SKRIPSI
OLEH :
RIKI APRIANTO
NIM 1316111356
Segala puji dan puji syukur kepada Allah Swt atas segala nikmat dan
Pedofilia”.
Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad Saw, yang telah berjuang
untuk menyampaikan ajaran Islam yang lurus untuk meraih kehidupan yang
Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat guna
untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) pada Program Studi Hukum
Keluarga Islam (HKI) Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Bengkulu. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Dengan demikian penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih
kepada :
1. Prof. Dr. H. Sirajjudin M, M.Ag, M.H, selaku Rektor Institut Agama Islam
2. Dr. Imam Mahdi, S.H, M.H, selaku Dekan Fakultas Syari’ah Institut Agama
7. Bapak dan Ibu Dosen penguji pada sidang munaqasah Fakultas Syari’ah.
8. Bapak dan ibu dosen Fakultas Syari’ah Iain Bengkulu yang telah mengajar dan
9. Staf dan karyawan Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
administrasi.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.
dan kekurangan dari berbagai sisi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini ke depannya.
Penulis
Riki Aprianto
NIM. 1316111356
ABSTRAK
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................109
B. Saran ..................................................................................................110
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Kasus Kekerasan Anak berdasarkan Klaster tahun 2011-2015 .........3
Tabel 1.2 Jumlah penduduk Indonesia dari tahun 2011 sampai tahun 2015 .............4
Tabel 4.3 Pelaku Pedofilia Beserta Hukumannya ......................................................98
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam kehidupan
satu dengan yang lain. Dalam kehidupan nyata ternyata tak mudah untuk
anti sosial, yang ditentang oleh negara. Dari definisi yang formil sudah terlihat
1
Topo Santoso, Kriminologi, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2001), h. 1
2
Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, (Jakarta : Pustaka Sarjana, 1977), h. 23
3
Fitrotin Jamilah, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta : Dunia Cerdas, 2014),
h. 24
tentang Hak-hak Anak tahun 1924 yang diakui dalam Universal Declaration of
Human Rights tahun 1948. Kemudian pada tanggal 20 November 1958,
Majelis Umum PBB mengesahkan Declaration of the Rights of the Child
(Deklarasi Hak-Hak Anak). Kemudian instrumen internasional dalam
perlindungan anak yang termasuk dalam instrumen HAM yang diakui oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah UN Rules for The Protection of Juveniles
Desprived of Their Liberty, UN Standard Minimum Rules for Non-Custodial
Measures (Tokyo Rules), UN Guidelines for The Prevention of Juvenile
Delinquency (The Riyadh Guidelines).”4
keluarga, hak-hak sipil, dan hak-hak ekonomi, sosial dan ekonomi, sosial dan
4
Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Peradilan Anak di Indonesia, (Bandung : Mandar
Maju, 2005), .h. 15
5
Romli Atmasasmita, Pengantar Hukum Pidana Internasional, (Bandung : Eresco,
2005), h. 50
generasi-generasi sebelumnya. Sebagai generasi penerus cita-cita bangsa dan
dewasa yang sehat jasmani dan rohani, cerdas, bahagia, berpendidikan dan
bermoral tinggi serta terpuji. Perlindungan anak merupakan hal mutlak yang
serius, karena dari angka kasus kekerasan terhadap anak di tanah air
menunjukan intensitas yang terus meningkat. Hal ini dapat kita lihat dari tabel
di bawah ini :
Tabel 1.1
6
Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indoesia, (Jakarta : Rajawali
Pers, 2012), h. 3
2 Anak Sebagai Korban Kekerasan 35 16 74 41 58 224
Psikis (Ancaman, Intimidasi, dsb)
3 Anak Sebagai Korban Penculikan 26 45 47 34 16 168
4 Anak Sebagai Korban 18 86 62 94 59 319
Pembunuhan
5 Anak Sebagai Korban Kekerasan 329 746 590 1217 1738 4620
Seksual .
6 Jumlah 502 950 988 1659 2026 6167
Sumber :http://bankdata.kpai.go.id
Tabel 1.2
Jumlah Penduduk Indonesia Dari Tahun 2011 Sampai Tahun 2015
No Tahun Jumlah Penduduk
Sumber : https://www.bps.go.id
Kasus kekerasan seksual terhadap anak di tanah air menunjukan
intensitas yang terus meningkat secara kuantitas maupun kualitas. Dapat dilihat
dari tabel diatas pada tahun 2011 terdapat 329 kasus, tahun 2012 terdapat 746
kasus, tahun 2013 terdapat 590 kasus, tahun 2014 terdapat 1.217 kasus dan
pada tahun 2015 terdapat 1738 kasus. Jika kita bandingkan dengan jumlah
juta jiwa atau sekitar 1,49 persen, maka dapat disimpulkan bahwa kasus
jenis, bentuk dan modus operandi yang dipakai oleh pelaku semakin beragam.
berganti-ganti pasangan).
tidak berbentuk atau dilakukan dengan cara kekerasan. Ada di antara kejahatan
seksual (seksual crime) atau kejahatan kesusilaan itu yang dilakukan dengan
suka sama suka atau melalui transaksi (imbalan uang atau barang untuk
seksual dan baru terpenuhi kebutuhan seksualnya jika dilayani dengan cara-
cara kekerasan.
seksual menyimpang dengan anak-anak. Kata itu berasal dari bahasa Yunani,
paedo (anak) dan philia (cinta). Pedofilia dapat disebut juga sebagai perbuatan
cabul dan seksual baik dengan unsur kekerasan ataupun ancaman kekerasan”.7
dengan menjadikan anak-anak sebagai instrumen atau sasaran dari tindakan itu,
pelecehan seksual ini sangat meresahkan karena yang menjadi korban adalah
anak-anak. Pelecehan seksual ini menimbulkan trauma psikis yang tidak bisa
korban.
halus. Tetapi yang lebih sering adalah Pedofilis memaksa dengan ancaman
7
Marwan, Kamus Hukum, (Surabaya : Reality Publisher, 2009), h. 486
8
Mohammad Asmawi, Lika-liku Seks Meyimpang Bagaimana Solusinya,(Yogyakarta :
Darussalam Offset, 2005), h. 93
9
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan
Seksual, (Bandung : Refika Aditama, 2001), h. 50
tua, faktor lingkungan juga memiliki peranan yang sangat penting dalam
kelak. “Anak adalah sosok yang akan memikul tanggung jawab di masa yang
yang dimaksud dengan anak dibawah umur adalah mereka yang belum dewasa.
“Ukuran dewasa disini yaitu 16 (enam belas) tahun untuk perempuan dan 19
tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 1 disebutkan bahwa anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang
Pedofilia ini, ada juga yang sudah berkeluarga dan mempunyai anak-anak
10
Witanto, Hukum Keluarga, (Jakarta : Prestasi Pustaka, 2012), h. 4
11
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, ( Jakarta : Akapress, 2010), h.
117
12
Pasal 1UU Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
polos tersebut diancam dengan kekerasan agar tidak berani menceritakan
peristiwa yang dialaminya kepada orang lain, termasuk kepada orang tuanya
sendiri.
Selain itu, Pedofilia harus diwaspadai karena secara fisik, para Pedofilis
tidak ada bedanya dengan anggota masyarakat lain. Pedofilis bisa berbaur,
bergaul, tanpa ada yang tahu pelaku adalah seorang Pedofilis, sampai akhirnya
karena dari berbagai kasus yang ada, pelakunya kebanyakan para wisatawan
banyak terjadi. Namun masih sedikit terungkap dan diketahui publik. Menurut
Adrianus Meliala :
13
Reimon Supusepa, Perkembangan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan
Pedofilia, Jurnal Sasi (Kekerasan Anak Dan Wanita), No. 2 Vol. 17 (April-Juni, 2011), h. 39
14
Muhammad Zainuddin, Kebijakan Hukum Pidana Dalam Rangka Penanggulangan
Kejahatan Pedofilia, (Tesis, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2007), h. 7
korbannya. Beberapa di antaranya dengan memberi beasiswa, menjadi
orang tua asuh, dan memberi berbagai barang dan fasilitas. Hal tersebut
juga ditambah dengan kesulitan menyusun profil tunggal dari pelaku
kejahatan Pedofilia, sehingga para pelaku masih sulit diidentifikasi dan
diprediksi apalagi terhadap para individu-individu yang bertendensi
pedofilia. Terlepas dari itu, secara kategoris, diketahui bahwa para
Pedofilis umumnya laki-laki. Aksi kejahatan mereka tidak semata-mata
dilatarbelakangi oleh motif seksual. Pelaku kejahatan Pedofilia memiliki
alur dan substansi berpikir yang distortif, fantasi, dan rangsangan yang
menyimpang, serta manipulatif “.15
jenis-jenis sanksi pidana ada dua yaitu pidana penjara dan denda. Lalu setelah
Anak, dalam pasal 81 ayat 1 yaitu maksimum pidana penjara 15 (lima belas)
rupiah)”.16
15
Muhammad Zainuddin, Kebijakan Hukum..., h. 7
16
Pasal 81 ayat (1) UU Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 Tentang Perlindungan
Anak
pencabulan, terlebih Pedofilis menggunakan pencabulan anak untuk tujuan-
tujuan seksual yang karena perkembangan telah menjadi suatu fenomena atau
bentuk baru dari pencabulan (sex abuse) atau bentuk dari kejahatan kesusilaan
secara umum. Oleh karena itu, dengan alasan inilah penulis juga menggunakan
KUHP yang merupakan induk dari berbagai ketentuan pidana yang ada di
Indonesia.
