Anda di halaman 1dari 32

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas
karunia dan rahmat-Nya makalah ini dapat diselesaikan dengan
sebaik-baiknya. Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas
mata kuliah Peraturan Statutori ( Statutory Regulations ) di
jurusan Teknik Perkapalan FTK ITS.
Makalah ini berjudul Perjanjian Internasional yang telah
Diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia di Bidang Maritim yang
berisi tentang peraturan- peraturan statutori pada konvensi
internasional yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia ke
dalam bentuk keputusan presiden, keputusan menteri, UU, dll
yang

selanjutnya

difungsikan

untuk

mengatur

negara

ini

khususnya pada dunia maritim.


Tidak lupa, penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ir. Hesty
Anita Kurniawati, M.Sc. selaku dosen kami dan pihak - pihak lain
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih ada
kekurangan yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu segala bentuk
kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh kami
untuk lebih baik ke depannya. Dan semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat dan dapat berguna untuk pembaca.

Surabaya,

16

September 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................
DAFTAR TABEL....................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................
BAB II Perjanjian Internasional yang telah Diratifikasi oleh
Pemerintah Indonesia di Bidang Maritim............................................
2.1

Ratifikasi..................................................................................

2.2

Proses Ratifikasi......................................................................

2.2.1 Ratifikasi / Pengesahan dengan Keputusan Presiden


(KEPPRES).....................................................................................
2.2.2 Ratifikasi / Pengesahan dengan Undang undang..............
2.3

Perjanjian Internasional yang telah Diratifikasi oleh

Pemerintah Indonesia di Bidang Maritim.........................................


2.4

Implementasi Ratifikasi dari Perjanjian Internasional............

BAB III PENUTUP................................................................................


DAFTAR PUSTAKA..............................................................................

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Perjanjian Internasional yang telah Diratifikasi oleh


Pemerintah Indonesia di Bidang Maritim.......................................5

BAB I Pendahuluan

Dunia kemaritiman tidak hentinya mengalami peristiwa


yang

menyedihkan,

menyebabkan

berawal

kerugian

dari

besar,

kecelakaan
banyaknya

tanker
korban

yang
yang

berjatuhan, hingga menyebabkan kerusakan lingkungan laut


karena air yang tercemar oleh tumpahan minyak. Serangkaian
musibah seperti itu selalu menjadi catatan kelam di dunia
kemaritiman. Maka diperlukanlah sebuah badan yang secara
khusus mengatur tentang dunia kemaritiman, terutama dalam
hal keselamatan pelayaran, perlindungan lingkungan laut dari
pencemaran, dan peningkatan kualitas bagi orang-orang yang
bekerja di dunia maritim.
Ada 3 pilar utama di dunia kemaritiman yang sangat erat
kaitannya dengan keselamatan pelayaran, perlindungan laut dan
peningkatan kualitas sumber daya manusia bahari yakni Safety
of Life at Sea (SOLAS), Prevention of Pollution from Ship
(MARPOL),

dan

Standards

of

Training,

Certification

and

Watchkeeping for Seaferers (STCW). Ketiga pilar yang di bawahi


oleh IMO tersebut bertujuan untuk mencapai kesejahteraan para
pekerja di sektor maritim. Ketiga pilar utama tersebut merupakan
sebagian hasil dari konvensi internasional yang dilakukan oleh
negara-negara anggota dari International Maritime Organization
(IMO). Tidak hanya itu, konvensi internasional juga melahirkan
perjanjian-perjanjian di bidang lingkungan laut lainnya.
Sebagai anggota IMO, Indonesia haruslah mengikuti dan
mengesahkan perjanjian yang telah disepakati di konvensi
internasional.

Dan

selanjutnya

perjanjian

tersebut

dipakai

sebagai acuan untuk pembuatan peraturan maupun undang-

undang baru di bidang maritim. Sebelum itu, akan dilakukan


beberapa proses, dan proses tersebut biasa disebut dengan
ratifikasi. Hingga saat ini, cukup banyak perjanjian internasional
di bidang lingkungan laut yang berhasil

diratifikasi oleh

pemerintah Indonesia.

BAB II Perjanjian Internasional yang telah


Diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia di Bidang
Maritim

2.1 Ratifikasi
Secara teori, ratifikasi merupakan persetujuan kepala
negara

atau

pemerintah

atas

penandatanganan

perjanjian

internasional yang dilakukan dengan kuasa penuhnya yang di


tunjuk sebagaimana mestinya. Tetapi dalam praktik modern,
ratifikasi mempunyai arti lebih daripada sekadar tindakan
konfirmasi. Ratifikasi dianggap sebagai penyampaian pernyataan
formal oleh suatu negara mengenai persetujuan untuk terikat
pada suatu perjanjian internasional. Dan selanjutnya apabila
negara setuju untuk terikat pada suatu perjanjian internasional,
maka negara itu akan turut menandatangani naskah perjanjian
internasional

lalu

mengesahkannya.

