Anda di halaman 1dari 18

TUGAS PERBANDINGAN HUKUM PERDATA I

PERBANDINGAN TERHADAP SUBJEK


HUKUM MENURUT HUKUM PERDATA
INDONESIA (KUHPERDATA) DENGAN
HUKUM INTERNASIONAL
DISUSUN OLEH :

NAMA
NIM

: SHEREN MURNI UTAMI


: 130200453

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akademik Mata Kuliah


PERBANDINGAN HUKUM PERDATA Tahun Ajaran 2013-2014
Kelas A

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


FAKULTAS HUKUM
MEDAN
1

2016
KATA PENGANTAR
Pertama tama saya panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat dan karuniaNya saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Dan saya juga
mengucapkan terimakasih kepada Bapak Syamsul Rizal selaku dosen yang mengasuh mata
kuliah ini. Dan kepada teman teman yang turut yang membantu dalam membuat makalah
ini. Melalui tugas makalah ini saya menjadi lebih memahami mengenai Subjek Hukum yang
ada di dalam Hukum Perdata Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata dengan
Subjek Hukum yang ada di dalam Hukum Internasional untuk melihat bagaimana perbedaan
dan persamaan antara keduanya. Apabila terdapat kesalahan kata kata dalam makalah ini,
saya mohon untuk dimaklumi. Atas perhatiannya, saya ucapkan terimakasih.

Medan, 30 April 2016

(SHEREN MURNI UTAMI SAGALA)


NIM : 130200453

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..2
DAFTAR ISI3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang4
1.2 Permasalahan.5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Dari Subjek Hukum6
2.2 Subjek Hukum Menurut Hukum Perdata.6
2.3 Subjek Hukum Menurut Hukum Internasional..10
2.4 Persamaan dan Perbedaan Terhadap Subjek Hukum Menurut Kedua Hukum15
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN..17
DAFTAR PUSTAKA....18

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup sendiri sepanjang hidupnya, manusia
pasti melakukan interaksi dengan manusia lainnya untuk dapat mencapai tujuan hidupnya
sendiri dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, hal tersebut sudah menjadi sifat
pembawaan manusia bahhwa manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial. Dalam
berkehidupan manusia memiliki aturan-aturan dalam berinteraksi aturan tersebut dibuat agar
tidak terjadi kerugian antar manusia dan masing-masing hak antar manusia tidak di langgar
satu sama lainnya.
Aturan antar manusia yang dipakai dalam berinteraksi lama kelamaan akan menjadi
sebuah kebiasaan khalayak umum di suatu lingkungan tersebut, sehingga manusia yang ada
di lingkungan tersebut akan patuh terhadap aturan tersebut dan aturan tersebut memiliki
kekuatan yang memaksa, sehingga aturan tersebut harus dipatuhi. Jika aturan tersebut tidak
dipatuhi oleh manusia yang berada di lingkungan tersebut maka dia akan mendapatkan suatu
sanksi yang mana sanksi tersebut telah di setujui sebelumnya oleh manusia yang ada dalam
lingkungan tersebut. Biasanya yang membuat dan mengesahkan aturan yang ada di dalam
sebuah kumpulan manusia atau yang disebut masyarakat adalah orang terkuat atau penguasa
dari manusia-manusia yang berada di dalam lingkungan tersebut.
Pada zaman sekarang ini aturan-aturan yang berada dalam masyarakat yang mana
aturan itu mempunyai kekuatan mengikat dan juga sanksi, dalam masyarakat disebut sebagai
Hukum. Tetapi definisi akan hukum sendiri masih belumlah jelas karena banyak pandangan
mengenai definisi hukum dari para ahli hukum sendiri.
Hukum dibuat untuk manusia, karena manusia harus memenuhi hak dan kewajiban
antar manusia, jadi hukum itu ada hanya untuk manusia dan hukum tidak ditujukan untuk
selain manusia.Dari definisi tersebut lah dapat dikatan bahwa subjek dari hukum adalah
manusia, karena manusia merupakan makhluk yang memiliki kewenangan dan mempunyai
hak

