Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL

TENTANG RATIFIKASI

DOSEN PEMBIMBING

Dr. Joko Setiono, SH., MH.

DISUSUN OLEH

L. Mika ave khrisna. P

167010050

UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG

FAKULTAS HUKUM

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya, sehingga
makalah ini dapat tersusun. Saya selaku penulis juga mengucapkan banyak
terimakasih sebesar – besarnya kepada pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini, dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan untuk para pembaca, saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Akhirnya saya berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan pendidikan dan menjadikan inspirasi
terhadap aspek kehidupan bernegara.

Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga para pembaca dapat mengambil
manfaat dari makalah ini.

Semarang , 19 Januari 2019

L. Mika ave khrisna. P

2
Daftar Isi

HALAMAN JUDUL ..................................................................................1

KATA PENGANTAR ................................................................................2

DAFTAR ISI................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

Latar belakang................................................................................................4

Rumusan masalah.........................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian ratifikasi perjanjian internasional.............................................6

B. Pengesahan/Ratifikasi melalui UU atau Keppres.......................................7

C. Contoh Perjanjian Ratifikasi yang Telah Dilakukan ..................................9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan dan saran....................................................................10

B. Daftar pustsaka..............................................................................10

3
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia mempunyai dua kelembagaan negara yang memiliki fungsi


judicial review yaitu Mahkamah Agung dan juga Mahkamah Konstitusi. MK
berwenang berwenang mengadili pada tahp awal dan terakhir yang berkeputusan
final dalam hal pengujian UU terhadap UUD NRI 1945. Sedangkan MA
memiliki kewenangan untuk menguji peraturan yang ada di bawah UU terhadap
UUD.

Peraturan tersebut menjadi masalah ketika ada UU atau produk hukum yang
merupakan ratifikasi perjanjian internasional di dalam sistem penegakan
konstitusi di indonesia. Indonesia terikat kepada perjanjian internasional yang
ketika parlemen dan presiden telah meratifikasi perjanjian tersebut di dalam
bentuk “undang-undang”. Indonesia baru akan mengakui hukum internasional
setelah adanya pengambilan khusus terhadap perjanjian internasional. Adopsi atau
pengambilan khusus ini dibentuk dengan mekanisme membentuk peraturan
hukum yang setingkat dengan UU. Oleh karen berbentuk UU, maka akan
menjadikan persoalan tersendiri apakah UU ratifikasi ini dapat masuk kedalam
kategori hierarkis peraturan Perundang-undangan sesuai dengan UU nomor 12
Tahun 2011, sehingga berimplikasi akan dilakukanya judicial review oleh MK.

4
B. RUMUSAN MASALAH
Sebagian undang-undang ratifikasi tidak memiliki UU peng-implementasi, namun
sebaliknya, sebagian perjanjian internasional diratifikasi dengan menggunakan
UU dan dibuatkan UU implementasi. Apakah UU Ratifikasi yang tanpa UU
implementasi sudah menjadi sumber hukum yang positif di indonesia ?

C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini guna untuk mengetahui apa itu perjanjian ratifikasi
dan bagaimana pengimplementasian serta contoh perjanjian ratifikasi yang
pernah dilakukan oleh negara indonesia.

5
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Ratifikasi Perjanjian Internasional

Ratifikasi dalam penjelasan UU No 24 tahun 2000 tentang perjanjian


internasional, adalah salah satu bentuk pengesahan , perbuatan hukum untuk
mengikatkan diri kepada suatu perjanjian internasional1.

Pengesahan suatu perjanjian internasional oleh Republik Indonesia dilakukan


sepanjang dibutuhkan persyaratan pada perjanjian internasional tersebut, dan di
lakukan dengan melalui UU atau Keppres2. Setelah dikeluarkanya UU No 12
tahun 2011ntentang pembentukan peraturan Perundang-undangan, pengesahan
perjanjian internasional tertentu hanya dapat dilakukan dengan adanya UU3. Dan
yang dimaksud dengan “perjanjian internasional tertentu” itu adalh perjanjian
internasional yang dapat menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan
rakyat yang terkait dengan beban keungan dari negara atau perjanjian tersebut
mengharuskan perubahan atau pembentukan UU dengan persetujuan DPR4.

B. Pengesahan/Ratifikasi melalui UU atau Keppres

Pengesahan atau ratifikasi perjanjian internasional dilakukan melalui UU


apabila berkenaan dengan enam poin berikut5 :

1. Masalah politik,pertahanan, keamanan negara dan perdamaian


2. Merubah wilayah atau batasan wilayah NKRI
3. Kedaulatan atau hak berdaulat suatu negara
4. HAM dan lingkungan hidup
5. Untuk membentuk suatu kaidah yang baru
6. Pinjaman atau hibah dari atau untuk luar negeri

Sedangkan pengesahan atau ratifikasi perjanjian internasional yang melalui


keppres dilakukan atas dasar perjanjian yang mensyaratkan adanya pengesahan
sebelum dimulainya berlakunya perjanjian, akan tetapi sudah memiliki sifat
prosedural dan memerlukan penerapan di dalam waktu yang singkat tanpa
mempengaruhi peraturan perUU nasional. Jenis-jenis perjanjian yang termasuk di

1
Pasal 1 angka 2 UU 24/2000
2
Pasal 9 UU 24/2000 dan Mochtar Kusumaatmadja dan etty R. Agoes, pengantar hukum
internasional, 2003 ,Bandung. PT. Alumni, hal 120
3
Pasal 10 ayat (1) huruf c UU 12/2011
4
Penjelasan pasal 10 ayat (1) huruf c UU 12/2011
5
Pasal 10 UU 24/2000 dan Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, hal. 120

6
dalam kategori ini di antaranya adalah perjanjian utama yang menyangkut kerja
sama di dalam bidang6 :

1. Ilmu pengetahuan dan juga teknologi


2. Bidang ekonomi
3. Bidang teknik
4. Bidang perdagangan
5. Bidang kebudayaan
6. Bidang pelayaran niaga
7. Penghindaran pajak berganda
8. Kerjasama perlindungan penanaman modal
9. Perjanjian yang bersifat teknis

Tentang UU atau Keppres ratifikasinya sendiri diberlakukan sebagi UU


atau Keppres di indonesia yang tidak perlu menunggu adanya uu
implementasinya terlebih dahulu. Begitu uu atau keppres sudah berlaku
dan memiliki kekuatan hukum tetap, kecuali ditentukan dalam ketentuan
lain di dalam Per-UU yang bersangkutan sesuai di dalam pasal 87 UU
12/2011.

6
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, hal. 121

7
C. Contoh Perjanjian Ratifikasi yang Telah Dilakukan

Menteri Perhubungsn Menyerahkan Piagam Aksesi Ratifikasi konvensi IMO di


sidang Assembly London.

Menteri perhubungan , Budi Karya menyampaikan secara resmi piagam


aksesi ratifikasi Indonesia untuk protocol of 1988 relating to the international
convention for the safety of life at sea atau yang disingkat menjadi SOLAS 1974
dan protocol 1988 relating to LOADLINE 1996 kepada sekjen internasional
maritime organization atau disingkat menjadi IMO.

Penyampaian piagam aksesi ini dimaksud dan dilakukan pada sela-sela sidang
majelis IMO yang ke 30 yang dihadiri oleh 172 negara anggota IMO.

Menhub Budi yang menjadi head of delegation indonesia mengatakn bahwa


ratifikasi protocol 1988 relating to solas 1974 di tuangkan melalu Perpres RI No
57tahun 2017 pada tanggal 30 mei 2017 dan ratifikasi protocol 1988 relating to
LOADLINES 1966 dituangkan melalui perpres NO 84 tahun 2017 pada tanggal
21 agustus 2017.

Adapun Protokol itu ditetapkan oleh IMO di londdon, inggris Pada tanggal 11
november tahun 1988 sebagai hasil perundingan wakil delegasi negara anggota
IMO. Protokol 1988 related SOLAS mengatur tentang harmonisasi masa berlaku
sertifikat dan pelaksanaan pemeriksaan yang akan terdiri pada pemeriksaan
inisial, pemeriksaan tahunan, pemeriksaan antara dan pemeriksaan pembaharuan
sedangkan protokol 1988 LOADLINES mengatur batas garis muat kapal yang
aman bagi keselamatan kapal, pencegahan kelebihan muatan dan keselamatan
kapal, pencegahan kelabihan muatan dan keselamatanlambung timbul,
keselamatan platform serta peningkatan stabilitas kapal.

Pencalonan Indonesia sebagai Anggota dewan IMO Kategori C 2018-2019

Sebelumnya Di hari yang sama, Menhud Budi berkesempatan menyampaikan


pidato dalam sidang IMO Assembly ke 30 yang dipimpin oleh presiden IMO
assembly ke 30 Rolando Drago dari chile.

8
Menhub Budi menegaskan bahwa indonesia akan melanjutkan pembangunan
infrastruktur yang tidak saja fokus terhadap peningkatan aksebilitas tetapi juga
konektivitas keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan
terwujudnya pelayaran aman dan sejahtera, sejalan dengan konektifitas antar
wilayah yang semakin baik.

Mengingat letaknya yang strategis dan juga sebagai negara kepulauan yang
terbesar di dunia, indonesia akan berkomitmen untuk terus mewujudkan
keselamatan dan keamana pelayaran dalam mendukung pertumbuhan ekonomi
global.

“Di dalam sidang Assembly ini, indonesia akan mencalonkan kembali menjadi
anggota dewan kategori C periode 2018-2019 dan akan berkomitmwn untuk
meneruskan kerjasam yang baik dengan IMO didalam mewuudkan pelayaran
yang lebih bai, aman dan ramah terhadap lingkungan. Oleh karrena itu, kami
mengharapkan dukungan semua negara anggota IMO atas pencalonan indonesia
sebagai anggota dewan IMO kategori C” kata menhub yang disambut tepuk
tangan dari para delegasi ke 172 negara anggota IMO yang hadir.

Keanggotaan dewan IMO terdiri dari 3 kategori yaitu A terdiri dari 10 negara
yang mewakili armada pelayaran niaga international terbesar dan sebagai
penyedia angkatan laut international terbesar.

Kategori B terdiri dari 10 negara yang mewakili kepentingan terbesar dalam


penyelenggara jasa perdagangan lewat laut dan kategori c terdiri dari 20 negara
yang mempunyai kepentingan dalam angkatan laut dan memncerminkan
pembagian perwakilan yang adil secara geografis.

9
BAB III PENUTUP

KESIMPULAN dan SARAN

Ratifikasi merupakan proses adopsi perjanjian internasional atau konstitusi atau


dokumen yang bersifat nasional lainya melalui persetujuan dari tiap entitas kecil
di dalam bagianya. Proses ratifikasi konstitusi akan sering ditemukan di dalam
negara federasi. Indonesia merupakan salah satu negara dengan ratifikasi yang
terbilang cukup banyak, akan tetapi kekuatan hukum yang mengatur tentang
proses ratifikasi masih kurang bahkan di dalam implementasinya saja belum bisa
mebuatkan UU tentang ratifikasi, sehingga terkadang masih ada kesulitan jika itu
tentang perubahan ratifikasi.

DAFTAR PUSTAKA
 https://id.wikipedia.org/wiki/Ratifikasi
 https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4c69b1cbd0492/status-
hukum-uu-ratifikasi/#_ftnref
 https://indonesianembassy.org.uk/menhub-serahkan-piagam-aksesi-
ratifikasi-konvensi-imo-di-sidang-assembly-london
 Huda, Ni’matul dan Nurhidayatuloh (ed). Politik Hukum HAM di Indonesia.
Yogyakarta: Pasca Sarjana UII dan FH UII Press, 2011.
 Mahkamah Konstitusi RI, Mengawal Demokrasi Menegakkan Keadilan
Substantif; Refleksi Kinerja MK 2009 Proyeksi 2010, 29 Desember 2009, 2-4
Mauna, Boer.
 Hukum Internasional Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika
Global. Bandung: Penerbit Alumni, 2005.

10

Anda mungkin juga menyukai