Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PERJANJIAN INTERNASIONAL

(Tahapan dan Klasifikasi Perjanjian Internasional)

(Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Internasional)

Dosen Pengampu: Ida R Hasan, S.H., M.H

Disusun Oleh:

Kelompok 5

1. Ardiatama Iedha Aradhea 2110631010066


2. Dina Nurhasanah 2110631010013
3. Devi Anggraini Saputri 2110631010011
4. Gusti Salma Azzumar A 2110631010098
5. Siti Nurhikmatul Fajriya 2110631010165
6. Tifany Puspa Ardianti 2110631010183
7. Wina Septianasari 2110631010155

PROGRAM STUDI S1 ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah dengan judul “Perjanjian Internasional"
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa pula kami mengucapkan terima
kasih kepada rekan-rekan kelompok kami serta terhadap bantuan dari pihak yang
telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan pikiran dan ilmu mengenai
topik yang kami bahas dalam makalah ini.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Internasional


yang membahas perihal Tahapan dan Klasifikasi Perjanjian Internasional beserta
contohnya. Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan pagi para pembaca dan juga penulis.

Tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan


kelompok kami serta terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan pikiran dan ilmu mengenai topik yang kami bahas dalam
makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, saran, kritik, dan masukan yang berharga sangat diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Karawang, 17 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I: PENDAHULUAN..................................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2

BAB II: PEMBAHASAN...................................................................................... 3

A. Perjanjian Internasional dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 3

B. Tahapan dan Klasifikasi Perjanjian Internasional .................................... 6

C. Contoh Perjanjian Internasional ............................................................. 11

BAB III: PENUTUP............................................................................................ 14

A. Kesimpulan ............................................................................................. 14

B. Saran ....................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perjanjian internasional merupakan salah satu rujukan bagi
negara-negara atau subjek hukum internasional lain untuk menyelesaikan
berbagai permasalahan yang terjadi dalam hubungan internasional selain
kebiasaan internasional, prinsip hukum umum, yurisprudensi dan pendapat
para sarjana terkemuka. 1Perjanjian nasional merupakan suatu perjanjian
atau persetujuan yang meliputi dua subjek-subjek hukum internasional atau
lebih guna menciptakan suatu akibat atau kewajiban yang diatur oleh hukum
internasional. Subjek hukum internasional adalah pemegang hak dan
kewajiban langsung berdasarkan hukum internasional. Untuk memenuhi
syarat sebagai subjek hukum internasional perlu memiliki kepribadian hukum
(legal personality). Kepribadian hukum ini diperlukan untuk memperoleh
keabsahan hukum sebagai subjek serta satuan tersendiri dalam hubungan
internasional (Rudy, 2009).

Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan diantara


anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan
suatu hukum tertentu menjadi berlaku. Perjanjian internasional tertulis ini
menimbulkan kewajiban-kewajiban bagi para pihak di dalamnya. Perjanjian
internasional ini memiliki banyak sebutan, misalnya traktat, konvensi dan
lain-lainnya. Perkembangan praktek hubungan internasional telah
menempatkan perjanjian internasional sebagai sumber hukum yang paling
utama untuk mengatur hak dan kewajiban masing-masing subjek hukum
internasional yang mengikatkan diri dalam perjanjian internasional. pada
prinsipnya setiap negara memiliki kebebasan untuk mengadakan perjanjian
dengan pihak manapun (asas kebebasan berkontrak), sepanjang sesuai dengan

1Danel Aditia Situngkir. “Terikatnya Negara Dalam Perjalanan Internasional”. Refleksi Hukum. Vol. 2, No.
2, 2018. Hlm 170.

1|Page
kebutuhan negara tersebut. Apabila negara tersebut telah mengikatkan diri
dalam perjanjian maka akan melahirkan hak dan kewajiban yang harus
dipikul. 2
Peran sebagai negara pihak maupun sebagai bukan negara pihak akan
melahirkan hak dan kewajiban bagi negara. Misalnya negara yang terlibat
dalam perjanjian internasional biasanya akan Menyusun perjanjian yang akan
dibuat, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Konvensi Wina 1969 Perjanjian dapat
disusun antara Negara atau pemerintahan atau kepala Negara atau instansi
pemerintah yang memiliki kewenangan yang diberikan oleh negara yang
mengutusnya3. Berdasarkan peran negara tersebut dapat dikatakan suatu negara
dikatakan terikat pada perjanjian internasional merupakan kehendak dari
negara tersebut untuk terikat dalam kapasitas sebagai negara pihak. Ketika
negara bertindak sebagai negara pihak artinya negara siap dengan segala hak
dan kewajiban yang dibebankan sesuai dengan perjanjian internasional. Tindakan
negara merupakan bentuk penghargaan atas kedaulatan negara dimana negara
bebas untuk menentukan sendiri tindakan yang diambilnya.

B. Rumusan Masalah
1) Apa yang dimaksud perjanjian internasional dan pengaturannya
dalam UU No 24 TAHUN 2000 Tentang Perjanjian Internasional?
2) Bagaimana tahapan dan klasifikasi perjanjian internasional?
3) Apa saja contoh perjanjian internasional?

C. Tujuan Penulisan
1) Untuk mengetahui perjanjian internasional dan pengaturannya
dalam UU No 24
2) Untuk mengetahui tahapan dan klasifikasi perjanjian internasional
3) Untuk mengetahui contoh perjanjian internasional

2 Danel Aditia Situngkir. 2019. “Perjanjian Internasional dan Dampaknya Bagi Hukum Nasional”. Kertha
Wicaksana Volume 13, Nomor 1. 2019.Hlm 20.
3 Danel Aditia Situngkir. “Terikatnya Negara dalam Perjanjian Internasional”. Refleksi Hukum. Vol. 2, No.

2, 2018. Hlm 171.

2|Page
BAB II

PEMBAHASAN
A. Perjanjian Internasional dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000
Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu,
yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta
menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik. Indonesia dalam
hubungannya dengan negara lain sering kali terikat dalam suatu perjanjian di
berbagai bidang, termasuk perdagangan yang didalamnya mencakup kerja sama
perdagangan barang dan jasa sektor energi. Perjanjian internasional dalam lingkup
kerja sama dilakukan oleh Indonesia baik secara bilateral, regional maupun
multilateral.

Suatu perjanjian internasional mulai berlaku dan mengikat para pihak


setelah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam perjanjian tersebut.
Pemerintah Republik Indonesia sendiri mengikatkan diri pada perjanjian
internasional melalui cara-cara penandatanganan, pengesahan, pertukaran dokumen
perjanjian/nota diplomatic, serta cara-cara lain sebagaimana disepakati para pihak
dalam perjanjian internasional. Untuk pembuatan perjanjian internasional
dijelaskan dalam UU No. 24 Tahun 2000 pada Pasal 4 sampai Pasal 8, dimana
yakni:

Pasal 4 berbunyi:

(1) Pemerintah Republik Indonesia membuat perjanjian internasional


dengan satu negara atau lebih, organisasi internasional, atau subjek
hukum internasional lain berdasarkan kesepakatan, dan para pihak
berkewajiban untuk melaksanakan perjanjian tersebut dengan iktikad
baik.

(2) Dalam pembuatan perjanjian internasional, Pemerintah Republik


Indonesia berpedoman pada kepentingan nasional dan berdasarkan
prinsip-prinsip persamaan kedudukan, saling menguntungkan, dan

3|Page
memperhatikan, baik hukum nasional maupun hukum internasional
yang berlaku.

Pasal 5 berbunyi :

(1) Lembaga negara dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun


nondepartemen, di tingkat pusat dan daerah, yang mempunyai rencana
untuk membuat perjanjian internasional, terlebih dahulu melakukan
konsultasi dan koordinasi mengenai rencana tersebut dengan Menteri.

(2) Pemerintah Republik Indonesia dalam mempersiapkan pembuatan


perjanjian internasional, terlebih dahulu harus menetapkan posisi
Pemerintah Republik Indonesia yang dituangkan dalam suatu pedoman
delegasi Republik Indonesia.

(3) Pedoman delegasi Republik Indonesia, yang perlu mendapat persetujuan


Menteri, memuat hal-hal sebagai berikut : latar belakang permasalahan;
analisis permasalahan ditinjau dari aspek politis dan yuridis serta aspek
lain yang dapat mempengaruhi kepentingan nasional Indonesia; posisi
Indonesia, saran, dan penyesuaian yang dapat dilakukan untuk mencapai
kesepakatan.

(4) Perundingan rancangan suatu perjanjian internasional dilakukan oleh


Delegasi Republik Indonesia yang dipimpin oleh Menteri atau pejabat
lain sesuai dengan materi perjanjian dan lingkup kewenangan masing-
masing.

Pasal 6 berbunyi :

(1) Pembuatan perjanjian internasional dilakukan melalui tahap penjajakan,


perundingan perumusan naskah, penerimaan, dan penandatanganan.

(2) Penandatanganan suatu perjanjian internasional merupakan persetujuan


atas naskah perjanjian internasional tersebut yang telah dihasilkan
dan/atau merupakan pernyataan untuk mengikatkan diri secara definitif
sesuai dengan kesepakatan para pihak.

4|Page
Pasal 7 berbunyi :

(1) Seseorang yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia, dengan


tujuan menerimaan atau menandatangani naskah suatu perjanjian atau
mengikatkan diri pada perjanjian internasional, memerlukan Surat
Kuasa.

(2) Pejabat yang tidak memerlukan Surat Kuasa sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 1 angka 3 adalah : Presiden, dan Menteri.

(3) Satu atau beberapa orang yang menghadiri, merundingkan, dan/atau


menerima hasil akhir suatu perjanjian internasional, memerlukan Surat
Kepercayaan.

(4) Surat Kuasa dapat diberkan secara terpisah atau disatukan dengan Surat
Kepercayaan, sepanjang dimungkinkan, menurut ketentuan dalam
suatu perjanjian internasional atau pertemuan internasional.

(5) Penandatangan suatu perjanjian internasional yang menyangkut kerja


sama teknis sebagai pelaksanaan dari perjanjian yang sudah berlaku dan
materinya berada dalam lingkup kewenangan suatu lembaga negara
atau lembaga pemerintah, baik departemen maupun nondepartemen,
dilakukan tanpa memerlukan Surat Kuasa.

Pasal 8 berbunyi :

(1) Pemerintah Republik Indonesia dapat melakukan pensyaratan dan/atau


pernyataan, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian internasional
tersebut.

(2) Pensyaratan dan pernyataan yang dilakukan pada saat penandatangan


perjanjian internasional harus ditegaskan kembali pada saat pengesahan
perjanjian tersebut.

5|Page
(3) Pensyaratan dan pernyataan yang ditetapkan Pemerintah Republik
Indonesia dapat ditarik kembali setiap saat melalui pernyataan tertulis
atau menurut tata cara yang ditetapkan dalam perjanjian internasional.

Didalam UU No. 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional


disebutkan pula pada Pasal 10 mengenai pengesahan perjanjian internasional
dilakukan dengan undang-undang apabila berkenaan dengan :

a. masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara;


b. perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik
Indonesia;
c. kedaulatan atau hak berdaulat negara;
d. hak asasi manusia dan lingkungan hidup; pembentukan kaidah hukum
baru;
e. pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
Perjanjian Internasional tidak bisa berakhir begitu saja, ada aturan dan hal
yang harus dipenuhi terlebih dahulu untuk mengakhirinya. Adapun beberapa
keadaan yang membuat perjanjian internasional ini berakhir yakni disebutkan
dalam Pasal 18 UU No. 24 Tahun 2000 sebagai berikut: terdapat kesepakatan pada
pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam perjanjian; tujuan perjanjian tersebut
telah tercapai; terdapat perubahan mendasar yang mempengaruhi pelaksanaan
perjanjian; salah satu pihak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian;
dibuat suatu perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama; muncul norma-
norma baru dalam hukum internasional; objek perjanjian hilang; terdapat hal-hal
yang merugikan kepentingan nasional.

B. Tahapan dan Klasifikasi Perjanjian Internasional


1. Tahapan Perjanjian Internasional

Tahapan perjanjian internasional telah diatur dalam Konvensi Wina 1969


tentang Hukum Perjanjian Internasional. Tahapan pembuatan perjanjian
internasional diantaranya:

a. Perundingan (Negotiation)

6|Page
Perundingan merupakan tahapan awal dari pembuatan perjanjian
internasional yang dilakukan oleh wakil negara yang telah ditunjuk dan dilengkapi
dengan dokumen full power. Dokumen ini tidak menjadi penting untuk diberikan
kepada wakil negara apabila perwakilan negara tersebut adalah orang yang
memiliki posisi atau jabatan yang memang mempunyai wewenang untuk menjadi
perwakilan negaranya dalam tahap perundingan.

Orang-orang yang berwenang mewakili negaranya ini diatur lebih lanjut


dalam Pasal 7 Konvensi Wina 1969, di antaranya yaitu kepala negara (seperti
presiden), kepala pemerintahan (seperti perdana Menteri), dan menteri luar negeri.
Dalam tahapan perundingan ini terdapat juga proses penerimaan teks (adoption of
the text), di mana para pihak yang berunding merumuskan teks dari perjanjian yang
kemudian diterima oleh masing-masing pihak peserta perundingan. Penerimaan
naskah/teks dalam konferensi yang melibatkan banyak negara dilakukan dengan
persetujuan 2/3 dari negara yang hadir dan menggunakan suaranya, kecuali jika 2/3
negara tersebut setuju untuk memberlakukan ketentuan lain.

Cara perundingan dalam perjanjian internasional yang bilateral dilakukan


dengan cara Pourparlers sedangkan untuk perjanjian internasional yang multilateral
biasanya dengan cara konferensi diplomatik yang kemudian hasil akhir dari
negosiasi ini akan dilakukan penerimaan dan pengadopsian naskah perjanjian hal
ini sesuai dengan Pasal 9 ayat 1 Konvensi Wina 1969 yang mana penerimaan dan
pengadopsian naskah perjanjian dilakukan berdasarkan persetujuan para pihak yang
ikut merumuskan naskah perjanjian tersebut.

b. Penandatanganan (Signature)

Langkah berikutnya dari pembuatan perjanjian internasional adalah


penandatangan sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 12 Konvensi Wina 1969.
Penandatangan bagi perjanjian internasional yang dua tahap berfungsi sebagai
tanda terikatnya para pihak terhadap perjanjian internasional sedangkan bagi
perjanjian internasional yang tiga tahap merupakan bentuk otentikasi terhadap
naskah perjanjian sehingga perjanjian internasional tersebut dapat langsung berlaku

7|Page
namun para pihak belum terikat. Dalam praktek perjanjian internasional dua tahap
biasanya akan diberi tenggang waktu hingga Sembilan bulan jika lewat dari waktu
yang ditentukan, maka pihak yang ingin mengikatkan diri terhadap perjanjian
tersebut harus melakukan secara aksesi. Perjanjian bilateral biasanya setelah
penandatangan akan dilakukan pertukaran instrument dari perjanjian tersebut yang
kemudian akan disimpan di kementerian luar negeri masing-masing. Pada
perjanjian internasional tiga tahap penandatangan sebagai bentuk otentikasi naskah
perjanjian tidak secara langsung perjanjian tersebut akan berlaku dan mengikat para
pihak, maka dalam perjanjian internasional tiga tahap dibutuhkan adanya ratifikasi.

c. Pengesahaan (Ratification)

Istilah pengesahaan merupakan istilah yang digunakan di Indonesia untuk


menyebut suatu ratifikasi akan tetapi pengesahaan dapat melalui beberapa cara dan
pengesahaan merupakan langkah dari pengikatan negara-negara terhadap
perjanjian internasional (consent to be bound). Dalam pasal 2 ayat 1 huruf b
mengatur: “ratification", "acceptance", "approval" and "accession" mean in each
case the international act so named whereby a State establishes on the international
plane its consent to be bound by a treaty.” 35 berdasarkan teorinya ratifikasi
merupakan persetujuan kepala negara/kepala pemerintahan atas tanda tangan yang
diberikan oleh utusan negara mengingat negara mempunyai hak untuk meninjau
kembali persetujuan yang telah ditandatangani oleh utusan negara sebelum
menerima kewajiban yang ada dalam perjanjian internasional tersebut, maka dari
itu keterikatan negara terhadap perjanjian internasional tidak berlaku surut (non-
retroactive). Perjanjian bilateral tidak membutuhkan ratifikasi biasanya pada tahap
akhir dalam perjanjian bilateral para pihak hanya akan menukarkan dokumen yang
telah ditandatangani dan disimpan di kementerian luar negeri masing-masing
negara.

2. Klasifikasi Perjanjian Internasional


Berdasarkan pendapat para ahli sarjana , perjanjian internasional dapat di
klasifikasikan berdasarkan kelompok/golongan dalam beberapa macam, yang dapat
ditinjau dari berbagai segi atau didasarkan pada hal-hal sebagai berikut: Subyek

8|Page
(pihak-pihak) yang mengadakan perjanjian, jumlah pihak-pihak yang mengadakan
perjanjian, proses/tahap-tahap pembentukan perjanjian, sifat pelaksanaan
perjanjian itu sendiri, dan fungsinya dalam pembentukan hukum.

a. Klasifikasi Perjanjian Internasional Dilihat dari Segi Pihak-pihak yang


Mengadakan Perjanjian Internasional
Perjanjian antar negara, merupakan jenis perjanjian yang jumlahnya paling
banyak. Hal ini dapat dipahami karena merupakan subyek hukum internasional
yang paling utama. Perjanjian antar negara dan subyek hukum internasional lainya,
seperti misalnya dengan organisasi internasional, atau dengan Vatikan, Roma,
kaum belligerent atau sebagainya. Perjanjian antar subyek hukum internasional lain
selain negara dengan satu sama lainnya. Khususnya antara suatu organisasi
internasional dengan organisasi internasional lainya.

b. Klasifikasi Perjanjian Ditinjau dari Sudut Para Pihak yang Mengadakannya


Penggolongan perjanjian internasional ini dapat kita bedakan dalam dua
macam, yaitu:
1) Perjanjian bilateral, yaitu perjanjian yang hanya diadakan oleh dua pihak
(negara) saja, Umumnya perjanjian ini hanya mengatur soal-soal khusus
yang menyangkut kedua belah pihak saja. Oleh karena itu sifat dari
perjanjain ini adalah tertutup (gesloten Verdrag), artinya tertutup
kemungkinanya bagi pihak ketiga untuk ikut sebagai pihak peserta dari
perjanjian bilateral ini dan sering disebut sebagai perjanjian kontrak (treaty
contract).
2) Perjanjian multilateral, adalah perjanjian yang diadakan oleh banyak pihak
(negara), yang pada umumnya merupakan perjanjian terbuka, (open
verdrag), di mana hal-hal yang diaturnya pun lazimnya hal-hal yang
menyangkut kepentingan umum, yang tidak hanya menyangkut
kepentingan pihak-pihak yang mengadakan perjanjian itu saja, melainkan
menyangkut pula kepentingan lain yang bukan peserta perjanjian itu sendiri.
Perjanjian jenis inilah yang umumnya dikategorikan sebagai Law making
treaties atau perjanjian yang membentuk hukum.

9|Page
c. Klasifikasi Perjanjian Ditinjau dari Proses Tahap Pembentukannya
Perjanjian yang diadakan menurut tiga tahap pembentukan, yaitu
perundingan penandatanganan, dan ratifikasi. Perjanjian ini umumnya ada pada
perjanjian multilateral dan bersifat universal. Perjanjian yang memerlukan ratifikasi
biasanya berlaku setelah adanya undang- undang atau peraturan pemerintah yang
mengatur tentang perjanjian internasional. Perjanjian yang hanya melewati dua
tahap pembentukan yakni perundingan dan penandatanganan. Perjanjian ini
merupakan perjanjian yang sederhana sifatnya dan memerlukan penyelesaian yang
cepat sesuai dengan isi kontrak atau perjanjian tersebut. Biasanya perjanjian jenis
ini dapat segera berlaku tanpa memerlukan ratifikasi, seperti misalnya perjanjian
perdagangan, pertukaran kebudayaan dan pertukaran pelajar.

d. Klasifikasi Perjanjian Dilihat dari Sifat Pelaksanaannya


Dispositive treaties (perjanjian yang menentukan) adalah perjanjian yang
maksud dan tujuannya dianggap sudah tercapai dengan pelaksanaan isi daripada
perjanjian tersebut. Seperti misalnya perjanjian tentang penentuan batas-batas
negara, penyerahan wilayah, kedaulatan ataupun kemerdekaan. Executory treaties
(perjanjian yang dilaksanakan) adalah perjanjian yang pelaksanaannya tidak
sekaligus, melainkan harus dilanjutkan terus menerus, selama jangka waktu
perjanjian yang berlaku, contohnya adalah perjanjian perdagangan.

e. Klasifikasi Perjanjian Dilihat dari Fungsinya


Law-making treaties (perjanjian yang membentuk/menciptakan hukum)
adalah perjanjian yang meletakkan ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah hukum
bagi masyarakat internasional secara keseluruhan, yang pada umumnya terdapat
pada perjanjian multilateral, Hal ini sejalan dengan pemikiran Mochtar
Kusumatmadja dan Oscar Svarlien yang menyatakan bahwa, A law-making treaty
is a multilateral arrangement, or treaties lod, which has the affect of setting up
certain legal norms for the conduct of states in their mutual intercourse. Adapun
beberapa contoh dari perjanjian internasional yang berfunsi sebagai law makin

10 | P a g e
treaties yaitu, Konvensi Jenewa tahun 1864, 1906 dan 1949 yang melahirkan aturan
hukum mengenai perlindungan korban perang, Konvensi-konvensi Den Haag tahun
1899 dan 1907 yang melahirkan aturan hukum tentang larangan untuk melepaskan
proyektil dan bahan peledak dari balon udara, Piagam PBB tahun 1945, Konvensi
Wina tahun 1815, 1961 dan 1963 tentang Hubungan Luar Negeri dan lain
sebagainya. Treaty-contract (perjanjian yang bersifat kontrak) adalah perjanjian
yang serupa dengan kontrak atau perjanjian dalam hukum perdata hanya
mengakibatkan hak-hak dan kewajiban antara pihak-pihak yang mengadakan
perjanjian itu saja. Perjanjian ini pada umumnya merupakan perjanjian bilateral
yang legal effectnya hanya menyangkut para pihak saja. Perjanjian inipun termasuk
perjanjian yang tertutup yang Sebagian besar tidak membuka kemungkinan bagi
pihak ketiga untuk turut sebagai pihak peserta perjanjian tersebut dan umumnya
perjanjian ini mengatur hal- hal khusus seperti perdagangan, ekonomi, kebudayaan
dan kepentingan politik.

C. Contoh Perjanjian Internasional


Dalam perjanjian internasional dikenal perjanjian bilateral dan perjanjian
multilateral. Perjanjian bilateral adalah perjanjian yang dibuat oleh dua negara.
Sementara itu perjanjian multilateral adalah perjanjian yang dibuat oleh lebih dari
dua negara.

1. Contoh perjanjian bilateral:


a. Perjanjian bilateral tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Indonesia
dan Singapura di bagian barat selat Singapura. Perjanjian ini telah disahkan
melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2010. Pada tanggal 3 September
20I4 di Singapura, Indonesia dan Singapura telah sepakat dan
menandatangani Pedanjian antara Indonesia dengan Singapura tentang
Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Bagian Timur Selat
Singapura. Dalam perjanjian tersebut menetapkan garis-garis batas Laut
Wilayah antara Indonesia dan Singapura di bagian timur Selat Singapura
yang bertujuan untuk dapat menciptakan kejelasan, kepastian hukum dan
kelengkapan batas wilayah antara kedua negara

11 | P a g e
b. Perjanjian bilateral antara Indonesia dengan Arab Saudi tentang
pertahanan. Hal ini diatur pada Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Pengesahan Persetujuan Kerja Sama
Pertahanan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah
Kerajaan Arab Saudi. Perjanjian ini ditandatangani pada 23 Januari 2014
c. Perjanjian bilateral antara Indonesia dengan Timor Leste di bidang
lingkungan. Perjanjian ini telah disepakati tentang Kerja Sama Bidang
Pertahanan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah
Republik Demokratik Timor-Leste pada tanggal 19 Agustus 2011 di Dili
tentang Aktifitas Kerja sama Bidang Pertahanan. Melalui kerja sama ini
diharapkan dapat meningkatkan hubungan dan kerja sama yang lebih erat
antara Republik Indonesia dengan Republik Demokratik Timor-Leste
d. Perjanjian bilateral antara Indonesia dengan Vietnam pada bidang
kebudayaan dan hukumyang dilaksanakan pada tahun 2011
e. Perjanjian Bilateral antara Indonesia dengan Singapura pada bidang
ekonomi dan industri
f. Perjanjian Bilateral antara India dengan Afganistan di bidang Pendidikan
2. Contoh perjanjian multilateral:
a. Konvensi Wina Tahun 1961 tentang Hubungan Diplomatik, merupakan
sebuah perjanjian yang ditandatangani pada 18 April Tahun 1961 yang
menetapkan kerangka hubungan diplomatik di antara negara-negara yang
berdaulat. Konvensi ini terdiri dari 79 Pasal. Pemerintah Indonesia telah
meratifikasi dua konvensi tersebut dengan UU Nomor 1 Tahun 1982 yang
ditetapkan pada 25 Januari 1982.
b. Konvensi tentang Hukum Laut Internasional oleh Persatuan Bangsa
Bangsa yang di setujui pada tahun 1982 tentang laut teritorial , zona
bersebelahan, ZEE, dan landas benua di dunia. Konvensi ini telah
ditandatangani oleh lebih dari 100 negara
c. Konvensi Jenewa Tahun 1949 tentang Perlindungan Korban Perang.
Konvensi ini terdiri dari empat konvensi. Konvensi pertama mengatur
tentang larangan penyiksaan, pelecehan martabat individu, dan eksekusi

12 | P a g e
tanpa pengadilan. Konvensi ini juga memberikan hak perawatan dan
perlindungan bagi mereka yang terluka. Konvensi Kedua membahas lebih
dalam terkait perlindungan seperti yang tertuang pada Konvensi Pertama
terhadap tentara angkatan laut yang kapalnya karam, termasuk
perlindungan bagi rumah sakit kapal. Konvensi Ketiga tentang
Kesepakatan yang dibuat pada konvensi 1949 tentang Tawanan Perang
yang harus diperlakukan secara manusiawi seperti tertuang pada Konvensi
Pertama. Pada Konvensi Keempat membahas terkait warga sipil berhak
mendapat perlindungan dan perlakuan manusiawi yang sama seperti tentara
yang sakit atau terluka seperti tertuang dalam konvensi pertama.
d. Dibentuknya ASEAN (Association of South East Asia Nations) yang
dibentuk pada tanggal 8 Agustus 1967 Dalam Deklarasi Bangkok yang
dipelopori oleh lima negara pendiri, yaitu Malaysia, Thailand, Filipina,
Singapura dan Indonesia.