Pasal 289 :
“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
seorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul,
diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan
kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun”
Pasal 290 :
Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun :
1) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal
diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya.
2) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal
diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umurnya belum lima
belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas, yang bersangkutan belum
waktunya untuk dikawin.
3) Barang siapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya
harus diduga bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya
tidak jelas yang bersangkutan belum waktunya untuk kawin, untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul atau bersetubuh
diluar perkawinan dengan orang lain.
Pasal 291:
1) Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 286, 287, 289 dan 290
mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.
17
Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, ( Jakarta : Rineka Cipta, 2011), h. 116-119
2) Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 285,286,287 dan 290
mengakibatkan kematian, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas
tahun.
Pasal 292 :
“Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain
sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum
dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”
Pasal 293 :
1) Barang siapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang,
menyalahgunakan perbawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau
dengan penyesatan sengaja menggerakkan seorang belum dewasa dan baik
tingkah lakunya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan
cabul dengan dia, padahal tentang belum ke- dewasaannya, diketahui atau
selayaknya harus diduganya, diancam dengan pidana penjara paling lama
lima tahun.
2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya
yang dilakukannya itu.
3) Tenggang waktu tersebut dalam Pasal 74 bagi pengaduan ini adalah
masing-masing Sembilan bulan dan dua belas bulan.
Pasal 294 :
1) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya,
anak angkatnya, anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa yang
pemeliharaannya, pendidikan, atau penjagaannya diserahkan kepadanya
ataupun dengan pembantunya atau bawahannya yang belum dewasa,
diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
2) Diancam dengan pidana yang sama:
1. Pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena
jabatan adalah bawahannya, atau dengan orang yang penjagaannya
dipercayakan atau diserahkan kepadanya;
2. Pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam
penjara, tempat pekerjaan negara, tempat pendidikan, rumah piatu,
rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial, yang melakukan
perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya.
Pasal 295 :
1) Diancam :
1. Dengan pidana penjara paling lama lima tahun barangsiapa yang dalam
hal anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, atau anak di bawah
pengawasannya yang belum dewasa, atau orang yang belum dewasa
yang pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya diserahkan
kepadanya, ataupun oleh pembantunya atau bawahannya yang belum
cukup umur, dengan sengaja menyebabkan dan mempermudah dilakukan
perbuatan cabul dengannya.
2. Dengan pidana penjara paling lama empat tahun barang siapa yang
dalam hal dilakukannya perbuatan cabul oleh orang selain yang
disebutkan dalam butir 1 tersebut di atas yang diketahuinya atau
sepatutnya harus diduganya belum dewasa dengan orang lain, dengan
sengaja menyebabkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul
tersebut.
2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan itu sebagai pencaharian atau
kebiasaan, maka pidana dapat ditambah sepertiga.
Pasal 296 :
“Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan
perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya
sebagai pencaharian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling
lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu
rupiah”.
digunakan pasal-pasal dalam Bab XIV yang berkaitan dengan unsur tindak
moral. Islam menjaga kehidupan tiap individu, menjaga semua yang menjadi
sandaran hidupnya.
metode qiyas sebagai suatu pendekatan hukum Islam dalam skripsi ini. “Qiyas
adalah menyamakan suatu kasus yang tidak ada nash hukumnya secara jelas
dengan suatu kasus yang ada hukumnya secara jelas yang disebabkan oleh
adanya persamaan kasus dalam ‘illat hukumnya”.18 Dalam hal ini peneliti
menggunakan beberapa pendapat ahli fiqh yang diambil dari beberapa buku
yaitu Fiqh Sunnah karangan Sayyid Sabiq, Matan Ghoyah Wattaqrib karangan
Moh. Rifai, Moh. Zuhri dan Salomo, lalu Rawai’ul Bayan karangan
mengambil pendapat ahli fiqh tentang hukum perbuatan liwath yang sudah ada
hukumnya secara jelas di dalam nash, seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an dan
18
Suansar Khatib, Ushul Fiqh, (Bogor : IPB Press, 2014), h. 37
Ikrimah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a bahwa Rasulullah Saw bersabda19 :
kejahatan Pedofilia serta apa saja kelebihan dan kekurangan dari kedua hukum
tersebut. Oleh karena itu peneliti berpikir penting untuk meneliti lebih lanjut
B. Rumusan Masalah
yaitu bagaimana komparasi hukum Islam dan hukum positif terhadap tindak
kejahatan Pedofilia?
19
Imam Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, (Lebanon : Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 2009), h.
236
C. Batasan Masalah
pertama yang pelakunya seorang laki-laki dewasa dan korbannya anak laki-laki
di bawah umur.
D. Tujuan Penelitian
komparasi hukum Islam dan hukum positif terhadap tindak kejahatan Pedofilia.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
lainnya. Selain itu dengan adanya penelitian ini penelti berharap dapat
masukan bagi para pembaca. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat
F. Metode Penelitian
berikut :
1. Jenis Penelitian
2. Sumber Data
Sumber data primer, yaitu data yang diperoleh dari sumber asli yang
Mohammad Asmawi.
Ali Ash-Shabuni.
Sumber data sekunder adalah data yang didapatkan di luar dari sumber
data primer yaitu berita dari majalah dan koran, skripsi, tesis dan jurnal
dirujuk dari buku-buku fiqih yang bersumber dari Al-qur’an dan hadits.
20
Suharsimi Akunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta : Rineka
Cipta, 1993), h. 202
metode deskriptif analisis. “Metode deskriptif analisis yaitu suatu bentuk
hukum Islam dan hukum positif terhadap pelaku tindak kejahatan Pedofilia.
Selain itu metode analisis data yang juga peneliti gunakan dalam penelitian
perbedaan, serta kelebihan dan kekurangan hukum Islam dan hukum positif
G. Tinjauan Pustaka
oleh banyak peneliti. Peneliti telah melakukan telaah terhadap skiripsi ataupun
21
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, (Bandung : Alfabeta,
2013), h. 148
22
Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif , (Yogyakarta : Reka Serasin, 1992),
h. 88
2007. Tesis ini menjelaskan bagaimana upaya penegakan hukum pidana untuk
masyarakat suatu patologi sosial. Selain itu tesis ini juga membahas tentang
Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1948 tentang Hukum Acara Pidana. Selain
itu skripsi ini juga menjelaskan faktor-faktor apa saja yang dihadapi oleh
pandangan hukum Islam dan hukum positif terhadap hukuman kebiri bagi
diterapkan di Indonesia.
Sedangkan dalam skripsi ini peneliti memaparkan bagaimana penerapan
hukum Islam dan hukum positif terhadap pelaku tindak kejahatan Pedofilia,
H. Kerangka Teori
menyalurkan libido yang ada pada tubuh manusia itu tidak selalu dapat
sosial inilah diatur syarat-syarat apa saja yang berlaku untuk menyalurkan
bentuknya yang positif, norma sosial saja belum cukup. Harus ada kontrol yang
ketat secara kolektif dari masyarakat terhadap pelaku yang ada dilingkungan
23
Ismantoro Dwi Yuwono, Penerapan Hukum Dalam Kasus Kekerasan Seksual
Terhadap Anak, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2015), h. 7
24
Ismantoro Dwi Yuwono, Penerapan Hukum..., h. 8
masyarakat setempat. Hal ini diikuti pula dengan kontrol yang ketat dan tegas
kontrol secara kolektif ini tidak dilakukan, maka tidak menutup kemungkinan
yang negatif. Pengalihan dalam bentuk yang negatif inilah yang dinamakan
kekerasan seksual. Jika hal ini terjadi, maka anak-anaklah yang paling rentan
mengatakan, dengan berperilaku sadis pada saat itulah pelaku merasa berkuasa
terhadap korbannya dan semakin korban merasa sakit ketika disodomi atau
Dalam syariat Islam, Allah Swt melarang perbuatan kaum Nabi Luth a.s
dan semisalnya. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa ayat Al-qur’an dan hadits
di bawah ini :
1. Al-Qur’an
25
Erich Fromm, Akar Kekerasan : Analisis Sosio-Psikologis Atas Watak Manusia,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001), h. 429
“Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu
(kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang
melampaui batas”.(QS. Al-‘Araf (7) : 81).
2. Hadits
penyaluran libido adalah lawan jenisnya dan sudah dewasa. Namun bagi
seorang Pedofilis lawan jenis yang sudah dewasa adalah monster yang
menakutkan.
terhadap kesusilaan. Makna kesusilaan ini harus diartikan sebagai hal-hal yang
I. Sistematika Penulisan
maka diperlukan sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab, dimana
antara satu bab dan bab lainnya saling mendasari dan berkaitan. Hal ini guna
Bab pertama dari skripsi ini adalah pendahuluan yang berisi latar
usianya.
