Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Terorisme merupakan suatu tindak pidana atau kejahatan luar biasa yang menjadi

perhatian dunia sekarang ini terutama di Indonesia. Terorisme yang terjadi di Indonesia akhir-

akhir ini memiliki keterkaitan ideologis, sejarah dan politis serta merupakan bagian dari

dinamika lingkungan strategis pada tataran global dan regional. Meskipun demikian aksi

terorisme yang terjadi di berbagai daerah dalam beberapa tahun terakhir ini kebanyakan

dilakukan oleh orang Indonesia dan hanya sedikit aktor-aktor dari luar. Namun, tidak dapat

dibantah bahwa aksi terorisme saat ini merupakan suatu gabungan antara pelaku domestik

dengan mereka yang memiliki jejaring trans-nasional.1

Terorisme di dunia bukanlah merupakan hal baru, namun menjadi aktual terutama sejak

terjadinya peristiwa World Trade Center (WTC) di New York, Amerika Serikat pada tanggal 11

September 2001, dikenal sebagai “September Kelabu”, yang memakan 3000 korban. Serangan

dilakukan melalui udara, tidak menggunakan pesawat tempur, melainkan menggunakan pesawat

komersil milik perusahaan Amerika sendiri, sehingga tidak tertangkap oleh radar Amerika

Serikat. Tiga pesawat komersil milik Amerika Serikat dibajak, dua di antaranya ditabrakkan ke

menara kembar Twin Towers World Trade Centre dan gedung Pentagon.2

Secara bahasa, kata “terorisme” berasal dari kata “to terror” dalam bahasa Inggris, dalam

bahasa Latin kata ini disebut Terrere, yang berarti “gemetar” atau “menggetarkan”.

1 Muhammad A.S. Hikam, 2016, Deradikalisasi: Peran Masyarakat Sipil Indonesia Membendung
Radikalisme, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, hal. 33-34.

2 Dikutip dari https://id.wikipedia.org/wiki/Terorisme.com, Pengertian Terorisme, [Diakses pada 04 Juni


2018 pukul 03:37 WIB].

1
Kata terrere adalah bentuk kata kerja (verb) dari kata terrorem yang berarti rasa takut yang luar

biasa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan teror sebagai usaha untuk

menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan tertentu

(Depdikbud, 2013). Pengertian yang tidak jauh berbeda diungkap dalam Webster’s New School

and Office Dictionary, yaitu membuat ketakutan atau kengerian dengan melakukan intimidasi

atau ancaman untuk menakut-nakuti (Meriam Webster, 1996). Telah banyak usaha yang

dilakukan oleh para ahli untuk menjelaskan perbedaan antara teror dan terorisme, sebagian

berpendapat bahwa “teror” merupakan bentuk pemikiran, sedangkan “terorisme” adalah aksi

atau tindakan teror yang terorganisir sedemikian rupa. Dari sekian banyak pendapat tentang

perbedaan dari keduanya, kebanyakan bersepakat bahwa teror bisa terjadi tanpa adanya

terorisme, karena teror adalah unsur asli yang melekat pada terorisme.3

Berbagai negara di dunia telah terjadi kejahatan terorisme baik di negara maju maupun

negara-negara sedang berkembang, aksi-aksi teror yang dilakukan telah memakan korban tanpa

pandang bulu, yang menyebabkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dalam kongresnya di Wina

Austria tahun 2000 mengangkat tema The Prevention of Crime and The Treatment of Offenders,

antara lain menyebutkan terorisme sebagai suatu perkembangan perbuatan dengan kekerasan

yang perlu mendapat perhatian. Menurut Muladi, terorisme merupakan kejahatan luar biasa

(Extraordinary Crime) yang membutuhkan pula penanganan dengan mendayagunakan cara-cara

luar biasa (Extraordinary Measure) karena berbagai hal:4

a. Terorisme merupakan perbuatan yang menciptakan bahaya terbesar (the greatest danger)

terhadap hak asasi manusia. Dalam hal ini hak asasi manusia untuk hidup (the right to life)

dan hak asasi untuk bebas dari rasa takut.

