kalimat diancam pidana berarti

perbuatan itu tidak selalu dan tidak dengan demikian dijatuhi

pidana.

Walaupun mempunyai kesan bahwa setiap perbuatan yang

bertentangan dengan Undang-Undang selalu diikuti dengan

pidana, namun dalam unsur-unsur itu tidak terdapat kesan perihal

syarat-syarat (subjektif) yang melekat pada orangnya untuk dapat

dijatuhkannya pidana.

Menurut bunyi batasan yang dibuat Vos, dapat ditarik unsur-

unsur tindak pidana sebagai berikut:12

a) Kelakuan manusia;

11Ibid., hlm. 80.


12Ibid.

9
b) Diancam dengan pidana; dan
c) Dalam peraturan perundang-undangan.
Dapat dilihat bahwa pada unsur-unsur dari tiga batasan

penganut paham dualistis tersebut, tidak ada perbedaan, yaitu

bahwa tindak pidana itu adalah perbuatan manusia yang dilarang,

dimuat dalam Undang-Undang, dan diancam dipidana bagi yang

melakukannya. Dari unsur-unsur yang ada jelas terlihat bahwa

unsur-unsur tersebut tidak menyangkut diri si pembuat atau

dipidananya pembuat, semata-mata mengenai perbuatannya.

Akan tetapi, jika dibandingkan dengan pendapat penganut

paham monistis, memang tampak berbeda. Ada dua rumusan yang

dikemukakan oleh para ahli penganut paham monistis, yaitu

Jonkers dan Schravendijk.

Dari batasan yang dibuat Jonkers (penganut paham

monistis) dapat dirinci unsur-unsur tindak pidana yaitu:13

a) Perbuatan (yang);
b) Melawan hukum (yang berhubungan dengan);
c) Kesalahan (yang dilakukan oleh orang yang dapat); dan
d) Dipertanggungjawabkan.
Sementara itu, Schravendijk dalam batasan yang dibuatnya

secara panjang lebar itu, jika dirinci terdapat unsur-unsur sebagai

berikut:14

a) Kelakuan (orang yang);

13Ibid., hlm.81.
14Ibid.

10
b) Bertentangan dengan keinsyafan hukum;
c) Diancam dengan hukuman;
d) Dilakukan oleh orang (yang dapat); dan
e) Dipersalahkan/kesalahan.
Walaupun rincian dari tiga rumusan di atas tampak berbeda-

beda, namun pada hakikatnya ada persamaannya, yaitu tidak

memisahkan antara unsur-unsur mengenai perbuatannya dengan

unsur yang mengenai diri orangnya.Dari beberapa pandangan ahli

diatas yang berpandanganmonistis dan dualistis, penulis dapat

memberikan kesimpulan atas beberapa penafsiran oleh ahli

tersebut.

Adapun perbedaan diantara kedua pandangan tersebut

adalah pandanganmonistismerupakan suatu pandangan yang

melihat syarat, untuk adanya pidana harus mencakup dua hal

yakni sifat dan perbuatan. Pandangan ini memberikan prinsip-

prinsip pemahaman, bahwa di dalam pengertian perbuatan atau

tindak pidana sudah tercakup didalamnya perbuatan yang dilarang

(criminal act) dan pertanggungjawaban pidana atau kesalahan

(criminal responsibility).15

Lain halnya dengan pandangandualistis yang memisahkan

antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana.

Pandangan ini memiliki prinsip bahwa dalam tindak pidana hanya

mencakup criminal act dan criminal responsibility tidak menjadi

15Amir Ilyas, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana, Rangkang Education Yogyakarta &
PuKAP-Indonesia, Yogyakarta, hlm. 38.

11
unsur tindak pidana. Oleh karena itu, untuk menyatakan sebuah

perbuatan sebagai tindak pidana cukup dengan adanya perbuatan

yang dirumuskan oleh Undang-Undang yang memiliki sifat

melawan hukum tanpa adanya suatu dasar pembenar.16

Dari sekian banyak penjelasan mengenai unsur-unsur tindak

pidana yang dikemukakan oleh para ahli, maka penulis dapat

menarik sebuah kesimpulan tentang perihal apa saja yang

menjadi unsur-unsur tindak pidana, sebagai berikut:

1. Ada perbuatan, artinya perbuatan tersebut mencocoki

rumusan delik yang ada di dalam ketentuan perundang-

undangan.

2. Ada sifat melawan hukum (Wederrechtelijk), artinya

perbuatan yang dilakukan memiliki sifat melawan hukum.

Sifat melawan hukum terbagi atas dua macam, yaitu sifat

melawan hukum secara formil (Formale wederrechtelijk)

dan sifat melawan hukum secara materil (materiele

wedderrechtelijk). Perbuatan bersifat melawan hukum

secara formil adalah perbuatan yang memenuhi rumusan

Undang-Undang, kecuali jika diadakan pengecualian oleh

Undang-Undang. Sedangkan perbuatan bersifat melawan

hukum secara materil (materiele wederrechtelijk) adalah

suatu perbuatan dikatakan melawan hukum apabila

16Ibid., hlm. 40.

12
perbuatan tersebut bertentangan dengan masyarakat

atau melanggar kaidah-kaidah yang berlaku di

masyarakat.,

3. Tidak ada alasan pembenar, alasan pembenar adalah

alasan yang menghapuskan sifat melawan hukum dari

suatu perbuatan, hingga perbuatan tersebut dianggap

patut dan dibenarkan.

Alasan pembenar terdiri atas daya paksa absolut

(overmacht) Pasal 48 KUHP, pembelaan terpaksa (noodweer)

Pasal 49 ayat (1) KUHP, menjalankan ketentuan Undang-

UndangPasal 50 ayat (1), menjalankan perintah jabatan yang sah

Pasal 51 ayat (1) KUHP.

b. Unsur Rumusan Tindak Pidana dalam UU

Buku II KUHP memuat rumusan-rumusan perihal tindak

pidana tertentu yang masuk dalam kelompok kejahatan, dan buku III

memuat pelanggaran. Ternyata ada unsur yang selalu disebutkan

dalam setiap rumusan, yaitu mengenai tingkah laku/perbuatan

walaupun ada pengecualian. Unsur kesahalan dan melawan hukum

kadang-kadang dicantumkan; sama sekali tidak dicantumkan

mengenai unsur kemampuan bertanggung jawab. Di samping itu,

13
banyak mencantumkan unsur-unsur lain baik sekitar atau mengenai

objek kejahatan maupun perbuatan secara khusus untuk rumusan

tertentu.17

Dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP

itu, dapat diketahui adanya 11 unsur tindak pidana, yaitu:18

1. Unsur tingkah laku;

Tindak pidana adalah mengenai larangan berbuat.

Oleh karena itu, perbuatan atau tingkah laku harus

disebutkan dalam rumusan. Jika ada rumusan tindak

pidana yang tidak mencantumkan unsur tingkah laku,

cara perumusan seperti itu merupakan suatu

pengecualian belaka dengan alasan tertentu, dan tidak

berarti tindak pidana itu tidak terdapat unsur perbuatan.

2. Unsur sifat melawan hukum;

Melawan hukum merupakan suatu sifat

tercelahnya atau terlarangnya dari suatu perbuatan, di

mana sifat tercela tersebut dapat bersumber pada

Undang-Undang (melawan hukum formil/formelle

wederrechtelijck) dan dapat bersumber pada masyarakat

(melawan hukum materil/materiel

wederrechtelijck).Berpegang pada pendirian ini, setiap

perbuatan yang ditetapkan sebagai dilarang dengan

17 Adami Chazawi, op.cit., hlm. 81


18Ibid, hlm 82-115

14
mencantumkannya dalam peraturan perundang-

undangan (menjadi tindak pidana), tanpa melihat apakah

unsur melawan hukum itu dicantumkan ataukah tidak

dalam rumusan, maka rumusan tindak pidana itu sudah

mempunyai sifat melawan hukum.

3. Unsur kesalahan

Kesalahan (schuld) adalah unsur mengenai

keadaan atau gambaran batin orang sebelum atau pada

saat memulai perbuatan. Oleh karena itu, unsur ini

selalu melekat pada diri pelaku dan bersifat subjektif.

Unsur kesalahan yang mengenai keadaan batin pelaku

adalah unsur yang menghubungkan antara perbuatan

dan akibat serta sifat melawan hukum perbuatan dengan

si pelaku. Hanya dengan adanya hubungan antara

ketiga unsur tadi dengan keadaan batin pembuatnya

inilah, pertanggung jawab dapat dibebankan pada orang

itu. Dengan demikian, terhadap pelaku dapat dijatuhi

pidana.Unsur kesalahan dalam hukum pidana

berhubungan dengan pertanggung jawaban, atau

mengandung beban pertanggungjawaban pidana yang

terdiri atas kesengajaan (dolus) dan kelalaian (culpa).

4. Unsur akibat konstitutif

Unsur akibat konstitutif ini terdapat pada:

15
a. Tindak pidana materil (materieel delicten) atau tindak

pidana di mana akibat menjadi syarat selesainya

tindak pidana;

b. Tindak pidana yang mengandung unsur akibat sebagai

syarat sebagai pemberat pidana; dan

c. Tindak pidana di mana akibat merupakan syarat

dipidananya pembuat.

5. Unsur keadaan yang menyertai

Unsur keadaan yang menyertai adalah unsur tindak

pidana berupa semua keadaan yang ada dan berlaku dalam

mana perbuatan dilakukan. Unsur keadaan yang menyertai

ini dalam kenyataan rumusan tindak pidana dapat berupa

sebagai berikut:

a. Unsur keadaan yang menyertai mengenai cara

melakukan perbuatan;

b. Unsur cara untuk dapat dilakukannya perbuatan;

c. Unsur keadaan menyertai mengenai objek tindak

pidana;

d. Unsur keadaan yang menyertai mengenai subjek

tindak pidana;

e. Keadaan yang menyertai mengenai tempat

dilakukannya tindak pidana;

16
f. Keadaan yang menyertai mengenai waktu

dilakukannya tindak pidana.

6. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana

Unsur ini hanya terdapat pada tindak pidana aduan. Tindak

pidana aduan adalah tindak pidana yang hanya dapat dituntut

pidana jika ada pengaduan dari yang berhak mengadu.

7. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana

Unsur ini berupa alasan untuk diperberatnya pidana, dan

bukan unsur syarat untuk terjadinya atau syarat selesainya tindak

pidana sebagaimana pada tindak pidana materil. Unsur syarat

tambahan untuk memperberat pidana bukan merupakan unsur

pokok tindak pidana yang bersangkutan, artinya tindak pidana

tersebut dapat terjadi tanpa adanya unsur ini.

8. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana

Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana adalah

unsur keadaan-keadaan tertentu yang timbul setelah perbuatan

dilakukan, yang menentukan untuk dapat dipidananya perbuatan.

Artinya, bila setelah perbuatan dilakukan keadaan ini tidak timbul,

maka terhadap perbuatan itu tidak bersifat melawan hukum dan

karenanya si pembuat tidak dapat dipidana. Sifat melawan

hukumnya dan patutnya dipidana perbuatan itu sepenuhnya

digantungkan pada timbulnya unsur ini. Nilai bahayanya bagi

17
kepentingan hukum dari perbuatan itu terletak pada timbulnya

unsur syarat tambahan, bukan semata-mata pada perbuatan.

9. Unsur objek hukum tindak pidana

Unsur mengenai objek pada dasarnya adalah unsur

kepentingan hukum (rechtsbelang) yang harus dilindungi dan

dipertahankan oleh rumusan tindak pidana. Dalam setiap rumusan

tindak pidana selalu ada kepentingan hukum yang dilindungi.

Memang di dalam rumusan tindak pidana terkandung dua hal yang

saling bertolak belakang, seperti pedang bermata dua. Mata

pedang yang satu melindungi kepentingan hukum orang yakni

korban, dan mata pedang yang satu menyerang kepentingan

hukum orang yakni si pembuat tindak pidana.

10. Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana

Dibentuknya rumusan tindak pidana pada umumnya ditujukan

pada setiap orang, artinya dibuat untuk diberlakukan pada semua

orang. Tetapi ada beberapa tindak pidana dirumuskan dengan

tujuan hanya diberlakukan pada orang tertentu saja yaitu kepada

orang-orang tertentu yang mempunyai kualitas atau yang

memenuhi kualitas tertentu itulah yang dapat diberlakukan rumusan

tindak pidana. Jadi unsur kualitas subjek hukum tindak pidana

adalah unsur kepada siapa rumusan tindak pidana itu ditujukan.

Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana selalu merupakan unsur

tindak pidana yang bersifat objektif.

18
11. Unsur syarat tambahan memperingan pidana

Unsur ini diletakkan pada rumusan suatu tindak pidana

tertentu yang sebelumnya telah dirumuskan. Ada dua macam unsur

syarat tambahan untuk memperingan pidana, yaitu unsur syarat

tambahan yang bersifat objektif dan unsur syarat tambahan yang

bersifat subektif. Bersifat objektif, misalnya terletak pada nilai atau

harga kejahatan secara ekonomis. Sifat ringannya tindak pidana

dapat pula terletak pada akibat tindak pidana, seperti pada akibat

tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan

pekerjaan jabatan atau pencaharian tertentu. Bersifat subjektif,

artinya faktor yang meringankan itu terletak pada sikap batin si

pembuatnya, ialah apabila tindak pidana dilakukan karena

ketidaksengajaan (culpa).

3. Unsur-Unsur Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing disebut dengan

teorekenbaarheid atau criminal responsbility yang mejurus kepada

pemidanaan pelaku dengan maksud untuk menentukan seseorang

terdakwa atau tersangka dapat dipertanggungjawabkan atas suatu

tindakan pidana yang terjadi atau tidak.19

Pertanggungjawaban pidana meliputi beberapa unsur yang

diuraikan sebagai berikut:

19Ibid, hlm. 73.

19
a) Mampu Bertanggung jawab
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diseluruh dunia pada

umumnya tidak mengatur tentang kemampuan

bertanggungjawab, yang diatur yaitu ketidakmampuan

bertanggungjawab, seperti isi Pasal 44 KUHP antara lain

berbunyi sebagai berikut:

“Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat


dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam
pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak
dipidana.”

E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi menjelaskan bahwa unsur-unsur

mampu bertanggungjawab mencakup: 20

1) Keadaan jiwanya:

a. Tidak terganggu oleh penyakit terus-menerus atau

sementara (temporair);

b. Tidak cacat dalam pertumbuhan (gagu, idiot, imbecile,

dan sebagainya); dan

c. Tidak terganggu karena terkejut, hypnotisme, amarah

yang meluap, pengaruh bawah sadar(slaapwandel),

mengigau karena demam (koorts), dan lain sebagainya.

Dengan perkataan lain dia dalam keadaan sadar.

2) Kemampuan jiwanya:

a. Dapat menginsyafi hakekat dari tindakannya;

20
Ibid, hlm. 76.

20
b. Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan

tersebut, apakah akan dilaksanakan atau tidak; dan

c. Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut.

b) Kesalahan

Kesalahan memiliki arti penting sebagai asas tidak

tertulis dalam hukum positif indonesia yang menyatakan

“tiada pidana tanpa kesalahan”, yang artinya, untuk dapat

dipidananya seseorang diharuskan adanya kesalahan yang

melekat pada diri seorang pembuat kesalahan untuk dapat

diminta pertanggungjawaban atasnya.21

Ilmu hukum pidana mengenal dua bentuk kesalahan,

yaitu kesengajaan atau dolus dan kealpaan atau culpa, yang

diuraikan lebih jelas sebagai berikut:

1) Kesengajaan (opzet)

Menurut Criminal Wetboek Nederland tahun

1809 Pasal 11, sengaja (Opzet) itu adalah maksud

untuk membuat sesuatu atau tidak membuat

sesuatu yang dilarang atau diperintahkan oleh

Undang-Undang.22

21 Teguh Prasetyo, 2011, Hukum Pidana, Raja Grafindo, Jakarta, hlm. 227
22 Andi Zainal Abidin, 2007, Hukum Pidana 1, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 226.

21
Pada umumnya para pakar telah menyetujui

bahwa kesengajaan terdiri atas 3 (tiga) bentuk,

yakni:23

a) Kesengajaan sebagai maksud (oogmerk)

Corak kesengajaan ini adalah yang

paling sederhana, yaitu perbuatan pelaku

yang memang dikehendaki dan ia juga

menghendaki (atau membayangkan)

akibatnya yang dilarang. Kalau yang

dikehendaki atau yang dibayangkan ini tidak

ada, ia tidak akan melakukan berbuat.24

b) Kesengajaan dengan insaf pasti (opzet als

zekerheidsbewustzijn).

Kesengajaan semacam ini ada apabila

si pelaku dengan perbuatnnya, tidak bertujuan

untuk mencapai akibat dasar dari delik tetapi

ia tahu benar bahwa akibat tersebut pasti

akan mengikuti perbuatan itu.25

c) Kesengajaan dengan keinsafan akan

kemungkinan (dolus eventualis).

23Leden Marpaung, 2011, Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyidikan dan


Penyelidikan), Cetakan Ketiga, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 9.
24 Teguh Prasetyo, Op.cit. hlm. 98.
25 Amir Ilyas, Op.Cit. hlm. 80.

22
Kesengajaan ini juga disebut

“kesengajaan dengan kesadaran akan

kemungkinan” bahwa seseorang melakukan

perbuatan dengan tujuan untuk menimbulkan

suatu akibat tertentu, akan tetapi, si pelaku

menyadari bahwa mungkin akan timbul akibat

lain yang juga dilarang dan diancam oleh

Undang-Undang.26

2) Kealpaan (culpa)

Kealpaan adalah bentuk kesalahan yang disebabkan

kurangnya sikap hati-hati karena kurang melihat

kedepan, kealpaan ini sendiri di pandang lebih ringan

daripada kesengajaan.Kealpaan terdiri atas 2 (dua)

bentuk, yakni:27

a) Kealpaan dengan kesadaran (bewuste

schuld/culpa lata).Dalam hal ini, si pelaku telah

membayangkan atau menduga akan timbulnya

suatu akibat, tetapi walaupun ia berusaha untuk

mencegah, nyatanya timbul juga akibat tersebut.

b) Kealpaan tanpa kesadaran (onbewuste

schuld/culpa levis) Dalam hal ini, si pelaku tidak

membayang atau menduga akan timbulnya suatu

26 Leden Marpaung, Op.cit., hlm. 18.


27Ibid. hlm. 26.

23
akibat yang dilarang atau diancam hukuman oleh

Undang-Undang, sedangkan ia seharusnya

memperhitungkan akan timbulnya suatu akibat.28

c) Tidak Ada Alasan Pemaaf

Alasan pemaaf atau schulduitsluitings ground ini menyangkut

pertanggungjawaban seseorang terhadap perbuatan pidana yang telah

dilakukannya atau criminal responbility, alasan pemaaf ini

menghapuskan kesalahan orang yang melakukan delik atas dasar

beberapa hal.

Alasan pemaaf terdiri atas daya paksa relatif, Pasal48 KUHP,

pembelaan terpaksa melampaui batas (noodweer exces), Pasal 49 ayat

(2) KUHP, dan menjalankan perintah jabatan yang tidak sah, tetapi

terdakwa mengira perintah itu sah, Pasal 51 ayat (2) KUHP.

B. Pidana dan Pemidanaan

1. Pengertian Pidana

Pidana berasal dari kata straf (Belanda), yang pada dasarnya

dapat dikatakan sebagai suatu penderitaan(nestapa) yang sengaja

dikenakan/dijatuhkan kepada seseorang yang telah terbukti bersalah

melakukan suatu tindak pidana.29

28Ibid.
29
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung: Alumni,
2005), hal.1.

24
Pemidanaan dapat diartikan sebagai tahap penetapan sanksi

dan juga tahap pemberian sanksi dalam hukum pidana. Hal ini dapat

disimak dalam pendapat Sudarto, perkataan pemidanaan itu adalah

sinonim dengan perkataan penghukuman. Lebih lanjut Sudarto

menjelaskan bahwa hukum pidana merupakan sistem sanksi yang

negative, maka Sudarto menggambarkan bahwa pemidanaan

merupakan sistem sanksi yang negative yang disebut sebagai

penderitaan khusus.30

Menurut Roeslan Saleh bahwa pemidanaan tidak hanya

memperhatikan kepentingan-kepentingan masyarakat saja, atau juga

hanya memperhatikan perasaan korban dan keluarganya. Dari

dimensi demikian maka menurut Muladi dan Barda Nawawi Arief,

menyimpulkan bahwa pidana mengandung unsur-unsur atau cirri-ciri

sebagai berikut:31

1. Pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu

pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat

lain yang tidak menyenangkan.

2. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau

badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang

berwenang).

30Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1981, hal.30


31Op.cit, hal.4

25
3. Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah

melakukan tindak pidana menurut undang-undang.

Lebih lanjut menurut Barda Nawawi Arief, apabila pengertian sistem

pemidanaan diartikan secara luas sebagai suatu proses pemberian atau

penjatuhan pidana oleh hakim, maka dapatlah dikatakan bahwa sistem

pemidanaan itu mencakup pengertian:32

1. Keseluruhan sistem (aturan perundang-perundang) untuk

pemidanaan.

2. Keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) untuk

pemberian/ penjatuhan dan pelaksanaan pidana.

3. Keseluruhan sistem (aturan perundangan-undangan) untuk

fungsionalisasi/operasionalisasi/konkretisasi pidana.

4. Keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) yang

mengatur bagaimana hukum pidana itu ditegakkan atau

dioperasionalkan secara konkret sehingga seseorang dijatuhi

sanksi (hukum pidana).

2. Teori dan Tujuan Pemidanaan

Herbert L. Packer menyatakan bahwa ada dua pandangan

konseptual yang masing-masing mempunyai implikasi moral yang berbeda

satu sama lain, yakni pandangan retributive (retributive view) dan

pandangan utilitarian (utilitarian view). Pandangan retributive

mengandalkan pemidanaan sebagai ganjaran negative terhadap perilaku

32BardaNawawi Arief., Bunga Rampai Kebijakan Pidana, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1996, Hal.136.

26
menyimpang yang dilakukan oleh warga masyarakat sehingga pandangan

ini melihat pemidanaan hanya sebagai pembalasan terhadap kesalahan

yang dilakukan atas dasar tanggung jawab moralnya masing-masing.

Pandangan ini dikatan bersifat melihat kebelakang (backward-looking).

Pandangan untilitarian melihat pemidanaan dari segi manfaat atau

kegunaannya dimana yang dilihat adalah situasi atau keadaan yang ingin

dihasilkan dengan dijatuhkannya pidana itu. Disatu pihak, pemidanaan

dimaksudkan untuk memperbaiki sikap atau tingkah laku terpidana dan di

pihak lain pemidanaan dimaksudkan untuk memperbaiki sikap atau

tingkah laku terpidana dan di pihak lain pemidanaan itu juga dimaksudkan

untuk mencegah orang lain dari kemungkinan melakukan perbuatan yang

serupa. Pandangan ini dikatakan berorientasi ke depan (forward-looking)

dan sekaligus mempunyai sifat pencegahan (deterrence).33

Adapun teori-teori pemidanaan dapat dibagi sebagai berikut:34

a. Teori Absolut atau Teori Pembalasan (Vergeldings Theorien)

Dasar pijakan dari teori ini ialah pembalasan. Inilah dasar

pembenaran dari penjatuhan penderitaan berupa pidana itu pada

penjahat. Negara berhak menjatuhkan pidana karena penjahat

tersebut telah melakukan penyerangan dan perkosaan pada hak

dan kepentingan hukum (pribadi, masyarakat, atau negara) yang

telah dilindunginya.

33Ibid, hal.10
34Ibid. hal.16

27
Kantberpen dapat bahwa dasar pembenaran dari suatu

pidana terdapat di dalam apa yang disebut Kategorischen

Imperative menghendaki agar setiap perbuatan melawan hukum

itu merupakan suatu keharusan yang sifatnya mutlak, sehingga

setiap pengecualian atau setiap pembahasan yang semata-mata

didasarkan pada suatu tujuan itu harus dikesampingkan.35

Dari teori tersebut, Nampak jelas bahwa pidana merupakan

suatu tuntutan etika, apabila seseorang yang melakukan

kejahatan akan dihukum, dan hukuman itu merupakan suatu

keharusan yang sifatnya untuk membentuk sifat dan merubah

etika dari yang jahat ke yang baik.

b. Teori Relatif atau Teori Tujuan (Doel Theorien)

Dasar pemikirannya agar suatu kejahatan dapat dijatuhi

hukuman, artinya penjatuhan pidana mempunyai tujuan tertentu,

misalnya memperbaiki sifat mental atau membuat pelaku tidak

berbahaya lagi.

c. Teori Gabungan atau Teori Modern (vereningings Theorien)

Teori gabungan adalah kombinasi dari teori absolute dan

teori relative, teori ini mensyaratkan bahwa pemidanaan itu

selain memberikan penderitaan jasmani dan psikologis juga yang

terpenting adalah memberikan pemidanaan dan

35 P.AF.Lamintang., Hukum Penitensier Indonesia, Armico, Bandung, 1988, Hal.25.

28
penderitaan.Teori ini diperkenalkan oleh Prins, Van Hamel, dan

Van List dengan pandangan sebagai berikut :36

a. Hal penting dalam pidana adalah memberantas

kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat.

b. Ilmu hukum pidana dan perundang-undangan pidana

harus bertujuan memperhatikan hasil studi antropologis

dan sosiologis.

c. Pidana ialah satu dari yang paling efektif yang dapat

digunakan pemerintah untuk memberantas kejahatan.

3. Jenis-Jenis Pidana dan Pemidanaan

Dalam pasal 10 KUHP disebut tujuh jenis pidana, yaitu :

a. Pidana Pokok :

1. Pidana mati

2. Pidana penjara

3. Pidana kurungan

4. Pidana denda

b. Pidana tambahan :

1. Pencabutan hak-hak tertentu

2. Perampasan barang-barang tertentu

3. Pengumuman putusan hakim

Dengan demikian, hakim tidak diperbolehkan menjatuhkan hukuman

selain yang dirumuskan dalam Pasal 10 KUHP :

36 Djoko Prakoso, Hukum Penitensier di Indonesia, Liberty Yogyakarta, 1988 hal.47

29
1. Pidana Mati

Pidana ini adalah yang terberat dari semua pidana yang

dicantumkan terhadap berbagai kejahatan yang sangat berat,

misalnya pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP), pencurian

dengan kekerasan (Pasal 365 ayat 4 KUHP), pemberontakan

yang diatur dalam pasal 124 KUHP.

2. Pidana Penjara

Pidana ini membatasi kemerdekaan atau kebebasan

seseorang, yaitu berupa hukuman penjara atau kurungan.

Hukuman penjara lebih berat dari kurungan karena diancamkan

terhadap berbagai kejahatan. Adapun kurungan lebih ringan

karena diancamkan terhadap berbagai kejahatan. Adapun

kurungan lebih ringan karena diancamkan terhadap pelanggaran

atau kejahatan yang dilakukan karena kelalaian. Hukuman penjara

minimum satu hari dan maksimum seumur hidup, hal ini diatur

dalam Pasal 12 KUHP.

3. Pidana Kurungan

Pidana kurungan lebih ringan daripada pidana penjara. Lebih

ringan antara lain, dalam hal melakukan pekerjaan yang

diwajibkan dan kebolehan membawa peralatan yang dibutuhkan

terhukum sehari-hari, misalnya: tempat tidur, selimut, dll. Lamanya

pidana kurungan ini ditentukan dalam Pasal 18 KUHP yaitu

30
lamanya pidana kurungan sekurang-kurangnya satu hari dan

paling lama satu tahun.

4. Pidana Denda

Hukuman denda selain diancamkan pada pelaku

pelanggaran juga diancamkan terhadap kejahatan yang

adakalanya sebagai alternative atau kumulatif. Jumlah yang dapat

dikenakan pada hukuman denda ditentukan minimum dua puluh

sen, sedangkan jumlah maksimum tidak ada ketentuan. Mengenai

hukuman denda diatur dalam Pasal 30 KUHP. Pidana denda

tersebut dapat dibayar oleh siapa saja, baik keluarga ataupun

diluar dari pihak keluarga.

5. Pencabutan Hak Tertentu

Hal ini diatur dalam Pasal 35 KUHP yang berbunyi :

(1) “Hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat


dicabut dalam hal-hal yang ditentukan dalam kitab
undang-undang ini, atau dalam aturan umum lainnya
ialah :
a. Hak memegang jabatan pada umumnya atau
jabatan tertentu;
b. Hak memasuki angkatan bersenjata;
c. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang
diadakan berdasarkan aturan-aturan umum;
d. Hak menjadi penasihat (raadsman) atau pengurus
menurut hukum (gerechtelijke bewindvoerder) hak
menjadi wali, wali pengawas, pengampu, atau
pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak
sendiri;
e. Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan
perwalian atau pengampuan atas anak sendiri;
f. Hak menjalankan pencaharian (beroep) yang
tertentu.

31
(2) Hakim tidak berwenang memecat seorang pejabat dari
jabatannya jika dalam aturan-aturan khusus ditentukan
penguasa lain untuk pemecatan itu.”

6. Perampasan Barang Tertentu

Karena suatu putusan perkara mengenai diri terpidana, maka

barang yang dirampas itu adalah barang hasil kejahatan atau

barang milik terpidana yang digunakan untuk melaksanakan

kejahatannya. Hal ini diatur dalam Pasal 39 KUHP yang berbunyi :

(1) “Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh


dari kejahatan atau sengaja dipergunakan untuk
melakukan kejahatan dapat dirampas.
(2) Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak
dilakukan dengan sengaja, atau karena pelanggaran,
dapat juga dirampas seperti diatas, tetapi hanya dalam
hal-hal yang ditentukan dalam undang-undang.
(3) Perampasan dapat juga dilakukan terhadap orang yang
bersalah oleh hakim diserahkan kepada pemerintah,
tetapi hanya atas barang-barang yang telah disita.”

7. Pengumuman Putusan Hakim

Hukuman tambahan ini dimaksudkan untuk mengumumkan

kepada khalayak ramai (umum) agar dengan demikian masyarakat umum

lebih berhati-hati terhadap si terhukum. Biasanya ditentukan oleh hakim

dalam surat kabar yang mana, atau berapa kali, yang semuanya atas

biaya si terhukum. Jadi cara-cara menjalankan pengumuman putusan

hakim di muat dalam putusan (Pasal 43 KUHP).

32
C. Penyertaan ( Deelneming)

1. Pengertian

Penyertaan di atur dalam pasal 55 dan pasal 56 KUHP yang

berarti bahwa ada dua orang atau lebih yang melakukan suatu

tindak pidana atau dengan perkataan ada dua orang atau lebih

mengambil bagian untuk mewujudkan suatu tindak pidana dapat di

sebutkan bahwa seseorang tersebut turut serta dalam

hubungannya dengan orang lain.37

Satochid Kartanegara mengartikan Deelneming apabila

dalam satu delik tersangkut beberapa orang atau lebih dari satu

orang. Menurut doktrin, Deelneming menurut sifatnya terdiri atas:38

a. Deelneming yang berdiri sendiri, yakni pertanggung jawaban

dari setiap peserta dihargai sendiri-sendiri

b. Deelneming yang tidak berdiri sendiri,yakni

pertanggungjawaban dari peserta yang satu digantungkan dari

perbuatan peserta yang lain.

Masalah mengenai penyertaan diatur dalam pasal 55 dan 56

KUHP. Pasal 55 KUHP berbunyi:.39

“1.Dihukum sebagai pelaku-pelaku dari suatu tindak pidana


yaitu:
a. Mereka yang melakukan, menyuruh melakukan atau
turut melakukan.

37
Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia, Refika Aditama Bandung 2011, hlm. 174.
38
Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Kumpulan Kuliah Bagian 1, Balai Lektur Mahasiswa, hlm.
497-498
39
Moeljatno, Kitab Undang Undang Pidana, Bumi Aksara Jakarta 2013, ketentuan pasal 55 dan
56

33
b. Mereka yang dengan pemberian-pemberian, janji-janji,
dengan menyalahgunakan kekuasaan atau
keterpandangan, dengan kekerasan, ancaman atau
dengan menimbulkan kesalahpahaman atau dengan
memberikan kesempatan, sarana-sarana atau
keterangan-keterangan, dengan sengaja telah
menggerakan orang lain untuk melakuakn tindak
pidana yang bersangkutan.
2.Mengenai mereka yang disebutkan terakhir ini yang dapat
dipertanggungjawabkan kepada mereka itu hanyalah
tindakan-tindakan yang dengan sengaja telah mereka
gerakkan untuk dilakukan oleh orang lain, berikut akibat-
akibatnya.”

Sedangkan ketentuan pidana seperti yang telah diatur didalam

Pasal 56 KUHP adalah sebagai berikut:

“Dihukum sebagai pembantu-pembantu didalam suatu


kejahatan, yaitu :
1. Mereka yang dengan sengaja telah memberikan bantuan
dalam melakukan kejahatan tersebut.
2. Mereka yang dengan sengaja telah memberikan kesempatan,
sarana-saran atau keterangan-keterangan untuk melakukan
kejahatan tersebut.”

2. Bentuk - Bentuk Penyertaan

Bentuk-bentuk deelneming atau keturutsertaan yang ada menurut

ketentuan-ketentuan pidana dalam pasal-pasal 55 dan 56 KUHP itu

adalah:

a.Doen plegen atau menyuruh melakukan atau yang didalam

doktrin juga sering disebut sebagai middellijk daderschap.

b. Medeplegen atau turut melakukan ataupun yang didalam

doktrin juga sering disebut sebagai mededaderschap

c. Uitlokking atau menggerakkan orang lain dan

d. Medeplichtigheid atau pembantu

34
1. Pelaku (Pleger)

Pelaku adalah orang yang melakukan sendiri perbuatan yang

memenuhi unsur rumusan delik yaitu orang yang

bertanggungjawab (peradilan Indonesia) orang yang mempunyai

kekuasaan atau kemampuan untuk mengakhiri keadaan yang

terlarang, tetapi membiarkan keadaan yang dilarang berlangsung.40

2. Orang yang menyuruh lakukan (Doenpleger)

Doenpleger adalah orang yang melakukan perbuatan dengan

perantaraanorang lain, sedang perantara itu hanya digunakan

sebagai alat. Dengandemikian ada dua pihak, yaitu pembuat

langsung(manus ministra/auctor physicus), dan pembuat tidak

langsung(manus domina/auctor intellectualis).

Unsur-unsur pada doenpleger adalah:

a) alat yang dipakai adalah manusia.

b) alat yang dipakai berbuat.

c) alat yang dipakai tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Sedangkan hal-hal yang menyebabkan alat (pembuat

materil) tidak dapat dipertanggungjawabkan adalah:

a. Bila ia tidak sempurna pertumbuhan jiwanya (Pasal 44

KUHP).

b. Bila ia berbuat karena daya paksa (Pasal 48 KUHP).

40
Chazawi Adami, 2005, Pelajaran Hukum Pidana, PT Raja Grafindo, Jakarta, hlm 80

35
c. Bila ia berbuat karena perintah jabatan yang tidak sah

(Pasal 51 Ayat 2 KUHP).

d. bila ia sesat (keliru) mengenai salah satu unsur delike.

e. Bila ia tidak mempunyai maksud seperti yang disyaratkan

untuk kejahatan tersebut.Jika yang melakukan seorang

anak kecil yang belum cukup umur makatetap mengacu

pada Pasal 45 dan Pasal 47 jo. UU Nomor 3 Tahun

1997tentang Peradilan Anak.

3. Orang yang turut serta (Medepleger)

Medepleger menurut MvtWvs adalah bahwa yang turut serta

melakukan ialah setiap orang yang sengaja turut berbuat dalam

melakukan suatu tindak pidana41. Oleh karena itu, kualitasmasing-

masing peserta tindak pidana adalah sama.Kerjasama dilakukan

secara sengaja untukbekerja sama dan ditujukan kepada hal yang

dilarang Undang-Undang.

4. Penganjur (Uitlokker)

Penganjur adalah mereka yang dengan member atau

menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan

atau martabat, member kesempatan, sarana atau keterangan,

sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan

perbuatan.42

41
Chazawi Adami, 2002, Pelajaran Hukum Pidana, PT Raja Grafindo, Jakarta, hlm 78
42
Schaffmeister, 2007, Hukum pidana, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm 245

36
MenurutP.A.F Lamintang, hakim tidak perlu

menyebutkan secara tegas bentuk-bentuk keturutsertaan yang

telah dilakukan oleh seorang tertuduh, oleh karena

pencantuman dari peristiwa yang sebenarnya telah terjadi itu

sendiri sebenarnya telah menunjukkan bentuk keturutsertaan

yang dilakukan oleh masing-masing peserta didalam suatu

tindak pidana yang telah mereka lakukan43. Di dalam ilmu

hukum pidana, orang yang menyuruh orang lain melakukan

suatu tindak pidana itu biasanya disebut sebagai orang

middellijk dader atau seorang mettelbare tater, yang artinya

seorang pelaku tidak langsung. Ia disebut pelaku tidak

langsung karena ia memang secara tidak langsung melakukan

sendiri tindak pidana, melainkan dengan perantara orang lain.

Menurut ketentuan pidana di dalam pasal 55 KUHP,

seorang middelijke dader atau seorang pelaku tidak langsung

itu dapat dijatuhi hukuman yang sama beratnya dengan

hukuman yang dapat dijatuhkan kepada pelakunya sendiri, dan

dalam hal ini yaitu hukuman yang dapat dijatuhkan kepada

pelaku materialnya itu sendiri.

Oleh karena dalam bentuk deelneming doen plegen ini

selalu terdapat seorang middelijke dader, maka bentuk

43
P.A.F Lamintang, 1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung,
hlm. 615-633

37
deelneming ini juga sering disebut sebagai suatu middelijke

daderschap.

Untuk adanya suatu doen plegen seperti yang

dimaksudkan di dalam pasal 55 ayat 1 angka 1 KUHP itu, orang

yang disuruh melakukan itu haruslah memenuhi beberapa

syarat tertentu yaitu:

a. Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana

itu adalah seseorang yang ontoerekeningvatbaar seperti

yang dimaksudkan didalam pasal 44 KUHP

b. Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana

mempunyai suatu dwaling atau suatu kesalahpahaman

mengenai salah satu unsur dari tindak pidana yang

bersangkutan

c. Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana

itu sama sekali tidak mempunyai unsur (schuld), baik

(dolus) maupun (culpa), ataupun apabila orang tersebut

tidak memenuhi unsur (opzet) seperti yang tela disyaratkan

oleh Undang-Undang bagi tindak pidana tersebut

d. Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana

itu memenuhi unsur oogmerk, padahal unsur tersebut telah

disyaratkan didalam rumusan Undang-Undang mengenai

tindak pidana tersebut diatas

38
e. Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana

itu telah melakukannya dibawah pengaruh suatu overmacht

atau dibawah pengaruh suatu keadaan yang memaksa, dan

terhadap paksaan mana orang tersebut tidak mampu

memberikan suatu perlawanan

f. Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana

dengan itikad baik telah melaksanakan suatu perintah

jabatan, padahal perintah jabatan tersebut diberikan oleh

seorang atasan yang tidak berwenang memberikan perintah

semacam itu

g. Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana

itu tidak mempunyai suatu hoedanigheid atau suatu sifat

tertentu, seperti yang telah disyaratkan oleh Undang-

Undang, yakni sebagai suatu sifat yang harus dimiliki oleh

pelakunya sendiri.

Uitlokking atau mereka yang menggerakkan untuk melakukan

suatu tindakan dengan daya – upaya tertentu, adalah bentuk penyertaan

penggerakkan yang inisiatif berada pada penggerak. Dengan perkataan

lain, suatu tindak pidana tidak akan terjadi bila inisiatif tidak ada pada

penggerak. Karenanya penggerak harus dianggap sebagai petindak dan

harus dipidana sepadan dengan pelaku yang secara fisik menggerakkan.

