Anda di halaman 1dari 24

Hukum Maritim: CHARTER KAPAL

A. Pencharteran Kapal Menurut KUHD


Pengaturan charter kapal dalam hukum Indonesia
terdapat pada Bab V Buku II Kitab Undang - Undang
Hukum Dagang. Adapun yang dimaksud dengan
pencharteran kapal adalah pemakaian / pengoperasian
kapal milik orang lain yang sudah dilengkapi awak kapal
beserta peralatannya dengan imbalan bayaran.
Penyewaan kapal tanpa awak kapal, berasal dari hukum
asing, yang dalam hukum Indonesia dapat disamakan
dengan istilah “menyewa” kapal untuk mana
pengaturannya terdapat pada Bab VII Buku III Kitab
Undang - Undang Hukum Perdata.
Pasal453 KUHD membagi pencharteran kapal dalam :
- Charter menurut waktu;
- Charter menurut perjalanan;
Pasal 454 KUHD adalah mengenai akta persetujuan
charter yang dinamakan charter - party, jika dikehendaki
masing-masing pihak. Pasal 455 KUHD adalah mengenai
pihak perantara (broker). Pasal 458 KUHD adalah
mengenai pemutusan persetujuan (cancelling date) pada
pihak pencharteran. Pasal 459 KUHD mengatur tentang
hak pihak pencharteran untuk mengadakan pemeriksaan
akhir sebelum pemakaian kapal. Pasal 460 KUHD
membebani pemilik kapal kewajiban untuk menyiapkan
kapal menjadi laik laut dan tanggung-jawabnya atas
kerugian pencharteran sebagai akibat tidak laik lautnya
kapal. Pasal 462, 463 dan 464 KUHD mengatur mengenai
berakhirnya masa pencharteran kapal dan sebab-
sebabnya.
Pasal 460 – 465 dan 518h – 520f berisikan ketentuan-
ketentuan tentang charter menurut perjalanan.
Pasal 518 – 518g KUHD menyangkut charter menurut
waktu. Beberapa pokok dalam pencharteran menurut
waktu :
- Pihak pencharter berhak mencharterkan kembali
kapal kepada pihak ketiga (bertindak sebagai disponent
owner);
- Penggunaan ruang sisa (oleh pihak pemilik kapal)
hanya dibenarkan seijin pencharteran;
- Dalam hal penerimaan, pengangkutan muatan
maka, Nakhoda harus mentaati perintah-perintah
pencharteran;
- Pencharteran tidak boleh melayarkan kapal ke
tempat yang, tidak dapat dimasuki kapal dan berlabuh
tidak aman;
- Perhitungan yang diadakan jika terdapat perbedaan
daya muat menurut charter party dengan dengan
kenyataannya;
- Pemberlakuan KUHD (termasuk perjanjian yang
diadakan di luar negeri), kecuali ada persetujuan lain.
Beberapa pokok dalam charter menurut perjalanannya :
- Pihak pencharter tidak boleh mengadakan
perjanjian charter menurut perjalanan dengan pihak
ketiga, kecuali dalam charter - party kepadanya diberikan
hak untuk itu;
- Penggunaan ruang kapal yang tersisa;
- Tanggung-jawab pemilik kapal atas daya muat yang
lebih besar dibandingkan yang tercatat dalam charter -
party;
- Pelabuhan bongkar-muat yang aman;
- Penyerahan barang yang akan dimuat;
- Ketepatan waktu mengerjakan muatan oleh pihak
pemilik kapal;
- Cara memberitahukan pihak pencharter tentang
kesiapan kapal menerima muatan;
- Prosedir pemutusan persetujuan oleh pihak
pencharteran yang tidak mampu menyediakan muatan
sebagaimana yang disepakati; .
- Ketentuan-ketentuan mengenai hari labuh, hari
kelambatan, hari kecepatan serta uang denda kelambatan
dan bonus kecepatan;
- Pembayaran ganti rugi untuk kurangnya muatan
oleh pencharteran kepada pemilik kapal;
- Kewajiban pemilik kapal mengganti kerugian kepada
pencharter jika kapal tidak dapat melaksanakan pelayaran