3 Dikutip dari https://damailahindonesiaku.com/terorisme/penegertian-terorisme.com, Pengertian Terorisme,


[Diakses pada 04 Juni 2018 pukul 04:00 WIB].
4 Muladi, 2004, Penanggulangan Terorisme Sebagai Tindak Pidana Khusus, Jakarta: Bahan Seminar
Pengamanan Terorisme sebagai Tindak Pidana Khusus.
2
b. Target terorisme bersifat random atau indiscriminate yang cenderung mengorbankan orang-

orang tidak bersalah.

c. Kemungkinan digunakannya senjata-senjata pemusnah massal dengan memanfaatkan

teknologi modern.

d. Kecenderungan terjadinya sinergi negatif antar organisasi terorisme nasional dengan

organisasi internasional.

e. Kemungkinan kerjasama antara organisasi teroris dengan kejahatan yang terorganisasi baik

yang bersifat nasional maupun internasional.

f. Dapat membahayakan perdamaian dan keamanan internasional.

Kejahatan terorisme yang terjadi di dalam suatu negara tidak lagi hanya dipandang

sebagai yurisdiksi satu negara tetapi bisa dikatakan juga termasuk yurisdiksi tindak pidana lebih

dari satu negara. Menurut Romli Atmasasmita; terorisme dalam perkembangannya menimbulkan

konflik yurisdiksi yang dapat mengganggu hubungan internasional antara negara-negara yang

berkepentingan di dalam menangani kasus-kasus tindak pidana berbahaya yang bersifat lintas

batas territorial. Kejahatan terorisme menggunakan salah satu bentuk kejahatan lintas batas

negara yang sangat mengancam ketentraman dan kedamaian dunia.5

Bukan sekedar aksi yang mengancam ketentraman semata, akan tetapi pada

kenyataannya tindak pidana terorisme juga melanggar hak asasi manusia sebagai hak dasar yang

secara kodrat melekat dalam diri manusia yaitu, hak untuk hidup dan hak untuk merasa aman

dan nyaman. Pengakuan terhadap hak asasi manusia merupakan salah satu perwujudan dari

konsep negara hukum yang diatur di dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Sebelum

5 Romli Atmasasmita, 2000, Pengantar Hukum Pidana Internasional, Bandung: PT. Rafika Aditama, hal.
58.
3
amandemen terhadap UUD 1945, pengakuan atas hak asasi manusia diatur di dalam ketentuan

Pasal 28 UUD 1945. Sedangkan setelah atau pasca amandemen terhadap UUD 1945,

pengaturan mengenai hak asai manusia semakin diperjelas dan diperinci sebagaimana yang

diatur di dalam Pasal 28 dan Pasal 28A-28J UUD 1945. Dalam mengupayakan pemenuhan dan

perlindungan hak asasi warga dari tindak kejahatan terorisme. Maka, pemerintah Indonesia

merasa perlu untuk membentuk Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,

yaitu dengan menyusun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1

Tahun 2002. Yang pada tanggal 4 April 2003 disahkan menjadi Undang-Undang RI dengan

Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.6

Aksi terorisme yang baru-baru ini terjadi di Indonesia yang dikenal dengan peristiwa

pengeboman di Surabaya. Pengeboman Surabaya adalah rangkaian peristiwa meledaknya bom

di berbagai tempat di Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur pada 13 sampai 14 Mei 2018. Tiga

tempat di antaranya tempat ibadah di Gereja Santa Maria Tak Bercela, GKI Diponegoro,

dan Gereja Pentakosta Pusat Surabaya (GPPS) Jemaat Sawahan. Dua tempat lainnya masing-

masing kompleks Rumah Susun Wonocolo di Taman, Sidoarjo dan Markas Polrestabes

Surabaya.7 Pasca aksi tersebut, mendesak pemerintah untuk melakukan revisi terhadap UU

Terorisme. Setelah melalui proses perdebatan panjang, DPR RI akhirnya mengetuk palu hasil

revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme. Undang-

undang tersebut disahkan langsung dalam sidang paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua

DPR Agus Hermanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta,Jumat (25/5).8

6 Romli Atmasasmita dan Tim, 2012, Analisis dan Evaluasi Peraturan Perundang-Undangan tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003), Jakarta: Badan Pembinaan
Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, hal. 73.

7 Dikutip dari https://id.wikipedia.org/wiki/Pengeboman_Surabaya.com, Pengeboman Surabaya, [Diakses


pada 04 Juni 2018 pukul 19:00 WIB].

