Anda di halaman 1dari 23

Garis

Pangkal
(Baseline)
By:
Belardo Prasetya Mega Jaya, S.H., M.H.
Law Faculty, Untirta

1
Sovereignty
Zone

Under
Jurisdiction
Zone

International
Zone
Under Jurisdiction
Sovereignty Zone International Zone
Zone

Territorial Sea Contiguous Zone


High Seas

Internal Waters EEZ


The Area

Archipelagic
Continental Shelf
Waters

Baseline
PENGERTIAN GARIS PANGKAL (Baseline)
• Setiap negara kepulauan wajib membuat peta laut wilayahnya
dengan menggunakan titik-titik koordinat geografis.
Kemudian peta tersebut diserahkan kepada Sekjen PBB. Titik-
titik koordinat geografis tersebut akan digunakan untuk
penentuan garis pangkal.

• Based on UNCLOS 1982: Garis Pangkal adalah suatu garis awal


yang menghubungkan titik-titik terluar yang diukur pada
kedudukan garis air rendah (low water line), dimana batas-batas ke
arah laut, seperti laut teritorial dan wilayah yurisdiksi laut lainnya
(zona tambahan, landas kontinen, dan zona ekonomi eksklusif)
diukur.

• Dengan demikian, garis pangkal merupakan acuan dalam


penarikan batas terluar dari wilayah-wilayah perairan tersebut.
Maritime Zone Ilustration
Macam-Macam Garis Pangkal (Baselines)

Garis Pangkal Normal (Normal


Baselines)

Garis Pangkal Lurus (Straight


Baselines)

Garis Pangkal Kepulauan


(Archipelagic Baselines)

Garis Pangkal Penutup (Close


Line) dan Garis Lurus (Straight
Line)
Normal Baseline
Garis pangkal biasa/normal
adalah garis air rendah
sepanjang pantai sebagaimna
yang ditandai pada peta skala
besar yang secara resmi diakui
oleh Negara pantai tersebut
(Art. 5 UNCLOS 1982).

Dalam hal pulau yang


mempunyai karang-karang di
sekitarnya, maka garis
pangkal untuk mengukur
lebar laut teritorial adalah
garis air rendah pada sisi
karang ke arah laut (Art 6
UNCLOS 1982).
ALPINE SKI HOUS
Normal baseline (Art. 5 UNCLOS 1982)
GARIS PANGKAL NORMAL PADA PULAU YANG MEMILIKI KARANG
(Art 6 UNCLOS 1982)
Straight baselines (Art. 7 UNCLOS 1982)

 Garis pangkal lurus adalah garis air terendah yang


menghubungkan titik-titik pangkal berupa titik terluar dari
pantai deretan pulau di depannya.
 Cara penarikan garis pangkal lurus yang menghubungkan
titik-titik yang tepat dapat digunakan dalam menarik garis
pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur.
 Penarikan garis pangkal lurus tidak diperbolehkan
menyimpang dari konfigurasi geografisnya dan arah pantai.
 Penarikan garis pangkal lurus tidak diperbolehkan jika
memotong laut teritorial negara lain dari arah laut
bebas/ZEE.
STRAIGHT BASELINE HISTORY
GARIS PANGKAL LURUS
GARIS PANGKAL LURUS
Archipelagic baseline (Art. 47 UNCLOS 1982)
Garis pangkal lurus
kepulauan adalah garis
yang menghubungkan
titik-titik terluar pulau-
pulau dan karang
kering terluar
kepulauan itu. Garis
pangkal lurus yang
menghubungkan titik-
titik terluar dari pulau-
pulau atau karang-
karang terluar
digunakan untuk
menutup seluruh atau
sebagian dari negara
kepulauan.
GARIS PANGKAL KEPULAUAN
Archipelagic Baseline History
 Diusulkan oleh Indonesia melalui Prof. Mochtar Kusumaatmadja dan
tim negosiasi Indonesia lainnya.
 Perjuangan Indonesia tersebut diawali sejak dikeluarkannya Deklarasi
Djoeanda pada tanggal 13 Desember Tahun 1957 yang dipelopori oleh
Perdana Menteri Indonesia pada saat itu, Djoeanda Kartawidjaja.
 Deklarasi Djoeanda adalah deklarasi yang ditunjang dengan suatu
pemikiran yang logis, konsistensi perjuangan dan diplomasi yang gigih.
 Sebelum adanya Deklarasi Djuanda ini, wilayah Indonesia mengacu
pada Ordonansi Hindia Belanda 1939. Dalam aturan tersebut, pulau-
pulau di wilayah Indonesia dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan
setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh maksimal 3 mil
dari garis pantai, sedangkan laut yang memisahkan pulau-pulau yang
ada bebas dilewati dan dimanfaatkan oleh kapal asing.
 Deklarasi Djuanda menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia
adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan
Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI.
Archipelagic Baseline History
Isi Deklarasi Djoeanda, 13 Desember 1957 adalah sebagai
berikut:
• Segala Perairan Di Sekitar, Di Antara dan Yang
Menghubungkan Pulau-pulau, Atau Bagian Pulau-pulau
Yang Termasuk Daratan Negara Republik Indonesia,
Dengan Tidak Memandang Luas Atau Lebarnya, Adalah
Bagian-bagian Yang Wajar Daripada Wilayah Daratan
Negara Republik Indonesia, dan Dengan Demikian
Merupakan Bagian Daripada Perairan Nasional Yang
Berada Di Bawah Kedaulatan Mutlak Daripada Negara
30 %
Kesatuan Republik Indonesia.
• Penentuan Batas Lautan Teritorial (yang Lebarnya 12 Mil)
Diukur Dari Garis yang Menghubungkan Titik-titik Ujung
Terluar Pada Pulau-pulau Negara Indonesia Ketentuan-

60%
ketentuan Tersebut Diatas 10
Dengan Undang-undang.
Akan
% Diatur Selekas-lekasnya

• Lalu-lintas Yang Damai Diperairan Pedalaman Ini Bagi


Kapal-kapal Asing Dijamin, Selama dan Sekadar Tidak
20%
Bertentangan Dengan/Menggangu Kedaulatan Dan
Keselamatan Negara Indonesia.
• Pendirian Pemerintah Tersebut Akan Diperhatikan Dalam
Konferensi Internasional Mengenai Hak-hak Atas Lautan
Yang akan Diadakan Dalam Bulan Februari 1958 di Jenewa.
Archipelagic Baseline History
 Deklarasi tersebut menjadikan segala perairan di sekitar, di antara dan yang
menghubungkan pulau-pulau adalah bagian dari wilayah Nasional, yang
berakibat hukum bagi pelayaran internasional karena yang tadinya adalah
bagian dari laut lepas dan bebas dilewati atau dimanfaatkan oleh negara lain,
dengan tindakan ini dijadikan bagian wilayah nasional.
 Oleh karena itu, mengingat bahwa tidak bisa begitu saja meniadakan
kebebasam pelayaran yang memang sudah ada sejak zaman dahulu, maka
dalam deklarasi tersebut disebutkan juga bahwa adanya lalu lintas kapal asing
melalu perairan Indonesia akan dijamin selama tidak merugikan dan
mengancam keamanan dan pertahan Indonesia.
 Klaim Indonesia tersebut menimbulkan Pro dan Kontra, Filiphina dan
Yugoslavia misalnya, mendukung klaim tersbeut dan merekomendasikan
konsep yang mengatur “archipelago”. Sementara AS, Inggris, Netherland, New
Zealand, China, menentang konsep dan klaim tersebut.
 Pada Tahun 1958, diadakan Konferensi Hukum Laut yang kedua di Jenewa,
akan tetapi usaha untuk memperoleh suatu pengakuan bagi pengaturan laut
yang didasarkanm atas konsep archipelago dan deklarasi Djuanda tidak
mendapatkan hasil yang diharapkan karena negara yang berkepentingan dan
setuju dengan masalah tersebut sedikit jumlahnya.
Archipelagic Baseline History
 Pemerintah Indonesia tetap mempertahankan konsep yang dideklarasikan
pada Deklarasi Djuanda tersebut.
 Deklarasi tersebut lalu diikuti Undang-Undang No 4 Prp Tahun 1960
tentang Perairan Indonesia.
 Intisari Pengaturan tersebut:
 Untuk kesatuan bangsa, integritas wilayah dan kesatuan ekonominya
ditarik garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik terluar dari
pulau-pulau terluar Indonesia;
 Negara berdaulat atas segala perairan yang terletak dalam garis-garis
pangkal lurus ini termasuk dasar laut dan tanah dibawahnya, maupun
ruang udara di atasnya dengan segala kekayaan alam di dalamnya;
 Jalur laut wilayah dihitung dari garis pangka lurus sejauh 12 Mil Laut;
 Hak lintas kapal asing melalui perairan Indonesia akan dijamin selama
tidak merugikan dan mengancam keamanan dan pertahanan
Indonesia.
Archipelagic Baseline History
 Pada Tahun 1982, Diadakan kembali Konferensi Hukum
Laut yang menghasilkan United Nations Convention on
the Law of the Sea 1982 (UNCLOS 1982).
 UNCLOS 1982 merupakan hasil kerja keras masyarakat
internasional dalam menyusun perangkat hukum yang
mengatur segala bentuk penggunaan laut dan
pemanfaatan kekayaan yang terkandung di dalamnya.
 Dengan suatu diplomasi dan negosiasi yang gigih dan
cukup alot, akhirnya konsep archipelago dan konsep yang
ditawarkan oleh Indonesia dan negara lainnya diterima
di UNCLOS 1982.
 Dengan demikian laut sekitar, di antara dan di dalam
kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah
NKRI.
Garis Pangkal Kepulauan (Archipelagic Baseline)
Section Break
Any question ?

Anda mungkin juga menyukai