atau tidak dapat digunakan “sejak permulaan”;
- Penyerahan barang berdasarkan konosemen;
- Pembayaran sewa kapal;
- Gugurnya persetujuan karena tindakan pemerintah
sebuah negara, karena perang dan sebagainya;
- Pemberlakuan KUHD, kecuali ada perjanjian lain.
B. Jenis - Jenis perjanjian Charter
1. Bareboat charter
Pemilik kapal menyewakan kapal untuk ketentuan,
dimana pihak pencharter bukan saja diberikan hak
pengoperasian kapal, melainkan juga diberikan tanggung-
jawab mengawaki dan merawat kapal.
Sebagai ketentuan umum, berlaku beberapa persyaratan
serta tanggungjawab yang diatur sebagai berikut :
- Tarif sewa didasarkan pada bobot mati musim panas
(sumer deadweight) dan dibayar tiap bulan dan
diselesaikan melalui pembayaran dimuka;
- Pencharteran berhak menunjuk Nakhoda dan awak
kapal, namun untuk nakhoda dan kepala Kamar Mesin
dengan persetujuan pihak pemilik kapal;
- Pencharter diberikan penguasaan penuh atas kapal
dan segala biaya eksploitasi kapal, termasuk biaya
reparasi survey kapal menjadi bebannya;
- Asuransi kapal menjadi beban milik kapal jika
dicantumkan syaratnya dalam perjanjian sewa-menyewa
kapal;
- Kapal digunakan untuk pelayaran yang sah (lawful
trades);
- Tidak dibenarkan, mengadakan perubahan-
perubahan pada bangunan kapal oleh pihak pencharter
tanpa persetujuan dari pihak pemilik kapal
- Penyerahan kembali pada akhir masa charter harus
dalam keadaan yang sama, dengan pengecualian keausan
(wear and tear) yang wajar.
2. Time charter
Pemilik kapal memberikan kebebasan kepada pencharter
untuk menggunakan kapa1nya selama jangka waktu
tertentu. Biaya-biaya yang menjadi tanggungan pemilik
kapal : Awak kapal, reparasi, minyak pelumas, survey, dan
asuransi.
Tanggungan pencharter : Biaya bahan bakar, bea-bea
pelabuhan, bongkar-muat, air ketel (kapal uap), air minum
dan lain-lain biaya eksploitasi. Tarif charter didasarkan
waktu dan tiap ton bobot mati pada musim panas.
3. Voyage charter
Jenis charter menurut jumlah pelayaran / perjalanan dan
tarif sewa dihitung dari banyaknya muatan yang diangkut
sebagai mana dijanjikan, sehingga sewa kapal tidak
berbeda dengan uang tambang (freight). Jenis charter ini
juga disebut deadweight charter. Apakah ruang kapal
digunakan seluruhnya atau sebagian, pencharteran wajib
membayar sewa kapal sebagaimana yang dijanjikan.
C. Latar belakang pengadaan charter party
1. Bareboat charter :
sebagai alternatif bagi mereka yang dapat mengelola
kapal, namun tidak memiliki modal cukup untuk membeli
kapal;
2. Time charter:
menguasai kapal tanpa memilikinya atau mengoperasikan
kapal yang siap pakai;
3. Voyage charter :
pencharter memerlukan angkutan untuk memenuhi
volume tertentu, ketiadaan kapal pada jurusan tertentu
dan freight lebih murah.
D. Dokumen - Dokumen Baku
Charter-party merupakan suatu akta mengenai perjanjian
sewa-menyewa ruangan kapal, yang menjabarkan
sejumlah persyaratan dan untuk berbagi jenis angkutan
terdapat dokumen-dokumen yang sudah dibakukan
(standarized form of document). Demikian juga halnya
dokumen untuk time charter berbeda dari dokumen
voyage charter. Hal mana berlatar belakang pada tujuan
perjanjiannya.
Ada beberapa lembaga maritime yang mengkhususkan
diri dalam soal pencharteran, antara lain The Chamber of
Shipping, The Baltic Exchange dan new york produce
Exchange.

