Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Seiring perkembangan zaman permasalahan di bidang hukum pun semakin hari

semakin rumit dan kompleks. Hukum merupakan suatu pedoman yang mengatur pola hidup

manusia yang memiliki peranan penting dalam mencapai tujuan ketentraman hidup bagi

masyarakat. Hubungan antar individu dalam bermasyarakat merupakan suatu hal yang hakiki

sesuai kodrat manusia yang tidak dapat hidup sendiri karena manusia adalah makhluk polis,

makhluk yang bermasyarakat (zoon politicon). Semua hubungan tersebut diatur oleh hukum,

semuanya adalah hubungan hukum. Maka untuk itulah dalam mengatur hubungan-hubungan

hukum pada masyarakat diadakan suatu kodifikasi hukum yang mempunyai tujuan luhur

yaitu menciptakan kepastian hukum dan mempertahankan nilai keadilan dari subtansi hukum

tersebut. Sekalipun telah terkodifikasi, hukum tidaklah dapat statis karena hukum harus terus

menyesuaikan diri dengan masyarakat, apalagi yang berkaitan dengan hukum publik karena

bersentuhan langsung dengan hajat hidup orang banyak dan berlaku secara umum.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan apa yang menjadi latar belakang penulisan makalah ini, maka yang dapat

dijadikan beberapa permasalahan,yaitu:

1. Apakah yang dimaksud dengan Teori Sistem dalam Ilmu ?

2. Bagaimanakah Teori Sistem dalam Hukum ?

BAB II

1
PEMBAHASAN

2.1. Teori Sistem dalam Ilmu

Gagasan sistem dalam ilmu tersebar luas, karena hampir menguasai konteks berfikir

ilmuwan dalam segala bidang. Oleh karena itu untuk menjelaskan persoalan ini lebih dulu

dapatlah disebutkan tentang makna sistem itu sendiri.

1. Sistem digunakan untuk menunjuk suatu kesimpulan atau himpunan benda-benda yang

disatukan atau dipadukan oleh suatu bentuk saling hubungan atau saling ketergantungan

yang teratur; suatu himpunan bagian-bagian yang tergabung secara alamiah maupun oleh

budi daya manusia sehingga menjadi suatu kesatuan yang utuh dan bulat terpadu;

2. Sistem yang digunakan untuk menyebut alat-alat atau organ tubuh secara keseluruhan

yang secara khusus memberikan andil atau sumbangan terhadap berfungsinya fungsi

tubuh tertentu yang rumit tetapi vital;

3. Sistem yang menunjuk himpunan gagasan (ide) yang tersusun, terorganisasikan, suatu

himpunan gagasan, prinsip, doktrin, hukum dan sebagainya yang membentuk suatu

kesatuan yang logik dan dikenal sebagai isi buah pikiran filsafat tertentu, agama, atau

bentuk pemerintahan tertentu;

4. Sistem yang dipergunakan untuk menunjuk suatu hipotesis atau suatu teori (yang

dilawankan dengan praktek);

5. Sistem yang dipergunakan dalam arti metode atau tatacara;

6. Sistem yang dipergunakan untuk menunjuk pengertian skema atau metode pengaturan

organisasi atau susunan sesuatu metode tatacara. Dapat pula berarti suatu bentuk atau

2
pola pengaturan, pelaksanaan atau pemrosesan, dan juga dalam pengertian metode

pengelompokan, pengkodifikasian dan sebagainya.1

Bagi kebanyakan pemikir, sistem terkadang digambarkan dalam dua hal,

pertama,yaitu sebagai sesuatu wujud, atau entitas, yaitu sistem biasa dianggap sebagai suatu

himpunan bagian yang saling berkaitan, yang membentuk satu keseluruhan yang rumit atau

kompleks tetapi merupakan satu kesatuan. Misalnya saja para ilmuwan percaya bahwa dunia

ini merupakan suatu sistem di mana satu bagian dengan bagian yang lain saling berkaitan,

gambaran Newton tentang dunia seperti jam raksasa adalah pandangan sistem yang cukup

jelas dan ilmu. Pandangan ini pada dasarnya bersifat deskriptif, bersifat menggambarkan dan

ini memberikan kemungkinan untuk menggambarkan dan membedakan antara benda-benda

yang berlainan dan untuk menetapkan batas-batas kelilingnya atau memilahkannya guna

kepentingan penganalisaan untuk mempermudah pemecahan masalah.

Kedua, Sistem mempunyai makna metodologik yang dikenal dengan pengertian

umum pendekatan sistem (system approach). Pada dasarnya pendekatan ini merupakan

penerapan metode ilmiah di dalam usaha memecahkan masalah, atau menerapakan kebiasaan

berpikir atau beranggapan bahwa ada banyak sebab terjadinya sesuatu, di dalam memandang

atau menghadapi saling keterkaitan. Pendekatan sistem berusaha untuk memahami adanya

kerumitan di dalam kebanyakan benda, sehingga terhindar dari memandangnya sebagai

sesuatu yang amat sederhana atau bahkan keliru.2

West Churchman menjelaskan sebagai berikut :

1. Pendekatan sistem bermula terjadi jika mula-mula ada yang memandang dunia ini dari

kacamata orang lain;

1
Tatang M.Amirin, Pokok-Pokok Teori Sistem, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1996), hal.7.

2
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hal.25.
3
2. Hal itu berlangsung untuk menemukan kenyataan bahwa setiap pandangan dunia itu amat

terbatas;

3. Tidak ada seorangpun yang ahli dalam pendekatan sistem3

Makna sistem sebagai pendekatan sekaligus memperlihatkan sifat berfikir secara

sistem (system of thinking) yang bersegi banyak dan pelik. Mempergunakan pendekatan

menuntut pemahaman bahwa setiap benda atau sistem itu berada (menjadi bagian) dari sistem

yang lebih besar atau lebih luas, sehingga semua benda dengan sesuatu cara saling berkaitan.

2.1.1. Ciri-ciri Sistem

Secara umum sistem memiliki ciri yang sangat luas dan bervariasi. Di bawah ini akan

dijelaskan beberapa ciri sistem menurut beberapa ahli. Elias M. Awad menjelaskan sebagai

berikut;4

1. Sistem itu bersifat terbuka, atau pada umumnya bersifat terbuka. Suatu sistem dikatakan

terbuka jika berinteraksi dengan lingkungannya. Dan sebaliknya, dikatakan tertutup jika

mengisolasikan diri dari pengaruh apapun;

2. Sistem terdiri dari dua atau lebih subsistem dan setiap sub sistem terdiri lagi dari

subsistem lebih kecil dan begitu seterusnya;

3. Sub sistem itu saling bergantung satu sama lain dan saling memerlukan;

4. Sistem mempunyai kemampuan untuk mengatur diri sendiri (self regulation);

5. Sistem memiliki tujuan dan saran.

3
Prof.Dr.H.R.Otje Salman S.,SH., dkk, TEORI HUKUM, (Bandung: PT Refika Aditama, 2007),
hal.115.
4
Dedi Soemardi, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: IndHillCo, 1997), hal.30.
4
Sementara William A. Shrode serta Dan Voich, menjelakan tentang ciri-ciri pokok

sistem sebagai berikut:5

1. Sistem mempunyai tujuan sehingga perilaku kegiatannya mengarah pada tujuan tersebut

(puposive behavoiur);

2. Sistem merupakan keseluruhan yang bulat dan utuh (wholisme);

3. Sistem memiliki sifat terbuka;

4. Sistem melakukan kegiatan transformasi;

5. Sistem saling berkaitan;

6. Dalam sistem ada semacam (mempunyai) mekanisme kontrol.

Ciri sistem menurut Tatang M. Amirin, adalah sebagai berikut:6

1. Setiap sistem mempunyai tujuan;

2. Setiap sistem mempunyai batas yang memisahkannya dari lingkungannya;

3. Walau sistem mempunyai batas tetapi bersifat terbuka;

4. Sistem terdiri dari beberapa sub sistem/unsur;

5. Sistem mempunyai sifat holistik (utuh menyeluruh);

6. Saling berhubungan dan saling bergantung baik interen atau eksteren;

7. Sistem melakukan proses transformasi;

8. Sistem memiliki mekanisme kontrol dengan pemanfaatan umpan balik;


5
William A.Shrode dan Dan Voich, Organization and Management; Basic System Concepts, (Malaysia:
Irwin Book Co., 1974), hal.122-124.
6
Tatang M. Amirin, Op.Cit., hal.24.
5
9. Memiliki kemampuan untuk mengatur diri sendiri dan menyesuaikan diri.

2.2. Teori Sistem dalam Hukum

Pandangan ‘hukum sebagai sistem’ adalah pandangan yang cukup tua, meski arti

‘sistem’ dalam berbagai teori yang berpandangan demikian itu tidak selalu jelas dan tidak

juga seragam. Kebanyakan ahli hukum berkeyakinan bahwa teori hukum yang mereka

kemukakan didalamnya terdapat suatu sistem. Tetapi mereka jarang sekali menunjukkan

tuntutan teori mana saja yang diperlukan untuk membangun kualitas sistematis hukum dan

mana saja yang dapar memberikan deskripsi detil atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan

lainnya. Asumsi umum mengenai sistem mengartikan kepada kita secara langsung bahwa

jenis sistem hukum tersebut telah ditegaskan lebih dari ketegasan yang dibutuhkan oleh

sistem jenis manapun juga.7

Dalam keadaan demikian, sangat penting untuk mempertimbangkan pandangan umum

mengenai sistem dasar yang terdapat pada definisi-definisi, dan jenis-jenis ideal yang

dikemukakan dalam teori sistem umum. Pandangan-pandangan umum ini merupakan inti dari

ide filosofis dan teoretis yang digunakan untuk menemukan apa yang biasanya dikenal

dengan istilah “sistem” dalam berbagai disiplin ilmu, seperti halnya sistem sungai pada ilmu

geografi, sistem pencernaan pada ilmu biologi mamalia, sistem solar pada ilmu astrofisika,

sistem atom pada ilmu fisika nuklir, sistem ekonomi dan politik pada ilmu-ilmu sosial, sistem

persenjataan pada ilmu perang modern dan khususnya sistem komputer pada ilmu-ilmu

teknologi baru serta sistem produksi dan manajemen pada perusahaan-perusahaan besar.

Dalam pelaksanaannya, mereka berharap dapat menemukan apa yang dimaksud

dengan kata “sistematis”. Beberapa diantaranya bahkan berharap dapat menemukan satu
7
F.E. Emery, System Thinking, (London: Penguin Harmondworth, 1981), hal. 100.
6
paradigma baru bagi ilmu pengetahuan. Apapun ambisinya, teori sistem umum didasarkan

pada kenyakinan bahwa, sifat-sifat khusus tersebut lazim terdapat pada semua sistem yang

ada didunia. Mereka juga percaya bahwa sifat-sifat lazim tersebut beserta konsep sistem yang

paling bermanfaat dapat diciptakan bebas dari prasangka-prasangka dan penyimpangan-

penyimpangan yang ditemukan pada beberapa perkembangan konsep sistem yang

berhubungan dengan disiplin ilmu khusus.8

Alasan untuk menyelidiki teori sistem umum adalah untuk memberikan semacam

fokus kesadaran kita akan berbagai macam teori sistem hukum, dan kebanyakan dari

konsepsi-konsepsi sistem yang ditemukan pada teori sistem umum memperlihatkan inti dari

ciri-ciri yang lazim digunakan didunia. Inilah pokok-pokok ‘explication’, satu isitilah Dewey

yang digemakan dalam banyak diskusi dan seminar mengenai sistem lainnya secara umum.

Istilah sistem digunakan untuk menunjukkan keselurahan sudut pendirian hubungan metodis

dan pengaturan anggota-anggota konstituantenya. Di sini Dewey memandang sebuah sistem

sebagai keseluruhan yang terkait dan saling berhubungan antara bagian-bagiannya. Hal yang

sama juga dijelaskan oleh Angell, yang berbicara tentang bagian-bagian sistem sosial

dicocokkan untuk membentuk suatu keseluruhan, demikian juga Johnson yang mengatakan

bahwa sistem merupakan sekelompok variabel-variabel yang saling ketergantungan yang

disusun untuk membentuk suatu keseluruhan.9

Kemudian kita juga memandang sistem sebagai suatu kesatuan, seperti sistem (aliran)

sungai yang dapat dipandang sebagai suatu keseluruhan karena memainkan fungsi-fungsi

khusus dan sistem kecil di antara atom sebagai suatu keseluruhan karena merupakan satu unit

yang dikombinasikan dengan unit-unit sejenis lainnya untuk membentuk molekul. Tapi

8
Dc. Philips, Holistic Thought in Social Science, (California: Stanford University Press, 1988), hal.47.

9
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, (Bandung: Nusamedia, 2007), hal. 35.
7
semua itu juga tetap mempunyai bagian atau elemen, karena suatu sistem tanpa adanya

komponen-komponen akan menjadi berlebihan.

Elemen-elemen tersebut haruslah saling berhubungan seperti yang dikatakan Dewey,

kumpul, koleksi dan inventaris. Pendapat yang sama juga dinyatakan secara implisit pada

definisi-definisi Emery dan Trist bahwa sistem merupakan suatu kelompok elemen-elemen

yang saling terkait. Suatu sistem (biasa) dianggap merupakan suatu himpunan bagian yang

saling berkaitan yang membentuk satu keseluruhan yang rumit dan kompleks tetapi

merupakan satu kesatuan. Hampir semua teoretikus mengacu pada satu syarat utama-struktur.

Terdapat dua gagasan dalam struktur tersebut. Pertama, hubungan-hubungan itu harus

membentuk jaringan di mana setiap elemen terhubung satu sama lain baik secara langsung
169
maupun tidak langsung. Kedua, jaringan tersebut haruslah membentuk suatu pola untuk

menghasilkan struktur dalam suatu sistem. Sementara yang lain menyatakan gagasan kedua

merupakan satu persyaratan. Jadi, disini kita mempunyai pandangan-pandangan umum

mengenai sistem dan karakteristiknya. Sistem merupakan keseluruhan, mempunyai elemen

dan elemen itu mempunyai hubungan yang membentuk struktur.

Sistem mempunyai aturan-aturan hukum atau norma-norma untuk elemen-elemen

tersebut, kesemuanya berhubungan pada sumber dan keabsahan aturan-aturan yang lebih

tinggi. Hubungan-hubungan ini membentuk kelas-kelas struktur piramid dan hirarkhi dengan

aturan norma dasar di posisi puncaknya. Hubungannya merupakan hubungan pembenaran.

Pembenaran macam apa yang dapat ditemukan dalam teori yurisprudential untuk memandang

hukum sebagai suatu sistem hukum?. Hal ini akan membawa kita untuk membahas teori di

mana para ahli teori tidak menguraikan dengan jelas apa yang dimaksud dalam teori

hukumnya yang bersifat sistematis (teori sistem).

8
Dalam uraian ini akan dibahas sebagian pemikir yang berada pada pemikiran sistemik

tentang hukum, kebanyakan tentu saja memperlihatkan ciri-ciri pemikiran hukum yang

seragam, tetapi juga dalam hal tertentu beberapa ahli mencoba untuk memisahkan dan

memperbaharui pandangannya sehingga nampak berbeda satu sama lain. Tokoh yang akan

diulas di sini di antaranya adalah pemikiran H.L.A. Hart, Ronald Dworkin, Anthony Allotts,

dan McCormick dan Weinberger.10

1. Sistem Hukum dalam Teori H.L.A. Hart

Meski tidak dapat dikatakan sebuah teori positivistik yang sangat sistematis, namun

pemikiran Hart tentang hukum sangat berpengaruh bagi perkembangan positivisme hukum

modern. Inti pemikirannya terletak pada apa yang dijelaskan oleh Hart sebagai primery rules

dan secondary rules Bagi Hart penyatuan tentang apa yang disebutnya sebagai primery dan

secondary rules, merupakan pusat dari sistem hukum, dan keduanya harus ada dalam sistem

hukum. Primery rules lebih menekankan kepada kewajiban manusia untuk bertindak atau

tidak bertindak. Hal ini akan ditemukan dalam seluruh bentuk dari hukum (forms of laws).

Mengenai primery rules (aturan utama) terdapat dua model. Model yang pertama

primery rules yang didalamnya berisi apa yang disebut aturan sosial (social rules), yang eksis

apabila syarat-syarat sebagai berikut dipenuhi; Pertama; adanya suatu keteraturan perilaku

didalam beberapa kelompok sosial, suatu hal umum dan banyak dijumpai dalam masyarakat.

Untuk tecipta situasi/kondisi demikian diperlukan penyesuaian yang menitikberatkan pada

perlunya tekanan sosial dengan memusatkan kepada perbuatan (mereka) yang menyimpang

(aspek eksternal). Kedua, aturan itu harus dirasakan sebagai suatu kewajiban oleh suatu

(sebagian besar) dalam anggota kelompok sosial yang relevan. Dari sudut pandang internal,

anggota (masyarakat) itu merasakan bahwa aturan yang hendaknya dipatuhi itu menyediakan

10
Hans Kelsen, Dasar-Dasar Hukum Normatif (terjemahan Nurulita Yusron), (Bandung: Nusamedia,
2008), hal.51-53.
9
alasan, baik untuk tekanan sosial dan reaksi yang kritis bagi perilaku yang tidak

menyesuaikan diri (aspek internal).

Hart melihat aturan diatas sebagai satu kesatuan seperti dua maka dalam satu mata

uang, setiap aturan mempunyai aspek internal dan aspek eksternal yang dapat

dilihat/memiliki sudut pandang masing-masing. Aturan menyatakan apa yang hendaknya

(seharusnya) dilaksanakan dari ini juga sekaligus merupakan suatu pernyataan tentang

perilaku anggota kelompok sosial. Bagi Hart kedua-duanya (baik aspek internal dan

eksternal) sangat penting. Kewajiban sebagai suatu jelmaan, dari hal yang bersifat internal

dan perilaku yang sesuai merupakan jelmaan dari aspek eksternal dengan hal yang sama.

Model yang kedua apa yang disebut oleh Hart secondary rules, yang dapat disebut

“aturan tentang aturan” (rules about rules) yang apabila dirinci meliputi, pertama; Aturan

yang menetapkan persisnya aturan mana yang dapat dianggap sah (rules of recognition).

Kedua; Bagaimana dan oleh siapa dapat diubah (rules of change) dan Ketiga; Bagaimana dan

oleh siapa dapat dikuatkan/dipaksakan/ditegakkan (rules of adjudication). Apabila ditelaah

lebih jauh maka rules of adjudication lebih efesien, sedangkan rules of change sedikit lebih

kaku, sedangkan rules of recognition bersifat reduksionis.

Secondary rules merupakan fokus lain disamping primery rules untuk masuk kedalam

uraian pemikiran Hart tentang teori sistem hukumnya. Eksistensi keduanya pentingbagi

keberadaan sistem hukum. Kita mengetahui sebagaimana diuraikan secara singkat diatas

bahwa secondary rules adalah aturan tentang aturan yang terdiri dari tiga macam. Namun

demikian, yang lebih penting untuk diketahui adalah bagaimana ketiga hal itu ada? Atau

bagaimana kita dapat mengetahui bahwa aturan itu ada? Beberapa pemikir malah melihat

bahwa secondary rules lebih nampak sebagai aturan sosial tentang para

pejabat/aparat/birokrat. Aturan sosial memerlukan pengamatan eksternal yang konsisten baik

10
mengenai perilaku juga kritik terhadap mereka yang melakukan pelanggaran; (mungkin saja

bergradasi). Hart mengatakan hal ini sangat diperlukan untuk melihat apakah secondary rules

itu ada. Tetapi perilaku yang bagaimana yang dapat mengamati, dan adakah perilaku yang

dapat dikualifikasikan/dihitung sebagai pelanggaran. Secondary rules adalah

kekuasaan/kemampuan tentang tata cara negoisasi (kekuasaan berunding dalam pembuatan

undang-undang/merubah atau menimbang dan memutus), dan apabila ada yang melebihi

otoritas ini, tentu itu bukan suatu pelanggaran. Otoritas dalam proses perundingan itu

hanyalah norma lain yang menuntut pejabat untuk mambatasi diri mereka terhadap (dalam)

otoritas itu.

Harris mencoba untuk merumuskan kembali aturan sekunder sebagai duty-imposing

rules, tetapi Raz memberikan komentar tersendiri bahwa hal seperti demikian tidak

mencerminkan cara yang ditempuh oleh mereka sebagai cara yang digunakan dan dijadikan

pegangan.Hubungan/keterkaitan diantara elemen dari sistem hukum menurut pemikiran Hart

dipadukan dalam secondary rules. Tentu saja, secara keseluruhan aturan itu semua

menyediakan hubungan tersebut. Rules of recognition menyediakan suatu hubungan antara

rule of recognition itu sendiri dan rule recognized, rule of adjudication menyediakan suatu

hubungan antara rule of adjudication dan siapa yang mengaplikasikan dan melakukan

penafsiran (dalam putusan), rule of change menyediakan hubungan antara rule of change

(dirinya sendiri) dan aturan yang dapat diubah.

Semua hubungan itu menurut Hart semata-mata merupakan hubungan internal,

penerimaan terhadap secondary rules dapat mengarahkan kepada pertimbangan dari aturan

lain, (e.g) penerimaan terhadap rule of recognition mengarahkan/memandu seseorang untuk

menghormati/menerima ‘rule issued’ yang merupakan salah satu dari sumber yang kita kenal

sebagai primery rule, yaitu bentuk sah dari segi pandangan yang internal itu.11
11
H.L.A. Hart, Concept of Law, (Oxford: Oxford University Press, 1961), hal. 96-113.
11
2. Teori Content Ronald Dworkin

Ronald Dworkin merupakan salah satu pemikir hukum yang cukup penting,

khususnya berkaitan dengan pemikiran tentang Content Theory dalam hukum yang

dibangunnya. Dworkin mencoba mengembangkan pemahaman bahwa hukum meliputi

prinsip-prinsip, politik, dan standar-standar juga aturan-aturan. Teori sistem hukum yang

ditawarkan Dworkin, berupa seperangkat prinsip sebagai sesuatu yang hipotetikal dari hakim

yang dipanggil Hercules, yaitu menciptakan dengan menyediakan pertimbangan yang terbaik

tentang institusi hukum dalam masyarakat dan keputusan (decision) pengadilan, aransemen

konstitutional dan keluaran (out put) dari badan legislatif itu.12

Di dalam bukunya Law’s Empire, Dworkin menawarkan/menjelaskan teori

sistematiknya sebagai konsepsi hukum yang dapat menyediakan suatu pertimbangan umum

dari pejabat umum yang bersifat kursif, khususnya paksaan yang dikeluarkan hakim

individual. Pertimbangan yang terbaik adalah apa yang diasumsikan, sejauh mungkin, bahwa

hukum diciptakan oleh seseorang, masyarakat, merupakan ekspresi (menyatakan) semacem

konsep kewajaran dan keadilan yang menyatu.

Hukum merupakan (permintaan) integritas hakim untuk mengasumsikan, sejauh hal

itu mungkin, bahwa hukum distrukturisasi oleh prinsip-prinsip keadilan dan kewajaran juga

due process yang terpadu, dan meminta mereka untuk menegakkan/menyelesaikan kasus

yang baru sebelumnya. Itu merupakan penghormatan, ambisi, serta menjadi prinsip

masyarakat. Bagi Dworkin sistem hukum memiliki empat karakteristik, yaitu unsur

elemen/bagaian (elements), hubungan (reletion), struktur (structure) dan penyatuan

(wholeness). Elements; Element dalam hukum prinsip-prinsip; yaitu merupakan

pertimbangan moral tentang apa yang benar dan apa yang buruk yang dibuat oleh hakim

12
Ronald Dworkin, Taking Rights Seriously, New Impression with Reply to Critics, (London: Duckworth,
1977), hal. 107.
12
untuk menjustifikasi bahwa itulah elemen unsur teori hukum terbaiknya. Prinsip-prinsip itu

dapat dipisahkan sebagai berikut :

1) Prinsip mengenai apa yang disebutnya dengan political morality dan political

organization yang membenarkan pengaturan secara konstitutional;

2) Prinsip yang membenarkan metoda (hakim) melakukan penafsiran menurut undang-

undang;

3) Prinsip tentang hak azasi manusia yang substansif untuk membenarkan isi dari

(kebanyakan dari) keputusan pengadilan.

