Anda di halaman 1dari 150

PELATIHAN TEKNIS PEMASYARAKATAN

PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI


WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

DASAR-DASAR
ASSESMEN RISIKO DAN KEBUTUHAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28 TAHUN 2014
TENTANG HAK CIPTA

Pasal 1

1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasar-
kan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tan-
pa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-un-
dangan.

Pasal 113

1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi se-
bagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).

2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau peme-
gang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana di-
maksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).

3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau peme-
gang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana di-
maksud dalam Pasal 9 ayat (l) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).

4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana pen-
jara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
PELATIHAN TEKNIS PEMASYARAKATAN

PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI


WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

DASAR-DASAR
ASSESMEN RISIKO DAN KEBUTUHAN

Penulis:
Acik Veriati
Arisman
Supono

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA


HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
2022
PELATIHAN TEKNIS PEMASYARAKATAN
PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI
WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

DASAR-DASAR ASSESMEN RISIKO DAN KEBUTUHAN

Penulis:Acik Veriati; Arisman; Supono

BPSDM KUMHAM Press


Jalan Raya Gandul No. 4 Cinere – Depok 16512
Telepon (021) 7540077, 754124 Faksimili (021) 7543709, 7546120
Laman: http://bpsdm.kemenkumham.go.id

Cetakan ke-1 : Oktober 2022


Perancang Sampul : Yulius Purnomo
Penata Letak : Yulius Purnomo

Ilustrasi Sampul : arm-wrestling (www.todayifoundout.com)

xii+134 hlm.; 18 × 25 cm
ISBN:

Hak cipta dilindungi Undang-Undang.


Dilarang mengutip dan mempublikasikan
sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin dari Penerbit

Dicetak oleh:
PERCETAKAN POHON CAHAYA

isi di luar tanggung jawab percetakan


KATA SAMBUTAN

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-
Nya penyusunan modul Pelatihan Teknis Asesmen dan Klasifikasi Warga Binaan
Pemasyarakatan (WBP) berjudul Dasar-Dasar Asesmen Risiko dan Kebutuhan
telah terselesaikan. Modul ini disusun untuk membekali para peserta pelatihan
dan pembaca agar mengetahui dan memahami salah satu tugas dan fungsi di
bidang pemasyarakatan sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang
Pemasyarakatan.

Penyusunan modul Dasar-Dasar Asesmen Risiko dan Kebutuhan merupakan


strategi pendokumentasian pengetahuan tacit yang menjadi bagian dari aset
intelektual organisasi. Langkah ini dilakukan untuk memberikan sumber–sumber
pengetahuan yang dapat disebarluaskan sekaligus dipindahtempatkan atau
direplikasi guna meningkatkan kinerja individu maupun organisasi. Keberadaan
modul ini dapat mendukung proses pembelajaran mandiri, pengayaan materi
pelatihan dan peningkatan kemampuan organisasi dalam konteks pengembangan
kompetensi yang terintegrasi (Corporate University) dengan pengembangan karir.

Modul Dasar-Dasar Asesmen Risiko dan Kebutuhan dapat juga menjadi


sumber belajar guna memenuhi hak dan kewajiban pengembangan kompetensi
paling sedikit 20 Jam Pelajaran (JP) dalam 1 tahun bagi setiap pegawai. Hal
ini sebagai implementasi amanat Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN).

Dalam kesempatan ini, kami atas nama Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia menyampaikan ucapan terima kasih

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 v


kepada semua pihak atas dukungan dan kontribusinya dalam penyelesaian modul
ini. Segala kritik dan saran sangat kami harapkan guna meningkatkan kualitas
Pelatihan Teknis Asesmen dan Klasifikasi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP),
semoga modul ini dapat memberikan kontribusi positif bagi para pembacanya dan
pegawai di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Selamat Membaca. Salam Pembelajar.

Depok, 5 Oktober 2022


Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Hukum dan Hak Asasi Manusia,

Dr. Asep Kurnia


NIP 196611191986031001

vi PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-
Nya masih diberikan kesempatan untuk melaksanakan amanah dalam rangka
penyusunan modul dan bahan ajar Pelatihan Teknis Asesmen dan Klasifikasi
Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang berjudul Dasar-Dasar Asesmen
Risiko dan Kebutuhan.

Sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan,


Pemasyarakatan merupakan bagian dari sistem peradilan pidana terpadu yang
menyelenggarakan penegakan hukum di bidang perlakuan terhadap Tahanan,
Anak dan Warga Binaan dalam tahap praadjudikasi, adjudikasi dan pasca
adjudikasi. Dengan perlakuan terhadap Tahanan dan Warga Binaan perlu adanya
asesmen dalam penempatan dan pelayanan Tahanan berdasarkan usia dan jenis
kelamin, atau alasan lain sesuai dengan asesmen resiko dan kebutuhan.

Pelatihan Teknis Asesmen dan Klasifikasi Warga Binaan Pemasyarakatan


(WBP) membekali Peserta dalam melakukan asesmen penempatan dan pelayanan
Tahanan dan Warga Binaan, selain berdasarkan usia dan jenis kelamin, juga yang
memiliki resiko melarikan diri, risiko berbahaya terhadap orang lain dan kesehatan
mental, fisik dan psikologis Tahanan.

Dalam rangka mendukung tugas tersebut, BPSDM Hukum dan HAM yang
memiliki tanggung jawab melaksanakan pengembangan dan peningkatan
kompetensi pegawai dengan menyelenggarakan Pelatihan Teknis Asesmen dan
Klasifikasi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), sesuai dengan Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 42 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan
Pelatihan Teknis Pemasyarakatan.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 vii


Demikian modul Dasar-Dasar Asesmen Risiko dan Kebutuhan disusun,
dengan harapan modul ini bermanfaat serta dapat meningkatkan kompetensi dan
kinerja pegawai saat melaksanakan tugas dan fungsi Pemasyarakatan.

Depok, 27 Oktober 2022


Kepala Pusat Pengembangan Pelatihan
Teknis dan Kepemimpinan,

Eko Budianto
NIP 197311161993031001

viii PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


DAFTAR ISI

SAMBUTAN ................................................................................................. v
KATA PENGANTAR....................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL.............................................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Deskripsi Singkat............................................................................... 2
C. Hasil Belajar....................................................................................... 2
D. Indikator Hasil Belajar........................................................................ 2
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok................................................. 3
F. Manfaat............................................................................................. 4
G. Petunjuk Belajar................................................................................. 4

BAB II KONSEP DASAR ASESMEN RISIKO DAN KEBUTUHAN


DALAM MANAJEMEN WARGA BINAAN (WBP)........................... 7
A. Konsep Umum Asesmen Risiko dan Kebutuhan
dalam Manajemen Warga Binaan Pemasyarakatan......................... 9
B. Teori dan Konsep Dasar Penyusunan InstrumenAsesmen Risiko
dan Kebutuhan.............................................................................................. 21
C. Latihan .............................................................................................. 31
D. Rangkuman....................................................................................... 31
E. Evaluasi............................................................................................. 33
F. Umpan Balik...................................................................................... 33

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 ix


BAB III INSTRUMEN ASESMEN RISIKO RESIDIVISME
INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02........ 35
A. Gambaran Umum Asesmen Risiko Residivisme Indonesia (RRI)
dan Kebutuhan Kriminogenik 02........................................................ 35
B. Komponen Instrumen Asesmen Risiko Residivisme Indonesia
versi 02 ............................................................................................. 37
C. Komponen Instrumen Asesmen Kebutuhan Kriminogenik 02 .......... 37
D. Prinsip Umum dan Prosedur Pelaksanaan Asesmen Risiko
Residivisme Indonesia dan Kebutuhan Kriminogenik 02................... 38
E. Pelaksana Asesmen Risiko Residivisme Indonesia
dan Kebutuhan Kriminogenik 02........................................................ 39
F. Prosedur Pelakasanaan Asesmen Risiko Residivisme
Indonesia (RRI) dan Kebutuhan Kriminogenik 02............................. 40
G. Alur Pelaksanaan Asesmen Risiko Residivisme Indonesia (RRI)
dan Kebutuhan Kriminogenik 02........................................................ 42
H. Penilaian Ulang dan Perubahan Hasil Asesmen Risiko
Residivisme dan Kebutuhan Kriminogenik 02................................... 43
I. Cek Silang (Verifikasi) Informasi........................................................ 44
J. Latihan............................................................................................... 46
K. Rangkuman....................................................................................... 46
L. Evaluasi............................................................................................. 46
M. Umpan Balik...................................................................................... 47

BAB IV PEDOMAN PENILAIAN INSTRUMEN ASESMEN RISIKO


RESIDIVISME INDONESIA (RRI) 02............................................. 49
A. Instrumen Asesmen Risiko Residivisme Indonesia Bagian A ........... 50
B. Instrumen Asesmen Risiko Residivisme Indonesia Bagian B........ 61
C. Instrumen Asesmen Risiko Residivisme Indonesia Bagian C ............. 63
D. Instrumen Asesmen Risiko Residivisme Indonesia Bagian D ............. 64
E. Latihan............................................................................................... 65

x PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


F. Rangkuman....................................................................................... 66
G. Evaluasi............................................................................................. 66
H. Umpan Balik...................................................................................... 67

BAB V PEDOMAN PENGISIAN DAN PENILAIAN INSTRUMEN


A S E S M E N KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02............................ 69
A. Pedoman Pengisian Instrumen Asesmen Kebutuhan
Kriminogenik 02 ................................................................................ 70
B. Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen Kebutuhan
Kriminogenik 02 ................................................................................ 71
C. Latihan............................................................................................... 104
D. Rangkuman....................................................................................... 104
E. Evaluasi........................................................................................ 104
F. Umpan Balik ..................................................................................... 104

BAB V PENUTUP......................................................................................... 105


A. Kesimpulan........................................................................................ 105
B. Tindak Lanjut..................................................................................... 107

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 109


Buku dan Artikel ...................................................................................... 109
Peraturan................................................................................................. 110

GLOSARIUM ................................................................................................. 113


LAMPIRAN I.................................................................................................... 115

KUNCI JAWABAN.......................................................................................... 121


A. Kunci Jawaban BAB I ....................................................................... 121
B. Kunci Jawaban Bab II........................................................................ 122
C. Kunci Jawaban Bab III dan IV............................................................ 125

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 xi


DAFTAR TABEL

Tabel 1: Alur Pelaksanaan Asesmen RRI dan Kebutuhan Kriminogenik 02. 42


Tabel 2: Sumber Informasi Wawancara........................................................ 45
Tabel 3: Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen RRI 02 Bagian A.............. 50
Tabel 4: Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen RRI 02 Bagian B............. 61
Tabel 5: Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen RRI 02 bagian C............ 63
Tabel 6: Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen RRI 02 bagian D............ 64
Tabel 7: Kategori Tingkat Kebutuhan Kriminogenik...................................... 70
Tabel 8: Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen Kebutuhan
Kriminogenik 02 Faktor Keluarga dan Pernikahan......................... 72
Tabel 9: Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen Kebutuhan
Kriminogenik 02 Bagian A Faktor Pendidikan dan Pekerjaan......... 78
Tabel 10: Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen Kebutuhan
Kriminogenik 02 Bagian A Faktor Penggunaan Narkotika,
Obat-Obatan Terlarang dan Konsumsi Alkohol............................... 86
Tabel 11: Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen Kebutuhan
Kriminogenik 02 Bagian A Faktor Hubungan Sosial....................... 91
Tabel 12: Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen Kebutuhan
Kriminogenik 02 Faktor Waktu Luang/Rekreasi.............................. 94
Tabel 13: Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen Kebutuhan
Kriminogenik 02 Faktor Manajemen Keuangan............................. 97
Tabel 14: Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen Kebutuhan
Kriminogenik 02 Faktor Sikap Antisosial/Pandangan
Terhadap Tindak Kriminal................................................................ 99

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 xiii


Tabel 15: Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen Kebutuhan
Kriminogenik 02 Bagian B1............................................................. 102
Tabel 16: Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen Kebutuhan
Kriminogenik 02 Bagian B1............................................................. 103

xiv PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


BAB I
PENDAHULUAN

Modul Asesmen Risiko Residivisme Indonesia (RRI) dan Kebutuhan


Kriminogenik 02 merupakan modul pembelajaran pada pelatihan dan latihan
Asesmen Risiko dan Kebutuhan yang di dalamnya secara khusus membahas
tentang Konsep Dasar Asesmen Risiko dan Kebutuhan, Instrumen Asesmen Risiko
Residivisme Indonesia (RRI) 02, Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen Risiko
Residivisme Indonesia (RRI) 02 dan Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen
Kebutuhan Kriminogenik 02.

A. LATAR BELAKANG
Sistem pemasyarakatan di Indonesia pada awalnya hanya menitik­
beratkan pada unsur pemberian derita pada pelanggar hukum. Sejalan dengan
perkembangan masyarakat, maka unsur pemberian derita tersebut harus
pula diimbangi dengan perlakuan yang manusiawi degan memperlihatkan
hak asasi pelanggar hukum sebagai makhluk sosial. Pelaksanaan pembinaan
warga binaan pemasyarakatan harus dilaksanakan dengan tepat dan efektif
agar alasan dan tujuan pembinaan tesebut dapat benar dirasakan oleh warga
binaan pemasyarakatan. Sehubungan dengan itu, pelaksanaan pembinaan
dan pembimbingan kepada warga binaan pemasyarakatan harus didasarkan
pada tingkat risiko pengulangan pidana dan kebutuhan kriminogenik agar
dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien sesuai dengan sumber daya
yang dimiliki oleh Lapas/Bapas dan kebutuhan masing-masing WBP.

Pelaksanaan asesmen Risiko dan Kebutuhan saat ini didasarkan pada

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 1


Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
12 Tahun 2013 tentang Asesmen Risiko dan Assesment Kebutuhan Bagi Warga
Binaan Pemasyarakatan. Melalui kebijakan ini, diharapkan pelaksanaan
pembinaan/pembimbingan kepada warga binaan pemasyarakatan dapat
dilakukan dengan tepat dan efektif sehingga setelah narapidana telah
selesai menjalani masa pidana di Lapas, mereka telah siap kembali berbaur
dengan masyarakat.

Secara umum tujuan asesmen risiko dilakukan agar pihak Lembaga


Pemasyarakatan mengetahui klasifikasi tingkat risiko pengulangan pidana
warga binaan pemasyarakatan agar risiko tersebut dapat diminimalisir melalui
pemberian program pembinaan/pembimbingan yang tepat. Berdasarkan hal
tersebut di atas, modul ini memuat materi dasar tentang asesmen risiko dan
kebutuhan warga binaan pemasyarakatan.

B. DESKRIPSI SINGKAT
Mata pelatihan Asesmen Risiko Residivisme Indonesia dan Kebutuhan
Kriminogenik 02 diberikan kepada Petugas Lapas dan Pembimbing
Kemasyarakatan agar mereka mampu menyimulasikan penilaian risiko dan
kebutuhan menggunakan instrumen asesmen Risiko Residivismen Indonesia
dan Kebutuhan Kriminogenik 02 dengan menggunakan metode ceramah
interaktif, diskusi kelompok dan simulasi penilaian menggunakan studi kasus.

C. HASIL BELAJAR
Setelah mempelajari modul ini, para peserta diharapkan mampu
menyimulasikan penilaian risiko dan kebutuhan menggunakan instrumen
asesmen RRI dan Kebutuhan Kriminogenik 02

D. INDIKATOR HASIL BELAJAR


Setelah mempelajari modul ini, para peserta diharapkan:

2 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


1. Dapat menjelaskan Konsep Dasar Asesmen Risiko dan Kebutuhan
dalam Manajemen WBP 

2. Dapat menjelaskan Instrumen Asesmen Risiko Residivisme Indonesia


dan Kebutuhan Kriminogenik 02

3. Dapat menyimulasikan penilaian menggunakan instrumen Asesmen


Risiko Residivisme Indonesia 02; dan 

4. Dapat menyimulasikan penilaian menggunakan instrument Kebutuhan


Kriminogenik 02

E. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK


1. Konsep Dasar Asesmen Risiko dan Kebutuhan dalam Manajemen WBP; 

a. Konsep Umum Asesmen Risiko dan Kebutuhan dalam Manajemen


WBP 

b. Teori dan Konsep Dasar Penyusunan Instrumen Asesmen Risiko


Residivime Indonesia (RRI) dan Kebutuhan Kriminogenik 02 

2. Instrumen Asesmen Risiko Residivis Indonesia (RRI) 02;

a. Gambaran Umum Instrumen Asesmen Risiko Residivis (RRI)  dan


Kebutuhan Kriminogenik 02

b. Komponen Instrumen  Asesmen Risiko Residivisme Indonesia(RRI)


02

c. Komponen Instrumen  Asesmen Kebutuhan kriminogenik 02

d. Prinsip Umum dan Prosedur Pelaksanaan  Asesmen Risiko Residivis


dan Kebutuhan Kriminogenik(RRI) 02

e. Pelaksana Asesmen  Risiko Residivis dan Kebutuhan


Kriminogenik(RRI) 02

f. Alur Pelaksanaan Asesmen Risiko Residivis dan Kebutuhan

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 3


Kriminogenik(RRI) 02

g. Penilaian Ulang dan Perubahan Hasil Asesmen  Risiko Residivis


dan Kebutuhan Kriminogenik(RRI) 02

h. Cek silang informasi

3. Pedoman Penilaian Instrumen  Asesmen Risiko Residivisme Indonesia


(RRI) 02

a. Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen RRI 02 Bagian A

b. Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen RRI 02 Bagian B

c. Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen RRI 02 Bagian C

d. Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen RRI 02 Bagian D

4. Pedoman Pengisian dan Penilaian Instrumen Kebutuhan Kriminogenik


02

a. Pedoman Pengisian Instrumen Kebutuhan Kriminogenik 02 Bagian


A

b. Pedoman Penilaian Instrumen Kebutuhan Kriminogenik 02 Bagian


B1

F. MANFAAT
Berbekal hasil belajar dari modul ini, peserta diklat diharapkan dapat
menyimulasikan penilaian risiko dan kebutuhan menggunakan Instrumen
Asesmen RRI dan Kebutuhan Kriminogenik 02 dalam rangka peningkatan
pelaksanaan pembinaan dan pembimbingan yang lebih efektif dan efisien
terhadap WBP.

G. PETUNJUK BELAJAR
Untuk mempermudah penggunaan modul dan memberikan hasil yang
optimal dalam proses pembelajaran, maka ada beberapa petunjuk yang harus

4 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


dilakukan, yaitu:

1. PETUNJUK UNTUK PESERTA PELATIHAN


a. Baca dan pelajari dengan seksama uraian-uraian materi yang ada
pada masing-masing kegiatan belajar. Bila ada materi yang kurang
jelas, peserta dapat bertanya pada widyaiswara atau fasilitator yang
mengampu kegiatan belajar.

b. Kerjakan setiap soal latihan untuk mengetahui seberapa besar


pemahaman yang telah dimiliki terhadap materi-materi yang dibahas
dalam setiap kegiatan belajar.

c. Peserta diklat dapat mempelajari keseluruhan modul ini dengan


cara berurutan. Jika belum menguasai level materi yang diharapkan,
ulangi lagi pada kegiatan belajar sebelumnya atau bertanyalah
kepada widyaiswara atau fasilitator yang mengampu kegiatan
pembelajaran yang bersangkutan.

d. Keberhasilan proses pembelajaran ini tergantung pada kesungguhan


para pembelajar, oleh sebab itu belajarlah secara sungguh-sungguh.

e. Peseta disarankan mempelajari bahan-bahan dan sumber lain,


seperti yang tertera dalam daftar pustaka pada akhir modul ini.

2. PETUNJUK UNTUK FASILITATOR/WIDYAISWARA


Dalam setiap kegiatan belajar widyaiswara atau fasilitator berperan
untuk:

a. Memfasilitasi peserta dalam merencanakan proses belajar;

b. Membimbing peserta melalui tugas-tugas pelatihan yang dijelas­


kan dalam tahap belajar;

c. Membantu peserta dalam memahami materi modul;

d. Memfasilitasi peserta untuk menentukan dan mengakses sumber

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 5


tambahan lain yang diperlukan untuk belajar.

e. Mengorganisasikan kegiatan belajar kelompok

6 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


BAB II
KONSEP DASAR
ASESMEN RISIKO DAN KEBUTUHAN DALAM
MANAJEMEN WARGA BINAAN (WBP)

Indikator Keberhasilan:

Setelah mempelajari modul ini peserta diharapkan mampu menjelaskan Konsep


Umum Asesmen Risiko dan Kebutuhan dalam Manajemen WBP

Keberhasilan dan efektivitas pelaksanaan asesmen risiko dan kebutuhan


dalam ruang lingkup ’correctional’ atau yang dalam istilah kita lebih dikenal
sebagai ‘pemasyarakatan’ telah banyak dilaporkan dalam berbagai jurnal dan
artikel ilmiah internasional tentang manajemen narapidana. Asesmen risiko dan
kebutuhan telah banyak dikembangkan sebagai salah satu metode yang sangat
penting dan memegang peranan besar dalam proses pembinaan narapidana di
berbagai lembaga pemasyarakatan di seluruh dunia.

Sejalan dengan Sistem Pemasyarakatan di Indonesia sebagaimana yang


tertuang dalam Undang-undang Pemasyarakatan No. 12 tahun 1995 bahwa
Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta
cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang
dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat
untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari
kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 7


dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam
pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang
baik dan bertanggung jawab maka pelaksanaan asesmen risiko dan kebutuhan
dalam pelaksanaan tugas-tugas pemasyarakatan (pelayanan, pembinaan
dan pembimbingan) terhadap warga binaan dan klien pemasyarakatan di
Indonesia menjadi hal yang penting untuk dilakukan.

Peran penting asesmen risiko dan kebutuhan dalam pelaksanaan tugas-


tugas pemasyarakatan di Indonesia semakin disadari dalam kurun waktu
beberapa tahun terakhir ini. Beberapa permasalahan yang muncul silih berganti
dalam pelaksanaan tugas, membuat isu pentingnya pelaksanaan asesmen risiko
dan kebutuhan bagi warga binaan kembali mengemuka pada sekitar tahun 2018,
meskipun sejatinya, pengembangan instrumen asesmen risiko dan kebutuhan
telah dilakukan sejak tahun 2008, dengan disusunnya instrumen asesmen Risiko
Residivis Indonesia (RRI) dan Kebutuhan Kriminogenik (versi 2013) melalui
kerjasama antara Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dengan New South Wales
Corrective Services yang merupakan salah satu institusi di dunia yang telah lama
mengembangkan pelaksanaan asesmen risiko dan kebutuhan secara efektif
dalam manajemen narapidananya.

Pengembangan instrumen RRI dan Kebutuhan Kriminogenik pada tahun


2008 menjadi momentum awal dikembangkannya instrumen asesmen yang
menggunakan metode kuantitatif yang lebih terukur, obyektif, dan dapat
dipertanggungjawabkan dalam pelaksanaan tugas pelayanan tahanan, pembinaan
narapidana dan pembimbingan klien pemasyarakatan, setelah sebelumnya dalam
sistem pemasyarakatan di Indonesia lebih mengenal penggunaan Penelitian
Kemasyarakatan (Litmas) yang bersifat laporan deskriptif untuk penilaian tahanan
dan warga binaan pemasyarakatan.

Sejak dikembangkannya instrumen RRI dan Kebutuhan Kriminogenik


(versi 2013), beberapa instrumen asesmen bagi tahanan dan warga binaan
pemasyarakatan pun mulai disusun termasuk di antaranya adalah instrumen

8 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


asesmen risiko dan kebutuhan bagi Anak, instrumen asesmen 5 (lima) dimensi bagi
Narapidana, instrumen Sistem Penilaian Perilaku Narapidana (SPPN), Instrumen
Kebutuhan Kriminogenik Bagi Narapidana Teroris Kategori High Risk dan lain
sebagainya. Hanya saja pengembangan beberapa instrumen asesmen tersebut
belum sepenuhnya diikuti oleh penerapannya secara riil dalam pelaksanaan tugas
pemasyarakatan, sehingga dalam kurun waktu sepuluh tahun sejak pertama
kali dikembangkan dalam sistem pemasyarakatan di Indonesia, pelaksanaan
asesmen risiko dan kebutuhan baru sebatas sosialisasi dan menjadi hal yang
kurang mendapatkan perhatian dalam pelaksanaan manajemen tahanan dan
warga binaan pemasyarakatan.

Isu pentingnya pelaksanaan asesmen risiko dan kebutuhan terhadap tahanan


dan warga binaan pemasyarakatan mulai kembali mengemuka pada awal tahun
2018, dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor
35 Tahun 2018 tentang Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan, yang
mengamanatkan pelaksanaan penilaian berupa penilaian tingkat risiko maupun
perubahan perilaku terhadap tahanan dan warga binaan pemasyarakatan pada
setiap tahapan. Hasil penilaian ini akan menjadi salah satu data dukung yang
sangat penting di dalam laporan penelitian kemasyarakatan (litmas).

Dengan ditetapkannya permenkumham tersebut, maka pelaksanaan asesmen


risiko dan kebutuhan pun menjadi bagian penting yang menjadi salah satu dasar
pertimbangan dalam pemberian rekomendasi maupun pengambilan keputusan
yang berkaitan dengan pelaksanaan pelayanan, pembinaan dan pembimbingan
bagi tahanan dan warga binaan pemasyarakatan.

A. KONSEP UMUM ASESMEN RISIKO DAN KEBUTUHAN DALAM

MANAJEMEN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


Asesmen secara umum dalam konteks manajemen tahanan dan warga
binaan pemasyarakatan merupakan serangkaian proses yang sangat erat
berkaitan dengan klasifikasi. Instrumen-instrumen asesmen yang dipergunakan

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 9


dalam konteks manajemen tahanan dan warga binaan pemasyarakatan, biasanya
didesain untuk menilai/mengidentifikasi dua area, yaitu: risiko dan kebutuhan
tahanan dan warga binaan pemasyarakatan. Dalam hal ini, risiko mengacu kepada
risiko yang mungkin ditimbulkan oleh tahanan dan warga binaan pemasyarakatan
dalam hal keselamatan, keamanan, stabilitas, kemasyarakatan dan pengulangan
tindak pidana.

Instrumen asesmen risiko adalah instrumen pengukuran berbasis fakta aktual


yang relevan dalam kehidupan tahanan dan warga binaan pemasyarakatan yang
berkaitan dengan sejarah kriminal, sikap/pandangan narapidana tentang tindak
pidana dan kekerasan, tingkat bahaya atau akibat yang ditimbulkan dari tindak
pidana yang dilakukan (contoh: tindak pidana kekerasan dan kejahatan seksual
dianggap sebagai tindak pidana yang lebih berbahaya dibandingkan dengan
tindak pidana non kekerasan dan non kejahatan seksual) ataupun hal-hal khusus
lainnya yang dipergunakan untuk mengklasifikasikan tahanan dan warga binaan
pemasyarakatan ke dalam beberapa klasifikasi tingkat risiko (misalnya: rendah,
menengah dan tinggi).

Hasil pengklasifikasian tahanan dan warga binaan pemasyarakatan


berdasarkan tingkat risikonya tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk
pengambilan keputusan ataupun menentukan strategi perlakuan yang tepat, baik
dalam hal penentuan tingkat intensitas pemberian program intervensi, tingkat
pengawasan dan pengamanan serta penempatan pada fasilitas hunian di Rutan/
Lapas.

Penilaian risiko dilaksanakan untuk mengidentifikasi risiko-risiko yang


dapat terjadi, baik selama proses pelaksanaan perawatan/pelayanan tahanan,
pembinaan narapidana, pembimbingan klien maupun setelah mereka kembali ke
tengah masyarakat, agar segala risiko yang mungkin timbul dapat diantisipasi dan
diminimalisir seoptimal mungkin. Dengan demikian, jika berbicara tentang risiko
dalam konteks asesmen risiko dan kebutuhan terhadap tahanan dan warga binaan
pemasyarakatan, kita tidak dapat mengatakan bahwa hasil identifikasi risiko

10 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


pada tahanan dan warga binaan pemasyarakatan adalah sebuah determinasi
yang menetapkan suatu risiko pasti akan terjadi di masa mendatang. Akan tetapi
harus kita pahami bersama bahwa penilaian risiko bersifat prediktif dan dilakukan
untuk menetapkan strategi perlakuan yang tepat agar risiko-risiko yang telah kita
prediksi sebelumnya tidak sampai terjadi.

Asesmen Risiko dan Kebutuhan tidak selalu mengindikasikan bahwa tahanan


dan warga binaan pemasyarakatan akan benar-benar melakukan pengulangan
pidana atau pun risiko-risiko lainnya, melainkan mengidentifikasi adanya “risiko
atau kemungkinan” mereka melakukan pengulangan pidana atau risiko-risiko
lainnya sebagaimana yang diukur oleh instrumen risiko yang ada.1

Penilaian risiko dilakukan dengan menilai berbagai kemungkinan yang diukur


berdasarkan sejauhmana pelaku tindak pidana memiliki ciri-ciri atau karakteristik
tertentu sebagaimana yang dimiliki oleh pelaku pidana lainnya yang melakukan
pengulangan pidana, melarikan diri, penyerangan/kekerasan, menentang aturan
dan otorisasi Rutan/Lapas serta manipulasi situasi dan keadaan baik di dalam
Rutan/Lapas/Bapas dengan menggunakan pengaruh yang dimilikinya.