8 Dikutip dari http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/18/05/25/p99o2c409-dpr-


akhirnya-sahkan-revisi-uu-terorisme, Pasca Bom Surabaya, [Diakses pada 04 Juni 2018 pukul 20:00 WIB].
4
Sosiologi hukum sebagai cabang ilmu yang berdiri sendiri, merupakan cabang ilmu yang

berdiri sendiri merupakan ilmu sosial, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari kehidupan

bersama manusia dengan sesamanya, yakni kehidupan sosial atau pergaulan hidup, singkatnya,

sosiologi hukum mempelajari masyarakat, khususnya gejala hukum dari masyarakat tersebut. 9

Sosiologi hukum sebagai suatu aliran yang mencoba melihat hukum dengan pendekatan sosial,

akan menjelaskan bagaimana pandangannya terhadap terorisme yang terjadi saat ini.

2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dalam penulisan ini permasalahan yang

akan dibahas adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah terorisme jika dipandang dari sudut perspektif sosiologi hukum ?

2. Apakah yang menjadi faktor penyebab munculnya tindakan terorisme di Indonesia dan

bagaimanakah dampak dari terorisme tersebut ?

BAB II

PEMBAHASAN

1. TERORISME DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI HUKUM

Penggunaan pendekatan sosiologi dalam hukum mulai berkembang pasca

ketidakmampuan pendekatan positivisme hukum yang berkembang pada abad ke-19 untuk

menegakan hukum demi ketertiban dan kesejahteraan masyarakat. Munculnya pendekatan

sosiologi hukum dalam dunia hukum membawa suatu perubahan baru dalam memahami hukum

karena hukum bagi aliran ini tidak hanya dimaknai sebagai apa yang tertuang dalam undang-

9 Dr.Jusmadi Sikumbang, S.H., M.S.,2013, Mengenal Sosiologi dan Sosiologi Hukum, Medan: Pustaka
Bangsa Press, hal. 205.
5
undang atau law in the books, sesuatu pendekatan yang sangat berbeda dari aliran positivisme

yang memandang bahwa hukum adalah apa yang ditentukan oleh penguasa atau undang-undang

sehingga terbebas dari anasir-anasir lain yang berada di luar hukum.10

Sebagai ilmu pengetahuan, secara formal sosiologi hukum membatasi diri pada manusia

sebagai satuan sosial, termasuk bagaimana hubungannya dengan masyarakat, proses sosial, dan

ketentuan-ketentuan sosial, struktur sosial, kelangsungan hidup dari kelompok sosial (apakah

unsur-unsur pengawasan sosial yang menjamin kelangsungan hidup kelompok/ masyarakat, serta

bagaimanakah individu paling efektif diawasi oleh masyarakat), serta perubahan-perubahan

sosial (social change) sebagai objek formalnya.11 Karena sifatnya yang nomografis, pembahasan

tentang terorisme dalam perspektif sosiologi hukum berbeda jika dibandingkan dengan

bagaimanakah terorisme itu jika dipandang dalam perspektif politik dan budaya yang ada di

Indonesia. Oleh karena itu, dalam sosiologi hukum fokus pertanyaannya berkisar pada : ”what it

is about a society that increases or decreases the likelihood of violence”, dan terorisme baru

menjadi persoalan sosial (social problem) ketika ”violence must also arouse widespread

subjective concern”.

Mendasarkan pada hal tersebut di atas, upaya pemahaman terorisme dalam sosiologi

hukum akan menampilkan banyak simpulan berbeda, hal ini dikarenakan adanya perbedaan,

teori, serta landasan akosiomatik yang digunakan dalam proses pemahaman dan pendeskripsian

terorisme tersebut. Namun, ada satu hal yang perlu digarisbawahi, bahwa dalam perspektif

sosiologi hukum terorisme ataupun kejahatan pada umumnya merupakan kondisi alamiah dari

masyarakat (crime is a natural part of society). Dikatakan demikian, karena realitas sosiologi

hukum memperlihatkan terorisme atau kejahatan pada umumnya, ditemukan pada hampir semua

