Anda di halaman 1dari 17

PERJANJIAN INTERNASIONAL

OLEH :
KELOMPOK 03
1. I Gede Agus Ari Permana 02
2. I Gusti Ayu Sudarmi 04
3. I Ketut Bagus Ari Jaramarana 08
4. Ida Kusuma Wardani 12
5. Ni Kadek Dwi Suantari 16
6. Ni Kadek Evi Saraswati 17
7. Ni Putu Apriliani Puspita Dewi 29
8. Ni Putu Pande Widiani 31

SMA NEGERI 1 AMLAPURA


DINAS PENDIDIKAN, KEPEMUDAAN DAN OLAHRAGA PROVINSI BALI
2021/2022
KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa/ Sang
Hyang Widhi Wasa karena telah memberikan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah kami yang berjudul “Perjanjian Internasional”.
Tidak lupa pula penulis mengucapkan terimakasih kepada orang-orang yang telah
berjasa dalam pembuatan makalah ini, yaitu:
1. Bapak Drs. I Ketut Marta Ariana, M.Pd.H selaku kepala SMA Negeri 1 Amlapura
karena telah memberikan fasilitas belajar yang memadai sehingga penulis merasa
nyaman dalam memahami materi di sekolah.
2. Bapak I Gede Oka Saputra, S.Pd selaku guru pengampu mata pelajaran pendidikan
pancasila dan kewarganegaraan yang telah membimbing penulis dalam mengerjakan
tugas ini dengan baik.
3. Orang tua penulis yang sangat berjasa dalam hidup penulis karena telah membiayai
sehingga penulis dapat bersekolah di SMA Negeri 1 Amlapura.
4. Serta teman-teman yang penulis sayangi yang bersama-sama mengemban pendidikan
dan saling mendukung dalam pembuatan tugas kali ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan ( PPKn ) dan menambah wawasan dalam membuat makalah yang baik
dan benar. Penulis sadar bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
penulis sangat berharap adanya kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak
sehingga akan menjadi masukan yang baik bagi penulis untuk menyempurnakan makalah
berikutnya.

Amlapura, 25 Januari 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................................ i
Daftar Isi ......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 1
1.4 Manfaat Penulisan ......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 3
2.1 Pengertian Perjanjian Internasional ................................................................ 3
2.2 Istilah-istilah dalam Perjanjian Internasional .................................................. 4
2.3 Macam-macam Perjanjian Internasional ......................................................... 6
2.4 Tahap-tahap Prtjanjian Internasional .............................................................. 7
2.5 Jenis-jenis Perjanjian Internasional ................................................................ 8
2.6 Pelaksanaan Perjanjian Internasional.............................................................. 9
BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 12
3.1 Kesimpulan.................................................................................................... 12
3.2 Saran ............................................................................................................. 12
3.3 Daftar Pustaka ............................................................................................... 13
3.4 Lampiran ....................................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hubungan kerjasama tidak hanya terjalin antar perorangan tetapi terdapat juga antar
bangsa yang biasanya diresmikan ke dalam suatu perjanjian. Perjanjian tersebut biasanya
dinamakan Perjanjian Internasional. Perjanjian Internasional merupakan salah satu instrumen
yang penting bagi hubungan antar bangsa. Perjanjian Internasional merupakan suatu kesepakan
antara dua atau lebih subyek hukum (misalnya negara, dan lembaga internasional) yang mana
menurut hukum internasional dapat meimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang
membuat kesepakatan tersebut. Selain itu, biasanya Perjanjian Internasional dilaksanakan
untuk menyelesaikan sengketa antar bangsa, memelihara perdamaian dan ketertiban, serta
kesejahteraan antar bangsa tersebut.
Mengingat pentingnya Perjanjian Internasional ini bagi antar bangsa yang melakukan
kesepakatan sebagai landasan hukum internasional, proses pembuatan Perjanjian Internasional
ini tidaklah semudah perjanjian lainnya. Untuk itu dari makna, macam, dan tahapan
pelaksanaan Perjanjian Internasional akan terdapat dalam makalah ini yang berjudul
“Perjanjian Iternasional”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat diambil yaitu :
1.2.1 Apakah pengertian dari Perjanjian Internasional?
1.2.2 Apa saja istilah-istilah dalam Pejanjian Internasional?
1.2.3 Apa saja macam-macam dari Perjanjian Internasional?
1.2.4 Apa saja tahap-tahap dalam Perjanjian Internasional?
1.2.5 Apa saja jenis-jenis dari Perjanjian Internasional?
1.2.6 Apa saja pelaksanaan dari Perjanjian Internasional?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan yang dapat diambil yaitu :
1.3.1 Untuk mengetahui apa pengertian dari Perjanjian Internasional.
1.3.2 Untuk mengetahui apa saja istilah-istilah dalam Perjanjian Internasional.
1.3.3 Untuk mengetahui apa saja macam-macam dari Perjanjian Internasional.
1.3.4 Untuk mengetahui apa saja tahap-tahap dalam Perjanjian Internasional.
1.3.5 Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis dari Perjanjian Internasional.
1.3.6 Untuk mengetahui apa saja pelaksanaan dari Perjanjian Internasional.