Pola pendekatan ini mirip dengan analogi seorang dokter yang mengidentifi­
kasi pasien dengan risiko tinggi terhadap serangan jantung berdasarkan beberapa
faktor risiko (misalnya: kolestrol tinggi, perokok aktif, pola makan buruk dsb.) yang
telah terbukti, melalui penelitian ilmiah merupakan hal-hal yang berkorelasi tinggi
terhadap penyakit jantung. Meskipun pasien tersebut mungkin ataupun tidak,
benar-benar mengalami serangan jantung, dokter akan dianggap lalai jika ia tidak
mengindahkan/tidak memperhitungkan risiko yang dimiliki pasien tersebut. Untuk
mencegah timbulnya risiko, maka dokter akan menargetkan pengobatan untuk
menekan agar faktor risiko yang paling dominan dapat diobati secara maksimal
sehingga dengan demikian secara otomatis risiko munculnya serangan jantung
pada pasien dapat diminimalisir atau pun dicegah secara optimal.2
1 Pamela M. Casey dkk, Offender Risk and Needs Assessment Instruments: A Primer for Courts,
National Center for State Courts, 2014, hlm. 4
2 Pamela M. Casey dkk, Offender Risk and Needs Assessment Instruments: A Primer for Courts,
National Center for State Courts, 2014, hlm. 4

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 11


Berdasarkan analogi tersebut, kita mendapatkan gambaran bahwa hasil
asesmen risiko menjadi informasi yang sangat berharga bagi para pengambil
kebijakan maupun pengampu tugas pelayanan, pembinaan dan pembimbingan
tahanan dan warga binaan pemasyarakatan karena memberikan informasi
tentang risiko yang mungkin timbul agar selanjutnya kita dapat menyusun strategi
yang tepat untuk mengurangi kemungkinan terjadinya risiko yang sudah diprediksi
sebelumnya.3

Selain penilaian risiko, dalam manajemen tahanan dan warga binaan


pemasyarakatan, pelaksanaan penilaian kebutuhan merupakan hal yang tidak
kalah penting dan tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan penilaian risiko.
Penilaian kebutuhan ini biasanya dilakukan dengan menggunakan instrumen
asesmen kebutuhan yang disusun menjadi satu kesatuan dengan instrumen
asesmen risiko atau pun dibuat secara terpisah. Instrumen kebutuhan
merupakan instrumen pengukuran yang disusun secara ilmiah dan menggunakan
pendekatan teori yang relevan untuk menilai/mengukur faktor-faktor kontributif
yang menyebabkan tahanan dan warga binaan pemasyarakatan melakukan
tindak pidana ataupun pengulangan pidana. Hasil dari penilaian kebutuhan
dipergunakan untuk mengidentifikasi dan menargetkan intervensi sesuai dengan
kebutuhan masing-masing.

Salah satu pendekatan yang paling populer dalam penyusunan instrumen


kebutuhan ini adalah konsep Kebutuhan Kriminogenik, yang menyatakan bahwa
terdapat beberapa faktor, masalah dan kecenderungan pelaku tindak pidana yang
berhubungan langsung dengan kejahatannya.4 Faktor-faktor Kriminogenik yang
sangat populer dan banyak dipergunakan sebagai dasar penyusunan instrumen
kebutuhan bagi narapidana oleh banyak negara di dunia adalah delapan faktor
kriminogenik, yaitu pendidikan, pekerjaan, kondisi finasial/keuangan, relasi
interpersonal, kondisi pernikahan/keluarga, lingkungan tempat tinggal, pemanfaatan

3 Ibid, hlm 4 -5
4 Melanie Norwood, Criminogenic Needs: Definition & Risk Factors, Lesson Transcript, 2016,
diakses dari website https://study.com/academy/lesson/criminogenic-needs-definition-risk- factors.html
pada tanggal 30 Nopember 2021

12 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


waktu luang dan rekreasi, teman anti sosial, sejarah penggunaan dan pemakaian
narkotika dan alkohol, kesehatan mental, sikap terhadap tindak pidana, pandangan
terhadap putusan pidananya dan sistem peradilan yang dijalani.5

Delapan faktor kriminogenik ini yang berdasarkan hasil penelitian oleh para ahli
merupakan faktor kontributif yang membuat seseorang terlibat ataupun mengulangi
tindak pidananya. Dan dari delapan faktor kriminogenik ini, para ahli di hampir
sebagian besar negara di dunia mengembangkan instrumen-instrumen kebutuhan
yang bertujuan untuk mengidentifikasi jenis program intervensi yang tepat dan sesuai
kebutuhan masing-masing narapidana. Penggunaan instrumen asesmen risiko dan
kebutuhan menjadi kunci penting bagi pelaksanaan tugas-tugas pemasyarakatan
yaitu reintegrasi sosial.

Hasil asesmen risiko dan kebutuhan menginformasikan kepada petugas


pemasyarakatan maupun pihak otoritas kebijakan untuk mengambil langkah-
langkah dan keputusan strategis yang berkaitan dengan manajemen risiko
tahanan dan warga binaan pemasyarakatan, baik dalam bentuk penentuan tingkat
pengawasan, penempatan, strategi pengamanan, penentuan program intervensi
dan pendekatan-pendekatan lainnya untuk memastikan pencegahan yang optimal
terhadap kemungkinan terjadinya sejumlah risiko yang timbul dalam pelaksanaan
pelayanan tahanan, pembinaan narapidana dan pembimbingan klien.

Selain itu, hasil asesmen risiko dan kebutuhan juga dapat dipergunakan untuk
mengembangkan kebijakan dan strategi pengurangan risiko dengan menargetkan
kebutuhan spesifik warga binaan pemasyarakatan yang terkait dengan residivisme.

Proses pelaksanaan asesmen dilaksanakan terhadap narapidana sejak awal


untuk menentukan klasifikasi tingkat risiko WBP, terutama risiko di bidang keamanan
sebagai dasar penempatan di lembaga pemasyarakatan sesuai dengan klasifikasi
yang ada pada masing-masing negara dan dilakukan kembali secara berkala

5 Jan Looman & Jeffrey Abracen, The Risk Need Responsivity Model of Offender Rehabilitation: Is
There Really a Need for a Paradigm Shift?, International Journal of Behavioral Consultation and
Therapy, 2013, vol.8, No. 3-4, hlm. 30, diakses melalui https://files.eric.ed.gov pada tanggal 9
Desember 2021.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 13


sesuai dengan kebutuhan dan kebijakan pemasyarakatan yang dianut oleh masing–
masing negara.

Sejalan dengan output pelaksanaan asesmen Risiko dan Kebutuhan bagi


WBP untuk menentukan klasifikasi tingkat risikonya, di mana pelaksanaan proses
penilaian (asesmen) dilaksanakan sejak awal sebelum mereka ditempatkan di
lembaga pemasyarakatan maka proses ini sering disebut sebagai proses klasifikasi
eksternal (external classification). Proses klasifikasi eksternal menetapkan di
lembaga pemasyarakatan manakah narapidana akan ditempatkan sesuai dengan
hasil asesmen risikonya, apakah di lembaga pemasyarakatandenganklasifikasi
super maximum security, maximum security, medium security atau minimum security.

Sistem klasifikasi eksternal secara spesifik dilaksanakan dengan meng­


gunakan form penilaian (asesmen) risiko di bidang keamanan, ke­
selamat­­
an,
stabilitas dan kemasyarakatan. Dalam pelaksanaannya proses ini menilai seluruh
data dan informasi tentang tindak pidana yang dilakukan, sejarah dan catatan
criminal yang pernah dilakukan oleh WBP sebelumnya dan latar belakang mereka
(usia, penyakit yang diderita, gangguan jiwa atau gangguan–gangguan lainnya)
serta beberapa informasi lainnya (seperti: riwayat penggunaan narkoba dan
alkohol, riwayat pelanggaran yang dilakukan selama menjalani proses peradilan
pidananya, lama pidana, tingkat keseriusan tindak pidana, sisa masa pidana).

Selain itu faktor-faktor tersebut juga menjadi pertimbangan utama dalam


menentukan klasifikasi (ekternal) sebagai dasar untuk penempatan awal WBP
pada lembaga pemasyarakatan.6 Namun demikian didasarkan hasil penelitian
belum tentu signifikan dalam memprediksi tingkat risiko.

Proses klasifikasi narapidana akan dilaksanakan kembali setelah mereka


ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan untuk menentukan penempatan blok
hunian dan intensitas program intervensi/pembinaan untuk menyesuaikan tingkat
pengamanan dan perlakuan tertentu dengan program pembinaan yang akan

6 Andrews, D.A, & Bonta, The Psychology of Criminal Conducts (3rd.ed), Cincinnati, Anderson,
2003

14 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


diberikan. Proses klasifikasi yang dilakukan pada fase ini disebut sebagai klasifikasi
internal (internal classification). Proses klasifikasi internal ini biasa dilakukan
dengan menggunakan instrumen asesmen risiko yang berkaitan dengan risiko-
risiko di bidang keamanan, keselamatan, stabilitas, kemasyarakatan, pengulangan
tindak pidana dan kebutuhan kriminogenik.

Setelah menjalani masa pembinaan, dalam jangka waktu tertentu sesuai


dengan kebijakan yang ditentukan, secara periodik narapidana akan menjalani
proses klasifikasi ulang (re-classification). Hal ini dilaksanakan untuk meninjau
kembali perubahan-perubahan yang mungkin terjadi selama proses pembinaan
yang dapat mempengaruhi dan merubah klasifikasi mereka sebelumnya.

Klasifikasi ulang lebih menekankan penilaian terhadap perubahan-perubahan


perilaku narapidana selama menjalani masa pembinaan di dalam lembaga
pemasyarakatan, seperti tingkat partisipasi narapidana dalam program pembinaan,
keterlibatan dalam kelompok (gang) di dalam Lapas, riwayat keterlibatan dalam
kekerasan dan catatan hukuman disiplin. Klasifikasi ulang dilakukan dengan
menggunakan instrumen asesmen risiko yang sudah dipergunakan sebelumnya
dan beberapa catatan hasil evaluasi pelaksanaan program intervensi/pembinaan
yang sudah dilaksanakan oleh WBP.7

Proses klasifikasi dalam pelaksanaan program reintegrasi/pem­bimbingan pun


dilaksanakan terhadap klien pemasyarakatan untuk meng­identifikasi dan memilih
strategi pengawasan (contohnya: tingkat pengawasan/wajib lapor/homevisit) yang
dilakukan berdasarkan pada hasil asesmen risiko dan kebutuhannya masing-
masing.

1. TUJUAN DAN MANFAAT ASESMEN RISIKO DAN


KEBUTUHAN
Selama beberapa dekade terakhir ini para praktisi pemasyarakatan
di seluruh dunia telah fokus untuk mengidentifikasi program dan praktek-

7 Austin, Finding in Prison Classification and Risk Assessment, Washington, DC, National Institute
of Correction, 2003.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 15


praktek yang efektif untuk mengurangi berbagai risiko yang biasa terjadi
dalam area tugas pelaksanaan pemasyarakatan. Risiko tersebut meliputi
risiko di bidang: pengulangan tindak pidana, keamanan, keselamatan,
stabilitas dan kemasyarakatan.

Para praktisi telah bekerja sama dengan para peneliti untuk menentu­
kan pendekatan apa yang paling cocok dan berhasil diterapkan dengan
masing- masing karakteristik narapidana berdasarkan pengelompokan-
pengelompokan tertentu. Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, mereka
menyatakan bahwa pelaksanaan asesmen risiko dan kebutuhan merupakan
langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas-
tugas pemasyarakatan untuk mencapai keberhasilan reintegrasi sosial.

a. Tujuan Pelaksanaan Asesmen Risiko dan Kebutuhan

Pelaksanaan asesmen risiko dan kebutuhan dalam sistem


pemasyarakatan secara umum memiliki 3 (tiga) tujuan, yaitu:

1) Mengidentifikasi risiko-risiko yang dapat terjadi selama


pelaksanaan perawatan, pembinaan dan pembimbingan
wbp dan klien pemasyarakatan untuk meningkatkan
perlindungan, keamanan dan keselamatan publik;

2) Mengidentifikasi kebutuhan program intervensi dan pen­


dekatan-pendekatan lain yang tepat bagi warga binaan dan
klien pemasyarakatan agar dapat mencegah dan meminimalisir
terjadinya risiko agar dapat menyesuaikan dengan pengelolaan
sumber daya yang dimiliki oleh masing masing Lembaga
Pemasyarakatan dan Bapas;

3) Meningkatkan kinerja pemasyarakatan dalam efektifitas dan


efesiensi biaya pelaksanaan pembinaan/pembimbingan dan
pengurangan tingkat residivisme.

16 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


b. Manfaat Asesmen Risiko dan Kebutuhan

Manfaat asesmen risiko dan kebutuhan dalam pelaksanaan


tugas-tugas pemasyarakatan dalam perawatan, pembinaan dan
pembimbingan warga binaan dan klien pemasyarakatan adalah
sebagai berikut:

1) Membantu petugas pemasyarakatan dalam mengembangkan


rencana perlakuan yang tepat dan sesuai kebutuhan warga
binaan dan klien pemasyarakatan;

2) Membantu petugas pemasyarakatan untuk menentukan


metode dan tingkat pengawasan yang sesuai dengan risiko
penempatan dan pengamanan warga binaan;

3) Membantu petugas pemasyarakatan untuk menentukan


program intervensi (pembinaan/pembimbingan) bagi warga
binaan dan klien pemasyarakatan;

4) Membantu petugas pemasyarakatan untuk mengevaluasi


hasil pelaksanaan program pembinaan/pembimbingan yang
telah dilaksanakan sebagai dasar untuk menentukan program
pembinaan/pembimbingan selanjutnya sesuai dengan
kebutuhan warga binaan dan klien pemasyarakatan.

5) Membantu obyektivitas petugas pemasyarakatan dalam


melaksanakan tugas, mengurangi bias perlakuan terhadap
warga binaan dan klien pemasyarakatan;

6) Membantu petugas pemasyarakatan untuk membuat keputusan


yang transparan, etis dan diakui secara hukum.

2. FUNGSI DAN PERAN ASESMEN RISIKO DAN


KEBUTUHAN DALAM SISTEM PEMASYARAKATAN
Berdasarkan Permenkumham Nomor 35 Tahun 2018 tentang
Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan, telah ditegaskan fungsi
ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 17
dan peran penilaian terhadap tahanan dan warga binaan pemasyarakatan
menjadi sangat penting untuk dilakukan pada setiap tahapan. Hasil
penilaian ini menjadi bagian penting yang dituangkan dalam laporan
penelitian kemasyarakatan (litmas) sebagai salah satu pertimbangan dalam
penyusunan rekomendasi sesuai dengan jenis litmasnya masing-masing.

Peran Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) dalam revitalisasi pe­


nyelenggaraan pemasyarakatan menjadi semakin strategis. Litmas menjadi
prasyarat yang harus dipenuhi pada setiap tahapan baik dalam pelaksanaan
perawatan, pembinaan dan pembimbingan warga binaan dan klien
pemasyarakatan. Penggunaan penilaian dengan menggunakan instrumen
asesmen risiko dan kebutuhan yang disusun dengan pendekatan kuantitatif
dapat membantu pelaksanaan tugas-tugas pemasyarakatan, khususnya
dalam memberikan penilaian dan rekomendasi program perawatan,
pembinaan dan pembimbingan warga binaan dan klien pemasyarakatan
yang lebih terarah, terukur dan obyektif.

Asesmen Risiko dan Kebutuhan dalam Sistem Pemasyarakatan


di Indonesia mulai dikenal sejak tahun 2008 dengan dikembangkannya
instrumen asesmen Risiko Residivis Indonesia (RRI) dan asesmen Kebutuhan
Kriminogenik melalui kerjasama Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dengan
New South Wales Corrections Services, Australia. Instrumen asesmen Risiko
Residivis Indonesia dan Kebutuhan Kriminogenik merupakan hasil adaptasi
instrumen Level Service Inventory – Revised (LSI-R) yang sudah banyak
dipergunakan oleh banyak negara di dunia dalam pelaksanaan managemen
narapidana.

Pelaksanaan asesmen RRI dan Kebutuhan Kriminogenik dalam


pelaksanaan pembinaan dan pembimbingan WBP diatur dalam Peraturan
Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 12 Tahun 2013 tentang Asesmen Risiko
dan Asesmen Kebutuhan Bagi Narapidana dan Klien Pemasyarakatan.
Meskipun secara kebijakan telah ditetapkan, namun dalam pelaksanaannya

18 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


di lapangan masih banyak ditemui hambatan dan tantangan, terutama yang
berkaitan dengan teknis pelaksanaan dan ketersediaan sumber daya yang
ada di UPT Pemasyarakatan.

Hal ini menyebabkan perkembangan pelaksanaan asesmen risiko


dan kebutuhan di UPT Pemasyarakatan belum dapat dilaksanakan sesuai
dengan harapan. Namun demikian dengan adanya kebijakan Revitalisasi
Sistem Pemasyarakatan, peranan Asesmen Risiko dan Kebutuhan dalam
pelaksanaan tugas-tugas pemasyarakatan menjadi sangat penting karena
menjadi dasar pemberian hak- hak warga binaan dan klien pemasyarakatan
pada setiap tahapan.

Penilaian terhadap warga binaan dan klien pemasyarakatan dengan


menggunakan berbagai instrumen asesmen risiko dan kebutuhan yang telah
dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan untuk program
perawatan/pelayanan, pembinaan, pembimbingan ataupun penempat­
an
warga binaan dan klien pemasyarakatan pada setiap tahapan dilaksana­kan
oleh Pembimbing Kemasyarakatan atau Petugas Pemasyarakatan lainnya
yang diberikan kewenangan, dan hasilnya dilampirkan sebagai salah satu
data dukung dalam laporan Penelitian Kemasyarakatan untuk membantu
Pembimbing Kemasyarakatan dalam menyusun rekomendasi program
perawatan/pelayanan, penempatan, pembinaan, ataupun pembimbingan
yang tepat sesuai dengan tingkat risiko dan kebutuhannya masing-masing.

Instrumen asesmen Risiko Residivis Indonesia (RRI) dan instrumen


Kebutuhan Kriminogenik merupakan instrumen asesmen yang diperguna­
kan untuk mengidentifikasi risiko pengulangan tindak pidana dan kebutuhan
program intervensi bagi warga binaan dan klien pemasyarakatan.
Sebagaimana karakteristik dan fungsinya, maka hasil penilaian kedua
instrumen tersebut dapat dipergunakan untuk menentukan intensitas dan jenis
program pembinaan/pembimbingan bagi warga binaan pemasyarakatan.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 19


Pada saat ini kedua instrumen asesmen tersebut biasa dipergunakan
oleh Pembimbing Kemasyarakatan untuk membuat rekomendasi program
pembinaan/pembimbingan dalam litmas awal bagi narapidana ataupun
litmas pembimbingan bagi klien pemasyarakatan. Selain itu, kedua
instrument tersebut dapat dipergunakan juga sebagai instrumen untuk
menilai perkembangan pembinaan/pembimbingan secara berkala dalam
litmas perkembangan pembinaan/pembimbingan ataupun dan litmas lainnya
sesuai dengan kebutuhan.

Sejak dikembangkannya instrumen Risiko Residivis Indonesia (RRI)


dan instrumen Kebutuhan Kriminogenik pada tahun 2008 yang kemudian
dioperasionalkan melalui Permenkumham Nomor 12 Tahun 2013
tentang Pelaksanaan Asesmen Risiko dan Kebutuhan, sesuai dengan
perkembangan dan arah kebijakan strategis serta hasil evaluasi terhadap
pelaksanaan asesmen risiko dan kebutuhan, maka sejak tahun 2019
dilakukan penyusunan instrumen RRI dan Kebutuhan Kriminogenik versi 02.

Instrumen RRI dan Kebutuhan Kriminogenik 02 ini merupakan hasil


revisi terhadap instrumen RRI dan Kebutuhan Kriminogenik versi 2013.
Instrumen asesmen RRI dan Kebutuhan Kriminogenik versi 02 telah
disahkan melalui penetapan Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan
Nomor PAS-31.OT.02.02 Tahun 2021 tentang Instrumen Asesmen Risiko
Residivisme Indonesia dan Instrumen Asesmen Kebutuhan Kriminogenik
Bagi Narapidana dan Klien Pemasyarakatan Versi 02.

Revisi tersebut juga diikuti oleh penyusunan peraturan Menteri Hukum


dan HAM yang secara umum mengatur tentang pelaksanaan asesmen
terhadap WBP untuk menggantikan Permenkumham Nomor 12 Tahun
2013. Kedua kebijakan tersebut saat ini sedang dalam proses pengesahan.

20 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


B. TEORI DAN KONSEP DASAR PENYUSUNAN INSTRUMEN

ASESMEN RISIKO DAN KEBUTUHAN


Teori dan Konsep dasar penyusunan instrumen asesmen risiko dan
kebutuhan disusun berdasarkan konsep “apa yang berhasil (what works
principles), yang merupakan hasil serangkaian penelitian ilmiah yang
dilakukan oleh para ahli sejak tahun 1970an. Konsep “apa yang berhasil (what
works principles) merupakan konsep yang didapatkan melalui serangkaian
penelitian yang dilakukan oleh para ahli terhadap program ataupun
pelaksanaan pembinaan dan pembimbingan narapidana di beberapa negara.
Sejarah lahirnya asesmen dalam pengembangan manajemen narapidana di
dunia secara umum dapat dibagi dalam 3 tahapan sebagai berikut:8

1. Tahap “Tidak Ada Yang Berhasil”

Selama kurun waktu, 40 tahun terakhir khususnya sejak tahun 1974


sudah banyak perubahan dalam manajemen perlakuan narapidana di setiap
negara, khususnya yuridikasi pemasyarakatan di seluruh dunia. Perubahan-
perubahan ini semua dimulai di tahun 1974 ketika Robert Martinson
melakukan sejumlah studi penelitian yang menyatakan bahwa
program perlakuan individu tidak memiliki dampak yang signifikan
terhadap narap dalam mengurangi atau menghentikan tindakan kriminal
mereka. Ini mengarah pada kesimpulan bahwa “TIDAK ADA YANG
BERHASIL”.

Kesimpulan ini didapatkan setelah Robert Martinson melakukan


penelitian terhadap sekitar 231 (dua ratus tiga puluh satu) studi yang
dilakukan sejak tahun 1966 terhadap jenis program intervensi
(program pembinaan) yang diberikan kepada para narapidana di beberapa
penjara di Amerika Serikat pada tahun 1945–1967. Berdasarkan studi
penelitian tersebut, Martinson menyatakan bahwa tidak ada satupun program
rehabilitasi narapidana tersebut yang berhasil karena dianggap tidak dapat
8 Tim Penulis Modul, Dasar-Dasar Asesmen Risiko dan Kebutuhan, BPSDM Kementrian Hukum
dan HAM, Jakarta, 2018, hlm. 16

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 21


merubah/mengurangi perilaku pengulangan tindak pidana yang dilakukan
oleh narapidana setelah mereka bebas dan kembali ke masyarakat.

2. Tahap Meta Analisis

Studi lebih lanjut pada tahun 1990an menyebabkan banyak peneliti lain
tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dan hasilnya menyatakan
bahwa semua itu (program intervensi yang telah dilaksanakan) tidak
hilang dan bahwa intervensi tertentu dapat dan memiliki pengaruh positif
pada perilaku pelanggaran. Studi-studi ini menggunakan statistik, yang
disebut sebagai “META-ANALISIS. Dalam ringkasannya para peneliti
ini mengkonfirmasi bahwa perlakuan atau intervensi, yang disampaikan
dalam kondisi tertentu, memang bekerja dan bahwa intervensi perilaku
kognitif adalah yang paling efektif dalam merubah perilaku narapidana.
Pada dasarnya Teori Perilaku Kognitif menyatakan: “Apa yang kita
pikirkan berpengaruh terhadap bagaimana yang kita rasakan, dan semua
itu mempengaruhi bagaimana kita bertindak atau merespon “.

3. Tahap “Apa yang Berhasil”

Selama 35 (tiga puluh lima)tahun penelitian, baru ditemukan tentang


manajemen narapidana yang efektif-yang disebut “APA YANG
BERHASIL”. Literatur “Apa yang Berhasil”, terutama buku James
Macguire berjudul Intervensi yang Efektif untuk para Narapidana (1995,
2000) menyoroti bahwa ada prinsip-prinsip tertentu yang harus
dipatuhi.dalam pelaksanaan pembinaan atau pembimbingan WBP, yaitu:

• Beberapa dari prinsip tersebut berhubungan dengan asesmen pada


WBP;

• Beberapa dari prinsip tersebut berhubungan dengan jenis-


jenis intervensi yang dibutuhkan oleh WBP untuk menghentikan
mengulangi tindak pidana;

• Beberapa dari prinsip tersebut berhubungan dengan keamanan.

22 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


Berdasarkan penelitian yang terperinci dan mendalam disimpulkan
bahwa, program yang efektif dalam manajemen warga binaan
pemasyarakatan dapat diimplementasikan atau terwujud apabila program
pembinaan atau pembimbingan yang dibuat mengandung unsur sebagai
berikut:

• Rancangan dan implementasi yang tepat;

• Ditujukan pada orang yang tepat;

• Penilaian yang menyeluruh/rujukan;

• Penyampaian isi program adalah konsisten dan mengikuti teks dan


dilakukan evaluasi yang menyeluruh.

Pada masa ‘apa yang berhasil’ inilah, lahir teori dan konsep dasar yang
banyak dipergunakan oleh para ahli di dunia dalam penyusunan instrumen
asesmen dalam ruang lingkup correctional atau pemasyarakatan, yaitu
prinsip risiko, kebutuhan dan responsivitas. Teori ini merupakan salah satu
teori yang menjawab berbagai kritikan terhadap filosofi, pendekatan dan
praktik rehabilitasi narapidana di lembaga pemasyarakatan pada dekade
70-an.9

a. Prinsip Risiko

Prinsip Risiko berkaitan dengan risiko yang dimiliki oleh seorang


narapidana dalam hal kemungkinan mereka untuk mengulangi tindak
pidana dengan cara menyesuaikan tingkat layanan risikonya. Prinsip Risiko
menentukan “SIAPA” di antara para narapidana yang memiliki tingkat risiko
tinggi, menengah dan rendah sebagai dasar untuk menentukan intensitas
program atau tingkat pengawasan yang akan diberikan selama proses
pembinaan/pembimbingan. Prinsip risiko memiliki 2 (dua) preposisi, yaitu
prediction dan matching.

9 Andrews, D.A, & Bonta, The Psychology of Criminal Conducts (3rd.ed), Cincinnati, Anderson,
2003, hlm 12

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 23


Prediction dipahami sebagai penilaian atau asesmen terhadap risiko
seorang narapidana mengulangi perbuatannya. Sedangkan matching adalah
bagaimana program pembinaan agar pelaku tersebut tidak mengulangi lagi
perbuatannya.

Faktor risiko dapat dibedakan ke dalam 2 (dua) bentuk, yaitu faktor


statis dan dinamis. Faktor statis adalah faktor yang tidak dapat berubah atau
berdasarkan pada sejarah pelaku (sejarah kriminal dan usia pertama kali
melakukan kejahatan). Sedangkan faktor dinamis adalah aspek individu
yang potensial dapat berubah (pendidikan, pekerjaan, perilaku antisosial).

Berdasarkan uraian di atas maka perkembangan asesmen risiko dibagi


menjadi 4 generasi:10

 Generasi 1, asesmen risiko dilakukan oleh individu (psikolog,


psikiater atau staf) dilakukan dengan mewawancara dan
pengumpulan informasi kualitatif lalu dibuat rencana program
pembinaannya. Metode ini memberikan fleksibilitas bagi para penilai
untuk memberikan rekomendasi, namun penilaian dengan cara
demikian rentan akan bias. Metode ini disebut dengan unstructured
profesional judgement.

 Generasi 2, asesmen risiko sudah menggunakan metode statistik


terukur. Penilaiannya menggunakan pendekatan kuantitatif atau
yang biasa disebut dengan actuarial risk assessment. Penilaian
risiko dilakukan dengan cara menentukan variable-variabel prediktif
atau yang biasa disebut dengan indikator. Alat ini biasanya dirancang
dengan mengacu pada database pelaku kejahatan.

Tujuannya adalah untuk menentukan indikator-indikator tertentu


yang dapat memprediksi perilaku seseorang untuk kembali
melakukan kejahatan.

10 Pamela M. Casey dkk, Offender Risk and Needs Assessment Instruments: A Primer for Courts,
National Center for State Courts, 2014, hlm

24 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


Metode ini dikatakan lebih komprehensif dibanding yang
sebelumnya namun penggunaanya dikritik karena kurangnya
kegunaan rehabilitative. Indikator yang digunakan dalam mengukur
hanya risiko statis (jenis kelamin, umur, riwayat kejahatan) dan tidak
memberikan gambaran rekomendasi rencana pembinaan sesuai
dengan karakteristik masing-masing individu.

 Generasi 3, metode asesmen dengan faktor dinamis dalam


penilaian risiko. Faktor dinamis adalah karakteristik seseorang
atau lingkungan yang dapat berubah seiring perkembangan waktu
seperti hubungan keluarga,kepercayaan, dan status pekerjaan.
Faktor-faktor ini dapat dirubah dengan intervensi, pendidikan,
pelatihan atau konseling.

 Generasi 4, Metode asesmen dengan alat yang jauh lebih


kompleks. Asesmen ini dikembangkan sebagai pemandu proses
manajemen risiko, dilengkapi dengan pilihan-pilihan intervensi dan
rencana pembinaan, serta menindaklanjuti perkembangan dengan
rehabilitasi. Alat ini dapat digunakan untuk memberikan informasi
pada tahapan sebelum sidang, pada saat persidangan, pada saat
menjalani masa pidana, pada saat akan bebas dan setelah bebas.

