PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Terorisme merupakan suatu tindak pidana atau kejahatan luar biasa yang menjadi
perhatian dunia sekarang ini terutama di Indonesia. Terorisme yang terjadi di Indonesia akhir-
akhir ini memiliki keterkaitan ideologis, sejarah dan politis serta merupakan bagian dari
dinamika lingkungan strategis pada tataran global dan regional. Meskipun demikian aksi
terorisme yang terjadi di berbagai daerah dalam beberapa tahun terakhir ini kebanyakan
dilakukan oleh orang Indonesia dan hanya sedikit aktor-aktor dari luar. Namun, tidak dapat
dibantah bahwa aksi terorisme saat ini merupakan suatu gabungan antara pelaku domestik
Terorisme di dunia bukanlah merupakan hal baru, namun menjadi aktual terutama sejak
terjadinya peristiwa World Trade Center (WTC) di New York, Amerika Serikat pada tanggal 11
September 2001, dikenal sebagai “September Kelabu”, yang memakan 3000 korban. Serangan
dilakukan melalui udara, tidak menggunakan pesawat tempur, melainkan menggunakan pesawat
komersil milik perusahaan Amerika sendiri, sehingga tidak tertangkap oleh radar Amerika
Serikat. Tiga pesawat komersil milik Amerika Serikat dibajak, dua di antaranya ditabrakkan ke
menara kembar Twin Towers World Trade Centre dan gedung Pentagon.2
Secara bahasa, kata “terorisme” berasal dari kata “to terror” dalam bahasa Inggris, dalam
bahasa Latin kata ini disebut Terrere, yang berarti “gemetar” atau “menggetarkan”.
1 Muhammad A.S. Hikam, 2016, Deradikalisasi: Peran Masyarakat Sipil Indonesia Membendung
Radikalisme, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, hal. 33-34.
1
Kata terrere adalah bentuk kata kerja (verb) dari kata terrorem yang berarti rasa takut yang luar
biasa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan teror sebagai usaha untuk
menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan tertentu
(Depdikbud, 2013). Pengertian yang tidak jauh berbeda diungkap dalam Webster’s New School
and Office Dictionary, yaitu membuat ketakutan atau kengerian dengan melakukan intimidasi
atau ancaman untuk menakut-nakuti (Meriam Webster, 1996). Telah banyak usaha yang
dilakukan oleh para ahli untuk menjelaskan perbedaan antara teror dan terorisme, sebagian
berpendapat bahwa “teror” merupakan bentuk pemikiran, sedangkan “terorisme” adalah aksi
atau tindakan teror yang terorganisir sedemikian rupa. Dari sekian banyak pendapat tentang
perbedaan dari keduanya, kebanyakan bersepakat bahwa teror bisa terjadi tanpa adanya
terorisme, karena teror adalah unsur asli yang melekat pada terorisme.3
Berbagai negara di dunia telah terjadi kejahatan terorisme baik di negara maju maupun
negara-negara sedang berkembang, aksi-aksi teror yang dilakukan telah memakan korban tanpa
pandang bulu, yang menyebabkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dalam kongresnya di Wina
Austria tahun 2000 mengangkat tema The Prevention of Crime and The Treatment of Offenders,
antara lain menyebutkan terorisme sebagai suatu perkembangan perbuatan dengan kekerasan
yang perlu mendapat perhatian. Menurut Muladi, terorisme merupakan kejahatan luar biasa
a. Terorisme merupakan perbuatan yang menciptakan bahaya terbesar (the greatest danger)
terhadap hak asasi manusia. Dalam hal ini hak asasi manusia untuk hidup (the right to life)
teknologi modern.
organisasi internasional.
e. Kemungkinan kerjasama antara organisasi teroris dengan kejahatan yang terorganisasi baik
Kejahatan terorisme yang terjadi di dalam suatu negara tidak lagi hanya dipandang
sebagai yurisdiksi satu negara tetapi bisa dikatakan juga termasuk yurisdiksi tindak pidana lebih
dari satu negara. Menurut Romli Atmasasmita; terorisme dalam perkembangannya menimbulkan
konflik yurisdiksi yang dapat mengganggu hubungan internasional antara negara-negara yang
berkepentingan di dalam menangani kasus-kasus tindak pidana berbahaya yang bersifat lintas
batas territorial. Kejahatan terorisme menggunakan salah satu bentuk kejahatan lintas batas
Bukan sekedar aksi yang mengancam ketentraman semata, akan tetapi pada
kenyataannya tindak pidana terorisme juga melanggar hak asasi manusia sebagai hak dasar yang
secara kodrat melekat dalam diri manusia yaitu, hak untuk hidup dan hak untuk merasa aman
dan nyaman. Pengakuan terhadap hak asasi manusia merupakan salah satu perwujudan dari
konsep negara hukum yang diatur di dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Sebelum
5 Romli Atmasasmita, 2000, Pengantar Hukum Pidana Internasional, Bandung: PT. Rafika Aditama, hal.
58.
3
amandemen terhadap UUD 1945, pengakuan atas hak asasi manusia diatur di dalam ketentuan
Pasal 28 UUD 1945. Sedangkan setelah atau pasca amandemen terhadap UUD 1945,
pengaturan mengenai hak asai manusia semakin diperjelas dan diperinci sebagaimana yang
diatur di dalam Pasal 28 dan Pasal 28A-28J UUD 1945. Dalam mengupayakan pemenuhan dan
perlindungan hak asasi warga dari tindak kejahatan terorisme. Maka, pemerintah Indonesia
Tahun 2002. Yang pada tanggal 4 April 2003 disahkan menjadi Undang-Undang RI dengan
Aksi terorisme yang baru-baru ini terjadi di Indonesia yang dikenal dengan peristiwa
di berbagai tempat di Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur pada 13 sampai 14 Mei 2018. Tiga
tempat di antaranya tempat ibadah di Gereja Santa Maria Tak Bercela, GKI Diponegoro,
dan Gereja Pentakosta Pusat Surabaya (GPPS) Jemaat Sawahan. Dua tempat lainnya masing-
masing kompleks Rumah Susun Wonocolo di Taman, Sidoarjo dan Markas Polrestabes
Surabaya.7 Pasca aksi tersebut, mendesak pemerintah untuk melakukan revisi terhadap UU
Terorisme. Setelah melalui proses perdebatan panjang, DPR RI akhirnya mengetuk palu hasil
revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme. Undang-
undang tersebut disahkan langsung dalam sidang paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua
6 Romli Atmasasmita dan Tim, 2012, Analisis dan Evaluasi Peraturan Perundang-Undangan tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003), Jakarta: Badan Pembinaan
Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, hal. 73.
berdiri sendiri merupakan ilmu sosial, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari kehidupan
bersama manusia dengan sesamanya, yakni kehidupan sosial atau pergaulan hidup, singkatnya,
sosiologi hukum mempelajari masyarakat, khususnya gejala hukum dari masyarakat tersebut. 9
Sosiologi hukum sebagai suatu aliran yang mencoba melihat hukum dengan pendekatan sosial,
akan menjelaskan bagaimana pandangannya terhadap terorisme yang terjadi saat ini.
2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dalam penulisan ini permasalahan yang
2. Apakah yang menjadi faktor penyebab munculnya tindakan terorisme di Indonesia dan
BAB II
PEMBAHASAN
ketidakmampuan pendekatan positivisme hukum yang berkembang pada abad ke-19 untuk
sosiologi hukum dalam dunia hukum membawa suatu perubahan baru dalam memahami hukum
karena hukum bagi aliran ini tidak hanya dimaknai sebagai apa yang tertuang dalam undang-
9 Dr.Jusmadi Sikumbang, S.H., M.S.,2013, Mengenal Sosiologi dan Sosiologi Hukum, Medan: Pustaka
Bangsa Press, hal. 205.
5
undang atau law in the books, sesuatu pendekatan yang sangat berbeda dari aliran positivisme
yang memandang bahwa hukum adalah apa yang ditentukan oleh penguasa atau undang-undang
Sebagai ilmu pengetahuan, secara formal sosiologi hukum membatasi diri pada manusia
sebagai satuan sosial, termasuk bagaimana hubungannya dengan masyarakat, proses sosial, dan
ketentuan-ketentuan sosial, struktur sosial, kelangsungan hidup dari kelompok sosial (apakah
unsur-unsur pengawasan sosial yang menjamin kelangsungan hidup kelompok/ masyarakat, serta
sosial (social change) sebagai objek formalnya.11 Karena sifatnya yang nomografis, pembahasan
tentang terorisme dalam perspektif sosiologi hukum berbeda jika dibandingkan dengan
bagaimanakah terorisme itu jika dipandang dalam perspektif politik dan budaya yang ada di
Indonesia. Oleh karena itu, dalam sosiologi hukum fokus pertanyaannya berkisar pada : ”what it
is about a society that increases or decreases the likelihood of violence”, dan terorisme baru
menjadi persoalan sosial (social problem) ketika ”violence must also arouse widespread
subjective concern”.
Mendasarkan pada hal tersebut di atas, upaya pemahaman terorisme dalam sosiologi
hukum akan menampilkan banyak simpulan berbeda, hal ini dikarenakan adanya perbedaan,
teori, serta landasan akosiomatik yang digunakan dalam proses pemahaman dan pendeskripsian
terorisme tersebut. Namun, ada satu hal yang perlu digarisbawahi, bahwa dalam perspektif
sosiologi hukum terorisme ataupun kejahatan pada umumnya merupakan kondisi alamiah dari
masyarakat (crime is a natural part of society). Dikatakan demikian, karena realitas sosiologi
hukum memperlihatkan terorisme atau kejahatan pada umumnya, ditemukan pada hampir semua
10 Jawahir Thontowi, 2012, Bahan Ajar Mata Kuliah Sosiologi Hukum Pasca Sarjana Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia.
11 Dikutip dari http://hermansyahfh.blogspot.com/2011/11/radikalisme.html, Radikalisme dalam Perspektif
Sosiologi Hukum, [Diakses pada 04 Juni 2018 pukul 22:00 WIB]
6
lapisan dan bentuk masyarakat, apakah masyarakat yang masih sederhana ataupun yang sudah
Aksi terorisme yan terus meningkat saat ini, terlebih setelah terjadinya tragedi tanggal 11
September 2001, kaum teroris seakan berada di tengah panggung dunia. Kiprah kaum terorisme
melalui peledakan bom, terutama serangan bom bunuh diri, membuat pelaku kejahatan manusia
itu berada dalam sorotan yang besar. Resonansi perbuatan mereka sangat besar akibat efek
publikasi tinggi dan luas. Kaum teroris seakan menjadi aktor yang sedang mempertontonkan
Terorisme tentu membutuhkan jaringan organisasi yang kuat dan pendanaan yang cukup
untuk melancarkan aksinya. Karena, untuk mencapai sasaran antara korban massal dan ketakutan
luar biasa, diperlakukan dana yang besar dan keahlian khusus. Menurut Romli Atmasasmita,
keistimewaan kegiatan terorisme tidak dapat dideteksi lebih awal sebelum jatuh korban massal,
karena didukung kegiatan spionase yang bersifat tertutup dan menggunakan system cel yang
amat sulit dilacak.Jikapun dapat dilacak pasti membutuhkan waktu yang lama.
Kegiatan terorisme bukan kejahatan dengan motif mencari keuntungan materill, akan
tetapi mengharap keuntungan non materill yang sering digolongkan sebagai motif ideologis atau
politis. Sasaran jangka panjang kegiatan terorisme adalah runtuhnya kepercayaan masyarakat
Terorisme bukanlah wacana, melainkan gerakan. Bukan sekedar menyebarkan ketakutan, tetapi
juga meluluh lantakkan peradaban. Terorisme itu action bukan hanya paham. Setiap action
memiliki motivasi, kompensasi perjuangan dan filosofi yakni in the name of religion. Tidak ada
motivasi lain yang lebih indah dari “hidup dan mati untuk agama”. Kompensasi perjuangannya
12 James M. Henslin, 1990, Social Problems, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey, Second Edition,
hal.154-155.
13 M. Ali Zadan, 2005, Jurnal Yuridis Hukum Pidana Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme, Jakarta, hal.
25.
7
langsung berkaitan dengan pahala surga dan kematian itu sendiri. Dikamuflasekan dengan
kenikmatan tiada tara di surga. Dengan demikian, menurut paham ini tidak ada ruang
kebimbangan atau kesangsian untuk menjalankan tugas kematian. Kematian dianggap sebagai
bagian dari kenikmatan yang akan diraih. Sedangkan bagaimanakah dengan kematian orang
lain?, tidak menjadi soal. Justru inilah filosofi tindakan ampuh jaringan teroris, ada misi, aksi dan
organisasi yang rapi, serta ada korban yang dijadikan sasaran antara. Bagi pelaku, terorisme
dipandang sebagai strategi untuk melawan. Meski tidak untuk memperbutkan wilayah,
Berdasarkan atau dalam keadaan apapun tentu saja filosofi demikian tidak dapat
dibenarkan, dan tentu saja tidak boleh dibiarkan tumbuh dan berkembang di negara yang
menjunjung tinggi nilai-nilai keTuhanan dan kemanusiaan seperti, Indonesia. Tindakan biadab
terhadap sekelompok orang tidak dapat dijustifikasi dengan dalih perjuangan membela
keyakinan dalam arti sempit. Tidak ada satu keyakinanpun di bumi pertiwi ini yang mendukung
tindakan terorisme apalagi dengan mengorbankan jiwa manusia yang tidak berdosa. Sungguh
Jika dipandang dari sudut perspektif hukum, tindakan terorisme tidak dapat disamakan
dengan kejahatan biasa. Karakteristik yang melekat dalam tindakan terorisme telah menjadikan
kejahatan ini perlu dilakukan penanganan secara luar biasa. Hendaknya dipahami pula bahwa
kejahatan terorisme juka didukung oleh motivasi yang kuat dari pelakunya yang secara khusus
juga sudah memperhitungkan kondisi hukum di suatu negara dan implementasinya selama ini.
Upaya penegakan hukum yang selama ini dilakukan, mustahil luput dari perhatian kelompok
teroris itu, untuk memanfaatkan kelemahan aparatur huum dengan segenap institusinya guna
melancarkan aksinya. Mereka seakan-akan mengetahi kelengahan petugas hukum, kapan mereka
ganda.
Berdasarkan dengan melihat situasi maraknya aksi yang demikian itu, maka sosiologi
hukum menyediakan bahan bagi pembuat hukum pada waktu akan memutuskan akan hukuman
yang tepat bagi pelakunya salah satunya dengan memberikan pidana mati. Para pengambil
keputusan boleh mengambilnya atau tidak sebagai bahan untuk menentukan apakah yang akan
dilakukan oleh hukum Indonesia mengenai pidana mati. Sebagai saran, ada baiknya melihat
alternatif pemidanaan di masa depan dalam penanggulangan kejahatan seperti terorisme dan
Emile Durkheim menyatakan bahwa, kejahatan merupakan bagian tak terpisahkan dari
kehidupan manusia di dunia. Segala aktivitas manusia baik politik, sosial dan ekonomi, dapat
menjadi kasus kejahatan. Sehingga keberadaan kejahatan tidak perlu disesali, tapi harus selalu
dicari upaya bagaimana menanganinya. Berusaha menekan kualitas dan kuantitasnya serendah
mungkin, maksimal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Sanksi ganti kerugian
merupakan suatu sanksi yang mengharuskan seseorang yang telah bertindak merugikan orang
lain untuk membayar sejumlah uang ataupun barang pada orang yang dirugikan, sehingga
kerugian yang telah terjadi dianggap tidak pernah terjadi. Saat ini sanksi ganti kerugian tidak
hanya merupakan bagian dari hukum perdata, tetapi juga telah masuk ke dalam hukum pidana.
Perkembangan ini terjadi karena semakin meningkatnya perhatian masyarakat dunia terhadap
Oleh sebab itu, sangat dibutuhkan upaya yang bersifat preventif maupun refresif harus
dilakukan aparat hukum untuk meminimalisasi jatuhnya korban, dan mendeteksi sejak dini
gerakan terorisme itu. Dan melakukan proses hukum terhadap mereka yang diduga melakukan
Aksi terorisme yang terjadi di Indonesia tentunya didasari oleh beberapa faktor. Beberapa
faktor yang menjadi latar belakang dari tindakan tersebut adalah disebabkan oleh kondisi
lingkungan yang ada di masyarakat. Beberapa penyebab munculnya tindakan terorisme, antara
lain:16
1. Faktor Ekonomi, faktor ini menjadi alasan munculnya terorisme karena adanya pengaruh
kemiskinan yang ada di masyarakat yang dapat membuat masyarakat untuk melakukan
kekerasan yang kemudian mengarah pada tindakan terorisme. Faktor ekonomi ini bisa
mempengaruhi orang untuk masuk ke dalam jaringan atau kelompok terorisme karena
adanya jaminan akan kehidupan yang layak dan terbebas dari kemiskinan.
bahwa pemerintah dan aparat penegak hukum tidak dapat memberikan perlindungan
kepada masyarakat kecil serta ketidakadaannya keadilan dalam segi hukum. Salah satu
bentuk tindakan perlawanan kelompok tersebut ialah dengan cara melakukan kekerasan
3. Faktor Politik. Adanya pengaruh dan keyakinan terhadap ideologi politik terkadang
membuat suatu kelompok masyarakat melakukan tindakan yang dapat melanggar suatu
16 Yulia Monita, 2008, Faktor-Faktor Terjadinya Tindak Pidana Terorisme Dan Strategi Penanggulangannya
Di Indonesia. Dalam Majalah Hukum Forum Akademika, Vol.18, No.2, November 2008. [Diunduh tanggal 3 Juni
2018 dari isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1820899112.pdf
10
aturan atau perundang-undangan suatu Negara. Dalam menjalankan aksinya, mereka
biasanya melakukan kekerasan, serta aksi teror terhadap penduduk sipil dan pemerintahan,
dengan tujuan untuk mengubah ideologi Negara yang bersangkutan. Tindakan kekerasan
dan terror itu yang kemudian membentuk kecemasan dan ketakutan masyarakat serta
menimbulkan opini publik terkait keamanan Negara sekaligus membuat keraguan dan
masyarakat tersebut salah satunya berupa aksi terror yang perlahan memunculkan
5. Faktor Agama. Salah satu penyebab munculnya terorisme di Indonesia ialah dikarenakan
adanya Jemaah Islamiyah (JI) yang merupakan suatu jaringan terorisme di Asia Tenggara.
Jaringan terorisme ini muncul karena adanya pemikiran agama yang radikal dan ekstrem
keagaamaan yang radikal dengan cara mengajarkan ke orang-orang bahwa jihad itu
penting dan menjadikan orang tersebut sebagai pengikut dari jaringan terorisme itu sendiri.
Jihad sendiri menurut organisasi yang berpaham radikal ialah perang terhadap semua orang
atau segala sesuatu yang berbeda pemahaman dengan mereka atau yang mereka sebut
sebagai musuh walaupun masih dalam satu negara. Ketidakpahaman orang-orang yang
masuk dalam organisasi radikal dengan paham agama yang sebenarnya itulah yang
11
membuat orang-orang atau pengikut dari jaringan ini yang kemudian melakukan aksi
dikatakan, bahwa munculnya aksi terorisme tidak lain dikarenakan oleh faktor lingkungan yang
ada di masyarakat, baik itu faktor ekonomi, politik, hukum, sosial, bahkan faktor agama. Semua
faktor tersebut tentunya sangat dekat dengan diri masyarakat sebab semuanya memiliki arti yang
sangat penting.
Selain itu, ada juga dampak atau akibat yang ditimbulkan dari banyaknya aksi terorisme
yang terjadi di Indonesia, dimana dampak tersebut memiliki dampak yang sangat
berpengaruh bagi Indonesia sendiri. Beberapa dampak dari adanya terorisme antara lain:
1. Segi Pariwisata
pariwisata. Sebagai contoh, ketika terjadinya Bom Bali I pada bulan Oktober 2002 yang
menewaskan banyak wisatawan asing. Setelah kejadian tersebut, Bali yang merupakan
akibat memburuknya citra Bali yang dulunya dikenal aman sebagai tujuan pariwisata.
pariwisata Indonesia yang lain karena para wisatawan menganggap Indonesia sebagai
Negara yang tidak aman dan membuat devisa Negara mengalami penurunan. Selain itu
dampak lain dari segi pariwisata pasca bom ialah diberikannya travel warning terhadap
2. Segi Psikologis
12
Adanya tragedi pengeboman yang sering terjadi di Indonesia juga turut
pasca pengeboman dapat dilihat dari hasil survei terhadap masyarakat di Bali pasca
Dari tabel diatas, dapat dikatakan bahwa masyarakat yang berada di wilayah bekas
buruk, bahkan sering pingsan. Hal tersebut dikarenakan tempat tinggalnya yang berdekatan
dengan pengeboman, atau bahkan karena mengalami sendiri peristiwa itu. Namun
masyarakat yang mengalami atau melihat kejadian pengeboman secara langsung memiliki
3. Segi Ekonomi
usaha yang pendapatannya merosot tajam pasca terjadinya bom dan harus mengurangi
17 Supriyadi. Survei. Dampak Bom Bali Kedua Terhadap Kesehatan Masyarakat Di Sekitar Kejadian Di
Jimbaran. Dalam Jurnal Sarathi Vol. 13, No.3, September 2006.[Diakses tanggal 3 Juni 2018 dari
isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/13306200208.pdf
13
investasi jangka menengah dan panjang investasi asing pasca pengeboman karena karena
para investor takut merugi dan menganggap Indonesia sebagai negara yang tidak aman
4. Segi Keamanan
Dari segi keamanan dampak dari terorisme sendiri yakni memburuknya citra
Indonesia di mata dunia internasional karena menganggap Indonesia sebagai Negara yang
tidak aman dan berimbas pada sektor-sektor lainnya. Terorisme juga mempengaruhi pola
pemikiran masyarakat Indonesia akibat tidak adanya rasa aman dan nyaman di negeri
sendiri. Tindakan terorisme juga berpengaruh buruk terhadap keamanan wilayah Indonesia
Negara seperti Indonesia, karena dampaknya yang begitu besar serta memberikan efek domino
terhadap sektor-sektor di Indonesia dan tentu saja memperburuk citra Negara di mata dunia
internasional. Untuk itu diperlukan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat guna
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-
1. Berdasarkan perspektif sosiologi hukum yang menandang bahwa aksi terorisme apabila
telah terjadi, maka peranan hukum pidana tidak dapat dikesampingkan, karena hanya
diwujudkan.
15
2. Terorisme merupakan suatu bentuk kejahatan yang patut diwaspadai karena memberikan
pengaruh buruk baik bagi Indonesia maupun masyarakatnya. Terorisme juga dapat
menjadi ancaman, dan dapat mengganggu hubungan diplomatik antar negara karena
terorisme di suatu negara memiliki keterkaitan satu sama lain karena sifatnya yang
saling berhubungan.
B. Saran
Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan, dapat dirumuskan beberapa saran salah
satunya adalah bahwa tindakan terorisme yang terjadi di Indonesia tidak dapat dipandang sebelah
mata, dan diperlukan kerja sama oleh semua pihak. Tidak hanya pihak aparat penegak hukum,
tetapi juga masyarakat luas, dan juga diperlukan rasa toleransi yang tinggi agar tidak mudah
terpengaruh oleh isu-isu yang mencoba untuk memecahkan persatuan dan kesatuan bangsa.
16
17
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
B. Jurnal
Thontowi, Jawahir. 2012. Bahan Ajar Mata Kuliah Sosiologi Hukum Pasca Sarjana
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia: Jakarta.
Henslin, M. James. 1990. Social Problems, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New
Jersey, Second Edition.
Zadan, M.Ali. 2005. Jurnal Yuridis Hukum Pidana Penanggulangan Tindak Pidana
Terorisme: Jakarta.
Monita, Yulia. 2008. Faktor-Faktor Terjadinya Tindak Pidana Terorisme Dan Strategi
Penanggulangannya Di Indonesia. Dalam Majalah Hukum Forum Akademika,
Vol.18, No.2, November 2008. Diunduh tanggal 27 Mei 2012 dari
isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1820899112.pdf
Supriyadi. Survei. Dampak Bom Bali Kedua Terhadap Kesehatan Masyarakat Di
Sekitar Kejadian Di Jimbaran. Dalam Jurnal Sarathi Vol. 13, No.3, September
2006. Diunduh tanggal 27 Mei 2012 dari
isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/13306200208.pdf.
C. Website
https://damailahindonesiaku.com/terorisme/penegertian-terorisme.com, Pengertian
Terorisme, [Diakses pada 04 Juni 2018 pukul 04:00 WIB].
https://id.wikipedia.org/wiki/Pengeboman_Surabaya.com, Pengeboman Surabaya,
[Diakses pada 04 Juni 2018 pukul 19:00 WIB].
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/18/05/25/p99o2c409-dpr-
akhirnya-sahkan-revisi-uu-terorisme, Pasca Bom Surabaya, [Diakses pada 04
Juni 2018 pukul 20:00 WIB].