10 Jawahir Thontowi, 2012, Bahan Ajar Mata Kuliah Sosiologi Hukum Pasca Sarjana Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia.
11 Dikutip dari http://hermansyahfh.blogspot.com/2011/11/radikalisme.html, Radikalisme dalam Perspektif
Sosiologi Hukum, [Diakses pada 04 Juni 2018 pukul 22:00 WIB]
6
lapisan dan bentuk masyarakat, apakah masyarakat yang masih sederhana ataupun yang sudah

kompleks struktur sosialnya.12

Aksi terorisme yan terus meningkat saat ini, terlebih setelah terjadinya tragedi tanggal 11

September 2001, kaum teroris seakan berada di tengah panggung dunia. Kiprah kaum terorisme

melalui peledakan bom, terutama serangan bom bunuh diri, membuat pelaku kejahatan manusia

itu berada dalam sorotan yang besar. Resonansi perbuatan mereka sangat besar akibat efek

publikasi tinggi dan luas. Kaum teroris seakan menjadi aktor yang sedang mempertontonkan

adegan mengerikan di panggung dunia, dan masyarakat dunia menjadi penontonnya.13

Terorisme tentu membutuhkan jaringan organisasi yang kuat dan pendanaan yang cukup

untuk melancarkan aksinya. Karena, untuk mencapai sasaran antara korban massal dan ketakutan

luar biasa, diperlakukan dana yang besar dan keahlian khusus. Menurut Romli Atmasasmita,

keistimewaan kegiatan terorisme tidak dapat dideteksi lebih awal sebelum jatuh korban massal,

karena didukung kegiatan spionase yang bersifat tertutup dan menggunakan system cel yang

amat sulit dilacak.Jikapun dapat dilacak pasti membutuhkan waktu yang lama.

Kegiatan terorisme bukan kejahatan dengan motif mencari keuntungan materill, akan

tetapi mengharap keuntungan non materill yang sering digolongkan sebagai motif ideologis atau

politis. Sasaran jangka panjang kegiatan terorisme adalah runtuhnya kepercayaan masyarakat

akan kemampuan suatu sistem pemerintahan dalam menjalankan roda pemerintahannya.

Terorisme bukanlah wacana, melainkan gerakan. Bukan sekedar menyebarkan ketakutan, tetapi

juga meluluh lantakkan peradaban. Terorisme itu action bukan hanya paham. Setiap action

memiliki motivasi, kompensasi perjuangan dan filosofi yakni in the name of religion. Tidak ada

motivasi lain yang lebih indah dari “hidup dan mati untuk agama”. Kompensasi perjuangannya

12 James M. Henslin, 1990, Social Problems, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey, Second Edition,
hal.154-155.

13 M. Ali Zadan, 2005, Jurnal Yuridis Hukum Pidana Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme, Jakarta, hal.
25.
7
langsung berkaitan dengan pahala surga dan kematian itu sendiri. Dikamuflasekan dengan

kenikmatan tiada tara di surga. Dengan demikian, menurut paham ini tidak ada ruang

kebimbangan atau kesangsian untuk menjalankan tugas kematian. Kematian dianggap sebagai

bagian dari kenikmatan yang akan diraih. Sedangkan bagaimanakah dengan kematian orang

lain?, tidak menjadi soal. Justru inilah filosofi tindakan ampuh jaringan teroris, ada misi, aksi dan

organisasi yang rapi, serta ada korban yang dijadikan sasaran antara. Bagi pelaku, terorisme

dipandang sebagai strategi untuk melawan. Meski tidak untuk memperbutkan wilayah,

konsepnya mirip perang gerilya.14

Berdasarkan atau dalam keadaan apapun tentu saja filosofi demikian tidak dapat

dibenarkan, dan tentu saja tidak boleh dibiarkan tumbuh dan berkembang di negara yang

menjunjung tinggi nilai-nilai keTuhanan dan kemanusiaan seperti, Indonesia. Tindakan biadab

terhadap sekelompok orang tidak dapat dijustifikasi dengan dalih perjuangan membela

keyakinan dalam arti sempit. Tidak ada satu keyakinanpun di bumi pertiwi ini yang mendukung

tindakan terorisme apalagi dengan mengorbankan jiwa manusia yang tidak berdosa. Sungguh

perbuatan biadab yang pelakunya harus dituntut secara hukum.

Jika dipandang dari sudut perspektif hukum, tindakan terorisme tidak dapat disamakan

dengan kejahatan biasa. Karakteristik yang melekat dalam tindakan terorisme telah menjadikan

kejahatan ini perlu dilakukan penanganan secara luar biasa. Hendaknya dipahami pula bahwa

kejahatan terorisme juka didukung oleh motivasi yang kuat dari pelakunya yang secara khusus

juga sudah memperhitungkan kondisi hukum di suatu negara dan implementasinya selama ini.

Upaya penegakan hukum yang selama ini dilakukan, mustahil luput dari perhatian kelompok

teroris itu, untuk memanfaatkan kelemahan aparatur huum dengan segenap institusinya guna

melancarkan aksinya. Mereka seakan-akan mengetahi kelengahan petugas hukum, kapan mereka

14 Ibid, hal. 26.


8
harus bertindak dan dengan tepat memanfaatkannya sehingga jatuhnya korban menjadi berlipat

ganda.

Berdasarkan dengan melihat situasi maraknya aksi yang demikian itu, maka sosiologi

hukum menyediakan bahan bagi pembuat hukum pada waktu akan memutuskan akan hukuman

yang tepat bagi pelakunya salah satunya dengan memberikan pidana mati. Para pengambil

keputusan boleh mengambilnya atau tidak sebagai bahan untuk menentukan apakah yang akan

dilakukan oleh hukum Indonesia mengenai pidana mati. Sebagai saran, ada baiknya melihat

alternatif pemidanaan di masa depan dalam penanggulangan kejahatan seperti terorisme dan

narkoba misalnya pidana ganti rugi.

Emile Durkheim menyatakan bahwa, kejahatan merupakan bagian tak terpisahkan dari

kehidupan manusia di dunia. Segala aktivitas manusia baik politik, sosial dan ekonomi, dapat

menjadi kasus kejahatan. Sehingga keberadaan kejahatan tidak perlu disesali, tapi harus selalu

dicari upaya bagaimana menanganinya. Berusaha menekan kualitas dan kuantitasnya serendah

mungkin, maksimal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Sanksi ganti kerugian

merupakan suatu sanksi yang mengharuskan seseorang yang telah bertindak merugikan orang

lain untuk membayar sejumlah uang ataupun barang pada orang yang dirugikan, sehingga

kerugian yang telah terjadi dianggap tidak pernah terjadi. Saat ini sanksi ganti kerugian tidak

hanya merupakan bagian dari hukum perdata, tetapi juga telah masuk ke dalam hukum pidana.

Perkembangan ini terjadi karena semakin meningkatnya perhatian masyarakat dunia terhadap

korban tindak pidana.15

Oleh sebab itu, sangat dibutuhkan upaya yang bersifat preventif maupun refresif harus

dilakukan aparat hukum untuk meminimalisasi jatuhnya korban, dan mendeteksi sejak dini

gerakan terorisme itu. Dan melakukan proses hukum terhadap mereka yang diduga melakukan

tindakan yang bertentangan dengan kemanusiaan ini.


15 Johnson Panjaitan, 2007, Hukuman Mati Tidak Efektif Mengurangi Kejahatan, Jakarta: PBHI News,
hal. 20.
9
2. FAKTOR PENYEBAB MUNCULNYA TINDAKAN TERORISME DAN DAMPAK

DARI TINDAKAN TERORISME BAGI INDONESIA

Aksi terorisme yang terjadi di Indonesia tentunya didasari oleh beberapa faktor. Beberapa

faktor yang menjadi latar belakang dari tindakan tersebut adalah disebabkan oleh kondisi

lingkungan yang ada di masyarakat. Beberapa penyebab munculnya tindakan terorisme, antara

lain:16

1. Faktor Ekonomi, faktor ini menjadi alasan munculnya terorisme karena adanya pengaruh

kemiskinan yang ada di masyarakat yang dapat membuat masyarakat untuk melakukan

kekerasan yang kemudian mengarah pada tindakan terorisme. Faktor ekonomi ini bisa

mempengaruhi orang untuk masuk ke dalam jaringan atau kelompok terorisme karena

adanya jaminan akan kehidupan yang layak dan terbebas dari kemiskinan.

2. Faktor Hukum. Belum maksimalnya penegakan hukum di suatu negara akibat

ketidakberpihakan aparat penegak hukum serta pemerintah terhadap masyarakat golongan

bawah daripada masyarakat golongan atas membuat munculnya kelompok yang

melakukan tindakan perlawanan serta protes. Perlawanan tersebut disebabkan anggapan

bahwa pemerintah dan aparat penegak hukum tidak dapat memberikan perlindungan

kepada masyarakat kecil serta ketidakadaannya keadilan dalam segi hukum. Salah satu

bentuk tindakan perlawanan kelompok tersebut ialah dengan cara melakukan kekerasan

lewat aksi terror kepada pemerintah.

3. Faktor Politik. Adanya pengaruh dan keyakinan terhadap ideologi politik terkadang

membuat suatu kelompok masyarakat melakukan tindakan yang dapat melanggar suatu

16 Yulia Monita, 2008, Faktor-Faktor Terjadinya Tindak Pidana Terorisme Dan Strategi Penanggulangannya
Di Indonesia. Dalam Majalah Hukum Forum Akademika, Vol.18, No.2, November 2008. [Diunduh tanggal 3 Juni
2018 dari isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1820899112.pdf
10
aturan atau perundang-undangan suatu Negara. Dalam menjalankan aksinya, mereka

biasanya melakukan kekerasan, serta aksi teror terhadap penduduk sipil dan pemerintahan,

dengan tujuan untuk mengubah ideologi Negara yang bersangkutan. Tindakan kekerasan

dan terror itu yang kemudian membentuk kecemasan dan ketakutan masyarakat serta

menimbulkan opini publik terkait keamanan Negara sekaligus membuat keraguan dan

hilangnya rasa percaya masyarakat terhadap pemerintahan karena masyarakat menganggap

pemerintah tidak dapat melindungi rakyatnya dari aksi terorisme.

4. Faktor Sosial. Adanya rasa ketidakadilan dalam masyarakat menyebabkan munculnya

pemikiran beberapa kelompok yang menganggap pemerintah tidak dapat

mensejahterakan masyarakat dan menimbulkan aksi kekerasan sebagai bagian dari

penyampaian aspirasi masyarakat. Tindakan kekerasan yang dilakukan kelompok

masyarakat tersebut salah satunya berupa aksi terror yang perlahan memunculkan

tindakan terorisme di masyarakat.

5. Faktor Agama. Salah satu penyebab munculnya terorisme di Indonesia ialah dikarenakan

adanya Jemaah Islamiyah (JI) yang merupakan suatu jaringan terorisme di Asia Tenggara.

Jaringan terorisme ini muncul karena adanya pemikiran agama yang radikal dan ekstrem

dari organisasi tersebut. Jemaah Islamiyah berusaha untuk mengembangkan pemikiran

keagaamaan yang radikal dengan cara mengajarkan ke orang-orang bahwa jihad itu

penting dan menjadikan orang tersebut sebagai pengikut dari jaringan terorisme itu sendiri.

Jihad sendiri menurut organisasi yang berpaham radikal ialah perang terhadap semua orang

atau segala sesuatu yang berbeda pemahaman dengan mereka atau yang mereka sebut

sebagai musuh walaupun masih dalam satu negara. Ketidakpahaman orang-orang yang

masuk dalam organisasi radikal dengan paham agama yang sebenarnya itulah yang

11
membuat orang-orang atau pengikut dari jaringan ini yang kemudian melakukan aksi

terorisme seperti yang terjadi pada beberapa peristiwa pengeboman di Indonesia.

Menurut penjelasan faktor-faktor penyebab munculnya aksi terorisme diatas dapat

dikatakan, bahwa munculnya aksi terorisme tidak lain dikarenakan oleh faktor lingkungan yang

ada di masyarakat, baik itu faktor ekonomi, politik, hukum, sosial, bahkan faktor agama. Semua

faktor tersebut tentunya sangat dekat dengan diri masyarakat sebab semuanya memiliki arti yang

sangat penting.