Setiap negara memiliki pendekatan yang berbeda-beda sesuai dengan


sistem pidana dan konsep asesmen yang dianutnya, namun demikian
11
secara umum dalam konteks ‘correctional’ terdapat 5 kategori risiko, yaitu:

• Risiko keselamatan yaitu apakah WBP memiliki kemungkinan


penyerangan/menyakiti diri sendiri, orang lain (petugas pengunjung);

• Risiko keamanan yaitu apakah WBP memiliki kemungkinan


melarikan diri, atau mengajak orang lain;

11 UNODC, Handbook on Restorative Justice Programmes. CriminalJustice Handbook Series.


Vienna: UN New York.2006.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 25


• Risiko stabilitas yaitu apakah WBP kemungkinan WBP untuk
melakukan pelanggaran/menentang aturan/kebijakan yang
ditetapkan oleh otoritas Rutan/Lapas/Bapas, sikap menentang/
menantang petugas baik verbal/non verbal;

• Risiko kemasyarakatan yaitu apakah WBP kemungkinan WBP untuk


menggunakan pengaruh yang dimilikinya baik materi/non materi
untuk memanipulasi petugas ataupun kondisi di dalam/luar Rutan/
Lapas yang dapat menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban
baik di dalam Rutan/Lapas maupun di tengah masyarakat;

• Risiko residivisme yaitu apakah WBP kemungkinan mengulangi


tindak pidananya atau melakukan kembali tindak pidana yang
kebih berat dibanding sebelumnya Menentukan tingkat risiko akan
membantu petugas melakukan identifikasi dan klasifikasi untuk
menetapkan intensivitas program dan jenis pengawasan yang tepat
terhadap narapidana sehingga meningkatkan kualitas manajemen
warga binaan pemasyarakatan kearah yang lebih efektif dan efesien.

Prinsip risiko menyarankan bahwa narapidana berisiko tinggi kemung­


kinan menunjukkan penurunan yang lebih besar dalam pengulangan tindak
pidana ketika mereka diberikan intervensi dan pengawasan yang lebih intensif,
sedangkan narapidana berisiko rendah cenderung merespon jauh lebih baik
ke intervensi dengan tingkat intensitas yang biasa, dan bahkan mungkin
menunjukkan peningkatan dalam tingkat pengulangan tindak pidana, jika
diberikan intervensi yang lebih intensif. Prinsip risiko menunjukkan bahwa
tingkat pelayanan yang lebih tinggi harus dialokasikan untuk kasus risiko
yang lebih tinggi.12

12 Andrews, D.A, & Bonta, The Psychology of Criminal Conducts (3rd.ed), Cincinnati, Anderson,
2003, hlm 17

26 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


b. Prinsip Kebutuhan

Dalam prinsip kebutuhan dikatakan bahwa setiap narapidana memiliki


seperangkat kebutuhan atau faktor dari kriminogenik, bagian dari gaya hidup
atau perilaku mereka yang menyebabkan (atau setidaknya berkontribusi)
pada pengulangan tindak pidana.

Prinsip ini melihat bidang “APA” dalam kehidupan WBP yang


berkontribusi pada perilaku pidananya. Kebutuhan kriminogenik juga disebut
faktor risiko dinamis, target perlakuan atau target intervensi yang dapat
dirubah. Jika “kebutuhan” tersebut meningkat maka, risiko pengulangan
tindak pidana di masa depan juga meningkat. Jika kebutuhan itu diturunkan
sebagai hasil dari intervensi, maka risiko pengulangan pidananya di masa
depan akan berkurang.

Kebutuhan kriminogenik dalam asesmen risiko dan kebutuhan terdiri


dari delapan faktor seperti yang tergambar dalam penjelasan berikut:

• Pendidikan dan pekerjaan;

• Kondisi finansial/keuangan

• Relasi Interpersonal;

• Hubungan keluarga dan pernikahan;

• Pemanfaatan waktu luang dan rekreasi;

• Pertemanan dengan individu antisosial;

• Sejarah penggunaan alkohol, narkotika dan obat – obatan terlarang;

• Sikap dan pandangan terhadap tindak pidana;

Bidang “APA” dari kehidupan narapidana yang perlu ditangani untuk


mengurangi risiko mereka, sebagai contoh jika narapidana menghabiskan
sebagian besar waktunya dengan “orang-orang antisosial lainnya” (yaitu
temannya semua kriminal) ia cenderung untuk belajar dari mereka,

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 27


mengadopsi keyakinan yang sama, nilai, moral dan sikap dalam rangka untuk
menyesuaikan diri dan itu akan mempengaruhi tingkah lakunya. Mengubah
orang yang berbaur dengan kita, walaupun tidak mudah dilakukan, memiliki
pengaruh atas siapa diri kita, bagaimana kita berpikir dan bagaimana kita
bersikap.

Prinsip kebutuhan menjelaskan bahwa untuk mengurangi tingkat risiko


program pembinaan atau pembimbingan harus merujuk pada kebutuhan
kriminogenik. Setiap manusia memiliki rentang kebutuhan yang berbeda-
beda, terkait dengan perilaku pelanggaran (yang dikatakan sebagai
criminogenic needs) dan beberapa lainnya tidak terkait dengan perilaku
pelanggaran (non-criminogenic needs). Istilah kebutuhan ini digunakan untuk
alasan yang membawa harapan bahwa dengan mengurangi kebutuhan
kriminogeniknya maka kesempatan untuk terlibat dalam kejahatan dapat
dikurangi.

c. Prinsip Responsivitas

Prinsip Responsivitas menyatakan bahwa intervensi harus disampaikan


dengan cara tertentu, bahwa jenis dari program juga penting dan bahwa
WBP harus termotivasi agar mereka dapat “merespon” dengan program
yang ditawarkan kepada mereka. Ini adalah “BAGAIMANA” cara untuk
bekerja dengan WBP agar mereka merespon intervensi yang diberikan
dengan cara paling positif. Prinsip ini erat kaitannya dengan bagaimana cara
petugas menyiapkan program intervensi agar dapat diikuti dan dipahami
oleh WBP, agar mereka merespon program dengan baik dan taat patuh
terhadap program yang sudah direncanakan. Terdapat 3 (tiga) hal penting
dalam prinsip responsivitas, yaitu:13

1) Prinsip Umum Responsivitas: sesuai dengan prinsip ini, maka ada


beberapa hal umum yang harus diperhatikan dalam penyusunan

13 Pamela M. Casey dkk, Offender Risk and Needs Assessment Instruments: A Primer for Courts,
National Center for State Courts, 2014, hlm. 4

28 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


intervensi bagi narapidana yaitu:

• Intervensi yang diberikan telah terbukti dapat dilaksanakan dan


memiliki tingkat keberhasilan yang baik;

• Intervensi dilaksanakan sesuai pentahapan yang tepat;

• Intervensi disesuaikan dengan gaya pembelajaran yang tepat


bagi WBP, menggunakan contoh konkrit, bahasa sederhana.

Sesuai dengan prinsip ini Petugas Pemasyarakatan yang profesional


harus menggunakan, pembelajaran sosial, strategi perilaku kognitif
untuk memotivasi perubahan

perilaku dalam penyusunan intervensi/program pembinaan/


pembimbingan. Salah satu contohnya adalah menggunakan
Cognitive Behaviour Therapy (CBT) untuk mengubah perilaku anti-
sosial dengan perilaku pro-sosial melalui pembelajaran.

2) Prinsip Khusus Responsivitas adalah tentang bagaimana


mempersiapkan narapidana dan semua elemen untuk dapat
merespon program intervensi yang diberikan dengan baik. Prinsip
khusus ini mengacu kepada individu dan model pembelajaran paling
tepat bagi narapidana dengan mempertimbangkan tingkat kognitif,
kesulitan bahasa dan perbedaan budaya.

Setelah anda menetapkan siapa saja yang termasuk dalam


risiko tertinggi, apa saja itu faktor-faktor criminogenic mereka dan
mengetahui metode terbaik dalam merubah warga binaan dan klien
pemasyarakatan, penting untuk memperhatikan jenis program yang
harus digunakan. Faktor individual seperti minat dan kemampuan
intelektual menjadi pertimbangan penting dalam membuat program
intervensi.

Saat ini hanya ada beberapa program formal yang diadakan di lapas
dan bapas Indonesia, meskipun demikian, di masa mendatang,

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 29


setelah asesmen dilaksanakan secara penuh dalam pelaksanaan
pembinaan atau pembimbingan warga binaan dan klien
pemasyarakatan, kita akan dapat menentukan program mana
saja yang diperlukan berdasarkan data kebutuhan program
pembinaan atau pembimbingan yang diperoleh dari hasil
pelaksanaan asesmen tersebut.

3) Prinsip Sistemik Responsivitas merupakan respon terhadap


narapidana pada level sistem. Hal ini berkaitan dengan serangkaian
pemrograman yang tersedia di yurisdiksi tertentu yang cocok
dengan profil risiko kebutuhan masing- masing pelaku. Yurisdiksi di
sini termasuk apa yang berlaku di lapas, bapas dalam program
pembinaan dan pembebasan bersyarat. Belakangan, (Bonta dan
Andrews, 2007) menambahkan prinsip kebijakan dan hubungan
antara petugas dengan narapidana/klien.

Prinsip-prinsip tambahan ini menggambarkan, misalnya pentingnya


para staf membangun hubungan kerjasama dan saling menghormati dengan
klien, petugas pemasyarakatan dan pimpinan yang menyediakan kebijakan
dan kepemimpinan yang memfasilitasi dan memungkinkan adanya intervensi
yang efektif.

Ketiga prinsip yang telah dijelaskan di atas menjadi konsep dasar dalam
penyusunan beberapa instrumen yang telah dikembangkan oleh Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan, antara lain yaitu:

• Instrumen Risiko Residivis Indonesia dan Kebutuhan (Kriminogenik)


Tahun 2012;

• Instrumen Kebutuhan Pembinaan Narapidana Risiko Tinggi Tahun


2019;

• Instrumen Risiko dan Kebutuhan Anak Tahun 2019;

30 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


• Instrumen Penempatan Narapidana Instrumen screening Penempat­
an Narapidana Tahun 2019;

• Instrumen Standar Sistem Penilaian Pembinaan Narapidana Tahun


2021.

• Instrumen Perawatan Tahanan

C. LATIHAN
Diskusikan dengan rekan saudara tentang bagaimana
implementasi prinsip risiko, kebutuhan dan responsivitas dalam
pelaksanaan tugas pembinaan/pembimbingan!

D. RANGKUMAN
1. Asesmen secara umum dalam konteks manajemen warga binaan dan
klien pemasyarakatan merupakan serangkaian proses yang sangat erat
berkaitan dengan klasifikasi. Instrumen-instrumen yang dipergunakan
untuk asesmen dalam sistem pemasyarakatan biasanya didesain untuk
menilai/mengidentifikasi dua area, yaitu: risiko dan kebutuhan warga
binaan dan klien pemasyarakatan.

2. Asesmen Risiko mengacu kepada risiko keselamatan, keamanan,


stabilitas, kemasyarakatan dan pengulangan tindak pidana.

3. Instrumen asesmen risiko dan kebutuhan merupakan salah satu


data dukung yang membantu Pembimbing Kemasyarakatan untuk
memberikan penilaian dan rekomendasi program perawatan, pembinaan
dan pembimbingan konteks manajemen warga binaan dan klien
pemasyarakatan yang lebih terarah, terukur dan obyektif.

4. Asesmen Risiko dan Kebutuhan dapat dilakukan oleh Pembimbing


Kemasyarakatan ataupun Petugas Pemasyarakatan lainnya yang
diberikan kewenangan, dan hasilnya dilampirkan sebagai salah satu

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 31


data dukung dalam laporan Penelitian Kemasyarakatan untuk membantu
Pembimbing Kemasyarakatan dalam menyusun rekomendasi program
perawatan/pelayanan, penempatan, pembinaan, ataupun pembimbingan
yang tepat sesuai dengan tingkat risiko dan kebutuhannya masing-
masing.

5. Sejarah lahirnya pengembangan asesmen dalam manajemen narapidana


di dunia secara umum dapat dibagi dalam 3 tahap yaitu tahap tidak ada
yang berhasil, tahap metaanalisa dan tahap apa yang berhasil;

6. Prinsip risiko, kebutuhan dan responsivitas merupakan teori dan konsep


dasar dalam penyusunan asesmen resiko dan kebutuhan;

7. Prinsip Risiko berkaitan dengan risiko yang dimiliki oleh seorang


narapidana dalam hal kemungkinan mereka untuk mengulangi tindak
pidana dengan cara menyesuaikan tingkat layanan risikonya. Berikan
Intervensi Intensif untuk narapidana dengan tingkat risiko residivisme
tinggi dan intervensi ringan untuk narapidana dengan tingkat risiko
residivisme rendah.

8. Prinsip kebutuhan atau kriminogenik berkaitan dengan seperangkat


kebutuhan atau faktor dari kriminogenik, bagian dari gaya hidup atau
perilaku mereka yang menyebabkan (atau setidaknya berkontribusi)
pada pengulangan tindak pidana.

9. Kebutuhan kriminogenik dalam asesmen risiko dan kebutuhan terdiri


beberapa faktor utama yang merupakan representasi dari warga
binaan dan klien pemasyarakatan, yaitu: sejarah perilaku antisosial,
pola kepribadian antisosial, pola pikir antisosial, pertemanan dengan
individu antisosial, hubungan keluarga dan pernikahan; pendidikan dan
pekerjaan, waktu luang dan rekreasi, penggunaan obat-obatan terlarang/
alkohol.

32 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


10. Prinsip responsivitas berkaitan dengan bagaimana cara petugas
menyiapkan program intervensi agar dapat diikuti dan dipahami oleh
narapidana, agar mereka merespon program dengan baik dan taat patuh
terhadap program yang sudah direncanakan

11. Beberapa asesmen yang telah dikembangakan oleh Direktorat Jenderal


Pemasyarakatan Kemenkumham RI adalah Asesmen Risiko Residivis
Indonesia dan Kebutuhan (Kriminogenik), Asesmen Risiko dan
Kebutuhan bagi Narapidana High Risk, Asesmen Risiko dan kebutuhan
bagi anak, dan Asesmen Penempatan Narapidana Instrumen screening
penempatan narapidana.

E. EVALUASI
1. Jelaskan apa tujuan pelaksanaan asesmen risiko dan kebutuhan!

2. Jelaskan apa manfaat pelaksanaan asesmen risiko dan kebutuhan!

3. Jelaskan fungsi dan peran Asesmen Risiko dan Kebutuhan dalam


penyusunan Penelitian Kemasyarakatan!

F. UMPAN BALIK
Coba periksa hasil jawaban saudara pada evaluasi di atas, apabila
saudara telah mampu menjawab pertanyaan diatas dengan benar, maka
saudara telah memenuhi kriteria belajar tuntas. Apabila belum, saudara dapat
melakukan pendalaman kembali terhadap materi yang telah diuraikan pada
BAB II ini.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 33


BAB III
INSTRUMEN ASESMEN RISIKO RESIDIVISME
INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN
KRIMINOGENIK 02

Setelah mempelajari bab ini peserta diharapkan dapat menjelaskan Instrumen


Asesmen Risiko Residivisme Indonesia (RRI) dan Kebutuhan Kriminogenik 02 .

Pada Bab ini kita akan mempelajari lebih lanjut tentang prosedur dan
mekanisme umum pelaksanaan penilaian risiko dan kebutuhan menggunakan
instrumen Asesmen Risiko Residivisme (RRI) dan Kebutuhan Kriminogenik 02
sebagai berikut:

A. GAMBARAN UMUM ASESMEN RISIKO RESIDIVISME

INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02


Asesmen Risiko Residivisme Indonesia (RRI) dan Kebutuhan Kriminogenik
02 dirancang untuk mengetahui SIAPA yang paling berkemungkinan untuk
mengulangi pidana dan APA kebutuhan program pembinaan/pembimbingan
yang dibutuhkan oleh narapidana/klien pemasyarakatan tersebut. Asesmen
ini sangat penting dilakukan agar petugas pemasyarakatan dapat memberikan
program pembinaan/pembimbingan yang tepat dan sesuai kebutuhan
masing-masing WBP sehingga dapat mengurangi tingkat risiko pengulangan
tindak pidananya di masa mendatang. Meskipun secara konstruk keduanya
mengukur aspek yang berbeda (aspek tingkat risiko pengulangan tindak

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 35


pidana dan aspek kebutuhan pembinaan/pembimbingan WBP), namun kedua
asesmen tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Hasil penilaian asesmen risiko residivisme dan kebutuhan kriminogenik


menjadi komponen penting dalam penyusunan Penelitian Kemasyarakatan
(Litmas) untuk membantu Pembimbing Kemasyarakatan dalam menentukan
rekomendasi program pembinaan/pembimbingan sesuai dengan kebutuhan
narapidana/klien pemasyarakatan yang bersangkutan. Dalam pelatihan kali
ini, pelaksanaan asesmen risiko residivisme akan dilakukan menggunakan
Instrumen Asesmen RRI versi 02 Tahun 2021, sementara asesmen kebutuhan
kriminogenik dilakukan menggunakan Instrumen Kebutuhan Kriminogenik
versi 02 Tahun 2021.

Secara umum, penyusunan instrumen asesmen RRI dan Kebutuhan


Kriminogenik versi 02 Tahun 2021 berlandaskan pada prinsip Risk, Need,
and Responsivity (RNR) yang dikemukakan oleh Andrews, Bonta, & Hote
(1990). Prinsip RNR menegaskan bahwa proses pemasyarakatan harus
mengintervensi faktor-faktor yang memungkinkan dilakukannya kembali
kejahatan oleh narapidana/klien pemasyarakatan (risk principle), kebutuhan-
kebutuhan kriminogeniknya (needs principle), dan menyesuaikan mekanisme
intervensi dengan karakteristik atau kemampuan individu dari narapidana/
klien pemasyarakatan (responsivity principle).

Istilah “kebutuhan” dalam konteks ini digunakan untuk menetapkan


berbagai faktor yang berkontribusi terhadap perilaku tindak pidana
narapidana/klien pemasyarakatan yang bersifat dinamis atau dapat dirubah.
Jika “kebutuhan” tersebut meningkat, maka risiko pengulangan tindak pidana
di masa depan juga meningkat. Jika kebutuhan itu diturunkan sebagai hasil
dari intervensi, maka risiko pengulangan pidananya di masa depan akan
berkurang.

Di Indonesia, Instrumen Asesmen RRI dan Instrumen Asesmen


Kebutuhan Kriminogenik merupakan hasil adaptasi dari instrumen asesmen

36 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


Level of Service Inventory – Revised (LSI-R) yang dikembangkan oleh Andrews
& Bonta (1995)yang bertujuan untuk mengukur risiko pengulangan tindak
pidana narapidana di Kanada. Instrumen LSI-R telah banyak melalui evaluasi
secara empiris oleh para peneliti dan mendapatkan banyak pengakuan ilmiah
atas kokohnya landasan teoritis yang digunakan dan kemampuan instrumen
LSI-R untuk memprediksi kecenderungan residivisme seseorang.

B. KOMPONEN INSTRUMEN ASESMEN RISIKO RESIDIVISME

INDONESIA VERSI 02
Instrumen Asesmen Risiko Residivisme Indonesia versi 02 Tahun 2021
terdiri atas empat bagian yaitu sebagai berikut:

• Bagian A, yaitu Instrumen RRI utama yang terdiri dari 10 item pertanyaan
terkait risiko residivisme. Hasil penilaian instrumen RRI bagian A akan
menentukan klasifikasi kategori tingkat risiko residivisme dari narapidana/
klien pemasyarakatan yang dinilai, mulai dari kategori RENDAH,
SEDANG, TINGGI, dan SANGAT TINGGI;

• Bagian B, yaitu asesmen RRI tambahan yang digunakan apabila nilai


dari asesmen utama (Bagian A) termasuk dalam kategori RENDAH;

• Bagian C, yaitu Asesmen RRI tambahan khusus untuk narapidana/lien


pemasyarakatan perempuan;

• Bagian D, yaitu asesmen RRI tambahan khusus untuk narapidana/klien


pemasyarakatan dengan tindak pidana narkotika/obat-obatan terlarang
(pengguna maupun pengedar).

C. KOMPONEN INSTRUMEN ASESMEN KEBUTUHAN

KRIMINOGENIK 02
Instrumen Kebutuhan Kriminogenik terdiri atas tiga bagian, yaitu sebagai
berikut:

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 37


• Bagian A, yaitu instrumen asesmen kebutuhan kriminogenik utama yang
terdiri atas 30 item pertanyaan dan disusun berdasarkan tujuh faktor
kebutuhan kriminogenik yang menurut kajian literatur merupakan faktor
kontributif penyebab perilaku kriminalseseorang. Ketujuh faktor tersebut
adalah:

• Keluarga dan Pernikahan

• Pendidikan dan Pekerjaan

• Penggunaan Narkotika, Obat-obatan Terlarang, dan Konsumsi


Alkohol

• Hubungan Sosial

• Waktu Luang/Rekreasi

• Manajemen Keuangan

• Sikap Anti-Sosial/Pandangan terhadap Tindak Kriminal

• Bagian B.1, yaitu instrumen Kebutuhan Kriminogenik khusus


untuk pertimbangan tindak pidana tertentu.

• Bagian B.2, yaitu instrumen Kebutuhan Kriminogenik khusus


untukpertimbangan lain/faktor kebutuhan tambahan.

D. PRINSIP UMUM DAN PROSEDUR PELAKSANAAN ASESMEN

RISIKO RESIDIVISME INDONESIA DAN KEBUTUHAN

KRIMINOGENIK 02
Pelaksanaan asesmen risiko residivisme dan kebutuhan kriminogenik
mengacu pada Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor PAS-31.OT.02.02
Tahun 2021 tentang Instrumen Asesmen Risiko Residivisme Indonesia
dan Instrumen Asesmen Kebutuhan Kriminogenik Bagi Narapidana dan
Klien Pemasyarakatan Versi 02 Tahun 2021. Pelaksanaan asesmen risiko

38 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


residivisme dan kebutuhan kriminogenik yang tepat dan benar dapat
menentukan intensitas program pembinaan/pembimbingan yang sesuai
dengan tingkat risiko pengulangan tindak pidananya.

Dengan hasil asesmen tersebut, petugas pemasyarakatan dapat


merencanakan program intervensi yang tepat dan sesuai dengan faktor-faktor
yang berkontribusi terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh narapidana/
klien pemasyarakatan. Informasi mengenai tingkat risiko dan jenis kebutuhan
tersebut kemudian dijadikan sebagai salah satu dasar pertimbangan untuk
menentukan perlakuan yang tepat dan sesuai baik dalam bentuk penempatan
maupun pemberian program pembinaan/pembimbingan yang tepat, sehingga
proses pemasyarakatan diharapkan dapat berjalan secara lebih efektif dan
efisien.

E. PELAKSANA ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA

DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02


Asesmen risiko residivisme dan kebutuhan kriminogenik dapat dilakukan
oleh Asesor atau Pembimbing Kemasyarakatan yang telah memenuhi syarat
sebagai berikut:

a. Telah mengikuti sosialisasi/Bimtek/Konstek/Pelatihan/diklat dan praktik


asesmen risiko residivisme dan kebutuhan kriminogenik minimal 8
(delapan) jam pelatihan (untuk Pembimbing Kemasyarakatan periode
sebelum tahun 2014);

b. Telah mendapatkan materi Asesmen Risiko Residivisme dan Kebutuh­


an Kriminogenik pada diklat Pembimbing Kemasyarakatan (untuk
Pembimbing Kemasyarakatan periode setelah tahun 2014)

c. Telah melaksanakan praktik asesmen risiko residivisme dan kebutuhan


kriminogenik di bawah pengawasan langsung oleh supervisor asesor
paling sedikit 2 (dua) kali;

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 39


d. Telah melaksanakan praktik asesmen risiko residivisme dan kebutuhan
kriminogenik terhadap narapidana dan atau klien pemasyarakatan secara
mandiri paling sedikit 4 (empat) kali;

e. Menguasai teknik wawancara, pencatatan kasus, dan teknik- teknik


penilaian asesmen risiko residivisme dan kebutuhan kriminogenik.

F. PROSEDUR PELAKASANAAN ASESMEN RISIKO


RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN

KRIMINOGENIK 02
a. Asesmen risiko residivisme dan kebutuhan kriminogenik digunakan
hanya untuk narapidana/klien pemasyarakatan berusia 18 tahun ke atas.

b. Asesmen risiko residivisme dan kebutuhan kriminogenik merupakan satu


kesatuan dan tidak dapat dilakukan secara terpisah.

c. Pastikan asesor menggunakan instrumen asesmen Risiko Residivisme


Indonesia (RRI) dan Kebutuhan Kriminogenik versi terbaru.

d. Asesmen risiko residivisme dan kebutuhan kriminogenik harus dilakukan


dalam kurun waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak WBP terdaftar sebagai
narapidana.

e. Bagi klien pemasyarakatan yang belum pernah dilakukan asesmen


risiko residivisme dan kebutuhan kriminogenik maka harus dilakukan
dalam kurun waktu 7 (tujuh) hari sejak WBP terdaftar sebagai klien
pemasyarakatan.

f. Sebelum melakukan proses asesmen, asesor diharapkan untuk men­


jelaskan informasi umum dari kegiatan asesmen kepada narapidana/
klien pemasyarakatan dan mendapatkan persetujuan untuk melakukan
penggalian data dan informasi melalui informed consent yang dapat
ditemukan di lampiran instrumen asesmen RRI dan Kebutuhan
Kriminogenik.

40 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


g. Apabila proses asesmen dilakukan menggunakan metode wawancara,
asesor diharapkan untuk membangun rapport yang baik dengan
narapidana/klien pemasyarakatan agar proses penggalian data dapat
berjalan dengan baik.

h. Asesor diharapkan untuk tidak hanya mengandalkan satu jenis sumber


informasi saja dalam proses pelaksanaan asesmen (misal hanya
mengandalkan informasi lisan dari narapidana/klien pemasyarakatan
lewat wawancara). Asesor dituntut untuk melakukan cek silang informasi
untuk memastikan akurasi data yang didapatkan, seperti verifikasi
informasi lewat dokumen narapidana/klien pemasyarakatan (putusan
pengadilan, BAP kepolisian, akta kelahiran, ijazah, dsb), wawancara
terhadap petugas lain maupun keluarga narapidana/klien pemasyarakatan
yang bersangkutan.

i. Hasil asesmen risiko residivisme dan kebutuhan kriminogenik dapat


dijadikan acuan untuk pelaksanaan asesmen lanjutan terhadap
narapidana/klien pemasyarakatan apabila memang dibutuhkan.

j. Seluruh dokumen/instrumen hasil asesmen risiko residivisme dan


kebutuhan kriminogenik harus disimpan dalam berkas dokumen
narapidana/klien pemasyarakatan yang selanjutnya diintegrasikan
kedalam sistem database pemasyarakatan.

k. Wawancara tidak boleh dilakukan ketika narapidana/klien pemasyarakat­


an sedang tidak stabil keadaan mentalnya, misalnya menarik diri dari
obat-obatan atau alkohol (rehabilitasi) dan stres. Dalam hal seperti ini
sebaiknya ada catatan mengenai penangguhan hingga kondisi fisik dan
mental narapidana/klien pemasyarakatan telah stabil.

l. Supervisor menjamin kualitas terbaik dari hasil penilaian asesmen


risiko residivisme dan kebutuhan kriminogenik. Semua upaya harus
dilakukan untuk memastikan hasil yang akurat dan mencerminkan

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 41


kondisi sesungguhnya dari narapidana/klien pemasyarakatan yang
bersangkutan.

G. ALUR PELAKSANAAN ASESMEN RISIKO RESIDIVISME

INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02


Berikut ini adalah alur dari pelaksanaan asesmen risiko residivisme
dan kebutuhan kriminogenik yang dapat membantu keberhasilan asesor atau
pembimbing kemasyarakatan dalam melaksanakan asesmen dengan tepat,
akurat, dan minim kesalahan.

Tabel 1:

Alur Pelaksanaan Asesmen RRI dan Kebutuhan Kriminogenik 02

42 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


H. PENILAIAN ULANG DAN PERUBAHAN HASIL ASESMEN

RISIKO RESIDIVISME DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02


a. Penilaian ulang terhadap hasil asesmen risiko residivisme dan
kebutuhan kriminogenik dapat dilakukan jika terdapat informasi baru
yang berpengaruh terhadap perubahan tingkat risiko residivisme dan
jenis/tingkat kebutuhan kriminogenik narapidana/klien pemasyarakatan.

b. Penilaian ulang dapat dilakukan secara periodik setiap enam bulan


sekali.

c. Apabila penilaian ulang dilakukan kurang dari enam bulan sejak asesmen
terakhir dilakukan, hal tersebut harus didasari oleh penilaian profesional
dengan alasan yang jelas, tertulis, dan dapat dipertanggungjawabkan.

d. Penilaian ulang tidak boleh dilakukan dengan tujuan secara sengaja


mengubah hasil kategori tingkat risiko residivisme dan jenis/tingkat

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 43


kebutuhan kriminogenik agar narapidana/klien pemasyarakatan dapat
berpartisipasi dalam program pembinaan/pembimbingan tertentu.

e. Penilaian ulang tidak boleh dilakukan dengan tujuan secara sengaja


mengubah hasil kategori tingkat risiko residivisme dan jenis/tingkat
kebutuhan kriminogenik narapidana/klien pemasyarakatan agar beban
kerja petugas pemasyarakatan dapat bertambah/berkurang.

f. Proses penilaian ulang harus dilakukan dibawah supervisi dan


persetujuan supervisor. Jika supervisor tidak yakin dengan keputusan
untuk melakukan penilaian ulang, maka harus didiskusikan dalam forum
sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP).

g. Bukti dan alasan penilaian ulang harus didokumentasikan dan diarsipkan.

I. CEK SILANG (VERIFIKASI) INFORMASI


Setiap informasi yang didapatkan dari keterangan narapidana/klien
pemasyarakatan selama proses asesmen harus diverifikasi untuk memastikan
akurasi dari informasi tersebut. Hindari untuk percaya sepenuhnya pada
informasi yang diberikan oleh narapidana/klien pemasyarakatan.

Apabila narapidana/klien pemasyarakatan menyampaikan informasi


yang belum tercatat dalam dokumen resmi (misalnya mengakui tindak pidana
di wilayah dan atau negara lain), informasi ini harus dipertimbangkan dan
diverifikasi seakurat mungkin.

Tabel dibawah ini memberikan beberapa sumber informasi yang dapat


dijadikan referensi untuk proses verifikasi informasi dari narapidana/klien
pemasyarakatan yang diwawancarai:

44 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


Tabel 2:

Sumber Informasi Wawancara

Wawancara Observasi Studi Dokumen

• Polisi • Observasi gestur dan • C a t a t a n


• Jaksa ekspresi narapidana/ pelanggaran
• Hakim klien pemasyarakat disiplin di
an ketika proses Lapas Putusan
• Korban
wawancara. Pengadilan oleh
• Petugas Rutan/Lapas/ Hakim
• Observasi perilaku
• Bapas narapidana selama • Berita Acara
• Keluarga menjalani pembinaan di Pemeriksaan
• n a r a p i d a n a / k l i e n Lapas (BAP) oleh
pemasyarakatan Penyidik Kepolisian
• Observasi perilaku
Dokumen catatan
• Tokoh masyarakat/agama di klien pemasyarakat an
sipil (akta kelahiran,
lingkungan tempat selama menjalani masa
buku nikah, kartu
reintegrasi di tengah
• Tinggal narapidana/klien keluarga, dsb)
masyarakat
pemasyarakatan Ijazah
• G u r u / d o s e n / t e m a n • Rekam medis
narapidana/klien Hasil pemeriksaan
• pemasyarakatan di sekolah/ psikologis
kampus • Hasil tes urin
• Supervisor/atasan/rekan n a r k o t i k a /
kerja narapidana/klien psikotropika
• pemasyarakatan di tempat Laporan penelitian
kerja kemasyarakatan
(Litmas)
• Teman/sahabat narapidana/
klien • Bank statement
Dokumen lain
• pemasyarakatan
yang dirasa dapat
• Rekan satu perkara memberikan
narapidana/klien informasi terkait
• pemasyarakatan narapidana/klien
• Pihak lain yang dirasa dapat pemasyarakatan
memberikan informasi terkait
narapidana/klien
• Pemasyarakatan.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 45


J. LATIHAN
Diskusikan dalam kelompok, bagaimana prosedur umum pelaksanaan
asesmen RRI dan Kebutuhan Kriminogenik 02 dalam pelaksanaan tugas
pemasyarakatan di UPT masing-masing!

K. RANGKUMAN
1. Asesmen risiko residivisme dan kebutuhan kriminogenik untuk narapidana
dan klien pemasyarakatan dirancang untuk mengetahui SIAPA yang
paling berkemungkinan untuk mengulangi pidana dan APA kebutuhan
program pembinaan/pembimbingan yang dibutuhkan olehnarapidana/
klien pemasyarakatan.

2. Secara umum, penyusunan instrumen asesmen RRI dan Kebutuhan


Kriminogenik versi 02 Tahun 2021 berlandaskan pada prinsip Risk, Need,
and Responsivity (RNR)yang dikemukakan oleh Andrews, Bonta, & Hote
(1990).

3. Instrumen Asesmen Risiko Residivisme Indonesia versi 02 Tahun 2021


terdiri atas empat bagian yaitu bagian A, B, C dan D.

4. Instrumen Kebutuhan Kriminogenik terdiri atas tiga bagian, yaitu Bagian


A, B1 dan B2;

5. Pelaksanaan asesmen risiko residivisme dan kebutuhan krimino­


genik mengacu pada Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
PAS-31.OT.02.02Tahun 2021 tentang Instrumen Asesmen Risiko
Residivisme Indonesia dan Instrumen Asesmen Kebutuhan Kriminogenik
Bagi Narapidana dan Klien Pemasyarakatan Versi 02 Tahun 2021.

L. EVALUASI
1. Jelaskan komponen – komponen penilaian dalam Instrumen Asesmen
RRI 02!

46 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


2. Jelaskan komponen-komponen penilaian dalam instrument Asesmen
Kebutuhan Kriminogenik 02!

3. Jelaskan bagaimana prosedur pelaksaanaan Asesmen RRI dan


Kebutuhan Kriminogenik 02!

M. UMPAN BALIK
Coba periksa hasil jawaban saudara pada evaluasi diatas, apabila
saudara telah mampu menjawab pertanyaan diatas dengan benar, maka
saudara telah memenuhi kriteria belajar tuntas. Apabila belum, saudara dapat
melakukan pendalaman kembali terhadap materi yang telah diuraikan pada
BAB III ini.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 47


BAB IV
PEDOMAN PENILAIAN INSTRUMEN ASESMEN
RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) 02

Setelah mempelajari bab ini peserta diharapkan dapat menyimulasikan penilaian


menggunakan Instrumen Asesmen Risiko Residivisme Indonesia 02 terhadap
narapidana/klien pemasyarakatan.

Pedoman penilaian Instrumen Asesmen Risiko Residivisme Indonesia


versi 02 tahun 2021 mengacu pada Lampiran II Keputusan Direktur Jenderal
Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor PAS-31.OT.02.02 Tahun 2021 Tentang Instrumen Asesmen Risiko
Residivisme Indonesia dan Instrumen Asesmen Kebutuhan Kriminogenik Bagi
Narapidana dan Klien Pemasyarakatan versi 02 Tahun 2021.

Pedoman penilaian ini digunakan untuk memberikan penilaian terhadap data


dan informasi yang telah diperoleh oleh Petugas Pembimbing Kemasyarakatan/
Asesor melalui wawancara terhadap narapidana/klien pemasyarakatan, pihak
terkait, observasi dan studi dokumentasi. Proses penilaian dilakukan setelah
Pembimbing Kemasyarakatan/Asesor melakukan analisa terhadap semua fakta
terkait yang didapat dengan memperhatikan pedoman penilaian yang telah
ditetapkan.

Instrumen Risiko Residisme Indonesia 02 disusun dalam beberapa bagian


dengan ketentuan penilaian sebagai berikut:

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 49


A. INSTRUMEN ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA

BAGIAN A
Bagian ini merupakan faktor risiko utama dari instrumen Risiko
Residivisme Indonesia yang diisi oleh seluruh narapidana/klien pe­masya­
rakat­an yang menjadi subjek asesmen risiko residivisme. Pada akhir proses
asesmen RRI Bagian A, petugas harus menjumlahkan total nilai yang
didapatkan dan dicocokkan sesuai dengan kategori tingkat risiko residivisme
yang tersedia. Lebih lanjut, kategori tingkat risiko residivisme yang didapatkan
oleh narapidana/klien pemasyarakatan yang bersangkutan akan menentukan
proses asesmen selanjutnya. Berikut merupakan penjelasan dari tiap
pertanyaan yang ada pada RRI Bagian A:

Tabel 3:

Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen RRI 02 Bagian A


No Pertanyaan dan Keterangan
1. Apakah pada saat narapidana/klienpemasyarakatan pertama kali ditahan
masih berusia 16 tahun atau di bawah 16 tahun?
Pertanyaan ini mengukur derajat risiko residivisme narapidana/klien
pemasyarakatan dengan melihat usia pada saat pertama kali ditahan karena
melakukan pelanggaran hukum.
Kriteria penilaian:
Jawaban “Ya” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan yang
bersangkutan pada saat berusia 16 tahun atau di bawah 16 tahun:
• Pernah ditahan;
• Pernah diproses hukum dan mendapatkan vonis penjara;
• Pernah diproses hukum namun tidak mendapatkan hukuman, atau diberikan
hukuman berupa denda atau diversi.
Catatan:
• Narapidana/klien pemasyarakatan pernah menjalani proses penyidikan/
penuntutan/pemeriksaan.
• Dalam melakukan penelusuran informasi diutamakan adanya catatan resmi
penahanan dari narapidana (seperti berita acara pemeriksaan atau dokumen
pengadilan).

50 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


No Pertanyaan dan Keterangan
• Di beberapa wilayah Indonesia masih banyak ditemukan penyelesaian
perkara secara adat. Oleh karena itu, akan mungkin ditemui kasus-kasus
pelanggaran hukum yang tidak diproses secara resmi/formal, namun
diselesaikandengan informal seperti penyelesaian secara kekeluargaan
atau mekanisme adat. Apabila didapatkan narapidana/klien pemasyarakatan
yang pernah melakukan pelanggaran hukum pada usia 16 tahun atau lebih
muda namun diselesaikan melalui mekanisme kekeluargaan/adat maka
tetap diberikan jawaban “Ya”. Contoh dewan adat: Majelis Adat Dayak
(MAD), Majelis Adat Budaya Melayu (MADM).
• Apabila narapidana/klien pemasyarakatan menyampaikan secara lisan
bahwa pada saat berusia 16 tahun atau lebih muda pernah melakukan
tindakan kriminal/melanggar hukum namun tidak pernah ditangkap/atau
diproses secara hukum maka disarankan untuk memberi jawaban “Tidak”.
• Penetapan batas usia 16 tahun atau lebih muda tidak berkaitan dengan
regulasi peraturan perundang-undangan tertentu, melainkan merujuk
ke hasil penelitian yang menunjukkan bahwa individu yang melakukan
pelanggaran hukum ketika berusia 16 tahun atau lebih muda memiliki risiko
residivisme yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang pertama kali
melakukan pelanggaran hukum saat berusia lebih dari 16 tahun.
• Penggunaan bukti audio visual dan dapat dipertimbangkan untuk
memberikan jawaban “Ya”, selama dapat dipertanggungjawabkan dengan
bukti (contoh: keterangan langsung dari Hakim/Jaksa/Polisi/Petugas
pemasyarakatan yang direkam dan/atau disertai surat pernyataan dari yang
memberi keterangan.
2. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan pernah dihukum oleh pengadilan
dan divonis hukuman penjara?
Pertanyaan ini mengukur derajat risiko residivisme narapidana/klien
pemasyarakatan dengan melihat apakah ia pernah melakukan pelanggaran
hukum dan mendapatkan vonis hukuman penjara sebelumnya.
Kriteria penilaian:
Jawaban “Ya” diberikan apabila terdapat bukti yang menunjukkan bahwa
narapidana/klien pemasyarakatan pernah mendapatkan vonis/putusan pidana
penjara sebelum menjalani pidana saat ini.
Catatan:
• Hukuman dan vonis yang dimaksud dalam pertanyaan ini mengacu
pada pidana sebelumnya yang pernah didapatkan oleh narapidana/klien
pemasyarakatan, sehingga pidana saat ini (yang sedang dijalani oleh
narapidana/klien pemasyarakatan) tidak termasuk dalam hitungan.
• Apabila narapidana/klien pemasyarakatan pernah diproses hukum namun
diberikan vonis denda, diversi, atau rehabilitasi maka diberikan jawaban
“Tidak”.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 51


No Pertanyaan dan Keterangan
• Apabila tidak terdapat bukti tertulis yang dapat membuktikan bahwa
narapidana/klien pemasyarakatan pernah mendapatkan vonis penjara
sebelumnya, keterangan lisan dapat dipertimbangkan untuk digunakan
selama keterangan tersebut dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
3. Berapa jumlah pasal yang dipidanakan kepada narapidana/klien
pemasyarakatan untuk kejahatan saat ini?
Pertanyaan ini mengukur derajat risiko residivisme narapidana/klien
pemasyarakatan dengan melihat jumlah pasalyang melekat pada narapidana/
klien pemasyarakatan untuk vonis hukuman yang sekarang.
Contoh:
• Apabila tidak terdapat bukti tertulis yang dapat membuktikan bahwa
narapidana/klien pemasyarakatan pernah mendapatkan vonis penjara
sebelumnya, keterangan lisan dapat dipertimbangkan untuk digunakan
selama keterangan tersebut dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Seorang narapidana/klien pemasyarakatan terbukti dan dihukum karena
melakukan perampokan dua kali, penggunaan obat- obatan terlarang, dan
pencurian. Maka total pasal yang dibebankan adalah 4 (dua perampokan,
satu penggunaan obat- obatan, dan satu pencurian). Narapidana/klien
pemasyarakatan ini akan mendapatkan nilai 1 (karena dipidana dengan
lebih dari 3 pasal).
• Apabila tidak terdapat bukti tertulis yang dapat membuktikan bahwa
narapidana/klien pemasyarakatan pernah mendapatkan vonis penjara
sebelumnya, keterangan lisan dapat dipertimbangkan untuk digunakan
selama keterangan tersebut dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Seorang narapidana/klien pemasyarakatan terbukti dan dihukum karena
penggunaan narkotika dan perampokan. Maka total pasal yang dibebankan
adalah 2 (satu penggunaan narkotika dan satu perampokan). Oleh karena
itu, narapidana/klien pemasyarakatan mendapatkan nilai 0 (karena dipidana
dengan 2 pasal).
• Apabila tidak terdapat bukti tertulis yang dapat membuktikan bahwa
narapidana/klien pemasyarakatan pernah mendapatkan vonis penjara
sebelumnya, keterangan lisan dapat dipertimbangkan untuk digunakan
selama keterangan tersebut dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Seorang narapidana/klien pemasyarakatan terbukti dan dihukum karena
penggunaan narkotika sekaligus menjadi pengedar/bandar, sehingga di
dalam vonis terdapat dua pasal yang dikenakan (penyalahgunaan dan
transaksi narkotika). Oleh karena itu, narapidana/klien pemasyarakatan
mendapatkan nilai 0 (karena dipidana dengan 2 pasal).

52 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


No Pertanyaan dan Keterangan
Catatan:
• Apabila tidak terdapat bukti tertulis yang dapat membuktikan bahwa
narapidana/klien pemasyarakatan pernah mendapatkan vonis
penjara sebelumnya, keterangan lisan dapat dipertimbangkan untuk
digunakan selama keterangan tersebut dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Pastikan hanya menghitung jumlah pasal yang
dipidanakan kepada narapidana/klien pemasyarakatan untuk hukuman
yang dijalani saat ini.
•. Jangan menghitung jumlah pasal yang dipidanakan kepada narapidana/
klien pemasyarakatan untuk hukuman sebelumnya yang sudah selesai
dijalani (apabila pernah dihukum/divonis sebelumnya).
4. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan pernah melakukan pelanggaran
ketika sedang menjalani program reintegrasi?(Contoh: pelanggaran
ketentuan reintegrasi dan/atau pelanggaran hukum/hukum adat/norma
masyarakat)
Pertanyaan ini mengukur derajat risiko residivisme narapidana/klien
pemasyarakatan dengan melihat apakah narapidana/klien pemasyarakatan
pernah melakukan pelanggaran di luar Lapas pada saat menjalani program
reintegrasi.
Kriteria penilaian:
Jawaban “Ya” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan:
• Pernah melanggar prinsip-prinsip/ketentuan umum dan/atau khusus
program reintegrasi saat berada di masyarakat;
• Pernah melanggar peraturan adat/norma yang berada di masyarakat selama
menjalani program reintegrasi;
• Pernah melakukan tindakan kriminal baru selama menjalani program
reintegrasi;
• Pernah melanggar hukum selama menjalani program reintegrasi.
Catatan:
Beberapa wilayah di Indonesia yang menerapkan hukum adat dan pengadilan
adat/tradisional (seperti; Aceh, Papua, Kalimantan) mungkin tidak memiliki catatan
tertulis atas putusan hukum mereka. Oleh karena itu, petugas dimungkinkan
untuk mendapatkan keterangan lisan (yang dapat dipertanggungjawabkan) dari
narapidana/klien pemasyarakatan yang bersangkutan, Dewan Adat, ataupun
masyarakat setempat.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 53


No Pertanyaan dan Keterangan
Apakah narapidana/klien pemasyarakatan pernah mendapatkan vonis
sebelumnya?(Tidak termasuk vonis untuk kejahatan yang sekarang, dan
tidak mempertimbangkan jumlah pasal yang dipidanakan)
Pertanyaan ini mengukur derajat risiko residivisme narapidana/klien
pemasyarakatan dengan melihat siklus pelanggaran hukum yang dilakukan
pada waktu yang berbeda dan vonis yang diberikan terhadap narapidana/klien
pemasyarakatan.
Keterangan:
• Pertanyaan ini merujuk pada jumlah vonis yang pernah diberikan terhadap
narapidana/klien pemasyarakatan atas tindak pidana yang dilakukan pada
hari yang berbeda. Apabila terdapat beberapa tindak pidana dilakukan pada
hari yang sama, maka jumlah vonis tetap dihitung 1 (satu), meskipun tanggal
vonisnya berbeda.
• Semua tanggal vonis yang tercatat pada hari yang berbeda dihitung sebagai
satu tanggal vonis, dengan catatan bukan vonis atas dua atau lebih kejahatan
yang dilakukan pada hari yang sama.
Contoh:
• seorang narapidana/klien pemasyarakatan melakukan dua(2) kejahatan
pada hari yang sama, namun diberikan vonis di pengadilan pada tanggal
yang berbeda. Karena tindakan kriminal dilakukan pada hari yang sama,
dua tanggal vonis pengadilan tetap dihitung sebagai “satu tanggal vonis”.
• Tanggal putusan/vonis pengadilan adat juga harus dicatat sebagai satu
tanggal vonis (dengan tetap mempertimbangkan semua ketentuan yang
berlaku pada vonis pengadilan formal)
Catatan:
• Semua bentuk vonis dihitung, termasuk diantaranya denda, diversi, pidana
bersyarat, rehabilitasi, serta bentuk vonis hakim lainnya.
• Hanya perhitungkan vonis yang didapatkan oleh narapidana/klien
pemasyarakatan sebelum yang bersangkutan menjalankan pidana kali ini
(pidana sekarang tidak dihitung).
• Apabila narapidana/klien pemasyarakatan pernah di vonis bebas/tidak
terbukti bersalah sebelumnya, maka vonisini tidak dihitung.
• Jangan perhitungkan pelanggaran yang tidak mendapatkan vonis pengadilan
formal/adat meskipun narapidana/klien pemasyarakatan memberikan
informasi terkait pelanggaran tersebut.
Pertanyaan ini berkaitan dengan pertanyaan nomor 2, maka perlu diperiksa
konsistensi dari jawaban pada kedua pertanyaan tersebut. Pertanyaan nomor 5
menggali informasi lebih rinci dengan menanyakan berapa kali narapidana/klien
pemasyarakatan pernah mendapatkan vonis hukuman sebelumnya.

54 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


No Pertanyaan dan Keterangan
6. Apakah ada catatan perilaku buruk/menyimpang yang dilakukan oleh
narapidana/klien pemasyarakatan selama berada di dalam Rutan/Lapas/
Bapas?
Pertanyaan ini mengukur derajat risiko residivisme narapidana/klien
pemasyarakatan dengan melihat catatan perilaku buruk/menyimpang yang
dilakukan selama berada di Rutan/Lapas/Bapas.
Kriteria penilaian:
Jawaban “Ya” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan:
• Pernah dicatat dalam buku Register F karena perilaku buruk di pusat
penahanan pra-sidang/Rutan, Lapas, atau Bapas baik pada pidana saat ini
ataupun pada pidana sebelumnya (jika ada);
• Pernah tercatat menolak untuk berpartisipasi dalam program intervensi
yang diberikan, baik pada pidana saat iniataupun pada pidana sebelumnya
(jika ada);
Apabila tidak terdapat record atau catatan yang memadai atas perilaku buruk/
menyimpang dari narapidana/klien pemasyarakatan selama di Rutan/Lapas/
Bapas, maka asesor dapat meminta keterangan dari petugas pemasyarakatan
lain yang dirasa berwenang, selama keterangan tersebut dirasa valid, dapat
dipertanggungjawabkan, dan dapat didokumentasikan.
Catatan:
• Ketika memberikan jawaban “Ya”, penting untuk menggunakan suatu bukti
catatan resmi (seperti Register F).
• Tidak disarankan untuk memberikan jawaban “Ya” apabila hanya merujuk
pada jawaban dari narapidana/klien pemasyarakatan pada saat wawancara
tanpa ada dukungan sumber informasi lainnya, atau memberikan jawaban
“Ya” hanya berdasarkan informasi lisan dari petugas/sumber lain tanpa
dapat memberikan detil dari kejadian (apa yang terjadi, kapan terjadi).
• Apabila sumber yang memberikan informasi secara lisan tidak bersedia
untuk dicatat namanya, dan tidak bersedia untuk sewaktu-waktu diminta
keterangannya kembali, maka tidak disarankan untuk menggunakan
informasi ini sebagai dasar keputusan.
• Apabila narapidana/klien pemasyarakatan menolak untuk berpartisipasi
pada program pembinaan/pembimbingan untuk pidana saat ini dan
penolakan tersebut tidak pernah tercatat sebelumnya, maka gunakan
informasi tersebut untuk mengisi pertanyaan nomor 28 pada Instrumen
Kebutuhan Kriminogenik.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 55


No Pertanyaan dan Keterangan
7. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan pernah diskors atau dikeluarkan
dari sekolah?
Pertanyaan ini mengukur derajat risiko residivisme narapidana/klien
pemasyarakatan dengan melihat pelanggaran/tindakan tertentu yang pernah
dilakukan sehingga mengakibatkan narapidana/klien pemasyarakatandiskors/
dikeluarkan dari sekolah.
Kriteria penilaian:
Jawaban “Ya” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan:
• Pernah di skors dari sekolah selama menempuh jenjang pendidikan antara
SD/sederajat hingga SMA/sederajat;
• Pernah dikeluarkan dari sekolah selama menempuh jenjang pendidikan
antara SD/sederajat hinggaSMA/sederajat. Jawaban “Tidak” diberikan
apabila narapidana/klien pemasyarakatan:
• Diberhentikan sementara atau dikeluarkan dari sekolah karena
ketidakmampuan ekonomi (tidak mampu membayar iuran/uang pangkal
sekolah);
• Keluar dari sekolah atas keputusan sendiri/keluarga dan bukan karena
melakukan pelanggaran peraturan sekolah;
• Melakukan pelanggaran kemudian absen dari kegiatan belajar di sekolah dan
mengundurkan diri setelahnya sebelum pihak sekolah dapat memberikan
tindakan atau mengeluarkan narapidana/klien pemasyarakatan.
Catatan:
• Pada beberapa kasus, pihak sekolah mungkin saja meminta narapidana/
klien pemasyarakatan untuk mengundurkan diri alih- alih mengeluarkannya.
Dalam hal ini, petugas harus memiliki bukti yang kuat bahwa hal tersebut
memang benar-benar terjadi sebelum memberikan jawaban “Ya”.
• Keputusan skorsing dan/atau pengeluaran dari sekolah tidak dapat
diperhitungkan apabila sekolah yang dimaksud adalah program kejar paket
A, B, atau C yang diikuti narapidana/klien pemasyarakatan sebagai bagian
dari program pembinaan/pembimbingan mereka. Oleh karena itu, jawaban
“Ya” tidak dapat diberikan. Namun begitu, perilaku ini dapat dipertimbangkan
ketika menjawab pertanyaan nomor 6 pada instrumen Risiko Residivisme
Bagian A.

56 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


No Pertanyaan dan Keterangan
8. Apakah ada anggota keluarga dan/atau pasangan narapidana/klien
pemasyarakatan yang pernah diproses secara hukum/mendapatkan vonis
dari Hakim? (apapun bentuk vonisnya)
Pertanyaan ini mengukur derajat risiko residivisme narapidana/klien
pemasyarakatan dengan melihat sejarah kriminal anggota keluarga dan/
atau pasangan narapidana/klien pemasyarakatan. Lebih spesifik, pertanyaan
ini bertujuan untuk menggali apakah ada pasangan dan/atau keluarga dari
narapidana/klien pemasyarakatan yang pernah mendapatkan vonis pengadilan
dalam bentuk apapun.
Keterangan:
█ Adapun yang dimaksud anggota keluarga adalah:
• Keluarga inti karena hubungan darah (Bapak, ibu, adik, dan kakak);
• Keluarga dari hubungan darah langsung (Paman, bibi, kakek, dan
nenek);
• Keluarga dari pernikahan (Mertua, saudara ipar, dan keponakan);
• Anggota keluarga lainnya yang tinggal satu rumah/pernah menghabiskan
waktu yang cukup lama tinggal bersama;¢’ Orangtua angkat;
• Saudara tiri;
█ Adapun yang dimaksud anggota keluarga adalah: Anggota keluarga
besar/famili/suku/marga yang tidak berinteraksi secara rutin/melakukan
kontak rutin dengan narapidana/klien pemasyarakatan tidak termasuk
dalam penilaian ini
█ Adapun yang dimaksud anggota keluarga adalah: Sedangkan yang
dimaksud dengan pasangan adalah:
• Suami/istri melalui pernikahan yang sah;
• Suami/istri melalui pernikahan siri;
█ Adapun yang dimaksud anggota keluarga adalah: Pacar/pasangan yang
tinggal bersama walaupun diluar pernikahan sah/siri;
█ Adapun yang dimaksud anggota keluarga adalah: Bentuk hubungan
heteroseksual maupun bentuk lainnya yang tidak dibedakan.
Kriteria penilaian:
Jawaban “Ya” diberikan apabila:
█ Adapun yang dimaksud anggota keluarga adalah: Ada anggota keluarga/
pasangan narapidana/klien pemasyarakatan yang pernah mendapatkan
vonis oleh Hakim apapapun vonisnya;

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 57


No Pertanyaan dan Keterangan
█ Adapun yang dimaksud anggota keluarga adalah: Ada anggota keluarga/
pasangan narapidana/klien pemasyarakatan yang sudah menyelesaikan
masa hukumannya;
█ Ada anggota keluarga/pasangan narapidana/klien pemasyarakatan yang
sedang menjalani masa hukumannya;
█ Ada anggota keluarga/pasangan narapidana/klien pemasyarakatan yang
sedang menjalani proses hukum walaupun belum mendapatkan vonis
hukuman.
Catatan:
Vonis yang didapatkan oleh anggota keluarga/pasangan narapidana/klien
pemasyarakatan tidak terbatas pada vonis pengadilan yang diberikan oleh
Hakim saja, namun juga termasuk vonis yang diberikan oleh pengadilan adat/
tradisional.
9. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan pernah menggunakan narkotika/
obat-obatan terlarang dan/atau mengonsumsi minuman beralkohol secara
berlebihan?
Pertanyaan ini mengukur derajat risiko residivisme narapidana/klien
pemasyarakatan dengan melihat sejarah penggunaan dan konsumsi
narkotika, obat-obatan terlarang, dan minuman beralkohol. Lebih spesifik,
pertanyaan ini bertujuan untuk menggali apakah konsumsi substansi tersebut
memiliki dampak yang buruk pada kesehatan, hubungan dengan pasangan
dan keluarga, hubungan sosial, dan pekerjaan. Untuk narapidana, dampak
buruk yang dimaksud terjadi sebelum proses hukum. Sementara untuk klien
pemasyarakatan, dampak buruk yang dimaksud terjadi sebelum proses hukum
dan/atau ketika menjalani program reintegrasi.
Keterangan:
█ Yang dimaksud narkotika termasuk:
• Semua bentuk zat terlarang berasal dari tanaman/binatang/sintentis
yang diatur oleh undang-undang.
█ Yang dimaksud obat-obatan terlarang termasuk:
• Obat yang dijual bebas dan dapat dibeli tanpa melanggar resep dokter
namun dapat disalahgunakan apabila digunakan secara berlebihan;
• Obat yang hanya bisa didapatkan dengan resep dokter namun dapat
disalahgunakan apabila digunakan tidak sesuai resep;
█ Obat yang masuk ke dalam daftar obat-obatan terlarang oleh undang-undang.
█ Yang dimaksud alkohol termasuk:
• Minuman beralkohol yang diporduksi oleh pabrik baik di dalam maupun
di luar negeri yang memiliki izin untuk diperjualbelikan;

58 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


No Pertanyaan dan Keterangan
• Minuman beralkohol yang dibuat oleh industri perumahan atau oleh
individu/pedagang tertentu yang tidak memiliki izin untuk diperjual-
belikan.
Berikut ini merupakan kriteria dampak buruk yang dialami narapidana/klien
pemasyarakatan dalam penggunaan narkotika/obat-obatan terlarang dan/atau
minuman beralkohol:
█ Pernah mengakibatkan gangguan kesehatan pada narapidana/klien
pemasyarakatan (Contoh: cidera, muncul penyakit);
█ Pernah menimbulkan permasalahan dengan pasangan dan/atau anggota
keluarga (Contoh: pertengkaran yang berlebih, perceraian, kekerasan
dalam rumah tangga, perkelahian);
█ Pernah menimbulkan permasalahan dengan teman/orang lain (Contoh:
pertengkaran yang berlebih, perkelahian, tindak kekerasan);
█ Pernah menimbulkan permasalahan dengan pekerjaan (Contoh: pemutusan
hubungan kerja, pertengkaran dengan rekan kerja/atasan).
Kriteria penilaian:
█ Berikan nilai “0” jika penggunaan narkotika/obat-obatan terlarang dan/atau
minuman beralkohol tidakmemberikan dampak buruk.
█ Berikan nilai “1” jika penggunaan minuman beralkohol telah memberikan
dampak buruk.
█ Berikan nilai “2” jika penggunaan narkotika/obat-obatan terlarang telah
memberikan dampak buruk.
█ Berikan nilai “3” jika penggunaan narkotika/obat-obatan dan minuman
beralkohol telah memberikan dampak buruk.
Catatan:
█ Penggunaan rutin/rekreasional yang tidak mengakibatkan masalah
kesehatan, tidak mengganggu hubungan baik dengan pasangan, keluarga,
orang lain, dan pekerjaan diberikan jawaban “Tidak”.
█ Pertanyaan ini tidak menggali apakah narapidana/klien pemasyarakatan
menggunakan zat adiktif secara ilegal, namun menggali apakah penggunaan
zat tersebut memberikan dampak yang buruk terhadap narapidana/klien
pemasyarakatan.
Meskipun narapidana/klien pemasyarakatan mengonsumsi zat tersebut, selama
tidak menimbulkan dampak buruk dan dapat dikendalikan maka berikan jawaban
“Tidak”.
█ Apabila narapidana/klien pemasyarakatan sedang menerima program
intervensi/terapi metadon (mengandung narkotika dalam dosis terukur) dan
telah gagal mengendalikan konsumsi narkotika/obat-obatan terlarang, maka
jawaban “Ya” dapat diberikan.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 59


No Pertanyaan dan Keterangan
10. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan pernah menganggur secara
terus menerus/berturut-turut selama 12 bulan atau lebih?
Pertanyaan ini mengukur derajat risiko residivisme narapidana/klien
pemasyarakatan dengan melihat sejarah pekerjaan mereka, khususnya
ketidakmampuan narapidana/klien pemasyarakatan untuk mencari,
mendapatkan, dan mempertahankan pekerjaan dalam jangka waktu yang lama.
Kriteria penilaian:
Jawaban “Ya” diberikan apabila:
█ Narapidana/klien pemasyarakatan tidak bekerja selama satu tahun berturut-
turut atau lebih sebelum diproses hukum atas tindak pidana yang dilakukan
sekarang;
█ Narapidana/klien pemasyarakatan berulang kali keluar-masuk atau
mengganti pekerjaan dalam satu tahun(melakukan pelanggaran, tidak
disiplin, tidak fokus pada satu pekerjaan).
Catatan:
█ Yang dimaksud “bekerja” dalam pertanyaan ini adalah:
█ Memiliki pekerjaan tetap di kantor/perusahaan;
█ Wiraswasta (bekerja sendiri dan/atau mempekerjakan orang lain);
█ Melakukan kegiatan ekonomi yang tidak melanggar hukum selama 30 jam
dalam seminggu. Kegiatan ekonomi termasuk diantaranya seperti buruh
tani, menjaga toko, berjualan secara daring di lokapasar (marketplace),
mitra ojek daring, tukang pijat, dsb.
█ Narapidana/klien pemasyarakatan yang merupakan ibu rumah tangga,
pelajar/mahasiswa, atau pensiunan tidak dapat dikategorikan sebagai
pengangguran meskipun tidak melakukan kegiatan ekonomi. Oleh karena
itu, jawaban “Ya” tidak bisa diberikan.
█ Apabila narapidana/klien pemasyarakatan bekerja secara serabutan, maka
dapat dipertimbangkan sebagai pengangguran dan diberikan nilai “Ya”.
Lebih lanjut, narapidana/klien pemasyarakatan dapat direkomendasikan
untuk dilakukan penggalian data secara mendalam terkait dengan
program pembinaan/pembimbingan yang tepat bagi narapidana/klien
pemasyarakatan yang bersangkutan.
█ Apabila narapidana/klien pemasyarakatan bekerja pada tempat yang
tidak sesuai ketentuan/illegal, maka direkomendasikan untuk penggalian
data secara mendalam dan diskresi diberikan kepada petugas PK untuk
memberikan penilaian “Ya” atau “Tidak”.

60 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


No Pertanyaan dan Keterangan
█ Aspek yang ditekankan dalam pertanyaan ini adalah status pekerjaannya dan
bukan nominal penghasilannya. Apabila narapidana/klien pemasyarakatan
bekerja namun penghasilannya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari, maka ia tidak dapat dikategorikan sebagai pengangguran,
sehingga jawaban “Tidak”dapat diberikan.
█ Pekerjaan yang dilakukan secara daring atau jarak jauh tetap dihitung
sebagai pekerjaan asalkan tetap memenuhi prinsip- prinsip kegiatan
ekonomi yang legal (contoh: trading, valas, bitcoin, dsb).

B. INSTRUMEN ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA

BAGIAN B
Bagian ini merupakan faktor risiko tambahan yang hanya diisi apabila
narapidana/klien pemasyarakatan termasuk dalam kategori risiko residivisme
rendah pada instrumen RRI Bagian A.

Berikut merupakan penjelasan lebih lanjut dari tiap pertanyaan


yang ada pada RRI Bagian B.

Tabel 4:

Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen RRI 02 Bagian B


No Pertanyaan dan Keterangan
1. Apakah tindak pidana yang dilakukan narapidana/klien pemasyarakatan
pada saat ini merupakan peningkatan dari tindak pidana yang pernah
dilakukan sebelumnya?(Pertanyaan ini hanya berlaku pada narapidana/klien
pemasyarakatan yang pernah melakukan tindakan kriminal sebelumnya)
Petugas yang melakukan asesmen perlu melihat sejarah tindak pidana yang
dilakukan oleh narapidana/klien pemasyarakatan. Aspek yang digali pada
pertanyaan ini adalah peningkatan metode/cara tindakan kriminal yang dilakukan
oleh narapidana/klien pemasyarakatan.
Apabila hukuman yang dijatuhkan kepada narapidana/klien pemasyarakatan
saat ini lebih berat dari hukuman yang dilakukan sebelumnya, maka hal itu tidak
menjamin bahwa telah terjadi peningkatan metode/cara tindak kriminal yang
dilakukan.
Berikut merupakan contoh beberapa kondisi dimana pertanyaan ini harus
dicentang:

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 61


No Pertanyaan dan Keterangan
█ Narapidana/klien pemasyarakatan sebelumnya melakukan tindak pidana
tanpa menggunakan kekerasan, namun sekarang ditahan karena melakukan
tindak pidana dengan kekerasan dan/atau menggunakan senjata;
█ Tindak pidana yang sekarang mengakibatkan kerugian fisik/kerusakan yang
lebih besar;
█ Narapidana/klien pemasyarakatan sebelumnya melakukan tindak pidana
seorang diri, namun sekarang ditahan karena tindak pidana yang dilakukan
bersama orang lain/secara berkelompok;
█ Tindak pidana yang dilakukan Narapidana/klien pemasyarakatan saat ini
didorong oleh perubahan pandangan/sikap yang lebih pro-kriminal. Misalnya,
seorang narapidana/klien pemasyarakatan sebelumnya melakukan pencurian
karena faktor ekonomi, namun sekarang yang bersangkutan kembali
melakukan tindak pidana pencurian karena pengaruh ideologi yang ekstrim.
█ Narapidana/klien pemasyarakatan sebelumnya dipidana karena konsumsi/
penyalahgunaan narkotika, namun sekarang ditahan karena tindak pidana
transaksi narkotika (bandar/penjual/perantara); Sebaliknya, berikut merupakan
contoh yang bukan merupakan peningkatan dari tindak pidana sebelumnya:
█ Narapidana/klien pemasyarakatan sebelumnya melakukan tindak pidana
konsumsi/penyalahgunaan narkotika,namun sekarang ditahan karena tindak
pidana pencurian.
2. Apakah ada sejarah tindak kekerasan yang dilakukan oleh narapidana/klien
pemasyarakatan sebelum berusia 15 tahun?
Pertanyaan ini harus dicentang apabila narapidana/klien pemasyarakatan pernah
melakukan tindak kekerasan terhadap orang lain sebelum usia 15 tahun, terlepas
apakah tindakan tersebut mendapatkan sanksi/diproses secara hukum atau tidak.
3. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan pernah menjadi pelaku atau
korban kekerasan dalam rumah tangga?
Pertanyaan ini harus dicentang apabila narapidana/klien pemasyarakatan pernah
melakukan kekerasan dalam rumah tangga dan/atau pernah menjadi korban
kekerasan dalam rumah tangga.
4. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan pernah melakukan tindak pidana
kekerasan/kejahatan seksual atau tindak pidana terorisme/separatisme, baik
pada kasus yang sekarang, maupun kasus sebelumnya?
Pertanyaan ini harus dicentang apabila narapidana/klien pemasyarakatan pernah
melakukan setidaknya satu dari tindak pidana berikut:
█ Tindak pidana kekerasan/kejahatan seksual;
█ Tindak pidana terorisme;
█ Tindak pidana separatisme.

62 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


C. INSTRUMEN ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA

BAGIAN C
Bagian ini merupakan faktor risiko khusus yang hanya diisi apabila
narapidana/klien pemasyarakatan berjenis kelamin perempuan. Sebagai
catatan, “Perempuan” yang dimaksud dalam instrumen ini mengacu pada
karakteristik biologis yang diperoleh sejak lahir dan bukan merupakan ekspresi
gender. Berikut merupakan penjelasan lebih lanjut dari tiap pertanyaan yang
ada pada RRI Bagian C.

Tabel 5:

Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen RRI 02 bagian C


No Pertanyaan dan Keterangan
1. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan pernah melahirkan sebelum
berusia 20 (dua puluh) tahun ?
Pertanyaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah narapidana/klien
pemasyarakatan yang dimaksud pernah melakukan pernikahan dini, hamil diluar
nikah, atau berkeluarga di usia yang sangat muda.
Pertanyaan ini harus dicentang apabila narapidana/klien pemasyarakatan pernah
melahirkan sebelum usia 20 tahun.
2. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan pernah mengalami masalah dalam
merawat/membesarkan anak?
█ Dalam pertanyaan ini, yang dimaksud dengan “anak” adalah:
• anak kandung yang dilahirkan oleh narapidana/klien pemasyarakatan
• anak yang didapatkan dari proses pernikahan (anak tiri)
• anak yang didapatkan dari proses adopsi.
█ Masalah yang dihadapi terjadi sebelum narapidana menjalani proses hukum
atau saat klien pemasyarakatan sedang menjalani program reintegrasi.
█ Pertanyaan ini harus dicentang apabila narapidana/klien pemasyarakatan
pernah mengalami kesulitan merawat/membesarkan anak, khususnya apabila
kesulitan tersebut terkait dengan masalah finansial.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 63


No Pertanyaan dan Keterangan
█ Apabila narapidana/klien pemasyarakatan memiliki dan membesarkan anak
tanpa keberadaan suami (cerai/janda) dan jauh dari keluarga/sudah tidak
punya keluarga yang dapat membantu, maka hal tersebut dapat dijadikan
sebagai salah satu indikator kesulitan merawat/membesarkan anak. Namun
begitu, perlu dipastikan bahwa narapidana/klien pemasyarakatan memang
benar-benar merasa kesulitan atau memiliki masalah dalam proses merawat/
membesarkan anaknya. Perlu digali apakah setelah narapidana/klien
pemasyarakatan menyelesaikan masa pidananya dan kembali ke masyarakat
ia mampu untuk melanjutkan hidupnya dan merawat anaknya. Selain itu,
perlu diperhatikan faktor pendukung apa saja yang mungkin dibutuhkan oleh
narapidana/klien pemasyarakatan setelah ia keluar dari penjara.
█ Apabila narapidana/klien pemasyarakatan menyerahkan pengasuhan
anaknya ke anggota keluarga lain, maka dapat dikatakan bahwa narapidana/
klien tersebut mengalami masalah dalam merawat/membesarkan anaknya,
sehingga pertanyaan ini dapat dicentang.
3. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan pernah terlibat dalam praktik
dan/atau jaringan prostitusi, baik sebagai orang yang mengelola jaringan
prostitusi (mucikari/”mami”), atau sebagai pekerja seks komersial?
Pertanyaan ini harus dicentang apabila narapidana/klien pemasyarakatan pernah
menawarkan jasa seksual dengan imbalan uang dan/atau mengelola orang lain
yang memberikan jasa seksual.

D. INSTRUMEN ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA

BAGIAN D
Bagian ini merupakan faktor risiko khusus yang diisi apabila narapidana/
klien pemasyarakatan dijerat dengan pidana yang berkaitandengannarkotika,
obat-obatanterlarang,atauundang- undang sejenis lainnya. Berikut merupakan
penjelasan lebih lanjut dari tiap pertanyaan yang ada pada RRI Bagian D:

Tabel 6:

Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen RRI 02 bagian D


No Pertanyaan dan Keterangan
1. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan pernah terlibat dalam jaringan
pengedar narkotika/obat-obatan terlarang?
Pertanyaan ini bertujuan untuk menggali apakah narapidana/klien pemasyarakatan
pernah terlibat dalam jaringan pengedar narkotika/obat- obatan terlarang.

64 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


█ “Jaringan” yang dimaksud dalam pertanyaan ini tidak selalu merujuk pada
jaringan yang memiliki organisasi terstruktur dan formal.
█ Apabila terdapat bukti bahwa narapidana/klien pemasyarakatan memiliki
peran, relasi, dan keterlibatan dalam transaksi ilegal narkotika/obat-obatan
terlarang, maka pertanyaan ini dapat dicentang.
2. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan menilai penggunaan narkotika/
obat-obatan terlarang oleh dirinya adalah sesuatu yang wajar/tidak apa-
apa?Atau narapidana/klien pemasyarakatan melakukan pembenaran atas
penggunaan narkotika /obat-obatan terlarang yang dilakukannya?
Pertanyaan ini harus dicentang apabila narapidana/klien pemasyarakatan:
█ Menganggap atau menilai bahwa penggunaan narkotika/obat- obatan
terlarang adalah sesuatu yang wajar bagi dirinya ataupun orang lain;
█ Tidak merasa melanggar hukum atas penyalahgunaan narkotika/obat-obatan
terlarang yang dilakukannya;
█ Menganggap bahwa tidak ada pilihan lain selain menggunakan narkotika/
obat-obatan terlarang.
3. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan memiliki sejarah penggunaan
narkotika/obat-obatan terlarang sebelumnya (penggunaan rutin/berulang)?
Pertanyaan ini harus dicentang apabila narapidana/klien pemasyarakatan diketahui
memiliki riwayat penggunaan narkotika/obat- obatan terlarang sebelumnya, baik
sudah pernah mengikuti program rehabilitasi/berhenti menggunakan narkotika
tetapi kembali menggunakan atau belum mengikuti program rehabilitasi
samasekali. Penggunaan rutin/berulang yang dimaksud dalam pertanyaan ini
adalah apabila narapidana/klien pemasyarakatan pernah mengonsumsi suatu
jenis narkotika/obat-obatan terlarang lebih dari satu kali.

E. LATIHAN
Diskusikan dalam kelompok 5 orang hal – hal sebagai berikut:

█ prinsip dasar penilaian instrument asesmen RRI 02 Bagian A!

• prinsip dasar penilaian instrument asesmen RRI 02 Bagian B!

• prinsip dasar penilaian instrument asesmen RRI 02 Bagian C!

• prinsip dasar penilaian instrument asesmen RRI 02 Bagian D!

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 65


F. RANGKUMAN
1. Pedoman penilaian Instrumen Asesmen Risiko Residivisme Indonesia
versi 02 tahun 2021 mengacu pada Lampiran II Keputusan Direktur
Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor PAS-31.OT.02.02 Tahun 2021 Tentang
Instrumen Asesmen Risiko Residivisme Indonesia dan Instrumen
Asesmen Kebutuhan Kriminogenik Bagi Narapidana dan Klien
Pemasyarakatan versi 02 Tahun 2021.

2. Instrumen Asesmen Risiko Residivisme Indonesia Bagian A merupakan


faktor risiko utama dari instrumen Risiko Residivisme Indonesia yang
diisi oleh seluruh narapidana/klien pemasyarakatan yang menjadi subjek
asesmen risiko residivisme. Pada akhir proses asesmen RRI Bagian A,

3. Instrumen Asesmen Risiko Residivisme Indonesia Bagian B merupakan


faktor risiko tambahan yang hanya diisi apabila narapidana/klien
pemasyarakatan termasuk dalam kategori risiko residivisme rendah
pada instrumen RRI Bagian A.

4. Instrumen Asesmen Risiko Residivisme Indonesia Bagian C merupakan


faktor risiko khusus yang hanya diisi apabila narapidana/klien
pemasyarakatan berjenis kelamin perempuan.

5. Instrumen Asesmen Risiko Residivisme Indonesia Bagian D Bagian


ini merupakan faktor risiko khusus yang diisi apabila narapidana/klien
pemasyarakatan dijerat dengan pidana yang berkaitan dengan narkotika,
obat-obatan terlarang, atau undang- undang sejenis lainnya.

G. EVALUASI
Lakukan penilaian risiko pengulangan pidana menggunakan instrument
RRI 02 dengan menggunakan data pada lampiran Studi Kasus pada modul
ini!

66 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


H. UMPAN BALIK
Coba periksa hasil jawaban saudara pada evaluasi diatas, apabila
saudara telah mampu menjawab pertanyaan diatas dengan benar, maka
saudara telah memenuhi kriteria belajar tuntas. Apabila belum, saudara dapat
melakukan pendalaman kembali terhadap materi yang telah diuraikan pada
BAB IV ini.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 67


BAB V
PEDOMAN PENGISIAN DAN PENILAIAN
INSTRUMEN A S E S M E N KEBUTUHAN
KRIMINOGENIK 02

Setelah mempelajari bab ini peserta diharapkan dapat menyimulasikan penilaian


menggunakan Instrumen Kebutuhan Kriminogenik 02 terhadap narapidana/klien
pemasyarakatan.

Pedoman penilaian Instrumen Asesmen Kebutuhan Kriminogenik versi 02 tahun


2021 mengacu pada Lampiran II Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor PAS-31.
OT.02.02 Tahun 2021 Tentang Instrumen Asesmen Risiko Residivisme Indonesia
dan Instrumen Asesmen Kebutuhan Kriminogenik Bagi Narapidana dan Klien
Pemasyarakatan versi 02 Tahun 2021.

Asesmen kebutuhan kriminogenik diperuntukkan bagi narapidana dan klien


pemasyarakatan dewasa yang tingkat risiko residivismenya termasuk dalam
kategori sedang, tinggi, atau sangat tinggi. Selain itu, asesmen kebutuhan
kriminogenik juga harus dilakukan apabila berdasarkan penilaian Instrumen
RRI versi 02 Tahun 2021 ada item pada instrumen RRI bagian B, C, dan D yang
dicentang.

Proses penilaian dilakukan setelah Pembimbing Kemasyarakatan/Asesor


melakukan analisa terhadap semua informasi, fakta dan data terkait yang
diperoleh melalui metode wawancara, observasi maupun studi dokumentasi
terhadap narapidana/klien pemasyarakatan. Hasil penilaian dari asesmen

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 69


kebutuhan kriminogenik dapat membantu dalam penyusunan program pembinaan/
pembimbingan yang tepat sesuai kebutuhan narapidana/klien pemasyarakatan.

A. PEDOMAN PENGISIAN INSTRUMEN ASESMEN KEBUTUHAN

KRIMINOGENIK 02
Instrumen Kebutuhan Kriminogenik 02 disusun dalam beberapa bagian
dengan ketentuan penilaian sebagai berikut:

1. Pengisian Instrumen Asesmen Kebutuhan Kriminogenik versi 02 Tahun


2021 terhadap narapidana/klien pemasyarakatan dimulai dari instrumen
utama Bagian A dengan memberikan nilai sesuai dengan jawaban dan
pedoman penilaian untuk setiap pertanyaan. Asesor juga diminta untuk
menuliskan informasi penting yang menjadi dasar penilaian setiap
pertanyaan di kolom “bukti/informasi pendukung” di lembar instrumen.

2. Setelah memastikan semua pertanyaan instrumen utama Bagian A


terisi, asesor kemudian menjumlahkan nilai total untuk setiap faktor
dan menjumlahkan seluruh skor tiap faktor untuk mendapatkan nilai
keseluruhan.

3. Setelah itu, asesor kemudian menentukan kategori tingkat kebutuhan


dari narapidana/klien pemasyarakatan yang bersangkutan, baik untuk
setiap faktor maupun secara keseluruhan, berdasarkan tabel acuan nilai
di bawah ini:

Tabel 7:

Kategori Tingkat Kebutuhan Kriminogenik


SANGAT
ASPEK RENDAH SEDANG TINGGI
TINGGI
Keluarga dan 0–1 2–3 4–5 6
Pernikahan
Pendidikan dan Pekerjaan 0–2 3–6 7–8 9 – 10

70 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


SANGAT
ASPEK RENDAH SEDANG TINGGI
TINGGI
Penggunaan Narkotika, Obat-
Obatan Terlarang, dan Konsumsi
0–1 2–4 5 6
Alkohol
Hubungan Sosial 0–1 2–3 4 5
Waktu Luang/Rekreasi 0 1 2 -
Manajemen Keuangan 0 1 2 -
Sikap Anti Sosial/Pandangan
Terhadap Tindak Kriminal
0–1 2–4 5–6 7
1 –
TOTAL NILAI 10 1 1
– 22 2 3
– 29
>30

4. Penilaian kebutuhan kriminogenik kemudian dilanjutkan ke Bagian


B.1 untuk mengidentifikasi perilaku pidana tertentu yang pernah
dilakukan oleh narapidana/klien pemasyarakatan dan Bagian B.2 untuk
mengidentifikasi faktor kebutuhan tambahan yang dimiliki narapidana/
klien pemasyarakatan.

5. Perlu dijadikan catatan bahwa hasil penilaian pada Bagian B.1 dan B.2
tidak akan mempengaruhi kategori tingkat kebutuhan narapidana/klien
pemasyarakatan yang telah didapatkan sebelumya melalui instrumen
utama Bagian A. Namun begitu, hasil penilaian pada Bagian B.1 dan B.2
dapat dijadikan pertimbangan oleh asesor/pembimbing kemasyarakatan
dalam penyusunan case plan dan program intervensi terhadap
narapidana/klien pemasyarakatan yang bersangkutan.

B. PEDOMAN PENILAIAN INSTRUMEN ASESMEN KEBUTUHAN

KRIMINOGENIK 02
Instrumen Asesmen Kebutuhan Kriminogenik 02 terdiri atas 3 bagian
penilaian, dengan pedoman penilaian masing-masing bagian sebagai berikut:

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 71


1. Kebutuhan Kriminogenik 02 Bagian A

Kebutuhan Kriminogenik 02 bagian A terdiri atas 7 aspek dan 28 pokok


penilaian sebagai berikut:

a. Faktor Keluarga dan Pernikahan

Bagian ini terdiri dari tiga pertanyaan yang bertujuan untuk menilai
hubungan narapidana/klien pemasyarakatan dengan anggota
keluarga, orang tua/wali, kerabat, dan pasangan. Dari hasil
penilaian ini dapat diperoleh gambaran tingkat kebutuhan akan
intervensi yang tepat untuk memperbaiki hubungan keluarga
dan pernikahan narapidana/klien pemasyarakatan.

Tabel 8:

Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen Kebutuhan Kriminogenik 02 Faktor Keluarga dan


Pernikahan
No Pertanyaan dan Keterangan
1. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan mempunyai hubungan yang baik
dengan pasangan mereka?
Pertanyaan ini menilai hubungan narapidana/klien pemasyarakatan dengan
pasangannya yang sekarang. Dalam melakukan penilaian terhadap hubungan,
pertimbangkan keadaan hubungan narapidana/klien pemasyarakatan selama
dua belas bulan terakhir sejak dilakukan asesmen. Selain itu, pertimbangkan juga
keadaan hubungan narapidana/klien pemasyarakatan sebelum dan selama ia
menjalani proses hukum.
Keterangan:
█ “Pasangan” yang dimaksud dalam pertanyaan ini mencakup:

• Suami/istri melalui pernikahan yang sah

• Suami/istri melalui pernikahan siri

• Pacar/pasangan tinggal bersama walaupun diluar pernikahan sah/siri

• Bentuk hubungan heteroseksual maupun bentuk lainnya yang tidak


dibedakan

72 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


No Pertanyaan dan Keterangan
█ “Hubungan baik” yang dimaksud dalam pertanyaan ini adalah sebagai berikut:

• Hubungan bersama pasangan secara keseluruhan dinilai harmonis oleh


narapidana/klien pemasyarakatan yang bersangkutan walaupun sesekali
terjadi pertengkaran atau perselisihan dengan pasangan;

• Tidak mendukung tindakan kriminal yang dilakukan oleh narapidana/


klien pemasyarakatan namun tetap menyayangi narapidana/klien
pemasyarakatan dan menerimanya sebagai pasangan;

• Berhubungan dan berkomunikasi secara rutin (saling menghubungi, rutin


bertemu) meskipun tidak tinggal satu rumah/satu atap;

• Untuk narapidana, pertimbangkan juga intensitas kunjungan/komunikasi


yang dilakukan oleh pasangan sebagai salah satu bentuk dari “hubungan
baik”.
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Ya = 0” diberikan apabila:

• Jika narapidana/klien pemasyarakatan tidak memiliki pasangan (tidak


punya istri/suami baik melalui pernikahan yang dicatat oleh negara maupun
pernikahan secara agama/pernikahan siri);

• Narapidana/klien pemasyarakatan memiliki hubungan yang harmonis


dengan pasangan mereka;

• Tidak ada indikasi kekerasan dalam rumah tangga;

• Tidak ada indikasi perselingkuhan;Tidak ada inidikasi aktivitas kriminal


yang dilakukan bersama.
█ Nilai “Sebagian = 1” diberikan apabila:

• Ada indikasi hubungan narapidana/klien pemasyarakatan dengan


pasangannya bermasalah, seperti perselingkuhan atau perpisahan/
perceraian;

• Pasangan bersikap pasif terhadap perilaku kriminal narapidana/


klien pemasyarakatan, seperti tidak memberikan nasihat positif, tidak
memberikan perhatian/afeksi, atau tidak menunjukkan kepedulian terhadap
narapidana/klien pemasyarakatan;

• Ada indikasi kekerasan dalam rumah tangga.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 73


No Pertanyaan dan Keterangan
█ Nilai “Tidak = 2” diberikan apabila:

• Pasangan ikut terlibat dalam tindak kriminal yang dilakukan oleh


narapidana/klien pemasyarakatan;

• Pasangan mendukung tindak kriminal yang dilakukan oleh narapidana/


klien pemasyarakatan;

• Pasangan menjadi penyebab narapidana/klien narapidana melakukan


tindak kriminal.
Catatan:
Apabila narapidana/klien pemasyarakatan memiliki lebih dari satu pasangan, baik
dalam ikatan pernikahan siri maupun resmi, maka penilaian dilakukan terhadap
salah satu pasangan yang dirasa paling signifikan/dekat/penting secara emosional
oleh narapidana/klien pemasyarakatan.
2. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan mempunyai hubungan yang baik
dengan orangtua atau wali mereka?
Pertanyaan ini menilai hubungan narapidana/klien pemasyarakatan dengan
orangtua/wali yang dianggap sebagai figur otoritas dan memiliki pengaruh besar
dalam perkembangan psikologis narapidana/klien pemasyarakatan. Berdasarkan
hasil penelitian, keberadaan orangtua yang utuh memiliki peran positif terhadap
kemampuan resiliensi narapidana/klien pemasyarakatan.
Dalam melakukan penilaian terhadap hubungan, fokus pada hubungan
narapidana/klien pemasyarakatan dengan orangtua/wali yang dirasa paling dekat
dengan dirinya. Lakukan penilaian terhadap keadaan hubungan narapidana/klien
pemasyarakatan selama dua belas bulan terakhir sejak dilakukan asesmen. Selain
itu, pertimbangkan juga keadaan hubungan narapidana/klien pemasyarakatan
sebelum dan selama ia menjalani proses hukum.
Keterangan:
█ “Orangtua/wali” yang dimaksud dalam pertanyaan ini mencakup:

• Orangtua biologis;
• Orangtua angkat yang tercatat secara perdata;
• Orangtua angkat yang diakui oleh narapidana/klien pemasyarakatan tapi
tidak tercatat secara perdata;

• Figur lain yang dianggap sebagai orangtua yang berasal dari anggota
keluarga/kerabat sedarah (kakek/nenek, paman/bibi, saudara, dsb);

• Figur lain yang dianggap sebagai orangtua yang berasal dari anggota
keluarga dari hasil pernikahan (mertua, saudara ipar, dsb).

74 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


No Pertanyaan dan Keterangan
█ “Hubungan baik” yang dimaksud dalam pertanyaan ini adalah sebagai berikut:

• Adanya perasaan menghormati dan patuh;

• Hubungan dengan orangtua/wali secara keseluruhan dinilai harmonis oleh


narapidana/klien pemasyarakatan yang bersangkutan walaupun sesekali
terjadi pertengkaran atau perselisihan;

• Orangtua/wali tidak mendukung tindakan kriminal yang dilakukan oleh


narapidana/klien pemasyarakatan namun tetap menyayangi dan menerima
narapidana/klien pemasyarakatan;

• Berhubungan dan berkomunikasi secara rutin (saling menghubungi, rutin


bertemu) meskipun tidak lagi tinggal satu rumah/satu atap;

• Untuk narapidana, pertimbangkan juga intensitas kunjungan/komunikasi


yang dilakukan oleh orangtua/wali sebagai salah satu bentuk dari
“hubungan baik”.
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Keduanya = 0” diberikan apabila:

• Narapidana/klien pemasyarakatan memiliki hubungan baik terhadap kedua


orangtua/wali mereka;

• Tidak ada indikasi konflik berkepanjangan dengan orangtua/wali.


█ Nilai “Hanya salah satu = 1” diberikan apabila:

• Narapidana/klien pemasyarakatan hanya memiliki hubungan baik dengan


salah satu orangtua/wali (hanya ayah/ibu saja);

• Salah satu orangtua/wali sudah meninggal atau tidak diketahui


keberadaanya.
█ Nilai “Tidak = 2” diberikan apabila:

• Tidak ada kontak/hubungan dengan kedua orangtua/wali;

• Salah satu/kedua orangtua/wali narapidana/klien pemasyarakatan


terlibat dalam tindak kriminal;

• Salah satu/kedua orangtua/wali mendukung/menyetujui tindak kriminal


yang dilakukan oleh narapidana/klien pemasyarakatan.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 75


No Pertanyaan dan Keterangan
Catatan:
Apabila narapidana/klien pemasyarakatan memiliki orangtua namun merasa lebih
dekat dengan wali, misalnya karena dibesarkan oleh wali yang bersangkutan,
maka penilaian hubungan dilakukan terhadap hubungan antara narapidana/klien
pemasyarakatan dengan wali yang menjadi figur orangtua/dianggap sebagai
orangtua.

3. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan mempunyai hubungan yang baik


dengan anggota keluarga lainnya?
Pertanyaan ini menilai hubungan narapidana/klien pemasyarakatan dengan
anggota keluarga selain pasangan dan orangtua/wali. Dalam melakukan penilaian
terhadap hubungan dengan anggota keluarga lainnya, pertimbangkan keadaan
hubungan narapidana/klien pemasyarakatan selama dua belas bulan terakhir
sejak dilakukan asesmen. Selain itu, pertimbangkan juga keadaan hubungan
narapidana/klien pemasyarakatan sebelum dan selama ia menjalani proses
hukum.
Sebelum melakukan penilaian hubungan, minta narapidana/klien pemasyarakatan
menyebutkan siapa saja anggota keluarga lain yang dianggap memiliki peran/
pengaruh signifikan dalam hidupnya.
Keterangan:
█ “ Anggota keluarga lain ” yang dimaksud dalam pertanyaan ini mencakup:

• Keluarga inti karena hubungan darah (adik dan kakak);

• Keluarga dari hubungan darah langsung (paman, bibi, kakek, nenek) yang
tidak bertindak sebagai wali atau pengganti figur orangtua bagi narapidana/
klien pemasyarakatan;

• Keluarga dari pernikahan (mertua, ipar, keponakan);

• Anggota keluarga lainnya yang tinggal satu rumah/atap dan menghabiskan


waktu yang cukup lama berinteraksi satu sama lain.
█ “ Hubungan baik ” yang dimaksud dalam pertanyaan ini adalah sebagai berikut:

• Adanya perasaan saling menghargai;

• Hubungan dengan anggota keluarga lain secara keseluruhan dinilai


harmonis oleh narapidana/klien pemasyarakatan yang bersangkutan
walaupun sesekali terjadi pertengkaran atau perselisihan;

76 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


No Pertanyaan dan Keterangan
• Anggota keluarga lain tidak mendukung tindakan kriminal yang dilakukan
oleh narapidana/klien pemasyarakatan namun tetap menyayangi dan
menerima narapidana/klien pemasyarakatan;

• Berhubungan dan berkomunikasi secara rutin (saling menghubungi, rutin


bertemu) meskipun tidak lagi tinggal satu rumah/satu atap;

• Untuk narapidana, pertimbangkan juga intensitas kunjungan/komunikasi


yang dilakukan oleh anggota keluarga lain sebagai salah satu bentuk dari
“hubungan baik”.
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Ya = 0” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan memiliki
hubungan baik dengan seluruh/mayoritas anggota keluarga lain yang ia
sebutkan sebelumnya.
█ Nilai “Sebagian = 1” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan
memiliki hubungan baik dengan sebagian/setengah dari anggota keluarga lain
yang ia sebutkan sebelumnya.
█ Nilai “tidak = 2” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan tidak
memiliki hubungan baik dengan seluruh/mayoritas dari anggota keluarga lain
yang ia sebutkan sebelumnya

b. Faktor Pendidikan dan Pekerjaan

Bagian ini terdiri dari delapan pertanyaan terkait di bidang pendidikan


dan pekerjaan dalam kehidupan narapidana/klien pemasyarakatan.
Individu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan pekerjaan
yang stabil, memiliki kecenderungan yang lebih kecil untuk
mengulangi tindak pidana. Penelitian juga menegaskan bahwa
meningkatkan tingkat pendidikan merupakan salah satu intervensi
yang efektif bagi mereka yang berisiko lebih tinggi mengulangi tindak
pidana.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 77


Tabel 9:

Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen Kebutuhan Kriminogenik 02 Bagian A Faktor


Pendidikan dan Pekerjaan
No Pertanyaan dan Keterangan
4. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan dapat membaca dan menulis?
Pertanyaan ini menilai kemampuan narapidana/klien pemasyarakatan untuk
membaca dan menulis dalam Bahasa Indonesia atau bahasa lainnya.
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Ya = 0” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan:

• Mampu membaca dan menulis dalam bahasa apapun;

• Hanya mampu membaca dalam bahasa apapun, namun tidak bisa menulis.
█ Nilai “Tidak = 1” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan tidak bisa
membaca dan menulis dalam bahasa apapun.
5. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan menyelesaikan pendidikan yang
tinggi?
Pertanyaan ini menilai apakah narapidana/klien pemasyarakatan menyelesaikan
dan memiliki ijazah paling rendah setara SMA/sederajat.
Keterangan:
█ Dalam melakukan penilaian terhadap jenjang pendidikan, perhatikan
tingkat pendidikan terakhir yang berhasil diselesaikan oleh narapidana/klien
pemasyarakatan.
█ Apabila narapidana/klien pemasyarakatan memulai suatu jenjang pendidikan
namun tidak menyelesaikannya, maka jenjang pendidikan yang ditamatkan
adalah jenjang pendidikan sebelumnya.
Contoh:
N Narapidana/klien pemasyarakatan berhenti sekolah saat kelas XI SMA, maka
pendidikan terakhir yang diselesaikan oleh narapidana/klien pemasyarakatan
adalah SMP.
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Ya = 0” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan berhasil
menyelesaikan/mendapat ijazah kelulusan setara SMA/sederajat.
█ Nilai “Tidak = 1” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan:

• Tidak pernah sekolah/tidak tamat SD;

• Ijazah pendidikan tertinggi adalah adalah SD/sederajat atau SMP/


sederajat.

78 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


No Pertanyaan dan Keterangan
6A. [Ditanyakan apabila narapidana berada di dalam Lapas kurang dari 2 tahun
pada saat diberikan asesmen kriminogenik] Apakah narapidana menganggur
sebelum menjalani pidana sekarang?
Pertanyaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah narapidana memiliki pekerjaan
yang legal sebelum menjalani pidana yang sekarang.
Keterangan:
█ Yang dimaksud bekerja adalah:

• Memiliki pekerjaan tetap di kantor/perusahaan;

• Wiraswasta (bekerja sendiri dan/atau mempekerjakan orang lain);

• Melakukan kegiatan ekonomi yang tidak melanggar hukum selama 30 jam


dalam seminggu. Kegiatan ekonomi termasuk diantaranya seperti buruh
tani, menjaga toko, berjualan secara daring di lokapasar (marketplace),
mitra ojek daring, tukang pijat, dsb.
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Tidak = 0” diberikan apabila:

• Narapidana memenuhi syarat bekerja sebagaimana dijelaskan di atas;

• Narapidana adalah seorang warga negara asing (WNA);

• Narapidana tidak bekerja namun merupakan ibu rumah tangga, pelajar/


mahasiswa, atau pensiunan.
█ Nilai “Ya = 1” diberikan apabila:

• Narapidana samasekali tidak melakukan kegiatan ekonomi atau melakukan


kegiatan ekonomi namun kurang dari 30 jam dalam seminggu;

• Narapidana mendapatkan sumber penghasilan melalui kegiatan/pekerjaan


yang melanggar hukum;

• Narapidana bekerja, namun pekerjaan tersebut merupakan bagian


dari hukuman/sanksi/program pembinaan dan bukan untuk memenuhi
kebutuhan hidup.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 79


No Pertanyaan dan Keterangan
6B. [Ditanyakan apabila narapidana sudah berada di dalam Lapas selama lebih
dari 2 tahun atau klien pemasyarakatan sudah berada dibawah pembimbingan
Bapas pada saat dilakukan asesmen kriminogenik]
Apakah narapidana/klien pemasyarakatan mengikuti program pembinaan
kemandirian di dalam Lapas/Bapas selama 12 bulan terakhir?
Pertanyaan ini menilai keikutsertaan narapidana/klien pemasyarakatan dalam
program pembinaan/pembimbingan kemandirian.
Kriteria penilaian:
Apabila narapidana sudah berada di dalam Lapas selama lebih dari 2 tahun pada
saat dilakukan asesmen kriminogenik, maka:
█ Berikan nilai “Ya = 0” apabila narapidana mengikuti program pembinaan di
dalam Lapas
█ Berikan nilai “Tidak = 1” apabila narapidana tidak mengikuti program pembinaan
di dalam Lapas
Apabila klien pemasyarakatan sudah berada dibawah pembimbingan Bapas pada
saat dilakukan asesmen kriminogenik, maka:
█ Berikan nilai “Ya = 0” apabila klien pemasyarakatan:

• Berada dalam masa pembimbingan Bapas kurang dari 12 bulan dan telah
mengikuti program pembinaan kemandirian di dalam Lapas;

• Memiliki pekerjaan/sumber penghasilan ekonomi yang legal.


█ Berikan nilai “Tidak = 1” apabila klien pemasyarakatan:

• Tidak memiliki pekerjaan/sumber penghasilan ekonomi yang legal selama


lebih dari 12 bulan terakhir sejak masa pembimbingan;

• Tidak mengikuti program pembimbingan kemandirian di Bapas selama


lebih dari 12 bulan terakhir.

7. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan menghabiskan kurang- lebih


setengah waktunya dalam keadaan menganggur/tidak bekerja ketika berada
di masyarakat?
Pertanyaan ini bertujuan untuk menilai durasi aktifitas narapidana/klien
pemasyarakatan dalam melakukan kegiatan ekonomi yang produktif ketika ia
berada di tengah masyarakat. Dalam menilai pertanyaan ini, gunakan definisi
“bekerja” sebagaimana disebutkan pada pertanyaan 6A.

80 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


No Pertanyaan dan Keterangan
Kriteria penilaian terhadap narapidana dan klien pemasyarakatan yang menjalani
program reintegrasi kurang dari 12 bulan:
█ Nilai “Ya = 1” diberikan apabila dalam 12 bulan terakhir sebelum pidana yang
saat ini ia menganggur/melakukan pekerjaan yang ilegal/bekerja selama
kurang dari enam bulan secara kumulatif.
█ Nilai “Tidak = 0” diberikan apabila dalam 12 bulan terakhir sebelum pidana
yang saat ini ia bekerja selama lebih dari enam bulan secara kumulatif.
Kriteria penilaian terhadap klien pemasyarakatan yang telah menjalani program
reintegrasi selama 12 bulan atau lebih:
█ Nilai “Ya = 1” diberikan apabila setelah menjalani pidana di Rutan/Lapas, klien
masih menganggur/melakukan pekerjaan yang ilegal/bekerja selama kurang
dari enam bulan secara kumulatif.
█ Nilai “Tidak = 0” diberikan apabila setelah menjalani pidana di Rutan/Lapas,
klien sudah bekerja selama lebih dari enam bulan secara kumulatif.
8. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan merasa kegiatannya di tempat
kerja/sekolah/universitasbermakna?
Pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang menilai bagaimana narapidana/
klien pemasyarakatan memaknaipekerjaan dan/atau pendidikan yang mereka
jalani ketika berada di tengah masyarakat. Apabila pengalaman/kegiatan terakhir
narapidana/klien pemasyarakatan adalah bekerja sambil sekolah, tanyakan mana
kegiatan yang paling dominan/signifikan bagi dirinya.
Keterangan:
█ Kegiatan di tempat kerja/sekolah/universitas dinilai bermakna apabila:

• Narapidana/klien pemasyarakatan menyukainya, merasakan manfaatnya,


dan merasa senang melakukannya;

• Kehadiran narapidana/klien pemasyarakatan memuaskan dan dapat


diandalkan dalam pekerjaan;

• Narapidana/klien pemasyarakatan merasa bangga dengan pekerjaan/


pendidikan yang sedang dijalani;

• Narapidana/klien pemasyarakatan dapat menyelesaikan pekerjaan dan


tugas mereka secara memuaskan dan tepat waktu;

• Narapidana/klien pemasyarakatan mendapatkan respon positif dari atasan


di tempat kerja berupa pujian, promosi, dsb.;

• Narapidana/klien pemasyarakatan mendapatkan respon positif dari guru/


dosen di sekolah/kampus karena nilai yang bagus.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 81


No Pertanyaan dan Keterangan
█ Kegiatan di tempat kerja/sekolah/universitas dinilai tidak bermakna apabila:

• Narapidana/klien pemasyarakatan tidak menyukainya, tidak merasakan


manfaatnya, dan tidak merasa senang melakukannya;

• Narapidana/klien pemasyarakatan menunjukkan performa/sikap yang


kurang baik selama bekerja/sekolah, seperti sering terlambat/tidak masuk,
tidak menyelesaikan pekerjaan/tugas, dsb.;

• Narapidana/klien pemasyarakatan mendapatkan teguran karena


pelanggaran/tindakan indisipliner di tempat kerja/sekolah.
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Ya = 0” diberikan apabila:

• Keterlibatan narapidana/klien pemasyarakatan di pekerjaan/pendidikan


secara keseluruhan dimaknai secara positif dan memberikan dampak
yang baik bagi dirinya.

• Narapidana/klien pemasyarakatan adalah Ibu Rumah Tangga atau


pensiunan.
█ Nilai “Perlu Dikembangkan = 1” diberikan apabila:

• Keterlibatan narapidana/klien pemasyarakatan di pekerjaan/pendidikan


sebagian dimaknai secara positif dan memberikan beberapa dampak baik,
namun masih bisa ditingkatkan lagi.

• Narapidana/klien pemasyarakatan tidak dapat memaknai pekerjaan/


pendidikannya secara positif karena adanya pengaruh eksternal seperti
lingkungan yang tidak nyaman, bullying, pelecehan, dsb.
█ Nilai “Tidak = 2” diberikan apabila:

• Keterlibatan narapidana/klien pemasyarakatan di pekerjaan/pendidikan


secara keseluruhan dimaknai secara negatif dan memberikan dampak
yang buruk.

• Narapidana/klien pemasyarakatan menganggur, tidak memenuhi syarat


jam kerja minimal, atau melakukan pekerjaan yang ilegal.

82 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


No Pertanyaan dan Keterangan
9. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan dapat berhubungan baik dengan
rekan kerja/teman sekolah/kuliah?
Pertanyaan ini bertujuan untuk menilai kemampuan narapidana/klien
pemasyarakatan dalam menjalin hubungan baik dengan rekan kerja/teman
sekolah/kuliah. Lakukan penilaian sesuai dengan kondisi pekerjaan/pendidikan
terakhir narapidana/klien pemasyarakatan ketika berada di tengah masyarakat.
Keterangan:
█ Narapidana/klien pemasyarakatan dinilai dapat berhubungan baik apabila:
█ Memiliki teman di tempat kerja/sekolah/kuliah;
█ Saling membantu dalam melakukan pekerjaan/tugas sekolah/kuliah;
█ Melakukan aktivitas positif bersama rekan kerja/teman sekolah/kuliah.
█ Narapidana/klien pemasyarakatan dinilai tidak dapat berhubungan baik
apabila:
█ Tidak memiliki teman di tempat kerja/sekolah/kuliah;
█ Berulang kali terlibat pertengkaran/percekcokan/perkelahian dengan rekan
kerja/sekolah/kuliah;
█ Memilih untuk tidak bergaul/menghabiskan waktu bersama rekan di tempat
kerja/sekolah/kuliah;
█ Terlibat kegiatan antisosial/melanggar peraturan/hukum bersama rekan di
tempat kerja/sekolah/kuliah.
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Ya = 0” diberikan apabila:

• Secara umum narapidana/klien pemasyarakatan dapat menjalin hubungan


baik dan berinteraksi secara aktif dengan rekan kerja/teman sekolah/
kuliah.

• Narapidana/klien pemasyarakatan adalah Ibu rumah tangga atau


pensiunan.
█ Nilai “Perlu Dikembangkan = 1” diberikan apabila:

• Narapidana/klien pemasyarakatan dapat menjalin hubungan baik namun


cenderung berinteraksi secara pasif dengan rekan kerja/teman sekolah/
kuliah;

• Narapidana/klien pemasyarakatan hanya memiliki hubungan baik dengan


sebagian kecil/beberapa rekan kerja/teman sekolah/kuliah.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 83


No Pertanyaan dan Keterangan
█ Nilai “Tidak = 2” diberikan apabila:

• Narapidana/klien pemasyarakatan menolak/tidak dapat berhubungan baik/


memiliki hubungan buruk dengan rekan kerja/teman sekolah/kuliah.

• Narapidana/klien pemasyarakatan menganggur, tidak memenuhi syarat


jam kerja minimal, atau melakukan pekerjaan yang ilegal.
10. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan berhubungan baik dengan atasan
di tempat kerja, atau dengan pengajar di institusi pendidikan tempat ia
belajar?
Pertanyaan ini menilai kemampuan narapidana/klien pemasyarakatan untuk
menjalin hubungan baik dengan orang yang memiliki posisi lebih tinggi di tempat
kerja/sekolah/kuliah. Lakukan penilaian sesuai dengan kondisi pekerjaan/
pendidikan terakhir narapidana/klien pemasyarakatan ketika berada di tengah
masyarakat.
Keterangan:
█ Narapidana/klien pemasyarakatan dinilai berhubungan baik apabila:

• Menghormati dan menanggapi atasan di tempat kerja dengan baik;

• Menghormati dan menanggapi pengajar di sekolah dengan baik;

• Mengikuti instruksi/arahan dari atasan di tempat kerja atau pengajar di


sekolah;

• Mau berkonsultasi terkait kesulitan pekerjaan dengan atasan atau kesulitan


belajar dengan pengajar.
█ Narapidana/klien pemasyarakatan dinilai tidak berhubungan baik apabila:

• Bermasalah dengan atasan di tempat kerja atau dengan pengajar di


sekolah;

• Tidak mau mengikuti arahan atasan/pengajar;

• Tidak menghormati atasan/pengajar;

• Tidak mentaati peraturan yang berlaku di tempat kerja/sekolah;


█ Berulang kali terlibat pertengkaran/percekcokan dengan atasan di tempat
kerja atau dengan pengajar di sekolah.

84 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


No Pertanyaan dan Keterangan
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Ya = 0” diberikan apabila:

• Secara umum narapidana/klien pemasyarakatan berhubungan


baik dengan atasan di tempat kerja atau dengan pengajar di
sekolah;

• Narapidana/klien pemasyarakatan adalah Ibu rumah tangga,


wiraswasta, self-employed, atau pensiunan.
█ Nilai “Perlu Dikembangkan = 1” diberikan apabila:

• Narapidana/klien pemasyarakatan enggan berkonsultasi pada atasan di


tempat kerja atau pada pengajar di sekolah ketika mengalami kesulitan;

• Narapidana/klien pemasyarakatan tetap menjalankan tugas dari atasan/


pengajar meskipun dilakukan sambil mengeluh;

• Narapidana/klien pemasyarakatan hanya memiliki hubungan baik dengan


sebagian kecil/beberapa atasan/pengajar.
█ Nilai “Tidak = 2” diberikan apabila:

• Secara umum narapidana/klien pemasyarakatan tidak berhubungan baik


dengan atasan di tempat kerja atau pengajar di sekolah;

• Narapidana/klien pemasyarakatan menganggur, tidak memenuhi syarat


jam kerja minimal, atau melakukan pekerjaan yang ilegal.

c. Faktor Penggunaan Narkotika, Obat-Obatan Terlarang, dan


Konsumsi Alkohol

Bagian ini terdiri dari enam pertanyaan yang membahas penggunaan


narkotika, obat-obatan terlarang dan konsumsi alkohol narapidana/
klien di masa lalu maupun masa kini dan bagaimana hal-hal
tersebut dapat berkontribusi terhadap risiko narapidana/
klien pemasyarakatan mengulangi tindak pidana. Hubungan
antara penyalahgunaan narkotika dan perilaku kriminal ditekankan
dalam banyak penelitian yang mengkaitkan penyalahgunaan

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 85


zat dengan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan tindak
pidana.

Tabel 10:

Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen Kebutuhan Kriminogenik 02 Bagian A


Faktor Penggunaan Narkotika, Obat-Obatan Terlarang dan Konsumsi Alkohol
No Pertanyaan dan Keterangan
11. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan secara rutin menggunakan
narkotika, obat-obatan terlarang, dan/atau alkohol sebelum mengalami
permasalahan hukum?
Pertanyaan ini menilai sejarah penggunaan narkotika/obat-obatan terlarang/alkohol
oleh narapidana/klien pemasyarakatan selama 12 bulan terakhir sebelum menjalani
proses hukum atas pidana saat ini. Dalam pertanyaan ini, penggunaan rutin
yang dimaksud adalah apabila narapidana/klien pemasyarakatan menggunakan
narkotika/obat- obatan terlarang/alkohol setidaknya satu kali dalam seminggu.
Keterangan:
█ Yang dimaksud narkotika termasuk:

• Semua bentuk zat terlarang yang berasal dari tanaman/binatang/sintetis


yang diatur oleh undang-undang.
█ Yang dimaksud obat-obatan terlarang termasuk:

• Obat yang dijual bebas dan dapat dibeli tanpa melanggar resep dokter
namun dapat disalahgunakan apabila digunakan secara berlebihan;

• Obat yang hanya bisa didapatkan dengan resep dokter namun bisa
disalahgunakan apabila digunakan tidak sesuai resep;

• Obat yang masuk ke dalam datar obat-obatan terlarang oleh undang-


undang.
█ Yang dimaksud alkohol termasuk:

• Minuman beralkohol yang diproduksi oleh pabrik baik di dalam maupun di


luar negeri yang memiliki izin untuk diperjual- belikan;

• Minuman beralkohol yang dibuat oleh industri perumahan atau oleh


individu/pedagang tertentu yang tidak memiliki izin untuk diperjual-belikan.

86 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


No Pertanyaan dan Keterangan
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Tidak = 0” diberikan apabila tidak ada indikasi/bukti bahwa narapidana/
klien pemasyarakatan menggunakan narkotika/obat- obatan terlarang/
minuman beralkohol secara rutin selama 12 bulan terakhir sebelum menjalani
proses hukum atas pidana saat ini;
█ Nilai “Ya = 1” diberikan apabila ada indikasi/bukti bahwa narapidana/klien
pemasyarakatan menggunakan narkotika/obat- obatan terlarang/minuman
beralkohol secara rutin selama 12 bulan terakhir sebelum menjalani proses
hukum atas pidana saat ini.
12. Apakah tindakan kriminal narapidana/klien pemasyarakatan disebabkan oleh
penggunaan narkotika, obat-obatan terlarang, dan/atau alkohol?
Pertanyaan ini bertujuan untuk menilai apakah penggunaan narkotika/obat-obatan
terlarang/alkohol oleh narapidana/klien pemasyarakatan berkontribusi terhadap
tindak pidana yang ia lakukan.
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Ya = 1” diberikan apabila:

• Narapidana/klien pemasyarakatan ditangkap karena menggunakan


narkotika/obat-obatan terlarang;

• Tindak pidana yang dilakukan oleh narapidana/klien pemasyarakatan


diakibatkan karena penggunaan narkotika/obat-obatan terlarang/alkohol.
Contoh:
• Terlibat kecelakaan/perkelahian karena mabuk;
• Melakukan pemerkosaan/pencurian dibawah pengaruh obat-obatan;

• Terlibat peredaran narkotika/obat-obatan terlarang untuk memenuhi kebutuhan


penggunaan sendiri.
█ Nilai “Tidak = 0” diberikan apabila:

• Tindak pidana yang dilakukan narapidana/klien pemasyarakatan tidak


disebabkan karena penggunaan narkotika/obat-obatan terlarang/alkohol;

• Narapidana/klien pemasyarakatan bukan merupakan pengguna narkotika/


obat-obatan terlarang/alkohol namun terlibat dalam peredaran/transaksi/
kepemilikan zat-zat tersebut murni karena motif finansial.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 87


No Pertanyaan dan Keterangan
13. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan menggunakan narkotika/obat-
obatan terlarang/alkohol selama di dalam Lapas/Rutan atau pada saat
menjalani program reintegrasi?
Pertanyaan ini menilai apakah narapidana/klien pemasyarakatan pernah
menggunakan narkotika/obat-obatan terlarang/alkohol sebelum menjalani proses
pemidanaan dan gagal menghentikan penggunaan tersebut saat berada di dalam
Lapas/Rutandan/atau saat menjalani program reintegrasi di masyarakat. Dalam
menilai pertanyaan ini, perlu dipastikan bahwa narapidana/klien pemasyarakatan
memang memiliki riwayat penggunaan obat-obatan/narkotika/alkohol sebelumnya.
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Ya = 1” diberikan apabila ada indikasi/bukti narapidana/klien
pemasyarakatan menggunakan narkotika/obat-obatan terlarang/alkohol
selama berada di dalam Lapas/Rutan atau pada saat menjalani program
reintegrasi. Walaupun penggunaan obat-obatan/narkotika/alkohol hanya
terjadi sekali, hal ini tetap dijawab Ya.
█ Nilai “Tidak = 0” diberikan apabila tidak ada indikasi/bukti narapidana/klien
pemasyarakatan menggunakan narkotika/obat- obatan terlarang/alkohol
selama berada di dalam Lapas/Rutan atau pada saat menjalani program
reintegrasi.
14. Apakah penggunaan narkotika/obat-obatan terlarang/alkohol oleh
narapidana/klien pemasyarakatan berdampak negatif pada pekerjaan dan/
atau pendidikannya?
Pertanyaan ini menilai apakah narapidana/klien pemasyarakatan memiliki masalah
dengan penggunaan narkotika/obat-obatan terlarang/alkohol sehingga berdampak
buruk pada pekerjaan dan/atau pendidikannya.
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Ya = 1” diberikan apabila:

• Penggunaan narkotika/obat-obatan terlarangalkohol menyebabkan


narapidana/klien pemasyarakatan tidak bisa bekerja dengan baik sehingga
membuat banyak pelanggaran/tidak masuk/dipecat, atau mengakibatkan
pertengkaran/cekcok dengan rekan kerja/atasan;

• Penggunaan narkotika/obat-obatan terlarang/alkohol menyebabkan


narapidana/klien pemasyarakatan bolos sekolah, tidak mengerjakan tugas
sekolah/kuliah sehingga diskors/drop out dari sekolah/universitas, atau
mengakibatkan pertengkaran/cekcok dengan teman sekolah/kuliah/guru/
dosen;

• Penggunaan narkotika/obat-obatan terlarang/alkohol memunculkan


perilaku lainnya yang mengganggu narapidana/klien pemasyarakatan
dalam pekerjaan dan/atau pendidikan.

88 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


No Pertanyaan dan Keterangan
█ Nilai “Tidak = 0” diberikan apabila:

• Tidak ada indikasi dampak negatif dari penggunaan obat- obatan terlarang/
narkotika/alkohol oleh narapidana/klien pemasyarakatan, di tempat kerja
dan/atau di sekolah/universitas;

• Terdapat permasalahan yang muncul di pekerjaan dan/atau pendidikan,


namun tidak berhubungan dengan penggunaan obat-obatan terlarang/
narkotika/alkohol oleh narapidana/klien pemasyarakatan.
15. Apakah penggunaan narkotika/obat-obatan terlarang/alkohol oleh
narapidana/klien pemasyarakatan berdampak negatif pada hubungan dengan
pasangannya dan/atau hubungan dengan anggota keluarga?
Pertanyaan ini menilai apakah narapidana/klien pemasyarakatan memiliki masalah
dengan penggunaan narkotika/obat-obatan terlarang/alkohol sehingga berdampak
buruk pada hubungannya dengan pasangan, orang tua/wali, dan/atau anggota
keluarga lainnya.
Keterangan:
Yang dimaksud dengan pasangan, orang tua/wali, dan/atau anggota keluarga
lainnya merujuk pada penjelasan di pertanyaan instrumen asesmen kebutuhan
kriminogenik nomor 3.
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Ya = 1” diberikan apabila penggunaan obat-obatan terlarang/narkotika/
alkohol oleh narapidana/klien pemasyarakatan menimbulkan percekcokan/
pertengkaran/perkelahian dengan pasangan, orang tua/walidan/atau anggota
keluarga lainnya.
█ Nilai “Tidak = 0” diberikan apabila:

• Tidak ada indikasi dampak negatif dari penggunaan obat- obatan terlarang/
narkotika/alkohol oleh narapidana/klien pemasyarakatan terhadap
hubungan dengan pasangan dan/atau anggota keluarga;

• Terdapat permasalahan yang muncul dengan pasangan dan/atau keluarga,


namun tidak berhubungan dengan penggunaan narkotika/obat-obatan
terlarang/alkohol oleh narapidana/klien pemasyarakatan.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 89


No Pertanyaan dan Keterangan
16. Apakah penggunaan narkotika/obat-obatan terlarang/alkohol oleh
narapidana/klien pemasyarakatan berdampak negatif pada kesehatan
dirinya?
Pertanyaan ini menilai apakah narapidana/klien pemasyarakatan memiliki masalah
dengan penggunaan narkotika/obat-obatan terlarang/alkohol sehingga berdampak
buruk pada dirinya secara fisikdan/atau psikologis.
Keterangan:
█ Yang dimaksud dengan gangguan fisik adalah:

• Gangguan kesehatan/penyakit yang didiagnosis oleh dokter muncul akibat


penggunaan narkotika/obat-obatan terlarang/alkohol seperti kanker, infeksi
paru, atau HIV/AIDS;

• Perubahan tingkah laku seperti sulit berjalan, tremor, sulit berbicara, dan
sulit berkonsentrasi.
█ Yang dimaksud dengan gangguan psikologis adalah:

• Ganguan kesehatan mental sebagaimana didiagnosis oleh psikolog/


psikiater yang muncul akibat penggunaan narkotika/obat-obatan terlarang/
alkohol seperti skizofrenia, halusinasi, kecemasan yang berlebih, dsb.;

• Perubahan perilaku dan emosi seperti berbicara melantur, berbicara


sendiri, lemah nalar, dsb.
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Ya = 1” diberikan apabila penggunaan narkotika/obat-obatan terlarang/
alkohol oleh narapidana/klien pemasyarakatan menimbulkan gangguan fisik
dan/atau psikologis.
█ Nilai “Tidak = 0” diberikan apabila penggunaan narkotika/obat- obatan terlarang/
alkohol oleh narapidana/klien pemasyarakatan tidak menimbulkan gangguan
fisik dan/atau psikologis.

d. Faktor Hubungan Sosial

Bagian ini terdiri dari empat pertanyaan yang bertujuan untuk


mendapatkan informasi jaringan sosial dan pengaruh pergaulan
yang sebagian besar mendukung perilaku kriminal (anti-sosial).

90 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


Tabel 11:

Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen Kebutuhan Kriminogenik 02 Bagian A


Faktor Hubungan Sosial
No Pertanyaan dan Keterangan
17. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan melakukan tindak kriminal yang
sekarang dengan teman/rekannya?
Pertanyaan ini menilai apakah tindak pidana yang dilakukan oleh narapidana/klien
pemasyarakatan terjadi karena dirinya sendiri atau karena dipengaruhi orang lain.
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Ya = 1” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan tidak
sendirian dalam melakukan tindak pidana yang sekarang, tapi bersama teman/
rekannya. Penting untuk mendapatkan informasi pendukung lainnya selain
dari jawaban yang diberikan oleh narapidana/klien pemasyarakatan.
█ Nilai “Tidak = 0” diberikan apabila bedasarkan informasi yang diberikan
oleh narapidana/klien pemasyarakatan dan informasi pendukung lainnya,
narapidana/klien pemasyarakatan melakukan tindak pidana yang sekarang
seorang diri.
18. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan anggota dari suatu kelompok/
organisasi/grup yang melakukan aktivitas kriminal?
Pertanyaan ini menilai apakah aktivitas kriminal yang dilakukan oleh narapidana/
klien pemasyarakatan berkaitan dengan keanggotaannya dalam kelompok/
organisasi/grup yang terlibat dalam aktivitas kriminal.
Keterangan:
Berikut merupakan beberapa karakteristik dari kelompok/organisasi/grup yang
terlibat dalam aktivitas kriminal:
█ Aktivitas dilakukan oleh dua orang atau lebih;
█ Beroperasi berdasarkan pola-pola tertentu;
█ Memiliki kegiatan permanen dan berkelanjutan;
█ Anggota patuh/tunduk pada aturan internal, baik yang tertulis maupun tidak
tertulis;
█ Memiliki hierarki atau setidaknya sosok yang dianggap sebagai figur penting;
█ Adanya pembagian tugas/kerja;
█ Memeroleh keuntungan dari kejahatan yang dilakukan;
█ Tidak jarang menggunakan paksaan dan kekerasan untuk mencapai tujuan;
█ Memiliki tanda/simbol/pola komunikasi tertentu yang merujuk pada identitas
kelompok.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 91


No Pertanyaan dan Keterangan
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Ya = 1” diberikan apabila ada indikasi/bukti bahwa narapidana/klien
pemasyarakatan adalah anggota dari suatu kelompok/organisasi/grup yang
melakukan aktivitas kriminal.
█ Nilai “Tidak = 0” diberikan apabila tidak ada indikasi/bukti bahwa narapidana/
klien pemasyarakatan adalah anggota dari suatu kelompok/organisasi/grup
yang melakukan aktivitas kriminal, baik dari penuturan narapidana/klien
pemasyarakatan secara langsung maupun dari sumber lainnya.
19. Apakah narapidana mempunyai teman selama di dalam Lapas/Rutan?
Pertanyaan ini bertujuan untuk menilai kemampuan narapidana dalam membangun
hubungan sosial yang positif dengan sesama narapidana yang bukan merupakan
teman yang ia kenal diluar Lapas/Rutan.
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Ya = 0” diberikan apabila narapidana memiliki teman di dalam Lapas/
Rutan yang memberikan pengaruh positif terhadap sikap dan perilakunya
selama menjalani masa pidana.
█ Nilai “Tidak = 1” diberikan apabila narapidana tidak memiliki teman atau hanya
menjalin pertemanan dengan orang-orang yang telah ia kenal sebelumnya di
luar Lapas/Rutan.
20. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan anggota dari suatu kelompok/
organisasi/grup yang melakukan aktivitas kriminal?
Pertanyaan ini menilai apakah aktivitas kriminal yang dilakukan oleh narapidana/
klien pemasyarakatan berkaitan dengan keanggotaannya dalam kelompok/
organisasi/grup yang terlibat dalam aktivitas kriminal.
Keterangan:
Berikut merupakan beberapa karakteristik dari kelompok/organisasi/grup yang
terlibat dalam aktivitas kriminal:
█ Aktivitas dilakukan oleh dua orang atau lebih;
█ Beroperasi berdasarkan pola-pola tertentu;
█ Memiliki kegiatan permanen dan berkelanjutan;
█ Anggota patuh/tunduk pada aturan internal, baik yang tertulis maupun tidak
tertulis;
█ Memiliki hierarki atau setidaknya sosok yang dianggap sebagai figur penting;
█ Adanya pembagian tugas/kerja;
█ Memeroleh keuntungan dari kejahatan yang dilakukan;
█ Tidak jarang menggunakan paksaan dan kekerasan untuk mencapai tujuan;

92 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


No Pertanyaan dan Keterangan
█ Memiliki tanda/simbol/pola komunikasi tertentu yang merujuk pada identitas
kelompok.
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Ya = 1” diberikan apabila ada indikasi/bukti bahwa narapidana/klien
pemasyarakatan adalah anggota dari suatu kelompok/organisasi/grup yang
melakukan aktivitas kriminal.
█ Nilai “Tidak = 0” diberikan apabila tidak ada indikasi/bukti bahwa narapidana/
klien pemasyarakatan adalah anggota dari suatu kelompok/organisasi/grup
yang melakukan aktivitas kriminal, baik dari penuturan narapidana/klien
pemasyarakatan secara langsung maupun dari sumber lainnya.
21. Apakah narapidana mempunyai teman selama di dalam Lapas/Rutan ?
Pertanyaan ini bertujuan untuk menilai kemampuan narapidana dalam membangun
hubungan sosial yang positif dengan sesama narapidana yang bukan merupakan
teman yang ia kenal di luar Lapas/Rutan.
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Tidak = 0” diberikan apabila tidak ada indikasi/bukti bahwa narapidana/
klien pemasyarakatan adalah anggota dari suatu kelompok/organisasi/grup
yang melakukan aktivitas kriminal, baik dari penuturan narapidana/klien
pemasyarakatan secara langsung maupun dari sumber lainnya. Nilai “Ya =
0” diberikan apabila narapidana memiliki teman di dalam Lapas/Rutan yang
memberikan pengaruh positif terhadap sikap dan perilakunya selama menjalani
masa pidana.
█ Nilai “Tidak = 0” diberikan apabila tidak ada indikasi/bukti bahwa narapidana/
klien pemasyarakatan adalah anggota dari suatu kelompok/organisasi/grup
yang melakukan aktivitas kriminal, baik dari penuturan narapidana/klien
pemasyarakatan secara langsung maupun dari sumber lainnya. Nilai “Tidak
= 1” diberikan apabila narapidana tidak memiliki teman atau hanya menjalin
pertemanan dengan orang-orang yang telah ia kenal sebelumnya di luar
Lapas/Rutan.
22. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan mempunyai teman dan rekan
yang pro-sosial ?
Pertanyaan ini menilai apakah narapidana/klien pemasyarakatan selama berada
di tengah masyarakatmampu menjalin hubungan sosial dengan orang-orang yang
pro-sosial atau tidak pernah terlibat dalam aktivitas kriminal.
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Ya = 0” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan memiliki tiga
atau lebih teman dekat yang pro-sosial;

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 93


No Pertanyaan dan Keterangan
█ Nilai “Terbatas = 1” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan hanya
memiliki satu hingga dua orang teman dekat yang pro-sosial;
█ Nilai “Tidak = 2” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan tidak
memiliki teman dekat yang pro-sosial.

e. Faktor Waktu Luang/Rekreasi

Bagian ini terdiri dari dua pertanyaan yang bertujuan untuk memperoleh
gambaran pola kegiatan narapidana/klien pemasyarakatan
dalam mengisi waktu luangnya dan seberapa banyak waktu luang
yang dihabiskan narapidana/klien pemasyarakatan bersama orang
lain melakukan hal- hal yang bersifat pro sosial atau anti sosial.

Tabel 12:

Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen Kebutuhan Kriminogenik 02


Faktor Waktu Luang/Rekreasi
No Pertanyaan dan Keterangan
23. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan melibatkan diri dalam kegiatan
yang konstruktif dan bermanfaat ?
Pertanyaan ini menilai kegiatan yang dilakukan oleh narapidana/klien
pemasyarakatan untuk mengisi waktu luangnya. Dalam melakukan penilaian,
penting untuk memastikan bahwa narapidana/klien pemasyarakatan melibatkan
diri dalam kegiatan tersebut secara sukarela, baik secara fisik (kehadiran) maupun
psikologis (perasaan senang).
Keterangan:
█ Kegiatan yang konstruktif dan bermanfaat didefinisikan sebagai kegiatan legal
yang memiliki rencana dan tujuan tertentu, bermanfaat, berdampak positif,
serta menjauhkan narapidana/klien pemasyarakatan dari aktifitas kriminal.
█ Berikut merupakan beberapa contoh dari kegiatan yang konstruktif dan
bermanfaat:

• Hobi dan olahraga;

• Kegiatan keagamaan dan sosial masyarakat;

• Pekerjaan rumah (menyapu, membersihkan rumah, dsb).

94 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


No Pertanyaan dan Keterangan
█ Berikut merupakan beberapa contoh dari kegiatan yang tidak konstruktif dan
tidak bermanfaat:

• Nongkrong;

• Melakukan hobi yang ilegal/kriminal (balap liar, tawuran, dsb).


Catatan:
Dalam memberi penilaian, perhatikan status narapidana/klien pemasyarakatan
selama ia menjalani pidana:
█ Untuk narapidana:

• Apabila ia berada di dalam Lapas/Rutan selama kurang dari dua tahun,


beri penilaian terhadap waktu mereka sebelum menjalani proses hukum
atas tindak pidana saat ini;

• Apabila ia berada di dalam Lapas/Rutan selama lebih dari dua tahun, beri
penilaian terhadap waktu mereka selama menjalani proses pembinaan di
dalam Lapas/Rutan.
█ Untuk klien pemasyarakatan:

• Apabila ia berada dibawah bimbingan Bapas selama kurang dari satu


tahun, beri penilaian terhadap waktu mereka selama menjalani proses
pembinaan di dalam Lapas/Rutan;

• Apabila ia berada dibawah bimbingan Bapas selama lebih dari satu


tahun, beri penilaian terhadap waktu mereka selama berada di tengah
masyarakat.
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Ya = 0” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan terlibat
dalam kegiatan yang konstruktif dan bermanfaat.
█ Nilai “Tidak = 1” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan
tidak memiliki/tidak terlibat/tidak melakukan kegiatan yang konstruktif dan
bermanfaat.
22. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan memiliki terlalu banyak waktu
luang ?
Pertanyaan ini menilai bagaimana narapidana/klien pemasyarakatan
memanfaatkan waktu luang yang mereka miliki dalam kegiatan sehari-hari.
Sebelum melakukan penilaian, asesor perlu terlebih dahulu mendapatkan
gambaran menyeluruh tentang kehidupan narapidana/klien pemasyarakatan dan
aktifitas yang rutin mereka lakukan setiap hari.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 95


No Pertanyaan dan Keterangan
Setelah itu, asesor dapat menanyakan apakah menurut narapidana/klien
pemasyarakatan waktu luang yang mereka miliki terlalu banyak, terbatas, atau
tidak memiliki waktu luang samasekali. Apabila narapidana/klien merasa memiliki
waktu luang (baik itu banyak maupun sedikit), tanyakan juga bagaimana mereka
memanfaatkan waktu luang tersebut (apakah dengan kegiatan yang konstruktif
dan bermanfaat atau sebaliknya).
Catatan:
Dalam memberi penilaian, perhatikan status narapidana/klien pemasyarakatan
selama ia menjalani pidana:
█ Untuk narapidana:

• Apabila ia berada di dalam Lapas/Rutan selama kurang dari dua tahun,


beri penilaian terhadap waktu mereka sebelum menjalani proses hukum
atas tindak pidana saat ini;

• Apabila ia berada di dalam Lapas/Rutan selama lebih dari dua tahun, beri
penilaian terhadap waktu mereka selama menjalani proses pembinaan di
dalam Lapas/Rutan.
█ Untuk klien pemasyarakatan:

• Apabila ia berada dibawah bimbingan Bapas selama kurang dari satu


tahun, beri penilaian terhadap waktu mereka selama menjalani proses
pembinaan di dalam Lapas/Rutan;

• Apabila ia berada dibawah bimbingan Bapas selama lebih dari satu


tahun, beri penilaian terhadap waktu mereka selama berada di tengah
masyarakat.
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Ya = 1” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan merasa
memiliki terlalu banyak waktu luang atau memanfaatkan waktu luang yang
ia miliki dengan kegiatan yang tidak konstruktif dan tidak bermanfaat (lihat
deskripsi tentang kegiatan yang tidak konstruktif dan tidak bermanfaat di
pertanyaan nomor 21).
█ Nilai “Tidak = 0” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan merasa
kurang/tidak memiliki waktu luang karena kesibukan rutin yang ia miliki.

f. Faktor Manajemen Keuangan

Bagian ini terdiri dari dua pertanyaan yang bertujuan untuk mengetahui
kondisi keuangan narapidana/klien pemasyarakatan dan
kemampuan mereka mengelola keuangan untuk memenuhi

96 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


kebutuhan sehari-harinya. Salah satu permasalahan di bidang
keuangan yang diangkat adalah adanya hutang yang dimiliki oleh
narapidana/klien pemasyarakatan yang dapat dianggap sebagai
pemicu stres dan menjadi alasan seseorang menggunakan cara
ilegal untuk memperoleh uang (misalnya mencuri, menipu, terlibat
dalam transaksi narkotika, dll.)

Tabel 13:

Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen Kebutuhan Kriminogenik 02 Faktor Manajemen


Keuangan
No Pertanyaan dan Keterangan
23. Apakah masalah kesulitan keuangan menyebabkan narapidana/klien
pemasyarakatan melakukan tindak pidana yang sekarang?
Pertanyaan ini menilai apakah kesulitan keuangan menjadi penyebab narapidana/
klien pemasyarakatan melakukan tindakan kriminal pada pidana saat ini. Perlu
ditekankan bahwa kesulitan keuangan mengacu pada kegagalan/ketidakmampuan
seseorang dalam memenuhi kewajiban finansialnya dan bukan berkaitan dengan
besar kecilnya pendapatan.
Keterangan:
Berikut merupakan beberapa contoh kondisi dimana seseorang dapat dikategorikan
memiliki kesulitan keuangan:
█ Penghasilan narapidana/klien pemasyarakatan tidak cukup untuk membiayai
kebutuhan hidup dirinya dan/atau orang-orang yang ia tanggung;
█ Penghasilan narapidana/klien pemasyarakatan fluktuatif/tidak stabil sehingga
menyulitkan ia untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan/atau orang-orang
yang ia tanggung;
█ Narapidana/klien pemasyarakatan terpaksa berutang untuk memenuhi
kebutuhan hidup dirinya dan/atau orang-orang yang ia tanggung.
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Ya = 1” diberikan apabila terdapat indikasi bahwa tindak pidana yang
dilakukan oleh narapidana/klien pemasyarakatan disebabkan karena kesulitan
keuangan.
█ Nilai “Tidak = 0” diberikan apabila tidak terdapat indikasi bahwa tindakan
kriminal yang dilakukan oleh narapidana/klien pemasyarakatan disebabkan
karena kesulitan keuangan.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 97


No Pertanyaan dan Keterangan
24. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan memiliki utang yang sulit
dibayarnya?
Pertanyaan menilai apakah saat ini narapidana/klien pemasyarakatan memiliki
kesulitan membayar utang sehingga menimbulkan tekanan bagi dirinya.
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Ya = 1” diberikan apabila:

• Narapidana/klien pemasyarakatan memiliki utang yang sulit dibayar/


dilunasi sehingga ia merasa tertekan;
• Tindak pidana yang saat ini dilakukan sebagai upaya narapidana/klien
pemasyarakatan untuk membayar/melunasi utangnya;

• Utang yang dimiliki oleh narapidana/klien pemasyarakatan terkait dengan


jual-beli narkotika/obat-obatan terlarang.
█ Nilai “Tidak= 0” diberikan apabila:

• Narapidana/klien pemasyarakatan tidak memiliki utang;

• Narapidana/klien pemasyarakatan memiliki utang namun tidak


menimbulkan tekanan psikologis karena merasa mampu untuk membayar/
melunasi utang tersebut, baik secara langsung maupun diangsur/dicicil
melalui mekanisme yang tidak melanggar hukum.

g. Faktor Sikap Anti Sosial/Pandangan terhadap Tindak


Kriminal

Bagian ini terdiri dari lima pertanyaan yang bertujuan untuk


mengetahui sikap dan pandangan narapidana/klien
pemasyarakatan terhadap kejahatan yang dilakukannya. Menurut
penelitian, sikap ant- sosial merupakan salah satu prediktor
seseorang dalam mengulangi tindak pidana.

98 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


Tabel 14:

Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen Kebutuhan Kriminogenik 02


Faktor Sikap Antisosial/Pandangan Terhadap Tindak Kriminal
No Pertanyaan dan Keterangan
25. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan memiliki sikap/penilaian negatif
terhadap sistem peradilan pidana?
Pertanyaan ini menilai sikap narapidana/klien pemasyarakatan terhadap tindak
pidana yang dilakukan dan hukuman yang diterima untuk pidana yang dijalani saat
ini.
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Ya = 1” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan:

• Merasa vonis dan lama hukuman yang mereka dapatkan tidak adil;

• Merasa bahwa dirinya telah menjadi korban dari sistem peradilan pidana;

• Tidak merasa bersalah/tidak mengaku bersalah.


█ Nilai “Tidak = 0” diberikan apabila tidak terdapat indikasi bahwa narapidana/klien
pemasyarakatan memiliki sikap/penilaian negatif terhadap sistem peradilan
pidana.
26 Apakah narapidana/klien pemasyarakatan menunjukkan rasa empati
terhadap korban dari kejahatannya?
Pertanyaan ini menilai sejauh mana narapidana/klien pemasyarakatan
mampu memahami perasaan korban, melihat dari sudut pandang korban, dan
membayangkan dirinya apabila berada di posisi korban.
Keterangan:
Dalam pertanyaan ini, “korban” didefinisikan sebagai orang/pihak yang menderita
dan dirugikan akibat tindak kriminal yang dilakukan oleh narapidana/klien
pemasyarakatan
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Ya = 0” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan menunjukkan
rasa empati terhadap korban atas tindak pidana yang dilakukannya;
█ Nilai “Sedikit = 1” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan
melakukan rasionalisasi terhadap tindak kriminal yang dilakukannya dan tidak
secara terbuka menunjukkan empati terhadap korban.
█ Nilai “Tidak = 2” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan tidak
menunjukkan penyesalan terhadap korban, menganggap tidak ada korban,
atau justru menyalahkan korban.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 99


No Pertanyaan dan Keterangan
27. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan memiliki riwayat kejahatan
menggunakan kekerasan dan/atau kekerasan seksual yang berulang?
Pertanyaan ini menilai kecenderungan narapidana/klien pemasyarakatan untuk
melakukan tindakan kriminal dengan kekerasan dan/atau kekerasan seksual
berdasarkan riwayat kejahatan yang pernah dilakukan sebelumnya.
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Ya = 2” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan:

• Pernah diproses secara hukum dua kali atau lebih untuk kejahatan
menggunakan kekerasan/kekerasan seksual (termasuk tindak pidana saat
ini);

• Pernah melakukan tindak pidana dengan kekerasan/kekerasan seksual


sebelum berusia 16 tahun.
█ Nilai “Perhatian = 1” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan
pernah diproses secara hukum satu kali untuk kejahatan menggunakan
kekerasan/kekerasan seksual (termasuk tindak pidana saat ini).
█ Nilai “Tidak = 0” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan tidak
pernah terlibat/diproses secara hukum untuk kejahatan menggunakan
kekerasan/kekerasan seksual.
28. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan memiliki sikap negatif terhadap
rehabilitasi/program layanan lainnya?
Pertanyaan ini menilai sikap narapidana/klien pemasyarakatan terhadap program
rehabilitasi/pembinaan/pembimbingan yang diberikan terhadap mereka.
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Tidak = 0” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan:

• Mau mengikuti/berpartisipasi dalam kegiatan rehabilitasi/pembinaan/


pembimbingan;

• Tidak dapat mengikuti/berpartisipasi dalam kegiatan rehabilitasi/


pembinaan/pembimbingan karena alasan tertentu yang masuk akal (misal:
keterbatasan fisik, harus bekerja, dsb).
█ Nilai “Ya = 1” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan menolak/
mencari alasan untuk tidakmengikuti/berpartisipasi dalam kegiatan rehabilitasi/
pembinaan/pembimbingan.

100 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


No Pertanyaan dan Keterangan
29. Apakah narapidana/klien pemasyarakatan meyakini kejahatan adalah cara
yang sah untuk memenuhi kebutuhan mereka?
Pertanyaan ini menilai sikap narapidana/klien pemasyarakatan terhadap tindakan
kriminal yang mereka lakukan.
Kriteria penilaian:
█ Nilai “Tidak = 0” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan:

• Mengakui bahwa tindak kriminal yang dilakukan adalah hal yang salah;
• Menerima hukuman yang diberikan kepadanya sebagai konsekuensi atas
tindak kriminal yang dilakukan dan tidak melakukan rasionalisasi.
█ Nilai “Ya = 1” diberikan apabila narapidana/klien pemasyarakatan:

• Tidak merasa bahwa tindak kriminal yang dilakukan adalah hal yang salah
• Melakukan pembenaran atas tindak kriminal yang dilakukan, seperti:
o Menyalahkan orang lain/pihak lain/situasi;
o Menganggap tidak memiliki pilihan lain selain melakukan tindak
kriminal;
o Merasionalisasi tindak kriminal yang dilakukan.
o Dipengaruhi oleh nilai-nilai ideologi tertentu dalam melakukan tindak
kriminal.

2. Kebutuhan Kriminogenik Bagian B.1 (Pertimbangan Tindak Pidana


Tertentu) dan B.2 (Pertimbangan Lain/Faktor Kebutuhan Tambahan)

Setelah penilaian Kebutuhan Kriminogenik pada bagian A telah


diselesaikan, maka penilaian dilanjutkan ke Bagian B.1 dan B.2 dengan
ketentuan sebagai berikut:

█ Nilai “Tidak = 0” diberikan apabila tidak terdapat indikasi bahwa


narapidana/klien pemasyarakatan memiliki sikap/penilaian
negatif terhadap sistem peradilan pidana. Penilaian Instrumen
Asesmen Kebutuhan Kriminogenik pada Bagian B.1 dilakukan
untuk mengidentifikasi perilaku pidana tertentu yang pernah
dilakukan oleh narapidana/klien pemasyarakatan dan Bagian B.2
untuk mengidentifikasi faktor kebutuhan tambahan yang dimiliki
narapidana/klien pemasyarakatan.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 101


█ Nilai “Tidak = 0” diberikan apabila tidak terdapat indikasi bahwa
narapidana/klien pemasyarakatan memiliki sikap/penilaian negatif
terhadap sistem peradilan pidana. Hasil penilaian pada Bagian B.1
tidak akan mempengaruhi kategori tingkat kebutuhan narapidana/
klien pemasyarakatan yang telah didapatkan sebelumya melalui
instrumen utama Bagian A. Namun begitu, hasil penilaian pada
Bagian B.1 dan B.2 dapat dijadikan pertimbangan oleh asesor/
pembimbing kemasyarakatan dalam penyusunan case plan dan
program intervensi terhadap narapidana/klien pemasyarakatan
yang bersangkutan.

█ Nilai “Tidak = 0” diberikan apabila tidak terdapat indikasi bahwa


narapidana/klien pemasyarakatan memiliki sikap/penilaian negatif
terhadap sistem peradilan pidana. Penilaian diberikan dengan
memberikan tanda checklist (√) pada masing-masing pokok penilaian
berikut:

a) Instrumen Kebutuhan Kriminogenik Bagian – B.1:

Tabel 15:

Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen Kebutuhan Kriminogenik 02 Bagian B1


NO PERTANYAAN JAWABAN
1 Apakah narapidana/klien pemasyarakatan memiliki
sejarah melakukan kekerasan?
2 Apakah narapidana/klien pemasyarakatan memiliki
kejahatan karena tindakan tidak bermoral?
3 Apakah narapidana/klien pemasyarakatan memiliki
kejahatan karena
kekerasan ekstremis atau terorisme?
4 Apakah narapidana/klien pemasyarakatan pernah
menjadi korban kekerasan (termasuk kekerasan
dalam rumah tangga)?
5 Apakah narapidana/klien pemasyarakatan terlibat
dalam kejahatan
luar biasa yang seharusnya diproses Peradilan?

102 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


6 Apakah narapidana/klien pemasyarakatan memiliki
kejahatan karena tindakan seperti korupsi atau
penipuan?
7 Apakah narapidana/klien pemasyarakatan kesulitan
mengelola emosi
mereka?
8 Apakah narapidana/klien pemasyarakatan
terlibat dalam kejahatan rasial (contoh: kejahatan
berdasarkan ras atau agama)?
Apakah narapidana/klien pemasyarakatan terlibat
dalam kejahatan
9
terkait dengan narkotika, seperti menyimpan,
memanen, atau mengimpor?

b) Instrumen Kebutuhan Kriminogenik Bagian – B.2:

Tabel 16:

Pedoman Penilaian Instrumen Asesmen Kebutuhan Kriminogenik 02 Bagian B1


NO PERTANYAAN JAWABAN
1 Apakah ada ancaman terhadap narapidana/klien
pemasyarakatan dari pihak ketiga?
2 Apakah narapidana/klien pemasyarakatan
berkemungkinan menjadi tunawisma setelah
dibebaskan?
3 Apakah narapidana/klien pemasyarakatan
memiliki masalah akomodasi/tempat tinggal
(selain tunawisma)?
4 Apakah narapidana/klien pemasyarakatan pernah
dan/atau sedang menjadi target operasi oleh aparat
penegak hukum?
5 Apakah narapidana/klien pemasyarakatan
memiliki masalah kepatuhan terhadap pihak
otoritas?
6 Apakah narapidana/klien pemasyarakatan memiliki
kemampuan bersosialiasi yang kurang baik/buruk?
7 Apakah narapidana/klien pemasyarakatan
mengalami kesulitan belajar?
8 Apakah narapidana/klien pemasyarakatan
penyandang disabilitas?
9 Apakah narapidana/klien pemasyarakatan
pernah memiliki permasalahan terkait keimigrasian?

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 103


C. LATIHAN
Diskusikan dalam kelompok 5 orang hal – hal sebagai berikut:

• prinsip dasar penilaian instrumen Kebutuhan Kriminogenik 02 Bagian A!

• prinsip dasar penilaian instrumen Kebutuhan KriminogenikI 02 Bagian


B1!

• prinsip dasar penilaian instrumen Kebutuhan KriminogenikI 02 Bagian


B2!

D. RANGKUMAN
Instrumen Asesmen Kebutuhan Kriminogenik versi 02 terdiri dari
indikator-indikator yang disusun berdasarkan tujuh aspek kebutuhan yang
menjadi faktor kontributif penyebab perilaku tindak pidana seseorang yaitu
keluarga dan pernikahan, pendidikan dan pekerjaan, penggunaan obat-obatan
terlarang dan konsumsi alkohol, hubungan sosial, waktu luang/rekreasi,
manajemen keuangan dan sikap anti sosial/pandangan terhadap tindak pidana
kriminal.Hasil penilaian asesmen kebutuhan kriminogenik ditindaklanjuti
dengan penyusunan case plan yang akan dibahas lebih lanjut dalam mata
pelatihan Manajemen Kasus.

E. EVALUASI
Lakukan penilaian kebutuhan kriminogenik dengan menggunakan
instrumen Kebutuhan Kriminogenik 02 dengan menggunakan data pada
lampiran Studi Kasus pada modul ini!

F. UMPAN BALIK
Apabila saudara telah menyelesaikan Bab V dan dapat mengerjakan
latihan serta evaluasi dengan benar maka saudara telah menyelesaikan bab
ini, namun apabila ada hal-hal yang belum saudara mengerti silahkan pelajari
lagi Bab IV atau bertanya kepada tenaga pengajar.

104 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


BAB V
PENUTUP

Setelah mempelajari berbagai hal tentang Asesmen Risiko Residivisme


Indonesia (RRI) dan Kebutuhan Kriminogenik 02, para peserta pelatihan dapat
memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam menggunakan Instrumen Asesmen
Risiko Residivisme (RRI) dan Kebutuhan Kriminogenik 02 dalam rangka
peningkatan pelaksanaan tugas pembinaan dan pembimbingan WBP yang lebih
efektif dan efisien.

A. KESIMPULAN
1. Sejarah lahirnya pengembangan asesmen dalam manajemen narapidana
di dunia secara umum dapat dibagi dalam 3 tahap yaitu tahap tidak ada
yang berhasil, tahap meta-analisa dan tahap apa yang berhasil;

2. Asesmen risiko residivisme dan kebutuhan kriminogenik dirancang dengan


berpedoman pada prinsip resiko, kebutuhan, dan responsivitas(risk, need,
and responsivity) untuk mengukur SIAPA yang paling berkemungkinan
untuk mengulangi pidana dan APA kebutuhan program pembinaan/
pembimbingan yang dibutuhkan oleh narapidana/klien pemasyarakatan;

3. Prinsip Risiko berkaitan dengan risiko yang dimiliki oleh seorang


narapidana dalam hal kemungkinan mereka untuk mengulangi tindak
pidana dengan cara menyesuaikan tingkat layanan risikonya. Berikan
Intervensi Intensif untuk narapidana dengan tingkat risiko residivisme
tinggi dan intervensi ringan untuk narapidana dengan tingkat risiko
residivisme rendah.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 105


4. Prinsip kebutuhan atau kriminogenik berkaitan dengan seperangkat
kebutuhan atau faktor dari kriminogenik, bagian dari gaya hidup atau
perilaku mereka yang menyebabkan (atau setidaknya berkontribusi)
pada pengulangan tindak pidana.

5. Kebutuhan kriminogenik dalam asesmen risiko dan kebutuhan terdiri


beberapa faktor utama yang merupakan representasi dari warga
binaan dan klien pemasyarakatan, yaitu: sejarah perilaku antisosial,
pola kepribadian antisosial, pola pikir antisosial, pertemanan dengan
individu antisosial, hubungan keluarga dan pernikahan; pendidikan dan
pekerjaan, waktu luang dan rekreasi, penggunaan obat-obatan terlarang/
alkohol.

6. Prinsip responsivitas berkaitan dengan bagaimana cara petugas


menyiapkan program intervensi agar dapat diikuti dan dipahami oleh
narapidana, agar mereka merespon program dengan baik dan taat patuh
terhadap program yang sudah direncanakan;

7. Asesmen risiko residivisme dan kebutuhan kriminogenik dilaksanakan


berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakan Nomor PAS-
31.OT.02.02 Tahun 2021 Tentang Instrumen Asesmen Risiko Residivisme
Indonesia dan Instrumen Asesmen Kebutuhan Kriminogenik Bagi
Narapidana dan Klien Pemasyarakatan versi 02 Tahun 2021;

8. Instrumen Asesmen Risiko Residivisme Indonesia versi 02 Tahun 2021


terdiri dari empat bagian yaitu RRI Bagian A yang akan menentukan
klasifikasi kategori risiko residivisme narapidana/klien pemasyarakatan,
RRI bagian B yang digunakan apabila klasifikasi kategori risiko residivisme
narapidana/klien pemasyarakatan adalah Rendah, RRI bagian C yang
diberikan terhadap narapidana/klien pemasyarakatan perempuan, dan
RRI bagian D yang diberikan terhadap narapidana/klien pemasyarakatan
dengan tindak pidana narkotika;

106 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


9. Instrumen Asesmen Kebutuhan Kriminogenik Indonesia versi 02 Tahun
2021 terdiri dari tiga bagian yaitu Bagian A yang merupakan instrumen
kebutuhan kriminogenik utama, Bagian B.1 khusus untuk tindak pidana
tertentu, dan Bagian B.2 khusus untuk faktor kebutuhan tambahan/
pertimbangan lain.

B. TINDAK LANJUT
1. Berbekal hasil belajar pada modul ini, selanjutnya peserta dapat
melakukan simulasi penilaian menggunakan Instrumen Asesmen Risiko
Residivisme Indonesia versi 02 Tahun 2021 dan Instrumen Asesmen
Kebutuhan Kriminogenik versi 02 Tahun 2021 terhadap narapidana/klien
pemasyarakatan

2. Apabila peserta telah mampu menjelaskan dan melakukan penilaian


asesmen risiko residivisme dan kebutuhan kriminogenik sebagaimana
dalam latihan dan evaluasi pada modul ini, berarti peserta telah
memahami mata pelatihan Asesmen Risiko Residivisme dan Kebutuhan
Kriminogenik dengan baik. Namun, jika peserta masih ragu dengan
pemahaman mengenai materi yang dijelaskan, maka peserta masih perlu
membaca lebih banyak lagi referensi khususnya yang terkait dengan
materi Asesmen Risiko Residivisme dan Kebutuhan Kriminogenik,
melakukan diskusi dengan pembimbing kemasyarakatan senior atau
trainer untuk mendapatkan coaching dan mentoring lebih lanjut.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 107


DAFTAR PUSTAKA

BUKU DAN ARTIKEL


Andrews, D.A, & Bonta (2003), The Psychology of Criminal Conducts (3rd.ed),
Cincinnati, Anderson;

Andrews, D.A. & J. Bonta (1995). The Level of Service Inventory – Revised.
Toronto: Multi-Health Systems.

Andrews, D.A., J. Bonta, & R.D. Hoge (1990). “Classification for Effective
Rehabilitation: Rediscovering Psychology”. Criminal Justice and
Behavior,

Austin (2003), Finding in Prison Classification and Risk Assessment,


Washington, DC, National Institute of Corrections;

Jan Looman & Jeffrey Abracen, The Risk Need Responsivity Model of Offender
Rehabilitation: Is There Really a Need for a Paradigm Shift?,
International Journal of Behavioral Consultation and Therapy, 2013,
vol.8, No. 3-4, hlm. 30, diakses melalui https://files.eric.ed.gov pada
tanggal 9 Desember 2021;

Melanie Norwood, Criminogenic Needs: Definition & Risk Factors, Lesson


Transcript, 2016, diakses dari website https://study.com/academy/
lesson/criminogenic-needs-definition-risk-factors. html pada tanggal
30 Nopember 2021;

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 109


Pamela M. Casey dkk (2014), Offender Risk and Needs Assessment
Instruments: .A Primer for Courts, National Center for State Courts,
hlm. 4

Tim Penulis Modul (2018), Dasar-Dasar Asesmen Risiko dan Kebutuhan,


BPSDM Kementrian Hukum dan HAM, Jakarta.

UNODC (2006), Handbook on Restorative Justice Programmes.


CriminalJustice Handbook Series. Vienna: UN New York.

PERATURAN
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan


Warga Binaan Pemasyarakatan.

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi


Nomor 22 Tahun 2016 tentang Pembimbing Kemasyarakatan.

Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor


23 Tahun 2016 tentang Asisten Pembimbing Kemasyarakatan.

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2013 tentang Assessment Risiko dan Assessment Kebutuhan
Bagi Narapidana dan Klien Pemasyarakatan;

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi,
Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang
Bebas, Cuti Bersyarat.

110 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor PAS-31.OT.02.02 Tahun
2021 tentang Instrumen Asesmen Risiko Residivisme Indonesia dan
Instrumen Asesmen Kebutuhan Kriminogenik Bagi Narapidana dan
Klien Pemasyarakatan Versi 02 Tahun 2021.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 111


GLOSARIUM

1. Assessment Risiko adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat


risiko pengulangan tindak pidana narapidana atau klien pemasyarakatan.

2. Assessment Kebutuhan adalah penilaian yang dilakukan untuk


me­ngetahui kebutuhan pembinaan atau pembimbingan yang paling tepat
bagi narapidana atau klien pemasyarakatan berdasarkan faktor faktor yang
berkontribusi terhadap tindak pidana yang dilakukannya.

3. Faktor Kriminogenik adalah Faktor-faktor dalam kehidupan narapidana/


pelaku tindak pidana yang secara langsung berkontribusi terhadap
pengulangan pidana/residivisme

4. Petugas Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Petugas


adalah Pegawai Negeri Sipil yang melaksanakan tugas di bidang
Pemasyarakatan.

5. Assesor adalah Petugas yang melakukan Assessment Risiko dan


Assessment Kebutuhan terhadap narapidana dan klien
pemasyarakatan.

6. Supervisor adalah Assessor yang diberikan kewenangan untuk


melakukan pendampingan, pengawasan, dan pengelolaan
pe­lak­sanaan dan hasil Assessment Risiko dan Assessment Kebutuhan yang
dilakukan oleh Assessor.

7. Warga Binaan Pemasyarakatan adalah Narapidana, Anak Didik


Pemasyarakatan dan Klien Pemasyarakatan.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 113


8. Narapidana adalah Terpidana yang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di Lapas.

9. Klien Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Klien adalah


seseorang yang berada dalam bimbingan Bapas.

10. Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Lapas adalah


tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik
Pemasyarakatan.

11. Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Bapas adalah pranata untuk
melaksanakan bimbingan Klien Pemasyarakatan.

114 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


LAMPIRAN I
STUDI KASUS LA

LA lahir di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 20 April 1996 sebagai anak
kedua dari dua bersaudara. LA memiliki seorang kakak laki-laki bernama BA
yang lahir pada tahun 1991. Sejak kecil, LA dan kakaknya turut diasuh oleh nenek
mereka karena kedua orangtua LA sibuk bekerja. Ibu LA bekerja sebagai buruh
pabrik, sementara ayahnya adalah seorang awak kapal yang sering pergi melaut
dan pulang setiap enam bulan sekali. LA sendiri mengakui bahwa ia dan kakaknya
merasa lebih dekat secara emosional terhadap neneknya daripada terhadap
ibunya.

LA memulai pendidikan dasarnya (SD) di salah satu SD Negeri di Bandung


pada tahun 2002. Setelah lulus SD di tahun 2008, ia melanjutkan sekolahnya ke
salah satu SMP Negeri yang terletak tidak terlalu jauh dari rumahnya dan lulus
pada tahun 2011. Menurut LA, pendidikannya berjalan dengan lancar tanpa ada
kesulitan berarti.

Pasca lulus SMP, LA melanjutkan sekolahnya ke salah satu SMK swasta


jurusan akuntansi. LA mengaku tidak terlalu menyukai pelajarannya di SMK karena
ia tidak suka menghitung. Ia mengambil jurusan Akuntansi hanya untuk memenuhi
keinginan orangtuanya yang berharap dengan sekolah SMK, LA akan lebih mudah
mendapatkan pekerjaan ketika lulus nanti.

Saat SMK juga, LA mulai akrab dengan narkotika dan seks bebas. Ia pertama
kali mencoba narkotika jenis ganja di tahun 2011 karena ditawari oleh kekasihnya.
Saat itu, LA merasa dalam keadaan yang terpuruk karena neneknya meninggal
dunia akibat serangan jantung. LA merasa sangat sedih dan kehilangan sosok
yang sangat berarti untuk dirinya. Ketika mengonsumsi ganja, LA merasa
rasa sedihnya hilang untuk sementara dan lebih rileks. Karena merasakan efek

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 115


yang diinginkan, LA melanjutkan konsumsi ganja tersebut dengan suplai terus-
menerus dari kekasihnya. LA juga terkadang mengonsumsi ganja sebelum
berhubungan seksual dengan kekasihnya.

Konsumsi ganja yang cukup intensif membuat LA membutuhkan uang lebih


untuk membeli barang tersebut. LA pernah ditangkap oleh pihak kepolisian saat
kelas XI SMK karena dugaan pencurian yang dilakukan bersama kekasihnya. LA
dan kekasihnya ditahan selama kurang lebih tiga hari di kantor polisi sebelum
kasus tersebut diselesaikan secara kekeluargaan karena korban menyanggupi
tawaran ganti rugi yang diajukan oleh keluarga LA.

LA tidak berhasil menamatkan sekolahnya karena ia dikeluarkan dari sekolah


saat kelas XII karena hamil diluar nikah bersama kekasihnya yang juga teman
satu sekolahnya. Tidak lama setelah itu, LA dinikahkan dengan kekasihnya demi
menutup aib keluarga. Setelah menikah, penghidupan LA dan suaminya masih
ditanggung oleh orangtua LA. Dengan kelahiran anak LA, kebutuhan hidup mereka
menjadi semakin meningkat, Untuk menutupi kebutuhan, LA berusaha mencari
pekerjaan setelah bayinya berusia sekitar sembilan bulan.

LA mendapat tawaran pekerjaan menjaga toko milik teman ayahnya yang


terletak tidak jauh dari rumah mereka dengan upah sebesar Rp.900.000
tiap bulannya. Meskipun nominal penghasilannya tidak terlalu besar, Pekerjaan
baru LA kala itu cukup membantu perekonomian keluarga mereka, apalagi di saat
yang bersamaan pendapatan suami LA sebagai pengemudi ojek pangkalan
menurun drastis karena keberadaan ojek daring.

Secara umum, LA cukup menikmati pekerjaannya di toko sebagai kasir.


Ia menganggap atasannya sebagai sosok yang baik dan pengertian, begitu
juga kebanyakan rekan kerja lainnya yang cukup kompak. Namun begitu, LA
mengaku tidak menyukai salah satu rekan kerjanya yang bernama RE. Ia
menggambarkan RE sebagai orang yang “suka ikut campur” dan “teledor”. LA
bercerita bahwa RE seringkali menyalahkan dirinya sebagai kasir apabila terjadi
kesalahan pencatatan antara data penjualan toko dengan rekap stok barang yang

116 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


ada, padahal kenyataannya kesalahan pencatatan sering dilakukan oleh RE. RE
juga sering menyindir kedekatan LA dengan atasannya, menganggap bahwa LA
adalah “anak emas” karena ayah LA merupakan teman dekat dari atasannya.

Meskipun bekerja, LA mengaku tidak terlalu kesulitan mengasuh anaknya


karena ibunya juga turut membantu pengasuhan anaknya. Namun seiring
berjalannya waktu, kebutuhan keluarga LA semakin banyak, terutama dengan
bertambahnya usia bayi LA. Meskipun ia dan suaminya sama-sama bekerja,
masih saja pengeluaran untuk kebutuhan melebihi pemasukan harian mereka.
Apalagi, ibu dan ayah LA sudah tidak lagi bekerja sehingga LA harus menanggung
penghidupan mereka juga. Terkadang, LA harus meminjam uang ke atasannya
untuk mencukupi kebutuhannya tersebut. Untungnya, atasannya memahami
kondisi LA dan bersedia meminjamkan uang di muka dengan pembayaran
melalui pemotongan gaji LA di bulan berikutnya.

Sayangnya, uang tersebut ternyata tidak hanya digunakan LA untuk memenuhi


kebutuhan pribadinya. LA dan suaminya ternyata juga menggunakan uang
tersebut untuk membeli narkotika jenis ganja. LA merasa dengan mengonsumsi
ganja, pikirannya menjadi lebih rileks dan tenang. Ia juga menyangkal bahwa ia
ketagihan dengan ganja, karena LA merasa ia hanya mengonsumsi ganja di saat-
saat tertentu saja dan tidak berpengaruh buruk terhadap performa kerjanya. Ganja
tersebut ia dapatkan dari kenalannya waktu SMK dulu bernama DN yang juga
memberikan suplai ganja untuk LA dan suaminya saat SMK dulu. Saat itu, baik
atasan, rekan kerja, maupun keluarga tidak ada yang tahu bahwa LA dan suaminya
diam-diam mengonsumsi ganja hingga saat LA dan suaminya ditangkap
bersama dengan DN ketika mereka mengonsumsi ganja bersama di rumah kos
DN pada tahun 2018.

Berdasarkan hasil tes urin, LA, suaminya, dan DN terbukti positif mengonsumsi
narkotika jenis ganja dan didakwa dengan pasal 127 UU Nomor 35 tahun 2009
Tentang Narkotika. Setelah menjalani proses persidangan, LA divonis dengan
hukuman penjara selama dua tahun enam bulan berdasarkan putusan Pengadilan

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 117


Negeri Bandung nomor 2123/Pid.Sus/2018/PN.BDG Tanggal 24 November 2018.
Hukuman tersebut dijalani LA di Rutan Perempuan Kelas IIA Bandung.

Selama menjalani pidana, LA rutin dijenguk oleh orangtua, kakak, dan anaknya
setidaknya setiap dua minggu sekali. LA juga mengisi waktunya dengan bekerja
sebagai tamping kebersihan di blok huniannya.Pada tanggal 23 Februari 2020,
LA mendapatkan kesempatan untuk menjalani program Pembebasan Bersyarat
(PB) setelah BA (kakak LA) bersedia menjamin LA selama ia menjalani masa
PB. LA menjalani masa pembimbingan dibawah pengawasan Pembimbing
Kemasyarakatan (PK) Bapas Bandung.

LA mendapat kesulitan mencari pekerjaan setelah ia keluar dari Rutan.


LA tidak dapat kembali ke pekerjaan sebelumnya karena atasannya telah
menemukan pengganti dirinya ketika ia harus menjalani pidana penjara. Selain
itu, keuangan keluarganya saat itu serba kekurangan karena kondisi ekonomi
yang sulit akibat pandemi. Kondisi tersebut membuat LA tertekan dan pada akhirnya
kembali mengonsumsi ganja. Saat itu, ia mendapatkan ganja dari rekannya yang
bernama TH. TH juga mengenal DN dan suami LA dan beberapa kali mengonsumsi
ganja bersama dulu. Saat mereka bertemu, LA menceritakan kesulitan yang
dialaminya dan TH menawari LA pekerjaan sebagai kurir ganja dengan upah
yang menggiurkan. Meskipun LA merasa takut dan sepenuhnya sadar bahwa
transaksi narkotika adalah tindakan ilegal, namun ia merasa tidak punya pilihan
lain.

LA menjadi kurir ganja selama kurang lebih enam bulan. Dalam seminggu,
ia bisa mengantongi uang hingga satu juta rupiah. Nominal tersebut masih
diluar uang tip yang bisa ia dapatkan apabila pelanggannya meminta LA
untuk “menemani” mengonsumsi ganja. Tidak jarang, kegiatan “menemani” itu
mengarah pada hubungan seksual satu malam (one night stand). Selain dijual
kembali, ganja yang didapat LA juga dikonsumsi sendiri. LA sendiri mengaku sulit
sekali lepas dari ganja. Apabila seminggu saja tidak menghisap ganja, LA bisa
kesulitan tidur dan merasakan kelelahan luar biasa.

118 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


Sejak merasa bisa mendapatkan uang dari “bisnis” ganja tersebut, LA tidak
lagi berpikir untuk mencari pekerjaan lain. LA merahasiakan pekerjaan dan
konsumsi ganjanya dari keluarga dan PK yang membimbingnya. Untuk
menghindari kecurigaan, LA setiap pagi berpura-pura pergi bekerja, padahal
kenyataannya ia menghampiri kediaman TH untuk mempersiapkan transaksi. LA
juga merasa terlalu banyak waktu luang yang ia miliki sejak menjalani “bisnis” ganja
tersebut mengingat transaksi tidak terjadi setiap hari.

Pada akhirnya, pada tanggal 3 Oktober 2020 LA kembali ditangkap atas pidana
transaksi narkotika. Ia tertangkap tangan oleh polisi sedang melakukan transaksi
ganja dengan pelanggannya di sebuah hotel di kawasan Dago, Bandung.LA
terbukti melakukan tindak pidana transaksi narkotika sesuai pasal 114 UU 35 Th
2009 Tentang Narkotika divonis dengan pidana penjara selama lima tahun, denda
Rp. 1.000.000.000 subsider 3 bulan kurungan berdasarkan putusan Pengadilan
Negeri Bandung Nomor 142/Pid.Sus/2019/PN.BDG Tanggal 5 Februari 2021.
Tidak lama setelah mendapatkan putusan pengadilan, LA dipindahkan ke Lapas
Perempuan Kelas IIA Bandung.

Wawancara terhadap LA dilakukan pada tanggal 10 April 2021 dalam rangka


penyusunan litmas pembinaan awal. Kini, LA baru saja mendaftarkan diri
untuk mengikuti program rehabilitasi, karena merasa konsumsi ganjanya sudah
berlebihan. Ia juga aktif terlibat pengajian mingguan bersama teman-teman satu
bloknya, yang mana ia merasa hal tersebut memberikan ketenangan batin bagi
dirinya.

Selama proses wawancara, LA berulang kali terlihat menahan air mata


apabila teringat oleh anaknya. Meskipun masih sering bertemu selama
kunjungan ke Lapas, LA merasa sangat bersalah sudah membiarkan
anaknya tumbuh tanpa perhatian dan kasih sayang orangtua kandungnya. LA juga
mengungkapkan perasaan bersalahnya terhadap kakaknya. Ia merasa selalu
dilindungi oleh kakaknya terlepas dari semua perilaku kriminal yang pernah LA
lakukan di masa lalu.

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 119


KUNCI JAWABAN

A. KUNCI JAWABAN BAB I


1. Tujuan Pelaksanaan Asesmen Risiko dan Kebutuhan adalah:

a. Mengidentifikasi risiko-risiko yang dapat terjadi selama pelaksanaan


perawatan, pembinaan dan pembimbingan wbp dan klien
pemasyarakatan untuk meningkatkan perlindungan, keamanan dan
keselamatan publik;

b. Mengidentifikasi kebutuhan program intervensi dan pendekatan-


pendekatan lain yang tepat bagi warga binaan dan klien pemasyarakatan
agar dapat mencegah dan meminimalisir terjadinya risiko agar dapat
menyesuaikan dengan pengelolaan sumber daya yang dimiliki oleh
masing masing Lembaga Pemasyarakatan dan Bapas;

c. Meningkatkan kinerja pemasyarakatan dalam efektifitas dan efesiensi


biaya pelaksanaan pembinaan/pembimbingan dan pengurangan tingkat
residivisme.

2. Manfaat asesmen risiko dan kebutuhan adalah sebagai berikut:

a. Membantu petugas pemasyarakatan dalam mengembangkan rencana


perlakuan yang tepat dan sesuai kebutuhan warga binaan dan klien
pemasyarakatan;

b. Membantu petugas pemasyarakatan untuk menentukan metode dan


tingkat pengawasan yang sesuai dengan risiko penempatan dan
pengamanan warga binaan;

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 121


c. Membantu petugas pemasyarakatan untuk menentukan program
intervensi (pembinaan/pembimbingan) bagi warga binaan dan klien
pemasyarakatan;

d. Membantu petugas pemasyarakatan untuk mengevaluasi hasil


pelaksanaan program pembinaan/pembimbingan yang telah
dilaksanakan sebagai dasar untuk menentukan program pembinaan/
pembimbingan selanjutnya sesuai dengan kebutuhan warga binaan dan
klien pemasyarakatan.

e. Membantu obyektivitas petugas pemasyarakatan dalam melaksanakan


tugas, mengurangi bias perlakuan terhadap warga binaan dan klien
pemasyarakatan;

f. Membantu petugas pemasyarakatan untuk membuat keputusan yang


transparan, etis dan diakui secara hukum.

3. Asesmen risiko dan kebutuhan memiliki fungsi dan peran sebagai data
dukung dalam laporan Penelitian Kemasyarakatan untuk membantu
Petugas Pemasyarakatan dalam memberikan penilaian dan rekomendasi
program perawatan, pembinaan dan pembimbingan warga binaan dan
klien pemasyarakatan yang lebih terarah, terukur dan obyektif.

B. KUNCI JAWABAN BAB II


1. Komponen penilaian pada instrument asesmen RRI 02 terdiri atas:

• Bagian A, yaitu Instrumen RRI utama yang terdiri dari 10 item pertanyaan
terkait risiko residivisme. Hasil penilaian instrumen RRI bagian A akan
menentukan klasifikasi kategori tingkat risiko residivisme dari narapidana/
klien pemasyarakatan yang dinilai, mulai dari kategori RENDAH,
SEDANG, TINGGI, dan SANGAT TINGGI;

• Bagian B, yaitu asesmen RRI tambahan yang digunakan apabila nilai


dari asesmen utama (Bagian A) termasuk dalam kategori RENDAH;

122 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


• Bagian C, yaitu Asesmen RRI tambahan khusus untuk narapidana/lien
pemasyarakatan perempuan;

• Bagian D, yaitu asesmen RRI tambahan khusus untuk narapidana/klien


pemasyarakatan dengan tindak pidana narkotika/obat-obatan terlarang
(pengguna maupun pengedar).

2. Komponen penilaian pada instrument asesmen RRI 02 terdiri atas:

• Bagian A, yaitu instrumen asesmen kebutuhan kriminogenik utama yang


terdiri atas 30 item pertanyaan dan disusun berdasarkan tujuh faktor
kebutuhan kriminogenik yang menurut kajian literatur merupakan faktor
kontributif penyebab perilaku kriminalseseorang. Ketujuh faktor tersebut
adalah:

◊ Keluarga dan Pernikahan

◊ Pendidikan dan Pekerjaan

◊ Penggunaan Narkotika, Obat-obatan Terlarang, dan Konsumsi


Alkohol

◊ Hubungan Sosial

◊ Waktu Luang/Rekreasi

◊ Manajemen Keuangan

◊ Sikap Anti-Sosial/Pandangan terhadap Tindak Kriminal

• Bagian B.1, yaitu instrumen Kebutuhan Kriminogenik khusus untuk


pertimbangan tindak pidana tertentu.

• Bagian B.2, yaitu instrumen Kebutuhan Kriminogenik khusus


untukpertimbangan lain/faktor kebutuhan tambahan.

3. Prosedur pelakasanaan Asesmen Risiko Residivisme Indonesia (RRI)


dan Kebutuhan Kriminogenik 02 adalah sebagai berikut:

a. Asesmen risiko residivisme dan kebutuhan kriminogenik digunakan

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 123


hanya untuk narapidana/klien pemasyarakatan berusia 18 tahun ke atas.

b. Asesmen risiko residivisme dan kebutuhan kriminogenik merupakan satu


kesatuan dan tidak dapat dilakukan secara terpisah.

c. Pastikan asesor menggunakan instrumen asesmen Risiko Residivisme


Indonesia (RRI) dan Kebutuhan Kriminogenik versi terbaru.

d. Asesmen risiko residivisme dan kebutuhan kriminogenik harus dilakukan


dalam kurun waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak WBP terdaftar sebagai
narapidana.

e. Bagi klien pemasyarakatan yang belum pernah dilakukan asesmen


risiko residivisme dan kebutuhan kriminogenik maka harus dilakukan
dalam kurun waktu 7 (tujuh) hari sejak WBP terdaftar sebagai klien
pemasyarakatan.

f. Sebelum melakukan proses asesmen, asesor diharapkan untuk


menjelaskan informasi umum dari kegiatan asesmen kepada
narapidana/klien pemasyarakatan dan mendapatkan persetujuan untuk
melakukan penggalian data dan informasi melalui informed consent yang
dapat ditemukan di lampiran instrumen asesmen RRI dan Kebutuhan
Kriminogenik.

g. Apabila proses asesmen dilakukan menggunakan metode wawancara,


asesor diharapkan untuk membangun rapport yang baik dengan
narapidana/klien pemasyarakatan agar proses penggalian data dapat
berjalan dengan baik.

h. Asesor diharapkan untuk tidak hanya mengandalkan satu jenis sumber


informasi saja dalam proses pelaksanaan asesmen (misal hanya
mengandalkan informasi lisan dari narapidana/klien pemasyarakatan
lewat wawancara). Asesor dituntut untuk melakukan cek silang informasi
untuk memastikan akurasi data yang didapatkan, seperti verifikasi
informasi lewat dokumen narapidana/klien pemasyarakatan (putusan

124 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN


pengadilan, BAP kepolisian, akta kelahiran, ijazah, dsb), wawancara
terhadap petugas lain maupun keluarga narapidana/klien pemasyarakatan
yang bersangkutan.

i. Hasil asesmen risiko residivisme dan kebutuhan kriminogenik dapat


dijadikan acuan untuk pelaksanaan asesmen lanjutan terhadap
narapidana/klien pemasyarakatan apabila memang dibutuhkan.

j. Seluruh dokumen/instrumen hasil asesmen risiko residivisme dan


kebutuhan kriminogenik harus disimpan dalam berkas dokumen
narapidana/klien pemasyarakatan yang selanjutnya diintegrasikan
kedalam sistem database pemasyarakatan.

k. Wawancara tidak boleh dilakukan ketika narapidana/klien pemasyarakatan


sedang tidak stabil keadaan mentalnya, misalnya menarik diri dari
obat-obatan atau alkohol (rehabilitasi) dan stres. Dalam hal seperti ini
sebaiknya ada catatan mengenai penangguhan hingga kondisi fisik dan
mental narapidana/klien pemasyarakatan telah stabil.

l. Supervisor menjamin kualitas terbaik dari hasil penilaian asesmen


risiko residivisme dan kebutuhan kriminogenik. Semua upaya harus
dilakukan untuk memastikan hasil yang akurat dan mencerminkan
kondisi sesungguhnya dari narapidana/klien pemasyarakatan yang
bersangkutan.

C. KUNCI JAWABAN BAB III DAN IV


Berikut adalah kunci jawaban untuk penilaian RRI dan kebutuhan kriminogenik
02 dengan studi kasus:

ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 125


126 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN
ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 127
128 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN
ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 129
130 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN
ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 131
132 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN
ASESMEN RISIKO RESIDIVISME INDONESIA (RRI) DAN KEBUTUHAN KRIMINOGENIK 02 133
134 PELATIHAN ASESMEN DAN KLASIFIKASI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

Anda mungkin juga menyukai