Tidak menjadi persoalan apakah pelaku yang digerakkan itu sudah atau

39
belum mempunyai kesediaan tertentu sebelumnya untuk melakukan

tindak pidana.44

Semua golongan yang disebut Pasal 55 KUH Pidana tergolong

kepada pelaku tindak pidana, sehingga hukuman buat mereka juga

disamakan. Sebaliknya, Pasal 56 KUH Pidana mengatur mengenai orang

digolongkan sebagai orang yang membantu melakukan tindak pidana

(medeplichtig) atau pembantu. Orang dikatakan termasuk sebagai yang

membantu tindak pidana jika ia memberikan bantuan kepada pelaku pada

saat atau sebelum tindak pidana tersebut dilakukan. Apabilan bantuan

diberikan sesudah tindakan, tidak lagi termasuk orang yang membantu

tetapi termasuk sebagai penadah atau persekongkolan. Sifat bantuan bisa

berbentuk apa saja, baik materil maupun moral. Tetapi antara bantuan

yang diberikan dengan hasil bantuannya harus ada sebab akibat yang

jelas dan berhubungan. Begitupula sifat bantuan harus benar-benar dalam

taraf membantu dan bukan merupakan suatu tindakan yang berdiri sendiri.

Perbuatan yang sudah berdiri sendiri tidak lagi termasuk turut membantu

tetapi sudah menjadi turut melakukan. Inisiatif atau niat harus pula datang

dari pihak yang diberi bantuan, sebab jika inisiatif atau niat itu berasal dari

orang yang memberi bantuan, sudah termasuk dalam golongan membujuk

melakukan (uitlokker).

44
E.Y. Kanter, S.R Sianturi, 2002, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Storia
Grafika, Jakarta, hlm 350-359.

40
D. Tindak Pidana Pembunuhan

1. Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan

Pembunuhan secara terminologi adalah perkara membunuh,

perbuatan membunuh. Sedangkan dalam istilah KUHP pembunuhan

adalah kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain.

Pembunuhan adalah kesengajaan menghilangkan nyawa orang

lain, untuk menghilangkan nyawa orang lain itu, seseoarang pelaku

harus melakukan sesuatu atau suatu rangkaian tindakan yang

berakibat dengan meninggalnya orang lain dengan catatan bahwa

kesengajaandari pelakunya harus ditujukan pada akibat berupa

meninggalnya orang lain tersebut.45

2. Unsur-unsur Tindak Pidana Pembunuhan

Mengenai tindak pidana pembunuhan diatur didalam Pasal 338-

340 KUHPidana. Unsur-unsur tindak pidana pembunuhan yang

terdapat di dalamnya, sebagai berikut:

a) Unsur subyektif dengan sengaja.

Pengertian dengan sengaja tidak terdapat dalam KUHP jadi

harus dicari dalam karangan-karangan ahli hukum pidana,

mengetahui unsur-unsur sengaja dalam tindak pidana

pembunuhan sangat penting karena bisa saja terjadi kematian

orang lain, sedangkan kematian itu tidak sengaja atau tidak

dikehendaki oleh si pelaku. Secara umum Zainal Abidin Farid

45P.A.F, Lamintang, Theo Lamintang, 2012, Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh, dan
Kesehatan, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 1.

41
menjelaskan bahwa secara umum sarjana hukum telah

menerima tiga bentuk sengaja, yakni:

i. Sengaja sebagai niat;

ii. Sengaja insyaf akan kepastian; dan

iii. Sengaja insaf akan kemungkinan.

Menurut Yesmil Anwar mengenai unsur sengaja sebagai

niat, yaitu:46

“Hilangnya nyawa seseorang harus dikehendaki,


harus menjadi tujuan. Suatu perbuatan dilakukan dengan
maksud atau tujuan atau niat untuk menghilangkan jiwa
seseorang, timbulnya akibat hilangnya nyawa seseorang
tanpa dengan sengaja atau bukan tujuan atau maksud, tidak
dapat dinyatakan sebagai pembunuhan, jadi dengan sengaja
berarti mempunyai maksud atau niat atau tujuan untuk
menghilangkan jiwa seseorang.”

Sedangkan Prdjodikoro berpendapat sengaja insaf akan kepastian,

sebagai berikut: 47

“Kesengajaan semacam ini ada apabila sipelaku,


dengan perbuatannya itu bertujuan untuk mencapai akibat
yang akan menjadi dasar dari tindak pidana, kecuali ia tahu
benar, bahwa akibat itu mengikuti perbuatan itu.”

Selanjutnya Lamintang mengemukakan sengaja insaf akan

kemungkinan, sebagai berikut:48

“Pelaku yang bersangkuatan pada waktu melakukan


perbuatan itu untuk menimbulkan suatu akibat, yang dilarang
oleh Undang-Undang telah menyadari kemungkinan akan

46 Yesmil Anwar, 1994, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II), Cipta Adya Bakti,
Bandung. hlm. 89.
47 Wirjono Prodjodikoro, 2003, Tindak-tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Aditama,

Bandung, hlm. 63.


48 Leden Marpaung, 2005, Tindak Pidana Nyawa dan Tubuh, Jakarta: Sinar Grafika. hlm.

18.

42
timbul suatu akibat lain dari pada akibat yang memang ia
kehendaki.”

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa unsur

kesengajaan meliputi tindakannya dan obyeknya yang artinya pelaku

mengetahui dan menghendaki hialngnya nyawa seseorang dari

perbuatannya.

b) Unsur Obyektif: Perbuatan menghilangkan nyawa;

Menghilangkan nyawa orang lain hal ini menunjukan bahwa

kejahatan pembunuhan itu telah menunjukkan akibat yang terlarang

atau tidak, apabila belum minimbulakan hilangnya nyawa orang

lain, kejadian ini baru merupakan percobaan pembunuhan (Pasal

338 jo Pasal 53), dan belum atau bukan merupakan pembunuhan

secara sempurna sebagaimana dimaksudkan Pasal 338 KUHP.

Dalam perbuatan menghilangkan nyawa (orang lain)

terdapat 3 syarat yang harus dipenuhi, yaitu:

a. Adanya wujud perbuatan;

b. Adanya suatu kematian (orang lain) ;dan

c. Adanya hubungan sebab dan akibat (causal Verband)

antara perbuatan dan akibat kematian (orang lain).49

49 Adami Chazawi, 2010, Kejahatan Terhadap Nyawa dan Tubuh, P.T. Raja Grafindo,
Jakarta, hlm .57.

43
Wahyu Adnan berpendapat bahwa:50

“Untuk memenuhi unsur hilangnya nyawa orang lain


harus ada perbuatan walaupun perbuatan tersebut, yang
dapat mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Akibat
dari perbuatan tersebut tidak perlu terjadi secepat mungkin
akan tetapi dapat timbul kemudian.”

3) Jenis Tindak Pidana Pembunuhan

Bentuk kesalahan tindak pidana menghilangkan nyawa orang lain

ini dapat berupa sengaja (dolus) dan tidak sengaja (alpa). Kesengajaan

(dolus) adalah suatu perbuatan yang dapat terjadi dengan direncanakan

terlebih dahulu atau tidak direncanakan.

Berdasarkan unsur kesalahan, tindak pidana pembunuhan

dapat dibedakan menjadi:

a. Pembunuhan yang di lakukan dengan sengaja

1) Pembunuhan Biasa

Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 338 KUHP

merupakan tindak pidana dalam bentuk pokok (Doodslag In

Zijn Grondvorm), yaitu delik yang telah dirumuskan secara

lengkap dengan semua unsur-unsurnya. Adapun rumusan

Pasal 338 KUHP adalah:

“Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain,


diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara
paling lama lima belas tahun”.

50Wahyu Adnan, 2007, Kejahatan Tehadap Tubuh dan Nyawa, Gunung Aksara,
Bandung, hlm. 45.

44
Pada pembunuhan biasa ini, Pasal 338 KUHP

menyatakan bahwa pemberian sanksi atau hukumanpidananya

adalah pidana penjara paling lama lima belas tahun. Di sini

disebutkan “paling lama” jadi tidak menutup kemungkinan

hakim akan memberikan sanksi pidana kurang dari lima belas

tahun penjara.

2) Pembunuhan Dengan Pemberatan (Gequalificeerde

Doodslag)

Pembunuhan dengan pemberatan diatur dalam Pasal

339 KUHP yang bunyinya sebagai berikut:

“Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului


oleh kejahatan dan yang dilakukan dengan maksud
untuk memudahkan perbuatan itu, jika tertangkap
tangan, untuk melepaskan diri sendiri atau
pesertanya daripada hukuman, atau supaya barang yang
didapatkannya dengan melawan hukum tetap ada dalam
tangannya, dihukum dengan hukuman penjara seumur
hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua
puluh tahun.”

Perbedaan pembunuhan biasa dalam Pasal 338 KUHP

dengan pembunuhan dengan pemberatan dalam Pasal 339

KUHP ialah: “diikuti, disertai, atau didahului oleh kejahatan”.

Kata “diikuti” (gevold) dimaksudkan diikuti kejahatan lain.

Pembunuhan itu dimaksudkan untuk mempersiapkan

dilakukannya kejahatan lain. Misalnya : seorang yang sakit hati

45
ingin melakukan pembunuhan terhadap Bupati; tetapi karena

Bupati dikawal oleh seorang bodyguard atau pengawal, maka

orang yang sakit hati tadi lebih dahulu menembak

pengawalnya, baru kemudian membunuh Bupati.

Kata “disertai” (vergezeld) dimaksudkan, disertai

kejahatan lain; pembunuhan itu dimaksudkan untuk

mempermudah terlaksananya kejahatan lain itu. Misalnya :

seorang pencuri ingin melakukan kejahatan dengan

cara membongkar sebuah bank. Karena bank tersebut ada

penjaganya, maka pencuri tersebut lebih dahulu membunuh

penjaganya.

Kata “didahului” (voorafgegaan) dimaksudkan didahului

kejahatan lainnya atau menjamin agar pelaku kejahatan tetap

dapat menguasai barang-barang yang diperoleh dari

kejahatan.Misalnya : seorang perampok melarikan barang yang

dirampok. Untuk menyelamatkan barang yang dirampok

tersebut, maka perampok tersebut menembak polisi yang

mengejarnya.

Pada pembunuhan dalam Pasal 339 KUHP merupakan

suatu bentuk khusus pembunuhan yang diperberat. Dalam

pembunuhan yang diperberat ini terdapat dua macam

tindak pidana sekaligus, yaitu pembunuhan biasa dan

46
tindak pidana lain. Dalam Pasal 339 KUHP ini,

ancaman pidananya adalah pidana penjara seumur hidup atau

selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Sanksi pidana pada pembunuhan ini termasuk relatif berat

dibandingkan dengan pembunuhan biasa yang diatur dalam

Pasal 338 KUHP, karena dalam perbuatan ini terdapat dua

delik sekaligus.

3) Pembunuhan Berencana (moord)

Tindak pidana ini diatur dalam Pasal 340 KUHP, yang

menyebutkan sebagai berikut :

“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan


direncanakan terlebih dahulu merampas nyawa orang lain,
diancam karena pembunuhan berencana, denganpidana mati
atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama
waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.”
Pembunuhan dengan berencana merupakan suatu

pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu.

Ancaman pidana pada pembunuhan berencana ini lebih berat dari

pada pembunuhan yang ada pada Pasal 338 dan 339 KUHP

bahkan merupakan pembunuhan dengan ancaman pidana paling

berat, yaitu pidana mati. Sanksi pidana mati ini tidak tertera pada

kejahatan terhadap nyawa lainnya, yang menjadi dasar

beratnya hukuman ini adalah adanya perencanaan

terlebih dahulu. Selain diancam dengan pidana mati, pelaku

47
tindak pidana pembunuhan berencana juga dapat

dipidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling

lama dua puluh tahun.

4) Pembunuhan Terhadap Anak

Kejahatan berupa kesengajaan menghilangkan nyawa

seorang anak yang baru dilahirkan oleh ibunya sendiri. Tentang

kejahatan ini selanjutnya pembentuk Undang-Undang selanjutnya

juga masih membuat perbedaan kesengajaan menghilangkan

nyawa seseorang anak yang baru dilahirkan oleh ibunya yang

dilakukan tanpa direncanakan terlebih dahulu yang telah diberi

namakinderdoodslag dengan kesengajaan menghilangkan nyawa

seseorang anak yang baru dilahirkan ibunya sendiri dengan

direncanakan terlebih dahulu yang telah disebut kindermoord. Jenis

kejahatan yang terlabih dahulu itu oleh pembentuk Undang-Undang

disebut kinderDoodslag dalam Pasal 341 KUHP dan adapun jenis

kejahatan yang disebut kemudian adalah kindmoord diatur dalam

Pasal 342 KUHP.

5) Pembunuhan yang dilakukan dengan permintaan tegas oleh

korban.

Jenis kejahatan ini mempunyai unsur khusus, atas

permintaan yang tegas (uitdrukkelijk) dan sungguh-sungguh atau

nyata (ernstig). Tidak cukup hanya dengan persetujuan belaka,

karena hal itu tidak memenuhi perumusan Pasal 344 KUHP:

48
“Barang siapa yang merampas jiwa orang lain atas
permintaan yang sangat tegas dan sungguh-sungguh, orang itu
dipidana dengan penjara paling tinggi dua belas tahun”.

6) Membantu orang lain untuk melakukan bunuh diri

Kejahatan berupa kesengajaan mendorong orang lain

melakukan bunuh diri atau membantu orang lain melakukan bunuh

diri sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 345 KUHP.

7) Pembunuhan dengan menggugurkan kandungan

Kejahatan berupa kesengajaan menggurkankandungan

seorang wanita atau menyebabkan anak yang berada dalam

kandungan meninggal dunia. Pengguguran kandungan itu yang

oleh pembuat Undang-Undang telah disebut dengan kata afdrijving.

Mengenai kejahatan ini selanjutnya pembuat Undang-Undang

masih membuat perbedaan antara beberapa jenis afdrijving yang di

pandangnya dapat terjadi dalam praktik, masing-masing yaitu:

a. Kesengajaan menggugukan kandungan dilakukan orang


atas permintaan wanita yang mengandung seperti yang
telah diatur dalam Pasal 346 KUHP.

b. Kesengajaan menggugurkan kandungan orang tanpa


mendapat izin dahulu dari wanita yang mengandung seperti
yang telah diatur dalam Pasal 347 KUHP.

c. Kesengajaan menggurkan kandungan yang dilakukan


orang dengan mendapat izin dahulu dari wanita yang
mengandung seperti yang diatur dalam Pasal 348 KUHP.

d. Kesengajaan menggugurkan kandungan seorng wanita


yang pelaksanaannya telah dibantu oleh seorang dokter,

49
seorang bidan, atau seorang permu obat-obatan, yakni
seperti yang di atur dalam Pasal 349 KUHP.51

b. Pembunuhan Dengan Tidak Sengaja

Tindak pidana yang dilakukan dengan tidak sengaja merupakan

bentuk kejahatan yang akibatnya tidak dikehendaki oleh pelaku. Kejahatan

ini diatur dalam Pasal 359 KUHP, yang rumusannya sebagai berikut:

“Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang


lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
kurungan paling lama satu tahun.”

Terhadap kejahatan yang melanggar Pasal 359 KUHP ini ada dua

macam hukuman yang dapat dijatuhkan terhadap pelakunya yaitu

berupa pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan

paling lama satu tahun.Ketidaksengajaan (alpa) adalah suatu perbuatan

tertentu terhadap seseorang yang berakibat matinya seseorang. Bentuk

dari kealpaan ini dapat berupa perbuatan pasif maupun aktif. Contoh

perbuatan yang pasif misalnya penjaga palang pintu kereta api karena

tertidur pada waktu ada kereta yang melintas dia tidak menutup palang

pintu sehingga mengakibatkan tertabraknya mobil yang sedang

melintas. Bentuk kealpaan penjaga palang pintu ini berupa perbuatan

yang pasif karena tidak melakukan apa-apa.Sedangkan contoh perbuatan

yang aktif misalnya seseorang yang sedang menebang pohon ternyata

51 P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, op.cit, hlm.11-13

50
menimpa orang lain sehingga matinya orang itu karena tertimpa pohon.

Bentuk kealpaan dari penebang pohon berupa perbuatan yang aktif.

E. Pertimbangan Hakim

1. PertimbanganNormatif/Yuridis

Dasar-dasar yang menyebabkan diperberatnya pidana.Dasar

pemberatan Pidana Umum:

a. Dasarpemberatanpidanakarenajabatan.

PemberatanpidanakarenajabatandiaturdalamPasal 52 KUHP

yang rumusannyaadalahsebagaiberikut:

“Bila mana seorang pejabat karena melakukan tindak


pidana melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya,
atau pada waktu melakukan tindak pidana memakai
kekuasaan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena
jabatannya, pidana ditambah sepertiga.”

b. Dasar pemberatan Pidana dengan menggunakan sarana

bendera kebangsaan Jenis pemberatan ini di atur dalam Pasal

52 a KUHP yang rumusnya sebagai berikut:

“Bila mana pada waktu melakukan kejahatan


digunakan bendera kebangsaan RI, Pidana untuk kejahatan
tersebut dapat ditambah sepertiga.”

c. Dasar Pemberatan Pidana karena Pengulangan(Recidive).

Mengenai pengulangan ini KUHP mengatur bahwaDengan

mengelompokkan tindak-tindak pidana tertentu dengan syarat-

syarat tertentu yang dapat terjadi pengulangannya.

Pengulangan hanya terbatas pada tindak pidana tertentu yang

51
disebutkan dalam Pasal 486,487, dan 488 KUHP. Pemberatan

pidana adalah dapat ditambah sepertiga dari ancaman

maksimum pidana penjara yang diancamkan pada kejahatan

yang bersangkutan. Sementara para recidive yang ditentukan

lainnya di luar kelompok tindak pidana yang termasuk dan

disebut dalam ketiga Pasal ini adalah juga yang diperberat

dapat ditambah dengan sepertiga dari ancaman maksimum,

tetapi banyak yang tidak menyebut dapat ditambah dengan

sepertiga, melainkan diperberat dengan menambah lamanya

saja. Misal dari 6 hari kurungan menjadi 2 minggu kurungan

Pasal 492 ayat (2) KUHP, atau mengubah jenis pidananya dari

denda diganti dengan kurungan Pasal 495 ayat (2) dan Pasal

501 ayat (2) KUHP.

d. Dasar Pemberatan pidana karena perbarengan (concursus).

Ada 3 bentuk concursus yang dikenal dalam hukum pidana yaitu

concursus idealis, concursus realis, dan perbuatan lanjutan.

Dalam KUHP bab II Pasal 63 perbarengan peraturan disebut:

1. Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan

pidana maka, yang dikenakan hanya salah satu diantara

aturan-aturan itu. Jika berbeda-beda yang dikenakan yang

memuat ancaman pidana pokok paling berat.

52
2. Jika suatu perbuatan yang masuk dalam suatu aturan

pidana yang umum, maka diatur pula dalam aturan pidana

khusus, maka hanya yang khusus itulah yang dikenakan.

3. Concursus realis, atau gabungan beberapa perbuatan

terjadi apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan,

dan masing-masing perbuatan itu berdiri sendiri sebagai

suatu tindak pidana.

Adapun dasar-dasar yang menyebabkan diperingannya pidana

dasar-dasar yang menyebabkan diperinganya pidana terhadap si pembuat

dalam Undang-Undang terbagi atas dua, yaitu dasar si peringannya

pidana umum yang berlaku pada tindak pidana pada umumnya dan dasar

diperingannya pidana khusus hanya berlaku pada tindak pidana tertentu

saja.

1. Dasar peringanan pidana umum, yaitu:

a. Belum dewasa berdasarkan KUHP belum dewasa, yaitu

yang belum berumur 16 tahun. Bab III Buku I KUHP

mengatur tentang hal-hal yang menghapuskan,

mengurangkan, atau memberatkan pidana.

b. Berdasarkan UU No. 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan

Anak. Dasar peringanan pidana umum adalah sebab

pembuatnya anak (disebut anak nakal) yang umurnya

belum 18 tahun dan belum pernah kawin (Pasal 4 ayat,

(1)). Sedangkan anak yang belum berusia 8 tahun dan

53
melakukan tindak pidana tidak dapat diajukan

kepengadilan tetapi dapat dilakukan penyidikan (Pasal 5

ayat (1)). Perihal percobaan dan pembantuan kejahatan.

Percobaan dan pembantuan di atur dalam Pasal 53 ayat

(2) dan Pasal 57 ayat (1) KUHP. Pidana maksimum

terhadap si pembuat dikurangi sepertiga dari ancaman

maksimum pada yang bersangkutan. Hal ini disebabkan

karena percobaan dan pembantuan kejahatan adalah

suatu ketentuan-ketentuan mengenai penjatuhan pidana

terhadap pembuat yang gagal dan orang yang membantu

orang lain melakukankejahatan, yang artinya orang yang

mencoba itu atau orang yang membantu pelaku (pelaku

pembantu) tidak mewujudkan suatu tindak pidana

tertentu, hanya mengambil sebagian syarat suatu tindak

pidana tertentu.

2. Dasar Peringanan Pidana Khusus disebagian tindak pidana

tertentu ada pula dicantumkan dasar peringanan tertentu yang

hanya berlaku khusus terhadap tindak pidana yang disebutkan

itu saja, dan tidak berlaku umum untuk segala tindak pidana.

Dasar Peringanan pidana yang bersifat khusus diatur dalam

Pasal 308,341, dan 342 KUHP.

54
2. PertimbanganSosiologis

Pasal 5 ayat (1) rancangan KUHP nasional tahun 1999-2000

menentukan bahwa dalam mempertimbangkan:

1. Kesalahan terdakwa

2. Motif danTujuan melakukan tindak pidana

3. Cara melakukan tindak pidana

4. Sikap batin membuat tindak pidana pemidanaan

5. Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi pelaku

6. Sikap dan tindakan pelaku setelah melakukan tindak

pidana

7. Pengaruh tindak pidana terhadap masa depan pelaku

8. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana, terhadap

korban atau keluarga.

55
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah suatu tempat atau wilayah dimana

penelitian tersebut akan dilaksanakan. Adapun tempat atau lokasi

penelitian yang penulis pilih dalam melakukan pengumpulan data guna

menunjang penelitian ini adalah di wilayah hukum Pengadilan Negeri

Makassar.

B. Jenis dan Sumber Data

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara

langsung, dalam hal ini penulis melakukan wawancara

langsung terhadap majelis hakim dan yang menangani

kasus tersebut .

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui studi

kepustakaan atau dari berbagai literatur dengan menelaah

buku-buku, artikel, internet, jurnal hukum, serta peraturan

perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan

yang diteliti.

56
C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data-data dilakukan

dengan dua cara, yaitu:

1. Penelitian kepustakaan (library research)

Penelitan dilaksanakan dengan mengumpulkan,

membaca, dan menelusuri sejumlah buku-buku, peraturan

perundang-undangan ataupun literatur-literatur lainnya yang

relevan dengan masalah yang diteliti.

2. Penelitian lapangan (field research)

Penelitian dilaksanakan dengan terjun langsung ke

lokasi penelitian dengan melakukan pengamatan secara

langsung (observasi). Metode ini terdiri atas dua cara yaitu:

a) Wawancara langsung terhadap majelis hakim dan

yang pernah menangani kasus tindak pidana

pembunuhan dengan nomor register perkara

1139/Pid.B/2015/PN.Makassar

b) Dokumentasi yaitu menelusuri data yang berupa

dokumen dan arsip yang diperoleh dari panitera muda

bagian pidana Pengadilan Negeri Makassar.

57
D. Analisis Data

Data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian baik data primer

ataupun data sekunder dianalisis secara kualitatif. Analisis data kualitatif

adalah pengelolaan data secara deduktif, yaitu dimulai dari dasar-dasar

pengetahun yang umum kemudian meneliti hal yang bersifat khusus.

Kemudian dari proses tersebut, ditarik sebuah kesimpulan. Kemudian

disajikan secara deskriptif yaitu dengan cara menjelaskan dan

menggambarkan sesuai dengan permasalahan yang terkait dengan

penulisan skripsi ini.

58
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penerapan Hukum Pidana Materill Terhadap Pelaku Tindak

Pidana Pembunuhan Berencana Yang Dilakukan Secara

Bersama-Sama (Studi Kasus No. 1139/Pid.B/2015/PN.Mks)

Pembunuhan dengan berencana merupakan suatu pembunuhan

yang direncanakan terlebih dahulu. Ancaman pidana pada pembunuhan

berencana ini lebih berat dari pada pembunuhan yang ada pada Pasal

338 dan 339 KUHP bahkan merupakan pembunuhan dengan

ancaman pidana paling berat, yaitu pidana mati. Sanksi pidana mati ini

tidak tertera pada kejahatan terhadap nyawa lainnya, yang menjadi dasar

beratnya hukuman ini adalah adanya perencanaan terlebih dahulu. Selain

diancam dengan pidana mati, pelaku tindak pidana pembunuhan

berencana juga dapat dipidana penjara seumur hidup atau selama

waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.

Tindak pidana ini diatur dalam Pasal 340 KUHP, yang

menyebutkan sebagai berikut :

“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan terlebih


dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan
berencana, denganpidana mati atau pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.”

59
Sebelum penulis menguraikan mengenai penerapan hukum pidana

materiil dalam kasus putusan No. 1139/Pid.B/2015/PN.Mks, maka perlu

diketahui terlebih dahulu posisi kasus dan penjatuhan putusan oleh

majelis hakim dengan melihat acara pemeriksaan biasa pada Pengadilan

Negeri Makassar yang memeriksa dan mengadili perkara ini.

1. Posisi Kasus

Kejadiannya pada Selasa tanggal 17 Februari 2015 sekitar pukul

17.00 wita bertempat di Ballere, Desa Ballere, Kecamatan Keera,

Kabupaten Wajo, berawal ketika Kepala Desa untuk mengambil surat-

surat di Rumah Muh. Tang berupa surat pernyataan pada waktu

perdamaian yang dilakukan pada tanggal 17 Desember 2009. Pada saat

korban Junaede melintas dengan menggunakan sepeda motor di depan

rumah Saksi Muh. Tang, dari arah rumah Saksi Muh. Tang, Ondong

melempar batu ke arah korban Junaede, dan pelemparan menggunakan

batu tersebut terjadi setelah Ondong Bin Muh. Tang berteriak dalam

bahasa bugis “engkani” yang berarti “Sudah Ada”;

Dengan lemparan batu yang dilakukan oleh Ondong Bin Muh. Tang,

Terdakwa yang pada saat itu sedang mengendarai sepeda motor berhenti,

menjatuhkan motornya dan berjalan ke arah pekarangan rumah Saksi

Muderiah yang bersebelahan rumah dengan rumah saksi Muh. Tang.

Pada Saat korban berjalan ke arah pekarangan rumah yang dimaksud,

datanglah Ondong Bin Muh. Tang bersama dengan 1 (satu) orang lain

60
mendekati korban Junaede dengan masing-masing telah menghunuskan

parang dan setelah berhasil mendekati korban, Ondong dan seorang yang

tidak dikenal tersebut langsung mengayunkan parang yang dipegangnya

tersebut berkali-kali ke arah bagian tubuh korban Junaede, tidak lama

kemudian, datang pula 1 (satu) orang yang tidak dikenal yang juga

memegang parang mendatangi korban Junaede dan juga langsung

mengayunkan parang yang dipegangnya tersebut ke arah korban

Junaede, hal yang sama juga dilakukan oleh Terdakwa Muh. Nawir yang

datang belakangan di lokasi kejadian mengambil parang di sepeda motor

Terdakwa pada waktu mau berangkat dan mendatangi korban Junaede

dengan membawa parang dan memarangi korban pada bagian tangan kiri

dan kanan, kaki kiri serta kanan, sedangkan perbuatan saksi Muh. Tang

adalah berupa pada saat korban Junaede mengalami serangan terhadap

tubuhnya tersebut oleh beberapa orang sebagaimana tersebut diatas,

saksi Muh. Tang mendekati korban sambil menggenggam batu se ukuran

kepalan tangan orang dewasa dan melemparkannya ke arah korban

Junaede.

Akibat Perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa, Ondong Bin Muh.

Tang, dan dua orang temannya Ondong yang tidak dikenal, Korban

Juneade mengalami luka-luka antara lain: Luka benda tajam dari sudut

dalam mata kiri hingga dahi tembus tengkorak kepala (tengkorak kepala

terbelah) panjang luka 12 cm tepi luka rata, kedua ujung runcing. Luka

benda tajam dari tepi hidung kiri memanjang hingga daun telinga (daun

61
telinga terpotong) panjang luka 14 cm, tulang pipi terbelah. Luka benda

tajam tepat di atas bibir hingga kearah pipi kiri (tembus hingga tulang pipi

terbelah) panjang luka 16 cm. Luka benda tajam dari sudut kiri bibir hingga

ke dagu (tembus hingga tulang dagu terbelah) panjang luka 9,5 cm. Luka

benda tajam dari pertengahan dagu hingga kea rah kiri dagu (tembus

hingga tulang dagu terbelah) panjang luka 8 cm. Luka benda tajam arah

diagonal antara tulang rusuk 1-3 panjang luka 8 cm lebar 1,5 cm dalam 3

cm. Luka benda tajam pada lengan kiri atas posisi melintang panjang 10

cm lebar 4 cm dalam 3 cm. Luka lecet pada perut kiri diameter 1 cm. Luka

benda tajam pada paha kanan sisi dalam sebatas otot (tidak mengenai

tulang) panjang luka 14 cm dalam 6 cm. Luka benda tajam arah vertical

bahu kanan belakang panjang luka 3 cm dalam 0,5 cm. Luka benda tajam

punggung kanan bawah sebatas kulit hingga jaringan lemak, panjang luka

11,5 cm dan lebar 2,5 cm. Luka benda tajam lengan kanan bawah dekat

siku posisi diagonal hingga tulang terpotong panjang luka 17 cm. Luka

benda tajam pada ibu jari kanan hingga terputus. Amputasi (terpotong) jari

telunjuk kanan sebatas 1 (satu) ruas jari. Luka benda tajam tembus

sampai tulang pada jari tengah kanan ruas 1. Luka benda tajam lengan kiri

atas dekat siku sisi belakang hingga tulang terpotong panjang luka 16 cm.

Luka benda tajam otot terkikis menyamping 1/3 tengah lengan kiri bawah

panjang luka 16 cm lebar 5 cm. Luka benda tajam tumit kanan hingga tepi

mata kaki luar panjang luka 10 cm dan dengan luka-luka tersebut

mengakibatkan Korban Junaede meninggal dunia;

62
Latar belakang kejadian karena Terdakwa merasa, korban telah

mengambil tanah milik Terdakwa yang berada di Dusun Ceromani dengan

luas tanah 20 hektar dan tanah tersebut korban memagarinya memakai

kawat berduri yang di dalam tanah tersebut ada tanaman Terdakwa yaitu

cengkeh, coklat dan kemiri serta perbuatan korban memagari tanah

Terdakwa untuk menggembala sapi milik korban dan hal tersebut

Terdakwa tidak terima;

Terdakwa dengan korban pernah membuat perdamaian yang

dilakukan pada tanggal 17 Desember 2009.

2. Dakwaan

KESATU :

PRIMAIR:

Bahwa ia Terdakwa Muh Nawir Als. Awi Bin Panna bersama-sama


dengan Saksi Muh. Tang dan Ondong Bin Muh. Tang (Masuk dalam
Daftar Pencarian Orang Kepolisian Resort Wajo berdasarkan Surat
Kepala Kepolisian Resort Wajo Nomor : C.2.01/03/II/2015/Reskrim tanggal
26 Februari 2015) pada hari Selasa tanggal 17 Februari 2015 sekitar jam
17.00 wita atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2015,
bertempat di Dusun Batucokkong Desa Lalliseng Kec. Keera Kab. Wajo
dan berdasarkan Pasal 85 KUHAP Pengadilan Negeri Makassar
berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini,secara bersama-
sama baiksebagai yang melakukan atau turut serta melakukan perbuatan
yaitudengan sengaja dan dengan direncanakan terlebih dahulu merampas
nyawa orang lain yaitu nyawa Junaede, perbuatan mana dilakukan
terdakwa dengan cara sebagai berikut :
- Bahwa pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut di atas, korban
Junaede melintas dengan menggunakan sepeda motornya di depan
rumah Saksi Muh. Tang, saat melintas tersebut tiba-tiba dari arah
rumah Saksi Muh. Tang terdapat seseorang yang melempar batu ke
arah korban Junaede, adapun lemparan batu tersebut terjadi setelah

63
Ondong Bin Muh. Tang (DPO) berteriak dalam bahasa bugis “engkani”
yang berarti “Sudah Ada”.
- Akibat lemparan batu tersebut, maka Terdakwa yang saat itu sedang
mengendarai sepeda motor berhenti, menjatuhkan motornya dan
berjalan ke arah pekarangan rumah saksi Muderiah yang bersebelahan
rumah dengan rumah saksi Muh. Tang.
- Saat korban berjalan ke arah pekarangan rumah yang dimaksud, maka
datanglah Ondong Bin Muh. Tang bersama dengan 1 (satu) orang lain
mendekati korban Junaede dengan masing-masing telah
menghunuskan parang dan setelah berhasil mendekati korban, maka
Ondong dan seorang yang tidak dikenal tersebut langsung
mengayunkan parang yang dipegangnya tersebut berkali-kali kea rah
bagian tubuh korban Junaede, tidak lama kemudian, datang pula 1
(satu) orang yang tidak dikenal yang juga memegang parang
mendatangi korban Junaede dan juga langsung mengayunkan parang
yang dipegangnya tersebut kea rah korban Junaede, hal yang sama
juga dilakukan oleh Terdakwa Muh. Nawir yang datang belakangan di
lokasi kejadian, yaitu mendatangi korban Junaede dengan membawa
parang dan mengayunkan parangnya tersebut kea rah korban, adapun
perbuatan saksi Muh. Tang adalah berupa pada saat korban Junaede
mengalami serangan terhadap tubuhnya tersebut oleh beberapa orang
sebagaimana tersebut diatas, maka saksi Muh. Tang mendekati korban
sambil menggenggam batu seukuran kepalan tangan orang dewasa
dan melemparkannya kea rah korban Junaede.
- Adapun atas perbuatannya sebagaimana tersebut di atas,
mengakibatkan korban Junaede meninggal dunia atas luka yang
dideritanya, adapun luka yang dialami oleh korban Junaede sesuai
dengan Visum Et Repertum Puskesmas Keera Nomor : No.
02.5/171/Pusk.KR tanggal 21 Februari 2015 yang dibuat dan ditanda
tangani dengan mengingat sumpah jabatan oleh Dr. Risma S. A
Hasroni, dengan hasil pemeriksaan terhadap tubuh korban Junaede
adalah sebagai berikut :
1. Luka benda tajam dari sudut dalam mata kiri hingga dahi tembus
tengkorak kepala (tengkorak kepala terbelah) panjang luka 12 cm
tepi luka rata, kedua ujung runcing.
2. Luka benda tajam dari tepi hidung kiri memanjang hingga daun
telinga (daun telinga terpotong) panjang luka 14 cm, tulang pipi
terbelah.
3. Luka benda tajam tepat di atas bibir hingga kea rah pipi kiri (tembus
hingga tulang pipi terbelah) panjang luka 16 cm.
4. Luka benda tajam dari sudut kiri bibir hingga ke dagu (tembus
hingga tulang dagu terbelah) panjang luka 9,5 cm.
5. Luka benda tajam dari pertengahan dagu hingga kea rah kiri dagu
(tembus hingga tulang dagu terbelah) panjang luka 8 cm.
6. Luka benda tajam arah diagonal antara tulang rusuk 1 – 3 panjang
luka 8 cm lebar 1,5 cm dalam 3 cm.

64
7. Luka benda tajam pada lengan kiri atas posisi melintang panjang
10 cm lebar 4 cm dalam 3 cm.
8. Luka lecet pada perut kiri diameter 1 cm.
9. Luka benda tajam pada paha kanan sisi dalam sebatas otot (tidak
mengenai tulang) panjang luka 14 cm dalam 6 cm.
10. Luka benda tajam arah vertical bahu kanan belakang panjang luka
3 cm dalam 0,5 cm.
11. Luka benda tajam punggung kanan bawah sebatas kulit hingga
jaringan lemak, panjang luka 11,5 cm dan lebar 2,5 cm.
12. Luka benda tajanm lengan kanan bawah dekat siku posisi diagonal
hingga tulang terpotong panjang luka 17 cm.
13. Luka benda tajam pada ibu jari kanan hingga terputus.
14. Amputasi (terpotong) jari telunjuk kanan sebatas 1 (satu) ruas jari.
15. Luka benda tajam tembus sampai tulang pada jari tengah kanan
ruas 1.
16. Luka benda tajam lengan kiri atas dekat siku sisi belakang hingga
tulang terpotong panjang luka 16 cm.
17. Luka benda tajam otot terkikis menyamping 1/3 tengah lengan kiri
bawah panjang luka 16 cm lebar 5 cm.
18. Luka benda tajam tumit kanan hingga tepi mata kaki luar panjang
luka 10 cm.
- Bahwa Terdakwa, Ondong Bin Muh. Tang (DPO), dan Saksi Muh. Tang
mengetahui bahwa atas perbuatannya dengan menggunakan berbagai
peralatan yang diantaranya adalah berupa parang dan batu
sebagaimana telah terurai diatas terhadap korban Junaede, adalah
perbuatan yang dapat menyebabkan luka yang dapat membahayakan
nyawa korban atau setidak-tidaknya terdakwa mengetahui bahwa
perbuatannya sebagaimana diuraiakan tersebut diatas terhadap korban
Junaede adalah perbuatan yang dapat menyebabkan korban
meninggal dunia oleh karena bagian tubuh korban yang mengalami
luka tersebut adalah bagian tubuh yang dapat berakibat langsung
dengan kematian korban yaitu pada bagian kepala.
- Adapun sebelum kejadian, diketahui bahwa baik Terdakwa yaitu Muh.
Nawir Als. Awi Bin Panna, Saksi Muh. Tang, Ondong Bin Muh. Tang
(DPO), dan 2 (dua) orang lelaki yang tidak dikenal yang merupakan
teman dari Ondong Bin Muh. Tang (DPO) sebagaimana tersebut pada
uraian diatas, terlebih dahulu berkumpul di rumah saksi Muh. Tang,
dimana saat sebelum kejadian baik Ondong Bin Muh. Tang (DPO), dan
2 (dua) orang lelaki yang tidak dikenal yang merupakan teman dari
Ondong Bin Muh. Tang (DPO) tersebut, serta Terdakwa Muh. Nawir
mendatangi rumah Muh. Tang dengan terlebih dahulu mempersiapkan
parang yang akan dipergunakan untuk melukai korban Junaede saat
korban melintas di depan Rumah Muh. Tang dengan menggunakan
sepeda motor;

65
Perbuatan Terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana
diatur dan diancam pidana dalam Pasal 340 KUHP Jo. Pasal 55 Ayat (1)
ke – 1 KUHP;
SUBSIDIAIR :

Bahwa ia Terdakwa Muh. Nawir Als. Awi Bin Panna bersama-


sama dengan Saksi Muh. Tang, dan Ondong Bin Muh. Tang (Masuk
dalam Daftar Pencarian Orang Kepolisian Resort Wajo berdasarkan Surat
Kepala Kepolisian Resort Wajo Nomor : C.2.01/03/II/2015/Reskrim tanggal
26 Februari 2015) pada hari Selasa tanggal 17 Februari 2015 sekitar jam
17.00 wita atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2015,
bertempat di Dusun Batucokkong Desa Lalliseng Kec. Keera Kab. Wajo
dan berdasarkan Pasal 85 KUHAP Pengadilan Negeri Makassar
berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini secara bersama-
sama baik sebagai yang melakukan atau turut serta melakukan perbuatan
yaitu dengan sengaja merampas nyawa orang lain yaitu nyawa Junaede,
perbuatan mana dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut :
- Bahwa pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut di atas, korban
Junaede melintas dengan menggunakan sepeda motornya di depan
rumah saksi Muh. Tang, saat melintas tersebut tiba-tiba dari arah
rumah Saksi Muh. Tang terdapat seseorang yang melempar batu
kearah korban Junaede, adapun lemparan batu tersebut terjadi setelah
Ondong Bin Muh. Tang (DPO) berteriak dalam bahasa bugis “engkaniI”
yang berarti “Sudah Ada”.
- Akibat lemparan batu tersebut, maka terdakwa yang saat itu sedang
mengendarai sepeda motor berhenti, menjatuhkan motornya dan
berjalan kearah pekarangan rumah saksi Muderiah yang bersebelahan
rumah dengan rumah saksi Muh. Tang.
- Saat korban berjalan ke arah pekarangan rumah yang dimaksud, maka
datanglah Ondong Bin Muh. Tang bersama dengan 1 (satu) orang lain
mendekati korban Junaede dengan masing-masing telah
menghunuskan parang dan setelah berhasil mendekati korban, maka
Ondong dan seorang yang tidak dikenal tersebut langsung
mengayunkan parang yang dipegangnya tersebut berkali-kali kearah
bagian tubuh korban Junaede, tidak lama kemudian, datang pula 1
(satu) orang yang tidak dikenal yang juga memegang parang
mendatangi korban Junaede dan juga langsung mengayunkan parang
yang dipegangnya tersebut kea rah korban Junaede, hal yang sama
juga dilakukan oleh Terdakwa Muh. Nawir yang datang belakangan di
lokasi kejadian, yaitu mendatangi korban Junaede dengan membawa
parang dan mengayunkan parangnya tersebut kearah korban, adapun
perbuatan saksi Muh. Tang adalah berupa pada saat korban Junaede
mengalami serangan terhadap tubuhnya tersebut oleh beberapa orang
sebagaimana tersebut diatas, maka Saksi Muh. Tang mendekati korban

66
sambil menggenggam batu seukuran kepalan tangan orang dewasa
dan melemparkannya kea rah korban Junaede;
- Adapun atas perbuatannya sebagaimana tersebut di atas,
mengakibatkan korban Junaede meninggal dunia atas luka yang
dideritanya, adapun luka yang dialami oleh korban Junaede sesuai
dengan Visum Et Repertum Puskesmas Keera Nomor : No.
02.5/171/Pusk.KR tanggal 21 Februari 2015 yang dibuat dan ditanda
tangani dengan mengingat sumpah jabatan oleh Dr. Risma S. A.
Hasroni, dengan hasil pemeriksaan terhadap tubuh korban Junaede
adalah sebagai berikut :
1. Luka benda tajam dari sudut dalam mata kiri hingga dahi tembus
tengkorak kepala (tengkorak kepala terbelah) panjang luka 12 cm
tepi luka rata, kedua ujung runcing.
2. Luka benda tajam dari tepi hidung kiri memanjang hingga daun
telinga (daun telinga terpotong) panjang luka 14 cm, tulang pipi
terbelah.
3. Luka benda tajam tepat di atas bibir hingga kea rah pipi kiri (tembus
hingga tulang pipi terbelah) panjang luka 16 cm.
4. Luka benda tajam dari sudut kiri bibir hingga ke dagu (tembus
hingga tulang dagu terbelah) panjang luka 9,5 cm.
5. Luka benda tajam dari pertengahan dagu hingga kea rah kiri dagu
(tembus hingga tulang dagu terbelah) panjang luka 8 cm.
6. Luka benda tajam arah diagonal antara tulang rusuk 1 – 3 panjang
luka 8 cm lebar 1,5 cm dalam 3 cm.
7. Luka benda tajam pada lengan kiri atas posisi melintang panjang
10 cm lebar 4 cm dalam 3 cm.
8. Luka lecet pada perut kiri diameter 1 cm.
9. Luka benda tajam pada paha kanan sisi dalam sebatas otot (tidak
mengenai tulang) panjang luka 14 cm dalam 6 cm.
10. Luka benda tajam arah vertical bahu kanan belakang panjang luka
3 cm dalam 0,5 cm.
11. Luka benda tajam punggung kanan bawah sebatas kulit hingga
jaringan lemak, panjang luka 11,5 cm dan lebar 2,5 cm.
12. Luka benda tajanm lengan kanan bawah dekat siku posisi diagonal
hingga tulang terpotong panjang luka 17 cm.
13. Luka benda tajam pada ibu jari kanan hingga terputus.
14. Amputasi (terpotong) jari telunjuk kanan sebatas 1 (satu) ruas jari.
15. Luka benda tajam tembus sampai tulang pada jari tengah kanan
ruas 1.
16. Luka benda tajam lengan kiri atas dekat siku sisi belakang hingga
tulang terpotong panjang luka 16 cm.
17. Luka benda tajam otot terkikis menyamping 1/3 tengah lengan kiri
bawah panjang luka 16 cm lebar 5 cm.
18. Luka benda tajam tumit kanan hingga tepi mata kaki luar panjang
luka 10 cm.

67
- Bahwa Terdakwa, Ondong Bin Muh. Tang (DPO), dan Saksi Muh. Tang
mengetahui bahwa atas perbuatannya dengan menggunakan berbagai
peralatan yang diantaranya adalah berupa parang dan batu
sebagaimana telah terurai diatas terhadap korban Junaede, adalah
perbuatan yang dapat menyebabkan luka yang dapat membahayakan
nyawa korban atau setidak-tidaknya terdakwa mengetahui bahwa
perbuatannya sebagaimana diuraiakan tersebut diatas terhadap korban
Junaede adalah perbuatan yang dapat menyebabkan korban
meninggal dunia oleh karena bagian tubuh korban yang mengalami
luka tersebut adalah bagian tubuh yang dapat berakibat langsung
dengan kematian korban yaitu pada bagian kepala.
Perbuatan Terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana
diatur dan diancam pidana dalam Pasal 338 KUHP Jo. Pasal 55 Ayat (1)
ke-1 KUHP.

KEDUA:
Bahwa ia Terdakwa Muh. Nawir Als. Awi Bin Panna pada hari
Selasa tanggal 17 Februari 2015 sekitar jam 17.00 wita atau setidak-
tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2015, bertempat di Dusun
Batucokkong Desa Lalliseng Kec. Keera Kab. Wajo dan berdasarkan
Pasal 85 KUHAP Pengadilan Negeri Makassar berwenang untuk
memeriksa dan mengadili perkara ini, dengan sengaja merampas nyawa
orang lain yaitu nyawa Junaede, perbuatan mana dilakukan terdakwa
dengan cara sebagai berikut :
- Bahwa pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut diatas, saat
korban melintas di depan rumah Saksi Muh. Tang dengan
menggunakan sepeda motor, bertemu dengan terdakwa, pada saat itu
korban Junaede berkata kepada Terdakwa dalam bahasa bugis yaitu :
“Magi tu mutiwi sure-sure, Maelokoga digajang” yang berarti : “Kenapa
kamu selalu membawa surat-surat tanah, maukah kamu baku tikam ?”
yang selanjutnya di ikuti dengan korban yang mendatangi Terdakwa
hendak menikam Terdakwa dengan menggunakan badik milik korban,
menyadari hal tesebut, maka Terdakwa mundur, mengambil ancang-
ancang lalu menghunus parang miliknya lalu mengayunkan parang
tersebut ke arah korban berkali-kali sehingga menyebabkan korban
meninggal dunia akibat mengalami luka sebagaimana dimaksud dalam
Visum Et Repertum Puskesmas Keera Nomor : No. 02.5/171/Pusk.KR
tanggal 21 Februari 2015 yang dibuat dan ditanda tangani dengan
mengingat sumpah jabatan oleh Dr. Risma S. A Hasroni, dengan hasil
pemeriksaan terhadap tubuh korban Junaede adalah sebagai berikut :
1. Luka benda tajam dari sudut dalam mata kiri hingga dahi tembus
tengkorak kepala (tengkorak kepala terbelah) panjang luka 12 cm
tepi luka rata, kedua ujung runcing.

68
2. Luka benda tajam dari tepi hidung kiri memanjang hingga daun
telinga (daun telinga terpotong) panjang luka 14 cm, tulang pipi
terbelah.
3. Luka benda tajam tepat di atas bibir hingga kearah pipi kiri (tembus
hingga tulang pipi terbelah) panjang luka 16 cm.
4. Luka benda tajam dari sudut kiri bibir hingga ke dagu (tembus
hingga tulang dagu terbelah) panjang luka 9,5 cm.
5. Luka benda tajam dari pertengahan dagu hingga kearah kiri dagu
(tembus hingga tulang dagu terbelah) panjang luka 8 cm.
6. Luka benda tajam arah diagonal antara tulang rusuk 1 – 3 panjang
luka 8 cm lebar 1,5 cm dalam 3 cm.
7. Luka benda tajam pada lengan kiri atas posisi melintang panjang
10 cm lebar 4 cm dalam 3 cm.
8. Luka lecet pada perut kiri diameter 1 cm.
9. Luka benda tajam pada paha kanan sisi dalam sebatas otot (tidak
mengenai tulang) panjang luka 14 cm dalam 6 cm.
10. Luka benda tajam arah vertical bahu kanan belakang panjang luka
3 cm dalam 0,5 cm.
11. Luka benda tajam punggung kanan bawah sebatas kulit hingga
jaringan lemak, panjang luka 11,5 cm dan lebar 2,5 cm.
12. Luka benda tajanm lengan kanan bawah dekat siku posisi diagonal
hingga tulang terpotong panjang luka 17 cm.
13. Luka benda tajam pada ibu jari kanan hingga terputus.
14. Amputasi (terpotong) jari telunjuk kanan sebatas 1 (satu) ruas jari.
15. Luka benda tajam tembus sampai tulang pada jari tengah kanan
ruas 1.
16. Luka benda tajam lengan kiri atas dekat siku sisi belakang hingga
tulang terpotong panjang luka 16 cm.
17. Luka benda tajam otot terkikis menyamping 1/3 tengah lengan kiri
bawah panjang luka 16 cm lebar 5 cm.
18. Luka benda tajam tumit kanan hingga tepi mata kaki luar panjang
luka 10 cm.
- Bahwa Terdakwa mengetahui bahwa atas perbuatannya sebagaimana
dimaksud diatas terhadap korban Junaede dengan menggunakan
parang tersebut adalah perbuatan yang dapat menyebabkan luka
yang dapat membahayakan nyawa korban atau setidak-tidaknya
terdakwa mengetahui bahwa perbuatannya sebagaimana diuraiakan
tersebut di atas terhadap korban Junaede adalah perbuatan yang
dapat menyebabkan korban meninggal dunia oleh karena bagian
tubuh korban yang mengalami luka tersebut adalah bagian tubuh yang
dapat berakibat langsung dengan kematian korban yaitu pada bagian
kepala.
Perbuatan Terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana
diatur dan diancam pidana dalam Pasal 338 KUHP;
KETIGA:

69
Bahwa ia Terdakwa Muh. Nawir Als. Awi Bin Panna bersama-
sama dengan Saksi Muh. Tang dan Ondong Bin Muh. Tang (Masuk dalam
Daftar Pencarian Orang Kepolisian Resort Wajo berdasarkan Surat
Kepala Kepolisian Resort Wajo Nomor : C.2.01/03/II/2015/Reskrim tanggal
26 Februari 2015) pada hari Selasa tanggal 17 Februari 2015 sekitar jam
17.00 wita atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2015,
bertempat di Dusun Batucokkong Desa Lalliseng Kec. Keera Kab. Wajo
dan berdasarkan Pasal 85 KUHAP Pengadilan Negeri makassar
berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini secara bersama-
sama dimuka umum, melakukan kekerasan terhadap orang yaitu korban
Junaede menyebabkan mati, perbuatan mana dilakukan terdakwa dengan
cara sebagai berikut :
- Bahwa pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut di atas, korban
Junaede melintas dengan menggunakan sepeda motornya di depan
rumah Saksi Muh. Tang, saat melintas tersebut tiba-tiba dari arah
rumah Saksi Muh. Tang terdapat seseorang yang melempar batu kea
rah korban Junaede, adapun lemparan batu tersebut terjadi setelah
Ondong Bin Muh. Tang (DPO) berteriak dalam bahasa bugis “engkani”
yang berarti “Sudah Ada”.
- Akibat lemparan batu tersebut, maka Terdakwa yang saat itu sedang
mengendarai sepeda motor berhenti, menjatuhkan motornya dan
berjalan kea rah pekarangan rumah Saksi Muderiah yang bersebelahan
rumah dengan rumah Saksi Muh. Tang.
- Saat korban berjalan ke arah pekarangan rumah yang dimaksud, maka
datanglah Ondong Bin Muh. Tang bersama dengan 1 (satu) orang lain
mendekati korban Junaede dengan masing-masing telah
menghunuskan parang dan setelah berhasil mendekati korban, maka
Ondong dan seorang yang tidak dikenal tersebut langsung
mengayunkan parang yang dipegangnya tersebut berkali-kali kearah
bagian tubuh korban Junaede, tidak lama kemudian, datang pula 1
(satu) orang yang tidak dikenal yang juga memegang parang
mendatangi korban Junaede dan juga langsung mengayunkan parang
yang dipegangnya tersebut kearah korban Junaede, hal yang sama
juga dilakukan oleh Terdakwa Muh. Nawir yang datang belakangan di
lokasi kejadian, yaitu mendatangi korban Junaede dengan membawa
parang dan mengayunkan parangnya tersebut kea rah korban, adapun
perbuatan Saksi Muh. Tang adalah berupa pada saat korban
Junaedemengalami serangan terhadap tubuhnya tersebut oleh
beberapa orang sebagaimana tersebut diatas, maka Saksi Muh. Tang
mendekati korban sambil menggenggam batu seukuran kepalan tangan
orang dewasa dan melemparkannya ke arah korban Junaede.
- Adapun atas perbuatannya sebagaimana tersebut di atas,
mengakibatkan korban Junaede meninggal dunia atas luka yang
dideritanya, adapun luka yang dialami oleh korban Junaede sesuai
dengan Visum Et Repertum Puskesmas Keera Nomor : No.

70
02.5/171/Pusk.KR tanggal 21 Februari 2015 yang dibuat dan ditanda
tangani dengan mengingat sumpah jabatan oleh Dr. Risma S. A
Hasroni, dengan hasil pemeriksaan terhadap tubuh korban Junaede
adalah sebagai berikut :
1. Luka benda tajam dari sudut dalam mata kiri hingga dahi tembus
tengkorak kepala (tengkorak kepala terbelah) panjang luka 12 cm
tepi luka rata, kedua ujung runcing.
2. Luka benda tajam dari tepi hidung kiri memanjang hingga daun
telinga (daun telinga terpotong) panjang luka 14 cm, tulang pipi
terbelah.
3. Luka benda tajam tepat di atas bibir hingga kea rah pipi kiri (tembus
hingga tulang pipi terbelah) panjang luka 16 cm.
4. Luka benda tajam dari sudut kiri bibir hingga ke dagu (tembus
hingga tulang dagu terbelah) panjang luka 9,5 cm.
5. Luka benda tajam dari pertengahan dagu hingga kea rah kiri dagu
(tembus hingga tulang dagu terbelah) panjang luka 8 cm.
6. Luka benda tajam arah diagonal antara tulang rusuk 1 – 3 panjang
luka 8 cm lebar 1,5 cm dalam 3 cm.
7. Luka benda tajam pada lengan kiri atas posisi melintang panjang
10 cm lebar 4 cm dalam 3 cm.
8. Luka lecet pada perut kiri diameter 1 cm.
9. Luka benda tajam pada paha kanan sisi dalam sebatas otot (tidak
mengenai tulang) panjang luka 14 cm dalam 6 cm.
10. Luka benda tajam arah vertical bahu kanan belakang panjang luka
3 cm dalam 0,5 cm.
11. Luka benda tajam punggung kanan bawah sebatas kulit hingga
jaringan lemak, panjang luka 11,5 cm dan lebar 2,5 cm.
12. Luka benda tajanm lengan kanan bawah dekat siku posisi diagonal
hingga tulang terpotong panjang luka 17 cm.
13. Luka benda tajam pada ibu jari kanan hingga terputus.
14. Amputasi (terpotong) jari telunjuk kanan sebatas 1 (satu) ruas jari.
15. Luka benda tajam tembus sampai tulang pada jari tengah kanan
ruas 1.
16. Luka benda tajam lengan kiri atas dekat siku sisi belakang hingga
tulang terpotong panjang luka 16 cm.
17. Luka benda tajam otot terkikis menyamping 1/3 tengah lengan kiri
bawah panjang luka 16 cm lebar 5 cm.
18. Luka benda tajam tumit kanan hingga tepi mata kaki luar panjang
luka 10 cm.
- Bahwa perbuatan sebagaimana tesebut di atas diketahui adalah
bertempat di pekarangan rumah penduduk sehingga setiap orang
yang melintas di tempat tersebut dapat melihat dan mengetahui
peristiwa yang terjadi atau setidak-tidaknya, tempat tersebut adalah
tempat dimana setiap orang dapat mengetahui, atau memasuki dan
bahkan menyaksikan perbuatan terdakwa karena tempat tersebut
adalah berupa pekarangan rumah penduduk.

71
Perbuatan Terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana
diatur dan diancam pidana dalam Pasal 170 Ayat (2) ke-3 KUHP.
3. Tuntutan Penuntut Umum

Adapun tuntutan pidana yang diajukan oleh Penuntut Umum yang


pada pokoknya sebagai berikut:
1. Menyatakan terdakwa MUH. NAWIR ALS. AWI BIN PANNA terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
“PEMBUNUHAN BERENCANA SECARA BERSAMA-SAMA”
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 340 KUHP Jo.
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam Dakwaan KESATU PRIMAIR;
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa MUH. NAWIR ALS. AWI BIN
PANNA dengan pidana penjara selama 20 (DUA PULUH TAHUN)
TAHUN dengan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan
sementara dengan perintah terdakwa tetap ditahan;
3. Menetapkan barang bukti berupa :
- 2 (dua) buah batu kali / sungai ukuran genggaman tangan orang
dewasa.
dirampas untuk dimusnahkan;
- 1 (satu) lembar baju warna putih bintik hitam merk Crocodile
- 1 (satu) lembar celana dalam Boxer warna hitam Ride Sport
- 1 (satu) lembar celana kain warna hitam seukuran lutut.
dikembalikan kepada Saksi Hj. Syamsidar Binti Junaede;
3. Menetapkan agar terdakwa, membayar biaya perkara sebesar Rp
5.000,- (lima ribu rupiah).

4. Amar Putusan

MENGADILI:

1. Menyatakan Terdakwa Muh. Nawir Alias Awi Bin Panna tersebut


diatas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

72
tindak pidana PEMBUNUHAN BERENCANA SECARA BERSAMA-
SAMA.
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu pidana penjara
selama 18 (delapan belas) tahun.
3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani
oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
4. Menetapkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan dengan jenis
penahanan Rumah Tahanan Negara.
5. Menetapkan barang bukti berupa:
- 2 (dua) buah batu kali / sungai ukuran genggaman tangan orang
dewasa dirampas untuk dimusnahkan.
- 1 (satu) lembar baju warna putih bintik hitam merk Crocodile.
- 1 (satu) lembar celana dalam Boxer warna hitam Ride Sport.
- 1 (satu) lembar celana kain warna hitam seukuran lutut dirampas
untuk di kembalikan kepada Saksi Hj. Syamsidar Binti Junaede.
6. Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya perkara sejumlah
Rp2.500,00.- (dua ribu lima ratus rupiah rupiah).

4. Analisis Penulis

Menurut penulis surat dakwaan yang disusun oleh penuntut umum

telah memenuhi syarat formal dan materiil surat dakwaan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 143 ayat 2 KUHP, yaitu harus memuat tanggal dan

ditanda tangani oleh penuntut umum serta identitas lengkap terdakwa,

selain itu juga harus memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap

mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu

dan tempat tindak pidana dilakukan. Penyusunan surat dakwaan penuntut

umum harus bersifat cermat atau teliti terutama yang berkaitan dengan

penerapan peraturan perundang-undangan yang berlaku, agar tidak

73
terjadi kekurangan atau kekeliruan yang mengakibatkan batalnya surat

dakwaan atau unsur-unsur dalam dakwaan tidak berhasil dibuktikan.

Dakwaan Penutut Umum disusun dengan bentuk kombinasi

dakwaan alternatif subsideritas atau primer subsider, maka Majelis Hakim

dapat memilih mempertimbangkan dakwaan alternatif yang relevan

dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan dan dalam perkara a

quo fakta-fakta yang terungkap di persidangan relevan untuk

membuktikan dakwaan alternatif kesatu

Terdakwa dalam kasus ini berdasarkan surat dakwaan penuntut

umum, dalam dakwaan kesatu primer Pasal 340 KUHP dijunctokan

dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, maka masing-masing akan

dipertimbangkan tersendiri dan yang pertama-tama dipertimbangkan

adalah Pasal 340 KUHP yang berbunyi:

“Barang siapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih


dahulu menghilangkan nyawa orang lain, karena bersalah melakukan
pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau penjara seumur hidup
atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun“
Berdasarkan bunyi Pasal 340 KUHP tersebut, maka bagian inti delik

(bestanddeel deliknya) atau unsur-unsur tindak pidananya adalah sebagai

berikut:

1. Dengan sengaja.

2. Direncanakan lebih dahulu.

3. Menghilangkan nyawa orang lain.

74
1. Unsur dengan sengaja

Menimbang, yang dimaksudkan dengan sengaja atau opzet adalah

willen en wetens dalam artian pembuat harus menghendaki (willen)

melakukan perbuatan tersebut dan juga mengerti (weten) akan akibat

perbuatan itu.

Berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan

antara lain, bahwa Terdakwa Muh. Nawir yang datang belakangan di

lokasi kejadian mengambil parang di sepeda motor Terdakwa pada waktu

mau berangkat dan mendatangi korban Junaede dengan membawa

parang dan memarangi korban pada bagian tangan kiri dan kanan, kaki

kiri serta kanan yang mengakibatkan korban Junaede mengalami Luka

benda tajam dari sudut dalam mata kiri hingga dahi tembus tengkorak

kepala (tengkorak kepala terbelah) panjang luka 12 cm tepi luka rata,

kedua ujung runcing. Luka benda tajam dari tepi hidung kiri memanjang

hingga daun telinga (daun telinga terpotong) panjang luka 14 cm, tulang

pipi terbelah. Luka benda tajam tepat di atas bibir hingga kea rah pipi kiri

(tembus hingga tulang pipi terbelah) panjang luka 16 cm. Luka benda

tajam dari sudut kiri bibir hingga ke dagu (tembus hingga tulang dagu

terbelah) panjang luka 9,5 cm. Luka benda tajam dari pertengahan dagu

hingga kea rah kiri dagu (tembus hingga tulang dagu terbelah) panjang

luka 8 cm. Luka benda tajam arah diagonal antara tulang rusuk 1 – 3

panjang luka 8 cm lebar 1,5 cm dalam 3 cm. Luka benda tajam pada

lengan kiri atas posisi melintang panjang 10 cm lebar 4 cm dalam 3 cm.

75
Luka lecet pada perut kiri diameter 1 cm. Luka benda tajam pada paha

kanan sisi dalam sebatas otot (tidak mengenai tulang) panjang luka 14 cm

dalam 6 cm. Luka benda tajam arah vertical bahu kanan belakang panjang

luka 3 cm dalam 0,5 cm. Luka benda tajam punggung kanan bawah

sebatas kulit hingga jaringan lemak, panjang luka 11,5 cm dan lebar 2,5

cm. Luka benda tajam lengan kanan bawah dekat siku posisi diagonal

hingga tulang terpotong panjang luka 17 cm. Luka benda tajam pada ibu

jari kanan hingga terputus. Amputasi (terpotong) jari telunjuk kanan

sebatas 1 (satu) ruas jari. Luka benda tajam tembus sampai tulang pada

jari tengah kanan ruas 1. Luka benda tajam lengan kiri atas dekat siku sisi

belakang hingga tulang terpotong panjang luka 16 cm. Luka benda tajam

otot terkikis menyamping 1/3 tengah lengan kiri bawah panjang luka 16 cm

lebar 5 cm. Luka benda tajam tumit kanan hingga tepi mata kaki luar

panjang luka 10 cm dan dengan luka-luka tersebut mengakibatkan Korban

Junaede meninggal dunia dengan latar belakang kejadian karena

Terdakwa merasa, korban telah mengambil tanah milik Terdakwa yang

berada di Dusun Ceromani dengan luas tanah 20 hektar dan tanah

tersebut korban memagarinya memakai kawat berduri yang di dalam

tanah tersebut ada tanaman Terdakwa yaitu cengkeh, coklat dan

kemiriserta perbuatan korban memagari tanah Terdakwa untuk

menggembala sapi milik korban dan hal tersebut Terdakwa tidak terima.

Berdasarkan fakta hukum tersebut, menunjukkan rangkaian

perbuatan Terdakwa memarangi korban pada bagian tangan kiri dan

76
kanan, kaki kiri serta kanan dilakukan dengan sengaja khusus sengaja

sebagai maksud setidak-tidaknya Terdakwa mengetahui bahwa dengan

memarangi korban pada bagian tangan kiri dan kanan, kaki kiri serta

kanan dapat mengakibatkan kematian korban, dengan demikian penulis

beranggapan bahwa unsur ini telah terpenuhi.

2. unsur direncanakan lebih dahulu

Berdasarkan fakta hukum yang diberikan penuntut umum dalam

persidangan, bahwa Terdakwa yang datang ke Rumah Saksi Muh. Tang

dengan membawa parang yang di simpan di motor Terdakwa serta Latar

belakang kejadian karena Terdakwa merasa, korban telah mengambil

tanah milik Terdakwa yang berada di Dusun Ceromani dengan luas tanah

20 hektar dan tanah tersebut korban memagarinya memakai kawat berduri

yang di dalam tanah tersebut ada tanaman Terdakwa yaitu cengkeh,

coklat dan kemiri serta perbuatan korban memagari tanah Terdakwa untuk

menggembala sapi milik korban dan hal tersebut Terdakwa tidak terima,

kemudian pada hari kejadian yaitu hari Selasa tanggal 17 Februari 2015

sekitar pukul 17.00 wita ketika korban Junaede melintas dengan

menggunakan sepeda motor di depan rumah Saksi Muh. Tang, dari arah

rumah Saksi Muh. Tang, Ondong melempar batu ke arah korban Junaede,

dan pelemparan menggunakan batu tersebut terjadi setelah Ondong Bin

Muh. Tang berteriak dalam bahasa bugis “engkani” yang berarti “Sudah

Ada”menunjukkan bahwa rangkaian perbuatan Terdakwa bersama

Ondong, dan dua orang temannya Ondong dan Saksi Muh. Tang

77
dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu karena cukup waktu bagi

Terdakwa, Ondong dan dua temannya Ondong dan Muh. Tang untuk

memikirkan apakah ia atau mereka akan mengurungkan niatnya atau

tetap melaksanakan dengan cara-cara yang telah dipikirkan dengan

tenang tersebut dan kenyataannya merekan tidak mengurungkan niatnya,

maka dengan demikian penulis beranggapan bahwa unsur kedua ini telah

terpenuhi.

3. Unsur menghilangkan nyawa orang lain

Unsur ini merupakan akibat yang timbul atas perbuatan yang telah

dilakukan dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu oleh Terdakwa,

dengan kata lain menjawab pertanyaan : apakah perbuatan Terdakwa

yang telah memenuhi unsur tindak pidana dengan sengaja dan

direncanakan lebih dahulu tersebut telah mengakibatkan hilangnya nyawa

orang lain atau matinya orang lain;

Seperti yang disebutkan penuntut umum di persidangan, jika

dihubungkan antara perbuatan dan alat yang dipergunakan oleh

Terdakwa, Ondong Bin Muh. Tang, dua orang yang tidak dikenal serta

Muh. Tang dengan luka-luka yang dialami oleh korban, maka antara luka

yang dialami oleh korban dengan alat yang dipergunakan oleh Terdakwa,

Ondong Bin Muh. Tang dan dua orang teman Ondong yang tidak dikenal

serta Muh. Tang bersesuaian, hal tersebut menunjukkan bahwa ada

hubungan sebab akibat antara perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa,

78
Ondong Bin Muh. Tang, dua orang teman Ondong Bin Muh. Tang yang

tidak dikenal serta perbuatan Muh. Tang dengan meninggalnya Korban

Junaede, penulis menganggap dengan demikian unsur ini terpenuhi.

Setelah pasal 340 tersebut terpenuhi maka selanjutnya Majelis

Hakim akan mempertimbangkan Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP yang bunyi

lengkapnya sebagai berikut:

“Dihukum sebagai orang yang melakukan perbuatan


pidana, orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan
atau yang turut melakukan perbuatan itu.”
Berdasarkan bunyi Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tersebut, maka

dapat disimpulkan bahwa terdapat 3 (tiga) sebutan pelaku yang secara

alternatif dapat berupa :

1. Orang yang melakukan orang ini bertindak sendirian untuk

mewujudkan segala anasir tindak pidana.

2. Orang yang menyuruh melakukan dalam tindak pidana ini

pelakunya paling sedikit 2 (dua) orang yakni yang menyuru dan

disuruh, jadi bukan pelaku utama itu sendiri yang melakukan

tindak pidana, tetapi dengan bantuan orang lain yang hanya

merupakan alat saja.

3. Orang yang turut melakukan “turut melakukan” diartikan

melakukan bersama-sama, dalam tindak pidana ini pelakunya

paling sedikit harus ada dua orang, yakni yang melakukan dan

yang turut melakukan dan dalam tindakannya keduanya harus

79
melakukan perbuatan pelaksanaan, jadi keduanya melakukan

anasir tindak pidana.

Dalam konteks pembuktian perkara ini yang dimaksud dengan

secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam pasal 55 ayat (1) ke-1

KUHP adalah penyertaan (deelneming) adalah turut melakukan atau

medeplegen, oleh karena dalam praktek peradilan bentuk deelneming ini

selalu terdapat seorang pelaku dan seorang atau lebih pelaku yang turut

melakukan tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku-nya, maka bentuk

deelneming ini juga sering disebut sebagai suatu mededaderschap dan

apabila seseorang itu melakukan suatu tindak pidana, maka biasanya ia

disebut sebagai seorang dader atau seorang pelaku, tetapi apabila

beberapa orang secara bersama-sama melakukan tindak pidana, maka

setiap peserta didalam tindak pidana itu sebagai seorang mededader dari

peserta atau peserta-peserta yang lain atau sebaliknya yang artinya untuk

adanya suatu medeplegen, itu disyaratkan bahwa setiap pelaku itu

mempunyai maksud yang diperlukan serta pengetahuan yang disyaratkan

untuk dapat menyatakan bersalah turut melakukan itu haruslah dibuktikan

bahwa pengetahuan dan maksud tersebut memang terdapat pada tiap

peserta.

Mengenai tidak perlunya seorang medepleger atau seorang

mededader itu harus turut serta menyelesaikan suatu tindak pidana yang

telah ia lakukan bersama-sama dengan orang lain, dapat dilihat dalam

putusan Hoge Raad yang menyatakan bahwa:

80
“Apabila kedua peserta itu secara langsung telah bekerjasama
untuk melaksanakan rencana mereka dan kerjasama itu
demikian lengkap dan sempurna, maka adalah tidak penting
siapa diantara mereka kemudian telah menyelesaikan
kejahatan mereka.”
Sekarang akan dibahas apakah Terdakwa dalam melakukan

perbuatan sebagaimana yang telah terbukti yaitu Pasal 340 KUHP

memenuhi ketiga sebutan atau salah satu diantaranya;

Penulis mengkaji dan menganalisis berdasarkan fakta hukum di

persidangan antara lain: Pada saat korban Junaede melintas dengan

menggunakan sepeda motor di depan rumah Saksi Muh. Tang, dari arah

rumah Saksi Muh. Tang, Ondong melempar batu ke arah korban Junaede,

dan pelemparan menggunakan batu tersebut terjadi setelah Ondong Bin

Muh. Tang berteriak dalam bahasa bugis “engkani” yang berarti “Sudah

Ada”, dengan lemparan batu yang dilakukan oleh Ondong Bin Muh. Tang,

Terdakwa yang pada saat itu sedang mengendarai sepeda motor berhenti,

menjatuhkan motornya dan berjalan ke arah pekarangan rumah Saksi

Muderiah yang bersebelahan rumah dengan rumah saksi Muh. Tang.

Pada Saat korban berjalan ke arah pekarangan rumah yang dimaksud,

datanglah Ondong Bin Muh. Tang bersama dengan 1 (satu) orang lain

mendekati korban Junaede dengan masing-masing telah menghunuskan

parang dan setelah berhasil mendekati korban, Ondong dan seorang yang

tidak dikenal tersebut langsung mengayunkan parang yang dipegangnya

tersebut berkali-kali ke arah bagian tubuh korban Junaede, tidak lama

kemudian, datang pula 1 (satu) orang yang tidak dikenal yang juga

81
memegang parang mendatangi korban Junaede dan juga langsung

mengayunkan parang yang dipegangnya tersebut ke arah korban

Junaede, hal yang sama juga dilakukan oleh Terdakwa Muh. Nawir yang

datang belakangan di lokasi kejadian mengambil parang di sepeda motor

Terdakwa pada waktu mau berangkat dan mendatangi korban Junaede

dengan membawa parang dan memarangi korban pada bagian tangan kiri

dan kanan, kaki kiri serta kanan, sedangkan perbuatan saksi Muh. Tang

adalah berupa pada saat korban Junaede mengalami serangan terhadap

tubuhnya tersebut oleh beberapa orang sebagaimana tersebut diatas,

saksi Muh. Tang mendekati korban sambil menggenggam batu se ukuran

kepalan tangan orang dewasa dan melemparkannya ke arah korban

Junaede yang mengakibatkan korban mengalami Luka benda tajam dari

sudut dalam mata kiri hingga dahi tembus tengkorak kepala (tengkorak

kepala terbelah) panjang luka 12 cm tepi luka rata, kedua ujung runcing.

Luka benda tajam dari tepi hidung kiri memanjang hingga daun telinga

(daun telinga terpotong) panjang luka 14 cm, tulang pipi terbelah. Luka

benda tajam tepat di atas bibir hingga kearah pipi kiri (tembus hingga

tulang pipi terbelah) panjang luka 16 cm. Luka benda tajam dari sudut kiri

bibir hingga ke dagu (tembus hingga tulang dagu terbelah) panjang luka

9,5 cm. Luka benda tajam dari pertengahan dagu hingga kea rah kiri dagu

(tembus hingga tulang dagu terbelah) panjang luka 8 cm. Luka benda

tajam arah diagonal antara tulang rusuk 1-3 panjang luka 8 cm lebar 1,5

cm dalam 3 cm. Luka benda tajam pada lengan kiri atas posisi melintang

82
panjang 10 cm lebar 4 cm dalam 3 cm. Luka lecet pada perut kiri diameter

1 cm. Luka benda tajam pada paha kanan sisi dalam sebatas otot (tidak

mengenai tulang) panjang luka 14 cm dalam 6 cm. Luka benda tajam arah

vertical bahu kanan belakang panjang luka 3 cm dalam 0,5 cm. Luka

benda tajam punggung kanan bawah sebatas kulit hingga jaringan lemak,

panjang luka 11,5 cm dan lebar 2,5 cm. Luka benda tajanm lengan kanan

bawah dekat siku posisi diagonal hingga tulang terpotong panjang luka 17

cm. Luka benda tajam pada ibu jari kanan hingga terputus. Amputasi

(terpotong) jari telunjuk kanan sebatas 1 (satu) ruas jari. Luka benda tajam

tembus sampai tulang pada jari tengah kanan ruas 1. Luka benda tajam

lengan kiri atas dekat siku sisi belakang hingga tulang terpotong panjang

luka 16 cm. Luka benda tajam otot terkikis menyamping 1/3 tengah lengan

kiri bawah panjang luka 16 cm lebar 5 cm. Luka benda tajam tumit kanan

hingga tepi mata kaki luar panjang luka 10 cm dan dengan luka-luka

tersebut mengakibatkan Korban Junaede meninggal dunia, menunjukkan

bahwa perbuatan Terdakwa telah dilakukan bersama-sama dengan Saksi

Muh. Tang, Ondong Bin Muh. Tang serta dua orang temannya Ondong

yang tidak dikenal karena tindak pidana dalam perkara a quo karena

adanya kerja sama diantara peranan masing-masing pelaku dan kerja

sama tersebut sedemikian lengkap dan sempurna.

Oleh karena semua unsur dari Pasal 340 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1)

ke-1 KUHP telah terpenuhi, maka Terdakwa haruslah dinyatakan telah

terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana

83
sebagaimana didakwakan dalam primer, dengan terbuktinya dakwaan

primer, maka dakwaan subsider tidak dipertimbangkan lagi.

Berdasarkan hasil analisis penulis, maka penulis berpendapat bahwa

penerapan hukum pidana materil pada perkara ini yakni Pasal 340 jo.

Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP telah sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

B. Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan

Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Yang

Dilakukan Secara Bersama-Sama (Studi Kasus No.

1139/Pid.B/2015/PN.Mks)

Putusan hakim merupakan mahkota dan puncak dari suatu perkara

yang sedang diperiksa dan diadili hakim tersebut. Oleh karena itu, tentu

saja hakim dalam menjatuhkan putusan harus memperhatikan segala

aspek di dalamnya. Kalau hakim menjatuhkan putusan, maka ia akan

selalu berusaha agar putusannya sedapat mungkin dapat diterima

masyarakat, hakim akan merasa lega manakala putusannya dapat

diterima serta memberikan kepuasaan kepada semua pihak dalam suatu

perkara, dengan alasan-alasan atau pertimbangan yang sesuai dengan

nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Untuk itu hakim dalam menjatuhkan

putusan berpedoman pada pertimbngan yuridis dan non yuridis.

84
1. Pertimbangan Hukum Hakim

Majelis hakim Menimbang bahwa Terdakwa pada dakwaan alternatif

kesatu primer didakwa melakukan tindak pidana pidana sebagaimana

diatur dan diancam pidana dalam Pasal 340 KUHP Jo. Pasal 55 Ayat (1)

ke-1 KUHP;

Menimbang, oleh karena dakwaan kesatu primer Pasal 340 KUHP

dijunctokan dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, maka masing-masing

akan dipertimbangkan tersendiri dan yang pertama-tama dipertimbangkan

adalah Pasal 340 KUHP yang berbunyi:

“barang siapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih


dahulu menghilangkan nyawa orang lain, karena bersalah melakukan
pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau penjara seumur hidup
atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun”.
Menimbang, berdasarkan bunyi Pasal 340 KUHP tersebut, maka

bagian inti delik (bestanddeel deliknya) atau unsur-unsur tindak pidananya

adalah sebagai berikut:

1. Dengan sengaja;

2. Direncanakan lebih dahulu;

3. Menghilangkan nyawa orang lain

Ad. 1 Unsur dengan sengaja

Menimbang, yang dimaksudkan dengan sengaja atau opzet adalah

willen en wetens “ dalam artian pembuat harus menghendaki (willen)

85
melakukan perbuatan tersebut dan juga mengerti (weten) akan akibat

perbuatan itu. P.A.F. Lamintang dalam buku dasar-dasar hukum pidana di

indonesia Penerbit PT Citra Aditya Bakti halaman 281 mengatakan

bahwa, perkataan “Willens en Wetens“ tersebut sebenarnya telah

dipergunakan orang terlebih dahulu dalam Memorie Van Toelichting (MvT)

dimana para penyusun Memorie Van Toelichting mengartikan opzettelijk

plegen van een misdrij atau kesengajaan melakukan kejahatan sebagai

net teweegbregen van verboden handeling willens en wetens atau sebagai

melakukan tindakan yang terlarang secara dikehendaki dan diketahui.

Menimbang, ditinjau dari corak atau bentuknya, maka dikenal 3

(tiga) bentuk dari kesengajaan (opzet), yaitu :

a. Kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk)

berorientasi pada adanya perbuatan yang dikehendaki dan

dimaksud oleh pembuat pada delik Formil, sedangkan pada

delik Materil berorientasi pada akibat itu dikendaki dan

dimaksud oleh si pembuat.

b. Kesengajaan sebagai kepastian atau keharusan (opzet bij

zekerheids-bewustzijn). Pada dasarnya kesengajaan ini ada

apabila si pelaku dengan perbuatannya tidak bertujuan untuk

mencapai akibat yang menjadi dasar dari tindak pidana,

tetapi pelaku tahu benar bahwa akibat itu pasti akan

mengikuti perbuatan itu. Kalau ini terjadi,

86
c. Kesengajaan sebagai kesadaran akan kemungkinan (opzet

bij zekerheids-bewustzijn) atau voorwaardelijk opzet atau

dolus eventualis. Pada dasarnya bentuk kesengajaan ini

timbul apabila seseorang melakukan suatu perbuatan dan

menimbulkan suatu akibat tertentu. Dalam hal ini orang

tersebut mempunyai opzet sebagai tujuan, tetapi ia insyaf

guna mencapai maksudnya itu kemungkinan menimbulkan

akibat lain yang juga dilarang dan diancam dengan hukuman

oleh Undang-Undang.

Menimbang, tentang unsur ini Penuntut Umum dalam tuntutan

pidana halaman 14 sampai dengan 19 berpendapat unsur ini terpenuhi,

sebaliknya Penasihat Hukum Terdakwa dalam pembelaan berpendapat

unsur ini tidak terpenuhi;

Menimbang, terhadap perbedaan visi dan versi Penuntut Umum

dengan Penasihat Hukum Terdakwa mengenai terpenuhi tidaknya unsur

ini, Majelis Hakim akan mempertimbangkan berdasarkan fakta-fakta

hukum yang terungkap di persidangan antara lain, bahwa Terdakwa Muh.

Nawir yang datang belakangan di lokasi kejadian mengambil parang di

sepeda motor Terdakwa pada waktu mau berangkat dan mendatangi

korban Junaede dengan membawa parang dan memarangi korban pada

bagian tangan kiri dan kanan, kaki kiri serta kanan yang mengakibatkan

korban Junaede mengalami Luka benda tajam dari sudut dalam mata kiri

hingga dahi tembus tengkorak kepala (tengkorak kepala terbelah) panjang

87
luka 12 cm tepi luka rata, kedua ujung runcing. Luka benda tajam dari tepi

hidung kiri memanjang hingga daun telinga (daun telinga terpotong)

panjang luka 14 cm, tulang pipi terbelah. Luka benda tajam tepat di atas

bibir hingga kea rah pipi kiri (tembus hingga tulang pipi terbelah) panjang

luka 16 cm. Luka benda tajam dari sudut kiri bibir hingga ke dagu (tembus

hingga tulang dagu terbelah) panjang luka 9,5 cm. Luka benda tajam dari

pertengahan dagu hingga kea rah kiri dagu (tembus hingga tulang dagu

terbelah) panjang luka 8 cm. Luka benda tajam arah diagonal antara

tulang rusuk 1 – 3 panjang luka 8 cm lebar 1,5 cm dalam 3 cm. Luka

benda tajam pada lengan kiri atas posisi melintang panjang 10 cm lebar 4

cm dalam 3 cm. Luka lecet pada perut kiri diameter 1 cm. Luka benda

tajam pada paha kanan sisi dalam sebatas otot (tidak mengenai tulang)

panjang luka 14 cm dalam 6 cm. Luka benda tajam arah vertical bahu

kanan belakang panjang luka 3 cm dalam 0,5 cm. Luka benda tajam

punggung kanan bawah sebatas kulit hingga jaringan lemak, panjang luka

11,5 cm dan lebar 2,5 cm. Luka benda tajam lengan kanan bawah dekat

siku posisi diagonal hingga tulang terpotong panjang luka 17 cm. Luka

benda tajam pada ibu jari kanan hingga terputus. Amputasi (terpotong) jari

telunjuk kanan sebatas 1 (satu) ruas jari. Luka benda tajam tembus

sampai tulang pada jari tengah kanan ruas 1. Luka benda tajam lengan kiri

atas dekat siku sisi belakang hingga tulang terpotong panjang luka 16 cm.

Luka benda tajam otot terkikis menyamping 1/3 tengah lengan kiri bawah

panjang luka 16 cm lebar 5 cm. Luka benda tajam tumit kanan hingga tepi

88
mata kaki luar panjang luka 10 cm dan dengan luka-luka tersebut

mengakibatkan Korban Junaede meninggal dunia dengan latar belakang

kejadian karena Terdakwa merasa, korban telah mengambil tanah milik

Terdakwa yang berada di Dusun Ceromani dengan luas tanah 20 hektar

dan tanah tersebut korban memagarinya memakai kawat berduri yang di

dalam tanah tersebut ada tanaman Terdakwa yaitu cengkeh, coklat dan

kemiriserta perbuatan korban memagari tanah Terdakwa untuk

menggembala sapi milik korban dan hal tersebut Terdakwa tidak terima;

Menimbang, fakta hukum tersebut menunjukkan rangkaian

perbuatan Terdakwa memarangi korban pada bagian tangan kiri dan

kanan, kaki kiri serta kanan dilakukan dengan sengaja khusus sengaja

sebagai maksud setidak-tidaknya Terdakwa mengetahui bahwa dengan

memarangi korban pada bagian tangan kiri dan kanan, kaki kiri serta

kanan dapat mengakibatkan kematian korban, dengan demikian unsur ini

terpenuhi;

Ad. 2 unsur direncanakan lebih dahulu

Menimbang, unsur ini merupakan kepanjangan dari unsur dengan

sengaja yang telah dibahas terdahulu;

Menimbang, di dalam aturan hukum formal tidak dijelaskan tentang

apa yang dimaksud dengan ungkapan direncanakan lebih dahulu, dengan

demikian Majelis Hakim menggunakan batasan menurut doktrin hukum

pidana yang dikenal dikalangan penegak hukum dan Jurisprudensi

89
berdasarkan Putusan Hoge Raad Belanda tanggal 22 Maret 1909 yang

dalam putusannya telah memberi arti voor bedachte raad (direncanakan

lebih dahulu) sebagai berikut:

- Untuk dapat diterima tentang adanya unsur direncanakan lebih

dahulu atau voor bedachte raad itu diperlukan suatu jangka

waktu tertentu baik singkat ataupun panjang bagi pelaku untuk

merencanakan dan mempertimbangkan kembali rencananya

tersebut dengan tenang. Pelaku harus dapat meyakinkan dirinya

tentang arti dan akibat dari perbuatannya dalam suatu suasana

yang memungkinkan dirinya memikirkan kembali rencananya;

Menimbang, pengertian direncanakan tersebih dahulu menurut

Jurisprudensi berdasarkan Putusan Hoge Raad Belanda tanggal 22 Maret

1909 tersebut, sejalan dengan doktrin hukum pidana yang telah dikenal di

kalangan penegak hukum yang memberi arti direncanakan lebih dahulu

yakni suatu perbuatan pidana dikatakan direncanakan lebih dahulu,

apabila antara saat timbulnya niat atau maksud melakukan perbuatan

dengan saat dilakukannya pelaksanaan perbuatan yang diniatkan tersebut

terdapat cukup waktu untuk memikirkan dengan tenang bagaimana cara

melakukan perbuatannya;

Menimbang, ukuran cukup waktu adalah cukup untuk memikirkan

apakah ia atau mereka akan mengurungkan niatnya atau tetap

90
melaksanakan dengan cara-cara yang telah dipikirkan dengan tenang

tersebut;

Menimbang, dengan mengacu pada Jurisprudensi dan doktrin di atas

tentang arti voor bedachte raad (direncanakan lebih dahulu) jika

dihubungkan dengan proses terjadinya pembunuhan Korban Junaede,

kronologisnya berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan

antara lain sebagai berikut:

- Kejadiannya pada Selasa tanggal 17 Februari 2015 sekitar pukul

17.00 wita bertempat di Ballere, Desa Ballere, Kecamatan

Keera, Kabupaten Wajo, berawal ketika Kepala Desa untuk

mengambil surat-surat di Rumah Muh. Tang berupa surat

pernyataan pada waktu perdamaian yang dilakukan pada

tanggal 17 Desember 2009;

- Pada saat korban Junaede melintas dengan menggunakan

sepeda motor di depan rumah Saksi Muh. Tang, dari arah rumah

Saksi Muh. Tang, Ondong melempar batu ke arah korban

Junaede, dan pelemparan menggunakan batu tersebut terjadi

setelah Ondong Bin Muh. Tang berteriak dalam bahasa bugis

“engkani” yang berarti “Sudah Ada”;

- Dengan lemparan batu yang dilakukan oleh Ondong Bin

Muh. Tang, Terdakwa yang pada saat itu sedang

mengendarai sepeda motor berhenti, menjatuhkan

91
motornya dan berjalan ke arah pekarangan rumah Saksi

Muderiah yang bersebelahan rumah dengan rumah saksi

Muh. Tang.

- Pada Saat korban berjalan ke arah pekarangan rumah

yang dimaksud, datanglah Ondong Bin Muh. Tang bersama

dengan 1 (satu) orang lain mendekati korban Junaede

dengan masing-masing telah menghunuskan parang dan

setelah berhasil mendekati korban, Ondong dan seorang

yang tidak dikenal tersebut langsung mengayunkan parang

yang dipegangnya tersebut berkali-kali ke arah bagian

tubuh korban Junaede, tidak lama kemudian, datang pula 1

(satu) orang yang tidak dikenal yang juga memegang

parang mendatangi korban Junaede dan juga langsung

mengayunkan parang yang dipegangnya tersebut ke arah

korban Junaede, hal yang sama juga dilakukan oleh

Terdakwa Muh. Nawir yang datang belakangan di lokasi

kejadian mengambil parang di sepeda motor Terdakwa

pada waktu mau berangkat dan mendatangi korban

Junaede dengan membawa parang dan memarangi korban

pada bagian tangan kiri dan kanan, kaki kiri serta kanan,

sedangkan perbuatan saksi Muh. Tang adalah berupa pada

saat korban Junaede mengalami serangan terhadap

tubuhnya tersebut oleh beberapa orang sebagaimana

92
tersebut diatas, saksi Muh. Tang mendekati korban sambil

menggenggam batu seukuran kepalan tangan orang

dewasa dan melemparkannya ke arah korban Junaede;

- Akibat Perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa, Ondong

Bin Muh. Tang, dan dua dua orang temannya Ondong yang

tidak dikenal, Korban Juneade mengalami luka-luka antara

lain: Luka benda tajam dari sudut dalam mata kiri hingga

dahi tembus tengkorak kepala (tengkorak kepala terbelah)

panjang luka 12 cm tepi luka rata, kedua ujung runcing.

Luka benda tajam dari tepi hidung kiri memanjang hingga

daun telinga (daun telinga terpotong) panjang luka 14 cm,

tulang pipi terbelah. Luka benda tajam tepat di atas bibir

hingga kea rah pipi kiri (tembus hingga tulang pipi terbelah)

panjang luka 16 cm. Luka benda tajam dari sudut kiri bibir

hingga ke dagu (tembus hingga tulang dagu terbelah)

panjang luka 9,5 cm. Luka benda tajam dari pertengahan

dagu hingga kea rah kiri dagu (tembus hingga tulang dagu

terbelah) panjang luka 8 cm. Luka benda tajam arah

diagonal antara tulang rusuk 1-3 panjang luka 8 cm lebar

1,5 cm dalam 3 cm. Luka benda tajam pada lengan kiri atas

posisi melintang panjang 10 cm lebar 4 cm dalam 3 cm.

Luka lecet pada perut kiri diameter 1 cm. Luka benda tajam

pada paha kanan sisi dalam sebatas otot (tidak mengenai

93
tulang) panjang luka 14 cm dalam 6 cm. Luka benda tajam

arah vertical bahu kanan belakang panjang luka 3 cm

dalam 0,5 cm. Luka benda tajam punggung kanan bawah

sebatas kulit hingga jaringan lemak, panjang luka 11,5 cm

dan lebar 2,5 cm. Luka benda tajam lengan kanan bawah

dekat siku posisi diagonal hingga tulang terpotong panjang

luka 17 cm. Luka benda tajam pada ibu jari kanan hingga

terputus. Amputasi (terpotong) jari telunjuk kanan sebatas 1

(satu) ruas jari. Luka benda tajam tembus sampai tulang

pada jari tengah kanan ruas 1. Luka benda tajam lengan

kiri atas dekat siku sisi belakang hingga tulang terpotong

panjang luka 16 cm. Luka benda tajam otot terkikis

menyamping 1/3 tengah lengan kiri bawah panjang luka 16

cm lebar 5 cm. Luka benda tajam tumit kanan hingga tepi

mata kaki luar panjang luka 10 cm dan dengan luka-luka

tersebut mengakibatkan Korban Junaede meninggal dunia;

- Latar belakang kejadian karena Terdakwa merasa, korban

telah mengambil tanah milik Terdakwa yang berada di

Dusun Ceromani dengan luas tanah 20 hektar dan tanah

tersebut korban memagarinya memakai kawat berduri yang

di dalam tanah tersebut ada tanaman Terdakwa yaitu

cengkeh, coklat dan kemiriserta perbuatan korban

94
memagari tanah Terdakwa untuk menggembala sapi milik

korban dan hal tersebut Terdakwa tidak terima;

- Terdakwa dengan korban pernah membuat perdamaian

yang dilakukan pada tanggal 17 Desember 2009;

Menimbang, fakta hukum di atas bahwa Terdakwa yang datang ke

Rumah Saksi Muh. Tang dengan membawa parang yang di simpan di

motor Terdakwa serta Latar belakang kejadian karena Terdakwa merasa,

korban telah mengambil tanah milik Terdakwa yang berada di Dusun

Ceromani dengan luas tanah 20 hektar dan tanah tersebut korban

memagarinya memakai kawat berduri yang di dalam tanah tersebut ada

tanaman Terdakwa yaitu cengkeh, coklat dan kemiriserta perbuatan

korban memagari tanah Terdakwa untuk menggembala sapi milik korban

dan hal tersebut Terdakwa tidak terima, kemudian pada hari kejadian yaitu

hari Selasa tanggal 17 Februari 2015 sekitar pukul 17.00 wita ketika

korban Junaede melintas dengan menggunakan sepeda motor di depan

rumah Saksi Muh. Tang, dari arah rumah Saksi Muh. Tang, Ondong

melempar batu ke arah korban Junaede, dan pelemparan menggunakan

batu tersebut terjadi setelah Ondong Bin Muh. Tang berteriak dalam

bahasa bugis “engkani” yang berarti “Sudah Ada” menunjukkan bahwa

rangkaian perbuatan Terdakwa bersama Ondong, dan dua orang

temannya Ondong dan Saksi Muh. Tang dilakukan dengan direncanakan

terlebih dahulu karena cukup waktu bagi Terdakwa, Ondong dan dua

temannya Ondong dan Muh. Tang untuk memikirkan apakah ia atau

95
mereka akan mengurungkan niatnya atau tetap melaksanakan dengan

cara-cara yang telah dipikirkan dengan tenang tersebut dan kenyataannya

merekan tidak mengurungkan niatnya, dengan demikian unsur ini

terpenuhi;

Ad. 3 Unsur menghilangkan nyawa orang lain

Menimbang, unsur ini merupakan akibat yang timbul atas perbuatan

yang telah dilakukan dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu oleh

Terdakwa, dengan kata lain menjawab pertanyaan : apakah perbuatan

Terdakwa yang telah memenuhi unsur tindak pidana dengan sengaja dan

direncanakan lebih dahulu tersebut telah mengakibatkan hilangnya nyawa

orang lain atau matinya orang lain;

Menimbang, untuk terpenuhinya unsur menghilangkan nyawa orang

lain haruslah ada hubungan sebab akibat dengan perbuatan Terdakwa;

Menimbang, tentang unsur ini Penuntut Umum dalam tuntutan

pidana pada halaman 19 berpendapat telah terbukti secara sah dan

meyakinkan menurut hukum, sedangkan Penasihat Hukum Terdakwa

dalam Pembelaan berpendapat unsur ini tidak terpenuhi;

Menimbang, terhadap perbedaan pendapat Penuntut Umum dengan

Penasihat Hukum Terdakwa, Majelis Hakim akan menganalisis

berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan antara lain,

sebagai berikut:

96
- Perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa, Ondong Bin Muh.

Tang, dan dua dua orang temannya Ondong yang tidak dikenal,

Korban Juneade mengalami luka-luka antara lain: Luka benda

tajam dari sudut dalam mata kiri hingga dahi tembus tengkorak

kepala (tengkorak kepala terbelah) panjang luka 12 cm tepi luka

rata, kedua ujung runcing. Luka benda tajam dari tepi hidung kiri

memanjang hingga daun telinga (daun telinga terpotong)

panjang luka 14 cm, tulang pipi terbelah. Luka benda tajam tepat

di atas bibir hingga kea rah pipi kiri (tembus hingga tulang pipi

terbelah) panjang luka 16 cm. Luka benda tajam dari sudut kiri

bibir hingga ke dagu (tembus hingga tulang dagu terbelah)

panjang luka 9,5 cm. Luka benda tajam dari pertengahan dagu

hingga kea rah kiri dagu (tembus hingga tulang dagu terbelah)

panjang luka 8 cm. Luka benda tajam arah diagonal antara

tulang rusuk 1 – 3 panjang luka 8 cm lebar 1,5 cm dalam 3 cm.

Luka benda tajam pada lengan kiri atas posisi melintang panjang

10 cm lebar 4 cm dalam 3 cm. Luka lecet pada perut kiri

diameter 1 cm. Luka benda tajam pada paha kanan sisi dalam

sebatas otot (tidak mengenai tulang) panjang luka 14 cm dalam

6 cm. Luka benda tajam arah vertical bahu kanan belakang

panjang luka 3 cm dalam 0,5 cm. Luka benda tajam punggung

kanan bawah sebatas kulit hingga jaringan lemak, panjang luka

11,5 cm dan lebar 2,5 cm. Luka benda tajanm lengan kanan

97
bawah dekat siku posisi diagonal hingga tulang terpotong

panjang luka 17 cm. Luka benda tajam pada ibu jari kanan

hingga terputus. Amputasi (terpotong) jari telunjuk kanan

sebatas 1 (satu) ruas jari. Luka benda tajam tembus sampai

tulang pada jari tengah kanan ruas 1. Luka benda tajam lengan

kiri atas dekat siku sisi belakang hingga tulang terpotong

panjang luka 16 cm. Luka benda tajam otot terkikis menyamping

1/3 tengah lengan kiri bawah panjang luka 16 cm lebar 5 cm.

Luka benda tajam tumit kanan hingga tepi mata kaki luar

panjang luka 10 cm dan dengan luka-luka tersebut

mengakibatkan Korban Junaede meninggal dunia;

Menimbang, berdasarkan fakta hukum yang terungkap di

persidangan tersebut jika dihubungkan antara perbuatan dan alat yang

dipergunakan oleh Terdakwa, Ondong Bin Muh. Tang, dua orang yang

tidak dikenal serta Muh. Tang dengan luka-luka yang dialami oleh korban,

maka antara luka yang dialami oleh korban dengan alat yang

dipergunakan oleh Terdakwa, Ondong Bin Muh. Tang dan dua orang

teman Ondong yang tidak dikenal serta Muh. Tang bersesuaian, hal

tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan sebab akibat antara

perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa, Ondong Bin Muh. Tang, dua

orang teman Ondong Bin Muh. Tang yang tidak dikenal serta perbuatan

Muh. Tang dengan meninggalnya Korban Junaede, dengan demikian

unsur ini terpenuhi;

98
Menimbang, selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan
Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP yang bunyi lengkapnya sebagai berikut:
“Dihukum sebagai orang yang melakukan perbuatan pidana,
orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau yang
turut melakukan perbuatan itu”.
Menimbang, berdasarkan bunyi Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat 3 (tiga) sebutan pelaku

yang secara alternatif dapat berupa :

1. Orang yang melakukan orang ini bertindak sendirian

untuk mewujudkan segala anasir tindak pidana.

2. Orang yang menyuruh melakukan dalam tindak pidana

ini pelakunya paling sedikit 2 (dua) orang yakni yang

menyuru dan disuruh, jadi bukan pelaku utama itu

sendiri yang melakukan tindak pidana, tetapi dengan

bantuan orang lain yang hanya merupakan alat saja.

3. Orang yang turut melakukan “turut melakukan” diartikan

melakukan bersama-sama, dalam tindak pidana ini

pelakunya paling sedikit harus ada dua orang, yakni

yang melakukan dan yang turut melakukan dan dalam

tindakannya keduanya harus melakukan perbuatan

pelaksanaan, jadi keduanya melakukan anasir tindak

pidana.

Menimbang, diterapkannya Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP di dalam

dakwaan Penuntut Umum, adalah untuk mengetahui peran apakah yang

99
telah dilakukan oleh Terdakwa dalam perbuatan yang telah terbukti yaitu

tindak pidana pada Pasal 340 KUHP dalam hal terjadi tindak pidana

penyertaan atau yang dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih.

Menimbang, bahwa Van Hamel dalam buku Dasar-Dasar Hukum

Pidana Indonesia menjelaskan bahwa mengenai deelneming itu sebagai

suatu ajaran yang bersifat umum, pada dasarnya merupakan suatu “leer

der aansprakelijkheid en aansprakelijksh-heidverdaling atau merupakan

suatu ajaran mengenai pertanggungjawaban dan pembagian

pertanggung-jawaban yakni dalam hal di mana suatu delik yang menurut

rumusan Undang-Undang sebenarnya dapat dilakukan seseorang secara

sendirian, akan tetapi dalam kenyataannya telah dilakukan oleh dua orang

atau lebih dalam suatu “psychische (intellectueele) of materieele

vereenigde werkzaamheid” atau dalam suatu kerjasama yang terpadu

baik secara psikis (intelektual) maupun secara material.

Menimbang, bahwa dalam konteks pembuktian perkara ini yang

dimaksud dengan secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam pasal

55 ayat (1) ke-1 KUHP adalah penyertaan (deelneming) adalah turut

melakukan atau medeplegen, oleh karena dalam praktek peradilan bentuk

deelneming ini selalu terdapat seorang pelaku dan seorang atau lebih

pelaku yang turut melakukan tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku-

nya, maka bentuk deelneming ini juga sering disebut sebagai suatu

mededaderschap dan apabila seseorang itu melakukan suatu tindak

pidana, maka biasanya ia disebut sebagai seorang dader atau seorang

100
pelaku, tetapi apabila beberapa orang secara bersama-sama melakukan

tindak pidana, maka setiap peserta didalam tindak pidana itu sebagai

seorang mededader dari peserta atau peserta-peserta yang lain atau

sebaliknya yang artinya untuk adanya suatu medeplegen, itu disyaratkan

bahwa setiap pelaku itu mempunyai maksud yang diperlukan serta

pengetahuan yang disyaratkan untuk dapat menyatakan bersalah turut

melakukan itu haruslah dibuktikan bahwa pengetahuan dan maksud

tersebut memang terdapat pada tiap peserta.

Menimbang, mengenai tidak perlunya seorang medepleger atau

seorang mededader itu harus turut serta menyelesaikan suatu tindak

pidana yang telah ia lakukan bersama-sama dengan orang lain, dapat

dilihat dalam putusan Hoge Raad yang menyatakan bahwa:

“Apabila kedua peserta itu secara langsung telah bekerjasama


untuk melaksanakan rencana mereka dan kerjasama itu
demikian lengkap dan sempurna, maka adalah tidak penting
siapa diantara mereka kemudian telah menyelesaikan
kejahatan mereka”.
Menimbang, sekarang akan dibahas apakah Terdakwa dalam

melakukan perbuatan sebagaimana yang telah terbukti yaitu Pasal 340

KUHP memenuhi ketiga sebutan atau salah satu diantaranya;

Menimbang, tentang penerapan ketentuan Pasal 55 ayat (1) Ke-1

KUHP, Penuntut Umum dalam tuntutan pidana pada halaman 19 sampai

dengan 20 berpendapat telah terpenuhi, sebaliknya Penasihat Hukum

101
Terdakwa dalam pembelaannya berpendapat ketentuan Pasal 55 ayat (1)

ke- KUHP tidak terbukti;

Menimbang, terhadap perbedaan pendapat Penuntut Umum dengan

Penasihat Hukum Terdakwa mengenai dapat tidaknya ketentuan Pasal 55

ayat (1) ke-1 KUHP diterapkan dalam perkara a quo, Majelis Hakim akan

mengkaji dan menganalisis berdasarkan fakta hukum di persidangan

antara lain: Pada saat korban Junaede melintas dengan menggunakan

sepeda motor di depan rumah Saksi Muh. Tang, dari arah rumah Saksi

Muh. Tang, Ondong melempar batu ke arah korban Junaede, dan

pelemparan menggunakan batu tersebut terjadi setelah Ondong Bin Muh.

Tang berteriak dalam bahasa bugis “engkani” yang berarti “Sudah Ada”,

dengan lemparan batu yang dilakukan oleh Ondong Bin Muh. Tang,

Terdakwa yang pada saat itu sedang mengendarai sepeda motor berhenti,

menjatuhkan motornya dan berjalan ke arah pekarangan rumah Saksi

Muderiah yang bersebelahan rumah dengan rumah saksi Muh. Tang.

Pada Saat korban berjalan ke arah pekarangan rumah yang dimaksud,

datanglah Ondong Bin Muh. Tang bersama dengan 1 (satu) orang lain

mendekati korban Junaede dengan masing-masing telah menghunuskan

parang dan setelah berhasil mendekati korban, Ondong dan seorang yang

tidak dikenal tersebut langsung mengayunkan parang yang dipegangnya

tersebut berkali-kali ke arah bagian tubuh korban Junaede, tidak lama

kemudian, datang pula 1 (satu) orang yang tidak dikenal yang juga

memegang parang mendatangi korban Junaede dan juga langsung

102
mengayunkan parang yang dipegangnya tersebut ke arah korban

Junaede, hal yang sama juga dilakukan oleh Terdakwa Muh. Nawir yang

datang belakangan di lokasi kejadian mengambil parang di sepeda motor

Terdakwa pada waktu mau berangkat dan mendatangi korban Junaede

dengan membawa parang dan memarangi korban pada bagian tangan kiri

dan kanan, kaki kiri serta kanan, sedangkan perbuatan saksi Muh. Tang

adalah berupa pada saat korban Junaede mengalami serangan terhadap

tubuhnya tersebut oleh beberapa orang sebagaimana tersebut diatas,

saksi Muh. Tang mendekati korban sambil menggenggam batu se ukuran

kepalan tangan orang dewasa dan melemparkannya ke arah korban

Junaede yang mengakibatkan korban mengalami Luka benda tajam dari

sudut dalam mata kiri hingga dahi tembus tengkorak kepala (tengkorak

kepala terbelah) panjang luka 12 cm tepi luka rata, kedua ujung runcing.

Luka benda tajam dari tepi hidung kiri memanjang hingga daun telinga

(daun telinga terpotong) panjang luka 14 cm, tulang pipi terbelah. Luka

benda tajam tepat di atas bibir hingga kea rah pipi kiri (tembus hingga

tulang pipi terbelah) panjang luka 16 cm. Luka benda tajam dari sudut kiri

bibir hingga ke dagu (tembus hingga tulang dagu terbelah) panjang luka

9,5 cm. Luka benda tajam dari pertengahan dagu hingga kea rah kiri dagu

(tembus hingga tulang dagu terbelah) panjang luka 8 cm. Luka benda

tajam arah diagonal antara tulang rusuk 1-3 panjang luka 8 cm lebar 1,5

cm dalam 3 cm. Luka benda tajam pada lengan kiri atas posisi melintang

panjang 10 cm lebar 4 cm dalam 3 cm. Luka lecet pada perut kiri diameter

103
1 cm. Luka benda tajam pada paha kanan sisi dalam sebatas otot (tidak

mengenai tulang) panjang luka 14 cm dalam 6 cm. Luka benda tajam arah

vertical bahu kanan belakang panjang luka 3 cm dalam 0,5 cm. Luka

benda tajam punggung kanan bawah sebatas kulit hingga jaringan lemak,

panjang luka 11,5 cm dan lebar 2,5 cm. Luka benda tajanm lengan kanan

bawah dekat siku posisi diagonal hingga tulang terpotong panjang luka 17

cm. Luka benda tajam pada ibu jari kanan hingga terputus. Amputasi

(terpotong) jari telunjuk kanan sebatas 1 (satu) ruas jari. Luka benda tajam

tembus sampai tulang pada jari tengah kanan ruas 1. Luka benda tajam

lengan kiri atas dekat siku sisi belakang hingga tulang terpotong panjang

luka 16 cm. Luka benda tajam otot terkikis menyamping 1/3 tengah lengan

kiri bawah panjang luka 16 cm lebar 5 cm. Luka benda tajam tumit kanan

hingga tepi mata kaki luar panjang luka 10 cm dan dengan luka-luka

tersebut mengakibatkan Korban Junaede meninggal dunia, menunjukkan

bahwa perbuatan Terdakwa telah dilakukan bersama-sama dengan Saksi

Muh. Tang, Ondong Bin Muh. Tang serta dua orang temannya Ondong

yang tidak dikenal karena tindak pidana dalam perkara a quo karena

adanya kerja sama diantara peranan masing-masing pelaku dan kerja

sama tersebut sedemikian lengkap dan sempurna;

Menimbang, oleh karena semua unsur dari Pasal 340 KUHP jo.

Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP telah terpenuhi, maka Terdakwa haruslah

dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak

pidana sebagaimana didakwakan dalam primer

104
Menimbang, dengan terbuktinya dakwaan primer, maka dakwaan

subsider tidak dipertimbangkan lagi;

Menimbang, dalam persidangan Majelis Hakim tidak menemukan

hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana baik

sebagai alasan pembenar dan atau alasan pemaaf maka Terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Menimbang, oleh karena Terdakwa mampu bertanggung jawab,

makaharus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana;

Menimbang, dalam perkara ini terhadap Terdakwa telah dilakukan

penangkapandan penahanan yang sah, maka masa penangkapan dan

penahanan tersebut harus dikurangkan seluruhnya dari pidana yang

dijatuhkan;

Menimbang, oleh karena Terdakwa ditahan dan penahanan terhadap

Terdakwa dilandasi alasan yang cukup, maka perlu ditetapkan agar

Terdakwa tetap berada dalam tahanan dengan jenis penahanan Rumah

Tahanan Negara;

Menimbang, terhadap barang bukti yang diajukan di persidangan

untuk selanjutnya dipertimbangkan sebagai berikut:

Menimbang, barang bukti berupa: 2 (dua buah batu kali/sungai

ukuran segenggam tangan orang dewasa yang telah dipergunakan untuk

melakukan tindak pidana dan dikhawatirkan akan dipergunakan untuk

105
mengulangi melakukan tindak pidana, maka perlu ditetapkan agar barang

bukti tersebut dimusnahkan;

Menimbang, barang bukti berupa: 1 (satu) lembar baju warna putih

bintik hitam merek Crocodile. 1 (satu) lembar celana dalam Boxer warna

hitam Ride Sport dan 1 (satu) lembar celana kain warna hitam seukuran

lutut, karena milik dari Korban Junaede, maka akan dikembalikan kepada

ahli warisnya dalam hal ini Saksi Hj. Syamsidar Binti Junaede;

Menimbang, untuk menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa, maka

perlu dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan

yang meringankan Terdakwa;

Keadaan yang memberatkan:

- Perbuatan Terdakwa meresahkan masyarakat;


- Terdakwa tidak berterus terang dalam memberikan keterangan;
- Selama pemeriksaan di persidangan Terdakwa memberikan
perlindungan kepada pelaku lainnya;
- Terdakwa menghilangkan barang bukti yang telah dipergunakan
dalam melakukan tindak pidana;
- Terdakwa dapat dikualifisir sadis dalam melakukan
perbuatannya;
Keadaan yang meringankan:

- Terdakwa sopan selama persidangan;


- Terdakwa belum pernah dijatuhi pidana;
- Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga yaitu isteri dan
anak;
- Terdakwa menyesal atas perbuatannya;

106
Menimbang, dengan mengacu pada hal-hal di atas, pidana

sebagaimana pada amar putusan sudah layak dan setimpal serta

memenuhi rasa keadilan dijatuhkan kepada Terdakwa;

Menimbang, oleh karena Terdakwa dijatuhi pidana, maka haruslah

dibebani pula untuk membayar biaya perkara;

Memperhatikan, Pasal 340 KUHPjo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,

Pasal 22 ayat (4), Pasal 46 ayat (2), Pasal 193 ayat (1) dan ayat (2) huruf

b, Pasal 197 ayat (1), Pasal 222 Undang-undang Nomor8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang-undangan lain

yang bersangkutan.

2. Amar Putusan Hakim


Adapun amar putusan yang diputus oleh hakim pengadilan negeri

makassar yang memutus perkara No. 1139/Pid.B/2015/PN.Mks adalah :

1. Menyatakan Terdakwa Muh. Nawir Alias Awi Bin Panna tersebut


diatas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana PEMBUNUHAN BERENCANA SECARA BERSAMA-
SAMA;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu pidana
penjara selama18 (delapan belas) tahun;
3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani
oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang
dijatuhkan;
4. Menetapkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan dengan jenis
penahanan Rumah Tahanan Negara;
5. Menetapkan barang bukti berupa:
- 2 (dua) buah batu kali / sungai ukuran genggaman tangan orang
dewasa dirampas untuk dimusnahkan;
- 1 (satu) lembar baju warna putih bintik hitam merk Crocodile
- 1 (satu) lembar celana dalam Boxer warna hitam Ride Sport

107
- 1 (satu) lembar celana kain warna hitam seukuran lutut dirampas
untuk di kembalikan kepada Saksi Hj. Syamsidar Binti Junaede;
6. Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya perkara
sejumlah Rp2.500,00.- (dua ribu lima ratus rupiah rupiah);
3. Analisis Penulis

Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan harus

mencerminkan rasa keadilan baik bagi korban maupun bagi terdakwa.

Untuk menentukan bahwa terdakwa terbukti bersalah atau tidak, hakim

harus berpedoman pada sistem pembuktian sebagaimana diatur dalam

Pasal 184 KUHAP sebagai berikut:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada


seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua
alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan bawa terdakwalah
yang bersalah melakukannya.”
berdasarkan dari uraian putusan tersebut diatas apabila keterangan

para saksi, keterangan para terdakwa dan barang bukti yang di ajuakan

dipersidangan, di hubungkan satu dengan lainnya maka diperoleh fakta-

fakta hukum yang terungkap dalam persidangan, dan berdasaarkan fakta-

fakta itulah majelis hakim menjadikannya sebagai dasar untuk

membahas/mempertimbangkan unsur-unsur pasal dari pasal yang di

dakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum atas diri terdakwa.

Terkait dengan putusan No.1139/Pid.B/2015/PN.Mks yang telah

diuraikan diatas, majelis hakim yang memutus perkara tersebut telah

mempertimbangkan semua hal yang tekait dengan putusan tersebut, baik

pertimbangan-pertimbangan yang bersifat yuris maupun non-yuridis.

108
Adapun pertimbangan yuridisnya seperti mempertimbangkan

dakwaan yang diberikan penuntut umum, kemudian menguraikan pasal

yang didakwakan unsur demi unsur, dan adapun pertimbangan non-

yuridisnya bisa dilihat dalam poin keadaan yang memberatkan ataupun

meringankan terdakwa yang juga dimuat dalam putusan tersebut.

Pertimbangan hakim sebelum menjatuhkan putusan dalam putusan

No.1139/Pid.B/2015/PN.Mks menurut hemat Penulis sudah sesuai dengan

aturan hukum yang berlaku seperti yang dipaparkan oleh Penulis

sebelumnya, yaitu berdasarkan pada sekurang-kurangya dua alat bukti

yang sah, dimana dalam kasus yang diteliti Penulis, alat bukti yang

digunakan hakim adalah keterangan saksi dan keterangan terdakwa. Lalu

kemudian mempertimbangkan tentang pertanggungjawaban pidana,

dalam hal ini Majelis Hakim berdasarkan fakta-fakta yang timbul di

persidangan menilai bahwa terdakwa dapat dipertanggungjawabkan atas

perbuatan yang dilakukan dengan pertimbangan bahwa pada saat

melakukan perbuatannya terdakwa sadar akan akibat yang ditimbulkan,

pelaku dalam melakukan perbuatannya berada pada kondisi yang sehat

dan cakap untuk mempertimbangkan perbuatannya. Ada unsur melawan

hukum, serta tidak adanya alasan penghapusan pidana.

Melihat hal tersebut, penulis sependapat dengan Majelis Hakim yang

memutus perkara No.1139/Pid.B/2015/PN.Mks, penulis beranggapan

karena semua unsur dalam pasal yang didakwakan telah terbukti dan

terdakwa Muh. Nawir Alias Awi Bin Panna terbukti secara sah dan

109
meyakinkan telah melakukan perbuatan sebagaimana yang di dakwakan

oleh penuntut umum dalam dakwaannya.

110
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian penulis, maka penulis dapat berkesimpulan

sebagai berikut :

1. Penerapan hukum pidana materiil terhadap kasus pembunuhan

berencana yang dilakukan oleh anak, penerapan ketentuan pidana

pada perkara ini yakni pasal 340 KUHP telah sesuai dengan

faktafakta hukum baik keterangan para sanksi, keterangan ahli

dan keterangan terdakwa di anggap sehat jasmani dan rohani,

tidak terdapat gangguan mental sehingga dianggap mampu

mempertaanggungjawabkan perbuatannya.

2. Pertimbangan hakim sebelum menjatuhkan putusan dalam

putusan No.1139/Pid.B/2015/PN.Mks menurut hemat Penulis

sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku seperti yang

dipaparkan oleh Penulis sebelumnya, yaitu berdasarkan pada

sekurang-kurangya dua alat bukti yang sah, dimana dalam kasus

yang diteliti Penulis, alat bukti yang digunakan hakim adalah

keterangan saksi dan keterangan terdakwa. Lalu kemudian

mempertimbangkan tentang pertanggungjawaban pidana, dalam

hal ini Majelis Hakim berdasarkan fakta-fakta yang timbul di

persidangan menilai bahwa terdakwa dapat

111
dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukan dengan

pertimbangan bahwa pada saat melakukan perbuatannya

terdakwa sadar akan akibat yang ditimbulkan, pelaku dalam

melakukan perbuatannya berada pada kondisi yang sehat dan

cakap untuk mempertimbangkan perbuatannya. Ada unsur

melawan hukum, serta tidak adanya alasan penghapusan pidana.

B. Saran

Adapun saran yang penulis dapat berikan sehubungan dengan

penulisan skripsi ini, sebagai berikut :

1. Jaksa Penuntut umum harus teliti dan cermat dalam menyusun

surat dakwaan, mengingat surat dakwaan merupakan dasar bagi

hakim untuk menjatuhkan atau tidak menjatuhkan pidana terhadap

pelaku yang dihadapkan di muka persidangan, selain itu, juga

harus mempunyai pengetahuan atau ilmu tentang hukum dengan

baik, bukan hanya hukum secara formiil, melainkan juga hukum

secara materiil agar tidak salah dalam menentukan mana

perbuatan yang sesuai dengan unsur yang didakwakan.

2. Dengan jangka waktu pemeriksaan yang singkat, majelis hakim

sepatutnya betul-betul mempertimbangan fakta-fakta yang

terungkap di Pengadilan dan juga hati nuraninya, tidak hanya

memprtimbangkan hal-hal yang memberatkan akan tetapi juga hal-

hal yang meringankan terdakwa sehingga putusan yang dijatuhkan

112
betul-betul memberikan keadilan, kemanfaatan dan juga kepastian

hukum.

113
DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Achmad Ali. 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence Theory). Kencana: Jakarta.

Adami Chazawi. 2010. Kejahatan Terhadap Nyawa dan Tubuh. PT. Raja
Grafindo Persada: Jakarta.

, 2011. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1. PT. Raja Grafindo


Persada: Jakarta.

Amir Ilyas. 2012. Asas-Asas Hukum Pidana. Rangkang Education Yogyakarta &
PuKAP-Indonesia: Yogyakarta.

Andi Zainal Abidin. 2007. Hukum Pidana 1. Sinar Grafika: Jakarta.

Erdianto Effendi. 2011. Hukum Pidana Indonesia : Suatu Pengantar. Refika


Aditama: Bandung.

E. Utrecht. 2000. Hukum Pidana II, Pustaka Tinta Mas: Surabaya.

Leden Marpaung. 2011. Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyidikan dan


Penyelidikan), Cetakan Ketiga. Sinar Grafika: Jakarta.

Moeljatno. 1993. Asas-Asas Hukum Pidana. PT. Rineka Cipta: Jakarta

P.A.F Lamintang. 1997. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Citra Aditya


Bakti: Bandung.

, dan Theo Lamintang. 2012. Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh


dan Kesehatan. Sinar Grafika: Jakarta.

Teguh Prasetyo. 2011. Hukum Pidana. Raja Grafindo: Jakarta.

Wahyu Adnan. 2007. Kejahatan Tehadap Tubuh dan Nyawa. Gunung Aksara:
Bandung.

Wirjono Prodjodikoro. 1989. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. PT. Eresco:


Bandung.

, 2003. Tindak-tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. Aditama:


Bandung.

, 2003. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Edisi ketiga.


Refika Aditama: Bandung.

114
Yesmil Anwar. 1994. Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II). Cipta Adya
Bakti: Bandung.

Peraturan Perundang-undangan:

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

115

Anda mungkin juga menyukai