Anda di halaman 1dari 54

MODUL BEST PRACTICE

PENCEGAHAN DAN
PENANGKALAN

Teknis Substantif Bidang Keimigrasian

Eliza Wulandari
M.J. Barimbing

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA


HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
2020
PENCEGAHAN DAN
PENANGKALAN

Teknis Substantif Bidang Keimigrasian


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28 TAHUN 2014
TENTANG HAK CIPTA

Pasal 1
(1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis
berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan
dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 113
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak
ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf
f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/ atau pidana
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta
atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi
Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (l) huruf a, huruf
b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/
atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
PENCEGAHAN DAN
PENANGKALAN

Teknis Substantif Bidang Keimigrasian

Penulis:
Eliza Wulandari
M.J. Barimbing

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA


HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
2020
MODUL BEST PRACTICE
PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN
Teknis Substantif Bidang Keimigrasian

Eliza Wulandari
M.J. Barimbing

BPSDM KUMHAM Press

Jalan Raya Gandul No. 4 Cinere – Depok 16512


Telepon (021) 7540077, 754124 Faksimili (021) 7543709, 7546120
Laman : http://bpsdm.kemenkumham.go.id

Cetakan ke-1 : September 2020


Perancang Sampul : M. Ari
Penata Letak : M. Ari

Ilustrasi sampul : https://snappygoat.com/free-public-domain-images-cgk_t2_check_


in/zIO1RGi7Oisyg3y3Ltlt9mWJXDDvCakoASEXb9piQmmp.html

x+42 hlm.; 18 × 25 cm
ISBN: 978-623-6869-56-7

Hak cipta dilindungi Undang-Undang.


Dilarang mengutip dan memublikasikan
sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin dari Penerbit

Dicetak oleh:
PERCETAKAN POHON CAHAYA
isi di luar tanggung jawab percetakan
SAMBUTAN

Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-
Nya Modul Best Practice berjudul “Pencegahan dan Penangkalan” telah
terselesaikan. Modul ini disusun untuk membekali para pembaca agar mengetahui
dan memahami salah satu tugas dan fungsi Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia.
Modul Best Practice merupakan strategi pendokumentasian pengetahuan
tacit yang masih tersembunyi dan tersebar di banyak pihak, untuk menjadi bagian
dari aset intelektual organisasi. Langkah ini dilakukan untuk memberikan sumber-
sumber pengetahuan yang dapat disebarluaskan sekaligus dipindahtempatkan
atau replikasi guna peningkatan kinerja individu maupun organisasi. Keberadaan
Modul Best Practice dapat mendukung proses pembelajaran mandiri, pengayaan
materi pelatihan, dan peningkatan kemampuan organisasi dalam konteks
pengembangan kompetensi yang terintegrasi (Corporate University) dengan
pengembangan karier.
Modul Best Practice pada artinya dapat menjadi sumber belajar guna
memenuhi hak dan kewajiban pengembangan kompetensi paling sedikit 20 jam
pelajaran (JP) bagi setiap pegawai. Hal ini sebagai implementasi amanat
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara
(ASN).
Dalam kesempatan ini, kami atas nama Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak atas dukungan dan kontribusinya dalam penyelesaian modul
ini. Segala kritik dan saran sangat kami harapkan guna peningkatan kualitas
publikasi ini. Semoga modul ini dapat berkontribusi positif bagi para pembacanya
dan para pegawai di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM.

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
<<< v <<<
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Selamat Membaca.... Salam Pembelajar....

Jakarta, Agustus 2020


Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Hukum dan Hak Asasi Manusia

Dr. Asep Kurnia

<<< vi PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN <<<


KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Mahakuasa, karena atas
kehendak dan perkenanan-Nya, kita masih diberi kesempatan dan kesehatan
dalam rangka penyusunan Modul Best Practice berjudul “Pencegahan dan
Penangkalan”.
Modul Best Practice “Pencegahan dan Penangkalan” menjadi sumber
pembelajaran dalam meningkatkan pemahaman dan pengetahuan terhadap
keberagaman bidang tugas dan fungsi serta kinerja organisasi Kemenkumham.
Selain itu modul ini juga menjadi upaya untuk memperkuat dan mengoptimalkan
kegiatan pengabadian aset intelektual dari pengetahuan tacit individu menjadi
pengetahuan organisasi. Pengetahuan tacit yang berhasil didokumentasikan akan
sangat membantu sebuah organisasi dalam merumuskan rencana strategis
pengembangan kompetensi baik melalui pelatihan maupun belajar mandiri, serta
implementasi Kemenkumham Corporate University (CorpU).
Demikian Modul Best Practice “Pencegahan dan Penangkalan” ini disusun,
dengan harapan modul ini dapat bermanfaat dalam meningkatkan kompetensi
para pembaca khususnya pegawai di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia.

Depok, 26 Oktober 2020


Kepala Pusat Pengembangan
Diklat Teknis dan Kepemimpinan,

Hantor Situmorang
NIP 196703171992031001

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
<<< vii <<<
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
<<< viii PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN <<<
DAFTAR ISI

SAMBUTAN ............................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1


A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Deskripsi Singkat ................................................................... 3
C. Tujuan Pembelajaran ............................................................. 3
D. Materi Pokok .......................................................................... 3
E. Petunjuk Belajar ..................................................................... 4

BAB II PENCANTUMAN DALAM DAFTAR PENCEGAHAN


ATAU PENANGKALAN ............................................................... 5
A. Tindakan Administratif Keimigrasian ...................................... 5
B. Pencegahan ........................................................................... 8
C. Penangkalan .......................................................................... 11

BAB III PERAN PELAKSANAAN PENCEGAHAN DALAM


MENDUKUNG PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA .............. 13
A. Pelaksanaan Keputusan Pencegahan
Menteri Keuangan Republik Indonesia .................................. 17
B. Pelaksanaan Keputusan Pencegahan
Jaksa Agung Republik Indonesia ........................................... 22
C. Pelaksanaan Perintah Pencegahan
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi .................................. 25

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
<<< ix <<<
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
BAB IV PERAN PELAKSANAAN PENANGKALAN
DALAM MENJAGA KEDAULATAN NEGARA ............................ 28
A. Kasus Narkotika ..................................................................... 31
B. Kasus Pedofilia ...................................................................... 36

BAB V PENUTUP ..................................................................................... 40


A. Simpulan ................................................................................ 40
B. Saran dan Rekomendasi........................................................ 40

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 41

<<< x PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN <<<


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Data terbaru dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bekerja sama
dengan University of Washington menemukan fakta bahwa pada tahun 2050,
bumi akan dihuni sebanyak 9,6 miliar. Bahkan pada tahun 2100 bumi akan
semakin sesak karena ditempati 11 miliar orang. Selain mengenai isu
perkembangan teknologi dan transportasi, Isu utama dunia saat ini adalah
mengenai lingkungan, seperti perubahan iklim, energi, ketersediaan
makanan, dan ketersediaan air bersih. Beberapa kondisi terebut menjadi
penyebab terjadinya ketidakseimbangan kondisi ekonomi sosial di setiap
negara.
Selain hal tersebut, semakin kompleksnya persoalan sosial politik dan
keamanan suatu negara mengakibatkan pesatnya perpindahan penduduk
lintas negara yang selalu diimbangi dengan meningkatnya dan
berkembangnya bentuk kejahatan antar negara sehingga bukan tidak
mungkin menimbulkan masalah yang dapat mengganggu kedaulatan negara.
Dalam halnya penerapan kebijakan bebas visa kunjungan bagi 169 (seratus
enam puluh sembilan) negara yang masuk wilayah Indonesia menimbulkan
dampak signifikan bagi Indonesia.
Dampak positif dari kebijakan tersebut dapat kita lihat dari sisi ekonomi
dan kesejahteraan dapat kita lihat pada sektor pariwisata dan pendapatan
negara. Namun terdapat sisi lain yang tidak dapat kita hindari adalah sisi
keamanan dan ketertiban masyarakat, dan juga beberapa sektor lain seperti
ketenagakerjaan maupun di sektor teknologi informasi. Perkembangan tindak
pidana lintas batas antar negara ini melibatkan warga negara asing yang
dalam keberadaan dan kegiatannya diawasi oleh keimigrasian.
Sebagai entitas negara yang diakui dan berdaulat, pengaturan keluar
masuk orang dalam suatu negara merupakan kewenangan mutlak yang tidak
boleh dicampuri oleh negara lain. Pengaturan keluar masuk orang dari dan ke

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
<<< 1 <<<
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
wilayah Indonesia dilaksanakan oleh Institusi Direktorat Jenderal Imigrasi di
bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Keimigrasian adalah hal
ihwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia serta
pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya kedaulatan negara.
Dengan demikian, Imigrasi di samping termasuk salah satu instansi
pemerintah yang salah satu kegiatannya melayani administrasi keimigrasian
masyarakat, juga sebagai instansi pengawas terhadap segala keberadaan
dan kegiatan orang asing. Terhadap Orang Asing pelayanan dan pengawasan
di bidang keimigrasian dilaksanakan berdasarkan prinsip selektif (selective
policy).
Berdasarkan prinsip ini maka Orang Asing yang dapat diberikan izin
masuk ke Indonesia hanyalah Orang Asing yang memiliki manfaat bagi
kesejahteraan rakyat, bangsa, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI), tidak membahayakan keamanan dan ketertiban, serta tidak
bermusuhan dengan rakyat dan pemerintah.
Pengawasan terhadap Orang Asing tidak hanya dilakukan pada saat
mereka masuk, tetapi juga selama mereka berada di Wilayah Indonesia,
termasuk kegiatannya. Pengawasan keimigrasian mencakup penegakan
hukum keimigrasian, baik yang bersifat administratif maupun tindak pidana
keimigrasian. Penegakan hukum keimigrasian memerlukan tindak lanjut
melalui suatu penindakan jika terdapat suatu penyimpangan. Penindakan
yang dimaksud di bidang keimigrasian adalah penindakan justitia melalui
proses peradilan dan penindakan non justitia tanpa melalui proses peradilan
berupa Tindakan Administratif Keimigrasian. Salah satu jenis Tindakan
Administratif Keimigrasian adalah pencantuman dalam daftar pencegahan
atau penangkalan. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dalam hal ini
Direktorat Jenderal Imigrasi merupakan institusi yang salah satu fungsinya
terkait dengan pelaksanaan pencegahan dan penangkalan.