dan

kewajiban

yang

nantinya

akan

menimbulkan

wewenang

hukum

atau

rechtsbevoegheid, sedangkan arti kata wewenang hukum tersebut ialah subyek dari hak dan
kewajiban.Oleh karena itu dari penjabaran yang telah di tulis di atas dalam makalah ini
penulis mencoba membahas manusia sebagai subjek hukum. Serta bagaimanakah Subjek
Hukum didalam Hukum Internasional dan untuk melihat apakah ada persamaan dan
perbedaan di dalam kedua hukum tersebut.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Yang menjadi pokok permasalahan dan pembahasan didalam makalah ini yaitu :
1. APAKAH PENGERTIAN DARI SUBJEK HUKUM ?
2. BAGAIMANAKAH SUBJEK HUKUM DI DALAM HUKUM PERDATA ?
3. BAGAIMANAKAH
SUBJEK
HUKUM
DI
DALAM
HUKUM
INTERNASIONAL ?
4. APAKAH YANG MENJADI PERSAMAAN DAN PERBEDAAN TERHADAP
SUBEK HUKUM TERSEBUT ?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN DARI SUBJEK HUKUM
Hukum itu adalah untuk manusia. Kaidah-kaidahnya berisi perintah, larangan, dan itu
di tujukan kepada anggota-anggota masyarakat. Hukum mengatur hubungan antara anggotaanggota masyarakat , antar subjek hukum. Adapun subjek hukum adalah segala sesuatu yang
dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum.

Hanya manusia yang dapat memperoleh hak dan kewajiban lain dari pada manusia
hanya memperoleh hak saja. Oleh karena itu, manusia diakui sebagai penyandang hak dan
kewajiban, sebagai subjek hukum atau sebagai orang oleh hukum.
Subyek hukum merupakan segala sesuatu yang memiliki hak atau kewenangan
melakukan perbuatan hukum serta cakap dalam masalah hukum. Subyek hukum merupakan
pendukung hak menurut kewenangan atau kekuasaan yang nantinya akan menjadi pendukung
sebuah hak.
2.2 SUBJEK HUKUM MENURUT HUKUM PERDATA
1.

Orang

Subekti mengatakan bahwa dalam hukum, orang (persoon) berarti pembawa hak atau
subyek di dalam hukum. Seseorang dikatakan sebagai subjek hukum (pembawa hak), dimulai
dari ia dilahirkan dan berakhir saat ia meninggal. Bahkan, jika diperlukan, seperti misalnya
dalam hal waris, dapat dihitung sejak ia dalam kandungan, asal ia kemudian dilahirkan dalam
keadaan hidup.
Pengertian secara yuridisnya ada dua alasan yang menyebutkan manusia sebagai
subyek hukum yaitu:
1. Manusia mempunyai hak-hak subyektif
2. Kewenangan hukum, dalam hal kewenangan hukum berarti, kecakapan untuk menjadi
subyek hukum yaitu sebagai pendukung hak dan kewajiban.
Setiap manusia, baik warga negara maupun orang asing adalah subyek hukum.
Sehingga dapat dikatakan, bahwa setiap manusia adalah subyek hukum (sejak dilahirkan
sampai meninggal dunia menurut Pasal 2 KUH Perdata). Walaupun menurut hukum saat ini,
setiap orang tanpa kecuali dapat memiliki hak-haknya, akan tetapi dalam hukum, tidak semua
orang dapat diperbolehkan bertindak sendiri di dalam melaksanakan hak-haknya. Maka dari
itu, mereka digolongkan sebagai orang yang tidak cakap atau kurang cakap untuk
bertindak sendiri dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum, sehingga mereka itu harus
diwakili atau dibantu oleh orang lain. Menurut ketentuan Pasal 1330 KUH Perdata, orangorang yang tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum adalah:
1. Orang yang belum dewasa
6

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP) Pasal 330 Ayat 1 yang
dimaksud dengan orang yang belum dewasa (masih dibawah umur) adalah seseorang yang
usianya belum mencapai 21 tahun, terkecuali yang tercantum pada Ayat 2 bagi seseorang
yang walaupun belum berusia 21 tahun tetapi sudah menikah maka orang tersebut dapat
dianggap dewasa dan dapat melakukan perbuatan hukum, namun apabila pada usia 21 tahun
orang tersebut bercerai maka orang tersebut dianggap sebagai orang yang belum dewasa
(masih dibawah umur).

2. Orang yang ditaruh dibawah pengampuan atau pengawasan (curatele)


Mengenai orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan atau pengawasan, menurut
Pasal 430 KUHP, ada 3 alasan untuk pengampuan atau pengawasan yaitu:

1. Keborosan
2. Lemah akal budinya, misalnya imbisil atau debisil
3. Kekurangan daya berpikir : sakit ingatan, dungu, dan dungu disertai mengamuk
4. Seorang wanita yang bersuami (para istri)
Menurut KUHP, seorang wanita yang telah menikah tidak diperkenankan bertindak sendiri
didalam lalu lintas hukum tetapi wanita tersebut harus dibantu oleh suaminya karena wanita
telah memiliki suami dianggap kurang cakap untuk bertindak sendiri dalam hukum. Beberapa
pasal KUHP yang membedakan antara kecakapan seorang pria dan wanita yaitu:

1. Wanita dapat menikah jika telah berusia 15 tahun dan pria berusia 18 tahun.
2. Wanita tidak diperbolehkan menikah sebelum lewat dari 300 hari setelah
pernikahannya diputuskan, sementara untuk pria tidak memiliki larangan.
3. Seorang pria dapat mengakui anaknya apabila telah berusia minimal 19 tahun
sedangkan wanita tidak memilik batasan usia.
Namun untuk saat ini, ketentuan tersebut sudah tidak berlaku seiring dengan diundangkannya
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan). Pasal 31 Ayat
2 UU Perkawinan menentukan bahwa masing-masing pihak berhak untuk melakukan
perbuatan hukum.

Syarat-syarat seseorang yang Cakap Hukum :


1.Seseorang yang sudah dewasa (berumur 21 tahun).
2.Seseorang yang berusia dibawah 21 tahun tetapi pernah menikah.
3.Seseorang yang sedang tidak menjalani hukum.
4. Berjiwa sehat dan berakal sehat.

2.

Badan Hukum

Subekti mengatakan bahwa di samping orang, badan-badan atau perkumpulanperkumpulan juga memiliki hak dan melakukan perbuatan hukum seperti seorang manusia.
Badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan itu mempunyai kekayaan sendiri, ikut serta
dalam lalu lintas hukum dengan perantara pengurusnya, dapat digugat, dan dapat juga
menggugat di muka hakim.
Dalam hukum perdata ,suatu badan hukum (sebagai suatu subyek hukum mandiri;
persona standi in judicio) dapat melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatig
handelen; tort). Badan hukum memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum
seperti halnya yang dilakukan oleh orang, tetapi perbuatan hukum itu hanya terbatas pada
bidang hukum harta kekayaan saja.Dikarenakan wujudnya adalah badan atau lembaga, maka
dalam mekanisme pelaksanaannya badan hukum bertindak dengan perantara penguruspengurusnya.
Badan hukum perdata terdiri dari beberapa jenis, diantaranya perkumpulan,
sebagaimana terdapat dalam Pasal 1653 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH
Perdata); Perseroan Terbatas (Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas); Koperasi (Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian); dan
Yayasan (Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Yayasan sebagaimana yang telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004).
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan mengatakan: Baik perhimpunan maupun yayasan
kedua-duanya berstatus sebagai badan hukum, jadi merupkana person pendukung hak dan
kewajiban.
Kalau dilihat dari pendapat tersebut badan hukum dapat dikategorikan sebagai subjek
hukum sama dengan manusia disebabkan karena:
1. Badan hukum itu mempunyai kekayaan sendiri

2. Sebagai pendukung hak dan kewajiban


3. Dapat menggugat dan digugat di muka pengadilan
4. Ikut serta dalam lalu lintas hukum bias melakukan jual beli
5. Mempunyai tujuan dan kepentingan.
Badan Hukum dibedakan menjadi 2 , antara lain :
1. Badan Hukum Publik
Badan hukum publik adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum publik atau
yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya.
2. Badan Hukum Privat
Badan hukum privat adalah badan hukum yang didirkan berdasarkan hukum sipil atau
perdata yang menyangkut kepentingan pribadi orang di dalam badan hukum itu.

2.3 SUBJEK HUKUM MENURUT HUKUM INTERNASIONAL


Subjek Hukum Internasional dapat diartikan sebagai :
1. Pemegang segala hak dan kewajiban dalam hukum internasional.
2. Pemegang hak istimewa procedural untuk mengadakan tuntutan di depan Mahkamah
Internasional.
3. Pemilik kepentingan yang diatur oleh Hukum Internasional.

Subjek hukum internasional diartikan sebagai pemilik, pemegang atau pendukung


hak dan pemikul kewajiban berdasarkan hukum internasional. Pada awal mula, dan kelahiran
dan pertumbuhan hukum internasional, hanya negaralah yang dipandang sebagai subjek
hukum internasional. Subjek Hukum Internasional adalah semua pihak atau entitas yang
dapat dibebani oleh hak dan kewajiban yang diatur oleh Hukum Internasional. Hak dan
kewajiban tersebut berasal dan semua ketentuan baik yang bersifat formal ataupun nonformal dari perjanjian internasional ataupun dan kebiasaan internasional
Namun, seiring perkembangan zaman telah terjadi perubahan pelaku-pelaku subyek
hokum internasional itu sendiri. Dewasa ini subjek-subjek hukum internasional yang diakui
oleh masyarakat internasional, adalah:
1. Negara
Sejak lahirnya hukum internasional, negara sudah diakui sebagai subjek hukum
internasional. Bahkan, hingga sekarang pun masih ada anggapan bahwa hukum internasional
pada hakikatnya adalah hukum antarnegara. Dalam suatu negara federal, pengemban hak dan
kewajiban subjek hukum internasional adalah pemerintah federal. Tetapi, adakalanya
konstitusi federal memungkinkan negara bagian (state) mempunyai hak dan kewajiban yang
terbatas atau melakukan hal yang biasanya dilakukan oleh pemerintah federal. Sebagai
contoh, dalam sejarah ketatanegaraan USSR (Union of Soviet Socialist Republics) dulu,
Konstitusi USSR (dalam batas tertentu) memberi kemungkinan kepada negara-negara bagian
seperti Byelo-Rusia dan Ukraina untuk mengadakan hubungan luar negeri sendiri di samping
USSR.
Negara adalah subjek hukum internasional dalam arti klasik, yaitu sejak lahirnya
hukum internasional. Sampai saat ini masih ada anggapan bahwa hukum internasional pada
hakikatnya adalah hukum antar negara. Negara yang dimaksud disini adalah negara merdeka,
berdaulat, dan tidak merupakan bagian dari suatu negara. Negara yang berdauat artinya
negara yang mempunyai pemerintahan sendiri secara penuh, yaitu kekuasaan penuh terhadap
warga negara dalam lingkungan kewenangan negara tersebut.
Menurut Konvensi Montevideo 1949, mengenai Hak dan Kewajiban Negara,
kualifikasi suatu negara untuk disebut sebagai pribadi dalam hukum internasional adalah:
penduduk yang tetap, mempunyai wilayah (teritorial) tertentu; pemerintahan yang sah dan
kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain.
10

Menurut Prof. Mochtar Kusumaatmadja, subjek hukum internasional dapat diartikan


sebagai pemegang segala hak dan kewajiban menurut hukum internasional. Dengan kata lain
dapat disebut sebagai subjek hukuminternasional secara penuh. Mengenai siapa yang menjadi
subjek hukum internasional, dapat dilihat melalui dua pendekatan :
1. Pendekatan dari Segi Teoritis
a. Hanya negaralah yang menjadi subjek hukum internasional.
Pendapat ini didasarkan pada pemikiran, bahwa peraturan-peraturan hukum internasional
adalah peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh negara-negara, dan traktat-traktat
meletakkan kewajiban yang hanya mengikat negara-negara yang menandatanganinya
b. Individulah yang menjadi subjek hukum internasional.
Bahwa yang dinamakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara sebenarnya adalah hak-hak
dan kewajiban-kewajiban manusia-manusia yang merupakan anggota masyarakat yang
mengorganisir dirinya dalam negara itu. Negara tidak lain merupakan konstruksi yuridis yang
tidak akan mungkin ada jika tanpa manusia sebagai anggota masyarakat suatu negara.
2. Pendekatan dari Segi Praktis
Pendekatan ini berpangkal tolak dari kenyataan yang ada, baik kenyataan mengenai keadaan
masyarakat internasional masa sekarang maupun hukum yang mengaturnya. Kenyataan yang
ada tersebut timbul karena sejarah, desakan kebutuhan perkembangan masyarakat hukum
internasional, maupun memang diadakan oleh hukum itu sendiri.

2. Tahta Suci
Di samping negara, sejak dulu Takhta Suci (Vatikan) merupakan subjek hukum
internasional. Hal ini merupakan peninggalan sejarah masa lalu. Ketika itu, Paus bukan hanya
merupakan kepala Gereja Roma, tetapi memiliki pula kekuasaan duniawi. Hingga sekarang,
Takhta Suci mempunyai perwakilan diplomatik di banyak ibukota negara, termasuk di
Jakarta.

11

Takhta Suci merupakan suatu subjek hukum dalam arti yang penuh. Oleh karena itu,
Takhta Suci mempunyai kedudukan sejajar dengan negara. Kedudukan seperti itu terjadi
terutama setelah diadakannya perjanjian antara Italia dan Takhta suci pada tanggal 11
Februari 1929, yang dikenal sebagai Perjanjian Lateran (Lateran Treaty). Berdasarkan
perjanjian itu, pemerintah Italia antara lain mengembalikan sebidang tanah di Roma kepada
Takhta Suci. Dalam sebidang tanah itulah kemudian didirikan Negara Vatikan.
Tahta Suci Vatikan di akui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan Traktat
Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan mengenai
penyerahan sebidang tanah di Roma. Perjanjian Lateran tersebut pada sisi lain dapat
dipandang sebagai pengakuan Italia atas eksistensi Tahta Suci sebagai pribadi hukum
internasional yang berdiri sendiri, walaupun tugas dan kewenangannya, tidak seluas tugas
dan kewenangan negara, sebab hanya terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan,
sehingga hanya memiliki kekuatan moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin
tertinggi Tahta Suci dan umat Katholik sedunia, sudah diakui secara luas di seluruh dunia.
3. Palang Merah Internasional
Palang Merah Internasional (PMI), yang berkedudukan di Jenewa, mempunyai tempat
tersendiri dalam sejarah hukum internasional. Kedudukan Palang Merah Internasional
sebagai subjek hukum internasional lahir karena sejarah masa lalu. Pada umumnya, kini
Palang Merah Internasional diakui sebagai organisasi internasional yang memiliki kedudukan
sebagai subjek hukum internasional, walaupun dengan ruang lingkup terbatas. Dengan kata
lain, Palang Merah Internasional bukan merupakan subjek hukum internasional dalam arti
yang penuh.
Pada awal mulanya, Palang Merah Internasional merupakan organisasi dalam ruang
lingkup nasional, yaitu Swiss, didirikan oleh lima orang berkewarganegaraan Swiss, yang
dipimpin oleh Henry Dunant dan bergerak di bidang kemanusiaan. Kegiatan kemanusiaan
yang dilakukan oleh Palang Merah Internasional mendapatkan simpati dan meluas di banyak
negara, yang kemudian membentuk Palang Merah Nasional di masing-masing wilayahnya.
Palang Merah Nasional dari negar-negara itu kemudian dihimpun menjadi Palang Merah
Internasional (International Committee of the Red Cross/ICRC) dan berkedudukan di Jenewa,
Swiss.
4. Organisasi Internasional
12

Klasifikasi organisasi internasional menurut Theodore A Couloumbis dan James Wolfe :


a.Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan secara global dengan maksud dan
tujuan yang bersifat umum, contohnya adalah Perserikatan Bangsa Bangsa ;
b.Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan global dengan maksud dan tujuan
yang bersifat spesifik, contohnya adalah World Bank, UNESCO, International Monetary
Fund, International Labor Organization, dan lain-lain;
c.Organisasi internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud dan tujuan global,
antara lain: Association of South East Asian Nation (ASEAN), Europe Union.
Dasar hukum yang menyatakan bahwa organisasi internasional adalah subjek hukum
internasional adalah pasal 104 piagam PBB. Kedudukan organisasi internasional sebagai
subjek hukum internasional sekarang tidak diragukan lagi. Memang, pada mulanya belum
ada kepastian mengenai hal tersebut. Organisasi internasional, seperti Perserikatan BangsaBangsa dan Organisasi Buruh Internasional (ILO) mempunyai hak dan kewajiban yang
ditetapkan dalam konvensi-konvensi internasional. Berdasarkan kenyataan ini, dapat
dikatakan bahwa PBB dan organisasi internasional semacam itu merupakan subjek hukum
internasional. Setidaknya, hal itu didasarkan pada hukum internasional khusus yang
bersumberkan konvensi internasional.
5. Orang perorangan (Individu)
Orang perseorangan juga dapat dianggap sebagai subjek hukum internasional,
meskipun dalam arti yang terbatas. Dalam perjanjian perdamaian Versailles tahun 1919, yang
mengakhiri Perang Dunia I antara Jerman dengan Inggris dan Perancis (bersama sekutunya
masing-masing), sudah terdapat pasal-pasal yang memungkinkan orang perseorangan
mengajukan perkara ke hadapan Mahkamah Arbitrase Internasional. Dengan demikian, sejak
itu sudah ditinggalkan dalil lama bahwa hanya negara yang bisa menjadi pihak di depan suatu
peradilan internasional.
Dalam proses di muka Mahkamah Penjahat Perang yang diadakan di Nuremberg dan
Tokyo, bekas para pemimpin perang Jerman dan Jepang dituntut sebagai orang perseorangan
atau individu atas perbuatan yang dikualifikasikan sebagai kejahatan terhadap perdamaian,
kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang atau pelanggaran terhadap hukum
perang dan permufakatan jahat.Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia
13

(Universal Declaration of Human Rights)pada tanggal 10 Desember 1948 diikuti dengan


lahirnya beberapa konvensi-konvensi hak asasi manusia di berbagai kawasan, menyatakan
individu adalah sebagai subyek hukum internasional yang mandiri.
6. Pemberontak dan pihak dalam sengketa (belligerent)
Menurut hukum perang, dalam beberapa keadaan tertentu, pemberontak dapat
memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa (belligerent). Akhir-akhir
ini muncul perkembangan baru yang mirip dengan pengakuan terhadap status pihak yang
bersengketa dalam perang. Namun, perkembangan baru tersebut memiliki ciri lain yang khas.
Perkembangan baru tersebut adalah, adanya pengakuan terhadap gerakan pembebasan,
seperti Gerakan Pembebasan Palestina (PLO).Pengakuan terhadap gerakan pembebasan
sebagai subjek hukum internasional tersebut merupakan perwujudan dari suatu pandangan
baru. Pandangan baru tersebut terutama dianut oleh negara-negara dunia ketiga. Mereka
mendasarkan diri pada pemahaman, bahwa bangsa-bangsa mempunyai hak asasi seperti: hak
menentukan nasib sendiri; hak secara bebas memilih sistem ekonomi, politik, dan sosial
mandiri; dan hak menguasai sumber kekayaan alam di wilayah yang didiaminya.
Kaum belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam negeri
suatu negara berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian sepenuhnya merupakan urusan negara
yang bersangkutan. Namun apabila pemberontakan tersebut bersenjata dan terus berkembang,
seperti perang saudara dengan akibat-akibat di luar kemanusiaan, bahkan meluas ke negaranegara lain, maka salah satu sikap yang dapat diambil oleh adalah mengakui eksistensi atau
menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun sikap ini akan
dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara tempat pemberontakan
terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut pandang negara yang
mengakuinya, kaum pemberontak menempati status sebagai pribadi atau subyek hukum
internasional.
2.4 PERSAMAAN DAN PERBEDAAN TERHADAP SUBJEK HUKUM MENURUT
HUKUM PERDATA DAN HUKUM INTERNASIONAL
PERSAMAAN :
Yang menjadi persamaan dari Hukum Perdata dan Hukum Internasional tentang
Subjek Hukum adalah bahwa Orang Perorangan (Manusia) merupakan bagian dari
subjek hukum di dalam kedua hukum tersebut. Dan menurut kedua hukum tersebut
14

manusia yang dapat memperoleh hak dan kewajiban lain dari pada manusia hanya
memperoleh hak saja. Oleh karena itu, manusia diakui sebagai penyandang hak dan
kewajiban, sebagai subjek hukum atau sebagai orang oleh hukum. Hukum dibuat untuk
manusia, karena manusia harus memenuhi hak dan kewajiban antar manusia, jadi hukum itu
ada hanya untuk manusia dan hukum tidak ditujukan untuk selain manusia.Dari definisi
tersebut lah dapat dikatan bahwa subjek dari hukum adalah manusia, karena manusia
merupakan makhluk yang memiliki kewenangan dan mempunyai hak dan kewajiban yang
nantinya akan menimbulkan wewenang hukum atau rechtsbevoegheid, sedangkan arti kata
wewenang hukum tersebut ialah subyek dari hak dan kewajiban.
Hal ini juga dipertegas didalam pandangan Hukum Internasional yang memberikan
pengertian bahwa dalam arti yang sebenarnya subjek hukum internasional adalah pemegang
(segala) hak dan kewajiban menurut hukum internasinonal. Kalau mau subjek hukum
internasional demikian dapat kita sebut subjek hukum internasional penuh. Tetapi di dalam
pengertian subjek hukum intenasional ini mencakup pula keadaan bahwa yang dimiliki itu
hanya hak dan kewajiban yang terbatas. Contoh subjek hukum internasional dal arti terbatas
demikian adalah orang perorangan (individu).
PERBEDAAN :
Meskipun terdapat persamaan dari kedua hukum tersebut didalam subjek hukum
yakni Orang perorangan (manusia) tetapi memiliki perbedaan latar belakang mengapa
menjadi orang perorangan (manusia) sebagai subjek hukum mereka. Karena bahwa di dalam
Hukum Perdata itu sendiri Orang Perorangan (manusia) dikatakan sebagai subjek hukum
subjek hukum (pembawa hak), dimulai dari ia dilahirkan dan berakhir saat ia meninggal.
Bahkan, jika diperlukan, seperti misalnya dalam hal waris, dapat dihitung sejak ia dalam
kandungan, asal ia kemudian dilahirkan dalam keadaan hidup.Dan pada dasarnya setiap
manusia merupakan subjek hukum, tetapi tidak semua orang yang merupakan subjek hukum
juga cakap menurut hukum untuk melakukan suatu perbuatan hukum.
Di dalam Hukum Internasional orang perorangan (manusia) sudah agak lama dapat
dianggap sebagai subjek hukum internasional, hal ini dapat dilihat dalam perjanjian
Perdamaian Versailles tahun 1919 yang mengakhiri Perang Dunia I antara Jerman dengan
Inggris dan Perancis, dengan masing masing sekutunya, sudah terdapat pasal pasal yang
memungkinkan orang perorangan mengajukan perkara ke hadapan Mahkamah Arbitrase
Internasional. Jadi dapat dikatakan bahwa orang perorangan (manusia) selain sebagai sbujek
hukum dikarenakan untuk melindungi manusia tersebut yang memiliki hak hak yang
15

minoritas. Apabila suatu perjanjian internasional memberikan hak tertentu kepada orang
peroragan, hak itu harus diakui dan mempunyai daya laku dalam hukum internasional artinya
diakui oleh suatu badan peradilan internasional.
Selain itu yang menjadi kedua hukum tersebut adalah bahwa didalam Hukum Perdata
sendiri tidak ada dibahas tentang subjek hukum lain yang terdapat di dalam Hukum
Internasional seperti Takhta Suci, Palang Merah Internasional, dan Pemberontak. Dan
demikian pula subjek hukum lain yang merupakan bagian dari subjek hukum menurut
Hukum Perdata yaitu Badan Hukum.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Subyek hukum merupakan segala sesuatu yang memiliki hak atau kewenangan
melakukan perbuatan hukum serta cakap dalam masalah hukum. Subyek hukum
merupakan pendukung hak menurut kewenangan atau kekuasaan yang nantinya akan
menjadi pendukung sebuah hak.

16

2. Subjek hukum internasional diartikan sebagai pemilik, pemegang atau pendukung hak
dan pemikul kewajiban berdasarkan hukum internasional. Pada awal mula, dan kelahiran
dan pertumbuhan hukum internasional, hanya negaralah yang dipandang sebagai subjek
hukum internasional. Subjek Hukum Internasional adalah semua pihak atau entitas yang
dapat dibebani oleh hak dan kewajiban yang diatur oleh Hukum Internasional. Hak dan
kewajiban tersebut berasal dan semua ketentuan baik yang bersifat formal ataupun nonformal dari perjanjian internasional ataupun dan kebiasaan internasional.
3. Subjek Hukum menurut Hukum Perdata yaitu Orang dan Badan Hukum.
4. Subjek Hukum menurut Hukum Internasional yaitu Negara, Takhta Suci, Palang Merah
Internasional, Organisasi Internasional, Orang perorangan (individu), dan Pemberontak
dan pihak dalam sengketa (belligerent).
5. Terdapat persamaan dan perbedaan di dalam pandangan terhadap subjek hukum menurut
hukum perdata dan hukum internasional yakni mengenai Orang peorangan (manusia).

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Mertokusumo, Sudikno.2010. Mengenal Hukum. Yogyakarta : Cahaya Atma Pustaka
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Jakarta 2003
Projodikoro, Wirjono.2012. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia .Bandung : PT Refika
Aditama
Subekti.2003.Pokok-Pokok Hukum Perdata.Jakarta : PT Intermasa

17

Internet
http://www.zonasiswa.com/2014/11/subjek-hukum-internasional.html
http://www.sridianti.com/subjek-hukum-internasional.html
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol17818/metamorfosis-badan-hukum-indonesia
http://manusiapinggiran.blogspot.co.id/2014/04/subjek-objek-hukum-perdata.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Subyek_hukum

18

Anda mungkin juga menyukai