Formulir-formulir dalam time charter merupakan


dokumen-dokumen yang telah mendapatkan persetujuan
Chamber of Shipping, adalah
- The Baltic and Internasional Maritime Conference -
Uniform Time Charter (London) dengan nama singkatan /
kodE Baltime, yang mengutamakan kEpentingan para
pemilik kapal;
- Time Charter Government Form yang disetujui olch
The New York Produce Exchange (New York) dengan nama
singkatan / kodeProdllce yang menyesuaikan diri dengan
situasi perdagangan sehingga para pedagang cenderung
memilih dokumen ini.

Formulir-formulir dalam voyage charter yang merupakan


dokumen-dokumen yang telah disetujui oleh Chamber of
Shipping (Inggris) dan juga oleh Internasional Maritime
Conference, adalah :
- Uniform General Charter Party dengan nama
kode Gencon, khusus untuk pengangkutan general cargo;
- Australia Grain Charter Party dengan nama
kode Austral digunakan untuk pengangkutan gandum dari
Australia.
E. Syarat - Syarat Charter Party
Sejumlah persyaratan (clauses) ditetapkan untuk
perjanjian charter
- Nama dari pihak - pihak yang mengikatkan diri
: pencharter dan pemilik kapal ;
- Nama kapal dan “ waranty of seaworthinees” (janji
kelaikan laut) dapat berbentuk “good ship' classed 100 AI
at BKI” , yang penting adalah bahwa kapal laik laut selama
charter party berlaku;
- Ukuran kapal, yang dijabarkan dalam tonase kapal
(bersih / kotor);
- Pelabuhan bongkar-muat, yang tidak diperlukan
untuk time charter, namun sebagai pengganti harus
mencantumkan tanggal penyerahan dan tanggal
penyerahan kembali (delivery & redelivery date);
- Muatan yang diangkut, yang dalam voyage charter
dirinci bersama jumlah yang akan diangkut, sedangkan
untuk time charter tidak diperlukan dan sebagai pengganti
dimasukkan jarak pelayaran (radius of trading) seperti
“world - wide radius, ice - bound ports excepted”;
- Posisi kapal, hanya untuk voyage charter melalui
suatu pernyataan yang tepat, dan terinci, sesuatu yang
dikemudian hari dapat' dituntut oleh pencharter jika tidak
benar , sedangkan untuk time charter diganti dengan
tanggal dan tenpat penyerahan;
- Pembayaran, untuk voyage charter dengan uang
tambang berdasarkan jumlah yang diangkut dan untuk
time charter dengan sewa untuk jangka waktu perjanjian;
- Hari labuh dan cara perhitungannya, hanya untuk
voyage charter;
- Hari demurrage dan dispatch serta tarifnya jika hari
bongkar-muat kurang dari yang ditetapkan, pemilik kapal
membayar dispatch money sebagai imbalan / hadiah
untuk waktu yang diselamatkan, sedangkan untuk hari
bongkat-muat lebih demurrage dibayarkan kepada
pemilik kapal sebagai kompensasi untuk waktu hilang;
- Brokerage clause, menentukan tarif untuk
perantara;
- Lien clause, memberikan kepada pemilik kapal hak
menahan muatan jika freight atau hire belum dibayar;
- Act of god clause, identik dengan clause yang
tercantum dalam The hague rules (konosemen);
- Exemptions from liability clause, mencakup
sejumlah peristiwa dimana pemilik kapal dapat meminta
pembebasan, seperti;
+ Barratry, tindakan penyelewengan nakhoda / awak
kapal;
+ Capture and seizure, pengambil-alihan secara paksa
dari kapal;
+ Restrain of princes, terganggunya pelayaran karena
adanya tindakan penguasaan seperti embargo,
pembatasan muatan dll;
+ Perils of the sea
- Average clause, yang menentukan bahwa jika
terjadi general average, maka pembayaran dilakukan
menurut York - Antwerp Rules;
- Arbitration clause, menentukan ketentuan
melaksariakan arbitrase jika terjadi sengketa;
- Penalty for non - fulfilment clause, menjabarkan
jumlah yang harus dibayar untuk penyimpangan dalam
pelaksanaan perjanjian charter;
- Sub -letting clause, jika terjadi sub - charter dalam
charter party;
- Deviation and salvage clause, pengaturan deviasi
dan pertolongan;