<<< 2 PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN <<<


B. Deskripsi Singkat
Modul Pencegahan dan Penangkalan dibuat dengan tujuan untuk
memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada para pegawai di
lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang konsep
pencegahan dan penangkalan dan perannya dalam mendukung penegakan
hukum di Indonesia dan menjaga kedaulatan negara.

C. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari modul ini, pembaca diharapkan mampu memahami
konsep Pencegahan dan Penangkalan serta Peran Pencegahan dan
Penangkalan dalam Mendukung Penegakan Hukum di Indonesia dan
menjaga kedaulatan negara.

D. Materi Pokok
Materi pokok yang dibahas dalam modul ini adalah:
1. Pencantuman dalam Daftar Pencegahan atau Penangkalan
a) Tindakan Administratif Keimigrasian
b) Pencegahan
c) Penangkalan
2. Peran Pelaksanaan Pencegahan dalam Mendukung Penegakan Hukum
di Indonesia
a) Pelaksanaan Keputusan Pencegahan Menteri Keuangan Republik
Indonesia
b) Pelaksanaan Keputusan Pencegahan Jaksa Agung Republik
Indonesia
c) Pelaksanaan Perintah Pencegahan Ketua Komisi Pemberantasan
Korupsi
3. Peran Pelaksanaan Penangkalan dalam Menjaga Kedaulatan Negara
a) Kasus Narkotika
b) Kasus Pedofilia

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
<<< 3 <<<
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
E. Petunjuk Belajar
Pembaca dianjurkan membaca seluruh materi yang ada secara berurutan
mulai dari Bab I sampai dengan Bab V.

<<< 4 PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN <<<


BAB II
PENCANTUMAN DALAM DAFTAR
PENCEGAHAN ATAU PENANGKALAN

Indikator Keberhasilan:
Setelah mempelajari modul ini pembaca diharapkan mengerti konsep
Tindakan Administratif Keimigrasian, Pencegahan, dan Penangkalan.

A. Tindakan Administratif Keimigrasian


Tindakan Administratif Keimigrasian adalah sanksi administratif yang
ditetapkan Pejabat Imigrasi terhadap Orang Asing di luar proses peradilan,
sebagaimana dijelaskan pada ketentuan umum Pasal 1 butir 31 Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Tindakan Administratif
Keimigrasian dilakukan terhadap Orang Asing di wilayah Indonesia karena
melakukan kegiatan berbahaya serta patut diduga membahayakan keamanan
dan ketertiban umum atau tidak menghormati dan melanggar peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Berdasarkan pengertian di atas, lingkup tugas dan fungsi keimigrasian
berada di berbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial budaya, keamanan,
dan kependudukan. Dalam konteks lalu lintas dan mobilitas manusia yang
semakin meningkat, peran dan fungsi imigrasi menjadi bagian yang penting
dan strategis yaitu meminimalkan dampak negatif yang dapat timbul akibat
kedatangan orang asing sejak masuk, selama berada, dan melakukan
kegiatan di Indonesia sampai keluar wilayah negara Indonesia.
Untuk menggambarkan operasionalisasi peran keimigrasian secara jelas
dalam pembahasan Tindakan Administratif Keimigrasian, perlu pemahaman
kerangka teoretis yang mendasari yaitu adanya pengakuan masyarakat
internasional mengenai hak eksklusif setiap negara dalam batas wilayah
negara yang bersangkutan, yang dikenal sebagai kedaulatan negara. Konsep

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
<<< 5 <<<
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
kedaulatan menetapkan bahwa suatu negara memiliki kekuasaan atas suatu
wilayah hak teritorial serta hak-hak yang kemudian timbul dari penggunaan
kekuasaan teritorial tersebut. Konsep kedaulatan mengandung arti bahwa
negara mempunyai hak kekuasaan penuh untuk melaksanakan hak
teritorialnya dalam batas-batas wilayah negara yang bersangkutan. Hal inilah
yang menjadikan instansi imigrasi perlu melakukan tindakan terhadap Orang
Asing yang memasuki wilayah teritorial Indonesia. Adanya konsep kedaulatan
teritorial negara, maka dalam melakukan perlintasan antarnegara digunakan
paspor. Pada dasarnya setiap paspor memuat identitas kewarganegaraan
pemegangnya sehingga negara yang mengeluarkan berkewajiban memberi
perlindungan hukum di mana pun pemegang berada. Sedangkan dalam
rangka menyeleksi Orang Asing yang ingin masuk dan melakukan perjalanan
ke negara lain, dibutuhkan visa atau tanda yang diterakan pada paspor
sebagai bentuk telah diperiksa atau disetujui oleh pejabat negara tujuan.
Pemeriksaan paspor dan visa inilah sebagai bagian dari proses keimigrasian
yang dapat dilanjutkan dengan tindakan administratif keimigrasian.
Melakukan suatu tindakan administrasi terhadap orang yang tidak
menaati peraturan dan melakukan kegiatan yang berbahaya bagi keamanan
dan ketertiban umum, terdiri dari:
A. Warga negara Indonesia berupa pencegahan, penolakan keluar wilayah
Indonesia, pencabutan hal-hal yang berkaitan Surat Perjalanan Republik
Indonesia.
B. Orang Asing berupa pencegahan atau penangkalan, penolakan keluar
dan masuk wilayah Indonesia, pengenaan biaya beban, deportasi,
pengarantinaan, pembatasan/pembatalan/perubahan izin keberadaan,
larangan berada di suatu atau beberapa tempat, dan keharusan
bertempat tinggal di tempat tertentu.
C. Penanggung jawab alat angkut, berupa biaya beban, membawa kembali
Orang Asing yang tidak diberi izin masuk, menempatkan Orang Asing
yang tidak diberi izin masuk untuk tetap tinggal atau diisolasi di alat
angkut.

<<< 6 PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN <<<


Tindakan Administratif Keimigrasian diatur dalam Undang-undang Nomor
6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian pada Pasal 75 ayat 1, yang berbunyi:
“Pejabat Imigrasi berwenang melakukan Tindakan Administratif
Keimigrasian terhadap Orang Asing yang berada di wilayah
Indonesia yang melakukan kegiatan berbahaya dan patut diduga
membahayakan keamanan dan ketertiban umum atau tidak
menghormati atau tidak menaati peraturan perundang-undangan”.
Penjelasan pelaksanaan atas peraturan tersebut diatur kembali dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Pengaturan tentang jenis-jenis Tindakan Administratif Keimigrasian diatur
dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 Pasal 75 ayat 2, yang meliputi:
a. pencantuman dalam daftar pencegahan atau penangkalan;
b. pembatasan, perubahan, atau pembatalan Izin Tinggal;
c. larangan untuk berada di satu atau beberapa tempat tertentu di wilayah
Indonesia;
d. keharusan untuk bertempat tinggal di suatu tempat tertentu di wilayah
Indonesia;
e. pengenaan biaya beban;
f. Deportasi dari wilayah Indonesia.

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
<<< 7 <<<
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Keputusan mengenai Tindakan Administratif Keimigrasian sebagaimana
di atas dilakukan secara tertulis dan harus disertai dengan alasan. Oleh
karena itu penting memahami masing-masing tindakan administratif yang
diatur tersebut. Namun pada kesempatan kali ini pembahasan hanya dibatasi
pada Tindakan administratif berupa pencegahan atau penangkalan.