1
1.4 Manfaat Penulisan
Berdasarkan tujuan penulisan diatas, manfaat yang dapat diambil yaitu :
1.4.1 Dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan Perjanjian Internasional.
1.4.2 Dapat mengetahui apa sajakah macam-macam dari Perjanjian Internasional.
1.4.3 Dapat mengetahui bagaimanakah tahap-tahap dari Perjanjian Internasional.
1.4.4 Dapat mengetahui apa sajakah jenis-jenis dari Perjanjian Internasional.
1.4.5 Dapat mengetahui bagaimanakah pelaksanaan dari Perjanjian Internasional.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Perjanjian Internasional
Perjanjian Inernasional dapat diartikan oleh beberapa ahli, diantaranya:
1. Menurut Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja , SH. LL.M
Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antar bangsa yang
bertujuan untuk menciptakan akibat -akibat hukum tertentu
2. Menurut Oppenheimer dan lauterpacht
Perjanjian Internasional yang persetujuan antar negara yang menimbulkan hak
dan kewajiban di antara yang mengadakan perjanjian
3. Menurut G. Schwarzenbager
Perjanjian Internasional adalah suatu pertujuan antara subyek -subyek hukum
internasional yang menimbulkan kewajiban -kewajiban yang mengikat baik
bilateral maupun multilateral subyek hukum di sini bukan saja Lembaga -
lembaga internasional tetap juga negara .
4. Menurut Konfrensi Wina 1969
Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau
lebih,yang bertujuan untuk mengadakan akibat-akibat hukum tertentu.
Contoh: Konvensi hukum Laut Internasional tahun 1984 di New York telah
menetapkan Landas Kontinental Teritorial laut Indonesia bersyarat sejauh 200
mil,di luar itu merupakan Laut Bebas. Istilah batas bersyarat Indonesia sejauh
200 mil tersebut adalah ZEE [Zone Ekonomi Exlusif],pengertian batas
bersyaratnya adalah batas luar wilayah Indonesia ke laut batas dihitung dari titik
luar kepulauan Indonesia pada waktu air surut sejauh 200 mil.
Selain itu, Perjanjian Internasional juga memiliki beberapa azas, yaitu:
1. Azas Pacta Sunt Serveda : azas yang harus ditaati (ditepati) dan dihormati oleh
negara yang mengadakan perjanjian Azas Sunt Servada dalam perjanjian
internasional meliputi : azas teritorial, azas kebangsaan dan azas kepentingan umum
a. Azas teritorial ,menurut azas ini berlaku kekuasaan negara atas wilayahnya,
artinya hukum negara asli maupun negara asing . Begitu sebaliknya bila berada
di negara lain akan berlaku hukum di negara tersebut .contoh tidak criminal
(kejahatan ) seperti penyelundupan barang terlarang

3
b. Azas kebangsaan menurut asas ini berdasarkan azas kebangsaan atau
kewarganegaraan dimanapun berada tetep mendapatkan perlakuan hukum dari
negaranya . berdasarkan ketentuan walapun berada di negara lain contohnya .
perlaku korupsi walapun sudah berada di luar negri (lari ke negara lain ) tetep
bisa tangkap dan diadili negara asalnya
c. Azas kepentingan umum ,berdasarkan azas ini negara tetap berhak melindungi
dan batas suatu wilayah negaranya. Contohnya hukum internasional akibat dari
perjanjian internasional antar atau lebih negara . seperti seorang atau beberapa
orang warga negaranya (TKI atau TKW ) yang berasal dari luar negri dapat di
bantu penyelesainya oleh negara Indonesia
2. Azas tidak mencampuri urusan dalam negri negara masing -masing
3. Azas saling menghormati
4. Azas timang balik
5. Azas saling menguntungkan
2.2 Istilah-Istilah dalam Perjanjian Internasional
Beberapa istilah-istilah yang sering muncul dalam Perjanjian Internasional, diantaranya
yakni:
1. Traktat ( treaty ) artinya perjanjian yang di lakukan oleh dua negara atau lebih yag
sifatnya formal karana mempunyai kekuatan hukum yang lebih mengikat bagi
pihak – pihak mengadakan perjanjian . dengan kata lain para perserta yang
membuat perjanjian dapat menarik diri dari kewajiban – kewajibnya tanpa
persetujuan dari pihak -pihak terlibat
2. Konvensi ( convention) , artinya jenis perjanjian yang di akan bagi hal -hal yang
lebih khusus di bandingkan dengan traktat namum bersifat multilateral .dengan
kata lain konvensi tidak menyangkut kebijaksanaan tingkat tinggi dan harus di
tandatangani oleh wakil -wakil yang berkuasa penuh.
3. Pakta (pact), artinya persetujuan yang lebih khusus jika dibandingkan dengan
traktat. Jadi pakta merupakan traktat dalam arti sempit sehingga pakta pun harus
mendapat pengesahan (ratifikasi)
4. Perikatan (Arrangement), artinya suatu bentuk perjanjian yang tidak seresmi traktat
atau konvensi. Oleh karena itu, perikatan merupakan persetujuan yang biasanya
hanya digunakan bagi transaksi-transaksi yang bersifat sementara

4
5. Persetujuan (Agreement), artinya suatu perjanjian yang bersifat teknis/administratif
sehingga persetujuan tidak seresmi traktat atau konvensi cukup ditandatangani oleh
wakil-wakil Kementrian dan tidak perlu diratifikasi
6. Deklarasi (Declaration), artinya perjanjian yang digunakan dengan tujuan
menunjukkan suatu perjanjian yang menyatakan hukum yang ada, membentuk
hukum yang baru, atau untuk menguatkan beberapa prinsip kebijaksanaan umum
7. Piagam (Statute), artinya perjanjian yang menunjukkan himpunan peraturan yang
ditetapkan oleh perjanjian internasional untuk mengatur fungsi lembaga
internasional atau anggaran dasarnya. Seperti piagam mahkamah internasional
(statute of the international court of justice)
8. Convenant, artinya suatu istilah yang digunakan oleh piagam Liga Bangsa-Bangsa
(LBB) yang disebut dengan The convenant of the league tahun 1920.
9. Charter, artinya istilah yang dipergunakan dalam Perjanjian Internasional yang
diadakan oleh PBB dan mempunyai fungsi adminstrasi. Dengan kata lain PBB
dalam membuat anggaran dasarnya berbentuk charter. Misalnya Atlantic Charter
1941, The Charter of the United Nations 1945
10. Protokol (Protocol), artinya perjanjian yang sifatnya kurang resmi dibandingkan
dengan traktat atau konvensi. Biasanya protokol digunakan sebagai naskah
tambahan dari konvensi.
11. Modus Vivendi, artinya perjanjian internasional yang merupakan dokumen untuk
mencatat persetujuan tanpa memerlukan ratifikasi dan bersifat sementara, Maksud
sementara adalah sampai diwujudkan hasil perjanjian yang lebih tetap (permanen)
dan rinci (sistimatis)
12. Ketentuan Penutup (Final Act), artinya dokumen dalam bentuk catatan ringkasan
dari hasil konfensi, seperti catatan mengenai negara peserta, para utusan dari
negara-negara yang turut dalam perundingan, dan segala kesimpulan tentang hal-
hal yang disetujui konfensi.
13. Ketentuan Umum (General Act), artinya traktat yang bersifat resmi atau tidak
resmi. Liga Bangsa-Bangsa pernah mempergunakan istilah ini, seperti dalam
menyelesaikan permasalahan secara damai dan pertikaian internasional (arbitrasi)
pada tahun 1928

5
2.3 Macam-Macam Perjanjian Internasional
Macam-macam Perjanjian Internasional diantaranya yaitu:
1. Menurut Subyeknya
Menurut subyeknya, macammacam dari perjanjian internasional yaitu:
a. Perjanjian Internasional antar negara yang dilakukan oleh banyak negara yang
merupakan subyek hukum internasional
b. Perjanjian Internasional antara negara dan subyek hukum internasional lainnya.
Seperti negara Indonesia dengan MEE
c. Perjanjian Internasional antar sesama subyek hukum internasional selain negara.
Seperti antar organisasi internasional (ASEAN dan MEE)
2. Menurut Isinya
Menurut isinya macam-macam Perjanjian Internasional yaitu:
a. Segi politis, seperti fakta pertahanan dan fakta perdamaan, yaitu NATO, SEATO,
ANZUS
b. Segi ekonomi, seperti bantuan ekonomi dan bantuan keuangan, yaitu CGI, IMF,
Wold Bank, IBRD dan sebagainya.
c. Segi Hukum, seperti status kewarganegaraan (Indonesia RRC)
d. Segi Batas Wilayah, seperti batas kontinental laut dan udara
e. Segi Kesehatan, seperti masalah karantina (penyakit menular), penanggulangan
wabah, penyakit AIDS
3. Menurut Proses/Tahapan Pembentukannya
Menurut prosesnya macam-macam Perjanjian Internasional yaitu:
a. Perjanjian bersifat penting yang dibuat melalul proses perundingan,
penandatanganan dan ratifikasi
b. Perjanjian bersifat sederhana yang dibuat melalul dua tahap, yaitu perundingan dan
penandatanganan (blasanya dipergunakan istilah persetujuan atau agreement)
4. Menurut Fungsinya
Menurut fungsinya macam-macam perjanjian internasional yaitu:
a. Perjanjian yang membentuk hukum (Law Making Treaties) yaitu suatu perjanjian
yang meletakkan ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat
internasional secara keseluruhan (bersifat multilateral). Perjanjian ini bersifat
terbuka bagi pihak ke tiga seperti Konvensi Wina tahun 1958 tentang hubungan
diplomatic

6
b. Perjanjian yang bersifat khusus (Treaty Contract), yaitu perjanjian yang
menimbulkan hak dan kewajiban bagi negara-negara yang mengadakan perjanjian
saja (perjanjian bilateral) seperti RI – RRC tentang Kewarganegaraan (dwi
kewarganegaraan) tahun 1955
2.4 Tahap-Tahap Perjanjian Internasional
Dalam Konvensi Wina tahun 1969 tentang Hukum Perjanjian Internasional disebutkan
bahwa dalam pembuatan perjanjian baik bilateral maupun multilateral dapat dilakukan dalam
dua atau tiga tahap atau proses tergantung dari penting tidaknya perjanjian tersebut. Tahapan-
tahapan tersebut yaitu:
1. Tahap Perundingan (Negotiation)
Perundingan merupakan perjanjian tahap pertama atara pihak/negara tentang obyek
tertentu. Penjajakan atau pembicaraan pendahuluan dilakukan oleh masing-masing pihak
yang berkepentingan. Perundingan dapat dilakukan oleh Kepala Negara, Kepala
Pemerintahan, Menteri Luar Negeri, Duta Besar atau pejabat yang dapat menunjukkan
Surat Kuasa Penuh (full powers). Perundingan yang diadakan dalam rangka perjanjian
Bilateral disebut Talk. Perjanjian disebut Diplomatic Conference, sedangkan perundingan
yang tidak resmi Multilateral disebut Corridor Talk. Isi dari perundingan yang dilakukan
biasanya menyangkut beberapa masalah pokok, antara lain : masalah politik, keamanan,
pertikaian, perdagangan, pertikaian dalam bidang ekonomi, pertikaian dalam bidang sosial
budaya, pertikaian dalam bidang pertahanan serta masalah lainnya yang menyangkut
pembentukan dan pelaksanaan perjanjian internasional.
Dalam rangka membentuk perjanjian internasional, tidak semua orang dapat melakukan
perundingan. Menurut ketentuan hukum internasional tentang kuasa penuh (power full),
seseorang baru dianggap mewakili suatu negara dengan sah apabila ia dapat menunjukkan
surat kuasa penuh (power full atau credential). Kecuali jika dari semula peserta konfrensi
sudah menentukan bahwa surat kuasa penuh seperti yang dijelaskan tidak diperlukan.
Keharusan menunjukkan surat kuasa penuh tidak berlaku bagi kepala negara, kepala
pemerintahan (Perdana Menteri), menteri luar negeri, atau yang karena jabatannya dianggap
sudah mewakili negaranya dengan sah dan dapat melakukan segala tindakan untuk mengikat
negaranya pada perjanjian yang diadakan, termasuk perwakilan diplomatic.
2. Tahap Penandatanganan (Signature)
Setelah perundingan selesai, dilanjutkan dengan pengesahan bunyi naskah yang merupakan
tindakan formal. Bagi perjanjian multilateral (perjanjian yang diadakan oleh banyak
negara). Lazimnya penandatanganan dilakukan oleh para Mentri Luar Negeri atau Kepala

7
Pemeritahan. Untuk perundingan yang bersifat multilateral penandatanganan teks perjanjian
sudah dianggap sah jika 2/3 suara peserta yang hadir memberikan suara, kecuali ada
ketentuan lain. Walaupun demikian perjanjian belum bisa dilaksanakan sebelum ada
ratifikasi oleh masing-masing negara Untuk perjanjian bilateral (perjanjian yang dilakukan
oleh dua negara) penerimaan secara bulat dan penuh mutlak diperlukan oleh dua belah pihak
yang melakukan perundingan. Persetujuan dalam bentuk penandatanganan merupakan suatu
tindakan yang sangat penting dalam rangka mengikatkan diri dalam suatu perjanjian
internasional. Perjanjian tersebut dapat saja mulai berlaku sejak penandatanganan tanpa
harus menunggu adanya ratifikasi (pengesahan) apabila perjanjian dapat menyatakan
demikian.
3. Tahap Pengesahan (Ratification)
Suatu negara mengikatkan diri pada suatu perjanjian dengan syarat apabila telah disahkan
oleh badan yang berwenang di negaranya, seperti di Indonesia berdasarkan pasal 11 ayat 1
UUD 1945 menyebutkan Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang,
perdamaian dan membuat perjanjian dengan negara lain. Perjanjian yang baru pada tahap
penandatanganan, perjanjian tersebut masih bersifat sementara dan masih harus dikuatkan
dengan pengesahan atau penguatan. Pengesahan ini dinamakan Ratifikasi.
Ratifikasi Perjanjian Internasional dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Ratifikasi oleh badan ekskutif Sistem ini biasanya dilakukan oleh raja-raja absolut
atau pemerintahan yang otoriter
b. Ratifikasi oleh badan legeslatif (Sistem ini jarang digunakan)
Ratifikasi Campuran (DPR- Pemerintah) Sistem ini paling banyak dilakukan karena
peranan legeslatif dan ekskutif sama-sama menentukan dalam proses ratifikasi suatu
perjanjian
2.5 Jenis-Jenis Perjanjian Internasional
Jenis perjanjian internasional dapat dibedakan menjadi dua yaitu perjanjian bilateral
dan perjanjian multilateral.
1) Perjanjian Bilateral
Perjanjian Bilateral bersifat khusus (treaty contract) karena hanya mengatur hal-hal
yang menyangkut kepentingan kedua negara saja. Oleh karena itu perjanian
bilateral bersifat "tertutup". Artinya tertutup kemungkinan bagi negara lain untuk
turut serta dalam perjanjian tersebut.
Perjanjian Bilateral adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh dua negara
Contoh Perjanjian Bilateral

8
a. Perjanjian Bilateral Republik Indonesia dengan Republik Rakyat Cina tahun
1955 tentang dwikewarganegaraan
b. Perjanjian antara Indonesia dengan Muangthai tentang Garis Batas Laut
Andaman di sebelah utara Selat Malaka tahun 1971
c. Perjanjian Ekstradisi antara Indonesia dengan Malaysia tahun 1974
d. Perjanjian antara Indonesia dengan Australia 16 Desember 1995 tentang
Pertahanan Keamanan wilayah kedua negara
2) Perjanjian Multilateral
Perjanjian Multilateral adalah suatu perjanjian yang diadakan atau dibuat oleh lebih
dari dua negara atau banyak Negara. Perjanjian Multilateral sering disebut sebagai
Law Making Treaties karena biasanya mengatur hal-hal yang menyangkut
kepentingan umum dan bersifat terbuka. Perjanjian Multilateral tidak saja mengatur
negara-negara yang mengadakannya, melainkan juga negara lain yang tidak turut
(bukan peserta) dalam mengadakan perjanjian.
Contoh Perjanjian Multilateral :
1. Konvensi Jenewa tahun 1949 tentang Perlindungan Korban Perang
2. Konvensi Wina tahun 1961 tentang Hubungan Diplomatik
3. Konvensi Hukum Laut internasional tahun 1982 tentang Laut Teritorial, Zone
Bersebelahan, Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan Landas Benua.
Menurut Konvensi Wina tahun 1969 pasal 24 menyebutkan bahwa mulai
berlakunya sebuah Perjanjian Internasional :
a. Berlakunya perjanjian sesuai dengan tanggal yang tertera pada Internasional
b. Apabila tidak tercantum dalam naskah, maka perjanjian itu mulai berlaku
pada saat peserta perjanjian mengikatkan diri pada perjanjian tersebut
2.6 Pelaksanaan Perjanjian Internasional
Pelaksanaan perjanjian internasional dapat dibagi menjadi lima bagian yaitu:
1. Ketaatan Terhadap Perjanjian Internasional
a. Perjanjian harus dipatuhi dan dihormati (pacta sunt servada)
Prinsip ini sudah merupakan kebiasaan, karena sudah melalui suatu proses panjang
di dalam pembuatannya (perundingan, penandatangan dan ratifikasi)
b. Kesadaran hukum nasional
Suatu negara akan menyetujui ketentuan-ketentuan perjanjian internasional yang
sesuai dengan hukum nasionalnya (kepentingan nasionalnya). Perjanjian
internasional merupakan bagian dari hukum nasionalnya