Selain itu, ada juga dampak atau akibat yang ditimbulkan dari banyaknya aksi terorisme

yang terjadi di Indonesia, dimana dampak tersebut memiliki dampak yang sangat

berpengaruh bagi Indonesia sendiri. Beberapa dampak dari adanya terorisme antara lain:

1. Segi Pariwisata

Peristiwa bom yang terjadi di Indonesia sangat berpengaruh terhadap sektor

pariwisata. Sebagai contoh, ketika terjadinya Bom Bali I pada bulan Oktober 2002 yang

menewaskan banyak wisatawan asing. Setelah kejadian tersebut, Bali yang merupakan

surga pariwisata di Indonesia mengalami penurunan jumlah wisatawan secara drastis

akibat memburuknya citra Bali yang dulunya dikenal aman sebagai tujuan pariwisata.

Adanya penurunan jumlah wisatawan, secara tidak langsung berpengaruh terhadap

pariwisata Indonesia yang lain karena para wisatawan menganggap Indonesia sebagai

Negara yang tidak aman dan membuat devisa Negara mengalami penurunan. Selain itu

dampak lain dari segi pariwisata pasca bom ialah diberikannya travel warning terhadap

Indonesia yang berpengaruh terhadap kunjungan para wisatawan asing ke Indonesia.

2. Segi Psikologis

12
Adanya tragedi pengeboman yang sering terjadi di Indonesia juga turut

mempengaruhi kondisi psikologis masyarakat. Contoh dampak psikologis masyarakat

pasca pengeboman dapat dilihat dari hasil survei terhadap masyarakat di Bali pasca

peristiwa Bom Bali II.

2.1 Presentase Post Traumatic Stress Disorder di Jimbaran

Dari tabel diatas, dapat dikatakan bahwa masyarakat yang berada di wilayah bekas

pengeboman sedikit tidaknya memiliki gangguan psikologis seperti ketakutan, mimpi

buruk, bahkan sering pingsan. Hal tersebut dikarenakan tempat tinggalnya yang berdekatan

dengan pengeboman, atau bahkan karena mengalami sendiri peristiwa itu. Namun

masyarakat yang mengalami atau melihat kejadian pengeboman secara langsung memiliki

perbedaan karena mempunyai gangguan psikologis yang lebih tinggi. 17

3. Segi Ekonomi

Adanya pengeboman juga memberi dampak buruk pada sektor ekonomi di

Indonesia. Dampak tersebut diantaranya berupa banyaknya pengangguran akibat sektor

usaha yang pendapatannya merosot tajam pasca terjadinya bom dan harus mengurangi

jumlah karyawannya, dalam segi investasi, berpengaruh pada menurunnya prospek

17 Supriyadi. Survei. Dampak Bom Bali Kedua Terhadap Kesehatan Masyarakat Di Sekitar Kejadian Di
Jimbaran. Dalam Jurnal Sarathi Vol. 13, No.3, September 2006.[Diakses tanggal 3 Juni 2018 dari
isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/13306200208.pdf
13
investasi jangka menengah dan panjang investasi asing pasca pengeboman karena karena

para investor takut merugi dan menganggap Indonesia sebagai negara yang tidak aman

untuk mendapatkan investasi, serta menurunnya perekonomian di Indonesia.

4. Segi Keamanan

Dari segi keamanan dampak dari terorisme sendiri yakni memburuknya citra

Indonesia di mata dunia internasional karena menganggap Indonesia sebagai Negara yang

tidak aman dan berimbas pada sektor-sektor lainnya. Terorisme juga mempengaruhi pola

pemikiran masyarakat Indonesia akibat tidak adanya rasa aman dan nyaman di negeri

sendiri. Tindakan terorisme juga berpengaruh buruk terhadap keamanan wilayah Indonesia

karena pergerakan dari terorisme yang lintas batas negara.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa terorisme sangat merugikan

Negara seperti Indonesia, karena dampaknya yang begitu besar serta memberikan efek domino

terhadap sektor-sektor di Indonesia dan tentu saja memperburuk citra Negara di mata dunia

internasional. Untuk itu diperlukan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat guna

menanggulangi tindakan terorisme di Indonesia.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-

hal sebagai berikut:

1. Berdasarkan perspektif sosiologi hukum yang menandang bahwa aksi terorisme apabila

telah terjadi, maka peranan hukum pidana tidak dapat dikesampingkan, karena hanya

dengan menggunakan cara-cara hukumlah tindakan yang tidak berperikemanusiaan itu

dapat dikendalikan secara adil dan rasional. Penanggulangan terorisme dengan

menggunakan hukum pidana merupakan “kuieren am symptom” yang memiliki

keterbatasan-keterbatasan. Namun di balik keterbatasannya itu keadilan tetap harus

diwujudkan.

15
2. Terorisme merupakan suatu bentuk kejahatan yang patut diwaspadai karena memberikan

pengaruh buruk baik bagi Indonesia maupun masyarakatnya. Terorisme juga dapat

menjadi ancaman, dan dapat mengganggu hubungan diplomatik antar negara karena

sifatnya yang transnasional. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya aksi

terorisme di suatu negara memiliki keterkaitan satu sama lain karena sifatnya yang

saling berhubungan.

B. Saran

Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan, dapat dirumuskan beberapa saran salah

satunya adalah bahwa tindakan terorisme yang terjadi di Indonesia tidak dapat dipandang sebelah

mata, dan diperlukan kerja sama oleh semua pihak. Tidak hanya pihak aparat penegak hukum,

tetapi juga masyarakat luas, dan juga diperlukan rasa toleransi yang tinggi agar tidak mudah

terpengaruh oleh isu-isu yang mencoba untuk memecahkan persatuan dan kesatuan bangsa.

16
17
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Atmasasmita, Romli. 2000. Pengantar Hukum Pidana Internasional. PT. Rafika


Aditama: Jakarta.
. 2012. Analisis dan Evaluasi Peraturan Perundang-Undangan
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Undang-Undang Nomor 15
tahun 2003). Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia: Jakarta.

Hikam, Muhammad A.S. 2016. Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia. Rajawali


Pers: Jakarta.
Panjaitan, Johnson. 2007. Hukuman Mati Tidak Efektif Mengurangi Kejahatan. PBHI
News: Jakarta.
Sikumbang, Jusmandi. 2013. Mengenal Sosiologi dan Sosiologi Hukum. Pustaka
Bangsa Press: Medan.

B. Jurnal

Muladi. 2004. Penanggulangan Terorisme Sebagai Tindak Pidana Khusus. Bahan


Seminar Pengamanan Terorisme sebagai Tindak Pidana Khusus: Jakarta.

Thontowi, Jawahir. 2012. Bahan Ajar Mata Kuliah Sosiologi Hukum Pasca Sarjana
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia: Jakarta.

Henslin, M. James. 1990. Social Problems, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New
Jersey, Second Edition.

Zadan, M.Ali. 2005. Jurnal Yuridis Hukum Pidana Penanggulangan Tindak Pidana
Terorisme: Jakarta.

Monita, Yulia. 2008. Faktor-Faktor Terjadinya Tindak Pidana Terorisme Dan Strategi
Penanggulangannya Di Indonesia. Dalam Majalah Hukum Forum Akademika,
Vol.18, No.2, November 2008. Diunduh tanggal 27 Mei 2012 dari
isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1820899112.pdf
Supriyadi. Survei. Dampak Bom Bali Kedua Terhadap Kesehatan Masyarakat Di
Sekitar Kejadian Di Jimbaran. Dalam Jurnal Sarathi Vol. 13, No.3, September
2006. Diunduh tanggal 27 Mei 2012 dari
isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/13306200208.pdf.

C. Website

https://id.wikipedia.org/wiki/Terorisme.com, Pengertian Terorisme, [Diakses pada 04


Juni 2018 pukul 03:37 WIB].

https://damailahindonesiaku.com/terorisme/penegertian-terorisme.com, Pengertian
Terorisme, [Diakses pada 04 Juni 2018 pukul 04:00 WIB].
https://id.wikipedia.org/wiki/Pengeboman_Surabaya.com, Pengeboman Surabaya,
[Diakses pada 04 Juni 2018 pukul 19:00 WIB].

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/18/05/25/p99o2c409-dpr-
akhirnya-sahkan-revisi-uu-terorisme, Pasca Bom Surabaya, [Diakses pada 04
Juni 2018 pukul 20:00 WIB].

http://hermansyahfh.blogspot.com/2011/11/radikalisme.html, Radikalisme dalam


Perspektif Sosiologi Hukum, [Diakses pada 04 Juni 2018 pukul 22:00 WIB]

Anda mungkin juga menyukai