B. Pencegahan
Pada ketentuan umum Pasal 1 butir 28 Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2011 tentang Keimigrasian dijelaskan bahwa Pencegahan adalah larangan
sementara terhadap orang untuk keluar dari wilayah Indonesia berdasarkan
alasan keimigrasian atau alasan lain yang ditentukan oleh undang-undang.
Aturan hukum yang menjadi pandai dalam proses pencegahan terhadap
Orang Asing karena adanya alasan keimigrasian diatur dalam Undang-
Undang Keimigrasian. Pencegahan terhadap Orang Asing yang masuk dalam
daftar hitam (black list) pencegahan dan penangkalan merupakan wewenang
dan tanggung jawab menteri, yang dalam pelaksanaannya didasarkan pada
berbagai pertimbangan berikut:
1. Hasil pengawasan keimigrasian dan keputusan Tindakan Administratif
Keimigrasian.
2. Keputusan Menteri Keuangan dan Jaksa Agung sesuai dengan bidang
tugasnya masing-masing dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Permintaan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Perintah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
5. Permintaan Kepala Badan Narkotika Nasional sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
6. Keputusan, perintah, atau permintaan pimpinan kementerian/lembaga
lain yang berdasarkan undang-undang memiliki kewenangan
pencegahan.

<<< 8 PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN <<<


Menteri Keuangan, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepala Badan Narkotika
Nasional, atau pimpinan kementerian/lembaga yang memiliki kewenangan
pencegahan bertanggung jawab atas keputusan, permintaan, dan perintah
pencegahan yang dibuatnya.
Meskipun demikian, dalam kondisi darurat atau mendesak, para pejabat
yang memiliki kewenangan pencegahan dapat meminta langsung kepada
Pejabat Imigrasi tertentu (pada Tempat Pemeriksaan Imigrasi atau Kantor
Imigrasi) untuk melaksanakan tindakan pencegahan terhadap Orang Asing
yang memenuhi kriteria untuk dilakukannya tindakan administratif berupa
pencegahan keluar dari wilayah Indonesia. Dalam hal pejabat yang
berwenang tidak ada, keputusan, permintaan, atau perintah pencegahan
dapat dilakukan oleh Pejabat Imigrasi yang ditunjuk. Untuk selanjutnya
pejabat yang berwenang dan pejabat yang ditunjuk wajib menyampaikan
keputusan tertulis kepada Menteri dalam waktu 20 (dua puluh) hari terhitung
sejak permintaan secara langsung disampaikan.

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
<<< 9 <<<
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Keputusan pencegahan memuat sekurang-
kurangnya tiga unsur berikut:
Nama, jenis kelamin, tempat dan
tanggal lahir atau umur, serta foto yang
dikenai pencegahan.
Alasan pencegahan.
Jangka waktu pencegahan.

Keputusan pencegahan disampaikan kepada orang yang dikenakan


tindakan pencegahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak tanggal
keputusan ditetapkan dan dalam hal keputusan pencegahan dikeluarkan oleh
pejabat yang mendapat kewenangan, keputusan tersebut juga disampaikan
kepada Menteri Hukum dan HAM paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal
keputusan ditetapkan dengan permintaan untuk dilaksanakan. Menteri Hukum
dan HAM dapat menolak permintaan pelaksanaan pencegahan apabila
keputusan pencegahan dianggap tidak memenuhi ketentuan seperti tidak
adanya informasi identitas atau alasan pencegahan atau limit waktu
pencegahan yang akan diberlakukan. Pemberitahuan penolakan pelaksanaan
pencegahan oleh Menteri Hukum dan HAM disampaikan kepada pejabat yang
mengeluarkan keputusan pencegahan paling lambat 7 (tujuh) hari sejak
tanggal permohonan pencegahan diterima yang disertai dengan alasan
penolakan.
Untuk permintaan pelaksanaan pencegahan yang tidak ditolak, Menteri
Hukum dan HAM atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk selanjutnya
memasukkan identitas orang yang dikenai keputusan pencegahan ke dalam
daftar pencegahan melalui Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian.
Selanjutnya berdasarkan daftar pencegahan, maka pejabat imigrasi wajib
menolak Orang Asing yang dikenai pencegahan keluar dari wilayah Indonesia.
Dalam hal penindakan administratif berupa pencegahan keluar dari
wilayah Indonesia tersebut, undang-undang memberikan hak kepada pihak

<<< 10 PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN <<<


yang dikenai tindakan pencegahan untuk mengajukan keberatan kepada
pejabat yang mengeluarkan keputusan pencegahan. Pengajuan keberatan
dilakukan secara tertulis disertai dengan alasan dan disampaikan dalam
jangka waktu berlakunya masa pencegahan. Namun demikian, pengajuan
keberatan tidak dapat menunda proses pelaksanaan pencegahan. Terkait
dengan jangka waktu pencegahan berlaku batas waktu paling lama 6 (enam)
bulan dan dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan. Apabila tidak ada
keputusan perpanjangan, suatu pencegahan berakhir demi hukum. Hal lain
yang dapat menyebabkan pencegahan berakhir demi hukum adalah dalam
hal terdapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang
menyatakan bebas atas perkara yang menjadi alasan pencegahan.

C. Penangkalan
Penangkalan adalah larangan terhadap orang asing untuk masuk wilayah
Indonesia berdasarkan alasan keimigrasian, sebagaimana dijelaskan pada
ketentuan umum Pasal 1 butir 29 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011.
Kewenangan penangkalan merupakan wujud dari pelaksanaan kedaulatan
negara untuk menjaga keamanan dan ketertiban umum yang dilaksanakan
berdasarkan alasan keimigrasian. Black list adalah istilah yang dipakai dalam
bahasa sehari-hari untuk menggantikan daftar orang-orang yang tidak
diperbolehkan meninggalkan Indonesia dan orang-orang yang tidak
diperbolehkan memasuki wilayah Indonesia. Di dalam istilah keimigrasian
daftar ini disebut “daftar pencegahan dan penangkalan (Cekal)”.
Pejabat yang berwenang dapat meminta kepada Menteri Hukum dan
HAM untuk melakukan penangkalan, di mana dalam pelaksanaannya
dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM atau Pejabat imigrasi yang ditunjuk.
Keputusan penangkalan ditetapkan secara tertulis oleh Menteri Hukum dan
HAM atau Pejabat terkait dan dikeluarkan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari
sejak permintaan penangkalan diajukan oleh Pejabat yang berwenang
tersebut.

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
<<< 11 <<<
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Keputusan penangkalan memuat sekurang-
kurangnya tiga unsur berikut:
Nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal
lahir atau umur, serta foto yang dikenai
penangkalan.
Alasan penangkalan.
Jangka penangkalan.

Jika salah satu unsur tersebut di atas tidak ada maka Menteri dapat
menolak permintaan penangkalan yang diajukan oleh Pejabat yang
berwenang, yang disampaikan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari dari sejak
tanggal permintaan penangkalan diterima kepada Pejabat bersangkutan,
yang disertai dengan alasan penolakan permintaan penangkalan seperti yang
dimintakan Pejabat berwenang.
Identitas orang yang dikenai keputusan penangkalan akan dimasukkan
ke dalam daftar penangkalan melalui Sistem Informasi Manajemen
Keimigrasian, dan dengan diterbitkannya daftar penangkalan tersebut, maka
Pejabat Imigrasi wajib menolak Orang Asing yang dikenai tindakan
penangkalan untuk masuk wilayah Indonesia.
Masa penangkalan berlaku paling lama 6 (enam) bulan dan setiap kali
dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan. Apabila tidak ada keputusan
perpanjangan, maka penangkalan berakhir demi hukum. Keputusan
penangkalan seumur hidup dapat dikenakan terhadap Orang Asing yang
dianggap dapat mengganggu keamanan dan ketertiban umum.

<<< 12 PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN <<<


BAB III
PERAN PELAKSANAAN PENCEGAHAN DALAM
MENDUKUNG PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

Indikator Keberhasilan:
Setelah membaca modul ini pembaca diharapkan mengerti peran
pelaksanaan pencegahan dalam mendukung penegakan hukum di
Indonesia

Dalam melaksanakan fungsi keimigrasian di Indonesia, pemerintah melalui


Direktorat Jenderal Imigrasi melaksanakan suatu kebijaksanaan di bidang
keimigrasian yang bertujuan melindungi kepentingan bangsa dan menyelaraskan
apa yang menjadi tujuan nasional. Untuk melaksanakan hal tersebut maka
peraturan keimigrasian dibuat oleh pemerintah sedemikian rupa agar dapat
melindungi kepentingan nasional dan menjaga kedaulatan dari hal-hal yang dapat
merugikan bangsa, demikian pula halnya dengan pengaturan terkait dengan
pelaksanaan pencegahan dan penangkalan.
Pencegahan dan penangkalan pada hakikatnya merupakan pembatasan
terhadap hak dan kebebasan manusia, karena bertentangan dengan prinsip-
prinsip umum yang berlaku secara internasional, bahwa setiap orang berhak
melakukan perjalanan ke luar atau masuk ke wilayah suatu negara. Namun
demikian, dengan pertimbangan demi kepentingan keamanan negara dan
masyarakat Indonesia, serta dalam rangka melindungi hak asasi manusia agar
lebih menjamin adanya perlindungan dan kepastian hukum, maka pencegahan
dan penangkalan diatur secara khusus di dalam peraturan perundang-undangan.
Sehubungan dengan hal tersebut maka pelaksanaan pencegahan dan
penangkalan dilakukan dengan sangat hati-hati dan selektif penuh dengan
ketelitian dan ketepatan, baik yang berkaitan dengan pejabat-pejabat yang
berwenang dan bertanggung jawab dalam hal pencegahan dan penangkalan,