Bab ketiga dalam skripsi ini akan membahas tinjauan hukum islam dan
Pedofilia menurut hukum Islam dan hukum positif, dasar hukum Pedofilia
menurut hukum Islam dan hukum positif, dan bentuk-bentuk hukuman bagi
Bab keempat dalam skripsi ini adalah hasil penelitian yang membahas
komparasi hukum Islam dan hukum positif terhadap tindak kejahatan Pedofilia.
Bab kelima dalam skripsi ini adalah penutup sebagai hasil akhir dari
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Pedofilia
seksual menyimpang dengan anak-anak. Kata itu berasal dari bahasa Yunani,
paedo yang berarti anak dan philia yang berarti cinta.”26 “Akan tetapi, terjadi
merupakan aktifitas seksual yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak-
berprilaku sadis pada saat itulah pelaku merasa berkuasa terhadap korbannya
dan semakin korban merasa sakit ketika disetubuhi maka pelaku semakin
mental atau gangguan kejiwaan, maka pelaku tidak dapat dihukum. Hal ini
26
Marwan, Kamus Hukum, (Surabaya : Reality Publisher, 2009), h. 486
27
Sawatri Supardi, Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual, (Bandung : PT. Refika
Aditama, 2005), h. 71
28
Erich Fromm, Akar Kekerasan : Analisis Sosio-Psikologis Atas Watak Manusia,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001), h. 429
perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat
pelaku apakah ia mengalami gangguan kejiwaan atau tidak. Seperti pada kasus
Pedofilia Robot Gedek, Baekuni (Babe), Emon, Samai (Ropii) dan Kasus
seperti memberikan hadiah, uang, berprilaku baik kepada anak dan orang tua
korban.
merupakan satu akar kata dengan nama Nabi Luth dimana masyarakatnya
tertarik dengan sesama jenis. Istilah ini biasanya ditujukan untuk laki-laki yang
tertarik dengan laki-laki pula. Penyimpangan seksual ini pertama kali terjadi di
kalangan umat Nabi Luth a.s dan tidak pernah terjadi pada masa-masa
sebelumnya.
☺
29
Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, ( Jakarta : Rineka Cipta, 2011), h. 23
▪
☺
☺
☺
☺
☺ ☺
☺
☺
☺
☺
☺
“Dan (kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (ingatlah)
tatkala Dia berkata kepada mereka, "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan
faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini)
sebelummu?". Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan
nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum
yang melampaui batas.Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Usirlah
mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini. Sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri. Kemudian
Kami selamatkan Dia dan pengikut-pengikutnya kecuali isterinya. Dia
Termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan
kepada mereka hujan (batu); Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan
orang-orang yang berdosa itu.”(QS. Al-Araf (7) : 80-84)
“Pedofilis biasanya akan mencari anak-anak yang polos, untuk dijadikan
B. Macam-Macam Pedofilia
1. Pedofilia Homoseksual.
30
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan
Seksual, (Bandung : Refika Aditama, 2001), h.50
31
Ismantoro Dwi Yuwono, Penerapan Hukum Dalam Kasus Kekerasan Seksual
Terhadap Anak, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2015), h. 44
Pedofilia Homoseksual terdiri dari dua jenis. Pertama, pedofilia
umur.
2. Pedofilia Heteroseksual
umur.
beberapa tipe Pedofilia. Tipe pertama adalah mereka yang memiliki perasaan
dewasa. Tipe kedua adalah mereka yang punya perhatian khusus terhadap
kedewasaannya.
32
Mohammad Asmawi, Lika-Liku Seks Meyimpang Bagaimana Solusinya, (Yogyakarta :
Darussalam Offset, 2005), h. 95
33
Ismantoro Dwi Yuwono, Penerapan Hukum..., h. 44
2. Hambatan dalam perkembangan psikologis yang menyebabkan ketidak-
perkembangan moral.
1. Pada masa pertumbuhannya atau pada masa kecilnya seorang Pedofilis telah
dan tidak berdaya. Bersamaan dengan ini anak pada masa kecilnya selalu
dihukum jika tidak mau melakukan ini dan itu. Pada saat-saat seperti ini lah
kemudian anak merasa dirinya hancur dan diinjak di bawah kaki orang
dewasa.
2. Anak pada masa kecilnya merasa mengalami kehampaan jiwa. Tidak ada
34
Erich Fromm, Akar Kekerasan..., h. 430
Gabungan dari dua faktor penyebab itulah yang kemudian menggiring
Ada percampuran antara rasa takut terhadap orang dewasa, rasa benci
dan rasa jijik dan ada pula dorongan rasa mencari kompensasi. Akhirnya,
Rasa berkuasa itu akan muncul pada seorang Pedofilis bila ia melakukan
D. Dampak-Dampak Pedofilia
Trauma ini muncul karena rasa sakit yang amat sangat ketika pelaku
mendalam dialami oleh anak apabila rasa sakit tersebut diikuti oleh infeksi
pada dubur, rasa nyeri ketika buang air besar atau tertular penyakit kelamin
ditanamkan pada diri anak oleh lingkungan keluarga dan sosialnya. Semakin
35
Ismantoro Dwi Yuwono, Penerapan Hukum..., h. 45
dalam tertanam norma-norma sosial tersebut ke dalam diri anak, maka anak
menjadi paranoid (mudah curiga terhadap orang lain), gelisah, pelupa dan
membuat anak menjadi pendiam karena selalu dihantui rasa ternoda karena
seksual berupa sodomi dari pelaku, sehingga anak tidak bisa membedakan
mana perilaku seksual yang baik dan mana yang tidak”37. Ketidakmampuan
untuk memilah-milah mana yang baik dan mana yang buruk inilah yang
36
Dadang Hawari, Kekerasan Seksual Pada Anak, (Jakarta : Universitas Indonesia,
2003), h. 95
37
Ismantoro Dwi Yuwono, Penerapan Hukum..., h. 46
atau terkondisikan dalam disorientasi moral, ketika dikemudian hari anak
mereka dan akan dibawa sampai kepada masa dewasa dan terus sepanjang
yang pada gilirannya akan menjadi orang dewasa yang agresif pula.
kemudian menjadi penjahat Pedofilia, maka pada saat inilah dia memiliki
status ganda, yakni di satu sisi dia adalah korban dari kejahatan Pedofilia
dimasa lalu (masa kecilnya) dan disisi lain dia berperan sebagai pelaku atau
“Disorientasi moral yang terjadi pada anak dan tidak tertangani oleh
orang dewasa hingga anak tumbuh menjadi dewasa akan memberikan
pelajaran yang keliru pada anak bahwa kenikmatan seksual akan
diperoleh dengan cara menyakiti korban. Secara keliru pula dia
membangun kesadaran bahwa dengan melakukan tindakan itu dia
berkuasa terhadap korban, kekuasaan yang dibangunnya untuk
mengatasi rasa tertekan dan hampa jiwa”.39
38
Ismantoro Dwi Yuwono, Penerapan Hukum..., h. 46
39
Erich Fromm, Akar Kekerasan...,h. 436
bahaya, baik dalam skala individu maupun kelompok. Adapun bahaya-
laki-laki tersebut diprediksi bisa menikah, maka istri dari laki-laki yang
seperti itu hanya akan menjadi salah satu korban yang dirugikan dari
sekian banyak korban yang lain. Istri tersebut tidak akan mendapatkan
ketenangan, cinta dan kasih sayang dari suaminya yang notabene semua
berkesinambungan.
b. Gangguan Otak
c. Penyakit Hitam
40
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 3, terj. M. Ali Nursyidi dan Hunainah M., (Jakarta :
Pena Pundi Aksara, 2009), h. 269-274
Perbuatan Pedofilia bisa menjadi penyebab timbulnya penyakit
memberikan pengaruh besar bagi munculnya penyakit ini. Hal ini dilihat
dari peran seorang Pedofilis yang dapat menggandakan penyakit ini dan
merupakan orang yang berakhlak buruk, tidak normal dan hampir tidak
mampu membedakan antara hal-hal yang terpuji dan hal yang hina.
melakukan dosa.
e. Menganggu Kesehatan
memunculkan pertanyaan, apa yang dimaksud dengan anak dan batas umur
seseorang dapat dikatakan sebagai anak-anak, maka dari itu akan dijelaskan
sebagai berikut :
mendukung penampilannya.
ketika saat ia (laki-laki atau perempuan) sebagai orang yang sudah menikah,
meninggalkan rumah ibu bapaknya atau ibu bapak mertuanya dan memiliki
rumah sendiri sebagai suami istri muda yang merupakan keluarga yang
“Tidak ada batas umur yang pasti bilamana anak menjadi dewasa, hal
itu hanya dapat dilihat dari ciri-ciri yang nyata. Anak yang belum
dewasa disebut belum cukup umur, belum baligh, belum kuat, yaitu
anak yang karena usianya masih muda, masih belum dapat mengurus
diri sendiri, yang sungguh masih kanak-kanak. Kami tidak
menemukan petunjuk bahwa hukum adat mengenal batas umur yang
pasti. Seseorang dianggap telah dewasa sejak dapat bekerja, sejak ia
kuat mengurus harta bendanya dan keperluan-keperluan lainnya,
dengan perkataan lain, sejak ia mampu mengurus diri sendiri dan
melindungi kepentingannya sendiri. Hanya dari ciri-ciri yang nyata
dapat dilihat apakah seseorang sudah dapat bekerja atau belum,
apakah ia sudah dapat bekerja atau belum, apakah ia sudah atau belum
dapat berdiri sendiri dan ikut serta dalam kehidupan hukum dan sosial
di desa, daerah atau lingkungannya”.41
dipandang dari segi mampu tidaknya seseorang untuk dapat hidup mandiri
41
Nandang Sambas, Peradilan Pidana Anak Di Indonesia Dan Instrumen Internasional
Perlindungan Anak Serta Penerapannya, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2013), h. 2
“Dalam pandangan hukum adat, begitu tubuh anak tumbuh besar dan
Oleh karena itu pendapatnya didengar dan diperhatikan. Pada saat itulah
atas dasar batas usia, juga dapat dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan
a. Masa bayi, yaitu masa seorang anak dilahirkan sampai umur dua tahun.
42
Nandang Sambas, Peradilan Pidana..., h. 2
43
Nandang Sambas, Peradilan Pidana..., h. 3
untuk menentukan batasan terhadap seorang anak nampak adanya berbagai
macam kriteria, baik didasarkan pada segi usia maupun dari perkembangan
sebagai seorang anak adalah sejak masa bayi hingga masa kanak-kanak
terakhir, yaitu sejak dilahirkan sampai usia 12 tahun. Namun karena dikenal
adanya masa remaja, maka setelah masa kanak-kanak berakhir seorang anak
baru menginjak remaja (pubertas). Pada masa remaja ini merupakan masa
pertumbuhan baik dari segi rohani maupun jasmani. Pada masa ini
jasmani dan rohani. Pada masa remaja atau pubertas bisa dibagi dalam
a. Masa awal pubertas, disebut pula sebagai masa pueral atau pra-pubertas.
Verneinung.
wanita pada umumnya berlangsung lebih awal dari pada pubertas anak
laki-laki.
anak, apabila ia berada pada masa bayi hingga masa remaja awal, antara
44
Kartini Kartono, Psikologi Anak, (Bandung : Alumni, 1979), h. 150
usia 16-17 tahun. Sedangkan lewat masa tersebut seorang sudah termasuk
dipengaruhi oleh pendirian orang lain dan propaganda seperti pada masa
remaja awal.
tertentu.
dan belum dewasa dapat ditemukan dalam pasal 330 KUH Perdata yang
merumuskan bahwa46 :
KUH perdata.
belum mencapai usia 21 tahun untuk mendapat izin dari kedua orang tua.
Sedangkan pasal 7 ayat (1) memuat batas umur minimum bagi seseorang
tahun sedangkan bagi wanita telah berumur 16 tahun. Begitu juga apa yang
diatur dalam pasal 47 ayat (1), dinyatakan bahwa anak yang belum
tuanya. Selanjutnya dalam pasal 50 ayat (1) dinyatakan bahwa, anak yang
belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah kawin yang tidak berada
tahun 1974 tentang Perkawinan telah memberikan tiga kriteria usia, yang
meliputi :
atau walinya.”47
kriteria seorang anak walaupun secara tegas didasarkan pada batas usia,
(dibawah umur) adalah apabila belum mencapai usia 16 tahun. Hal inilah
seorang anak atau seseorang yang telah dewasa. “Batas usia tersebut dalam
47
Nandang Sambas, Peradilan Pidana..., h. 6
48
Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indoesia, (Jakarta : Rajawali
Pers, 2012), h. 5
lingkungan Pengadilan Tinggi Jakarta telah diperluas menjadi 18 tahun,
Pengadilan Anak, Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah
tahun dan belum pernah kawin.”50 Batas usia tersebut sejalan dengan
anak didik pemasyarakatan, baik anak pidana, anak negara maupun anak
sipil, adalah anak binaan yang belum mencapai usia 18 tahun. Begitu juga
adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan.
Secara tegas Pasal 113 konsep KUHP tahun 2002, menyatakan bahwa,
“Anak yang belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun melakukan tindak
bagi anak hanya berlaku bagi orang yang berumur antara 12 (dua belas)
49
Nashriana, Perlindungan Hukum..., h. 5
50
M.Nasir Djamil, Anak Bukan..., h. 9
tahun dan 18 (delapan belas) tahun yang melakukan tindak pidana (ayat
2).”51
berkata, “seseorang anak disebut thifl sejak ia lahir dari kandungan ibunya
hingga ia baligh.”52
ْ ثُـ َّم ي
.ًُـخ ِـر ُجـ ُكـ ْم ِطـ ْفـال
jamak). Hal ini terbukti bahwa kata tersebut ditujukan kepada sekumpulan
anak).
51
Nandang Sambas, Peradilan Pidana..., h. 7
52
Abu Abdillah Ahmad, Ensiklopedi Anak, terj. Ali Nur, (Jakarta : Darus Sunnah, 2012),
h. 58
...
...
“...atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita” (QS. An-
Nur (24) : 31)
perempuan) juga dengan sebutan thifl. Ghilman (dua orang anak laki-laki)
disebut thifl dan ghulaam (beberapa anak laki-laki) juga disebut thifl. Ada
Bayi yang baru lahir disebut thifl, baik dalam bentuk tunggal maupun
anak laki-laki dan thiflah untuk anak perempuan. Jadi yang dimaksud
dengan thifl adalah seorang anak sejak ia lahir hingga mencapai usia
dewasa.”53
53
Abu Abdillah Ahmad, Ensiklopedi Anak..., h. 59
Dalam Hadits riwayat Tirmidzi54 :
ع ْ
ـن ق َ سـفَا اْالَ ْز َر ِ اق ب ُ
ْـن ي ُْـو ُ يَ ,حـدَّ ثَـنَا اِ ْس َح ُ الوا ِس ِط ُّ
ْـر َ
ْـن َو ِزي ٍَحـدَّ ثَـنَا ُمـ َح َّمـدُ ب ُ
عـ َلى َر ُ
س ْـو ِل هللاِ ضـتُ َ ع ِـر ْ ـر ,قَا َل ُ : عـ َم َ ع ْن اب ِ
ْـن ُ ع ْن نَا فِـعٍَ ,ـر َ عـ َم َ
عـبَيْـ ِدهللاِ ب ِْن ُُ
عـ ْش َرة ً فَـلَ ْم يَـ ْقـبَ ْـلـنِي ,فـعُ ِـر ْ
ضـتُ ْـن أ َ ْربَـ َع َ
ْـش َوأَنَااب ُ سـلَّ َ
ـم فِي َجـي ٍ صـلّى هللاُ َ
عـلَيْـ ِه َو َ َ
عـ ْش َرة َ فَـقَـ ِبلَـنِ ْي .قَا َل نَافِـ ٌع َ :و َحـدَّ ثْـتُ
ـس َ
ْـن خ َْم َْـس َوأَنَا اب ُ عـلَيْـ ِه ِم ْن قَا ِب ٍل فِي َجـي ٍ َ
ْـر .ثُـ َّمْـر َو ْال َكـبِي ِ عـبْـد ِْالـ َع ِـزي ِ
ْـزفَـقَا َل :هَـذَا َحـدُّ َما َبيْـنَ ال َّ
صـ ِغـي ِ ـر بْـنَ َ ِب َهـذَا ْال َحـ ِديْـثِعُـ َم َ
ـرَ ,حـدَّثْـنَا عـ َم َ ْـن أ َ ِبي ُ
ـرة ََ .حـدَّثَـنا اب ُعـ ْش َ
ـس ََـم َـن َيـبْـلُـ ُغ ْالـخ ْ ض ِلـ َم ْ
ـر َ َـب أ َ ْن يُـ ْف ََكـت َ
ـن ع ِـرَ ,عـ َم َ ابـن ُعـن ِ ِ ـن نَافـعٍ, ع ْـرَ , عـ َم َ عـ َبـ ْيـدِهللا ب ُ
ْـن ُ ـن ُع ْعـ َيـيْـنَـةََ ,
ْـن ُ سـ ْفـ َي ُ
ـان ب ُ ُ
عـبْـ ِد
ـر بْـنَ َ عـ َم َـر فِـيْـ ِه ( أ َ َّن ُ سـلَّ َ
ـم ,نَـحْ َـوهَُ .ولَـ ْم َيـ ْذ ُك ْ صـلَّى هللاُ َ
عـلَـيْـ ِه َو َ يِ َالـنَـ ِبـ ّ
ـيعـ َيـيْـنَـةَ فِ ْْـن ُ ـر اب ُْـر)َ ,وذَ َك َ ْـر َو ْال َكـ ِبـي ِ
صـ ِغـي َِـب أ َ َّن هَـذَا َحـدُّ َما َبـيْـنَ الـ َّ ْالـ َع ِـزي ِ
ْـز َكـت َ
عـبْـ ِد ْالـ َع ِـزي ِ
ْـزَ ,فـ َقـا َل :هَـذَا َحـدُّ َما َبـيْـنَ ـر بْـنَ َ َحـ ِديْـثَـ ِهَ .قا َل نَا ِفـ ٌعَ .حـدّثْـتُ ِبـ ِه ُ
عـ َم َ
عـلَىـحيْـ ٌحَ .و ْالـ َعـ َم ُل َ
ص ِـن َ س ٌ
ْـث َحـ َ سى :هَـذَا َحـ ِد ي ٌ الـذُّ ِ ّريَّـ ِة َوالـ ُمـقَا ت َـلَ ِة .قَا َل أَبُـو ِعـيْـ َ
ي ار ِك َوالـ َّ
شا ِفـ ِعـ ُّ ْـن ْالـ ُمـ َب َ
ي واب ُ ـان ْالـث َ ْـو ِر ُّ هَـذَا ِعـ ْنـدَ أ َ ْهـ ِل ْالـ ِع ْـل ِـمَ ,و ِبـ ِه َيـقُـو ُل ُ
سـ ْفـ َي ُ
الر َجا ِلَ .و َقا َل أَحْ ـ َمـدُ ـرة َ فَـحْ ـ ُكـ ُمـهُ ُحـ ْكـ ُم َّ
عـ ْش َ ـس َ َـم َ
ـر ْونَ خ ْ اقَ .ي َ َوأَحْ ـ َمـدُ َو ِإسْـ َح ُ
ـرة َ ,أ َ ْو ْ
االخـتِـالَ ُم ,فَإ ِ ْن لَـ ْم عـ ْش َـس ََـم َ غخ ْ غ ثَـالَ ثَـةُ َمـنَا ِز َل :بُـلُـو ُ اقْ ,الـبُـلُـو ُ َوإِسْـ َح ُ
ف ِسـنُّـهُ َوالَاحْ ـتِـالَ ُمـهُ فَا ْ ِال ْنـبَاتُ ( يَـ ْعـنِى ْالـعَـانَـةَ )(.روى الحـد يشين
ـر ْ
يُـ ْع َ
الـتـرمـذي ر ْقمى )1366
“Muhammad bin Wazir Al-Washiti, menceritakan kepada kami, Ishaq
bin Yusuf Al-Azraq menceritakan kepada kami dari Sufyan dari Ubaidillah
bin Umar dari Nafi’ dari Ibnu Umar berkata,“Saya ditunjukkan kepada
Rasulullah Saw untuk menjadi tentara (perang) saya pada waktu itu baru
berumur empat belas tahun dan Rasulullah tidak mau menerimaku. Dan
pada tahun berikutnya saya ditunjukkan lagi untuk menjadi tentara perang
dan Rasulullah mau menerimaku. Nafi’ berkata, “Saya menceritakan hadits
ini kepada Umar bin Abdul Aziz. Maka dia berkata, ”Itulah batas antara
anak kecil dan dewasa. Kemudian dia mencatat dan mewajibkan bagi orang
yang sudah berumur lima belas tahun (untuk maju perang atau
menjalankan syari’at agama). Ibnu Abi Umar menceritakan kepada kami
Sofyan bin ‘Uyainah menceritakan kepada kami dari Ubaidillah bin Umar
dari Nafi’ dari Ibnu Umar dari Nabi Saw ia menceritakan hadits seperti
hadits diatas dan ia tidak menyebut didalam hadits nya bahwasanya Umar
54
Imam Tirmizi, Sunan At-Tirmidzi, (Jilid 3, Beirut : Dar al-Fikr, 2009), h. 77
bin Abdul Aziz mencatat sesungguhnya ini adalah batas antara anak kecil
dan dewasa. Ibnu ‘Uyainah menyebut didalam haditsnya ia berkata, “Saya
menyebut hadits ini kepada Umar bin Abdul Aziz, maka ia berkata, “Inilah
batas antara akil balighnya anak kecil dan orang yang berhak diperangi
(apabila ia tidak islam). Abu Isa berkata hadits ini hasan shahih.
Melaksanakan hadits ini menurut sebagian ulama, diantaraya Sofyan As-
Tsauri, Ibnu Mubarak, Syafi’i, Ahmad dan Ishaq mereka berpendapat
bahwasanya anak kalau ia sudah mencapai umur lima belas tahun, maka ia
dihukumi seperti hukumnya orang dewasa dan jikalau anak itu mimpi
keluar mani sebelum umur lima belas tahun, maka hukumnya ia juga seperti
orang dewasa. Ahmad dan Ishaq berkata, “Akil balig itu ada tiga macam,
dengan mencapainya umur lima belas tahun atau mimpi keluar mani,
jikalau ia tidak tahu umurnya dan tidak tahu mimpi keluarmaninya, maka
dengan cara tumbuhnya bulu kemaluan”. (HR. Tirmidzi Nomor 1366)
mencapai akil baligh. Akil baligh ditandai oleh tiga hal yaitu telah berumur
lima belas tahun, mimpi keluar mani dan tumbuhnya bulu kemaluan.
anak. Sedangkan dalam hukum Islam jelas dikatakan bahwa seseorang dapat
1. Definisi Pedofilia
merupakan satu akar kata dengan nama kaum Nabi Luth dimana
dubur laki-laki lain.”55 “Istilah ini biasanya ditujukan untuk laki-laki yang
tertarik dengan laki-laki pula. Penyimpangan seksual ini pertama kali terjadi
55
Musthafa Daib Al-Bagha, Matan Ghoyah Wattaqrib, terj. Fuad Kauma, (Semarang :
Toha Putra, 1993), h. 143
di kalangan umat Nabi Luth a.s dan tidak pernah terjadi pada masa-masa
sebelumnya.”56
kaumnya Luth a.s karena kaum Nabi Luth a.s adalah kaum yang pertama
(7) ayat 80 :
Jadi, dalam hukum Islam belum ada istilah pasti untuk perbuatan
Pedofilia. Oleh sebab itu peneliti mengambil Liwath sebagai istilah yang
56
M. Nurul Irfan, Gratifikasi Dan Kriminalitas Seksual, (Jakarta : Amzah, 2014), h. 128
yang pertama, pelaku dan objek perbuatan Liwath dan Pedofilia sama-sama
a. Al-Qur’an
b. Hadits
Ikrimah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a bahwa Rasulullah saw bersabda :
ُ ْـر ب
ْـن ِ عـبْـدُ ْالـ َع ِـزي
َ ثـنا: بـن خَـال ٍد قَاال ُ صـبَّاحِ َوأَب ُْـوبَـ ْك ِـر ُ َحـدَّثَـنَا ُمـ َحـ َّمـدُ ب
َّ ْـن الـ
ِسو َل هللاُ َّاس أ َ َّن َر
ِ عـبَ ْـن
ِ ـن اب
ِ عَ ,َـن ِعـ ْك ِـر َمـة
ْ ع
َ ,ع ْـم ِـرو َ ْـن أَبِى
ِ ع ْـم ِـروب ْ ع
َ ـن َ ,ٍُمـ َحـ َّمـد
ِ ُـوم ل
ـوط َ ـن َو َجـ ْد تُـ ُمـوهُ يَـ ْعـ َمـ ُل
ِ َعـ َمـ َل ق َ َّسـل
ْ ( َم: ـم قَا َل َ ُصـلَّى هللا
َ عـلَـ ْي ِه َو َ
) 2561 ( روى الحـديـشيـن اب ماجـه رقـمى.) ـواالفَا ِعـ َل َو ْالـ َمـ ْفـعُ ْـو َل ِب ِه ْ ُفَـ ْقـتُـل
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Rasulullah Saw
57
Imam Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, (Lebanon : Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 2009), h.
236
Dawud Ibnul Hushain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dan ia
memarfu'kannya”. (HR. Abu Daud no. 4462)58
a. Hukuman Mati
Abu Bakar Ash-hidiq r.a, Umar bin Khattab r.a dan Ibnu Abbas.
dibunuh.
58
Imam Abu Daud, Sunan Abu Daud, (Beirut : Dar Al-Fikr, 1999), h. 153
59
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Rawai’ul Bayan Tafsir Ayat-Ayat Hukum, terj. M. Zuhri
Dan M. Qodirun Nur, (Semarang : CV. Asy-Syfa, 1994), h. 72
Ikrimah dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda,“Barangsiapa dari kalian yang menemukan orang
yang melakukan perbuatan kaum nabi Luth, maka bunuhlah pelaku
dan obyek dari pelaku itu.”(HR. Ibnu Majah hadits no. 2561)
2) “Hadits yang diriwayatkan dari Ali r.a bahwa beliau merajam orang
bagi pelaku liwath adalah dirajam, baik jika ia muhsan maupun belum
(ghairu muhsan).”60
3) Hadits yang diriwayatkan dari Abu Bakar r.a bahwa dia pernah
menanyakan hal itu kepada para sahabat Nabi Saw. Ketika itu sahabat
yang paling tegas mengeluarkan pendapat adalah Ali bin Abi Thalib
r.a dia berkata, “Dosa ini tidak pernah dilanggar oleh satu umatpun
dari umat-umat terdahulu, kecuali satu umat. Kalian sudah tahu apa
laki itu dibakar saja.”61 Lalu Abu Bakar r.a menulis surat kepada
Khalid bin Walid r.a yang berisi perintah untuk membakar laki-laki
itu.
Para ulama berbeda pendapat tentang cara pembunuhan perbuatan ini 62:
berkata, “Abu Bakar, Ali, Abdullah bin Zubair dan Hisyam bin Abdul
Sidiq r.a.
Swt menyiksa kaum Luth a.s dengan setiap macam siksaan itu. Allah Swt
berfirman :
b. Hukuman Pezina
Adapun dasar hukum dera atau cambuk seratus kali adalah firman
☺
☺
☺
✓☺
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka
deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan
janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk
(menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari
akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sekumpulan orang-orang yang beriman.”(QS. An-Nur (24) : 2)
dikenakan sanksi yang amat berat, baik itu hukum dera maupun hukum
dan akal. Kenapa zina diancam dengan hukuman yang berat. Hal ini
disebabkan karena perbuatan zina sangat dicela oleh Islam dan pelakunya
maka dihukum cambuk 100 kali dan diasingkan selama satu tahun ke
Nakha’i, Tsauri, Auza’i, Abu Thalib, Imam Yahya, dan Syafi’i didalam
64
Anas Tohir Sjamsuddin, Kitab Taqrib Himpunan Hukum Islam (Surabaya : Al-Ikhlas,
1982), h. 156
65
Mustafa Daib Al-Bagha, Matan Ghoyah Wattaqrib..., h. 143
1) Dalil pertama menyatakan bahwa liwath/Pedofilia termasuk salah satu
bentuk dari sekian banyak bentuk perzinaan. Hal ini karena dalam
bagi yang sudah pernah menikah (muhsan) dirajam dan jika belum
menikah di cambuk 100 kali apabila orang merdeka dan 50 kali bagi
dengan dibuang atau dibuang dahulu kemudian dijilid. Abu Bakar r.a
telah membuang seorang akibat berzina ke Fadk, Umar bin Khattab r.a
zina ke Mesir kemudian Ali bin Abi Thalib membuang pelaku zina ke
Basrah.66
66
Moh Rifa’i, Moh Zuhri, dan Salomo, Terjemah Khulashah Kifayatul Akhyar
(Semarang : Toha Putra, 1978), h. 373
2) Dalil rasio yang digunakan adalah sesungguhnya zina merupakan
disebut farji karena adanya lubang. Arti ini (adanya lubang) juga
c. Hukuman Ta’zir
67
Makhrus Munajat, Hukum Pidana Islam Di Indonesia, (Yogyakarta : Teras, 2009), h.
177
Syari’at tidak menentukan macam-macam hukuman untuk
hukuman, dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Dalam
hal ini, hakim diberi kebebasan untuk memilih hukuman mana yang
1. Hukuman Mati
68
M. Nurul Irfan, Hukum Pidana..., h. 94
terhadap seorang muslim, penghinaan berulang kali, dan
sudah pernah menikah secara sah atau belum. Hal ini merupakan
sebagai berikut :
69
M. Nurul Irfan, Gratifikasi..., h. 131
Menurut ulama kalangan Malikiyah, hukuman mati
tidak membolehkannya.
sebagai ta’zir.”70
2. Hukuman Cambuk
70
M. Nurul Irfan, Gratifikasi..., h. 137
71
M. Nurul Irfan, Hukum Pidana..., h. 99
َْـر َحـ ٍّد فَـ ُه َـو ِمـنَ ْالـ ُمـ ْعـت َـ ِديْـن
ِ غيَ ـن بَـلَـ َغ َحـدَّا فِي
ْ َم
kali.
puluh sembilan jilid dan mengurangi satu kali. “Akan tetapi Abu
Yusuf berlandas pada tindakan Ali Bin Abi Thalib r.a yang
lima kali, dengan dikurangi lima kali jilid dari batas terendah
orang merdeka.”72
72
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1993), h.
307
Sedangkan pendapat ketiga mengatakan bahwa hukuman jilid
dalam ta’zir boleh lebih dari tujuh puluh lima kali, tetapi tidak
sepuluh kali. Seorang tidak boleh di jilid lebih dari sepuluh kali,
1. Hukuman Penjara
73
Ahmad Hanafi, Asas-Asas..., h. 308
Dalam bahasa arab ada dua istilah untuk hukuman penjara
lamanya penjara bisa dua atau tiga bulan, bahkan bisa juga
74
M. Nurul Irfan, Hukum Pidana..., h. 101
ada yang dipenjara selama satu hari dan ada pula yang lebih
adalah selama dua atau tiga bulan, bahkan bisa kurang atau lebih
dari itu. Dengan demkian, tidak ada batas maksimum yang pasti
75
Makhrus Munajat, Hukum Pidana..., h. 203
76
M.Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam..., h. 102
ada kesepakatan dikalangan ulama. Menurut sebagian ulama,
adalah satu hari. Akan tetapi, menurut Ibnu Qudamah , tidak ada
2. Hukuman Pengasingan
bukan Islam. Menurut Umar Bin Abdul Aziz dan Said Bin
lain. Imam Syafi’i berkata bahwa jarak kota asal dengan kota
pembuangan adalah jarak perjalanan qasar. Maksud
dipenjarakan.
dikalangan fuqaha.
hukuman bagi pelaku liwath adalah dengan hukuman ta’zir. Hal ini
karena praktik itu tidaklah termasuk zina. Karena itu, hukuman atas
praktik itu tidak sama dengan hukuman zina. Menurut mereka zina
77
Makhrus Munajat, Hukum Pidana..., h. 207
faham dengan bahasa dan arti-arti yang dimaksud. Seandainya liwath
sama dengan zina maka dalil tidak akan membuat mereka berselisih dan
berijtihad.
dosa perbuatan ini menarik siksaan yang amat pedih yang akan mencabut
yang selalu berbuat kerusakan. Tidak ada cara lain yang lebih mengena
hukuman bunuh.
Ahmad, Abu Dawud (hadits no. 4462), Ibnu Majah (hadits no. 2561),
َّاس أ َ َّن
ِ عـب
َ ْـن
ِ ـن اب
ِ عَ ,َـن ِعـ ْك ِـر َمـة
ْ ع َ ْـن أَبِى
َ ,ع ْـم ِـرو ِ ع ْـم ِـروب ْ ع
َ ـن ُ ب
َ ,ٍْـن ُمـ َحـ َّمـد
َ ـن َو َجـ ْد تُـ ُمـوهُ يَـ ْعـ َمـ ُل
ِ عـ َمـ َل َق
ـوم َ َّسـل
ْ ( َم: ـم قَا َل َ ُصـلَّى هللا
َ عـلَـ ْي ِه َو َ ِسو َل هللا
ُ َر
( روى الحـديـشيـن اب ماجـه رقـمى.) ـواالفَا ِعـ َل َو ْالـ َمـ ْفـعُ ْـو َل ِب ِه
ْ ُـوط فَـ ْقـتُـل
ِ ُل
) 2561
78
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah..., h. 275
79
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah..., h. 275
1. Definisi Pedofilia
umur dari jenis kelamin yang sama ataupun yang di dalam doktrin sering
diatur dalam pasal 292 KUHP yang rumusan aslinya di dalam bahasa
Sejak saat Wetboek van Strafrecht terbentuk pada tahun 1881 hingga
saat mulai diberlakukan di negeri Belanda pada tahun 1886, para pembentuk
perlu dilarang dan diancam dengan pidana, tetapi baru 25 tahun kemudian
sebagai sesuatu yang perlu dilarang dan diancam dengan pidana didalam
undang-undang.
80
Lamintang dan Theo Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Melanggar Norma
Kesusilaan Dan Norma Kepatutan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2011), h. 152
Parlemen kerajaan Belanda menerima untuk memandang
homoseksualitas dalam arti terbatas sebagai sesuatu yang perlu dilarang dan
korban anak laki-laki, akan tetapi juga ditujukan bagi pelaku perempuan
di Indonesia, yang terdiri dari tiga buku yaitu buku I Ketentuan Umum,
81
Lamintang dan Theo Lamintang, Delik-Delik Khusus..., h. 152
“Tindak pidana kesusilaan mengenai perbuatan cabul dirumuskan
dalam Pasal 289, Pasal 290, Pasal 291, Pasal 292, Pasal 293, Pasal 294,
Pasal 295, dan Pasal 296 yang semuanya merupakan kejahatan. Beberapa
jenis delik kesusilaan yang diatur dalam KUHP dalam perkembangannya
banyak juga terjadi pada kejahatan seksual. Seperti adanya fenomena
Pedofilia yang nyata-nyata bertentangan dengan kesusilaan. Apabila
muncul perbuatan atau kejahatan Pedofilia, maka akan digunakan pasal-
pasal dalam Bab XIV yang berkaitan dengan unsur tindak pidana dari
jenis kejahatan tersebut.”82
ini antara lain pasal-pasal tentang kejahatan kesusilaan dalam Bab XIV
dirumuskan sebagai kejahatan yang termuat dalam Pasal 289, Pasal 290,
Pasal 292, Pasal 293, Pasal 294, Pasal 295, dan Pasal 296 KUHP sebagai
berikut :
Pasal 289 :
82
Lamintang dan Theo Lamintang, Delik-Delik Khusus..., h. 153
untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul atau
bersetubuh diluar perkawinan dengan orang lain.
Pasal 291 :
1) Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 286, 287, 289 dan 290
mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling
lama dua belas tahun.
2) Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 285,286,287 dan 290
mengakibatkan kematian, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima
belas tahun.
Pasal 292 :
“Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang
lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus
diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama
lima tahun”
Pasal 293 :
1) Barang siapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang,
menyalahgunakan perbawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau
dengan penyesatan sengaja menggerakkan seorang belum dewasa
dan baik tingkah lakunya untuk melakukan atau membiarkan
dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum ke-
dewasaannya, diketahui atau selayaknya harus diduganya, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap
dirinya yang dilakukannya itu.
3) Tenggang waktu tersebut dalam Pasal 74 bagi pengaduan ini adalah
masing-masing Sembilan bulan dan dua belas bulan.
Pasal 294 :
1) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak
tirinya, anak angkatnya, anak di bawah pengawasannya yang belum
dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan, atau penjagaannya
diserahkan kepadanya ataupun dengan pembantunya atau
bawahannya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
2) Diancam dengan pidana yang sama:
1. Pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang
karena jabatan adalah bawahannya, atau dengan orang yang
penjagaannya dipercayakan atau diserahkan kepadanya.
2. Pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam
penjara, tempat pekerjaan negara, tempat pendidikan, rumah
piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial, yang
melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke
dalamnya.
Pasal 295 :
1) Diancam :
1. Dengan pidana penjara paling lama lima tahun barangsiapa yang
dalam hal anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, atau anak di
bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau orang yang
belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau
penjagaannya diserahkan kepadanya, ataupun oleh pembantunya
atau bawahannya yang belum cukup umur, dengan sengaja
menyebabkan dan mempermudah dilakukan perbuatan cabul
dengannya.
2. Dengan pidana penjara paling lama empat tahun barang siapa
yang dalam hal dilakukannya perbuatan cabul oleh orang selain
yang disebutkan dalam butir 1 tersebut di atas yang diketahuinya
atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa dengan orang
lain, dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan
dilakukannya perbuatan cabul tersebut.
3. Jika yang bersalah melakukan kejahatan itu sebagai pencaharian
atau kebiasaan, maka pidana dapat ditambah sepertiga.
Pasal 296 :
“Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan
perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya
sebagai pencaharian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara
paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak
lima belas ribu rupiah.”
Perlindungan Anak
yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat,
Merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-
undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa sehingga
bernegara.
Pasal 81 :
83
Pasal 76D : “Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan
memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain”.
1) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (7) dikenakan
untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dilaksanakan
setelah terpidana menjalani pidana pokok.
2) Pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah
pengawasan secara berkala oleh kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, sosial, dan
kesehatan.
3) Pelaksanaan kebiri kimia disertai dengan rehabilitasi.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan dan
rehabilitasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.”
Pasal 82 :
84
Pasal 76E : “Setiap orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan,
memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak
untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.”
7) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diputuskan bersama-
sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu
pelaksanaan tindakan.
8) Pidana tambahan dikecualikan bagi pelaku Anak.”
Pasal 82A
a. Hukuman Mati
Perlindungan Anak.
Pasal 81 ayat 5 :
b. Hukuman Penjara
Pasal 291 :
1) Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 286, 287, 289 dan
290 mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara
paling lama dua belas tahun.
2) Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 285,286,287 dan 290
mengakibatkan kematian, dijatuhkan pidana penjara paling lama
lima belas tahun.
Pasal 292 :
“Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang
lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus
diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun.”
Dari aturan diatas diketahui bahwa Pedofilis dihukum 7 tahun
penjara jika korban adalah anak yang berusia dibawah 15 tahun atau
Pasal 82 :
pidana penjara paling singkat 5 (lima) dan paling lama 15 (lima belas)
tahun. Jika perbuatan tersebut mengakibatkan luka berat, gangguan
c. Hukuman Denda
Anak.
Pasal 81 :
Pasal 82 :
85
R. Tressna, Asas-Asas Hukum Pidana..., h. 130
melakukan persetubuhan dengannya, pelaku dapat dikenai pidana denda
d. Hukuman Kebiri
salah satu hukuman atas pelanggaran yang lebih terarah kepada aliran
sesat atau ilmu hitam. Pengebirian bedah pada wanita dicapai dengan
86
Ahmad Sandi, Hukum Kebiri Bagi Pelaku Pedofilia Dalam Perspektif Hukum Islam
Dan Peluang Penerapannya Di Indonesia, (Skripsi, Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2015), h. 49
mencegah timbulnya residivisme. Pengebirian bedah membawa
bedah adalah suatu hukuman yang dianggap keji dan tidak sesuai.
87
Ahmad Sandi, Hukum Kebiri..., h. 50
Pada tahun 1996 California menjadi negara bagian pertama yang
undang-undang.88
seksual.
88
Ahmad Sandi, Hukum Kebiri..., h. 51
89
Ahmad Sandi, Hukum Kebiri..., h. 51
(ketidakmampuan), rehabilitation (rehabilitasi). Menurut para pakar
Pasal 81 ayat 7
90
Antiandrogen adalah hormon zat lain yang menggantikan atau menghalangi masuknya
androgen didalam inti sel hormon. Zat ini menghambat sekresi testosteron dari testis tapi ia sendiri
secara biologis atau fungsional tidak aktif atau lemah.
91
Ismantoro Dwi Yuwono, Penerapan Hukum Dalam Kasus Kekerasan Seksual
Terhadap Anak, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2015), h. 53
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan dan
rehabilitasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.”
penghinaan, pukulan, tendangan dari orang tuanya dan dari orang dewasa
Tengah ini bertinggi badan tidak lebih dari 150 cm. Ketika beranjak
dewasa dia hidup sebatang kara sebagai seorang gelandangan dan bekerja
sebagai pemulung.
pada Sabtu, 27 Juli 1996. Ia ditangkap oleh aparat penegak hukum karena
membunuhnya.
dua tahun yaitu 1994 sampai 1996 di Jakarta dan Jawa tengah (Kroya dan
Pekalongan).”92 Dalam melakukan aksinya, Robot Gedek melakukan
uang sebesar seribu rupiah. Tidak hanya memberikan uang, Robot Gedek
dilakukan oleh Robot Gedek itu adalah kejahatan yang terencana dan
perhitungan yang matang, oleh karena itu maka dalam persidangan yang
“Baekuni adalah nama asli dari seorang pria yang dipanggil dengan
disekolahnya sering tidak naik kelas. Hal inilah yang kemudian membuat
92
Ismantoro Dwi Yuwono, Penerapan Hukum..., h. 68
93
Ismantoro Dwi Yuwono, Penerapan Hukum..., h. 71
94
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan
Seksual, (Bandung : Refika Aditama, 2001), h. 125
“Sama halnya seperti Robot Gedek, untuk mendekati korbannya,
namun ada perbedaan antara Robot Gedek dan Babe yaitu Babe hanya
disodomi.
dari Pengadilan Negeri ini tidak diterima oleh Babe, karena menurutnya
vonis itu terlalu berat.”97 Oleh karena itu ia melakukan upaya hukum
hukuman mati. Tidak berhenti disini saja, tim pengacara Babe melakukan
95
Ismantoro Dwi Yuwono, Penerapan Hukum..., h. 73
96
Ismantoro Dwi Yuwono, Penerapan Hukum..., h. 75
97
Ismantoro Dwi Yuwono, Penerapan Hukum..., h 76
upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung, namun upaya hukum tersebut
ditolak.
di JIS. Salah satu kekerasan seksual yang mereka lakukan yaitu kepada
kanak-kanak di JIS.
bernama Azwar bunuh diri di dalam sel Polda Metro Jaya tepatnya di
98
M.Nurul Irfan, Gratifikasi Dan Kriminalitas Seksual, (Jakarta : Amzah, 2014), h. 126
bermunculan, hal ini ditandai dengan tindakan para orang tua murid yang
menyalahi izin tinggal. Dan yang paling banyak yaitu guru dari Amerika
Serikat. Salah satu pelanggaran izin tinggal yang mereka lakukan yaitu
berusia 24 tahun yang hidup dalam kondisi ekonomi yang sulit. Kesulitan
99
Ismantoro Dwi Yuwono, Penerapan Hukum..., h. 79
100
Ismantoro Dwi Yuwono, Penerapan Hukum..., h. 80
ekonomis dirasakannya semenjak dia masih anak-anak hingga saat dia
dari seorang anak yang mengaku hampir menjadi korban sodomi Emon
sekitar pemandian air panas yang letaknya jauh dari keramaian. Selain
dua lokasi tersebut, tempat lain yang menjadi favorit Emon adalah toilet
atau WC masjid, kolong jembatan dan di rumah nya sendiri pada waktu
berkata tidak. Apabila menolak, calon korban akan terus dirayunya atau
selalu disodomi oleh Emon sebanyak 2 sampai 3 kali, bahkan ada yang
101
Ismantoro Dwi Yuwono, Penerapan Hukum..., h. 90
102
Ismantoro Dwi Yuwono, Penerapan Hukum..., h. 90
Akibat negatif dari kekerasan seksual terhadap anak yang
dilakukan oleh Emon tersebut, dari 13 korban yang diperiksa oleh pihak
mengalami kerusakan parah pada anusnya. Anus rusak dan berdarah dan
jika buang air besar, anak akan merasakan sakit yang luar biasa dan
meledak di media masa, banyak orang tua yang berasal dari Sukabumi
110 orang tua yang melapor. Namun dari hasil pemeriksaan yang
undang Nomor 23 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak j.o pasal 293
Berlanjut.
103
Ismantoro Dwi Yuwono, Penerapan Hukum..., h. 93
Kasus ini terjadi di sebuah Taman Pendidikan Al-qur’an (TPA) di
Tidak hanya itu, Lukman juga diberi tempat tinggal di kamar berukuran
Lukman dijerat dengan pasal 392 KUHP dengan hukuman lima tahun
penjara.
104
Ismantoro Dwi Yuwono, Penerapan Hukum..., h. 95
f. Kasus Pedofilia Samai Alias Ropii
dari seorang buruh serabutan bernama Samai alias Ropii, yang bertempat
tidak hanya EM yang menjadi korban, tetapi ada ratusan anak yang telah
105
Ismantoro Dwi Yuwono, Penerapan Hukum..., h. 98
perbuatannya Samai diancam hukuman dengan 15 tahun penjara sesuai
Anak.
hukuman atau sanksi kepada pelaku tidak seragam antar satu pelaku dengan
Tabel 3.1
Pelaku Pedofilia Beserta Hukumannya
seberapa banyak anak yang telah menjadi korban pelaku. Hal ini terlihat
Perlindungan Anak. Demikian pula dengan Robot Gedek dan Babe. Dua
lainnya berbeda karena alasan jenis dan karakter dari kejahatan itu
Perbedaan hukum Islam dan hukum positif yaitu dalam hukum Islam
belum dikenal istilah Pedofilia. Oleh sebab itu peneliti mengambil liwath
yang peneliti gunakan yang pertama, pelaku dan objek perbuatan liwath dan
berbunyi :
perbuatan yang tidak hanya ditujukan bagi pelaku laki-laki dewasa dengan
korban anak laki-laki di bawah umur, akan tetapi juga ditujukan bagi pelaku
semisal Pedofilia adalah liwath yang merupakan satu akar kata dengan nama
kaum Nabi Luth a.s dimana masyarakatnya tertarik dengan sesama jenis.
mengenai perbuatan Pedofilia, bahkan istilah tersebut sudah ada sejak lama,
yaitu ketika KUHP dibuat. Namun karena perbuatan ini semakin parah,
Positif
Perbedaan hukum Islam dan hukum positif yaitu dalam hukum Islam
Al-Qur’an surah Al-‘Araf ayat 84, dan surah Huud ayat 82-83, serta hadits
riwayat Ibnu Majah nomor 2561, hadits riwayat Abu Daud nomor 4462.
Sedangkan dasar hukum yang digunakan oleh hukum positif yaitu pasal
289, pasal 290, pasal 292, pasal 293, pasal 294, pasal 295, dan pasal 296
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 81, pasal
diberi hukuman atas perbuatannya, sehingga hal ini dapat menjadi pelajaran
Al-qur’an dan hadits. Dasar hukum ini sangatlah kuat karena umat Islam
diatur dalam KUHP pasal 289, pasal 290, pasal 292, pasal 293, pasal 294,
pasal 295, dan pasal 296 KUHP. Akan tetapi, karena perbuatan Pedofilia
Pedofilia yaitu :
a. Hukuman Mati
bagi yang melakukan liwath dan model ini datang riwayatnya dari
dirobohi dinding.
b. Hukuman Pezina
Nakha’i, Tsauri, Auza’i, Abu thalib, Imam Yahya, dan Syafi’i didalam
c. Hukuman Ta’zir
106
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, terj. M. Ali Nursyidi dan Hunainah M. Thahir Makmun
(Jakarta : Pena Pundi Aksara, 2009), h. 276
“Ta‘zir adalah hukuman yang disyari’atkan atas orang yang berbuat
dosa (maksiat), tidak berupa had dan tidak pula berupa qishash.”107
Berbeda dengan qishash dan hudud, bentuk sanksi ta’zir tidak disebutkan
secara tegas dalam Al-qur’an dan hadits. Untuk menentukan jenis dan
dalam memutuskan suatu jenis dan ukuran sanksi ta’zir ini harus tetap
yaitu :
a) Hukuman Mati
b) Hukuman cambuk
a) Hukuman Penjara
b) Hukuman Pengasingan
hukuman mati, akan tetapi hukuman Ta’zir tetap dibutuhkan jika ternyata
alat bukti yang digunakan dinilai belum cukup untuk membuktikan bahwa
107
M. Nurul Irfan,Hukum Pidana Islam (Jakarta : Amzah, 2016), h. 93
Peneliti juga berpendapat bahwa pelaku Pedofilia dihukum mati, hal
pelaku perbuatan ini, diantaranya hadits dari Ibnu Abbas riwayat Ahmad,
Abu Dawud (hadits no. 4462), Ibnu Majah (hadits no. 2561), At-Tirmidzi
a. Hukuman Mati
b. Hukuman Penjara
Hukuman ini terdapat dalam KUHP Pasal 290 ayat 2 dan 3, Pasal
291 ayat 1 dan 2, dan Pasal 292. Serta Peraturan Pemerintah Pengganti
c. Hukuman Denda
d. Hukuman Kebiri
bagi pelaku Pedofilia, akan tetapi dalam hukum Islam ada hukuman ta’zir
yang dibutuhkan jika alat bukti yang digunakan dinilai belum cukup untuk
seksual Pedofilia.
yang jelas mengenai hukuman bagi pelaku Pedofilia, selain itu hukum
dibuktikan dengan adanya hukuman jenis baru yaitu hukuman kebiri kimia
B. Kesimpulan
berikut :
Pedofilia yaitu pertama, dalam hukum Islam belum dikenal istilah Pedofilia,
Kedua, dasar hukum Pedofilia dalam hukum Islam yaitu Al-Qur’an dan
Pedofilia dapat dihukum mati atau dihukum ta’zir. Sedangkan dalam hukum
hukuman atas perbuatannya, sehingga hal ini dapat menjadi pelajaran bagi
beda.
hukum Islam belum adanya istilah dan definisi pasti mengenai perbuatan
Pedofilia. Sedangkan, dalam hukum positif, sudah ada istilah dan definisi
yang jelas tentang Pedofilia. Kedua, dalam hukum Islam belum ada aturan
kuat yaitu Al-qur’an dan hadits. Kedua, memiliki hukuman mati sebagai
memiliki istilah yang pasti mengenai perbuatan Pedofilia. Kedua, sudah ada
C. Saran
Abdillah Ahmad, Abu. 2012. Ensiklopedi Anak. terj. Ali Nur. Jakarta : Darus
Sunnah.
Abu Daud, Imam. 1999. Sunan Abu Daud. Beirut : Dar Al-Fikr.
Daib Al-Bagha, Musthafa. 1993. Matan Ghoyah Wattaqrib. terj. Fuad Kauma.
Semarang : Toha Putra.
Hanafi, Ahmad. 1993. Asas-Asas Hukum Pidana Islam. Jakarta : Bulan Bintang.
Ibnu Majah, Imam. 2009. Sunan Ibnu Majah. Lebanon : Dar Al-Kutub Al-
Ilmiyah.
Irfan, M. Nurul. 2016. Hukum Pidana Islam. Jakarta : Amzah.
Rifa’i, Moh, Moh Zuhri, dan Salomo. 1978. Terjemah Khulashah Kifayatul
Akhyar. Semarang : Toha Putra.
Sandi, Ahmad. Hukum Kebiri Bagi Pelaku Pedofilia Dalam Perspektif Hukum
Islam Dan Peluang Penerapannya Di Indonesia. Skripsi, Fakultas
Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Jakarta, 2015.
Tohir Sjamsuddin, Anas. 1982. Kitab Taqrib Himpunan Hukum Islam. Surabaya :
Al-Ikhlas.