Pada

suatu

perjanjian

internasional, dinyatakan dengan ratifikasi apabila :

Perjanjian internasional menentukan demikian secara

tegas;
Kecuali apabila ditentukan sebaliknya, negara yang

mengadakan negosiasi menyetujui bahwa ratifikasi perlu;


Perjanjian internasional yang telah ditandatangani akan

berlaku jika sudah di ratifikasi;


Kemampuan negara untuk menandatangani perjanjian
internasional dengan syarat akan berlaku bila telah
diratifikasi, tampak dalam instrumen full powers-nya,
atau dinyatakan demikian selama ratifikasi.

2.2 Proses Ratifikasi


Dalam prakteknya ratifikasi untuk pengesahan perjanjian
internasional di Indonesia ada 2 macam, yaitu dengan Undangundang

(UU)

dan

keputusan

presiden

(KEPPRES).

Dalam

penentuannya ( akan diratifikasi dengan Undang- undang atau


dengan keppres), dilihat dari substansi
bukan

berdasarkan

bentuk

dan

atau materi perjanjian


nama

(nonmenclature)

perjanjian, dan dilakukan oleh Departement Luar Negeri .


Klasifikasi menurut materi perjanjian dimaksud agar terciptanya
kepastian hukum dan keseragaman atas bentuk pengesahan
perjanjian internasional dengan Undang undang.
Pengesahan perjanjian internasional yang dilakukan dengan
Undang- undang apabila berkenaan dengan masalah politik ,
perdamaian , dan keamanan negara; perubahan wilayah dan
penetapan

batas

wilayah

Negara

Republik

Indonesia

kedaulatan atau hak berdaulat Negara; hak asasi manusia dan lin
gkungan hidup; pembentukan kaidah hukum baru; dan pinjaman
dan atau hibah luar negeri. Sedangkan Pengesahan perjanjian
melalui keputusan presiden dilakukan bagi perjanjian yang
memasyarakatkan

adanya

pengesahan

sebelum

mulai

berlakunya perjanjian tetapi memiliki materi yang bersifat


prosedural dan memerlukan penerapan dalam waktu singkat
tanpa mempengaruhi peraturan perundang-undangan nasional.
Jenis- jenis perjanjian yang termasuk dalam kategori ini ,
diantaranya adalah perjanjian induk yang menyangkut kerjasama
di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi , ekonomi , teknik,
perdagangan , kebudayaan , pelayaran , niaga, penghindaran
pajak berganda,dan kerjasama perlindungan penanaman modal ,
serta perjanjian perjanjian yang bersifat teknis

Adapun proses ratifikasi dapat dijelaskan sebagai berikut :


2.2.1

Ratifikasi

Pengesahan

dengan

Keputusan

Presiden

(KEPPRES)
Proses ratifikasi
sebagai

berikut

dengan keputusan presiden adalah


Departemen

luar

negeri

mengajukan

permohonan ratifikasi perjanjian internasional dengan keppres


kepada secretariat Negara , disertai copy naskah perjanjian
sebanyak 30 (tiga puluh) copy, plus 1 (satu) yang tekah di
Certified True Copy . Setelah dipelajari sekretaris negara ,
selanjutnya diteruskan

kepada presiden melalui tingkatan

hierarkinya, yaitu mulai Bagian Ratifikasi kepada Kepala Biro


Hukum , kemudian ke Deputi Eselon 1 , diteruskan kepada
s/sesneg (Dulu ada Mensesneg). Setelah itu diberikan kepada
presiden ketika diproses untuk diteruskan kepada presiden
disertai dengan RKP (Rancangan Keppres ). Memo-memo beserta
ampresnya (amanat presiden ) untuk ditandatangani oleh
presiden . Isi dari ampres tersebut ditujukan kepada ketua DPR ,
yang

memberitahukan

bahwa

Pemerintah

Indonesia

telah

mengesahkan perjanjian internasional tersebut dengan keppres,


agar

diketahui

oleh

DPR

.Terhadap

RKP

yang

telah

ditandatangani oleh presiden dan telah menjadi keppres ,


diserahkan kembali ke Bagian Ratifikasi Sekneg melalui hierarki
yang sama seperti sebelumnya dan dituangkan ke dalam
Lembaga Negara oleh Sekneg , untuk kemudian didistribusikan
kepada Daftar A dan Daftar B . Daftar A terdiri dari lembaga
tertinggi dan lembaga tinggi negara , dan Daftar B adalah
departemen departemen / instansi terkait. Pendistribusian ini
disertai dengan autentifikasi yang dikeluarkan oleh kepala Biro
Hukum.

2.2.2 Ratifikasi / Pengesahan dengan Undang undang


Proses ratifikasi dengan Undang undang dapat dijelaskan
sebagai

berikut

Departemen

luar

negeri

permohonan ijin pemrakarsa penyusunan


formalitas

karena

biasanya

pada

mengajukan

RUU (hanya sebagai

rapat-

rapat

interdep

terdahulu, instansi teknis beserta departemen luar negeri telah


menyusun terlebih dahulu RUU nya). Dilampirkan pula copy
naskah perjanjian sebanyak 30 (tiga puluh ) copy , plus 1 (satu)
yang telah di Certified True Copy. Setelah dipelajari oleh
Sekretaris
presiden

Negara
melalui

(sekneg)
hierarki

kemudian

yang

sama

diteruskan
dengan

kepada

pembuatan

keppres . Setelah presiden menyetujui permohonan tersebut


kemudian Sekneg Cq. Bagian Ratifikasi memberitahukan kepada
departemen luar negeri. Selanjutnya departemen luar negeri
beserta

instansi

teknis

terkait

dan

juga

setneg,

kembali

mengadakan rapat interdep untuk membahas RUU pengesahan


yang

biasanya

permohonan

dan

telah

dipersiapkan

tentang

pelaksanaan

sebelum
perjanjian

pengajuan
tersebut.

Setelah rapat interdep itu selesai , selanjutnya departemen luar


negeri mengirimkan RUU yang disetujui dalam rapat tersebut ke
Sekneg beserta naskah akademisnya. Sekneg kemudian akan
meneruskan ke Presiden untuk kemudian Presiden mengeluarkan
ampres yang telah ditandatanganinya (Ditujukan kepada ketua
DPR , yang isinya meminta agar DPR membahas RUU tersebut ),
selanjutnya , mengirimkannya ke DPR.
Pembahasan rancangan undang- undang (RUU) dilakukan
melalui 4 (empat) tingkat pembicaraan. Setelah DPR menyetujui
RUU tersebut , maka bentuk persetujan DPR adalah berupa surat
dari ketua DPR kepada Presiden dan Keputusan DPR atas RUU
tersebut , yang dikirimkan ke Sekneg untuk diteruskan kepada

Presiden . RUU yang telah disetujui oleh DPR itu ditandatangani


dan disahkan oleh presiden sehingga menjadi Undang-Undang
(UU)

2.3

Perjanjian Internasional yang telah Diratifikasi


oleh Pemerintah Indonesia di Bidang Maritim
Berikut merupakan beberapa peraturan statutori maupun

perjanjian Internasional yang berhasil diratifikasi oleh pemerintah


Indonesia :
Tabel 2. 1 Perjanjian Internasional yang telah Diratifikasi oleh
Pemerintah Indonesia di Bidang Maritim
N
o
1

Nama konvensi

Ringkasan isi/tentang

Convention on the Konvensi

Legalitas

tentang Indonesia

establishment of the pembentukan

organisasi meratifikasi

international

internasional yang menangani konvensi ini dan

maritime

bidang

consultative

tugas

organization,

mengenai

1984(IMO

pelayaran dan perlindungan

convention 48)

lingkungan laut dari nahaya

maritime
pokok

dengan menjadi anggota

penanganan IMO sejak bulan


keselamatan September 1960

pencemaran yang bersumber


2

Amendements
1991

of

the

convention

dari kapal.
of Amandemen

terhadap Keputusan

IMO konvensi IMO sesuai dengan Presiden


(IMO resolusi

amandements 91)

A.724

(17)

ditetapkan

dalam

assembly

ke-17

yang (KEPPRES)No.16/
siding 1997
pada

November 1991 yang berisi


institualization
3

Amandements

of

the

facilitation committee.
of Amandemen
terhadap Keputusan

1993

of

the

convention

IMO Konvensi IMO sesuai dengan Presiden


(IMO resolusi

amandements 93)

A.735(18)

ditetapkan

dalam

yang (KEPPRES)
Sidang No.6/1997

Assembly ke-18 pada bulan


November 1993 yang berisi
penambahan jumlah anggota
Council IMO dari 32 negara
menjadi 40 negara dengan
komposisi 10 negara dengan
kategori A, 10 negara dengan
kategori B, dan 20 negara
4

dengan kategori C.
Konvensi
ini
merupakan Keputusan

International

Convention for the aturan pokok internasional di Presiden


Safety

of

Life

at bidang

keselamatan

kapal (KEPPRES)

Sea, 1974 (SOLAS dengan isi antara lain a turan No. 47/1980
74)

mengenai

survey,

stabilitas tahun 1980

dan pembagian ruang kapal,


permesinan, instalasi listrik,
konstruksi

kapal,

pemadam

peralatan
kebakaran,

peralatan keselamatan jiwa,


radio

komunikasi,

nevigasi

peralatan

di

keselamatan

muatan

kapal,
kapal,

dsb. Konvensi SOLAS

versi

pertama

pada

diterbitkan

tahun 1914 dan selanjutnya


dikembangkan beberapa kali
termasuk

Konvensi

SOLAS

1960 dan terakhir versi tahun

1974 yang berisi ketentuan


mengenai "tacit acceptance
procedure"

yakni

mengenai

ketentuan
penerapan

amandemen
terhadap
tanpa

Konvensi

para
melalui

penerimaan
dengan
peserta

secara

resmi
bahwa

besar

negara

telah

menerapkan

ketentuan
Intermational

prosedur

ketentuan

sebagian

pesertanya

amandemen

dimaksud.
Code Merupakan Kodesifikasi yang Keputusan

of Safety for High mengatur tentang kapal-kapal Menteri (KEPMEN)


Speed
6

Craft

Code)
International

(HSC berkecepatan tinggi.

dari

Convention
aturan

International

SOLAS

1974 Menteri (KEPMEN)

yang
untuk

keamanan
7

memuat Perhubungan
menjaga tahun 2003

maritime

yang

aman

Lines, 1966 (LOAD keselamatan


66)

33

dan

pelabuhan.
Aturan mengenai batas garis Keputusan

Convention on Load muat


LINES

29

tahun 1999
and Merupakan amandemen Bab Keputusan

Port Security Code XI-2


(ISPS Code)

Perhubungan

Convention pencegahan
kelebihan

bagi Presiden
kapal, (KEPPRES)

terhadap 7/1976
muatan

dan November 1976

keselamatan lambung timbul,


aturan
keselamatan

No.

mengenai
platform

dan

peningkatan stabilitas kapal.


Aturan
internasional Keputusan

International
Convention

on mengenai

Tonnage

komersial

Measurement
Ships,

tonase
yang

of dengan

kapal Presiden
dikaitkan (KEPPRES) No. 5

keselamatan Tahun 1987

1969 pelayaran

dan

perhitungan

(TONNAGE

perpajakan,

tarif

Convention 69)

kepelabuhanan,

tarif

pungutan lainnya.
Convention on the Aturan

mengenai Keputusan

International

pelayaran Presiden

keselamatan

Regulations

for terutama

dalam

rangka (KEPPRES) No. 50

Preventing Collisions pencegahan tubrukan di laut 11 Oktober 1979


at

Sea,

1972 dengan

menetapkan

(COLREG

ketentuan "Traffic Separation

Convention

Scheme (TSS)" di beberapa

72)

kawasan
rawan

yang

diperkirakan

kecelakaan

karena

kondisi alam atau padatnya


10 International

lalulintas pelayaran.
Aturan
mengenai Keputusan

Convention for Safe keselamatan peti kemas dan Presiden


Containers, 1972
(CSC

aturan

Convention kapal.

72)

pengangkutannya
Selain

itu,

di (KEPPRES) No. 33

guna Tahun 1989

memperoleh peti kemas yang 17 Juli 1989


aman,
standar
produksi

ditetapkan
pengujian
peti

pula

terhadap

kemas

dan

pengujian ulang terhadap peti


kemas
11 International

serta

pengawasan

terhadap peredarannya.
Konvensi ini berisi aturan- Keputusan

10

Convention

on aturan

Standards

of standar mengenai pendidikan (KEPPRES) No. 60

Training,

yang Presiden

dan sertifikasi bagi nakhoda 4 Desember 1986

Certification

and dan awak kapal serta calon

Watchkeeping

for pelaut yang akan bekerja di

Seafarers,
(STCW

internasional

1978 kapal niaga yang melakukan

Convention pelayaran

78)

internasional.

Konvensi ini juga mengatur


mengenai

ketentuan

jaga di kapal.
Trade Konvensi
ini

12 Special
Passenger

Ships tentang

dinas

mengatur Keputusan

keselamatan

kapal Presiden

Agreement,

yang melakukan

(KEPPRES) No. 72

1971(STP

angkutan

Convention 71)

(terutama dimaksudkan untuk

penumpang Tahun 1972

kapal angkutan jemaah haji di


kawasan
13 Protocol

Hindia

dan kawasan di sekitarnya).


1973 Aturan
tambahan
bagi Keputusan

of

relating

Samudera

to

the kesalamatan

Special

Trade melakukan

Passenger

Ships penumpang.

kapal

yang Presiden

angkutan (KEPPRES) No. 43


Tahun 1979

Agreement,
1971(STP Prot. 73)
14 Convention on the Konvensi
International
Maritime

mengenai

ini

mengatur Keputusan
penggunaan Presiden

Satellite komunikasi satelit khususnya (KEPPRES) No. 14

Organization,1976

yang digunakan dalam dunia Tahun 1986

(INMARSAT

pelayaran karena komunikasi

Convention 76)

dengan menggunakan radio


teresterial

sudah

semakin

11

padat dengan jangkauan yang


terbatas.
Perjanjian

15 Operating
Agreement

negara Keputusan

relating mengenai pengoperasian dan Presiden

to the INMARSAT

penggunaan INMARSAT yang (KEPPRES) No. 14

Convention

76 semula

(INMARSAT OA 76)
16 Operating
Agreement

antar

dikhususkan

komunikasi maritim.
Konvensi
ini
mengatur Keputusan

relating mengenai

to the INMARSAT

dan

standar

prosedur Presiden

penggunaan

Amendments

89 secara

(INMARSAT

OA hubungannya

Amendments 89)

untuk Tahun 1986

formulir (KEPPRES) No. 51

internasional

kegiatan

dalam Tahun 2002


dengan

kemaritiman.

Dengan penggunaan formulir


dan

pengurusannya

seragam,

maka

yang

lalulintas

pelayaran internasional akan


semakin mudah dan lancar.
Konvensi
ini
mengatur Keputusan

17 International

Convention for the mengenai


Prevention

Protocol
relating

dan Presiden

of penanggulangan pencemaran (KEPPRES) No. 46

Pollution
Ships,

pencegahan

From oleh minyak dari kapal dan Tahun


1973
of

and menggantikan

1986

"International (Ratifikasi

1978 Convention for the Prevention terhadap Annex I


thereto of Pollution of the Sea by Oil, & II)

(MARPOL 73/78)

1954 (OILPOL)". Konvensi ini 9


juga

mengatur

pencegahan

September

mengenai 1986
pencemaran

karena

kecelakaan

tanker

dan

kapal

kapal-kapal

lainnya. Sampai saat ini yang

12

berlaku

adalah

ketentuan

Annex

mengenai

Pencemaran oleh Minyak dan


Annex II mengenai Barang
Cair Berbahaya dalam bentuk
18 International

curah.
Konvensi

ini

Convention on Civil mengenai


Liability for Oil
Pollution

mengatur Keputusan

sistem

memungkinkan

korban (KEPPRES) No. 18

Damage, pencemaran

1969

yang Presiden

memperoleh 1 Juli 1978

(CLC ganti rugi dari pemilik kapal

Convention 69)

(pengangkut)

yang

secara

langsung

harus

bertanggungjawab
19 Protocol

of

terhadap

pencemaran (strict liability).


1992 Protokol
ini
mengatur Keputusan

relating to the CLC mengenai

penambahan Presiden

Convention 69 (CLC jumlah maksimum ganti rugi (KEPPRES)


Protocol 92)

akibat

pencemaran

No.

dari 55 Tahun 1999

pemilik kapal sebesar + 22


20 International

juta Dollar.
Konvensi

ini

mengatur Keputusan

Convention on the mengenai

tambahan Presiden

Establishment of an kompensasi
International

Fund diterima

for

Compensation dirugikan

for

Oil

Damage,
(FUND
71)

oleh

dapat (KEPPRES) No. 19

pihak

akibat

Pollution pencemaran
1971 Tambahan

yang

oleh

yang 1 Juli 1978

terjadinya
minyak.

kompensasi

ini

Convention dikelola oleh Lembaga FUND


yang

menerima

kontribusi

dari pemilik minyak (muatan)

13

yang

menjadi

anggota

Konvensi Fund.
21 Basel Convention on Konvensi
ini
the

Control

of mengenai

Transboundary

Presiden

prosedur pengangkutan dan (KEPPRES) No. 61

Movements
Wastes

of pembuangan

and

mengatur Keputusan

their negara

Disposal, 1991

limbah

serta

antar Tahun

1993

pengaturan tanggal

21

Juli

mengenai jenis limbah yang 1993 (BAPEDAL)


dapat ditransportasikan dan
dibuang antara negara satu

ke Negara lain.
Nations Konvensi
ini

22 United

memuat Undang-undang

Convention on the ketentuan mengenai hak dan (UU) No. 17 Tahun


Law

of

the

1982

Sea, ke-wajiban negara

1985

(UNCLOS terhadap wilayah teritorialnya 31

1982)

serta

dasar

hukum

menentukan

batas

Desember

untuk 1985
wilayah

teritorial. Disamping itu diatur


pula mengenai hak negara
terhadap

laut

bebas

dan

kewajibannya
melindungi

untuk

lingkungan

laut

dari bahaya kerusakan akibat


eksplorasi
sumber

dan
daya

Convention

on

a mengenai

Code of Conduct of perusahaan


1972

baik

hayati

maupun non-hayati.
Nations Konvensi ini memuat aturan Keputusan

23 United

Liner

eksploitasi

Conferences, secara
terutama

pengoperasian Presiden
angkutan

laut (KEPPRES) No. 40

internasional, Tahun 1976


dalam

rangka

14

pembagian muatan diantara


perusahaan-perusahaan yang
mempunyai

kapal

dengan

kebangsaan yang berbeda.


Konvensi
ini
merupakan Peraturan

24 International
Convention

on pengembangan

dari

kedua Presiden

Maritime Liens and konvensi sebelumnya dengan (PEPRES) No. 44


Mortgages, 1993

memasukkan unsur kerugian Tahun 2005


lingkungan

(environmental

loss) sebagai salah satu dari


tanggungjawab pemilik yang
harus

didahulukan.

apabila

Namun

terbukti

bahwa

kerugian lingkungan tersebut


dijamin oleh asuransi sesuai
dengan

ketentuan

internasional

konvensi

lainnya,

maka

kerugian tersebut tidak lagi


menjadi tanggungjawab yang
didahulukan.
25 Convention on the Konvensi ini memuat aturan Undang-undang (
Continental
1958,
on

Shelf mengenai Pengaturan Landas UU) No. 19 /1961

Convention Kontinen,
Fishing

Perikanan

dan 6

September

and Konservasi Sumberdaya Alam 1961

Conservation of the di Laut Lepas dan Konvensi


Living Resources of Laut Lepas.
the High Seas 1958,
Convention on the
High Seas 1958

15

26 Convention on the Konvensi ini memuat aturan Keputusan


International
Regulation

tentang Pengaturan mengenai Presiden


for pencegahan

kecelaka- (KEPPRES)

Preventing Collision an/tubrukan kapal di laut.


at Sea 1960
27 International

107/1968

No.
tahun

1968
Konvensi ini memuat aturan Keputusan

Convention for the tentang Pengaturan Mengenai Presiden


Safety of Life at Sea Keselamatan di Laut.

(KEPPRES)

1974

65/1980

No.

9 Desember 1980
28 Protocol

of

Relating

to

1978 Konvensi ini memuat aturan Keputusan


the tentang

International

Protokol

Mengenai Presiden

Keselamatan di Laut.

(KEPPRES)

Convention for the

21/1988

Safety of Life at Sea

29 Juni 1988

No.

1974
29 Agreement on the Konvensi ini memuat aturan Keputusan
Organization

for tentang Pengaturan mengenai Presiden

Indian Ocean Marine kerjasama


Affairs

kelautan

di (KEPPRES)

Cooperation Samudera Hindia.

No.

86/1993

(IOMAC) 1990

16

September

1993
To Konvensi ini memuat bahwa Keputusan

30 Amandemente

The Convention On Pemerintah Republik Indonesia Presiden


The

telah

Intergovernmental

perubahan-perubahan

Maritime

(Amendments)

Consultative

Konvensi

Organization
Amandemente

turut

menerima

usul (KEPPRES)
26/1983

terhadap Tahun 1983


IMCO

1975, "Amendmental

to

the

To Convention

the

Inter-

The Convention On Governmental

on

Maritime

16

No.

The

Consultative

Intergovernmental

1975,

Maritime

Convention

Consultative

Governmental

Organization

Organization

Amendments
on

to

the

Inter-

Maritime

1977, Organization

Amandemente

the

1977,

To Amendments

to

The Convention On Convention

on

The

Governmental

Intergovernmental

Consultative

Maritime

1979";

the

the

Inter-

Maritime
Organization

Consultative
Organization 1979
31 Protocol
on
The Memberikan hak-hak istimewa Keputusan
Privileges

and dan

Immunities

of

International
Maritime

kekebalan

the pejabat-pejabat
dalam

kepada Presiden
INMARSAT (KEPPRES)

rangka

untuk 37/1989

Satellite memperlancar

kegiatan Tahun 1989

Organization

operasional

telekomunikasi

(INMARSAT)

pelayaran

di

wilayah

Indonesia.
32 Amendments to the Bahwa
sistem
Convention on the satelit
International
Maritime

maritim

INMARSAT

komunikasi Keputusan
internasional Presiden

telah

Satellite sehingga

diperluas (KEPPRES)

terbuka

Organization

pelayanan

(INMARSAT)

penerbangan

No.

jasa

communications)

untuk 42/1990

komunikasi Tahun 1990


(aeronautical
dan

komunikasi penggerak di darat


(land mobile communications);

17

No.

33 Amendments to The Pemerintah Republik Indonesia Keputusan


Convention on The menerima

amandemen Presiden

International

terhadap

Maritime

Organisasi

Organization

Internasional.

(Institutionalization

dari :

of

The

Konvensi

tentang (KEPPRES)
Maritim 14/1996

Yang

terdiri

Facilitation a. amandemen terhadap Pasal-

Committee), to The

pasal 11,15, 21, 25, 56 dan

Convention on The

57;

International

b. tambahan bagian baru yakni

Maritime
Organization,

BAGIAN XI yang terdiri dari


1993

(Amandemen

Pasal-pasal 47 sampai

51

baru;

Konvensi Organisasi c. perubahan

penomoran

Maritim

ulang dari bagian XI sampai

International, 1993)

XX;
d. perubahan

penomoran

ulang dari Pasal-pasal 47


sampai 77;
e. perubahan acuan terhadap
Pasal-pasal yang dinomori
ulang dalam Pasal-pasal 5,
6, 7, 8, 66, 67, 68, 70, 72,
73 dan 74;
f. perubahan acuan terhadap
bagian-bagian

yang

dinomori ulang dalam Pasalpasal 15 dan 25(a); dan


g. perubahan nomor terhadap
Pasal yang dinomori ulang

18

No.

sebagaimana diacu dalam


lampiran II;

34 Convention
Facilitation

on Konvensi ini memuat tentang Keputusan


of Kemudahan Lalulintas Maritim Presiden

International
Maritime

Internasional

(KEPPRES)

Traffic,

1965
35 International

51/2002
Konvensi International yang Peraturan

Convention

Memuat

tentang

Pencarian Presiden

Maritime Search and daan Pertolongan Maritim.

(PERPRES)

Rescue,

30/2012

1979

with

and

Annex
1998

Amendments to The
International
Convention

on

Maritime Search and


Rescue,

1979

(Resolution
Maritime

No.

Safety

Committee 70 (69))

19

No.

36 International

Konvensi

Convention

on tentang

Internasional Keputusan
S.A.R

Maritim

thn Menteri

(KM)

Maritime Search and 1979.

Menteri

Rescue 1979

Perhubungan
No.70

RI

tentang

Pengawakan
Kapal Niaga
of mengatur tentang Surat Ukur. Pasal
347-352

37 Certificate
Tonnage

and Setelah diadakan pengukuran KUHD serta pasal

Measurement

kepada kapal diberikan Surat 45 UU. 21, Th.