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
<<< 13 <<<
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
alasan-alasan yang digunakan untuk melakukan pencegahan dan penangkalan,
jangka waktu, maupun tata cara pelaksanaannya. Hal-hal tersebut telah
disampaikan pada bab sebelumnya.
Direktorat Jenderal Imigrasi sebagai unsur pelaksana tugas dan fungsi
Kementerian Hukum dan HAM di bidang keimigrasian mempunyai kewenangan
dan tanggung jawab terhadap pelaksanaan pencegahan dan penangkalan. Bab ini
secara khusus akan membahas peran pelaksanaan pencegahan oleh Direktorat
Jenderal Imigrasi dalam mendukung penegakan hukum di Indonesia.
Direktorat Jenderal Imigrasi menerima permohonan pelaksanaan
pencegahan dari Kementerian/Lembaga yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan memiliki kewenangan pencegahan, antara lain adalah Kementerian
Keuangan, Kejaksaan Agung, Kepolisian Negara RI, Komisi Pemberantasan
Korupsi dan Badan Narkotika Nasional. Penyampaian permohonan tersebut dapat
terdiri dari permohonan pencegahan baru, perpanjangan maupun pencabutan
pencegahan. Selain itu dalam hal alasan keimigrasian maka Direktorat Jenderal
Imigrasi menerima usulan permintaan pencegahan dari internal organisasi yaitu
Kepala Divisi Keimigrasian, Kepala Kantor Imigrasi dan Kepala Rumah Detensi
Imigrasi.
Berdasarkan Laporan Tahunan Direktorat Pengawasan dan Penindakan
Keimigrasian diperoleh data bahwa pada tahun 2017 Direktorat Jenderal Imigrasi
menerima 1.355 (seribu tiga ratus lima puluh lima) permohonan pelaksanaan
pencegahan. Yang terdiri dari 1.096 (seribu sembilan puluh enam) permohonan
pencegahan baru, 129 (seratus dua puluh sembilan) permohonan perpanjangan
pencegahan, dan 130 (seratus tiga puluh) permohonan pencabutan pencegahan,
sebagaimana grafik berikut:

<<< 14 PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN <<<


Grafik 1. Statistik Pencegahan Tahun 2017
Sedangkan pada tahun 2018 Direktorat Jenderal Imigrasi menerima 1.187
(seribu seratus delapan puluh tujuh) permohonan pelaksanaan pencegahan. Yang
terdiri dari 999 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan) permohonan
pencegahan baru, 120 (seratus dua puluh) permohonan perpanjangan
pencegahan, dan 68 (enam puluh delapan) permohonan pencabutan pencegahan,
sebagaimana grafik berikut:

Grafik 2. Statistik Pencegahan Tahun 2018

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
<<< 15 <<<
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Selanjutnya berdasarkan Laporan Tahunan Direktorat Pengawasan dan
Penindakan Keimigrasian tahun 2019, diketahui bahwa pada tahun tersebut
Direktorat Jenderal Imigrasi menerima 1.367 (seribu tiga ratus enam puluh tujuh)
permohonan pelaksanaan pencegahan. Yang terdiri dari 978 (sembilan ratus tujuh
puluh delapan) permohonan pencegahan baru, 322 (tiga ratus dua puluh dua)
permohonan perpanjangan pencegahan, dan 67 (enam puluh tujuh) permohonan
pencabutan pencegahan, sebagaimana grafik berikut:

Grafik 3. Statistik Pencegahan Tahun 2019

Ketiga grafik di atas menggambarkan betapa banyaknya permohonan


pelaksanaan yang diterima oleh Direktorat Jenderal Imigrasi setiap tahunnya. Hal
ini menunjukkan bahwa pencegahan juga mempunyai peran yang penting dalam
pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia. Namun karena data yang terdapat
dalam daftar pencegahan merupakan rahasia negara, maka bab ini hanya akan
menggambarkan peran tersebut dengan mengambil contoh penerapannya pada
beberapa Kementerian/Lembaga Negara yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan memiliki kewenangan pencegahan.

<<< 16 PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN <<<


A. Pelaksanaan Keputusan Pencegahan Menteri Keuangan Republik
Indonesia
Pasal 91 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011
menyatakan bahwa Menteri Keuangan sesuai dengan bidang tugasnya dan
ketentuan peraturan perundang-undangannya dapat menetapkan keputusan
pencegahan dan menyampaikannya kepada Menteri Hukum dan HAM
(Direktorat Jenderal Imigrasi) untuk dilaksanakan. Keputusan pencegahan
yang dikeluarkan Menteri Keuangan sebagian besar terkait dengan utang
pajak dan piutang negara.

Grafik 4. Statistik Pelaksanaan Keputusan Pencegahan Kementerian Keuangan

Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa pada tahun 2017, Kementerian
Keuangan mengajukan permohonan pelaksanaan keputusan pencegahan
sebanyak 668 (enam ratus enam puluh delapan), yang rinciannya terdapat
pada grafik 1, yaitu 488 (empat ratus delapan puluh delapan) permohonan
pencegahan baru, 67 (enam puluh tujuh) permohonan perpanjangan
pencegahan, dan 113 (seratus tiga belas) permohonan pencabutan
pencegahan. Sedangkan pada tahun 2018 menurun menjadi hanya berjumlah
411 (empat ratus sebelas) permohonan, dengan rincian sesuai dengan grafik
2 terdiri dari 314 (empat ratus delapan puluh delapan) permohonan

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
<<< 17 <<<
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
pencegahan baru, 60 (enam puluh) permohonan perpanjangan pencegahan,
dan 37 (tiga puluh tujuh) permohonan pencabutan pencegahan. Namun
permohonan pelaksanaan keputusan pencegahan dari Kementerian
Keuangan meningkat lagi pada tahun 2019 menjadi sebanyak 946 (sembilan
ratus empat puluh enam), yang terdiri dari 634 (enam ratus tiga puluh empat)
permohonan pencegahan baru, 262 (dua ratus enam puluh dua) permohonan
perpanjangan pencegahan, dan 50 (lima puluh) permohonan pencabutan
pencegahan sebagaimana digambarkan pada grafik 3.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya alasan permohonan
pelaksanaan keputusan pencegahan dari Kementerian Keuangan sebagian
besar adalah terkait dengan utang pajak dan piutang negara. Dalam hal utang
pajak, maka sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa, surat permintaan pencegahan termasuk salah
satu dari surat lain yang diperlukan untuk pelaksanaan penagihan pajak. Jika
ada kewajiban perpajakan dari wajib pajak yang belum dilaksanakan (utang
pajak), tentunya Kantor Pelayanan Pajak akan melakukan langkah-langkah
pembinaan dan persuasif terlebih dahulu, seperti mengirim surat imbauan,
konseling, dan memberikan kesempatan wajib pajak untuk melapor atau
membetulkan SPT dan membayar pajaknya. Tindakan represif seperti
pencegahan merupakan opsi paling akhir yang ditempuh oleh Kantor
Pelayanan Pajak. Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-09/PJ.2020 dinyatakan bahwa ada 2 (dua) kondisi di mana wajib pajak
bisa dicegah bepergian ke luar negeri. Pertama ketika wajib pajak atau
Penanggung Pajak memiliki utang pajak atau Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar (SKPKB) minimal Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) yang sudah
berkekuatan hukum tetap dan dinilai tidak memiliki niat baik untuk melunasi
utangnya. Kedua, pencegahan dilakukan jika penanggung pajak tersebut
sedang menjalani penyidikan tindak pidana perpajakan.
Oleh karenanya dalam hal adanya penanggung pajak (baik WNI maupun
WNA) dengan kondisi tersebut di atas, maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak

<<< 18 PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN <<<


dapat mengajukan permintaan penetapan keputusan pencegahan atas nama
penanggung pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak dengan tembusan
kepada Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak. Sesuai dengan kewenangan
yang dimiliki berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
657/KMK.01/2019 tentang Pelimpahan Kewenangan Menteri Keuangan
dalam Bentuk Mandat kepada Pejabat di Lingkungan Direktorat Jenderal
Pajak, maka Direktur Jenderal Pajak telah diberikan mandat untuk
menetapkan keputusan Menteri Keuangan mengenai pencegahan
penanggung pajak bepergian ke luar negeri dan untuk selanjutnya
mengirimkan permohonan pelaksanaannya kepada Direktur Jenderal
Imigrasi. Salinan surat keputusan pencegahan penanggung pajak tersebut
juga disampaikan kepada yang bersangkutan untuk diketahui dan diindahkan.
Usulan pencegahan harus didahului dengan pelaksanaan gelar perkara
oleh Kantor Pelayanan Pajak untuk memberikan keyakinan bahwa suatu
utang pajak valid dan penanggung pajak yang diusulkan pencegahan adalah
pihak yang menurut kewajaran dan kepatutan harus dimintai
pertanggungjawaban atas pembayaran utang pajak.
Dalam rangka meningkatkan kualitas dan efektivitas pelaksanaan
penagihan pajak, usulan pencegahan harus dilakukan secara sangat selektif
dan hati-hati. Jika langkah-langkah penagihan dengan pembinaan dan
persuasif yang telah diambil tetap tidak dapat membuat penanggung pajak
melaksanakan kewajibannya membayar pajak, dan gelar perkara telah
dilaksanakan, barulah usulan pencegahan dapat diajukan.
Pencegahan dalam hal alasan utang pajak, merupakan upaya penegakan
hukum terakhir yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka
penagihan pajak terhadap penanggung pajak yang telah memenuhi
persyaratan kuantitatif dan kualitatif, yaitu masih mempunyai utang pajak
dalam jumlah tertentu dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang
pajak. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan keputusan pencegahan
mempunyai peran penting antara lain sebagai berikut:

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
<<< 19 <<<
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
1. Pencantuman penanggung pajak ke dalam daftar pencegahan dan
pemberitahuan akan hal tersebut kepada yang bersangkutan dianggap
dapat mendorong penanggung pajak untuk melunasi utang pajaknya.
Bagi seorang penunggak pajak yang sering bepergian ke luar negeri
untuk kepentingan bisnisnya, maka larangan ini tentu akan menyulitkan
sehingga diharapkan yang bersangkutan mempunyai itikad baik untuk
segera menyelesaikan kewajibannya;
2. Utang pajak yang dapat membuat penanggungnya dikenakan
pencegahan berjumlah minimal Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Nominal tersebut bukanlah jumlah yang kecil, dan jika dilihat dari statistik
pengajuan pelaksanaan keputusan pencegahan yang sekitar 50%nya
karena alasan utang pajak, maka hal ini dapat menggambarkan berapa
banyaknya pertambahan pendapatan negara dari sektor pajak jika wajib
pajak-wajib pajak tersebut melakukan kewajibannya;
3. Penanggung pajak yang sedang menjalani penyidikan tindak pidana
perpajakan dimasukkan dalam daftar pencegahan. Hal ini dilakukan untuk
memudahkan penyidikan dan mengantisipasi yang bersangkutan
melarikan diri ke luar negeri.

Hal-hal tersebut di atas menggambarkan peran pelaksanaan keputusan


pencegahan dalam mendukung penegakan hukum di bidang perpajakan. Di
samping itu pelaksanaan pencegahan diharapkan dapat meningkatkan
kepatuhan para wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya.
Sedangkan dalam hal alasan pengurusan piutang negara, maka
berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 49
Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, bahwa untuk
kepentingan keuangan negara, hutang kepada negara atau badan-badan,
baik yang langsung maupun tidak langsung dikuasai oleh negara perlu segera
diurus oleh panitia urusan piutang negara di tingkat pusat dan daerah yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
sebagai unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang salah satu

<<< 20 PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN <<<


tugasnya menyangkut perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang
piutang negara memegang peran utama dalam kepanitiaan dimaksud.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
240/PMK.06//2016 tentang Pengurusan Piutang Negara pencegahan hanya
dapat dilakukan setelah SP3N (Surat Penerimaan Pengurusan Piutang
Negara) diterbitkan oleh panitia sebagai pernyataan menerima penyerahan
pengurusan piutang negara dari penyerah piutang. Usul penetapan
pencegahan, perpanjangan pencegahan, dan pencabutan pencegahan
diajukan oleh Kepala Kantor Pelayanan melalui Kepala Kantor Wilayah
kepada Direktur Jenderal Kekayaan Negara.
Objek pencegahan dalam hal piutang negara, adalah:
1. Penanggung hutang (orang ataupun pengurus badan hukum);
2. Penjamin hutang (penjamin hutang pribadi, penjamin atas pembayaran
wesel, atau pengurus dari badan hukum yang mengikat diri sebagai
penjamin);
3. Pemegang saham;
4. Ahli waris yang telah menerima warisan dari penanggung hutang.
Pencegahan dapat dilakukan dalam hal sisa hutang lebih dari Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau kurang dari Rp. 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) tetapi objek pencegahan sering bepergian keluar
wilayah Indonesia. Dianggap demikian jika dalam kurun waktu 12 (dua belas)
bulan yang bersangkutan paling sedikit 2 (dua) kali keluar negeri. Pencegahan
juga dapat dilakukan dalam hal objek pencegahan tidak beritikad baik yaitu:
1. Tidak pernah atau jarang memenuhi panggilan Kantor Pelayanan;
2. Belum pernah membayar atau pernah membayar dalam jumlah yang
relatif kecil dibanding sisa hutangnya;
3. Menunda-nunda pembayaran tanpa alasan yang sah; dan/atau;
4. Bergaya hidup mewah.
Pengusulan penetapan pencegahan dilaksanakan dengan
memperhatikan efektivitas dan efisiensi dan setelah melalui proses
pemeriksaan-pemeriksaan terlebih dahulu. Sama seperti pencegahan karena

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
<<< 21 <<<
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
alasan hutang pajak, maka pelaksanaan pencegahan karena alasan piutang
negara juga berperan mendukung pelaksanaan penegakan hukum terkait
pengurusan piutang negara. Dengan jumlah hutang yang harus dibayarkan
cukup besar, yaitu lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) maka
penambahan pendapatan negara dari penyelesaian piutang negara juga
signifikan. Dengan pencantuman dalam daftar pencegahan yang membatasi
objek pencegahan untuk bepergian ke luar negeri, maka diharapkan yang
bersangkutan dapat segera menyelesaikan pembayaran hutang melalui
Kantor Pelayanan.
Koordinasi dan kerja sama antara Kementerian Keuangan, khususnya
Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dengan
Direktorat Jenderal Imigrasi dalam hal pelaksanaan pencegahan selama ini
sudah berjalan dengan baik, dan tentunya akan lebih ditingkatkan lagi di masa
yang akan datang Secara khusus dengan adanya Perjanjian Kerja Sama
(PKS) antara Ditjen Pajak dengan Ditjen Imigrasi sejak tahun 2018 di mana
ke dua instansi menandatangani kesepakatan beberapa hal antara lain yaitu
untuk melakukan pertukaran data dan informasi, maka kerja sama antara
Ditjen Imigrasi dengan Ditjen Pajak dalam hal pencegahan juga dapat
ditingkatkan.

B. Pelaksanaan Keputusan Pencegahan Jaksa Agung Republik Indonesia


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia pasal 35 huruf f, Jaksa Agung Republik Indonesia
mempunyai tugas dan wewenang mencegah atau menangkal orang tertentu
untuk masuk atau keluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena
keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Kewenangan ini juga dipertegas dalam Pasal 91 ayat (2) huruf b
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang keimigrasian. Oleh karena itu
Jaksa Agung dapat menetapkan keputusan pencegahan dan
menyampaikannya kepada Menteri Hukum dan HAM (Direktorat Jenderal
Imigrasi) untuk dilaksanakan.

<<< 22 PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN <<<


Grafik 5. Statistik Pelaksanaan Keputusan Pencegahan Kejaksaan Agung RI

Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa pada tahun 2017, Kejaksaan
Agung mengajukan permohonan pelaksanaan keputusan pencegahan
sebanyak 230 (dua ratus tiga puluh), yang rinciannya terdapat pada grafik 1,
yaitu 197 (seratus sembilan puluh tujuh) permohonan pencegahan baru, 28
(dua puluh delapan) permohonan perpanjangan pencegahan, dan 5 (lima)
permohonan pencabutan pencegahan. Sedangkan pada tahun 2018
meningkat menjadi sebanyak 239 (dua ratus tiga puluh sembilan)
permohonan, dengan rincian sesuai dengan grafik 2 terdiri dari 200 (dua ratus)
permohonan pencegahan baru, 35 (tiga puluh lima) permohonan perpan-
jangan pencegahan, dan 4 (empat) permohonan pencabutan pencegahan.
Permohonan pelaksanaan keputusan pencegahan dari Kejaksaan Agung
pada tahun 2019 berjumlah 206 (dua ratus enam), yang terdiri dari 173
(seratus tujuh puluh tiga) permohonan pencegahan baru, 27 (dua puluh tujuh)
permohonan perpanjangan pencegahan, dan 6 (enam) permohonan
pencabutan pencegahan sebagaimana digambarkan pada grafik 3.
Keputusan pencegahan Jaksa Agung dibuat atas suatu perkara tindak
pidana, baik pidana umum maupun pidana khusus yang ditangani oleh

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
<<< 23 <<<
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Kejaksaan. Tindakan pencegahan keberangkatan ke luar negeri dapat
dilakukan pada semua tahap baik dalam rangka penyidikan, penuntutan,
maupun eksekusi dari suatu perkara pidana.
Pasal 145 ayat (2) Peraturan Jaksa Agung RI Nomor PER-
006/A/JA/07/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik
Indonesia menegaskan bahwa kewenangan jaksa agung dalam hal
pencegahan dan penangkalan dilaksanakan oleh Jaksa Agung Muda Bidang
Intelijen. Oleh karena itu, pengajuan penetapan keputusan pencegahan dapat
diajukan oleh Kepala Kejaksaan Negeri melalui Kepala Kejaksaan Tinggi
kepada Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen. Pada tingkat Kejaksaan Agung,
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana
Umum juga mengajukan permohonan pencegahan kepada Jaksa Agung
Muda Bidang Intelijen.
Pelaksanaan keputusan pencegahan Kejaksaan Agung tahun 2019
sebanyak 206 (dua ratus enam) sedangkan jumlah perkara yang ditangani
oleh Kejaksaan tahun 2019 baik di tingkat penyidikan, penuntutan, dan
eksekusi adalah 247.918 (dua ratus empat puluh tujuh sembilan ratus delapan
belas) perkara (sumber: press release capaian kinerja kejaksaan tahun 2019,
www.kejaksaan.go.id). Jika dilihat, keputusan pencegahan yang dikeluarkan
kejaksaan agung, hanya untuk 0,08% perkara pidana yang sedang ditangani,
namun hal ini tidak dapat menunjukkan besar atau kecilnya peran pen-
cegahan. Sebagaimana instansi lain yang berwenang menetapkan keputusan
pencegahan, Kejaksaan Agung juga menerapkan prinsip selektif dalam
penetapannya karena terkait dengan efektivitas dan efisiensi dari penanganan
suatu perkara pidana yang sedang ditangani. Oleh karena itu, pelaksanaan
keputusan pencegahan tetap memegang peranan penting dalam mendukung
penegakan hukum khususnya terkait dengan perkara pidana yang ditangani
oleh Kejaksaan. Dengan pelaksanaan pencegahan pergerakan orang tertentu
yang terkait dengan perkara pidana dapat dibatasi, karena hal ini dapat
mencegah kemungkinan yang bersangkutan melarikan diri ke luar negeri,
yang dapat menghambat proses hukum yang sedang berlangsung.

<<< 24 PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN <<<


C. Pelaksanaan Perintah Pencegahan Ketua Komisi Pemberantasan
Korupsi
Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat.
Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah
kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi
kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya
yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. Meningkatnya tindak
pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja
terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan
berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang
meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial
dan hak-hak ekonomi masyarakat.
Pemerintah Indonesia telah meletakkan landasan kebijakan yang kuat
dalam usaha memerangi tindak pidana korupsi. Berbagai kebijakan tersebut
tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain dalam
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, hingga Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan badan khusus yang
mempunyai kewenangan luas, independen serta bebas dari kekuasaan mana
pun dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, yang
pelaksanaannya dilakukan secara optimal, intensif, efektif, profesional serta
berkesinambungan.
Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi meliputi
tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
<<< 25 <<<
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang
dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara; mendapat
perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau menyangkut kerugian
negara paling sedikit Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Pasal 12 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menegaskan bahwa dalam
melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, KPK dapat
memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang
bepergian ke luar negeri. Kewenangan ini juga dipertegas dalam Pasal 91
ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang keimigrasian.
Oleh karena itu Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi dapat menetapkan
perintah pencegahan dan menyampaikannya kepada Menteri Hukum dan
HAM (Direktorat Jenderal Imigrasi) untuk dilaksanakan.

Grafik 6. Statistik Pelaksanaan Perintah Pencegahan KPK

Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa pada tahun 2017, KPK
mengajukan permohonan pelaksanaan perintah pencegahan sebanyak 136
(seratus tiga puluh enam), yang rinciannya terdapat pada grafik 1, yaitu 108
(seratus delapan) permohonan pencegahan baru dan 28 (dua puluh delapan)

<<< 26 PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN <<<


permohonan perpanjangan pencegahan. Sedangkan pada tahun 2018
meningkat menjadi sebanyak 184 (seratus delapan puluh empat)
permohonan, dengan rincian sesuai dengan grafik 2 terdiri dari 159 (seratus
lima puluh sembilan) permohonan pencegahan baru, 19 (sembilan belas)
permohonan perpanjangan pencegahan, dan 6 (enam) permohonan
pencabutan pencegahan. Permohonan pelaksanaan perintah pencegahan
dari KPK pada tahun 2019 berjumlah 133 (seratus tiga puluh tiga), yang terdiri
dari 106 (seratus enam) permohonan pencegahan baru, 26 (dua puluh enam)
permohonan perpanjangan pencegahan, dan 1 (satu) permohonan
pencabutan pencegahan sebagaimana digambarkan pada grafik 3.
Dilihat dari capaian kinerja KPK, tahun 2017 KPK melakukan 114 (seratus
empat belas) penyelidikan, 118 (seratus delapan belas) penyidikan, dan 94
(sembilan puluh empat) penuntutan, sedangkan tahun 2018 KPK melakukan
157 (seratus lima puluh tujuh) penyelidikan, 178 (seratus tujuh puluh delapan)
penyidikan, dan 128 (seratus dua puluh delapan) penuntutan, dan pada tahun
2019 KPK melakukan 131 (seratus tiga puluh satu) penyelidikan, 144 (seratus
empat puluh empat) penyidikan, dan 134 (seratus tiga puluh empat)
penuntutan (sumber: capaian dan kinerja KPK, www.kpk.go.id).
Dengan membandingkan pelaksanaan perintah pencegahan KPK
dengan proses penegakan hukum tersebut di atas, dapat dilihat bahwa tiap
tahun KPK mengajukan permohonan pelaksanaan perintah pencegahan
sebanyak sekitar 35% (tiga puluh lima persen) dari perkara yang sedang
ditangani. Walaupun hal ini secara spesifik harus diidentifikasi lagi mengingat
terdapat kemungkinan bahwa untuk 1 (satu) perkara yang sedang ditangani
mempunyai beberapa perintah pencegahan, namun secara umum deskripsi
tersebut dapat menunjukkan peran pelaksanaan perintah pencegahan dalam
mendukung proses penegakan hukum tindak pidana korupsi. Dengan
pencantuman identitas orang yang dicegah ke dalam daftar pencegahan tentu
saja akan membatasi pergerakan objek cegah ke luar negeri dan diharapkan
dapat memperlancar proses penegakan hukum yang sedang berlangsung.

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
<<< 27 <<<
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
BAB IV
PERAN PELAKSANAAN PENANGKALAN
DALAM MENJAGA KEDAULATAN NEGARA

Indikator Keberhasilan:
Setelah membaca modul ini pembaca diharapkan mengerti peran
pelaksanaan penangkalan dalam menjaga kedaulatan negara.

Penangkalan adalah larangan sementara terhadap orang asing untuk masuk


wilayah Indonesia berdasarkan alasan keimigrasian. Sebagaimana telah
disampaikan pada Bab 2, Direktorat Jenderal Imigrasi mempunyai kewenangan
dan tanggung jawab baik terhadap pelaksanaan pencegahan maupun
penangkalan. Bab ini secara khusus akan membahas peran pelaksanaan
penangkalan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi dalam menjaga kedaulatan negara.
Jika dalam pencegahan, Direktorat Jenderal Imigrasi menerima permohonan
pelaksanaan keputusan, perintah, permintaan pencegahan dari
Kementerian/Lembaga yang berdasarkan peraturan perundang-undangan
memiliki kewenangan pencegahan, seperti Kementerian Keuangan, Kejaksaan
Agung, Kepolisian Negara RI, Komisi Pemberantasan Korupsi dan Badan
Narkotika Nasional. Maka dalam penangkalan, Menteri Hukum dan HAM yang
dalam hal ini mendelegasikan kewenangan kepada Direktorat Jenderal Imigrasi,
menerima permintaan penangkalan dari Kementerian/Lembaga yang berwenang
untuk selanjutnya mengeluarkan keputusan penangkalan atas nama Menteri
Hukum dan HAM dan memasukkannya ke dalam daftar penangkalan. Dalam hal
alasan keimigrasian maka Direktorat Jenderal Imigrasi menerima usulan
permintaan penangkalan dari internal organisasi yaitu Kepala Divisi Keimigrasian,
Kepala Kantor Imigrasi dan Kepala Rumah Detensi Imigrasi. Di samping itu,
berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 31 Tahun 2013 Tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian,

<<< 28 PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN <<<


Direktorat Jenderal Imigrasi juga dapat menerima permintaan penangkalan dari
Perwakilan Republik Indonesia yang disampaikan melalui Menteri Luar Negeri,
Perwakilan Negara lain, dan Mahkamah Internasional.
Berdasarkan kebijakan selektif (selective policy) dan dalam rangka melindungi
kepentingan nasional, hanya orang asing yang memberikan manfaat dan tidak
membahayakan keamanan dan ketertiban umum diperbolehkan masuk dan
berada di wilayah Indonesia, hal inilah yang dimaksud dengan alasan
keimigrasian. Penangkalan tidak dapat dikenakan terhadap Warga Negara
Indonesia (WNI) karena hal itu tidak sesuai dengan prinsip dan kebiasaan
Internasional, yang menyatakan bahwa seorang warga negara tidak boleh dilarang
masuk ke negaranya sendiri.
Kewenangan penangkalan merupakan wujud dari pelaksanaan kedaulatan
negara untuk menjaga keamanan dan ketertiban umum. Pelaksanaan keputusan
penangkalan selain dilaksanakan berdasarkan pelanggaran maupun tindak pidana
keimigrasian juga berdasarkan alasan lain yang dapat membahayakan keamanan
dan ketertiban umum, antara lain kejahatan peredaran narkotika, pedofilia,
terorisme, peredaran uang palsu, dan terkait dengan eks narapidana.
Berdasarkan Laporan Tahunan Direktorat Pengawasan dan Penindakan
Keimigrasian Tahun 2017 diperoleh data bahwa pada tahun tersebut Direktorat
Jenderal Imigrasi menetapkan 14.102 (empat belas ribu seratus dua) keputusan
penangkalan. Yang terdiri dari 3.060 (tiga ribu enam puluh) penangkalan baru, dan
11.042 (sebelas ribu empat puluh dua) perpanjangan penangkalan sebagaimana
grafik berikut:

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
<<< 29 <<<
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Grafik 7. Statistik Penangkalan Tahun 2017

Selanjutnya pada tahun 2018 Direktorat Jenderal Imigrasi menetapkan 12.143


(dua belas ribu seratus empat puluh tiga) keputusan penangkalan. Yang terdiri dari
2.055 (dua ribu lima puluh lima) penangkalan baru, dan 10.088 (seribu delapan
puluh delapan) perpanjangan penangkalan, sebagaimana grafik berikut:

Grafik 8. Statistik Penangkalan Tahun 2018

<<< 30 PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN <<<


Sedangkan pada tahun 2019 Direktorat Jenderal Imigrasi menetapkan 14.818
(empat belas delapan ratus delapan belas) keputusan penangkalan. Yang terdiri
dari 3.121 (dua ribu lima puluh lima) penangkalan baru, dan 11.697 (sebelas ribu
enam ratus sembilan puluh tujuh) perpanjangan penangkalan, sebagaimana grafik
berikut:

Grafik 9. Statistik Penangkalan Tahun 2019

Ketiga grafik di atas menggambarkan betapa banyaknya permintaan


pelaksanaan penangkalan yang diterima oleh Direktorat Jenderal Imigrasi setiap
tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa penangkalan juga mempunyai peran yang
penting dalam pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia. Sebagaimana
diketahui bahwa data yang terdapat dalam daftar penangkalan bersifat rahasia,
oleh karena itu bab ini hanya akan menggambarkan contoh peran tersebut dengan
menggunakan statistik keputusan penangkalan terkait dengan kasus kejahatan
narkotika dan pedofilia.

A. Kasus Narkotika
Pengertian narkotika, menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika, adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semi-sintetis, yang dapat menyebabkan

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
<<< 31 <<<
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang
pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu
pengetahuan, namun di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan
yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa
pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama. Hal ini akan lebih
merugikan jika disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan
dan nilai-nilai budaya bangsa. Oleh karena itu perlu dilakukan pencegahan
dan pemberantasan bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika.
Namun, dalam kenyataannya tindak pidana Narkotika di dalam
masyarakat menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat baik
secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama di
kalangan anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya. Tindak
pidana Narkotika tidak lagi dilakukan secara perseorangan, melainkan
melibatkan banyak orang yang secara bersama-sama, bahkan merupakan
satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luas yang bekerja
secara rapi dan sangat rahasia baik di tingkat nasional maupun internasional.
Tindak pidana narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan
menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukung oleh
jaringan organisasi yang luas, dan sudah banyak menimbulkan korban,
terutama di kalangan generasi muda bangsa yang sangat membahayakan
kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.
Dalam rangka mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika yang dilakukan secara terorganisasi dan memiliki
jaringan yang luas melampaui batas negara, perlu dilakukan kerja sama, baik
bilateral, regional, maupun internasional. Langkah lain yang perlu dilakukan
adalah melaksanakan penangkalan terhadap orang asing yang terkait dengan
peredaran narkotika. Pada pasal 146 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika dinyatakan bahwa terhadap Warga Negara Asing (WNA)

<<< 32 PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN <<<


yang melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor
Narkotika dan telah menjalani pidananya dilakukan pengusiran keluar wilayah
Indonesia serta dilakukan penangkalan dengan pelarangan masuk kembali ke
wilayah Indonesia. Selain itu penangkalan juga dilakukan terhadap WNA yang
pernah melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor
Narkotika di luar negeri. Dalam hal WNA terkait telah selesai menjalani
hukuman maka Lembaga Pemasyarakatan/Balai Pemasyarakatan/Rumah
Tahanan Negara akan menyerahkan WNA kepada Kantor Imigrasi/Rumah
Detensi Imigrasi untuk dideportasi dan selanjutnya Kantor Imigrasi/Rumah
Detensi Imigrasi akan mengajukan permintaan penangkalannya kepada
Direktorat Jenderal Imigrasi.

Grafik 10. Statistik Keputusan Penangkalan Kasus Narkotika

Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa pada tahun 2017, Direktorat
Jenderal Imigrasi menetapkan 61 (enam puluh satu) keputusan penangkalan
untuk kasus narkotika yang semuanya merupakan keputusan penangkalan
berdasarkan permintaan dengan kategori baru.

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
<<< 33 <<<
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Sedangkan pada tahun 2018, keputusan penangkalan kasus narkotika
yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Imigrasi meningkat menjadi sebanyak
101 (seratus satu) keputusan yang rinciannya terdapat pada grafik 8, yaitu 63
(enam puluh tiga) keputusan penangkalan baru dan 38 (tiga puluh delapan)
keputusan perpanjangan penangkalan.
Keputusan penangkalan kasus narkotika yang dikeluarkan Direktorat
Jenderal Imigrasi meningkat lagi pada tahun 2019 menjadi sebanyak 120
(seratus dua puluh) yang rinciannya terdapat pada grafik 9, yaitu 81 (delapan
puluh satu) keputusan penangkalan baru dan 39 (tiga puluh sembilan)
keputusan perpanjangan penangkalan.
Jika statistik penangkalan karena kasus narkoba tahun 2018 diteliti lebih
lanjut berdasarkan kewarganegaraan dan diambil 5 (lima) besar asal
negaranya, diketahui bahwa WNA tersebut berasal dari negara Malaysia,
Nigeria, RRT, Iran, dan Australia, sebagaimana grafik di bawah ini.

Grafik 11. Statistik penangkalan kasus narkotika 2018


berdasarkan kewarganegaraan

<<< 34 PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN <<<


Sedangkan pada statistik penangkalan karena kasus narkoba tahun
2019, diketahui bahwa WNA tersebut Sebagian besar berasal dari negara
Malaysia, Iran, Nigeria, Taiwan, dan India. Dapat dilihat bahwa ada 3 (tiga)
negara yang selama 2 (dua) tahun berturut-turut selalu masuk ke dalam 5
(lima) besar statistik penangkalan kasus narkotika berdasarkan
kewarganegaraan, yaitu Malaysia, Nigeria, dan Iran. Hal ini tentu saja akan
memberikan kewaspadaan lebih kepada Pejabat Imigrasi di Tempat
Pemeriksaan Imigrasi dalam melakukan pemeriksaan dan pemberian izin
masuk bagi WNA.

Grafik 12. Statistik penangkalan kasus narkotika 2019


berdasarkan kewarganegaraan

Keputusan penangkalan terkait dengan kasus narkotika sangat berperan


dalam menjaga kedaulatan negara, sehingga orang asing yang dapat
membahayakan keamanan dan ketertiban umum seperti mereka yang terlibat
dalam tindak pidana narkotika maupun orang asing yang diduga terkait
dengan peredaran narkotika, tidak akan dapat masuk ke wilayah Indonesia.

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
<<< 35 <<<
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
B. Kasus Pedofilia
Anak merupakan generasi penerus bangsa yang memiliki peran penting
dalam pembangunan nasional dan wajib mendapatkan perlindungan dari
negara sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa anak berhak atas
perlindungan dari kekerasan. Pesatnya arus globalisasi dan dampak negatif
dari perkembangan di bidang teknologi informasi dan komunikasi,
memunculkan fenomena baru kekerasan seksual terhadap anak. Kekerasan
seksual terhadap anak merupakan kejahatan serius (serious crimes) yang
semakin meningkat dari waktu ke waktu dan secara signifikan mengancam
dan membahayakan jiwa anak, merusak kehidupan pribadi dan tumbuh
kembang anak, serta mengganggu rasa kenyamanan, ketenteraman,
keamanan, dan ketertiban masyarakat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pedofilia adalah kelainan
seksual yang menjadikan anak-anak sebagai objek seksual. Sedangkan di
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), perbuatan yang dikenal
sebagai pedofilia adalah perbuatan cabul yang dilakukan seorang dewasa
dengan seorang di bawah umur.
Penegakan hukum terkait dengan kejahatan seksual terhadap anak ini
selain berdasarkan KUHP juga telah ditambahkan oleh Pemerintah melalui
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Peraturan ini menambahkan pidana
pokok berupa pidana mati dan pidana seumur hidup, serta pidana tambahan
berupa pengumuman identitas pelaku. Selain itu, juga ada penambahan
ketentuan mengenai tindakan berupa kebiri kimia, pemasangan alat
pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi.
Hal ini menunjukkan Pemerintah sangat berkomitmen untuk mengatasi
fenomena kekerasan seksual terhadap anak dengan memberi efek jera
terhadap pelaku. Seperti halnya kasus peredaran narkotika, maka terhadap
Warga Negara Asing (WNA) yang terlibat tindak pidana kekerasan seksual

<<< 36 PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN <<<


terhadap anak dan telah menjalani pidananya juga dilakukan pengusiran
keluar wilayah Indonesia serta dilakukan penangkalan dengan pelarangan
masuk kembali ke wilayah Indonesia.
Selain itu penangkalan juga dilakukan terhadap WNA yang pernah
melakukan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak di luar negeri.
Keputusan penangkalan dilaksanakan dalam rangka mencegah terjadinya
kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia, di mana Direktorat Jenderal
Imigrasi telah menerima permintaan penangkalan kasus pedofilia yang
mayoritas berasal dari Perwakilan Indonesia di luar negeri dan Permintaan
Negara lain. Keputusan penangkalan terkait dengan kasus pedofilia dapat
digambarkan pada statistik berikut:

Grafik 13. Statistik Keputusan Penangkalan Kasus Pedofilia

Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa pada tahun 2017, Direktorat
Jenderal Imigrasi menetapkan 84 (delapan puluh empat) keputusan
penangkalan untuk kasus pedofilia yang rinciannya terdapat pada grafik 7,
yaitu 44 (empat puluh empat) keputusan penangkalan baru dan 40 (empat
puluh) keputusan perpanjangan penangkalan.

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
<<< 37 <<<
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Sedangkan pada tahun 2018, keputusan penangkalan kasus pedofilia
yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Imigrasi meningkat menjadi sebanyak
286 (dua ratus delapan puluh enam) keputusan yang rinciannya terdapat pada
grafik 8, yaitu 20 (dua puluh) keputusan penangkalan baru dan 266 (dua ratus
enam puluh enam) keputusan perpanjangan penangkalan.
Keputusan penangkalan kasus pedofilia yang dikeluarkan Direktorat
Jenderal Imigrasi meningkat lagi pada tahun 2019 menjadi sebanyak 390 (tiga
ratus sembilan puluh) yang rinciannya terdapat pada grafik 9, yaitu 14 (empat
belas) keputusan penangkalan baru dan 376 (tiga ratus tujuh puluh enam)
keputusan perpanjangan penangkalan.
Jika statistik penangkalan karena kasus pedofilia tahun 2018 diteliti lebih
lanjut berdasarkan kewarganegaraan, ada 5 (lima) besar asal negara WNA
tersebut yaitu Australia, Amerika Serikat, Perancis, Afrika Selatan, dan
Portugal, sebagaimana grafik di bawah ini.

Grafik 14. Statistik penangkalan kasus pedofilia 2018 berdasarkan


kewarganegaraan

<<< 38 PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN <<<


Yang menarik adalah pada statistik penangkalan tahun 2019 berdasarkan
kewarganegaraan, ke 5 (lima) negara tersebut juga merupakan asal negara
mayoritas orang asing yang dikenakan keputusan penangkalan terkait kasus
pedofilia, sebagaimana grafik berikut.

Grafik 15. Statistik penangkalan kasus pedofilia 2019


berdasarkan kewarganegaraan

Keputusan penangkalan terkait dengan kasus pedofilia sangat berperan


dalam menjaga kedaulatan negara, sehingga orang asing yang dapat
membahayakan keamanan dan ketertiban umum seperti mereka yang terlibat
dalam tindak pidana kejahatan seksual terhadap anak tidak akan dapat masuk
ke wilayah Indonesia. Hal ini juga menunjukkan komitmen Direktorat Jenderal
Imigrasi untuk turut serta dalam penyelenggaraan perlindungan terhadap
anak Indonesia.

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
<<< 39 <<<
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
1. Pencegahan adalah larangan sementara terhadap orang untuk keluar
dari wilayah Indonesia berdasarkan alasan keimigrasian atau alasan lain
yang ditentukan oleh undang-undang.
2. Pelaksanaan keputusan pencegahan mempunyai peran penting dalam
mendukung penegakan hukum di Indonesia, baik dalam hal penanganan
tindak pidana umum maupun khusus. Pencantuman identitas orang yang
dicegah ke dalam daftar pencegahan akan membatasi pergerakan objek
cegah ke luar negeri dan diharapkan dapat memperlancar proses
penegakan hukum yang sedang berlangsung.
3. Penangkalan adalah larangan terhadap orang asing untuk masuk wilayah
Indonesia berdasarkan alasan keimigrasian.
4. Keputusan penangkalan sangat berperan menjaga kedaulatan negara,
sehingga orang asing yang membahayakan keamanan dan ketertiban
umum seperti orang asing yang terkait dengan tindak pidana narkotika,
pedofilia, dan terorisme, tidak akan dapat masuk ke wilayah Indonesia.

B. Saran dan Rekomendasi


Saat ini Direktorat Jenderal Imigrasi sedang mengembangkan Sistem
Cekal Online, di mana melalui sistem ini Kementerian/Lembaga yang
mempunyai kewenangan memiliki kewenangan pencegahan dan
penangkalan nantinya akan dapat mengajukan permohonan pelaksanaannya
melalui input data dan pemindaian dokumen pada aplikasi Cekal online.
Proses persetujuan/penolakan pencegahan dan penangkalan oleh Direktorat
Jenderal Imigrasi pun akan dilakukan melalui aplikasi ini. Untuk efektivitas dan
efisiensi pengajuan permohonan pelaksanaan pencegahan dan penangkalan,
diharapkan sistem Cekal online dapat segera diimplementasikan.

<<< 40 PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN <<<


DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia. 2009, Kumpulan Peraturan


Keimigrasian, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta
2. Khamdan, Muhammad. 2014, Modul Teori dan Praktik Tindakan Administratif
Keimigrasian, Akademi Imigrasi, Depok
3. Santoso, Muhammad Iman, 2014, Globalisasi, Keamanan, dan Keimigrasian.
Pustaka Reka, Jakarta
4. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

5. Kamus Besar Bahasa Indonesia

6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-


Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
8. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia
9. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
10. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian

11. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas


Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
12. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1960
tentang Panitia Urusan Piutang Negara
13. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
14. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan pelaksana

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
<<< 41 <<<
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Undang-Undang nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian
15. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2011 tentang Bebas
Visa Kunjungan Singkat
16. Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016 tentang Bebas Visa Kunjungan
17. Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 8 tahun 2014 tentang Paspor
Biasa dan Surat Perjalanan Laksana Paspor
18. Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 44 tahun 2015 tentang Tata
Cara Pemeriksaan Masuk dan Keluar Wilayah Indonesia melalui Tempat
Pemeriksaan Imigrasi
19. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 240/PMK.06//2016
tentang Pengurusan Piutang Negara
20. Peraturan Jaksa Agung RI Nomor PER-006/A/JA/07/2017 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia

21. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 657/KMK.01/2019 tentang Pelimpahan


Kewenangan Menteri Keuangan dalam Bentuk Mandat kepada Pejabat di
Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
22. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-09/PJ.2020 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pencegahan dalam Rangka Penagihan Pajak
23. Laporan Tahunan Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian
Tahun 2017
24. Laporan Tahunan Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian
Tahun 2018
25. Laporan Tahunan Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian
Tahun 2019

26. Press release capaian kinerja kejaksaan tahun 2019, www.kejaksaan.go.id


27. Capaian dan kinerja KPK, www.kpk.go.id

<<< 42 PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN <<<


PENCEGAHAN DAN
PENANGKALAN
Teknis Substantif Bidang Keimigrasian

Pengaturan keluar masuk orang dari dan ke wilayah Indonesia di­


laksanakan oleh Institusi Direktorat Jenderal Imigrasi di bawah Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia. Terhadap Orang Asing pelayanan dan
pengawasan di bidang keimigrasian dilaksanakan berdasarkan prinsip selektif
(selective policy). Maka, Orang Asing yang dapat diberikan izin masuk ke
Indonesia hanyalah Orang Asing yang memiliki manfaat bagi kesejahteraan
rakyat, bangsa, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tidak
membahayakan keamanan dan ketertiban, serta tidak bermusuhan dengan
rakyat dan pemerintah.
Pengawasan terhadap Orang Asing tidak hanya dilakukan pada saat
mereka masuk, tetapi juga selama mereka berada di Wilayah Indonesia,
termasuk kegiatannya. Pengawasan keimigrasian mencakup penegakan
hukum keimigrasian, baik yang bersifat administratif maupun tindak pidana
keimigrasian. Penegakan hukum keimigrasian memerlukan tindak lanjut
melalui suatu penindakan jika terdapat suatu penyimpangan. Salah satu
jenis Tindakan Administratif Keimigrasian adalah pencantuman dalam daftar
pencegahan atau penangkalan. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia,
dalam hal ini Direktorat Jenderal Imigrasi merupakan institusi yang salah
satu fungsinya terkait dengan pelaksanaan pencegahan dan penangkalan.

ISBN 978­623­6869­56­7

BPSDM KUMHAM Press


Jl. Raya Gandul No. 4, Cinere – Depok 16512
http://bpsdm.kemenkumham.go.id

Anda mungkin juga menyukai