9
2. Penerapan Perjanjian
a. Daya berlaku surut (retroactivity)
Suatu perjanjian mulai berlaku setelah diratifikasi oleh menentukan bahwa
penerapannya dimulai sebelum ratifil penandatangan perjanjian oleh peserta
b. Wilayah penerapan (territorial scope)
Suatu perjanjian mengikat wilayah negara peserta, kecuali ada ketentuan lain,
misalnya perjanjian bilateral tentang wilayah perbatasan
c. Perjanjian penyusul (successive treaty)
Pada dasarnya suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan perjanjian serupa
yang mendahuluinya, namun apabila perjanjian yang sudah ada tidak sesuai lagi
maka dapat dibuatkan perjanjian pembaharuan
3. Penafsiran Ketentuan Perjanjian
Penafsiran terhadap ketentuan suatu perjanjian dalam prakteknya dilakukan dengan
menggunakan tiga metode yaitu :
a. Metode dari aliran yang berpegang pada kehendak penyusun perjanjian
b. Metode dari aliran yang berpegang pada naskah perjajian, dengan penafsiran
menurut arti yang umum dari kosa katanya
c. Metode dari aliran yang berpegang pada obyek dan tujuan perjanjian
Setelah Perjanjian Internasional diratifikasi atau disahkan oleh negara-negara yang
mengadakan perjanjian, maka secara otomatis negara yang mengikat perjanjian tersebut
terikat dengan isi perjanjiannya dan selanjutnya perjanjian itu meningkat statusnya
menjadi hukum internasional dan kepada setiap negara yang mengadakan hukum
internasional, menjadikan hukum internasional berlaku di negaranya sehingga hukum
internasional tersebut menjadi hukum nasional, yang harus ditaati oleh seluruh warga
negara dari negara yang bersangkutan.
4. Pembatalan Perjanjian Internasional
Berdasarkan Konvensi Wina tahun 1969, karena berbagai alasan, suatu perjanjian
internasional dapat batal, karena :
a. Negara peserta atau wakil kuasa penuh melanggar ketentuan-ketentuan hukum
nasionalnya
b. Adanya unsur kesalahan (error) pada saat perjanjian itu dibuat
c. Adanya unsur penipuan dari negara peserta terhadap negara peserta lainnya waktu
pembentukan perjanjian

10
d. Terdapat penyalahgunaan atau kecurangan (corruption) baik melalui kelicikan atau
penyuapan
e. Adanya unsur paksaan terhadap wakil suatu negara peserta. Paksaan dapat berupa
ancaman atau kekerasan
f. Bertentangan dengan kaidah umum hukum internasional
5. Berakhirnya Perjanjian Internasional
Menurut Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH. LL.M Internasional mengatakan
bahwa suatu perjanjian berakhir karena hal-hal berikut ini :
a. Telah tercapai tujuan dari perjanjian itu
b. Masa berlakunya sudah habis
c. Punahnya obyek perjanjian itu atau negara yang mengadakan perjanjian
d. Adanya kesepakan untuk mengakhiri perjanjian
e. Adanya perjanjian baru dan meniadakan perjanjian terdahulu
f. Syarat-syarat tentang penghakiran perjanjian sudah dipenuhi
g. Perjanjian diakhiri oleh salah satu pihak dan diterima pihak lain

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah disampaikan dan diuraikan di atas, kesimpulan
yang dapat penulis ambil dari makalah ini yaitu Perjanjian Internasional diartikan oleh
beberapa ahli dan pada intinya merupakan kesepakatan atau perjanjian yang telah disetujui oleh
dua atau lebih pihak yang dilandaskan atas hukum internasional demi menjalin hubungan yang
baik antar negara atau antar bangsa. Selain pengertian tersebut, Perjanjian Internasional
memeiliki 5 azas yang yaitu azas pacta sunt servada, azas tidak mencampuri urusan dalam
negeri negara masing-masing, azas saling menghormati, azas timbal balik, serta azas saling
menguntungkan. Selain itu, macam dan jenis perjanjian telah diuraikan serta bagaimana
tahapan dari perjanjian internasional telah disebutkan dalam makalah ini.
3.2 Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan yaitu nantinya jika pembaca kurang memahami
makalah atau ingin memberi kritik dan saran kepada penulis dapat langsung disampaikan
kepada penulis. Penulis mohon maaf dan sangat menyadari ketidak sempurnaan dari makalah
ini. Semoga nanti makalah Perjanjian Internasional ini dapat dikembangkan dengan lebih baik
lagi.

12
3.3 Daftar Pustaka
Tim GMPP Kewarganegaraan Bali, Buku Penunjang Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan SMA/SMK Kelas XI Semestrer 2, Bali, Tim Fascom Grafi, 2019.

13
3.4 Lampiran

14

Anda mungkin juga menyukai