13 | P a g e
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Perjanjian internasional menjadi salah satu acuan negara atau badan hukum
internasional lainnya untuk menyelesaikan berbagai persoalan dalam hubungan
internasional. Perkembangan praktis hubungan internasional telah menjadikan
perjanjian internasional sebagai sumber hukum utama untuk mengatur hak dan
kewajiban setiap subjek hukum internasional yang berlangganan perjanjian
internasional. Bertolak dari peran negara dapat dikatakan bahwa negara harus
terikat dengan perjanjian internasional, kehendak negara harus terikat sebagai
negara pihak.
Pembuatan perjanjian internasional dimuat dalam UU No. 24 Tahun 2000
pada Pasal 4 sampai Pasal 8. Dalam perjanjian internasional tidak bisa berakhir
begitu saja, ada aturan dan hal-hal yang harus dipenuhi terlebih dahulu untuk
mengakhirinya yang terdapat pada Pasal 18 UU No. 24 Tahun 2000. Tahapan
perjanjian internasional telah diatur dalam Konvensi Wina 1969 tentang Hukum
Perjanjian Internasional yang mencakup: (1) perundingan, (2) penandatanganan,
dan (3) pengesahan. Contoh perjanjian internasional adalah perjanjian bilateral dan
multilateral.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini tentunya terdapat banyak kekurangan dari segi
bahasa ataupun materi. Oleh karena itu, kami sebagai penulis mengharapkan kritik
serta saran yang membangun untuk penulis maupun pembaca agar lebih baik dalam
pembuatan makalah selanjutnya

14 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian
Internasional

Jurnal
Hukum, B. P. (n.d.). Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang
Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan
Pemerintah Republik Demokrat Timor-Leste Tentang Aktifitas Kerja Sama
Dibidang Pertahanan.
Mineral, K. E. (2019, Desember 2). Mengenal Proses Ratifikasi Perjanjian
Internasional.
Nasional, B. P. (2015). Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang
Pengesahan Perjanjian Antara Republik Indonesia Dan Republik Singapura
Tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara.
Natamihardja, R. (2007). Daya Ikat Frame Work Agreement Terhadap Pihak
Ketiga. Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 1, No. 1.
Situngkir, D. A. (2018). Terikatnya Negara Dalam Perjanjian Nasional. Refleksi
Hukum, Vol.2, No.2.
Situngkir, D. A. (2019). Perjanjian Internasional Dan Dampaknya Bagi Hukum
Nasional. Kertha Wicaksana, Vol.13, No. 1.

Artikel
Detik.com. (2021, September 29). Perjanjian Internasional yang Dilakukan Oleh
Dua Negara Disebut Apa? detiktravel.
Detik.com. (2022, Juli 20). Sejarah dan Tujuan Pembentukan ASEAN beserta
Daftar Negara Anggotanya. Anisa Rizki Febriani.
Fisheries, L. I. (2021, Mei 4). Ketentuan Konvensi PBB 1982 Tentang Hukum Laut.
Media, K. C. (2022, Juli 19). Apa Isi Konvensi Wina 1963? Kompas.com.
Merdeka.com. (2019, Maret 7). Mengenal Isi Konvensi Jenewa, Hukum Perang di
Seluruh Dunia.
Pratama, A. S. (2015, Juli 7). Contoh Perjanjian Bilateral dan Multilateral
Indonesia. Wordpress.

15 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai