PENDAHULUAN
semakin rumit dan kompleks. Hukum merupakan suatu pedoman yang mengatur pola hidup
manusia yang memiliki peranan penting dalam mencapai tujuan ketentraman hidup bagi
masyarakat. Hubungan antar individu dalam bermasyarakat merupakan suatu hal yang hakiki
sesuai kodrat manusia yang tidak dapat hidup sendiri karena manusia adalah makhluk polis,
makhluk yang bermasyarakat (zoon politicon). Semua hubungan tersebut diatur oleh hukum,
semuanya adalah hubungan hukum. Maka untuk itulah dalam mengatur hubungan-hubungan
hukum pada masyarakat diadakan suatu kodifikasi hukum yang mempunyai tujuan luhur
yaitu menciptakan kepastian hukum dan mempertahankan nilai keadilan dari subtansi hukum
tersebut. Sekalipun telah terkodifikasi, hukum tidaklah dapat statis karena hukum harus terus
menyesuaikan diri dengan masyarakat, apalagi yang berkaitan dengan hukum publik karena
bersentuhan langsung dengan hajat hidup orang banyak dan berlaku secara umum.
Berdasarkan apa yang menjadi latar belakang penulisan makalah ini, maka yang dapat
BAB II
1
PEMBAHASAN
Gagasan sistem dalam ilmu tersebar luas, karena hampir menguasai konteks berfikir
ilmuwan dalam segala bidang. Oleh karena itu untuk menjelaskan persoalan ini lebih dulu
1. Sistem digunakan untuk menunjuk suatu kesimpulan atau himpunan benda-benda yang
disatukan atau dipadukan oleh suatu bentuk saling hubungan atau saling ketergantungan
yang teratur; suatu himpunan bagian-bagian yang tergabung secara alamiah maupun oleh
budi daya manusia sehingga menjadi suatu kesatuan yang utuh dan bulat terpadu;
2. Sistem yang digunakan untuk menyebut alat-alat atau organ tubuh secara keseluruhan
yang secara khusus memberikan andil atau sumbangan terhadap berfungsinya fungsi
3. Sistem yang menunjuk himpunan gagasan (ide) yang tersusun, terorganisasikan, suatu
himpunan gagasan, prinsip, doktrin, hukum dan sebagainya yang membentuk suatu
kesatuan yang logik dan dikenal sebagai isi buah pikiran filsafat tertentu, agama, atau
4. Sistem yang dipergunakan untuk menunjuk suatu hipotesis atau suatu teori (yang
6. Sistem yang dipergunakan untuk menunjuk pengertian skema atau metode pengaturan
organisasi atau susunan sesuatu metode tatacara. Dapat pula berarti suatu bentuk atau
2
pola pengaturan, pelaksanaan atau pemrosesan, dan juga dalam pengertian metode
pertama,yaitu sebagai sesuatu wujud, atau entitas, yaitu sistem biasa dianggap sebagai suatu
himpunan bagian yang saling berkaitan, yang membentuk satu keseluruhan yang rumit atau
kompleks tetapi merupakan satu kesatuan. Misalnya saja para ilmuwan percaya bahwa dunia
ini merupakan suatu sistem di mana satu bagian dengan bagian yang lain saling berkaitan,
gambaran Newton tentang dunia seperti jam raksasa adalah pandangan sistem yang cukup
jelas dan ilmu. Pandangan ini pada dasarnya bersifat deskriptif, bersifat menggambarkan dan
yang berlainan dan untuk menetapkan batas-batas kelilingnya atau memilahkannya guna
umum pendekatan sistem (system approach). Pada dasarnya pendekatan ini merupakan
penerapan metode ilmiah di dalam usaha memecahkan masalah, atau menerapakan kebiasaan
berpikir atau beranggapan bahwa ada banyak sebab terjadinya sesuatu, di dalam memandang
atau menghadapi saling keterkaitan. Pendekatan sistem berusaha untuk memahami adanya
1. Pendekatan sistem bermula terjadi jika mula-mula ada yang memandang dunia ini dari
1
Tatang M.Amirin, Pokok-Pokok Teori Sistem, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1996), hal.7.
2
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hal.25.
3
2. Hal itu berlangsung untuk menemukan kenyataan bahwa setiap pandangan dunia itu amat
terbatas;
sistem (system of thinking) yang bersegi banyak dan pelik. Mempergunakan pendekatan
menuntut pemahaman bahwa setiap benda atau sistem itu berada (menjadi bagian) dari sistem
yang lebih besar atau lebih luas, sehingga semua benda dengan sesuatu cara saling berkaitan.
Secara umum sistem memiliki ciri yang sangat luas dan bervariasi. Di bawah ini akan
dijelaskan beberapa ciri sistem menurut beberapa ahli. Elias M. Awad menjelaskan sebagai
berikut;4
1. Sistem itu bersifat terbuka, atau pada umumnya bersifat terbuka. Suatu sistem dikatakan
terbuka jika berinteraksi dengan lingkungannya. Dan sebaliknya, dikatakan tertutup jika
2. Sistem terdiri dari dua atau lebih subsistem dan setiap sub sistem terdiri lagi dari
3. Sub sistem itu saling bergantung satu sama lain dan saling memerlukan;
3
Prof.Dr.H.R.Otje Salman S.,SH., dkk, TEORI HUKUM, (Bandung: PT Refika Aditama, 2007),
hal.115.
4
Dedi Soemardi, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: IndHillCo, 1997), hal.30.
4
Sementara William A. Shrode serta Dan Voich, menjelakan tentang ciri-ciri pokok
1. Sistem mempunyai tujuan sehingga perilaku kegiatannya mengarah pada tujuan tersebut
(puposive behavoiur);
Pandangan ‘hukum sebagai sistem’ adalah pandangan yang cukup tua, meski arti
‘sistem’ dalam berbagai teori yang berpandangan demikian itu tidak selalu jelas dan tidak
juga seragam. Kebanyakan ahli hukum berkeyakinan bahwa teori hukum yang mereka
kemukakan didalamnya terdapat suatu sistem. Tetapi mereka jarang sekali menunjukkan
tuntutan teori mana saja yang diperlukan untuk membangun kualitas sistematis hukum dan
mana saja yang dapar memberikan deskripsi detil atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan
lainnya. Asumsi umum mengenai sistem mengartikan kepada kita secara langsung bahwa
jenis sistem hukum tersebut telah ditegaskan lebih dari ketegasan yang dibutuhkan oleh
mengenai sistem dasar yang terdapat pada definisi-definisi, dan jenis-jenis ideal yang
dikemukakan dalam teori sistem umum. Pandangan-pandangan umum ini merupakan inti dari
ide filosofis dan teoretis yang digunakan untuk menemukan apa yang biasanya dikenal
dengan istilah “sistem” dalam berbagai disiplin ilmu, seperti halnya sistem sungai pada ilmu
geografi, sistem pencernaan pada ilmu biologi mamalia, sistem solar pada ilmu astrofisika,
sistem atom pada ilmu fisika nuklir, sistem ekonomi dan politik pada ilmu-ilmu sosial, sistem
persenjataan pada ilmu perang modern dan khususnya sistem komputer pada ilmu-ilmu
teknologi baru serta sistem produksi dan manajemen pada perusahaan-perusahaan besar.
dengan kata “sistematis”. Beberapa diantaranya bahkan berharap dapat menemukan satu
7
F.E. Emery, System Thinking, (London: Penguin Harmondworth, 1981), hal. 100.
6
paradigma baru bagi ilmu pengetahuan. Apapun ambisinya, teori sistem umum didasarkan
pada kenyakinan bahwa, sifat-sifat khusus tersebut lazim terdapat pada semua sistem yang
ada didunia. Mereka juga percaya bahwa sifat-sifat lazim tersebut beserta konsep sistem yang
Alasan untuk menyelidiki teori sistem umum adalah untuk memberikan semacam
fokus kesadaran kita akan berbagai macam teori sistem hukum, dan kebanyakan dari
konsepsi-konsepsi sistem yang ditemukan pada teori sistem umum memperlihatkan inti dari
ciri-ciri yang lazim digunakan didunia. Inilah pokok-pokok ‘explication’, satu isitilah Dewey
yang digemakan dalam banyak diskusi dan seminar mengenai sistem lainnya secara umum.
Istilah sistem digunakan untuk menunjukkan keselurahan sudut pendirian hubungan metodis
sebagai keseluruhan yang terkait dan saling berhubungan antara bagian-bagiannya. Hal yang
sama juga dijelaskan oleh Angell, yang berbicara tentang bagian-bagian sistem sosial
dicocokkan untuk membentuk suatu keseluruhan, demikian juga Johnson yang mengatakan
Kemudian kita juga memandang sistem sebagai suatu kesatuan, seperti sistem (aliran)
sungai yang dapat dipandang sebagai suatu keseluruhan karena memainkan fungsi-fungsi
khusus dan sistem kecil di antara atom sebagai suatu keseluruhan karena merupakan satu unit
yang dikombinasikan dengan unit-unit sejenis lainnya untuk membentuk molekul. Tapi
8
Dc. Philips, Holistic Thought in Social Science, (California: Stanford University Press, 1988), hal.47.
9
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, (Bandung: Nusamedia, 2007), hal. 35.
7
semua itu juga tetap mempunyai bagian atau elemen, karena suatu sistem tanpa adanya
kumpul, koleksi dan inventaris. Pendapat yang sama juga dinyatakan secara implisit pada
definisi-definisi Emery dan Trist bahwa sistem merupakan suatu kelompok elemen-elemen
yang saling terkait. Suatu sistem (biasa) dianggap merupakan suatu himpunan bagian yang
saling berkaitan yang membentuk satu keseluruhan yang rumit dan kompleks tetapi
merupakan satu kesatuan. Hampir semua teoretikus mengacu pada satu syarat utama-struktur.
Terdapat dua gagasan dalam struktur tersebut. Pertama, hubungan-hubungan itu harus
membentuk jaringan di mana setiap elemen terhubung satu sama lain baik secara langsung
169
maupun tidak langsung. Kedua, jaringan tersebut haruslah membentuk suatu pola untuk
menghasilkan struktur dalam suatu sistem. Sementara yang lain menyatakan gagasan kedua
tersebut, kesemuanya berhubungan pada sumber dan keabsahan aturan-aturan yang lebih
tinggi. Hubungan-hubungan ini membentuk kelas-kelas struktur piramid dan hirarkhi dengan
Pembenaran macam apa yang dapat ditemukan dalam teori yurisprudential untuk memandang
hukum sebagai suatu sistem hukum?. Hal ini akan membawa kita untuk membahas teori di
mana para ahli teori tidak menguraikan dengan jelas apa yang dimaksud dalam teori
8
Dalam uraian ini akan dibahas sebagian pemikir yang berada pada pemikiran sistemik
tentang hukum, kebanyakan tentu saja memperlihatkan ciri-ciri pemikiran hukum yang
seragam, tetapi juga dalam hal tertentu beberapa ahli mencoba untuk memisahkan dan
memperbaharui pandangannya sehingga nampak berbeda satu sama lain. Tokoh yang akan
diulas di sini di antaranya adalah pemikiran H.L.A. Hart, Ronald Dworkin, Anthony Allotts,
Meski tidak dapat dikatakan sebuah teori positivistik yang sangat sistematis, namun
pemikiran Hart tentang hukum sangat berpengaruh bagi perkembangan positivisme hukum
modern. Inti pemikirannya terletak pada apa yang dijelaskan oleh Hart sebagai primery rules
dan secondary rules Bagi Hart penyatuan tentang apa yang disebutnya sebagai primery dan
secondary rules, merupakan pusat dari sistem hukum, dan keduanya harus ada dalam sistem
hukum. Primery rules lebih menekankan kepada kewajiban manusia untuk bertindak atau
tidak bertindak. Hal ini akan ditemukan dalam seluruh bentuk dari hukum (forms of laws).
Mengenai primery rules (aturan utama) terdapat dua model. Model yang pertama
primery rules yang didalamnya berisi apa yang disebut aturan sosial (social rules), yang eksis
apabila syarat-syarat sebagai berikut dipenuhi; Pertama; adanya suatu keteraturan perilaku
didalam beberapa kelompok sosial, suatu hal umum dan banyak dijumpai dalam masyarakat.
perlunya tekanan sosial dengan memusatkan kepada perbuatan (mereka) yang menyimpang
(aspek eksternal). Kedua, aturan itu harus dirasakan sebagai suatu kewajiban oleh suatu
(sebagian besar) dalam anggota kelompok sosial yang relevan. Dari sudut pandang internal,
anggota (masyarakat) itu merasakan bahwa aturan yang hendaknya dipatuhi itu menyediakan
10
Hans Kelsen, Dasar-Dasar Hukum Normatif (terjemahan Nurulita Yusron), (Bandung: Nusamedia,
2008), hal.51-53.
9
alasan, baik untuk tekanan sosial dan reaksi yang kritis bagi perilaku yang tidak
Hart melihat aturan diatas sebagai satu kesatuan seperti dua maka dalam satu mata
uang, setiap aturan mempunyai aspek internal dan aspek eksternal yang dapat
(seharusnya) dilaksanakan dari ini juga sekaligus merupakan suatu pernyataan tentang
perilaku anggota kelompok sosial. Bagi Hart kedua-duanya (baik aspek internal dan
eksternal) sangat penting. Kewajiban sebagai suatu jelmaan, dari hal yang bersifat internal
dan perilaku yang sesuai merupakan jelmaan dari aspek eksternal dengan hal yang sama.
Model yang kedua apa yang disebut oleh Hart secondary rules, yang dapat disebut
“aturan tentang aturan” (rules about rules) yang apabila dirinci meliputi, pertama; Aturan
yang menetapkan persisnya aturan mana yang dapat dianggap sah (rules of recognition).
Kedua; Bagaimana dan oleh siapa dapat diubah (rules of change) dan Ketiga; Bagaimana dan
lebih jauh maka rules of adjudication lebih efesien, sedangkan rules of change sedikit lebih
Secondary rules merupakan fokus lain disamping primery rules untuk masuk kedalam
uraian pemikiran Hart tentang teori sistem hukumnya. Eksistensi keduanya pentingbagi
keberadaan sistem hukum. Kita mengetahui sebagaimana diuraikan secara singkat diatas
bahwa secondary rules adalah aturan tentang aturan yang terdiri dari tiga macam. Namun
demikian, yang lebih penting untuk diketahui adalah bagaimana ketiga hal itu ada? Atau
bagaimana kita dapat mengetahui bahwa aturan itu ada? Beberapa pemikir malah melihat
bahwa secondary rules lebih nampak sebagai aturan sosial tentang para
10
mengenai perilaku juga kritik terhadap mereka yang melakukan pelanggaran; (mungkin saja
bergradasi). Hart mengatakan hal ini sangat diperlukan untuk melihat apakah secondary rules
itu ada. Tetapi perilaku yang bagaimana yang dapat mengamati, dan adakah perilaku yang
undang-undang/merubah atau menimbang dan memutus), dan apabila ada yang melebihi
otoritas ini, tentu itu bukan suatu pelanggaran. Otoritas dalam proses perundingan itu
hanyalah norma lain yang menuntut pejabat untuk mambatasi diri mereka terhadap (dalam)
otoritas itu.
rules, tetapi Raz memberikan komentar tersendiri bahwa hal seperti demikian tidak
mencerminkan cara yang ditempuh oleh mereka sebagai cara yang digunakan dan dijadikan
dipadukan dalam secondary rules. Tentu saja, secara keseluruhan aturan itu semua
rule of recognition itu sendiri dan rule recognized, rule of adjudication menyediakan suatu
hubungan antara rule of adjudication dan siapa yang mengaplikasikan dan melakukan
penafsiran (dalam putusan), rule of change menyediakan hubungan antara rule of change
penerimaan terhadap secondary rules dapat mengarahkan kepada pertimbangan dari aturan
menghormati/menerima ‘rule issued’ yang merupakan salah satu dari sumber yang kita kenal
sebagai primery rule, yaitu bentuk sah dari segi pandangan yang internal itu.11
11
H.L.A. Hart, Concept of Law, (Oxford: Oxford University Press, 1961), hal. 96-113.
11
2. Teori Content Ronald Dworkin
Ronald Dworkin merupakan salah satu pemikir hukum yang cukup penting,
khususnya berkaitan dengan pemikiran tentang Content Theory dalam hukum yang
prinsip-prinsip, politik, dan standar-standar juga aturan-aturan. Teori sistem hukum yang
ditawarkan Dworkin, berupa seperangkat prinsip sebagai sesuatu yang hipotetikal dari hakim
yang dipanggil Hercules, yaitu menciptakan dengan menyediakan pertimbangan yang terbaik
tentang institusi hukum dalam masyarakat dan keputusan (decision) pengadilan, aransemen
sistematiknya sebagai konsepsi hukum yang dapat menyediakan suatu pertimbangan umum
dari pejabat umum yang bersifat kursif, khususnya paksaan yang dikeluarkan hakim
individual. Pertimbangan yang terbaik adalah apa yang diasumsikan, sejauh mungkin, bahwa
itu mungkin, bahwa hukum distrukturisasi oleh prinsip-prinsip keadilan dan kewajaran juga
due process yang terpadu, dan meminta mereka untuk menegakkan/menyelesaikan kasus
yang baru sebelumnya. Itu merupakan penghormatan, ambisi, serta menjadi prinsip
masyarakat. Bagi Dworkin sistem hukum memiliki empat karakteristik, yaitu unsur
pertimbangan moral tentang apa yang benar dan apa yang buruk yang dibuat oleh hakim
12
Ronald Dworkin, Taking Rights Seriously, New Impression with Reply to Critics, (London: Duckworth,
1977), hal. 107.
12
untuk menjustifikasi bahwa itulah elemen unsur teori hukum terbaiknya. Prinsip-prinsip itu
1) Prinsip mengenai apa yang disebutnya dengan political morality dan political
undang;
3) Prinsip tentang hak azasi manusia yang substansif untuk membenarkan isi dari
Relation; Salah satu klaim yang paling utama dari Dworkin adalah bahwa prinsip ini
dihubungkan satu sama lain oleh apa yang disebutnya intense intersection and
terstruktur dari hukum sebagai itegritas, dan bahwa prinsip, dan keputusan yang dibenarkan,
membentuk bagian dari suatu keseluruhan struktur. Bentuk demikian itu nampak sebagai
suatu model (gambaran) piramida yang dipotong ujungnya dengan suatu prinsip pandangan
yang ada diatasnya (dipuncak) dan banyak aturan individu pada dasarnya.
Wholeness; Corak keempat suatu sistem adalah apa yang disebutnya sebagai suatu
kesatuan yang utuh yang tidak harus dilihat sebagai pendapat semata-mata dari banyak
tulisan Dworkin, tetapi juga sebagai sesuatu yang terus-menerus harus dikembangkan dan
dibenahi.
Sudut pandang Dworkin bukanlah sebagai sesuatu pandangan seorang peneliti sosial
(social observer). Pandangannya mempunyai kaitan dengan teori yang sesuai dengan sudut
13
pandang internal (hakim) atau pihak-pihak yang ada sebagai bagian dari praktek, menjelaskan
tentang hukum yang menjadi dasar yang kemudian disebutnya dengan Law’s Empire.
Anthony Allotts melihat hukum dari perspektif yang lain, khususnya berkaitan dengan
apa yang disebutnya sistem komunikasi. Dengan menjelaskan bahwa hukum sama dengan
beberapa sistem komunikasi yang akan mengantarkan seseorang untuk selalu mempersoalkan
b) Untuk apa?
Apakah hukum sebagai suatu sistem? Allotts memulainya dengan sebuah jawaban
pendek, bahwa biasanya apabila ditanya apakah hukum sebagai suatu sistem? Maka secara
konvensional terdapat alasan-alasan sebagai berikut: pertama; hukum sebagai sistem aturan
yang selalu berkaitan dengan manusia. Kedua; aturan tersebut merupakan patokan atau
pembatasan terhadap perilaku. Ketiga; tingkah laku berarti tingkah laku seseorang dalam
14
masyarakat. Keempat; hanya aturan yang dibuat oleh otoritas yang berwenang dan kompeten
oleh karena itu hukum menjadi subjek bagi persoalan yang sama dalam memindahkan dan
menerima pesan, seperti sistem komunikasi yang lain. Ciri yang membedakan hukum adalah
keberadaan sebagai fungsi yang otonom dan membedakan kelompok sosial atau masyarakat
politis. Ini dihasilkan/dikenakan oleh mereka yang mempunyai kompetensi dan kekuasaan
yang sah pada masyarakat tersebut, sebagai pemilik kekuasaan yang sah itu. Suatu sistem
hukum tidak hanya terdiri dari norma-norma tetapi juga lembaga-lembaga termasuk fasiliitas
dan proses.
Dalam melakukan analisis terhadap hukum (peraturan atau norma dari sistem
tertentu) misi dari sistem komunikasi, perbedaanya dibuat antara norma-norma yang
diucapkan dan yang tidak diucapkan. Suatu norma yang tak terucapkan bersifat laten.
13
Anthony Allots, The Limits Of Law, (London: Butterworths, 1980), hal.5.
15
Sekalipun belum terucapkan namun memancing tindakan-tindakan pelaksanaan. Dalam hal
ini dibedakan antara norma-norma yang tidak terlihat (hantu-norma yang tidak pernah di
sebarluaskan oleh suatu kekuasaan) dan norma-norma yang gagal, norma-norma yang telah
diumumkan dalam bentuk yang tegas dan jelas, atau hanya menarik sedikit atau sama sekali
norma-norma yang diucapkan) terlihat sebagai hipotesis yang kondisional dan aplikasi suatu
norma akan melibatkan “perbandingan” dari situasi nyata yang ada dengan model kenyataan
situasi yang secara khusus diungkapkan dengan “jika” dalam suatu bagian pernyataan. Dari
sifat dasarnya ini perbandingan tidak dapat dipandang akurat. Dapatkah dikatakan bahwa
fasilitas, lembaga dan proses, tindakan-tindakan konstitusi dan urutan penerapan dalam suatu
sistem aturan itu adalah norma? Apakah bidang seperti hukum, moralitas, agama dan adat
hukum dan daerah operasinya, begitu juga kemungkinan alasan bagi ketidak efektivannya?
Sanksi tidak dilihat sebagai ciri yang menentukan norma hukum, tetapi sebagai alat
yang mungkin untuk menjamin pelaksanaannya. Norma-norma yang sah bukan disebabkan
norma itu mengikat atau menciptakan kewajiban tetapi karena sumbernya, konteks, dan
tujuannya. Hal itu terlebih sebagai dasar yang lebih meyakinkan. Allotts juga menjelaskan
tentang batasan-batasan dari keefektivan hukum, dimana akan ada semacam kesulitan unutuk
pelaksanaan norma-norma yang sah, terdapat persoalan dalam memutuskan apakah ukuran
bagi pelaksanaan yang diizinkan itu seperti juga yang diperintahkan kemampuan yang di
larang. Sumber kelemahan lain yang sama terlihat dalam kurangnya pengawasan dan
pelaksanaan norma-norma yang disebabkan tidak adanya umpan balik yang cukup dalam
16
sistem undang-undang yang sah. Allotts menyatakan, bahwa hukum tidak akan bekerja
dengan baik jika tidak sesuai dengan konteks sosialnya. Dengan mencontohkan Inggris,
Versi pemikiran positivis yang terakhir kiranya dapat ditemukan dalam pemikiran
Kelambagaan, An Institutional Theory of Law (1986). Ini merupakan kumpulan esai terbaru
mereka yang mencoba menguraikan suatu teori hukum.Walaupun mereka berpikiran sama
bersikeras seperti pemikiran positivis lainnya tentang hukum yang sistematis, dan masih tetap
menjelaskan bahwa hukum adalah suatu sistem norma-norma, tetapi perhatian mereka telah
menggeser cukup jauh dari sekedar mempertunjukkan struktur dan keseluruhan suatu sistem
kriteria untuk melakukan pilihan, tidak begitu jelas apakah sistem hukum meliputi hanya
norma-norma saja atau semua komponen yang ada di dalamnya. Tentu saja meraka
berkosentrasi untuk menjelaskan norma-norma dan norma-norma adalah pusat dari teori
hukum mereka. Di samping mengembangkan teori kelenbagaan merupakan term dari aturan,
terutama aturan yang mendasari/menjadi dasar dan tujuan akhir kelembagaan serta
Norma-norma eksis hanya sebagai bagian dari sistem pedoman tindakan atau alasan
praktis untuk orang atau kelompok. Mereka dapat memahaminya dari sudut pandang internal
yang dikenal dengan heurmenetic atau oleh Weberian disebut verstehen. Ini nampak masih
17
terbuka kemungkinan bahwa pertimbangan ini baik untuk individu maupun bersama-sama.
Tetapi kemudian belakangan McCormick dan Weinberger meminta sesuatu yang lebih tegas
untuk hukum. McCormick dan Weinberger menekankan variasi, dan cakupan unsur-unsur
berdasarkan norma yang mencakup aturan utama (primery rules) prinsip dan aturan sekunder
(secondary rules), mereka juga mengindikasikan adanya cakupan hubungan diantara unsur-
unsur yang mencakup alasan-alasan logis, kebenaran dan justifikasi. McCormick dan
Weinberger menjelaskan pembentukan ke dalam suatu yang utuh sistematis harus dipahami
sebagai rekonstruksi rasional yang menyatakan maksud atau makna susbstansi dari hukum. 14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penulisan dan penjelasan di bab-bab sebelumnya, maka yang menjadi
kesimpulannya yaitu:
1. Bahwa dalam pengertian yang umum sistem selalu dikaitkan dengan unsur-unsur
sebagai berikut; (a). Seperangkat atau serakit elemen tertentu, (b). Adanya keterjalinan
yang teratur antara elemen, (c). Adanya mekanisme keterjalinan elemen dan
14
M,McCormick & O.Weinberger, An Institutional Theory of Law, (Dordrecht: de Reidel, 1986), hal. 18.
18
2. Bahwa ada beberapa unsur hukum menurut LAWRENCE M. FRIEDMAN
hukum).
3. Ada beberapa fungsi sistem hukum, yaitu: 1. Fungsi Kontrol Sosial, dimana sistem
hukum berkaitan dengan perilaku yang mengontrol . Dan, hukum melakukan kontrol
sosial melalui perintah dan larangan dan daya paksa yang legal (sanksi hukuman yang
dapat dipaksakan). 2. Fungsi Penyelesaian Sengketa dan Konflik adalah sistem hukum
redistribusinya kepada orang yang kurang mampu atau kepada setiap orang melalui
B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dirasa perlu untuk
diberikan saran setelah penulis menyimpulkan seperti yang sudah terurai di atas, adapun
saran yang disampaikan penulis adalah, bahwa sistem hukum yang berjalan di Indonesia
sampai saat ini sebenarnya belum berjalan dengan semestinya, karena banyak peraturan
perundang-undangan yang dibuat hanya untuk kepentingan beberapa pihak saja, sehingga
seharusnya sistem hukum itu dapat diperbaiki agar semua masyarakat di Indonesia dapat
merasakan fungsi hukum yang sebenarnya dengan baik dan benar.
19
DAFTAR PUSTAKA
Dc. Philips. 1988. Holistic Thought in Social Science. Stanford University Press: California.
Dworkin, Ronald. 1977. Taking Rights Seriously, New Impression with Reply to Critics.
Duckworth: London.
Shrode, William, dkk. 1974. Organization and Management; Basic System Concepts. Irwin
Book Co.: Malaysia.
21