Khusus untuk time charter clauses dimasukkan :


- Fuel and port charges, yang harus dibayar oleh
pencharter;
- Breakdown clause, juga disebut Off - hire clause
(lihat hal. 79);
- Return of overpaid hire if vessels is lost;
- Charter's right to complain of master and chief
engineer;
- Charter’s obligation to provide master with full
sailing directions;
- Bunker clause, yang menentukan harga sisa bahan
bakar menurut 2 cara cost : price (harga beli) atau current
price (harga pasar).
- Off - hire clause, merupakan salah satu syarat
untama dalam time charter dan adalah kebalikan dari
kewajiban pencharteran ·untuk membayar sewa. Adalah
kewajiban pencharter membayar sewa charter selama
kurun waktu charter. Umumnya sewa charter didasarkan
pada jumlah tonase bobot mati kapal dan dibayarkan
dimuka :
+ Untuk satu bulan penuh (Baltime) atau;
+ Untuk semi - bulanan (Prodece), tetapi juga dengan
cara;
+ Join venture dengan menggunakan “basic rate”
(pembagian merata jika pencharter menerima
penghasilan lebih).

Persoalan yang timbul : apakah pencharter harus


membayar sewa untuk kurun waktu dimana kapal tidak
melakukan tugasnya karena mengalami hambatan
(kerusakan mesin, kerusakan akibat tubrukan, kandas
atau karena ombak) ?
Sebagaimana diketahui, dunia pelayaran mengenal dua
bentuk perjanjian charter waktu yang banyak digunakan
untuk muatan kering :Baltime dan Produce. Dokumen
Baltime yang disusun oleh BIMCO lebih menguntungkan
bagi pihak pemilik kapal, dibandingkan dokumeri Produce,
rumus New York Produce Exchange (lihat hat. 77).
Dalam dokumen Produce tercantum asas-asas tersebut
melalui ungkapan : “That in the event og the loss of time
from defiency of men or stores, fire, breakdown or
damages to hull, machinery or, the payment of hire shall
cease for the time thereby lost; and if upon the voyage the
speed be reduced by defect in or breakdown af any part
of her hull, machinery or equipment; the time so lost, and
the cost of any extra fuel cons.umed in co.nsequence
there of, and all extra expenses shall be deducted from the
hire”. Dengan demikian terganggunya operasi kapal
karena kerusakan, pihak pencharter tidak lagi
berkewajiban membayar sewa untuk waktu yang hilang.
Sedangkan dalam Baltime charter party diungkapkan :
“…breakdown of machinery, damage to hull or other
accident, either hindering or preventing the working of
the vessel and continuing for more than twentyfour
consecutive hours, no hire to be paid in respect of any
time lost thereby during the period in which the vessel is
unable to perform the service”.
Salah perbedaan mengenai off-hire clause pada Prodece
dan Baltime, menyangkut waktu yang hilang karena
“kecelakaan muatan” 9 muatan bergeser dan terancam
akan jatuh ke laut) yang memerlukan kapal menyinggahi
pelabuhan darurat untuk keperluan pemadatan kembali
(restowage). Menurut dokumen Produce : kapal terkena
off - hire, sedangkan menurut Baltime : beban adalah pada
pencharter, yaitu pihak pencharter tetap membayar sewa
walaupun waktu yang hilang itu disebabkan kecelakaan
tadi.
Daftar syarat-syarat ketiga merupakan syarat-syarat yang
dapat dimasukkan kedalam voyage charter :
- Limitation of liability clause, yang juga banyak
dikenal sebagai Cesser clause yang mengatur bahwa
tanggung-jawab pencharteran berakhir pada saat barang-
barang dimuat kedalam kapal serta diselesaikannya
tagihan-tagihan;
- Deadweight all told (DWAT), dimaksudkan bahwa
dalam deadweight termasuk : muatan, bahan bakar dan
perbekalan untuk membedakan dari cargo deadweight;
- Collectfreight, uang tambang dibayar di pelabuhan
pembongkaran;
- Full reach and burden, pencharter hanya dapat
menggunakan ruang muatan (termasuk geladak) untuk
barang-barang yang akan diangkut;
- Free alongside ship (fas), pencharter / pengirim
barang membawa barang-barangnya kesamping dekat
lambung kapal sampai terkait pada derek atas biayanya;
- Free in and out, stowed and trimmed (fiost), biaya
stevador didalam kapal untuk memadat dan meratakan
menjadi beban pencharter;
- Per like day, dimasukkan agar demurrage dihitung
seperti halnya menghitung laydays untuk mencegah
dilakukannya per hitung an demurrage secara terus-
menerus termasuk hari minggu / libur;
- Laydays reversible, laydays di pelabuhan muat dan
pelabuhan bongkar digabung perhitungannya;
- Reporting day, hari mulai kapal melaporkan diri
dimana Nakhoda menyerahkan Notice of Readiness (NOR)
beserta Certificate of Delivery (CID) kepada pencharter.

Penerbitan atas beberapa istilah hari :


- Laydays, pengertian hari untuk menyusun
timesheet dan menentukan demurrage dan dispatch;
- Days, hari takwin yang lamanya 24 jam (00.00 -
24.00);
- Working days (WD) , hari kerja diluar hari minggu /
libur;
- Running days, hari yang dihitung terus-menerus
termasuk hari Minggu / Libur, tidak dipersoalkan cuaca
buruk;
- Weather working days (WWD), hari bongkat-muat
yang dimungkinkan oleh cuaca;
- Weather days of 24 consecutive hours Sunday and
Holidays excepted, hari bongkar-muat dalam 24 jam
berturut-turut dan tidak termasuk cuaca buruk serta
pengecualian hari Minggu / Libur.
Pembuatan Timesheet
Tujuan dari pada penyusunan timesheet adalah untuk
menentukan demurrage / dispatch, mendapatkan
gambaran perihal pemakaian waktu tiap-tiap hari untuk
pemuatan / pembongkaran. Timesheet yang demikian
disusun atas dasar waktu yang sesungguhnya(actual
time) yang dipergunakan (actual timesheet) untuk tujuan
administrasi dan analisa.
Adapun time sheet yang disusun untuk tujuan
menentukan demurrage / dispatch atas dasar time
allowed tiap-tiap hari (allowed timesheet), tujuan
terakhirnya adalah untuk menentukan besarnya
demurrage / dispatch money.
Dengan membandingkan time allowed dengan actual
time, maka dapat diketahui apakah
dialami demurrage atau dispatch :
Actual time > time allowed, dialami demurrage;
Actual time < time allowed, dialami dispatch;
Dalam pembuatan timesheet dipedukan data-data
mengenai pekerjaan dan keadaan lain yang dapat
diperoleh dari :
- Kejadian yang sebenarnya, yaitu tibanya kapal
penyodoran NOR dan pekerjaan yang dilakukan
(statement of facts);
- Surat perjanjian charter dengan lampiran-Iampiran
(backletters).
lkhtisar kejadian (statement of facts) menyediakan data-
data untuk timesheet : tibanya kapal (setelah
diserahkannya NOR), pekerjaan bongkar muat yang
dilakukan hingga selesai, mengenai waktu-waktu mesin
derek macet dan hujan turun, dicatat tanggal dan jamnya
masing-masing dengan teliti, teratur dan sistematis.
Kejadian-kejadian yang sebenarnya diatas dihubungkan
dengan syarat-syarat yang tercantum didalam surat
perjanjian charter sehingga dapat disusun time allowed
untuk tiap hari. Data-data untuk menyusun timesheet :
tanggal / jam kapal tiba di pelabuhan, didermagakan,
diajukan NOR, banyaknya muatan, kecepatan bongkar
muat, mulainya laydays dan jumlahnya, mulainya
pekerjaan bongkat-muat, waktu macetnya mesin derek,
waktu turunya hujan dan tanggal / jam berapa
berakhirnya pekerjaan bongkar-muat. Pada umumnya
pencharteran atau penerima barang / wakilnya yang
menyusun timesheet yang tentunya diikuti dengan
