PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
TESIS
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
i
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
WISATAWAN DALAM PASOKAN JASA
PARIWISATA OLEH BIRO PERJALANAN WISATA
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Ida Bagus Wyasa Putra, SH., M.Hum Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra, SH., M.Hum
Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Direktur Program Pascasarjana
Universitas Udayana Universitas Udayana
Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH., M.Hum., LLM. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S (K)
iii
Tesis Ini Telah Diuji
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Dengan ini menyatakan bahwa Karya Ilmiah Tesis ini bebas Plagiat. Apabila
dikemudian hari terbukti Plagiat dalam karya penulis ini, maka saya bersedia
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Om Swastiastu,
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena
WISATA”.
gelar Magister Hukum pada Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Program
dukungan moral dari berbagai pihak. Karena itu, melalui kesempatan ini penulis
1. Bapak Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD, KEMD, Rektor Universitas
2. Ibu Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S (K), Direktur Program
3. Ibu Dr. Ni Ketut Supasti Darmawan, S.H., M.H., LLM, Ketua Program
vi
4. Bapak Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra, SH, MH, Sekretaris Program
5. Ibu Dr. Ni Ketut Sri Utari, S.H, M.H., Pembimbing Akademik yang
6. Bapak Prof. Dr. Ida Bagus Wyasa Putra, SH, MH., Dosen Pembimbing I
7. Bapak Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra, SH, MH, Dosen Pembimbing II
8. Para Penguji Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, S.H., M.H.,, Bapak Dr. I
Made Udiyana, S.H., M.H.,, dan Ibu Dr. Desak Putu Dewi Kasih, S.H.,
10. Staff Tata Usaha Program Studi Magister Hukum dan Staff
11. Orang Tua saya, Putu Indra Primantara dan Evy Rossy Primantara,
vii
Agung Primantara dan Richad Krishnadana Primantara yang telah
penulis, Agus, Eva, Gung Rian, Andika, Sukma, Intan, Ditha, Milla,
dapat segera menyelesaikan tesis ini, yaitu Mbak Wulan, Vadilla, Ayu
Sudiani, dan khususnya kepada atasan saya Pak Herry Antolis, Pak
15. Semua pihak yang telah menjadi narasumber, dari H.I.S Tour & Travel,
Rama Duta Tour & Travel, Bayu Buana Travel Management, Melali
Bali, ASITA Bali, dan Badan Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu
Provinsi Bali, atas waktu dan informasinya, sehingga penelitian tesis ini
apa yang telah penulis uraikan dalam tesis ini. Penulis menyadari
viii
kritikan-kritikan ataupun pendapat lainnya sebagai bahan pertimbangan dan
Penulis
ix
ABSTRAK
x
ABSTRACT
xi
RINGKASAN
xii
Ekonomi Kreatif Nomor 8 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Standar Usaha
Jasa Perjalanan Wisata dan sanksi-sanksi yang ditentukan.
Bab IV merupakan bab yang membahas tentang rumusan masalah kedua,
yaitu kesiapan biro perjalanan wisata dalam melaksanakan peraturan perlindungan
wisatawan dalam pasokan jasa pariwisata oleh biro perjalanan wisata. Dalam bab
ini diuraikan hasil penelitian penulis terhadap kesiapan biro perjalanan wisata
yang berada di sekitar denpasar dan badung, untuk memenuhi standarisasi
sebagaimana diatur dalam peraturan menteri pariwisata dan ekonomi kreatif
Nomor 4 Tahun 2014 tentang Standar Usaha Perjalanan Wisata. Secara lebih
mendalam dibahas tentang standar usaha yang wajib dipenuhi oleh Biro
Perjalanan Wisata, yang terdiri dari 3 (tiga) aspek yaitu aspek produk, yang terdiri
dari 20 (duapuluh) unsur; aspek pelayanan, yang terdiri dari 7 (tujuh) unsur; dan
aspek pengelolaan, yang terdiri dari 11 (sebelas) unsur.
Bab V merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan akhir atas jawaban
rumusan masalah yang telah disampaikan dalam bab III dan bab IV, serta
disampaikan pula saran-saran yang diberikan oleh penulis kepada pihak-pihak
yang berkepentingan dengan standar usaha jasa perjalanan wisata ini.
xiii
DAFTAR PUSTAKA
ABTRAK …………………………………………………………………… ix
ABSTRACT ………………………………………………………………… x
RINGKASAN ………………………………………………………………. xi
xiv
1.5.1 Manfaat Teoritis ………………………………………. 10
xv
2.3. Konsep dan Pengaturan Hak-Hak Wisatawan atas Perlindungan
52
Hukum …………………………………………………………...
xvi
BAB V PENUTUP 116
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR INFORMAN
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
tempat-tempat tertentu dengan tujuan untuk rekreasi dalam jangka waktu tertentu.
Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber devisa non Migas yang cukup
Kreatif pada Januari hingga Juli 2014 menunjukkan bahwa tingkat kunjungan
pertumbuhan sebesar 9.37%. Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa pada bulan
Juli 2014, kunjungan wisatawan tertinggi adalah melalui Bandara Ngurah Rai,
Bali dengan tingkat kunjungan sebesar 358.907, yang selanjutnya diikuti dengan
1
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 2014, Jumlah Kunjungan Wisatawan
Mancanegara Menurut Pintu Masuk dan Kebangsaan Bulan Juli 2014,
1
2
sebuah sub sistem dari sistem pariwisata secara keseluruhan. Struktur Industri
Pariwisata dimulai dari travel generating region, dari mana calon wisatawan akan
merencanakan dan memulai perjalanan wisatanya. Hal ini berlaku apabila calon
untuk merencanakan suatu perjalanan wisata. Sub sistem industri pariwisata akan
tersebut, maka dapat dilihat bahwa pentingnya keberadaan suatu usaha jasa
seseorang terhadap tempat wisata yang akan dikunjunginya. Oleh sebab itu,
itu merupakan salah satu faktor yang mendorong muncul dan berkembangnya
keperluan orang yang mengadakan perjalanan baik darat, udara, maupun laut
Perjalanan Wisata ini terdiri dari dua jenis, yaitu Biro Perjalanan Wisata dan Agen
Perjalanan Wisata.
Suatu perusahaan dapat disebut sebagai Biro Perjalan Wisata apabila kegiatan
perjalanan wisata atau paket wisata atas inisiatif sendiri dan tanggung jawab
Biro Perjalanan Wisata sering kali mengadakan berbagai macam bentuk paket
wisata untuk menarik minat wisatawan yang akan datang ke suatu daerah wisata.
Paket wisata dapat diartikan sebagai suatu perjalanan wisata dengan beberapa
tujuan wisata yang tersusun dari berbagai fasilitas jasa perjalanan tertentu dan
akomodasi hotel, restoran, dan berbagai macam bentuk usaha wisata lainnya.
Paket wisata yang sudah dibuat dengan baik dapat dipasarkan langsung oleh biro
4
I Gde Pitana dan I Ketut Surya Diarta, ibid, h. 124.
5
I Gusti Putu Bagus Sasrawan Mananda, 2011, “Studi Kelayakan Pendirian PT. Medussa
Multi Bussines Center (MMBC) Sumanda Tour & Travel di Bali (Kajian Aspek Pasar Finasial)”,
(tesis) Program Studi Magister (S2) Manajemen Pascasarjana Universitas Udayana, h. 48.
6
Muljadi A.J., op.cit, h. 131.
4
perjalanan wisata itu sendiri ataupun melalui agen perjalanan wisata, yang
nantinya akan diperoleh imbalan berupa komisi penjualan paket wisata yang telah
Travel Agent menduduki posisi yang amat penting dalam industri pariwisata
pariwisata di satu pihak dan wisatawan potensial di lain pihak. Travel Agent
memiliki karakteristik utama berupa yaitu agent (agen). Berkaitan dengan hal itu,
Tourism, Travel and Hospitality Law, menyatakan bahwa “At common law an
lalu lintas devisa, pakaian dan perlengkapan yang harus dibawa, memberi saran
pengertian pelayanan dan bantuan untuk mendapatkan sesuatu atau suatu sistem
merupakan pihak yang memperoleh imbalan atas jasa yang diberikannya dari
Bali, selama tahun 2013 terdapat 377 Biro Perjalanan Wisata di Bali, yang dibagi
dalam beberapa jenis, yaitu Biro Perjalanan Wisata (BPW), Cabang Biro
Perjalanan Wisata (CBPW), Biro Perjalanan Wisata MICE (BPW MICE), dan
Keberadaan Biro Perjalanan Wisata di Bali telah diatur secara khusus dalam
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2010 tentang Usaha Jasa
Perjalanan Wisata (UJPW). Dalam Pasal 1 Angka 13 Perda ini, disebutkan bahwa
disebutkan bahwa salah satu bentuk kegiatan Biro Perjalanan Wisata ini adalah
Perjalanan Wisata sering kali mengadakan berbagai macam bentuk paket wisata
untuk menarik minat wisatawan yang akan datang ke suatu daerah wisata. Paket-
paket tersebut meliputi layanan akomodasi hotel, restoran, dan berbagai macam
9
Ida Bagus Wyasa Putra, et.al., 2003, Hukum Bisnis Pariwisata, Refika Aditama, Bandung,
h.1.
6
Biro Perjalanan Wisata ini sering kali tidak ditunjang dengan faktor perlindungan
khusus yang dibuat secara tertulis antara pihak Biro Perjalanan Wisata dengan
wisatawan. Sedangkan dalam pasal 11 angka 1 Huruf a dalam Perda Provinsi Bali,
Maraknya kasus kecelakaan lalu lintas yang belakangan ini terjadi terhadap
Bus Pariwisata, seperti yang terjadi pada Bus Pariwisata Giri Indah, tanggal 21
Agustus 2013 di Jalan Raya Puncak-Bogor, atau kasus kecelakaan Bus Pariwisata
penyelesaian dari kasus-kasus yang telah terjadi sebelumnya terlihat tidak jelas.
bergantung pada kepuasan wisatawan yang menggunakan jasa mereka. Hal ini
atas pelayanan yang akan dinikmati kemudian (after sales services) dan
disebabkan oleh kurang mampunya Biro Perjalanan Wisata dalam membuat paket
wisata yang tersusun dan terkelola dengan baik. Perencanaan yang matang adalah
salah satu kunci penting untuk dapat menyelenggarakan suatu paket perjalanan
wisata yang sukses. Pada dasarnya, proses penyusunan paket wisata ini sangat
diutamakan adalah harga yang murah dan mampu menarik minat wisatawan,
wisatawan. Padahal standarisasi yang jelas dan tepat merupakan salah satu
2014. Dalam Pasal 9 ayat 4 huruf a telah disebutkan bahwa standar usaha bagi
Biro Perjalanan Wisata meliputi 3 aspek, yaitu 1. Produk, yang terdiri dari 20
unsur, 2. Pelayanan, yang terdiri dari 7 unsur, dan 3. Pengelolaan, yang terdiri dari
10
Oka A. Yoeti, op.cit, h.33.
8
lanjut dalam Lampiran Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor
4 Tahun 2014.
sebagaimana ditentukan dalam peraturan menteri, dan kendala yang dialami oleh
Negaranya maupun orang asing yang berada di Negaranya. Sementara itu, apabila
dilihat dalam aspek ekonomi, adanya jaminan perlindungan hukum akan sangat
penelitian ini diharapkan dapat memberikan saran dan masukan kepada pihak-
pihak yang berkepentingan yaitu pemerintah dan biro-biro perjalanan wisata, agar
11
Violetta Simatupang, 2009, Pengaturan Hukum Kepariwisataan Indonesia, PT. Alumni,
Bandung, h. 59.
12
Made Metu Dhana, 2012, Perlindungan Hukum dan Keamanan Terhadap Wisatawan,
Paramita, Surabaya, h. 1.
9
beberapa permasalahan yang penting untuk dibahas secara lebih lanjut. Adapun
Wisata?
Perjalanan Wisata?
dibahas. Adapun ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai
berikut :
Wisata.
10
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji bentuk tanggung
Wisata.
Wisata.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian lainnya
Secara Praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi saran dan masukan
ilmiah yang sama-sama membahas tentang Biro Perjalanan Wisata namun dengan
2013.
Tesis ini menggunakan metode penelitian hukum Normatif. Dalam tesis ini
2. Judul Penelitian: Tinjauan Yuridis Sosiologis Perijinan Usaha Biro dan Agen
tentang perijinan Usaha Biro dan Agen Perjalanan Wisata di kota tersebut.
Wisata.
2008.
standarisasi yang harus dimiliki oleh Biro Perjalanan Wisata untuk dapat
13
berlaku.
diperlukan berbagai teori yang ada relevasinya dengan penelitian ini, yaitu:
Teori Hukum Murni adalah teori yang dipelopori oleh Hans Kelsen. Teori ini
berusaha menelaah ilmu hukum dari dalam ilmu itu sendiri, dengan menggunakan
metode ilmu hukum itu sendiri, dan dengan menghilangkan pengaruh ilmu lain
dalam menganalisa hukum, dengan tujuan agar kajiannya hanya bertumpu pada
Suatu norma hukum dengan norma hukum yang lainnya semestinya tidak
saling bertentangan, karena norma hukum berada pada sebuah sistem yang
tersusun secara hierarkis, yang seluruhnya bersumber pada satu sistem besar yang
merupakan satu norma dasar (groundnorm), yaitu konstitusi. Sementara itu, Hans
kaidah hukum lainnya adalah wajar terjadi, mengingat ketika berbicara dalam
tataran yang lebih konkrit maka dimungkinkan adanya penafsiran antara satu
sama lain.14
dalam suatu Negara juga berjenjang dan bertingkat hingga membentuk suatu tertib
hukum, sehingga norma yang dibawah berdasar, bersumber dan berlaku pada
norma yang lebih tinggi. Norma dalam Negara itu juga membentuk kelompok
norma hukum yang terdiri atas 4 (empat) kelompok besar, yaitu :15
3. Formellgesetz (Undang-undang)
Wisata. Pengaturan tentang standar usaha jasa perjalanan wisata ini merupakan
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada tanggal 11 April 2014, sehingga diperlukan
adanya kajian secara mendalam terkait pasal-pasal dalam peraturan ini, untuk
mengetahui tentang letak peraturan menteri ini dalam sistem hukum di Indonesia
dan ada atau tidaknya norma-norma yang bertentangan, baik dalam peraturan
menteri itu sendiri, ataupun dengan peraturan-peraturan lain yang ada di atasnya.
menganalisis tentang kesediaan dari subjek hukum atau pelaku tindak pidana
15
Hoemam Fairuzy Fahmi, 2012, Teori Hans Kelsen dan Hans Nawiasky,
http://www.scribd.com/doc/85318361/Teori-Hans-Kelsen-Dan-Hans-Nawiansky, diakses tanggal
7 September 2014.
15
Amad Sudiro.
Tanggung jawab hukum dapat dibagi dalam tiga bidang tanggung jawab,
yaitu Tanggung Jawab bidang Perdata, bidang Pidana, dan bidang Adminsitrasi.
dilaksanakannya suatu kewajiban oleh subjek hukum dan atau subjek hukum
dalam bidang administrasi dapat dikenakan pada subjek hukum yang melakukan
yang ditetapkan oleh pemerintah, maka pelaku usaha tersebut berhak untuk
dinakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha. Sementara itu dalam
bentuk penjatuhan sanksi pidana, yang terdiri dari pidana pokok dan pidana
tambahan.
yaitu:17
16
Salim HS dan Erlies Septianan Nurbani, 2014, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian
Tesis dan Disertasi (Buku Kedua), PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disingkat Salim
HS dan Erlies Septianan Nurbani I), h. 208.
17
Hans Kelsen, 2006, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, Nusa Media, Bandung, h. 95.
16
Teori Tanggung Jawab Hukum dari Hans Kelsen ini berkaitan dengan
rumusan masalah pertama yang membahas tentang norma dan sanksi terhadap
Usaha Jasa Perjalanan Wisata. Teori ini digunakan untuk menganalisis tanggung
jawab yang dapat dibebankan kepada Biro Perjalanan Wisata yang tidak mampu
Fokus kajian Teori Perlindungan Hukum ini adalah perlindungan hukum yang
posisi lemah, baik secara aspek yuridis maupun aspek ekonomis.18 Sementara itu,
18
Salim HS dan Erlies Septianan Nurbani, 2013, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian
Tesis dan Disertasi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disingkat Salim HS dan Erlies
Septianan Nurbani II) h. 259.
17
pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan
perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-
tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman
kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya
dalam mencapai tujuannya tersebut, hukum memiliki tugas untuk membagi hak
19
Santjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 54.
20
Setiono, 2004, Rule of Law (Supremasi Hukum), Magister Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, h. 3.
21
Muchsin, 2003, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Magister
Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, h. 14.
18
dan kewajiban setiap orang dalam suatu masyarakat, membagi wewenang, dan
hukum.22
dengan teori ini, akan dikaji terkait kesiapan Biro Perjalanan Wisata dalam
terkait dengan hak dan kewajiban, wewenang yang dimiliki oleh Biro Perjalanan
22
Salim HS dan Erlies Septianan Nurbani II, op.cit, h. 269.
23
Salim HS dan Erlies Septianan Nurbani II, op.cit, h. 303.
19
yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah.
Peraturan dibagi 2 macam, yaitu peraturan pusat yang berlaku untuk semua warga
negara atau suatu golongan tertentu saja maupun yang berlaku umum di sebagian
wilayah negara dan peraturan setempat hanya berlaku suatu tempat atau daerah
saja.
bidang penegakan hukum yang tidak hanya mencakup law enforcement, akan
tetapi juga mencakup peace maintenance (penegakan secara damai). Para penegak
Sarana atau fasilitas merupakan segala hal yang dapat digunakan untuk
mendukung dalam proses penegakan hukum. Sarana atau fasilitas, meliputi tenaga
kerja manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan
yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. Kalau hal itu tidak
24
Salim HS dan Erlies Septianan Nurbani II, op.cit, h. 307.
20
4. Faktor Masyarakat
terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Masyarakat dalam
konteks penegakan hukum erat kaitannya, di mana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan.
5. Faktor Kebudayaan
Kebudayaan diartikan sebagai karya, cipta dan rasa yang tersebut harus
rumusan masalah kedua yang membahas tentang kesiapan biro perjalanan wisata dalam
melaksanakan standar usaha jasa perjalanan wisata. Melalui teori ini, akan dikaji tentang
bagaimana peraturan menteri ini dapat ditegakkan dengan baik. Karena kelima faktor
secara seksama dalam proses penegakan hukum, agar dapat terciptanya suatu penegakan
Hakekat keilmuan dari ilmu hukum merupakan kajian yang menarik karena
terdiri dari dua unsur yang saling berkaitan yakni fakta kemasyarakatan dan
penelitian ini menyangkut tentang data25. Dimana penelitian ini beranjak dari
adanya kesenjangan antara das solen dan das sein, yaitu adanya kesenjangan
antara keadaan teoritis dengan fakta hukum yang terjadi dalam masyarakat.
yang sifatnya deskriptif, dan Penelitian yang sifatnya eksplanatoris. Adapun yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian yang sifatnya deskriptif.
norma-norma hukum, karya tulis yang dimuat baik dalam literatur maupun jurnal,
doktrin, serta laporan penelitian terdahulu sudah mulai ada dan bahkan jumlahnya
25
Philipus M. Hadjon dan Titiek Sri Djatmiati, 2005, Argumentasi Hukum, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, h. 2
22
cukup memadai, sehingga dalam penelitian ini hipotesis boleh ada atau boleh juga
tidak.
Deskriptif tersebut meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu
kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau makna aturan
Data yang diteliti dalam penelitian hukum empiris ada dua jenis, yaitu:
a.) Data Primer, adalah data yang bersumber dari penelitian di lapangan yaitu
suatu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan, yaitu
Dalam penelitian ini, data primer yang digunakan adalah data yang didapat
dari Biro Perjalanan Wisata yang berada di sekitar Denpasar dan Badung.
b.) Data Sekunder adalah suatu data yang bersumber dari penelitian kepustakaan,
yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya,
Menurut Peter Mahmud Marzuki,26 bahan hukum primer ini bersifat otoritatif,
yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk itu. Adapun bahan
6. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Usaha Jasa
Perjalanan Wisata.
ii. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang dapat memberikan
ilmiah, surat kabar koran), pamphlet, brosur, karya tulis hukum atau
26
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, h. 144 -
154.
27
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, h. 251-262.
24
pandangan ahli hukum yang termuat dalam media massa dan berita di
internet.
Terkait penelitian ini maka digunakan sumber dari kepustakaan seperti buku-
hukum yang termuat dalam media massa maupun berita di internet yang
Perjalanan Wisata.
iii. Bahan Hukum Tersier, atau menurut Peter Mahmud Marzuki merupakan
bahan non hukum yang digunakan untuk menjelaskan, baik bahan hukum
dan lain-lain.
sumber kepustakaan yang relevan dengan permasalahan yang dibahas dengan cara
maupun asing, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat
secara lisan dimana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara
merupakan salah satu teknik yang sering dan paling lazim digunakan dalam
dengan makna bahwa menentukan seberapa besar atau sejauh mana keberlauan
28
Cholid Narbuko dan H. Abu Achmadi, 2004, Metodologi Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta,
h. 83.