Ukur

38 Amandemen

Kapal. 1992

penyempurnaan

International

1978,

Convention

yang

on Pengawakan

dari

berisi
Kapal

STCW Keputusan
tentang Menteri (KEPMEN)
Niaga. Menteri

Standard of Training

Perhubungan

Certification

No.70 Th.1998

and

Watchkeeping
Seafarers

for

(STCW)

tanggal,
Oktober 1998

1995

20

21

2.4 Implementasi

Ratifikasi

dari

Perjanjian

Internasional
Hingga saat ini, cukup banyak perjanjian internasional di
bidang maritim yang telah berhasil disepakati dan kemudian
diratifikasi oleh pemerintah Indonesia. Perkembangan perjanjian
internasional yang lahir di abad 20 ini, nampaknya berkaitan erat
dengan meningkatnya pemanfaatan teknologi tinggi dan bahan
berbahaya yang menimbulkan dampak yang luas bagi masalah
sumberdaya di laut.
Melalui suatu peraturan hukum nasional dengan ketentuan
yang bersifat lebih lanjut, secara sederhana implementasi dapat
dikatakan

sebagai

upaya

penerapan

suatu

perjanjian

internasional. Belumlah cukup memadai untuk dilaksanakan


apabila hanya meratifikasi

perjanjian internasional menjadi

hukum nasional. Maka dari itu dibutuhkan peraturan-peraturan


pelaksanaan lainnya yang sesuai dengan pasal-pasal perjanjian
internasional

tersebut.

Implementasi

suatu

perjanjian

internasional menjadi sangat penting dan diperlukan untuk dapat


memberikan masukan baru sehingga dapat menambah wawasan
bagi perkembangan hukum nasional. Masih terdapat peraturanperaturan yang belum diatur dalam hukum nasional, maka
diharapkan

perjanjian

internasional

yang

telah

diratifikasi

tersebut dapat menambah kekurangan yang ada di dalam sistem


hukum nasional.
Dalam
berperan

hubungan
lebih

besar

internasional,
lagi

dengan

Indonesia

akan

dapat

keterlibatannya

dalam

kegiatan-kegiatan penting yang berkaitan dengan perjanjian


internasional, seperti dalam penyusunan peraturan-peraturan
perjanjian internasional dalam bentuk protocol, annex, maupun

21

amandement.

Dengan

adanya

tindakan

meratifikasi

suatu

perjanjian internasional bagi Indonesia, kerjasama hubungan


internasional
bantuan

yang

ilmiah

mencakup

dapat

pendanaan,

meningkat

dan

teknologi,

dapat

serta

memberikan

keuntungan untuk meningkatkan dan mendorong pembangunan


nasional.
Meratifikasi

suatu

perjanjian

internasional

harus

diimplementasikan melalui ketentuan-ketentuan yang bersifat


tindak lanjut atas perjanjian internasional tersebut. Ada beberapa
peraturan mengenai tindak lanjut atas perjanjian internasional
yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia. Dibawah ini terdapat 3
contoh

ketentuan

perundang-undangan

nasional

yang

merupakan tindak lanjut dari suatu perjanjian internasional di


bidang kelautan yang telah diratifikasi dengan menyebutkan
secara tegas adanya ratifikasi tersebut.
a. Keputusan

Menteri

Perhubungan

No.

KM

167/HM.207/PHB-86 tertanggal 27 Oktober 1986 tentang


Sertifikat

Internasional

Minyak

dan

Pencegahan

Sertifikat

Pencemaran

Internasional

oleh

Pencegahan

Pencemaran oleh Bahan Cair Beracun. Keputusan Menteri


Perhubungan

ini

juga

merupakan

upaya

melindungi

kelestarian lingkungan laut dan sebagai tindak lanjut atas


diratifikasinya International Convention for the Prevention
of Pollution from Ships, 1973 and the Protocol of 1978
Relating

thereto.

Hal

ini

dinyatakan

dalam

bagian

pertimbangan keputusan yang menyatakan :


Menimbang : a. bahwa dalam rangka melindungi
kelestarian lingkungan laut dengan Keputusan Presiden
No. 46 Tahun 1986, pada tanggal 9 September 1986,
Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Konvensi

22

Internasional tentang Pencegahan Pencemaran dari


Kapal 1978 dan Protokol 1978 konvensi tersebut
(International Convention for the Prevention of Pollution
from Ships, 1973 and the Protocol of 1978 Relating
thereto).
b. Peraturan Pemerintah
tertanggal

18

Maret

Nomor
1974

17

Tahun

tentang

1974

Pengawasan

Pelaksanaan Eksplorasi dan Ekploitasi Minyak dan Gas


Bumi di Daerah Lepas Pantai. Peraturan pemerintah ini
merupakan tindak lanjut diratifikasinya tiga

Konvensi

Hukum Laut 1958 yaitu Konvensi Mengenai Laut Lepas,


Konvensi

Mengenai

Landas

Kontinen

dan

Konvensi

Mengenai Perikanan dan Sumberdaya Hayati di Laut Lepas


melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat yang produk
hukumnya

berupa

undang-undang.

Dalam

peraturan

pemerintah ini secara tegas dinyatakan adanya ratifikasi


yang tercantum sebagai berikut :
Mengingat : 6. Undang-undang No. 19 Tahun 1961
tentang Persetujuan atas Tiga Konvensi Jenewa Tahun
1958

Mengenai

Hukum

Laut

(Lembaran

Negara

Republik Indonesia Tahun 1961 Nomor 276, Tambahan


Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2318).
c. Undang-undang No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan
Indonesia.

Undang-undang

ini

merupakan

pengganti

Undang-undang No. 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan


Indonesia

yang

mengatur

hal-hal

mengenai

wilayah

perairan Indonesia, hak lintas bagi kapal-kapal asing,


pemanfaatan-pengelolaan-perlindungan

dan

pelestarian

lingkungan perairan Indonesia, serta penegakan hukum di


perairan Indonesia. Peraturan pemerintah ini merupakan
tindak lanjut diratifikasinya tiga Konvensi Hukum Laut 1958

23

yaitu Konvensi Mengenai Laut Lepas, Konvensi Mengenai


Landas Kontinen dan Konvensi Mengenai Perikanan dan
Sumberdaya Hayati di Laut Lepas melalui persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat yang produk hukumnya berupa
undang-undang. Dalam peraturan pemerintah ini secara
tegas dinyatakan adanya ratifikasi yang tercantum sebagai
berikut:
Mengingat

: 6. Undang-undang No. 19 Tahun 1961

tentang Persetujuan atas Tiga Konvensi Jenewa Tahun


1958

Mengenai

Hukum

Laut

(Lembaran

Negara

Republik Indonesia Tahun 1961 Nomor 276, Tambahan


Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2318).

24

BAB III Penutup

Semua
maupun

produk-produk

international

hukum,

yang

baik

diprakarsai

secara
oleh

nasional,

International

Maritime Organization ( IMO ) bertujuan untuk melindungi;


menyelamatkan jiwa, harta dan manusia di laut; dan ekosistem
maritim dari kerusakan, akibat ship accident. Misalnya saja
SOLAS, MARPOL, dan STCW. Indonesia sebagai anggota IMO
sejak tahun 1960 haruslah turut dalam konvensi internasional
yang membahas produk-produk hukum yang dikenal dengan
peraturan statutori (statutory regulations) yang membahas
tentang dunia kemaritiman.
Setelah
statutori

Indonesia

pada

turut

konvensi

menandatangani

internasional,

peraturan

Indonesia

harus

mengesahkan peraturan tersebut dengan melakukan ratifikasi.


Ada dua macam pengesahan / ratifikasi perjanjian internasional
di Indonesia yaitu dalam bentuk Undang-Undang (UU) dan
Keputusan Presiden (KEPPRES).
Hingga saat ini, cukup banyak perjanjian internasional
(peraturan statutori) di bidang maritim yang telah berhasil
disepakati dan kemudian diratifikasi oleh pemerintah Indonesia.
Contohnya saja Ratifikasi KEPPRES RI No. 65/1980 tentang
pengesahan SOLAS 1974 pengganti dari SOLAS 1960. Untuk saat
ini tidak cukup hanya dengan pengesahan saja, diperlukan suatu
implementasi yang menerapkan suatu perjanjian internasional
melalui suatu peraturan hukum nasional dengan ketentuan yang
bersifat lebih lanjut berupa peraturan-peraturan pelaksanaan
lainnya

sesuai

dengan

pasal-pasal

perjanjian

internasional

25

tersebut, misalnya diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor


17 Tahun 1974 tertanggal 18 Maret 1974 yang merupakan tindak
lanjut diratifikasinya tiga Konvensi Hukum Laut 1958.

DAFTAR PUSTAKA

Firmansyah, Ifhan. 2010. Proses Ratifikasi Hukum Internasional.


http://saranabelajar.wordpress.com/2010/04/01/prosesratifikasi-hukum-internasional/. (diakses : 16 September
2014).
Irawan.

2009.

Perjanjian

Internasional.

http://16011988irawan.wordpress.com/perjanjianinternasional/. (diakses : 14 September 2014).


Madya,

Bram.

Proses

Pengesahan

Perjanjian

Internasional.

http://the-catetan.blogspot.com/2010/04/prosespengesahan-perjanjian.html. (diakses : 16 September


2014).
Radjab,

Adonis.

2010.

Ratifikasi

Perjanjian

Internasional.

http://www.indonesianship.com/beritaisi.php?ID=1299.
(diakses : 15 September 2014).
Rizky,

Arifatur.

2012.

Perjanjian

Internasional.

http://arifaturrizky.blogspot.com/2012_01_01_archive.html
. (diakses : 14 September 2014).
Rusmana,

Muliadi.

2012.

Hukum

Pencemaran

Lingkungan.

http://muliadirusmana.blogspot.com/2012_12_01_archive.
html. (diakses : 13 September 2014).

26

Saepudin. 2011. Perjanjian Internasional di Bidang Lingkungan


Laut

yang

telah

Diratifikasi Indonesia.http://saepudinonline.wordpress.com
/2011/03/20/perjanjian-internasional-di-bidanglingkungan-laut-yang-telah-diratifikasi-indonesia-2/.
(diakses : 14 September 2014).
Tim

Badan

Pembinaan

Hukum

Nasional.

http://bphn.go.id/?

page=peraturan&section=produk_bphn&act=search.
(diakses : 15 September 2014).

27

Anda mungkin juga menyukai