DASAR-DASAR
ASSESMEN RISIKO DAN KEBUTUHAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28 TAHUN 2014
TENTANG HAK CIPTA
Pasal 1
1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasar-
kan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tan-
pa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-un-
dangan.
Pasal 113
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi se-
bagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau peme-
gang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana di-
maksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau peme-
gang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana di-
maksud dalam Pasal 9 ayat (l) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana pen-
jara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
PELATIHAN TEKNIS PEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR
ASSESMEN RISIKO DAN KEBUTUHAN
Penulis:
Acik Veriati
Arisman
Supono
xii+134 hlm.; 18 × 25 cm
ISBN:
Dicetak oleh:
PERCETAKAN POHON CAHAYA
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-
Nya penyusunan modul Pelatihan Teknis Asesmen dan Klasifikasi Warga Binaan
Pemasyarakatan (WBP) berjudul Dasar-Dasar Asesmen Risiko dan Kebutuhan
telah terselesaikan. Modul ini disusun untuk membekali para peserta pelatihan
dan pembaca agar mengetahui dan memahami salah satu tugas dan fungsi di
bidang pemasyarakatan sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang
Pemasyarakatan.
Dalam kesempatan ini, kami atas nama Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia menyampaikan ucapan terima kasih
Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-
Nya masih diberikan kesempatan untuk melaksanakan amanah dalam rangka
penyusunan modul dan bahan ajar Pelatihan Teknis Asesmen dan Klasifikasi
Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang berjudul Dasar-Dasar Asesmen
Risiko dan Kebutuhan.
Dalam rangka mendukung tugas tersebut, BPSDM Hukum dan HAM yang
memiliki tanggung jawab melaksanakan pengembangan dan peningkatan
kompetensi pegawai dengan menyelenggarakan Pelatihan Teknis Asesmen dan
Klasifikasi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), sesuai dengan Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 42 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan
Pelatihan Teknis Pemasyarakatan.
Eko Budianto
NIP 197311161993031001
SAMBUTAN ................................................................................................. v
KATA PENGANTAR....................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL.............................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Deskripsi Singkat............................................................................... 2
C. Hasil Belajar....................................................................................... 2
D. Indikator Hasil Belajar........................................................................ 2
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok................................................. 3
F. Manfaat............................................................................................. 4
G. Petunjuk Belajar................................................................................. 4
A. LATAR BELAKANG
Sistem pemasyarakatan di Indonesia pada awalnya hanya menitik
beratkan pada unsur pemberian derita pada pelanggar hukum. Sejalan dengan
perkembangan masyarakat, maka unsur pemberian derita tersebut harus
pula diimbangi dengan perlakuan yang manusiawi degan memperlihatkan
hak asasi pelanggar hukum sebagai makhluk sosial. Pelaksanaan pembinaan
warga binaan pemasyarakatan harus dilaksanakan dengan tepat dan efektif
agar alasan dan tujuan pembinaan tesebut dapat benar dirasakan oleh warga
binaan pemasyarakatan. Sehubungan dengan itu, pelaksanaan pembinaan
dan pembimbingan kepada warga binaan pemasyarakatan harus didasarkan
pada tingkat risiko pengulangan pidana dan kebutuhan kriminogenik agar
dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien sesuai dengan sumber daya
yang dimiliki oleh Lapas/Bapas dan kebutuhan masing-masing WBP.
B. DESKRIPSI SINGKAT
Mata pelatihan Asesmen Risiko Residivisme Indonesia dan Kebutuhan
Kriminogenik 02 diberikan kepada Petugas Lapas dan Pembimbing
Kemasyarakatan agar mereka mampu menyimulasikan penilaian risiko dan
kebutuhan menggunakan instrumen asesmen Risiko Residivismen Indonesia
dan Kebutuhan Kriminogenik 02 dengan menggunakan metode ceramah
interaktif, diskusi kelompok dan simulasi penilaian menggunakan studi kasus.
C. HASIL BELAJAR
Setelah mempelajari modul ini, para peserta diharapkan mampu
menyimulasikan penilaian risiko dan kebutuhan menggunakan instrumen
asesmen RRI dan Kebutuhan Kriminogenik 02
F. MANFAAT
Berbekal hasil belajar dari modul ini, peserta diklat diharapkan dapat
menyimulasikan penilaian risiko dan kebutuhan menggunakan Instrumen
Asesmen RRI dan Kebutuhan Kriminogenik 02 dalam rangka peningkatan
pelaksanaan pembinaan dan pembimbingan yang lebih efektif dan efisien
terhadap WBP.
G. PETUNJUK BELAJAR
Untuk mempermudah penggunaan modul dan memberikan hasil yang
optimal dalam proses pembelajaran, maka ada beberapa petunjuk yang harus
Indikator Keberhasilan:
Pola pendekatan ini mirip dengan analogi seorang dokter yang mengidentifi
kasi pasien dengan risiko tinggi terhadap serangan jantung berdasarkan beberapa
faktor risiko (misalnya: kolestrol tinggi, perokok aktif, pola makan buruk dsb.) yang
telah terbukti, melalui penelitian ilmiah merupakan hal-hal yang berkorelasi tinggi
terhadap penyakit jantung. Meskipun pasien tersebut mungkin ataupun tidak,
benar-benar mengalami serangan jantung, dokter akan dianggap lalai jika ia tidak
mengindahkan/tidak memperhitungkan risiko yang dimiliki pasien tersebut. Untuk
mencegah timbulnya risiko, maka dokter akan menargetkan pengobatan untuk
menekan agar faktor risiko yang paling dominan dapat diobati secara maksimal
sehingga dengan demikian secara otomatis risiko munculnya serangan jantung
pada pasien dapat diminimalisir atau pun dicegah secara optimal.2
1 Pamela M. Casey dkk, Offender Risk and Needs Assessment Instruments: A Primer for Courts,
National Center for State Courts, 2014, hlm. 4
2 Pamela M. Casey dkk, Offender Risk and Needs Assessment Instruments: A Primer for Courts,
National Center for State Courts, 2014, hlm. 4
3 Ibid, hlm 4 -5
4 Melanie Norwood, Criminogenic Needs: Definition & Risk Factors, Lesson Transcript, 2016,
diakses dari website https://study.com/academy/lesson/criminogenic-needs-definition-risk- factors.html
pada tanggal 30 Nopember 2021
Delapan faktor kriminogenik ini yang berdasarkan hasil penelitian oleh para ahli
merupakan faktor kontributif yang membuat seseorang terlibat ataupun mengulangi
tindak pidananya. Dan dari delapan faktor kriminogenik ini, para ahli di hampir
sebagian besar negara di dunia mengembangkan instrumen-instrumen kebutuhan
yang bertujuan untuk mengidentifikasi jenis program intervensi yang tepat dan sesuai
kebutuhan masing-masing narapidana. Penggunaan instrumen asesmen risiko dan
kebutuhan menjadi kunci penting bagi pelaksanaan tugas-tugas pemasyarakatan
yaitu reintegrasi sosial.
Selain itu, hasil asesmen risiko dan kebutuhan juga dapat dipergunakan untuk
mengembangkan kebijakan dan strategi pengurangan risiko dengan menargetkan
kebutuhan spesifik warga binaan pemasyarakatan yang terkait dengan residivisme.
5 Jan Looman & Jeffrey Abracen, The Risk Need Responsivity Model of Offender Rehabilitation: Is
There Really a Need for a Paradigm Shift?, International Journal of Behavioral Consultation and
Therapy, 2013, vol.8, No. 3-4, hlm. 30, diakses melalui https://files.eric.ed.gov pada tanggal 9
Desember 2021.
6 Andrews, D.A, & Bonta, The Psychology of Criminal Conducts (3rd.ed), Cincinnati, Anderson,
2003
7 Austin, Finding in Prison Classification and Risk Assessment, Washington, DC, National Institute
of Correction, 2003.
Para praktisi telah bekerja sama dengan para peneliti untuk menentu
kan pendekatan apa yang paling cocok dan berhasil diterapkan dengan
masing- masing karakteristik narapidana berdasarkan pengelompokan-
pengelompokan tertentu. Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, mereka
menyatakan bahwa pelaksanaan asesmen risiko dan kebutuhan merupakan
langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas-
tugas pemasyarakatan untuk mencapai keberhasilan reintegrasi sosial.
Studi lebih lanjut pada tahun 1990an menyebabkan banyak peneliti lain
tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dan hasilnya menyatakan
bahwa semua itu (program intervensi yang telah dilaksanakan) tidak
hilang dan bahwa intervensi tertentu dapat dan memiliki pengaruh positif
pada perilaku pelanggaran. Studi-studi ini menggunakan statistik, yang
disebut sebagai “META-ANALISIS. Dalam ringkasannya para peneliti
ini mengkonfirmasi bahwa perlakuan atau intervensi, yang disampaikan
dalam kondisi tertentu, memang bekerja dan bahwa intervensi perilaku
kognitif adalah yang paling efektif dalam merubah perilaku narapidana.
Pada dasarnya Teori Perilaku Kognitif menyatakan: “Apa yang kita
pikirkan berpengaruh terhadap bagaimana yang kita rasakan, dan semua
itu mempengaruhi bagaimana kita bertindak atau merespon “.
Pada masa ‘apa yang berhasil’ inilah, lahir teori dan konsep dasar yang
banyak dipergunakan oleh para ahli di dunia dalam penyusunan instrumen
asesmen dalam ruang lingkup correctional atau pemasyarakatan, yaitu
prinsip risiko, kebutuhan dan responsivitas. Teori ini merupakan salah satu
teori yang menjawab berbagai kritikan terhadap filosofi, pendekatan dan
praktik rehabilitasi narapidana di lembaga pemasyarakatan pada dekade
70-an.9
a. Prinsip Risiko
9 Andrews, D.A, & Bonta, The Psychology of Criminal Conducts (3rd.ed), Cincinnati, Anderson,
2003, hlm 12
10 Pamela M. Casey dkk, Offender Risk and Needs Assessment Instruments: A Primer for Courts,
National Center for State Courts, 2014, hlm
12 Andrews, D.A, & Bonta, The Psychology of Criminal Conducts (3rd.ed), Cincinnati, Anderson,
2003, hlm 17
• Kondisi finansial/keuangan
• Relasi Interpersonal;
c. Prinsip Responsivitas
13 Pamela M. Casey dkk, Offender Risk and Needs Assessment Instruments: A Primer for Courts,
National Center for State Courts, 2014, hlm. 4
Saat ini hanya ada beberapa program formal yang diadakan di lapas
dan bapas Indonesia, meskipun demikian, di masa mendatang,
Ketiga prinsip yang telah dijelaskan di atas menjadi konsep dasar dalam
penyusunan beberapa instrumen yang telah dikembangkan oleh Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan, antara lain yaitu:
C. LATIHAN
Diskusikan dengan rekan saudara tentang bagaimana
implementasi prinsip risiko, kebutuhan dan responsivitas dalam
pelaksanaan tugas pembinaan/pembimbingan!
D. RANGKUMAN
1. Asesmen secara umum dalam konteks manajemen warga binaan dan
klien pemasyarakatan merupakan serangkaian proses yang sangat erat
berkaitan dengan klasifikasi. Instrumen-instrumen yang dipergunakan
untuk asesmen dalam sistem pemasyarakatan biasanya didesain untuk
menilai/mengidentifikasi dua area, yaitu: risiko dan kebutuhan warga
binaan dan klien pemasyarakatan.
E. EVALUASI
1. Jelaskan apa tujuan pelaksanaan asesmen risiko dan kebutuhan!
F. UMPAN BALIK
Coba periksa hasil jawaban saudara pada evaluasi di atas, apabila
saudara telah mampu menjawab pertanyaan diatas dengan benar, maka
saudara telah memenuhi kriteria belajar tuntas. Apabila belum, saudara dapat
melakukan pendalaman kembali terhadap materi yang telah diuraikan pada
BAB II ini.
Pada Bab ini kita akan mempelajari lebih lanjut tentang prosedur dan
mekanisme umum pelaksanaan penilaian risiko dan kebutuhan menggunakan
instrumen Asesmen Risiko Residivisme (RRI) dan Kebutuhan Kriminogenik 02
sebagai berikut:
INDONESIA VERSI 02
Instrumen Asesmen Risiko Residivisme Indonesia versi 02 Tahun 2021
terdiri atas empat bagian yaitu sebagai berikut:
• Bagian A, yaitu Instrumen RRI utama yang terdiri dari 10 item pertanyaan
terkait risiko residivisme. Hasil penilaian instrumen RRI bagian A akan
menentukan klasifikasi kategori tingkat risiko residivisme dari narapidana/
klien pemasyarakatan yang dinilai, mulai dari kategori RENDAH,
SEDANG, TINGGI, dan SANGAT TINGGI;
KRIMINOGENIK 02
Instrumen Kebutuhan Kriminogenik terdiri atas tiga bagian, yaitu sebagai
berikut:
• Hubungan Sosial
• Waktu Luang/Rekreasi
• Manajemen Keuangan
KRIMINOGENIK 02
Pelaksanaan asesmen risiko residivisme dan kebutuhan kriminogenik
mengacu pada Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor PAS-31.OT.02.02
Tahun 2021 tentang Instrumen Asesmen Risiko Residivisme Indonesia
dan Instrumen Asesmen Kebutuhan Kriminogenik Bagi Narapidana dan
Klien Pemasyarakatan Versi 02 Tahun 2021. Pelaksanaan asesmen risiko
KRIMINOGENIK 02
a. Asesmen risiko residivisme dan kebutuhan kriminogenik digunakan
hanya untuk narapidana/klien pemasyarakatan berusia 18 tahun ke atas.
Tabel 1:
c. Apabila penilaian ulang dilakukan kurang dari enam bulan sejak asesmen
terakhir dilakukan, hal tersebut harus didasari oleh penilaian profesional
dengan alasan yang jelas, tertulis, dan dapat dipertanggungjawabkan.
K. RANGKUMAN
1. Asesmen risiko residivisme dan kebutuhan kriminogenik untuk narapidana
dan klien pemasyarakatan dirancang untuk mengetahui SIAPA yang
paling berkemungkinan untuk mengulangi pidana dan APA kebutuhan
program pembinaan/pembimbingan yang dibutuhkan olehnarapidana/
klien pemasyarakatan.
L. EVALUASI
1. Jelaskan komponen – komponen penilaian dalam Instrumen Asesmen
RRI 02!
M. UMPAN BALIK
Coba periksa hasil jawaban saudara pada evaluasi diatas, apabila
saudara telah mampu menjawab pertanyaan diatas dengan benar, maka
saudara telah memenuhi kriteria belajar tuntas. Apabila belum, saudara dapat
melakukan pendalaman kembali terhadap materi yang telah diuraikan pada
BAB III ini.
BAGIAN A
Bagian ini merupakan faktor risiko utama dari instrumen Risiko
Residivisme Indonesia yang diisi oleh seluruh narapidana/klien pemasya
rakatan yang menjadi subjek asesmen risiko residivisme. Pada akhir proses
asesmen RRI Bagian A, petugas harus menjumlahkan total nilai yang
didapatkan dan dicocokkan sesuai dengan kategori tingkat risiko residivisme
yang tersedia. Lebih lanjut, kategori tingkat risiko residivisme yang didapatkan
oleh narapidana/klien pemasyarakatan yang bersangkutan akan menentukan
proses asesmen selanjutnya. Berikut merupakan penjelasan dari tiap
pertanyaan yang ada pada RRI Bagian A:
Tabel 3:
BAGIAN B
Bagian ini merupakan faktor risiko tambahan yang hanya diisi apabila
narapidana/klien pemasyarakatan termasuk dalam kategori risiko residivisme
rendah pada instrumen RRI Bagian A.
Tabel 4:
BAGIAN C
Bagian ini merupakan faktor risiko khusus yang hanya diisi apabila
narapidana/klien pemasyarakatan berjenis kelamin perempuan. Sebagai
catatan, “Perempuan” yang dimaksud dalam instrumen ini mengacu pada
karakteristik biologis yang diperoleh sejak lahir dan bukan merupakan ekspresi
gender. Berikut merupakan penjelasan lebih lanjut dari tiap pertanyaan yang
ada pada RRI Bagian C.
Tabel 5:
BAGIAN D
Bagian ini merupakan faktor risiko khusus yang diisi apabila narapidana/
klien pemasyarakatan dijerat dengan pidana yang berkaitandengannarkotika,
obat-obatanterlarang,atauundang- undang sejenis lainnya. Berikut merupakan
penjelasan lebih lanjut dari tiap pertanyaan yang ada pada RRI Bagian D:
Tabel 6:
E. LATIHAN
Diskusikan dalam kelompok 5 orang hal – hal sebagai berikut:
G. EVALUASI
Lakukan penilaian risiko pengulangan pidana menggunakan instrument
RRI 02 dengan menggunakan data pada lampiran Studi Kasus pada modul
ini!
KRIMINOGENIK 02
Instrumen Kebutuhan Kriminogenik 02 disusun dalam beberapa bagian
dengan ketentuan penilaian sebagai berikut:
Tabel 7:
5. Perlu dijadikan catatan bahwa hasil penilaian pada Bagian B.1 dan B.2
tidak akan mempengaruhi kategori tingkat kebutuhan narapidana/klien
pemasyarakatan yang telah didapatkan sebelumya melalui instrumen
utama Bagian A. Namun begitu, hasil penilaian pada Bagian B.1 dan B.2
dapat dijadikan pertimbangan oleh asesor/pembimbing kemasyarakatan
dalam penyusunan case plan dan program intervensi terhadap
narapidana/klien pemasyarakatan yang bersangkutan.
KRIMINOGENIK 02
Instrumen Asesmen Kebutuhan Kriminogenik 02 terdiri atas 3 bagian
penilaian, dengan pedoman penilaian masing-masing bagian sebagai berikut:
Bagian ini terdiri dari tiga pertanyaan yang bertujuan untuk menilai
hubungan narapidana/klien pemasyarakatan dengan anggota
keluarga, orang tua/wali, kerabat, dan pasangan. Dari hasil
penilaian ini dapat diperoleh gambaran tingkat kebutuhan akan
intervensi yang tepat untuk memperbaiki hubungan keluarga
dan pernikahan narapidana/klien pemasyarakatan.
Tabel 8:
• Orangtua biologis;
• Orangtua angkat yang tercatat secara perdata;
• Orangtua angkat yang diakui oleh narapidana/klien pemasyarakatan tapi
tidak tercatat secara perdata;
• Figur lain yang dianggap sebagai orangtua yang berasal dari anggota
keluarga/kerabat sedarah (kakek/nenek, paman/bibi, saudara, dsb);
• Figur lain yang dianggap sebagai orangtua yang berasal dari anggota
keluarga dari hasil pernikahan (mertua, saudara ipar, dsb).
• Keluarga dari hubungan darah langsung (paman, bibi, kakek, nenek) yang
tidak bertindak sebagai wali atau pengganti figur orangtua bagi narapidana/
klien pemasyarakatan;
• Hanya mampu membaca dalam bahasa apapun, namun tidak bisa menulis.
█ Nilai “Tidak = 1” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan tidak bisa
membaca dan menulis dalam bahasa apapun.
5. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan menyelesaikan pendidikan yang
tinggi?
Pertanyaan ini menilai apakah narapidana/klien pemasyarakatan menyelesaikan
dan memiliki ijazah paling rendah setara SMA/sederajat.
Keterangan:
█ Dalam melakukan penilaian terhadap jenjang pendidikan, perhatikan
tingkat pendidikan terakhir yang berhasil diselesaikan oleh narapidana/klien
pemasyarakatan.
█ Apabila narapidana/klien pemasyarakatan memulai suatu jenjang pendidikan
namun tidak menyelesaikannya, maka jenjang pendidikan yang ditamatkan
adalah jenjang pendidikan sebelumnya.
Contoh:
N Narapidana/klien pemasyarakatan berhenti sekolah saat kelas XI SMA, maka
pendidikan terakhir yang diselesaikan oleh narapidana/klien pemasyarakatan
adalah SMP.
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Ya = 0” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan berhasil
menyelesaikan/mendapat ijazah kelulusan setara SMA/sederajat.
█ Nilai “Tidak = 1” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan:
• Berada dalam masa pembimbingan Bapas kurang dari 12 bulan dan telah
mengikuti program pembinaan kemandirian di dalam Lapas;
Tabel 10:
• Obat yang dijual bebas dan dapat dibeli tanpa melanggar resep dokter
namun dapat disalahgunakan apabila digunakan secara berlebihan;
• Obat yang hanya bisa didapatkan dengan resep dokter namun bisa
disalahgunakan apabila digunakan tidak sesuai resep;
• Tidak ada indikasi dampak negatif dari penggunaan obat- obatan terlarang/
narkotika/alkohol oleh narapidana/klien pemasyarakatan, di tempat kerja
dan/atau di sekolah/universitas;
• Tidak ada indikasi dampak negatif dari penggunaan obat- obatan terlarang/
narkotika/alkohol oleh narapidana/klien pemasyarakatan terhadap
hubungan dengan pasangan dan/atau anggota keluarga;
• Perubahan tingkah laku seperti sulit berjalan, tremor, sulit berbicara, dan
sulit berkonsentrasi.
█ Yang dimaksud dengan gangguan psikologis adalah:
Bagian ini terdiri dari dua pertanyaan yang bertujuan untuk memperoleh
gambaran pola kegiatan narapidana/klien pemasyarakatan
dalam mengisi waktu luangnya dan seberapa banyak waktu luang
yang dihabiskan narapidana/klien pemasyarakatan bersama orang
lain melakukan hal- hal yang bersifat pro sosial atau anti sosial.
Tabel 12:
• Nongkrong;
• Apabila ia berada di dalam Lapas/Rutan selama lebih dari dua tahun, beri
penilaian terhadap waktu mereka selama menjalani proses pembinaan di
dalam Lapas/Rutan.
█ Untuk klien pemasyarakatan:
• Apabila ia berada di dalam Lapas/Rutan selama lebih dari dua tahun, beri
penilaian terhadap waktu mereka selama menjalani proses pembinaan di
dalam Lapas/Rutan.
█ Untuk klien pemasyarakatan:
Bagian ini terdiri dari dua pertanyaan yang bertujuan untuk mengetahui
kondisi keuangan narapidana/klien pemasyarakatan dan
kemampuan mereka mengelola keuangan untuk memenuhi
Tabel 13:
• Merasa vonis dan lama hukuman yang mereka dapatkan tidak adil;
• Merasa bahwa dirinya telah menjadi korban dari sistem peradilan pidana;
• Pernah diproses secara hukum dua kali atau lebih untuk kejahatan
menggunakan kekerasan/kekerasan seksual (termasuk tindak pidana saat
ini);
• Mengakui bahwa tindak kriminal yang dilakukan adalah hal yang salah;
• Menerima hukuman yang diberikan kepadanya sebagai konsekuensi atas
tindak kriminal yang dilakukan dan tidak melakukan rasionalisasi.
█ Nilai “Ya = 1” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan:
• Tidak merasa bahwa tindak kriminal yang dilakukan adalah hal yang salah
• Melakukan pembenaran atas tindak kriminal yang dilakukan, seperti:
o Menyalahkan orang lain/pihak lain/situasi;
o Menganggap tidak memiliki pilihan lain selain melakukan tindak
kriminal;
o Merasionalisasi tindak kriminal yang dilakukan.
o Dipengaruhi oleh nilai-nilai ideologi tertentu dalam melakukan tindak
kriminal.
Tabel 15:
Tabel 16:
D. RANGKUMAN
Instrumen Asesmen Kebutuhan Kriminogenik versi 02 terdiri dari
indikator-indikator yang disusun berdasarkan tujuh aspek kebutuhan yang
menjadi faktor kontributif penyebab perilaku tindak pidana seseorang yaitu
keluarga dan pernikahan, pendidikan dan pekerjaan, penggunaan obat-obatan
terlarang dan konsumsi alkohol, hubungan sosial, waktu luang/rekreasi,
manajemen keuangan dan sikap anti sosial/pandangan terhadap tindak pidana
kriminal.Hasil penilaian asesmen kebutuhan kriminogenik ditindaklanjuti
dengan penyusunan case plan yang akan dibahas lebih lanjut dalam mata
pelatihan Manajemen Kasus.
E. EVALUASI
Lakukan penilaian kebutuhan kriminogenik dengan menggunakan
instrumen Kebutuhan Kriminogenik 02 dengan menggunakan data pada
lampiran Studi Kasus pada modul ini!
F. UMPAN BALIK
Apabila saudara telah menyelesaikan Bab V dan dapat mengerjakan
latihan serta evaluasi dengan benar maka saudara telah menyelesaikan bab
ini, namun apabila ada hal-hal yang belum saudara mengerti silahkan pelajari
lagi Bab IV atau bertanya kepada tenaga pengajar.
A. KESIMPULAN
1. Sejarah lahirnya pengembangan asesmen dalam manajemen narapidana
di dunia secara umum dapat dibagi dalam 3 tahap yaitu tahap tidak ada
yang berhasil, tahap meta-analisa dan tahap apa yang berhasil;
B. TINDAK LANJUT
1. Berbekal hasil belajar pada modul ini, selanjutnya peserta dapat
melakukan simulasi penilaian menggunakan Instrumen Asesmen Risiko
Residivisme Indonesia versi 02 Tahun 2021 dan Instrumen Asesmen
Kebutuhan Kriminogenik versi 02 Tahun 2021 terhadap narapidana/klien
pemasyarakatan
Andrews, D.A. & J. Bonta (1995). The Level of Service Inventory – Revised.
Toronto: Multi-Health Systems.
Andrews, D.A., J. Bonta, & R.D. Hoge (1990). “Classification for Effective
Rehabilitation: Rediscovering Psychology”. Criminal Justice and
Behavior,
Jan Looman & Jeffrey Abracen, The Risk Need Responsivity Model of Offender
Rehabilitation: Is There Really a Need for a Paradigm Shift?,
International Journal of Behavioral Consultation and Therapy, 2013,
vol.8, No. 3-4, hlm. 30, diakses melalui https://files.eric.ed.gov pada
tanggal 9 Desember 2021;
PERATURAN
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2013 tentang Assessment Risiko dan Assessment Kebutuhan
Bagi Narapidana dan Klien Pemasyarakatan;
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi,
Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang
Bebas, Cuti Bersyarat.
11. Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Bapas adalah pranata untuk
melaksanakan bimbingan Klien Pemasyarakatan.
LA lahir di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 20 April 1996 sebagai anak
kedua dari dua bersaudara. LA memiliki seorang kakak laki-laki bernama BA
yang lahir pada tahun 1991. Sejak kecil, LA dan kakaknya turut diasuh oleh nenek
mereka karena kedua orangtua LA sibuk bekerja. Ibu LA bekerja sebagai buruh
pabrik, sementara ayahnya adalah seorang awak kapal yang sering pergi melaut
dan pulang setiap enam bulan sekali. LA sendiri mengakui bahwa ia dan kakaknya
merasa lebih dekat secara emosional terhadap neneknya daripada terhadap
ibunya.
Saat SMK juga, LA mulai akrab dengan narkotika dan seks bebas. Ia pertama
kali mencoba narkotika jenis ganja di tahun 2011 karena ditawari oleh kekasihnya.
Saat itu, LA merasa dalam keadaan yang terpuruk karena neneknya meninggal
dunia akibat serangan jantung. LA merasa sangat sedih dan kehilangan sosok
yang sangat berarti untuk dirinya. Ketika mengonsumsi ganja, LA merasa
rasa sedihnya hilang untuk sementara dan lebih rileks. Karena merasakan efek
Berdasarkan hasil tes urin, LA, suaminya, dan DN terbukti positif mengonsumsi
narkotika jenis ganja dan didakwa dengan pasal 127 UU Nomor 35 tahun 2009
Tentang Narkotika. Setelah menjalani proses persidangan, LA divonis dengan
hukuman penjara selama dua tahun enam bulan berdasarkan putusan Pengadilan
Selama menjalani pidana, LA rutin dijenguk oleh orangtua, kakak, dan anaknya
setidaknya setiap dua minggu sekali. LA juga mengisi waktunya dengan bekerja
sebagai tamping kebersihan di blok huniannya.Pada tanggal 23 Februari 2020,
LA mendapatkan kesempatan untuk menjalani program Pembebasan Bersyarat
(PB) setelah BA (kakak LA) bersedia menjamin LA selama ia menjalani masa
PB. LA menjalani masa pembimbingan dibawah pengawasan Pembimbing
Kemasyarakatan (PK) Bapas Bandung.
LA menjadi kurir ganja selama kurang lebih enam bulan. Dalam seminggu,
ia bisa mengantongi uang hingga satu juta rupiah. Nominal tersebut masih
diluar uang tip yang bisa ia dapatkan apabila pelanggannya meminta LA
untuk “menemani” mengonsumsi ganja. Tidak jarang, kegiatan “menemani” itu
mengarah pada hubungan seksual satu malam (one night stand). Selain dijual
kembali, ganja yang didapat LA juga dikonsumsi sendiri. LA sendiri mengaku sulit
sekali lepas dari ganja. Apabila seminggu saja tidak menghisap ganja, LA bisa
kesulitan tidur dan merasakan kelelahan luar biasa.
Pada akhirnya, pada tanggal 3 Oktober 2020 LA kembali ditangkap atas pidana
transaksi narkotika. Ia tertangkap tangan oleh polisi sedang melakukan transaksi
ganja dengan pelanggannya di sebuah hotel di kawasan Dago, Bandung.LA
terbukti melakukan tindak pidana transaksi narkotika sesuai pasal 114 UU 35 Th
2009 Tentang Narkotika divonis dengan pidana penjara selama lima tahun, denda
Rp. 1.000.000.000 subsider 3 bulan kurungan berdasarkan putusan Pengadilan
Negeri Bandung Nomor 142/Pid.Sus/2019/PN.BDG Tanggal 5 Februari 2021.
Tidak lama setelah mendapatkan putusan pengadilan, LA dipindahkan ke Lapas
Perempuan Kelas IIA Bandung.
3. Asesmen risiko dan kebutuhan memiliki fungsi dan peran sebagai data
dukung dalam laporan Penelitian Kemasyarakatan untuk membantu
Petugas Pemasyarakatan dalam memberikan penilaian dan rekomendasi
program perawatan, pembinaan dan pembimbingan warga binaan dan
klien pemasyarakatan yang lebih terarah, terukur dan obyektif.
• Bagian A, yaitu Instrumen RRI utama yang terdiri dari 10 item pertanyaan
terkait risiko residivisme. Hasil penilaian instrumen RRI bagian A akan
menentukan klasifikasi kategori tingkat risiko residivisme dari narapidana/
klien pemasyarakatan yang dinilai, mulai dari kategori RENDAH,
SEDANG, TINGGI, dan SANGAT TINGGI;
◊ Hubungan Sosial
◊ Waktu Luang/Rekreasi
◊ Manajemen Keuangan