Relation; Salah satu klaim yang paling utama dari Dworkin adalah bahwa prinsip ini

dihubungkan satu sama lain oleh apa yang disebutnya intense intersection and

interdependencies di dalam suatu yang bersifat utuh sistematis.

Structure; Dworkin sering menekankan yang alamiah gambaran (alamiah) yang

terstruktur dari hukum sebagai itegritas, dan bahwa prinsip, dan keputusan yang dibenarkan,

membentuk bagian dari suatu keseluruhan struktur. Bentuk demikian itu nampak sebagai

suatu model (gambaran) piramida yang dipotong ujungnya dengan suatu prinsip pandangan

yang ada diatasnya (dipuncak) dan banyak aturan individu pada dasarnya.

Wholeness; Corak keempat suatu sistem adalah apa yang disebutnya sebagai suatu

kesatuan yang utuh yang tidak harus dilihat sebagai pendapat semata-mata dari banyak

tulisan Dworkin, tetapi juga sebagai sesuatu yang terus-menerus harus dikembangkan dan

dibenahi.

Sudut pandang Dworkin bukanlah sebagai sesuatu pandangan seorang peneliti sosial

(social observer). Pandangannya mempunyai kaitan dengan teori yang sesuai dengan sudut

13
pandang internal (hakim) atau pihak-pihak yang ada sebagai bagian dari praktek, menjelaskan

tentang hukum yang menjadi dasar yang kemudian disebutnya dengan Law’s Empire.

3. Teori Sistem Hukum Anthony Allotts

Anthony Allotts melihat hukum dari perspektif yang lain, khususnya berkaitan dengan

apa yang disebutnya sistem komunikasi. Dengan menjelaskan bahwa hukum sama dengan

beberapa sistem komunikasi yang akan mengantarkan seseorang untuk selalu mempersoalkan

hal sebagai berikut:

a) Siapa yang berkomuikasi?

b) Untuk apa?

c) Apakah metode komunikasi?

d) Apa isi dari komunikasi itu?

e) Bagaimana pesan itu diterima?

f) Apakah tujuan pesan itu?

g) Apakah yang menjadi halangan melakukan komunikasi?

h) Bagaimana sistem komunikasi dapat dikembangkan dan diadaptasikan.

Apakah hukum sebagai suatu sistem? Allotts memulainya dengan sebuah jawaban

pendek, bahwa biasanya apabila ditanya apakah hukum sebagai suatu sistem? Maka secara

konvensional terdapat alasan-alasan sebagai berikut: pertama; hukum sebagai sistem aturan

yang selalu berkaitan dengan manusia. Kedua; aturan tersebut merupakan patokan atau

pembatasan terhadap perilaku. Ketiga; tingkah laku berarti tingkah laku seseorang dalam

14
masyarakat. Keempat; hanya aturan yang dibuat oleh otoritas yang berwenang dan kompeten

dalam masyarakatlah yang dapat disebut sebagai aturan hukum.13

Namun demikian Allotts memiliki pandangan kategoris tersendiri tentang apakah

hukum itu sebagai suatu sistem atau bukan sebagaimana dikatakannya:

“Hukum meliputi norma-norma, instruksi-instruksi dari proses. Norma mencakup


aturan hukum, demikan juga prinsip-prinsip. Aturan mencakup aturan yang secara
lansung mensyaratkan tingkah laku, dan aturan-aturan sekunder yang mengatur,
pelaksanaan aturan-aturan pokok, dan fungsi lembaga-lembaga serta proses
sistemnya termasuk penambahan aturan.
Lembaga-lembaga hukum meliputi fasilitas (hakim misalnya) untuk pelaksanaan
proses dan aplikasi norma-normanya, undang-undang dan hubungan-hubungan
diperkenalkan dan dikontrol oleh norma-normal, misalnya hubungan dimana norma-
norma tersebut berlaku.
Proses hukum merupakan penjabaran norma-norma dan lembaga-lembaga dalam
tindakan. Keputusan adalah hukum; pembuatan kontrak adalah bagian lain dari
keputusan.”

Allotts memandang bahwa hukum sebagai sistem merupakan proses komunikasi,

oleh karena itu hukum menjadi subjek bagi persoalan yang sama dalam memindahkan dan

menerima pesan, seperti sistem komunikasi yang lain. Ciri yang membedakan hukum adalah

keberadaan sebagai fungsi yang otonom dan membedakan kelompok sosial atau masyarakat

politis. Ini dihasilkan/dikenakan oleh mereka yang mempunyai kompetensi dan kekuasaan

yang sah pada masyarakat tersebut, sebagai pemilik kekuasaan yang sah itu. Suatu sistem

hukum tidak hanya terdiri dari norma-norma tetapi juga lembaga-lembaga termasuk fasiliitas

dan proses.

Dalam melakukan analisis terhadap hukum (peraturan atau norma dari sistem

tertentu) misi dari sistem komunikasi, perbedaanya dibuat antara norma-norma yang

diucapkan dan yang tidak diucapkan. Suatu norma yang tak terucapkan bersifat laten.

13
Anthony Allots, The Limits Of Law, (London: Butterworths, 1980), hal.5.
15
Sekalipun belum terucapkan namun memancing tindakan-tindakan pelaksanaan. Dalam hal

ini dibedakan antara norma-norma yang tidak terlihat (hantu-norma yang tidak pernah di

sebarluaskan oleh suatu kekuasaan) dan norma-norma yang gagal, norma-norma yang telah

diumumkan dalam bentuk yang tegas dan jelas, atau hanya menarik sedikit atau sama sekali

kosong dalam pelaksanaanya.

Dari sudut pandangan formal, pernyataan-pernyataan normatif (seperti pernyataan

norma-norma yang diucapkan) terlihat sebagai hipotesis yang kondisional dan aplikasi suatu

norma akan melibatkan “perbandingan” dari situasi nyata yang ada dengan model kenyataan

situasi yang secara khusus diungkapkan dengan “jika” dalam suatu bagian pernyataan. Dari

sifat dasarnya ini perbandingan tidak dapat dipandang akurat. Dapatkah dikatakan bahwa

fasilitas, lembaga dan proses, tindakan-tindakan konstitusi dan urutan penerapan dalam suatu

sistem aturan itu adalah norma? Apakah bidang seperti hukum, moralitas, agama dan adat

istiadat-kesemuanya merupakan pernyataan penting jika seseorang mendentifikasikan norma

hukum dan daerah operasinya, begitu juga kemungkinan alasan bagi ketidak efektivannya?

Sanksi tidak dilihat sebagai ciri yang menentukan norma hukum, tetapi sebagai alat

yang mungkin untuk menjamin pelaksanaannya. Norma-norma yang sah bukan disebabkan

norma itu mengikat atau menciptakan kewajiban tetapi karena sumbernya, konteks, dan

tujuannya. Hal itu terlebih sebagai dasar yang lebih meyakinkan. Allotts juga menjelaskan

tentang batasan-batasan dari keefektivan hukum, dimana akan ada semacam kesulitan unutuk

mengukur mutu keefektivan tersebut. Keefektivan dimaksudkan dalam batas-batas tingkat

pelaksanaan norma-norma yang sah, terdapat persoalan dalam memutuskan apakah ukuran

bagi pelaksanaan yang diizinkan itu seperti juga yang diperintahkan kemampuan yang di

larang. Sumber kelemahan lain yang sama terlihat dalam kurangnya pengawasan dan

pelaksanaan norma-norma yang disebabkan tidak adanya umpan balik yang cukup dalam

16
sistem undang-undang yang sah. Allotts menyatakan, bahwa hukum tidak akan bekerja

dengan baik jika tidak sesuai dengan konteks sosialnya. Dengan mencontohkan Inggris,

Allotts menjelaskan bahwa “penyesuaian hukum untuk merubah kondisi-kondisi sosial

adalah bagian pekerjaan dari kerjanya melalui penegasan kembali batasan-batasan

instrumen yang sah”.

4. Sistem Hukum Menurut McCormick dan Weinberger

Versi pemikiran positivis yang terakhir kiranya dapat ditemukan dalam pemikiran

McCormick dan Weinberger khususnya di dalam tulisannya tentang Teori Hukum

Kelambagaan, An Institutional Theory of Law (1986). Ini merupakan kumpulan esai terbaru

mereka yang mencoba menguraikan suatu teori hukum.Walaupun mereka berpikiran sama

bersikeras seperti pemikiran positivis lainnya tentang hukum yang sistematis, dan masih tetap

menjelaskan bahwa hukum adalah suatu sistem norma-norma, tetapi perhatian mereka telah

menggeser cukup jauh dari sekedar mempertunjukkan struktur dan keseluruhan suatu sistem

kepada status epistomologi dan ontologi tentang (berdasarkan) elemens normatif .

Unsur-unsur hukum meliputi norma-norma, pernyataan tujuan, standar nilai dan

kriteria untuk melakukan pilihan, tidak begitu jelas apakah sistem hukum meliputi hanya

norma-norma saja atau semua komponen yang ada di dalamnya. Tentu saja meraka

berkosentrasi untuk menjelaskan norma-norma dan norma-norma adalah pusat dari teori

hukum mereka. Di samping mengembangkan teori kelenbagaan merupakan term dari aturan,

terutama aturan yang mendasari/menjadi dasar dan tujuan akhir kelembagaan serta

menentukan konsekuensi dari mereka.

Norma-norma eksis hanya sebagai bagian dari sistem pedoman tindakan atau alasan

praktis untuk orang atau kelompok. Mereka dapat memahaminya dari sudut pandang internal

yang dikenal dengan heurmenetic atau oleh Weberian disebut verstehen. Ini nampak masih
17
terbuka kemungkinan bahwa pertimbangan ini baik untuk individu maupun bersama-sama.

Tetapi kemudian belakangan McCormick dan Weinberger meminta sesuatu yang lebih tegas

untuk hukum. McCormick dan Weinberger menekankan variasi, dan cakupan unsur-unsur

berdasarkan norma yang mencakup aturan utama (primery rules) prinsip dan aturan sekunder

(secondary rules), mereka juga mengindikasikan adanya cakupan hubungan diantara unsur-

unsur yang mencakup alasan-alasan logis, kebenaran dan justifikasi. McCormick dan

Weinberger menjelaskan pembentukan ke dalam suatu yang utuh sistematis harus dipahami

sebagai rekonstruksi rasional yang menyatakan maksud atau makna susbstansi dari hukum. 14

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penulisan dan penjelasan di bab-bab sebelumnya, maka yang menjadi

kesimpulannya yaitu:

1. Bahwa dalam pengertian yang umum sistem selalu dikaitkan dengan unsur-unsur

sebagai berikut; (a). Seperangkat atau serakit elemen tertentu, (b). Adanya keterjalinan

yang teratur antara elemen, (c). Adanya mekanisme keterjalinan elemen dan

kesatuan organisasi elemen,(d). Berorientasi pada tujuan, (e). Menghasilkan sesuatu

yang dapat diamati

14
M,McCormick & O.Weinberger, An Institutional Theory of Law, (Dordrecht: de Reidel, 1986), hal. 18.
18
2. Bahwa ada beberapa unsur hukum menurut LAWRENCE M. FRIEDMAN

yaitu:Substance (substansi hukum), Structure (struktur hukum), Culture (budaya

hukum).

3. Ada beberapa fungsi sistem hukum, yaitu: 1. Fungsi Kontrol Sosial, dimana sistem

hukum berkaitan dengan perilaku yang mengontrol . Dan, hukum melakukan kontrol

sosial melalui perintah dan larangan dan daya paksa yang legal (sanksi hukuman yang

dapat dipaksakan). 2. Fungsi Penyelesaian Sengketa dan Konflik adalah sistem hukum

adalah agen penyelesaian sengketa dan konflik di tengah masyarakat, 3. Fungsi

Redistribusi, adalah hukum mewajibkan pembayaran pajak dan hukum menentukan

redistribusinya kepada orang yang kurang mampu atau kepada setiap orang melalui

pembangunan fasilitas umum, 4. Fungsi Rekayasa Sosial, yaitu Sistem Hukum

berfungsi sebagai alat untuk mengadakan perubahan sosial yang terencana .

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dirasa perlu untuk
diberikan saran setelah penulis menyimpulkan seperti yang sudah terurai di atas, adapun
saran yang disampaikan penulis adalah, bahwa sistem hukum yang berjalan di Indonesia
sampai saat ini sebenarnya belum berjalan dengan semestinya, karena banyak peraturan
perundang-undangan yang dibuat hanya untuk kepentingan beberapa pihak saja, sehingga
seharusnya sistem hukum itu dapat diperbaiki agar semua masyarakat di Indonesia dapat
merasakan fungsi hukum yang sebenarnya dengan baik dan benar.

19
DAFTAR PUSTAKA

Amirin, Tatang. 1996. Pokok-Pokok Teori Sistem. PT Rajagrafindo Persada: Jakarta.

Allots, Anthony. 1980. The Limits Of Law. Butterworths: London.

Dc. Philips. 1988. Holistic Thought in Social Science. Stanford University Press: California.

Dworkin, Ronald. 1977. Taking Rights Seriously, New Impression with Reply to Critics.
Duckworth: London.

F.E. Emery.1981. System Thinking. Penguin Harmondworth: London.

H.L.A. Hart. 1961. Concept of Law. Oxford University Press: Oxford.

Kelsen, Hans. 2007. Teori Hukum Murni. Nusamedia: Bandung.


20
Kelsen, Hans. 2008. Dasar-Dasar Hukum Normatif .Nusamedia: Bandung.

M,McCormick, dkk. 1986. An Institutional Theory of Law. de Reidel: Dordrecht.

Salman, H.R.Otje. 2007. TEORI HUKUM. PT Refika Aditama: Bandung.

Soemardi, Dedi. 1997. Pengantar Hukum Indonesia. IndHillCo: Jakarta.

Shrode, William, dkk. 1974. Organization and Management; Basic System Concepts. Irwin
Book Co.: Malaysia.

Waluyo, Bambang. 1996. Penelitian Hukum. PT Rajagrafindo Persada: Jakarta.

21

Anda mungkin juga menyukai