26
Populasi dapat berupa himpunan orang, benda (hidup atau mati), kejadian, kasus-
kasus, waktu, aatau tempat, dengan sifat dan ciri yang sama. Sedangkan sampel
adalah himpunan bagian atau sebagian dari populasi. Dalam suatu penelitian,
sampel.29
Populasi dalam penelitian ini adalah Biro Perjalanan Wisata dan sampel
dalam penelitian ini adalah Biro Perjalanan Wisata yang berada di sekitar
Denpasar dan Badung. Penentuan lokasi sampel penelitian ini didasarkan pada
data Direktori Pariwisata Bali 2013, yang menunjukkan bahwa hampir seluruh
Biro Perjalanan Wisata yang ada di Propinsi Bali berdomisili di Daerah Kota
Secara garis besar teknik sampling dari populasi dibedakan atas dua cara,
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teknik Non Probability
Sampling.
Dalam hal ini tidak ada ketentuan yang pasti berapa sampel yang harus
diambil agar dapat dianggap mewakili populasinya. Dan bentuk Teknik Non
29
Bambang Sunggono, 2009, Metodologi Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada,
Jakarta, h. 119.
27
penarikan sampel dilakukan berdasarkan tujuan tertentu, yaitu sampel dipilih atau
ditentukan sendiri oleh peneliti yang mana penunjukan dan pemilihan sampel
seperti: Analisis Data Kualitatif dan Analisis Data Kuantitatif. Adapun analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Data Kualitatif. Penelitian
yuridis normatif yang bersifat kualitatif adalah penelitian yang mengacu pada
Dalam analisis ini, data yang dikumpulkan adalah data naturalistik yang
terdiri atas kata-kata yang tidak diolah menjadi angka-angka, data sukar diukur
dapat disusun kedalam struktur klasifikasi, hubungan antar variabel tidak jelas,
pedoman wawancara.
BAB II
PERJALANAN WISATA
2.1. Konsep dan Pengaturan Perlindungan Hukum oleh Pelaku Usaha Wisata
Sebagai makhluk sosial maka sadar atau tidak sadar manusia selalu
mengurangi ketegangan dan konflik maka tampil hukum yang mengatur dan
hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang
bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. 32 Dengan kata lain
30
R. Soeroso, 2006, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 49.
31
Soedjono Dirjosisworo, 2001, Pengantar Ilmu Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.
131.
32
Anonim, Perlindungan Hukum, http://statushukum.com/perlindungan-hukum.html, diakses
tanggal 22 Januari 2015.
28
29
perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep
Perlindungan hukum merupakan salah satu hal terpenting dalam unsur suatu
negara hukum. Hal tersebut dianggap penting, karena dalam pembentukan suatu
negara akan dibentuk pula hukum yang mengatur tiap-tiap warga negaranya.
terjalin suatu hubungan timbal balik, yang mengakibatkan adanya suatu hak dan
kewajiban antara satu sama lain, dan perlindungan hukum merupakan salah satu
hak yang wajib diberikan oleh suatu Negara kepada warga negaranya.
Rule of Law karena lahirnya konsep-konsep tersebut tidak lepas dari keinginan
Rechtsct muncul di abad ke-19 yang pertama kali dicetuskan oleh Julius
Stahl.Pada saatnya hampir bersamaan muncul pula konsep negara hukum (rule of
Law) yang dipelopori oleh A.V.Dicey. menurut A.V. Dicey menguraikan adanya
3 (tiga) ciri penting negara hukum yang disebut dengan Rule of Law, yaitu :33
2. Kedudukan yang sama didepan hukum, baik bagi rakyat biasa atau pejabat
pemerintah.
33
Nuktoh Arfawie Kurdie, 2005, Telaah Kritis Teori Negara Hukum, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, h. 19.
30
pengadilan.
Sehingga dapat dikatakan, jika suatu Negara mengabaikan dan melanggar hak
asasi manusia dengan sengaja dan menimbulakn suatu penderitaan yang tidak
mampu diatasi secara adil, maka Negara tersebut tidak dapat dikatakan sebagai
bahwa hukum adalah kumpulan peraturan dan kaedah yang mempunyai isi yang
bersifat umum, karena dapat berlaku bagi setiap orang, dan normatif, karena
sebagai dasar untuk menentukan apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh
dilakukan, ataupun apa yang harus dilakukan, serta mengatur tentang cara
34
Zulham, 2013, Hukum Perlindungan Konsumen, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h.
133.
35
Anonim, Definisi „perlindungan‟, http://www.artikata.com/arti-370785-perlindungan.html,
diakses tanggal 22 Januari 2015.
36
ibid.
37
Sudikno Mertokusumo, 1991, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, h.
38.
31
upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk
memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan
Hukum adalah penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal ini hanya
perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait
pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia
segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang
38
Satjipto Raharjo, 2003, Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Kompas, Jakarta, h. 121.
39
Philipus M. Hadjon, 2011, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada
University Press, Yogyakarta, h. 10.
40
Anonim, 2014, Pengertian Perlindungan Hukum Menurut Para Ahli,
http://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-menurut-para-ahli/, diakses tanggal 22
Januari 2015.
32
Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat, adalah
suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau
aparat keamanan untuk memberikan rasa aman baik fisik maupun mental, kepada
korban dan saksi, dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak
seseorang dan/atau kelompok melakukan suatu kegiatan yang bersifat negatif atau
41
Dinni Harina Simanjuntak, 2011, Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Hukum Bagi
Franchise Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997,
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35732/6/Chapter%20III-V.pdf, diakses tanggal 22
Januari 2015.
42
Made Metu Dahana, op.cit, h. 58.
33
bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa dan sangat berarti bagi tindakan
pemerintah yang didasarkan pada kebebasan bertindak. Hal ini juga mendorong
bagi rakyat Indonesia, terdapat berbagai badan yang secara parsial mengurusnya.
terhadap suatu tindak pemerintah oleh pihak yang merasa dirugikan oleh tindakan
Hukum adalah segala upaya pemerintah untuk menjamin adanya kepastian hukum
warga negara tidak dilanggar, dan bagi yang melanggarnya akan dapat dikenakan
43
Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, PT. Bina Ilmu,
Surabaya, h. 2.
34
banyak.44 Dalam hal ini, wisatawan adalah konsumen barang dan/atau jasa,
perlindungan hukum yang berkaitan dengan kualitas barang dan/atau jasa yang
Indonesia. Pada satu sisi, hal ini memberikan keuntungan kepada konsumen untuk
dapat memilih berbagai macam barang dan/atau jasa yang ditawarkan oleh pelaku
usaha.
Sementara itu, adanya persaingan yang tidak sehat dari pelaku usaha untuk
konsumen. Karena sering kali dalam persaingan tersebut, pelaku usaha lebih
44
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2003, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen,
PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal 98.
35
atau/jasa yang dihasilkannya. Sehingga hal ini membuat adanya kedudukan yang
tidak seimbang antara pelaku usaha dengan konsumen yang menggunakan barang
dan/atau jasanya. Hal inilah yang mendorong timbulnya suatu peraturan yang
itu sendiri.46
mempunyai banyak arti dan ruang lingkup, dari pengertian yang paling sederhana,
yaitu hanya berupa layanan dari seseorang kepada orang lain, bisa juga diartikan
45
AZ. Nasution, 2003, Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, dalam Jurnal Teropong, Edisi
Mei, Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta,
hal 6-7.
46
Zulham, op.cit, h. 21.
36
sebagai mulai dari pelayanan yang diberikan oleh manusia, baik yang dapat dilihat
(explicit service) maupun yang tidak dapat dilihat, yang hanya bisa dirasakan
dalam perjanjian jasa dan benda-benda lainnya. Jenis jasa perjalanan dapat
orang sebagai penyedia jasa. Hal ini sangat berbeda dengan perusahaan
sangat luas. Yang dimaksud dengan pelaku usaha bukan hanya produsen,
47
Siti Nurhayati, 2009, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Pengguna Jasa Biro
Perjalanan Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
Jurnal, Volume 2 Nomor 2, Universitas Pembangunan Panca Budi, Medan.
37
Adanya hubungan hukum tersebut dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu :48
1. Hubungan Langsung
pada umumnya dilakukan dengan perjanjian jual beli, baik yang dilakukan secara
lisan maupun tertulis. Salah satu bentuk perjanjian tertulis yang banyak dikenal
adalah perjanjian baku, yaitu bentuk perjanjian yang banyak digunakan, jika salah
satu pihak sering berhadapan dengan pihak lain dengan jumlah yang banyak dan
1338 ayat (1) BW, yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara
produsen dan konsumen yang tidak secara langsung terikat pada perjanjian,
48
Ahmadi Miru, 2011, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia,
PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 34-36.
38
dengan konsumen ini tidak berarti bahwa pihak konsumen yang dirugikan tidak
berhak menuntut ganti rugi kepada produsen dengan siapa dia tidak memiliki
hubungan perjanjian, karena dalam hukum perikatan tidak hanya perjanjian yang
melahirkan perikatan, akan tetapi dikenal ada dua sumber perikatan, yaitu
liability) barang atau jasa yang dikonsumsi oleh konsumen dan pengguna jasa.
konsumen harus disertai pula analisis mengenai siapa yang semestinya dibebani
padanya.
melakukan suatu akibat kerugian bagi orang lain, harus memikul tanggungjawab
tuntutan kompensasi dan ganti rugi pada pihak yang mengakibatkan terjadinya
jalur hukum. Proses penyelesaian sengketa konsumen diatur dalam Bab X Pasal
45 sampai Pasal 48 UUPK 1999. Berdasarkan Pasal 45 ayat (2) UUPK 1999
39
Konsumen.
badan yang didirikan oleh pemerintah yang bertugas untuk melindungi konsumen
wewenang dari kedua badan tersebut, maka konsumen yang merasa telah
pelaku usaha melalui gugatan perdata dapat diajukan kepada peradilan umum
49
Ahmadi Miru, op.cit, h. 157.
40
yang menangani perkara pidana dan perdata yang meliputi Pengadilan Negeri,
asalnya menuju tempat wisata yang diinginkannya, hingga kembali lagi ke tempat
asalnya. Dalam proses tersebut, terdapat berbagai bidang jasa pariwisata yang
wisata, apabila diperlukan. Biro Perjalanan Wisata sebagai salah satu bentuk
daya tarik pariwisata, usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang terkait dengan
bidang-bidang tersebut, yang terdiri dari Biro Perjalanan Wisata dan Agen
Perjalanan Wisata. Namun dalam peraturan ini tidak dijelaskan mengenai definisi
mendesain berbagai macam produk wisata dari berbagai jasa pariwisata yang ada,
menjadi sebuah paket perjalanan wisata yang menarik untuk wisatawan. Produk
wisata yang terdapat dalam paket tersebut umumnya berupa jasa akomodasi dan
transportasi.51
Suatu perusahaan dapat disebut sebagai Biro Perjalan Wisata apabila kegiatan
perjalanan wisata atau paket wisata atas inisiatif sendiri dan tanggung jawab
tersebut.52 Namun menurut Oka A. Yoeti, suatu Biro Perjalanan wisata atau Tour
pula berupa suatu maskapai penerbangan (airlines) yang bertujuan untuk menjual
tempat duduk (seats) pesawatnya. Atau dapat pula berupa suatu hotel yang
terletak dalam suatu “tourist resort”, yang bertujuan untuk menjual kamarnya.53
Biro Perjalanan Wisata memiliki peran yang penting dalam suatu kegiatan
pariwisata, menurut mereka “This is the party, regardless of name, who organizes
the package, that is selects and arranges the components. The tour operator may
50
Muljadi, op.cit, h. 125.
51
I Gde Pitana dan I Ketut Surya Diarta, op.cit, h. 64.
52
I Gusti Putu Bagus Sasrawan Mananda, loc.cit.
53
Oka A. Yoeti, op.cit, h. 30.
42
that creates (packages) or markets inclusive tours, selling them through Travel
agent or directly to the public that may perform tour services or sub-contract for
such services.”55
lainnya, dan dikemas dalam suatu paket wisata yang dijual langsung kepada
wisatawan ataupun disalurkan melalui travel agent, dan apabila paket wisata
tersebut sudah laku terjual, maka Biro Perjalanan Wisata wajib untuk
melaksanakan tour tersebut kepada wisatawan, sesuai dengan tour itinerary yang
telah disepakati.
(global and local) and the many millions of people who participate in the sector
as consumers and suppliers”.56 Sehingga dalam hal ini, biro perjalanan wisata
54
Trevor C. Atherton and Trudie A. Atherton, op.cit, h. 215.
55
Oka A. Yoeti, loc.cit.
56
World Tourism Organization, 2010, Joining Forces Collaborative Processess for
Sustainable and Competitive Tourism, World Tourism Organization, Madrid, h. 1. (selanjutnya
disebut World Tourism Organization I)
43
memiliki ijin usaha yang disebut Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP).
resmi yang membuktikan bahwa usaha pariwisata yang dilakukan oleh pengusaha
(Pasal 6 ayat 2)
apabila ada.
3. Surat Pernyataan tertulis yang menyatakan bahwa data dan dokumen yang
dapat mendirikan kantor cabang di ibukota provinsi dan dapat membuka gerai jual
yang belum memiliki kantor cabang. Cabang Biro Perjalanan Wisata memiliki
kegiatan yang sama dengan Biro Perjalanan Wisata Pusat, sedangkan kegiatan
gerai jual hanya dapat melakukan penjualan terhadap paket wisata yang dibuat
akomodasi, tempat makan, tempat konvensi, dan tiket pertunjukan seni budaya,
berkoordinasi dengan beberapa pihak agar program yang dibuat dapat berjalan
1. Airlines/maskapai penerbangan
dimana jasa mereka akan sangat dibutuhkan jika program yang ditangani oleh
sebuah Biro Perjalanan Wisata jaraknya sangat jauh dan akan menghabiskan
2. Penginapan/Hotel
dibuat dan diselenggarakannya. Selain itu, suatu usaha jasa perjalanan juga dapat
memberikan jasa untuk pelayanan jasa pemesanan kamar hotel oleh konsumen
57
Muljadi, op.cit, h. 126.
45
dan akan mendapat komisi sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat dengan
penginapan, makanan dan minuman serta jasa lainnya bagi umum dan dikelola
secara komersial.58
menyediakan fasilitas kendaraan darat yang dapat disewa dalam beberapa waktu.
4. Rumah makan/Restaurant
dan akan sangat dibutuhkan karena pada hakikatnya setiap peserta dalam
5. Guide/Pemandu Wisata
Peranan guide sangat penting dalam sebuah perjalanan wisata karena memiliki
tugas untuk menjelaskan setiap hal yang berkaitan dengan perjalanan wisata itu
sendiri baik selama di perjalanan maupun setelah tiba di obyek wisata. Beberapa
58
Muljadi, op.cit, h. 147-148.
46
3. Lokal guide (guide yang hanya memiliki lisensi pada sebuah obyek
wisata saja)
- Paspor
- Fiskal
7. Tour leader
setiap jadwal yang tercantum dalam itinerary agar perjalanan wisata berjalan
8. Porter
Porter bertugas untuk memindahkan luggage (barang) milik peserta dari satu
9. Art shop
Art shop adalah penyedia barang oleh – oleh atau cinderamata yang biasanya
harus ada dalam sebuah paket perjalanan wisata. Hal tersebut dimaksudkan agar
47
ini telah memiliki asosiasi yang bersifat nasional maupun internasional. Dalam
lingkup nasional, asosiasi itu bernama Association of the Indonesian Tour &
Indonesia yang didirikan di Jakarta, pada 7 Januari 1971 dan Kantor Pusatnya
yang tersebar di seluruh Indonesia, yang salah satunya terdapat di Bali. DPD
ASITA Bali didirikan pada tahun 1974, dan merupakan salah satu anggota
Stakeholder Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali atau yang lebih
dikenal dengan sebutan Bali Tourism Board. Anggota ASITA Bali terdiri dari 359
Biro Perjalanan Wisata (BPW) serta 13 Associate Member (sekolah dan cruise)
terkait dalam hal promosi, ASITA Bali telah terbentuk divisi-divisi yang
59
ASITA Bali, 2014, About Us, http://www.asitabali.org/aboutus.htm, diakses tanggal 23
Februari 2015.
48
usaha perjalanan, yaitu Pasific Area Travel Association (PATA) dan World
yang tidak mencari keuntungan (non-profit) di kawasan Asia Pasifik. Asosiasi ini
dibentuk pada tahun 1951 dan berkantor pusat di San Fransisco, Amerika Serikat.
Selain PATA dan WATA, terdapat juga asosiasi internasional yang berkaitan
(ICAO).
Sebagai anggota IATA, suatu usaha perjalanan wisata wajib untuk memiliki
pengaturan dan kemampuan terkait aturan-aturan yang menyangkut, antara lain :62
60
Ketut Sumadi, 2008, Kepariwisataan Indonesia : Sebuah Pengantar, Sari Kahyangan
Indonesia, Denpasar, h. 34.
61
Muljadi A.J., op.cit, h. 128.
62
Muljadi A.J., op.cit, h. 129.
49
Wisata adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang usaha jasa pariwisata,
Di Indonesia, Usaha Jasa Biro Perjalanan Wisata pertama kali diatur dalam
1988 tentang pelaksanaan Ketentuan Usaha jasa Perjalanan, dan disebut dengan
perjalanan ke dalam negeri dan atau di dalam negeri dan atau ke luar negeri. 63
Selanjutnya dalam Pasal 4 Bab II dijelaskan bahwa Biro Perjalanan Umum ini
2. Mengurus dan melayani kebutuhan jasa angkutan bagi perorangan dan atau
Kepariwisataan;
Undang ini, hanya mengatur secara umum tentang usaha jasa perjalanan wisata.
Pengaturan secara khusus tentang usaha perjalanan wisata dapat ditemukan dalam
tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Jasa Perjalanan Wisata. Dalam Pasal 1
ini dijelaskan bahwa pengusaha jenis usaha Biro Perjalanan wisata berbentuk
badan usaha Indonesia berbadan hukum, yang dalam hal ini berarti Perseroan
Persyaratan utama untuk menjalankan usaha Biro Perjalanan Wisata ini adalah
tersedianya tenaga professional dalam jumlah dan kualitas yang memadai serta
dimilikinya kantor tetap yang memenuhi syarat sesuai peraturan yang berlaku.
adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan kegiatan usaha pariwisata
di bidang usaha jasa perjalanan wisata. Ketentuan tentang badan usaha Indonesia
usaha yang berbadan usaha Indonesia saja yang boleh mengadakan usaha jasa
64
I Putu Gelgel, op.cit, h. 83.
52
of Nations) pada tahun 1937. Dalam forum tersebut dinyatakan bahwa, “tourist is
any person travelling for a period of 24 hours or more in a country other than
kriteria batasan seorang dapat dikatakan sebagai wisatawan terletak pada lama
waktu tinggal dan tujuan kunjungannya ke suatu tempat. Sedangkan menurut G.A.
yang telah dilakukan, untuk menambah pengetahuan, tertarik pada pelayanan yang
diberikan oleh suatu daerah tujuan wisata, yang nantinya dapat menarik
bukan merupakan tempat tinggalnya, untuk berbagai tujuan, tetapi bukan untuk
65
Muljadi, op.cit, h. 9.
66
Ketut Sumadi, op.cit, h. 51.
67
I Gede Pitana dan Putu G. Gayatri, 2005, Sosiologi Pariwisata, Andi Offset, Yogyakarta, h.
43.
53
one night, but less than a year, in a destination outside their usual
biasanya (home base), untuk periode kurang dari 12 (dua belas) bulan dan
ada beberapa komponen pokok yang secara umum disepakati secara internasional,
yaitu :70
1. Traveler, yaitu orang yang melakukan perjalanan antar dua atau lebih
lokalitas.
3. Tourist, yaitu bagian dari visitor yang menghabiskan waktu paling tidak
68
World Tourism Organization, 2011, Policy and Practice For Global Tourism, World
Tourism Organization, Madrid, h. 33. (selanjutnya disebut World Tourism Organization II)
69
Bambang Sunaryo, 2013, Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata : Konsep dan
Aplikasinya di Indonesia, Gava Media, Yogyakarta, h. 3
70
I Gde Pitana dan I Ketut Surya Diarta, op.cit, h. 45-46.
54
wisatawan sebagai setiap orang yang melakukan perjalanan dan menetap untuk
sementara di tempat lain selain tempat tinggalnya, untuk salah satu atau beberapa
2. Wisatawan Mancanegara
melakukan perjalanan diluar negara tempat tinggal biasanya selama kurang dari
12 bulan dari negara yang dikunjunginya, dengan tujuan bukan untuk memperoleh
71
Anonim, Wisatawan Domestik, http://www.anneahira.com/wisatawan-domestik.htm, diakses
tanggal 22 Januari 2015.
72
Basuki Antariksa, 2012, Peluang Dan Tantangan Pengembangan Kepariwisataan Di
Indonesia, http://www.parekraf.go.id/asp/detil.asp?c=101&id=1152, diakses tanggal 26 Januari
2015.
55
tujuan untuk “melarikan diri” sementara dari rutinitas yang selama ini
dilakukannya.;
dengan tujuan untuk menjaga kesehatan tubuh dan pikiran. Hal tersebut
pantai.;
kegiatan olah raga, merupakan salah satu hal yang melatar belakangi adanya
5. Curiousity and culture (rasa ingin tahu dan motivasi yang berkaitan dengan
hal ini adalah keinginan untuk melihat destinasi pariwisata yang memiliki
aktivitas budaya yang sangat penting, seperti festival musik, festival seni,
6. Ethnic and family (kesamaan etnik dan kunjungan kepada keluarga). Khusus
nenek moyangnya.
7. Spiritual and Religious (alasan yang bersifat spiritual dan keagamaan), hal
lain yang dewasa ini sering dilakukan oleh wisatawan adalah mengunjungi
memutuskan untuk mencari tempat yang tenang dan spiritual, untuk dapat
8. Status and prestige (menunjukkan status sosial dan gengsi), dengan tujuan
sosial dan gengsi yang tinggi karena mampu berwisata ke suatu destinasi
konferensi.
melakukan suatu pertimbangan untuk menentukan tujuan, waktu, dan cara yang
akan digunakan untuk mencapai tempat wisata tersebut, yang akhirnya membuat
Wall, proses pengambilan keputusan tersebut didasarkan pada lima fase yang
Dalam hal ini, wisatawan akan melakukan pencarian terkait detail informasi
tempat wisata yang akan dituju, melalui biro ataupun agen perjalanan wisata,
Hal ini meliputi: daerah tujuan wisata, jenis akomodasi, cara bepergian, dan
73
Sarbini Mbah Ben, 2010, Paradigma Baru Pariwisata : Sebuah Kajian Filsafat, Kaukaba
Dipantara, Yogyakarta, h. 76.
58
Wisata adalah hak yang dimiliki setiap orang untuk melakukan perjalanan ke
bebas, sukarela dan memiliki kaitan yang sangat erat dengan kehidupan dan
eksistensi manusia itu sendiri.74 Hal ini didasarkan pada ketentuan dalam Pasal
13 ayat 1 dan Pasal 24 dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM),
yang pada dasarnya menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak untuk bebas
dalam bergerak, beristirahat, dan berlibur. Pengaturan ini pun selanjutnya diatur
Civil and Political Rights (ICCPR) 1966, serta dalam pasal 6, 7, dan 8
Wisatawan adalah faktor utama penentu maju atau mundurnya suatu industri
macam usaha untuk dapat menarik minat wisatawan berkunjung pada suatu
daerah tujuan wisata. Salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan untuk
terhadap hak-hak yang dimilikinya, sehingga wisatawan tersebut rasa nyaman dan
aman. Menurut Made Metu Dahana, dalam melakukan perjalanan wisata terdapat
74
Muljadi A.J., op.cit, h. 21.
75
Made Metu Dahana, op.cit, h. 15.
59
dan pemerasan.
wisatawan, namun mampu mendatangkan rasa tidak aman dan nyaman kepada
3. Gangguan Kecelakaan
Gangguan ini dapat terjadi karena adanya kelalaian dari wsiatawan itu sendiri,
disebabkan oleh supir bus yang tidak disiplin atau tidak memenuhi standar
yang ada.
4. Gangguan Teroris
teroris merupakan kegiatan atau usaha yang menimbulkan rasa takut kepada
matang, kriminal, dan politik. Kegiatan teroris ini tidak hanya merugikan
perorangan atau kelompok, namun juga pemerintah atau Negara dan para
wisatawan.
IV Tourism Bill of Right and Tourist Code, yang menyatakan bahwa wisatawan
memiliki hak untuk mendapat jaminan keselamatan atas diri dan harta yang
yang berlaku;
lainnya;
kunjungan wisata;
memperoleh :
keterbatasan fisik, anak-anak, dan lanjut usia berhak mendapatkan fasilitas khusus
yang ada dalam undang-undang tersebut seorang wisatawan dapat disebut sebagai
konsumen, yang dalam hal ini adalah konsumen jasa di bidang pariwisata. Sebagai
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan;
62
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
Sebelum diatur dalam peraturan perundang undangan yang lain, UUPK dapat
digunakan untuk melindungi dan mengatur hak dan kewajiban seorang wisatawan
atau konsumen jasa pariwisata. Pengertian ini tidak hanya terbatas wisatawan
asing maupun domestik, tetapi juga berlaku bagi pelaku usaha yang melakukan
usaha dalam wilayah hukum Indonesia. Selain hak sebagai konsumen, wisatawan
juga dikenakan kewajiban seperti apa yang diatur dalam pasal 5 UUPK.
dalm memelihara dalam segala hal yang berhubungan dengan lingkungan sekitar
obyek pariwisata. Hal ini penting untuk diketahui dan benar-benar dilaksanakan
63
oleh wisatawan, agar terhindar dari kerugian akibat tidak mengetahui hak dan
kewajibannya.
dalam hal ini, wisatawan juga bertindak sebagai konsumen pengguna jasa
pariwisata.
BAB III
WISATA
Salah satu faktor penunjang industri pariwisata adalah adanya Keamanan dan
Pelayanan terhadap wisatawan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia,
tanpa membeda-bedakan ras, agama, dan bangsa tertentu. Pelayanan tersebut tidak
hanya semata-mata tentang pelayanan fisik, namun juga pelayanan yang berkaitan
dengan rasa aman dan nyaman yang dirasakan oleh wisatawan. Pada saat
suatu kejadian yang dapat mebahayakan nyawa ataupun harta bendanya. Misalnya
diperlakukan dengan tidak adil dan tidak sesuai dengan haknya sebagai manusia,
yang mungkin disebabkan oleh alasan politik atau hal-hal yang terjadi akibat
Biro Perjalanan Wisata sebagai salah satu pelaku usaha yang bergerak di
bidang usaha jasa perjalanan wisata, memiliki peranan penting untuk ikut
64
65
merupakan subjek hukum dengan segala hak dan kewajiban yang melekat
padanya, yang harus dihormati dan dilindungi. Oleh sebab itu, pelaku usaha
dimungkinkan adanya tindak kejahatan dan kekerasan yang akan dialami oleh
wisatawan tersebut. Oleh sebab itu, pemerintah wajib untuk menyediakan sarana
wisatawan.76
tentang Kepariwisataan Pasal 26 huruf (d), telah diatur tentang kewajiban Pihak
mengatur secara jelas terkait standarisasi yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha,
yang dalam hal ini adalah Biro Perjalanan Wisata, untuk dapat menjalankan
76
I Putu Gelgel, 2009, Industri Pariwisata Indonesia Dalam Globalisasi Perdagangan Jasa
(GATS – WTO), Implikasi Hukum dan Antisipasinya, Refika Aditama, Bandung, h. 88.
66
dalam Pasal 53-55 yang mengatur tentang Standarisasi dan Sertifikasi, hanya
(1) Penyusunan Standar Usaha Pariwisata untuk setiap bidang usaha, jenis
usaha dan subjenis usaha pariwisata mencakup aspek produk, pelayanan
dan pengelolaan usaha.
(2) Penyusunan Standar Usaha Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan secara bersamasama oleh instansi pemerintah terkait,
asosiasi usaha pariwisata, asosiasi profesi, dan akademisi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Standar Usaha Pariwisata sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
pengaturan standarisasi dan sertifikasi usaha ini menunjukkan bahwa hukum yang
lebih tinggi merupakan dasar dan sumber dari hukum yang lebih rendah.
sosial yang harus identik dengan hukum, paling tidak dengan tatanan hukum
spesifik yang relaif sentralistis, yakni tatanan hukum nasional yang membedakan
menghilangkan dualisme antara hukum dan Negara.77 Oleh sebab itu, lahirnya
Peraturan Menteri ini mengatur secara detail tentang standar yang harus
dipenuhi oleh Biro Perjalanan Wisata dan Agen Perjalanan Wisata dalam
Usaha Jasa Pariwisata yang mencakup aspek produk, pelayanan dan pengelolaan
Usaha Jasa Perjalanan Wisata”. Sehingga secara garis besar, dalam Pasal 2
tentang :
Wisata;
Perjalanan Wisata.
77
Yayan M. Royani, 2012, Negara dan Teori Hukum Murni, http://elsaonline.com/?p=1323,
diakses tanggal 26 Januari 2015.
68
Wisata meliputi usaha penyediaan jasa perencanaan perjalanan dan usaha jasa
berbentuk badan usaha Indonesia berbadan hukum. Adanya ketentuan dalam pasal
Jasa Perjalanan Wisata tercantum dalam Pasal 7 ayat (1), yang menyatakan bahwa
“Setiap Usaha Jasa Perjalanan Wisata, termasuk kantor cabang Usaha Jasa
Perjalanan Wisata, wajib memiliki Sertifikat Usaha Jasa Perjalanan Wisata dan
dan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.” Kata wajib, yang
terdapat dalam ketentuan pasal tersebut mengartikan bahwa Sertifikat Usaha Jasa
Perjalanan Wisata ini adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap usaha jasa
perjalanan wisata, yang apabila tidak dipenuhi maka akan menimbulkan sanksi
tertentu.
dipenuhi untuk dapat melaksanakan sertifikasi usaha jasa perjalanan wisata, yaitu:
(3) Dalam hal persyaratan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
terpenuhi, maka sertifikasi tidak dapat dilakukan.
(4) Pemenuhan dan pelaksanaan Standar Usaha yang berlaku bagi Usaha Jasa
Perjalanan Wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
mencakup:
a. Standar Usaha bagi Biro Perjalanan Wisata, yang meliputi aspek:
1. produk, yang terdiri dari 20 (dua puluh) unsur;
2. pelayanan, yang terdiri dari 7 (tujuh) unsur; dan
3. pengelolaan, yang terdiri dari 11 (sebelas) unsur.
administrasi untuk memiliki Ijin Usaha Jasa Perjalanan Wisata diatur dalam
tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Jasa Perjalanan Wisata. Dalam peraturan ini
(Pasal 6 ayat 2)
apabila ada.
3. Surat Pernyataan tertulis yang menyatakan bahwa data dan dokumen yang
Pemenuhan dan pelaksanaan Standar Usaha yang wajib dipenuhi oleh Biro
Nomor 4 Tahun 2014, berkaitan erat dengan paket wisata yang disediakan oleh
Biro Perjalanan Wisata. Paket wisata merupakan hasil dari berbagai produk
wisata. Produk adalah barang atau jasa yg dibuat dan ditambah gunanya atau
nilainya dalam proses produksi dan menjadi hasil akhir dari proses produksi itu.78
Menurut Muljadi A.J., Produk wisata adalah kumpulan dari berbagai macam jasa
dimana antara satu dan lainnya memiliki keterkaitan dan dihasilkan oleh berbagai
wisata, angkutan wisata, dan perusahaan lainnya yang terkait. 79 Sehingga dalam
pelayanan yang terbaik, karena mereka tergabung dalam suatu paket wisata, yang
apabila salah satu memberikan kesan yang buruk maka akan berdampak pada
78
Anonim, 2015, Produk, http://kbbi.web.id/produk, diakses tanggal 22 Februari 2015.
79
Muljadi A.J., op.cit, h. 47.
80
Gamal Suwantoro, 2004, Dasar-Dasar Pariwisata, Andi, Yogyakarta, h. 48-49.
71
2. Produksi dan konsumsi terjadi pada saat dan tempat yang sama, karena
tertentu.
5. Hasil suatu produk wisata tergantung pada tenaga manusia dan hanya
produksi.
wisatawan tersebut kembali lagi. Dalam hal ini, produk meliputi suatu ide,
81
Ike Janita Dewi, 2011, Implementasi dan Implikasi Kelembagaan Pemasaran Pariwisata
Yang Bertanggungjawab (Responsible Tourism Marketing), Pinus Book Publisher, Jakarta, h. 52.
72
changer).
oleh Nelson Jones dan Stewart, sebagaimana dikutip dalam buku Tourism, Travel
and Hospitality Law karya Trevor C. Atherton dan Trudie A. Atherton. Menurut
Peter M. Burns dan Andrew Holden berpendapat bahwa “Perhaps in reality what
tourist are seeking is the familiar, and the package industry helps transform both
tourist perception of their destination through advertising, and the reality of the
82
Trevor C. Atherton and Trudie A. Atherton, op.cit, h. 214.
73
wisata merupakan hasil yang jelas atau produk dari suatu industri pariwisata, yang
tidak kasat mata yang terjadi akibat adanya interaksi antara konsumen dengan
karyawan atau hal-hak lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan
83
Peter M. Burns and Andrew Holden, 1995, Tourism a New Perspective, Prentice Hall,
London, h. 28.
84
Ratminto dan Atik Septi Winarsih, 2005, Manajemen Pelayanan, Pustaka Pelajar, Jakarta, h.
2.
74
dan komunikasi.
pelayanan.
kemampuan pegawai.
pelanggan.
Pelayanan merupakan hal yang paling penting dalam usaha yang memiliki
komoditas utama berupa jasa. Dengan adanya pelayanan yang ramah dan
diberikan sebuah kota, seperti layanan keamanan dari polisi dan pemadam
kebakaran, kesehatan dan sanitasi, dan fasilitas publik lainnya, sampai dengan
85
Silahudin, 2010, Standard Pelayanan Publik,
http://silahudin66.blogspot.com/2010/05/standard-pelayanan-publik.html?m=1, diakses tanggal 23
Februari 2015.
75
pelayanan dari pelaku usaha maupun masyarakat sekitar, yang membuat suatu
perjalanan wisata.
Menurut Soekanto, Pengelolaan adalah suatu proses yag dimulai dari proses
dan pemanfaatan semua faktor sumber daya yang menurut suatu perencana
utama, yaitu :
keluarga/rumah tangga;
86
Robert Christie Mill, 2000, Tourism The International Business Edisi Bahasa Indonesia,
RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 279.
87
Anonim, 2011, Pengertian Pengelolaan, Pengertian Perencanaan dan Pengertian
Pelaksanaan, http://www.pengertianpakar.com/2014/12/pengertian-pengelolaan-perencanaan-
dan.html#_ , diakses tanggal 23 Februari 2015.
76
apabila Biro Perjalanan Wisata tidak memenuhi standar usaha tersebut tercantum
dalam Pasal 11 ayat (1), yang menyatakan bahwa “Pengusaha Pariwisata yang
tidak memenuhi Standar Usaha yang berlaku bagi Biro Perjalanan Wisata
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf a, tidak dapat digolongkan
dan tidak dapat mendalilkan diri sebagai Biro Perjalanan Wisata”. Sementara itu,
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4), dan telah memperoleh
berikut “Penilaian atas pemenuhan dan pelaksanaan Standar Usaha yang berlaku
bagi Usaha Jasa Perjalanan Wisata dalam rangka sertifikasi dan penerbitan
Pariwisata.”
88
Puskom Publik, 2014, “Siaran Pers : Launching Lembaga Sertifikasi Usaha Bidang
Pariwisata Era Baru Menuju Industri Pariwisata Indonesia yang Berdaya Saing Global”,
http://www.parekraf.go.id/asp/detil.asp?c=16&id=2756, diakses tanggal 22 Januari 2015.
78
merupakan peraturan yang lahir atas dasar Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun
79
Ekonomi kreatif Nomor 4 Tahun 2014 tentang Standar Usaha Jasa Perjalanan
Wisata
Pada hakikatnya, usaha jasa perjalanan wisata yang dalam hal ini adalah biro
Kepercayaan biasanya didapat dalam bentuk pembayaran terlebih dahulu dan janji
bahwa akan diperolehnya pelayanan yang belum pernah didapat sebelumnya, serta
kepercayaan dari usaha angkutan dan perhotelan yang memberikan jasa pelayanan
atas dasar kredit.89 Secara singkat dapat dikatakan bahwa adanya kepercayaan dari
satu produk yang dihasilkan oleh Biro Perjalanan Wisata. Dalam menjalankan
usahanya, pelaku usaha Biro Perjalanan Wisata wajib untuk melakukan upaya
89
Salah Wahab, 2003, Manajemen Kepariwisataan, Pradnya Paramita, Jakarta, h. 237.
80
sesuai dengan yang terjadi dalam pelaksanaannya. Hal tersebut juga berlaku
dalam Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014. Dalam pasal 17, Permenparekraf ini
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), dan Pasal 13, maka
Sertifikasi ini merupakan suatu syarat mutlak yang harus dimiliki oleh Biro
selaku perantara antara pengusaha pariwisata dengan wisatawan, dalam hal ini
yang sesuai dengan standar. Menurut Algra, dkk, “Tanggung jawab adalah
sertifikasi tersebut, karena paket wisata yang dihasilkan biasanya tidak dapat
dicoba terlebih dahulu oleh wisatawan. Sementara itu, berkaitan dengan pihak
yang bertanggung jawab terhadap paket wisata, Trevor C. Atherton and Trudie A.
Atherton, memiliki pendapat lain yang dibagi menjadi 2 kategori, yaitu :92
90
Salim HS dan Erlies Septianan Nurbani I, loc.cit.
91
Trevor C. Atherton and Trudie A. Atherton, op.cit, h. 178-179.
92
Trevor C. Atherton and Trudie A. Atherton, op.cit, h. 216.
82
1. The Tour Operator is the mere agent (Biro Perjalanan Wisata hanya sebuah
agen.)
Dalam pendapat ini, dikatakan biro perjalanan wisata hanyalah agen yang
dilakukan oleh pihak lain. Hal ini adalah definisi pelayanan biro perjalalan
wisata secara sempit, yang juga menunjukkan bahwa tanggung jawab biro
2. The Tour Operator is the principal contractor (Biro Perjalanan Wisata adalah
kontraktor utama.)
Dalam pendapat ini, biro perjalanan wisata adalah kontraktor utama yang
dilakukan sendiri oleh mereka ataupun dilakukan oleh pihak lain. Pendapat
ini menunjukkan tanggung jawab biro perjalanan wisata secara luas. Hal ini
paket pelayanan wisata yang disediakan sudah dengan wajar dan dengan
Sehingga, apabila dikaji melalui teori tanggung jawab hukum oleh Hans
Kelsen, yang menyatakan bahwa tanggung jawab dibedakan menjadi dua macam,
yaitu:93
93
Hans Kelsen, loc.cit.
83
menerapkan tanggung jawab kepada pihak yang menjual produk yang cacat,
tanpa adanya beban bagi konsumen atau pihak yang diragukan untuk
perbuatan biro perjalanan wisata yang tidak memenuhi standar usaha tersebut,
2014, maka diatur pula ketentuan peralihan yang tercantum dalam Pasal 19, 20,
dan 21. Dalam pasal 19, disebutkan bahwa apabila Pemerintah Daerah belum
94
Inosentius Samsul, 2004, Perlindungan Konsumen : Kemungkinan Penerapan Tanggung
Jawab Mutlak, Universitas Indonesia, Jakarta, h. 1.
84
Wisata, saat berlakunya Peraturan Menteri ini, maka pemenuhan ketentuan dalam
Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2), dapat dilakukan dalam bentuk surat keterangan atau
menyelenggarakan Usaha Jasa Perjalanan Wisata yang telah dimiliki pelaku usaha
berakhir. Namun masa berlakunya tidak lebih lama dari 2 (dua) tahun, terhitung
2014.
Dalam hal, pelaku usaha belum memperoleh Sertifikat Usaha Jasa Perjalanan
Wisata yang dikeluarkan oleh LSU Bidang Pariwisata sebagaimana diatur dalam
menyatakan bahwa pelaku usaha tersebut wajib untuk menyesuaikan diri dalam
Permenparekraf ini.
(1) Pengusaha Pariwisata yang telah memiliki sertifikat Usaha Jasa Perjalanan
Wisata sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dan masih berlaku
setelah tanggal 11 April 2014, tetap dapat menggunakan sertifikat
dimaksud untuk menyelenggarakan Usaha Jasa Perjalanan Wisata sampai
dengan masa berlakunya berakhir namun tidak lebih lama dari 2 (dua)
tahun terhitung sejak tanggal 11 April 2014.
(2) Setelah berakhirnya masa berlaku sertifikat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Pengusaha Pariwisata wajib memiliki sertifikat dan memenuhi
persyaratan standar Usaha Jasa Perjalanan Wisata berdasarkan Peraturan
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 4 Tahun 2014 tentang
Usaha Jasa Perjalanan Wisata.
Nomor 4 Tahun 2014 dan penambahan ayat (2) yang menjelaskan secara detail
Selanjutnya, diantara Pasal 20 dan Pasal 21, disisipkan 1 Pasal baru yaitu
Dalam hal masa berlaku sertifikat Usaha Jasa Perjalanan Wisata telah
berakhir sebelum atau pada saat berlakunya Peraturan Menteri Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif Nomor 4 Tahun 2014 tentang Standar Usaha Jasa
Perjalanan Wisata, maka Pengusaha Pariwisata wajib menyesuaikan diri
dengan Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 4 Tahun
2014 tentang Standar Usaha Jasa Perjalanan Wisata dalam jangka waktu
paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal 11 April 2014.
Perubahan juga terjadi dalam ketentuan Pasal 21, yang sebelumnya menyatakan :
Dalam pasal 21 ini, terlihat sebuah perubahan penting, yaitu jangka waktu
penyesuaian Usaha Perjalanan Wisata yang telah mendalilkan diri saat berlakunya
Diantara Pasal 21 dan Pasal 22 juga disisipkan 1 Pasal, yaitu Pasal 21A, yang
(1) Dalam hal Usaha Jasa Perjalanan Wisata termasuk dalam kategori usaha
mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan koperasi, maka standar usaha
87
biro perjalanan wisata yang tidak memenuhi unsur-unsur yang tercantum dalam
Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 13 Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 pada jangka
waktu yang ditentukan, yaitu pelaku usaha akan dikenakan sanksi administratif
berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan Usaha Jasa Perjalanan Wisata, dan
Biro Perjalanan Wisata memiliki peran yang cukup penting dalam industri
pariwisata yaitu sebagi penyelenggara kegiatan wisata. Dalam hal ini, wisatawan
yang menggunakan jasa biro perjalanan wisata merasakan bahwa pihak yang
wisata adalah tanggung jawab Biro Perjalanan tersebut. Salah satu fokus penting
yang harus diperhatikan oleh pelaku usaha biro perjalanan wisata adalah
menjamin suatu barang, produk, proses, atau jasa sesuai dengan yang telah
Nomor 4 Tahun 2014, telah diatur dan dijelaskan tentang 38 unsur yang wajib
1. Aspek Produk :
1. Paket Wisata
2. Voucher Akomodasi
3. Tiket Perjalanan
keterangan tentang :
5. Moda Transportasi
95
Anonim, Sekilas Mengenai ISO,
http://www.dephut.go.id/Halaman/STANDARDISASI_&_LINGKUNGAN_KEHUTANAN/INF
O_VI02/V_VI02.htm, diakses tanggal 24 Feburari 2015.
90
6. Jenis Akomodasi
berikut:
masih berlaku.
wisata.
Berkaitan dengan aspek produk yang dihasilkan oleh biro perjalanan wisata,
terdapat suatu hubungan yang erat antara biro perjalanan wisata dengan pelaku
restoran, objek wisata dan lain-lain. Pola hubungan tersebut dimulai dengan
sebagai pihak yang mempromosikan suatu usaha jasa pariwisata dan sebagai
gantinya usaha jasa pariwisata akan memberikan imbalan atas kinerja biro
Perjanjian kerja sama antara biro perjalanan wisata dan pelaku usaha
pariwisata lainnya, idealnya mengandung jangka waktu kerja sama, nilai kerja
sama, hak dan kewajiban para pihak, serta syarat dan ketentuan dalam perjanjian
memberikan data dan informasi yang lengkap mengenai calon wisatawan. Biro
perjalanan wisata tidak boleh memberikan harga yang melebihi tarif yang telah
syarat dan ketentuan lainnya yang telah disepakati oleh para pihak.
2014 tersebut, dikatakan bahwa paket wisata yang diselenggarakan oleh biro
92
perjalanan wisata memuat minimum keterangan tentang nama paket wisata, durasi
perjalanan wisata, rute dan kegiatan perjalanan wisata (itinerary), harga paket
wisata dalam mata uang rupiah, moda transportasi, jenis akomodasi, dan
perjalanan wisata yang bertindak sebagai perantara antara pelaku usaha pariwisata
dengan wisatawan, haruslah memberikan suatu informasi yang lengkap dan tepat
dalam setiap paket wisata yang ditawarkan. Disamping itu, adanya kalimat
kegiatan pariwisata yang beresiko tinggi”. Selanjutnya dalam pasal 26 huruf e dan
tinggi, seperti misalnya wisata selam, arung jeram, panjat tebing, permainan jet
coaster, dan mengunjungi objek wisata tertentu, seperti melihat satwa liar di alam
bebas.
ini dilihat dari sudut liberalisasi jasa, dapat menjadi alternatif solusi untuk
96
I.G.N. Parikesit Widiatedja, 2010, Liberalisasi Jasa dan Masa Depan Pariwisata Kita,
Udayana University Press, Denpasar, h. 114.
93
untuk dapat ditawarkan kepada wisatawan, sehingga akan memberikan rasa aman
dan nyaman kepada wisatawan pengguna jasa biro perjalanan tersebut. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Trevor C. Atherton dan Trudie A. Atherton yang
“There are so many things which can and do go wrong for travellers. They
may lose their baggage or have their money stolen, their travel plans may be
disrupted or cancelled, causing losses, or they may suffer injury or
illnesswhile away, thus incurring medical expenses. Although it is not
compulsory for travellers to take out travel insurance, it is certainly
advisable.”
2. Aspek Pelayanan
BPW.
97
Trevor C. Atherton and Trudie A. Atherton, op.cit, h. 145.
94
perjalanan wisata.
Perjalanan Wisata bertujuan agar setiap biro perjalanan wisata dapat memberikan
standar pelayanan yang baik bagi wisatawan. Dalam buku yang berjudul
tourism jobs and certifying workers who posses the skills meeting those
tamahan dan kejelasan informasi akan membuat wisatawan merasa aman dan
jasanya. Menurut Merry Yudhistira, Assistant HR & GA Manager H.I.S Tour and
98
World Tourism Organization, 1997, International Tourism : A Global Perspective, World
Tourism Organization, Madrid, h. 347. (selanjutnya disebut World Tourism Organization III)
95
Misalnya saja hal-hal yang wajar dan sopan terjadi di Indonesia ternyata dianggap
tidak wajar atau tidak sopan di Negara lain. Oleh sebab itu, dalam menjalankan
usaha di bidang pariwisata, pelaku usaha tidak hanya dituntut untuk memiliki
keahlian dalam berbahasa asing, namun juga harus memiliki pen getahuan yang
3. Aspek Pengelolaan
keluarga/rumah tangga :
tamu.
1. Data pelanggan.
sistem administrasi dan manajemen yang dilakukan oleh suatu usaha biro
usahanya dengan baik. Dalam sektor pariwisata, aspek pengelolaan ini dikenal
dengan prinsip tata kelola pariwisataan yang baik (Good Tourism Governance).
serta adanya partisipasi aktif yang terpadu dan saling menguatkan antara
pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat setempat yang terkait. 99 Ciri dalam
99
Bambang Sunaryo, op.cit, h. 77.
100
Bambang Sunaryo, op.cit, h. 78-80.
97
tarik wisata.
Pemangku Kepentingan dalam hal ini adalah kelompok dan institusi lembaga
kegiatan kepariwisataan.
alam dan buatan yang ada, dapat dipelihara dan diperbaiki sesuai dengan
8. Akuntabilitas Lingkungan
Manusia juga menjadi suatu perhatian. Berkaitan dengan Sumber Daya Manusia
Adanya perhatian khusus dalam hal pengembangan sumber daya manusia ini
keahlian yang efektif dan efisien, serta kesopanan sebagai karakteristik pelayanan
tidak akan terjadi begitu saja tanpa adanya pendidikan dan pelatihan yang
101
Bambang Sunaryo, op.cit, h. 200.
102
World Tourism Organization III, op.cit, h. 342.
100
ini dengan benar, biro perjalanan wisata akan mampu mendukung peningkatan
Pariwisata dan Ekonomi kreatif Nomor 4 Tahun 2014 tentang Standar Usaha
Kesiapan sistem hukum nasional merupakan hal yang penting untuk dimiliki
oleh suatu Negara yang berdasarkan atas hukum, dalam memasuki era globalisasi.
Dalam suatu Negara, hukum tidak hanya berfungsi sebagai sarana ketertiban dan
103
Maria Alfons, 2010, Implentasi Perlindungan Indikasi Geografis Atas Produk-Produk
Masyarakat Lokal Dalam Prespektif Hak kekayaan Intelektual, Universitas Brawijaya, Malang, h.
18.
101
berbangsa dan bernegara dalam naungan Republik Indonesia yang pada saatnya
masyarakat (Tool of Social Engneering) dan tidak sekedar sebagai alat penertiban
sebagai berikut :
masyarakat.105
didasarkan pada suatu anggapan bahwa adanya keteraturan atau ketertiban ini
104
Sunaryati Hartono, 1991, Politik Hukum Suatu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung.
h. 96.
105
ibid.
102
merupakan suatu hal yang diinginkan bahkan dipandang perlu. Lebih jauh lagi
pembaharuan masyarakat adalah hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum
yang memang berfungsi sebagai alat (pengatur) atat sarana pembangunan dalam
arti penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan
atau pembaharuan.106 Dari konsep tentang hukum dan fungsi hukum, Mochtar
pada usaha-usaha :
masing-masing.
106
Mochtarkusumaatmaja, 1976, Hukum Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Bina
Cipta, Bandung, h. 183.
107
Johanes Ibrahim dan Lindawati Sewu, 2003, Hukum Bisnis : Dalam Persepsi Manusia
Modern, Rafika Aditama, Bandung, h. 55.
103
Berdasarkan uraian fungsi hukum diatas, akan menjadi sangat relevan apabila
suatu ketentuan dapat berjalan efektif atau tidak efektif tergantung dari kesadaran
hukum dari warga masyarakat itu sendiri. Ide tentang kesadaran warga masyarakat
sebagai dasar sahnya hukum positif ditemukan dalam ajaran Rechtsgefuhl atau
Rechtsbewustzijn yang intinya adalah bahwa tidak ada hukum yang mengikat
hukum.
yang ada dalam masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini telah terjadi internalisasi
108
Mushin dan Fadilah Putra, 2002, Hukum dan Kebijakan Publik, Averroes Press, Malang, h.
20.
104
1. Pengetahuan hukum
2. Pemahaman hukum
mengenai isi peraturan dari suatu hukum tertentu, dengan kata lain
pemahaman hukum dalah suatu pengertian terhadap isi dan tujuan dari
suatu hukum tertentu baik tertulis maupun tidak tertulis serta manfaatnya
3. Sifat hukum
109
Gede Agus Santiago, 2012, “Pelaksanaan Undang-Undang Hak Cipta Berkaitan Dengan
Perlindungan Hukum Terhadap Karya Cipta Seni Karawitan Instrumental Bali”, (tesis) Program
Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Udayana, h. 111-112.
105
Pola perilaku hukum merupakan hal utama dalam kesadaran hukum karena
disini dapat dilihat apakah suatu peraturan berlaku atau tidak dalam
masyarakat.
Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 yang baru ditetapkan pada tanggal 11 April
2014 ini menimbulkan reaksi positif dari pelaku usaha. Hal tersebut menunjukkan
bahwa sudah adanya kesadaran hukum dari pemerintah maupun pelaku usaha
merupakan Assesor kompetensi LSP Pariwisata, sisi positif dari hadirnya standar
usaha ini adalah konsumen pengguna jasa perjalanan wisata tidak akan menjadi
korban dari Biro Perjalanan Wisata ataupun Agen Perjalanan Wisata yang tidak
jelas. Dengan adanya standar usaha perjalanan wisata, konsumen akan lebih
merasa terlindungi dan menjadi yakin karena diurus oleh orang dan perusahaan
Budiono, selaku Operational Manager Rama Duta Tour and Travel, dikatakan
bahwa adanya permenparekraf tersebut merupakan hal yang baik, karena dengan
adanya standar usaha yang jelas, biro perjalanan wisata dapat memberikan
110
Anonim, 2014, Terdapat 38 Unsur yang Diukur Dalam Standar Usaha Perjalanan Wisata,
tersedia di website http://lsupariwisata.com/terdapat-38-unsur-yang-diukur-dalam-standar-usaha-
perjalanan-wisata/, diakses tanggal 22 Februari 2015.
106
dengan hal tersebut, dalam wawancara tanggal 23 Februari 2015 dengan Ida
Bagus Suartana dari Badan Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu (BPMPT)
perjalanan wisata tidak lagi berada pada BPMPT Provinsi Bali, sebagaimana
tersebut. Hal ini secara tidak langsung berdampak pada belum tersosialisasinya
Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab III, berkaitan dengan standar usaha
wisata wajib untuk memperoleh Sertifikat Usaha Jasa Perjalanan Wisata yang
dikeluarkan oleh LSU Bidang Pariwisata, dalam jangka waktu 2 (dua) tahun
Berdasarkan hasil penelitian penulis di Harum Indah Sari (HIS) Tours and
Travel yang berkedudukan di Kota Denpasar, secara garis besar unsur-unsur yang
telah dinyatakan dalam Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 telah dipenuhi dan
107
berjalan dengan baik. Namun ada satu hal yang belum dipenuhi oleh HIS Tours
and Travel dalam aspek pelayanan, yaitu belum adanya Standard Operating
keluhan yang muncul selama perjalanan wisata, oleh tenaga pemandu wisata
menentukan standar tepat yang dapat diberlakukan bagi seluruh wisatawan yang
Sedangkan hasil penelitian penulis pada Bayu Buana Travel Services yang
wisata yang diberikan kepada tenaga pemandu wisata. Terkait dengan hal ini
Sementara itu, penelitian penulis pada Rama Duta Tours and Travel yang
dalam Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 yang belum dipenuhi, terdiri dari 3
(tiga) unsur dalam aspek produk dan 1 (satu) unsur dalam aspek pelayanan, yaitu :
angkutan wisata;
Hal yang serupa juga terjadi di Melali Bali, salah satu Biro Perjalanan Wisata
Managing Director Melali Bali, sekaligus sebagai Kepala Bidang (Kabid) SDM
ASITA Bali, dalam wawancara tanggal 17 Maret 2015, menyatakan bahwa belum
tariff.
Disisi lain, selaku Kabid SDM ASITA Bali, Ketut Jaman menjelaskan bahwa
fokus ASITA terhadap biro perjalanan wisata yang ingin bergabung menjadi
sudah memiliki perijinan yang lengkap dan memenuhi syarat yang ditentukan oleh
ASITA, maka biro perjalanan tersebut dapat menjadi anggota ASITA. Adapun
persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat bergabung dalam ASITA, yaitu :
perjanjiannya);
Usaha Jasa Perjalanan Wisata yang baru ditetapkan ini, Ketut Jaman
Nomor 4 Tahun 2014 ini tergantung pada biro perjalanan wisata masing-masing,
apakah menurut biro perjalanan tersebut adanya sertifikasi ini akan memberikan
ulang, terkait dengan unsur-unsur yang ada di dalamnya. Misalnya saja dalam
aspek produk, biro perjalanan wisata menyediakan jasa pengurusan paspor dan
visa. Berkaitan dengan unsur tersebut, menurut Ketut Jaman, tidak semua biro
perjalanan wisata harus menyediakan jasa pengurusan paspor dan visa. Karena
apabila lingkup usahanya hanya inbound atau dalam negeri, maka biro perjalanan
tersebut tidak perlu menyediakan jasa pengurusan paspor dan visa. Dalam buku
a. The inbound wholesaler arranges tour packages for tourist visiting the
country where the wholesaler is based. Inbound wholesalers do not
necessarily operate only in the country where they offer tours and some
maintain sales branches in other countries.
b. The outbound wholesaler arranges packaged travel for tourists who wish
to travel to destinations outside the country where the wholesaler is
located. Unlike inbound wholesaler, outbound wholesaler does not usually
111
World Tourism Organization III, op.cit, h. 101.
112
focus on a single destination, but may offer wide variety of packages and
destinations. However, both of these wholesalers tend to cater to the needs
of the mass market in order to have the necessary volume leverage.
wisata yang menjalankan usaha dalam lingkup inbound, hanya menyediakan paket
wisata untuk wisatawan yang ingin berkunjung ke Negara tempat biro perjalanan
usaha dalam lingkup outbound, menyediakan berbagai macam paket wisata, yang
tidak hanya fokus pada satu tujuan Negara, namun juga terdapat paket wisata
Secara lebih ringkas, hasil penelitian terkait kesiapan Biro Perjalanan Wisata
di daerah Kabupaten Badung dan Kota Denpasar, dapat dilihat dalam tabel
berikut: (Tabel 1)
Tabel 1
2014 ini, menurut Soerjono Soekanto terdapat 5 faktor yang berpengaruh dalam
yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah.
2014 tentang Standar Usaha Jasa Perjalanan Wisata telah memiliki dasar berlaku
yang jelas dan dibuat oleh pejabat yang berwenang dalam hal ini Menteri
112
Salim HS dan Erlies Septianan Nurbani I, loc.cit.
117
bidang penegakan hukum yang tidak hanya mencakup law enforcement, akan
Dalam hal ini, Permenparekraf tidak menetapkan secara jelas pihak yang
ditentukan sebagai penegak hukum. Dalam pasal 15, hanya disebutkan bahwa
dan pengawasan dalam rangka penerapan Standar Usaha Jasa Perjalanan Wisata.
Sarana atau fasilitas merupakan segala hal yang dapat digunakan untuk
mendukung dalam proses penegakan hukum. Sarana atau fasilitas, meliputi tenaga
kerja manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan
yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. Kalau hal itu tidak
Kreatif. Namun hingga saat ini, khususnya di Bali, belum terlihat adanya
4. Faktor Masyarakat
terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Masyarakat dalam
118
konteks penegakan hukum erat kaitannya, di mana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan.
Dalam hal ini, masyarakat yang dimaksud adalah biro perjalanan wisata yang
dalam pelaksanaannya.
5. Faktor Kebudayaan
Kebudayaan diartikan sebagai karya, cipta dan rasa yang harus didasarkan pada
sosial umum seperti gagasan, pengetahuan, seni, lembaga-lembaga, pola-pola sikap, pola
perilaku, dan hasil material. Hukum merupakan kongkretisasi dari nilai-nilai suatu
budaya masyarakat, yang dengan kata lain dapat dikatakan bahwa hukum merupakan
2014, biro perjalanan wisata telah memiliki standar tersendiri dalam menjalankan
tersebut sudah cukup memberikan rasa aman dan nyaman kepada wisatawan yang
menggunakan jasanya.
perjalanan wisata, khususnya yang berada di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung telah
Permenparekraf tersebut, biro perjalanan wisata telah memiliki standar tersendiri dalam
113
Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, 2004, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya
Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 145.
119
memberikan rasa aman dan nyaman kepada wisatawan yang menggunakan jasanya.
Namun tidak adanya sosialisasi dari pemerintah daerah mengesankan bahwa kurangnya
PENUTUP
5.1. Simpulan
daya saing usaha jasa perjalanan wisata, dengan cara memenuhi unsur-
sendiri;
120
121
keluarga/rumah tangga;
5.1.2. Biro Perjalanan Wisata, khususnya yang berada di Kota Denpasar dan Kabupaten
tentang Standar Usaha Jasa Perjalanan Wisata. Hal itu terlihat dari sudah
1. Satu hal yang belum dipenuhi oleh HIS Tours and Travel yang
perjalanan wisata.
2014 ini.
keterangan tentang harga paket wisata dalam mata uang rupiah. Hal
ataupun tidak.
5.2. Saran
Nomor 4 Tahun 2014 kepada Biro Perjalanan Wisata di Provinsi Bali, dan
2014 dapat dipenuhi sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Atherton, Trevor C., and Trudie A. Atherton, 1998, Tourism, Travel and
Hospitality Law, LBC Information Services, Australia.
Ben, Sarbini Mbah, 2010, Paradigma Baru Pariwisata : Sebuah Kajian Filsafat,
Kaukaba Dipantara, Yogyakarta.
Burns, Peter M., and Andrew Holden, 1995, Tourism a New Perspective, Prentice
Hall, London.
Fuady, Munir, 2013, Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, Kencana
Prenadamedia Group, Jakarta.
Hadjon, Philipus M., dan Titiek Sri Djatmiati, 2005, Argumentasi Hukum, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
Hadjon, Philipus M. 1987, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, PT. Bina
Ilmu, Surabaya.
HS, Salim, dan Erlies Septianan Nurbani, 2013, Penerapan Teori Hukum Pada
Penelitian Tesis dan Disertasi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Ibrahim Johanes, dan Lindawati Sewu, 2003, Hukum Bisnis : Dalam Persepsi
Manusia Modern, Rafika Aditama, Bandung.
J., Muljadi A., 2012, Kepariwisataan dan Perjalanan, Cetakan ke-3, PT.
Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Kelsen, Hans, 2006, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, Nusa Media,
Bandung.
Kurdie, Nuktoh Arfawie, 2005, Telaah Kritis Teori Negara Hukum, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.
Mananda, I Gusti Putu Bagus Sasrawan, 2011, “Studi Kelayakan Pendirian PT.
Medussa Multi Bussines Center (MMBC) Sumanda Tour & Travel di Bali
(Kajian Aspek Pasar Finasial)”, (tesis) Program Studi Magister (S2)
Manajemen Pascasarjana Universitas Udayana.
Marzuki, Peter Mahmud, 2008, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta.
Mill, Robert Christie, 2000, Tourism The International Business Edisi Bahasa
Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Mushin dan Fadilah Putra, 2002, Hukum dan Kebijakan Publik, Averroes Press,
Malang.
Nurhayati, Siti, 2009, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Pengguna Jasa Biro
Perjalanan Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, Jurnal, Volume 2 Nomor 2, Universitas
Pembangunan Panca Budi, Medan.
Pitana, I Gede, dan Putu G. Gayatri, 2005, I Gede, Sosiologi Pariwisata, Andi
Offset, Yogyakarta.
Pitana, I Gde, dan I Ketut Surya Diarta, 2009, Pengantar Ilmu Pariwisata, CV.
Andi Offset, Yogyakarta. 2
Putra, Ida Bagus Wyasa, et.al., 2003, Hukum Bisnis Pariwisata, Refika Aditama,
Bandung.
Ratminto dan Atik Septi Winarsih, 2005, Manajemen Pelayanan, Pustaka Pelajar,
Jakarta.
Riswandi, Budi Agus, dan M. Syamsudin, 2004, Hak Kekayaan Intelektual dan
Budaya Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Widiatedja, I.G.N. Parikesit, 2010, Liberalisasi Jasa dan Masa Depan Pariwisata
Kita, Udayana University Press, Denpasar.
3. Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 1 Tahun 2010 tentang Usaha Jasa
Perjalanan Wisata Lembaran Daerah Propinsi Bali Tahun 2010 Nomor 1.
DAFTAR INFORMAN