seksama oleh Nakhoda atau wakilnya, bahkan agen kapal
turut dalam penyusunan tersebut. Setelah timesheet
selesai disusun, maka dokumen ini akan mengikat kedua
belah pihak yang bersangkutan setelah ditanda-tangani
oleh :
- Nakhoda dan agen kapal, dan
- Pencharteran atau wakilnya
Dalam hal penyusunan time sheet diserahkan kepada
kantor pusat dan kantor cabang hanya menyiapkan
statemant of facts, maka time sheet yang disusun pihak
lain, belum mengikat perusahaan.
F. Istilah - Istilah Charter
- Always safely afloat, untuk mencegah kapal dikirim
ke tempat yang tidak aman (dangkal);
- Arrived ship, jika kapal telah tiba di tempat bongkar
- muat, siap dan para pengirim / penerima barang
diberitahu serta laydays menurut C/P mulai berlaku;
- Berth charter, kapal dicharter untuk pemuatan “on
the bearth” (tempat standar kapal);
- Certificate of delivery / redelivery, dokumen yang
ditanda - tangani oleh nakhoda / pemilik kapal yang
mencantumkan tanggal penyerahan dan sisa bahan bakar;
- Clean charter, dimaksudkan untuk C/P yang tidak
mencantumkan hal-hal yang luar biasa (unusual terms);
- Consignment clause, penunjukan agen pemilik atau
agen pencharter yang mengurus “inward and outward
business”;
- Convenient sped, dalam voyage charter untuk
menghilangkan kontroversi mengenai kecepatan kapal
selama pelayaran;
- Custom of the port, nakhoda memperhatikan
k~biasaan setempat;
- Deadfreight, uang tambang yang dibayar untuk
muatan yang tidak dikapalkan;
- Notice of readiness, informasi dari nakhoda untuk
pencharter bahwa kapal siap untuk memulai pemuatan /
pembongkaran;
- On hire survey - Off hire survey, dalam time charter
sebagai syarat untuk penyerahan kapal dalam keadaan
yang baik (good order and condition);
- Open charter, suatu CIP yang tidak mencantumkan
jenis muatan maupun pelabuhan tujuan;
- Prompt ship, kapal yang siap untuk membuat dalam
jangka waktu yang relatif singkat;
- Safe berth - safe port, tempat yang dapat didatangi
dengan aman dari segi nautis;
- Subletting, pihak pencharter diberikan hak untuk
melakukan re - charter, namun tetap bertanggung-jawab
kapada nautis;
G. Kedudukan Konosemen dalam angkutan kapal
dicharter
Nakhoda bekerja untuk kepentingan pencharteran dalam
mengoperasikan kapal yang bertindak sebagai
Pengangkut sehingga tanggung-jawabnya adalah sebagai
mana pertanggung-jawaban pengangkut yang diatur
dalam konosemen. Dokumen terakhir merupakan suatu
pernyataan dari Pengangkut bahwa barang telah diterima
dan akan diserahkan di pelabuhan tujuan. Sedangkan
mengenai syarat pengangkutannya, konosemen
menunjukkan kepada charter-party yang bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai