Anda di halaman 1dari 21

KEJAHATAN INTERNASIONAL

Makalah

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum internasional

Dosen pengampu Dr Ine Fauzia, S,H.,M,Sc,

Disusun oleh :

Ridho Oktavian Putra 1213030118

Tubagus Muhammad Haikal 1213030139

Usamah AlAfghani Al Haq 1213030140

Nenden Faridah 1213030105

Zuwinda Herika Putri 1213030145

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM

UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

BANDUNG 2021
1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga kami bisa
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Kejahatan Internasional”.

Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu Dr Ine Fauzia, S,H.,M,Sc, atas
bimbingannya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan pengetahuan,
pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca, bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Bandung, November 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................................................ 2

BAB I ........................................................................................................................................................ 4

PENDAHULUAN ................................................................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang....................................................................................................................... 4

1.2 Rumusan masalah ................................................................................................................. 5

1.3. Tujuan ........................................................................................................................................ 5

BAB II ....................................................................................................................................................... 6

PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 6

2.1 Dasar hukum ......................................................................................................................... 6

2.2. Subjek dan Objek HukumKejahatan Internasional .............................................................. 6

2.3. Contoh penerapan hukum kejahatan internasional............................................................. 9

2.4. Beberapa contoh kasus kejahatan internasional ............................................................... 15

2.5. Ratifikasi indonesia dalam konteks kejahatan hukum internasional ................................. 17

BAB III .................................................................................................................................................... 19

PENUTUP ........................................................................................................................................... 19

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................. 21

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertumbuhan dan perkembangan tindak pidana internasional serta kebutuhan pengaturannya
diawali oleh sejarah panjang mengenai perang yang telah terjadi sejak era perkembangan
masyarakat internasional tradisional sampai dengan era perkembangan masyarakat modern [1].
Perang Dunia II menjadi pemicu lahirnya berbagai tindak pidana baru yang merupakan pelanggaran
atas perjanjian-perjanjian yang telah ditandatangani antara negara anggota Liga Bangsa-Bangsa.
Pelanggaran-pelanggaran tersebut melibatkan kekejaman yang tiada taranya dan pelanggaran atas
hukum perang yang tiada bandingnya oleh pihak Jerman dan sekutunya. Kejadian-kejadian tersebut
memperkuat keinginan untuk mengajukan kembali gagasan pembentukan suatu Mahkamah Pidana
Internasional. Pada tahun 1947, masalah pembentukan Mahkamah Pidana Internasional diserahkan
kepada International Law Commission (ILC), yang terdiri dari kelompok ahli hukum terkemuka dari
seluruh negara, yang dibentuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan bertugas menyusun suatu
kodifikasi hukum internasional.

Bertitik tolak dari pengalaman-pepengalaman peperangan, masyarakat internasional melalui


Perserikatan Bangsa-Bangsa telah sepakat dan menempatkan kejahatan-kejahatan yang dilakukan
semasa perang sebagai kejahatan yang mengancam, merugikan, serta merusak tatanan kehidupan
masyarakat internasional. Beberapa tindak pidana atau kejahatan tersebut antara lain adalah agresi
(aggression), kejahatan perang (war crimes), pembasmian etnis tertentu (genocide), pembajakan di
laut (piracy), penculikan (kidnapping), dan narkotika (narcotic crimes), yang semuanya dianggap
sebagai tindak pidana merugikan masyarakat internasional1.

Antonio Cassese memberikan pengertian Hukum Pidana Internasional sebagai suatu rangkaian
aturan Hukum Internasional yang dirancang baik untuk melarang kejahatan-kejahatan internasional
maupun untuk memberikan kewajiban kepada negara-negara untuk menuntut dan menghukum
setidaknya beberapa dari kejahatan tersebut. Selain itu, hukum ini juga mengatur prosedur
internasional untuk menuntut dan mengadili orang-orang yang dituduh melakukan kejahatan
tersebut.

1
Romli Atmasasmita, Pengantar Hukum Pidana Internasional, Refika Aditama, Bandung, 2006, hal.2.

4
Dengan mengacu pada pemahaman Antonio Cassese, tulisan ini bermaksud untuk
mengeksplorasi lebih lanjut tentang "Kejahatan-Kejahatan Internasional (Tindak Pidana
Internasional) dan Peran International Criminal Court."2

1.2 Rumusan masalah

1. Apa yang menjadi dasar hukum dari kejahatan internasional


2. apa yang menjadi Subjek dan objek hukum dalam kejahatan internasional
3. Bagaimana contoh penerapan hukum kejahatan internasional
4. Sebutkan contoh kasus dari kejahatan internasional
5. Bagaimana ratifikasi Indonesia

1.3. Tujuan

1. Mengetahui dasar hukum dari kejahatan internasional


2. Mengethui apa yang menjadi subjek dan objek hukum dalam kejahatan internasional
3. Mengethui Bagaimana contoh penerapan hukum kejahatan internasional
4. Mengetahui contoh kasus dari kejahatan internasional
5. Mengethui ratifikasinya di Indonesia

2
I Made Pasek Diantha, Hukum Pidana Internasional Dalam Dinamika Pengadilan Pidana Internasional, Prenadamedia Group,
Jakarta, 2014, hal.1

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Dasar Hukum Kejahatan Internasional


Kejahatan internasional melibatkan tindakan yang melanggar norma-norma hukum
internasional. Dasar hukum untuk menangani kejahatan internasional dapat ditemukan dalam
berbagai sumber hukum internasional.

1. Traktat Internasional:
Banyak perjanjian internasional menetapkan kewajiban untuk mencegah dan menghukum
kejahatan internasional.
2. Hukum Humaniter Internasional:
Hukum humaniter internasional mengatur perlakuan selama konflik bersenjata, melibatkan
norma-norma yang melarang kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan
pelanggaran hukum perang.
3. PBB dan Keamanan Internasional
Piagam PBB memberikan landasan hukum untuk tindakan oleh Dewan Keamanan PBB dalam
menjaga perdamaian dan keamanan internasional. Resolusi Dewan Keamanan dapat
memberikan dasar hukum untuk tindakan militer atau sanksi terhadap negara yang melanggar
hukum internasional.
4. Pengadilan Internasional
Mahkamah Internasional (ICJ) menangani sengketa antara negara-negara, sedangkan
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) memiliki yurisdiksi atas individu yang diduga melakukan
kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi.
5. Prinsip-prinsip Umum Hukum Internasional
Prinsip-prinsip umum hukum internasional, seperti prinsip non-intervensi, prinsip sovereign
equality (kesetaraan kedaulatan), dan prinsip non-refoulement, dapat menjadi dasar hukum
untuk menilai tindakan yang dianggap sebagai kejahatan internasional.

2.2. Subjek dan Objek Hukum Kejahatan Internasional


Dalam kejahatan internasional, subjek hukum yang dapat bertanggung jawab dan memiliki
hak dan kewajiban menurut hukum internasional meliputi individu, negara, badan hukum swasta,

6
dan organisasi internasional3. Individu atau orang perorangan merupakan subjek hukum utama
dalam hukum pidana internasional, karena hanya individu yang secara nyata dapat menjalani
hukuman badan. Namun, korporasi juga dapat menjadi subjek hukum pidana internasional jika
membantu pasokan alat-alat perlengkapan perang secara melawan hukum, dan alat melakukan
kejahatan internasional.

a. Subjek Hukum Internasional dalam Konteks Kejahatan Internasional Meliputi:


1) Individu
Individu atau orang perorangan merupakan subjek hukum, dan menjadi salah satu subjek
hukum dalam hukum pidana internasional. Individu sebagai subjek hukum pidana internasional
dapat dilihat salah satunya dalam Piagam London 1945. Di dalam peradilan Nuremberg, seseorang
atau individu dapat dijadikan sebagai subjek hukum internasional, selain negara.
Individu dapat menjadi subjek hukum dalam kasus kejahatan internasional. Ini mencakup individu
yang terlibat dalam kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida, atau kejahatan
agresi. Pengadilan Pidana Internasional (ICC) adalah lembaga internasional yang memiliki yurisdiksi
untuk mengadili individu atas kejahatan internasional tersebut.
2) Negara
Negara adalah subjek hukum internasional dalam arti klasik, yaitu sejak lahirmya hukum
internasional. Sampai saat ini masih ada anggapan bahwa hukum internasional pada hakikatnya
adalah hukum antarnegara. Negara yang dimaksud disini adalah negara merdeka, berdaulat, dan
tidak merupakan bagian dari suatu negara. Negara yang berdaulat artinya negara yang mempunyai
pemerintahan sendiri secara penuh, yaitu kekuasaan penuh terhadap warga negara dalam
lingkungan kewenangan negara tersebut.
Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh individu-individu baik atas nama negara
(pemerintah) maupun atas nama pribadi (bukan atas nama pemerintah dari otoritas yang lebih
tinggi). Dengan demikian, negara tidak bertanggung jawab dalam hal terjadi tindak pidana
internasional. Pertanggungjawaban negara diselesaikan berdasarkan hukum internasional,
diplomasi dan negosiasi atau diselesaikan melalui organisasi internasional terhadap negara yang
bersangkutan merupakan anggotanya.
3) Badan Hukum

3
I Wayan Phartiana, Pengantar Hukum Internasional, Mandar Maju, Bandung, 2003.

7
Banyak lembaga swasta nasional maupun swasta transnasional atau multinasional dapat
menjadi subjek hukum pidana nasional. Badan hukum dengan dapat menjadi subjek hukum pidana
internasional dengan ruang lingkup yang lebih terbatas apabila dibandingkan dengan individu.
Misalnya, dalam perkara yang berkaitan dengan pencemaran lingkungan internasional.
Menurut Bassiouni terkait dengan environmental protection, sebuah korporasi yang mencemarkan
lingkungan di suatu wilayah teritorial negara lain, atau melewati lintas batas negara di sekitarnya
merupakan salah satu bentuk tindak pidana internasional4.
4) Organisasi Internasional
Organisasi internasional adalah organisasi yang bergerak di bidang internasional. Seperti
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Organisasi internasional hampir serupa dengan negara.
Organisasi memiliki suatu sistem yaitu International Law Commission (ILC) untuk mengatasi
permasalahan pidana yang terjadi dalam ruang lingkup internasional. International Law Commission
(ILC) merupakan bagian dari Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB).

b. Objek Hukum Internasional


Dalam konteks pidana internasional, objek hukum merujuk pada apa yang menjadi sasaran atau
korban dari suatu kejahatan5. Objek hukum internasional dapat mencakup negara, organisasi
internasional, individu, badan hukum swasta, serta situasi internasional dan perselisihan antara
negara-negara. Dalam konteks hukum pidana internasional, objek hukum internasional dapat
merujuk pada entitas yang menjadi fokus peraturan hukum pidana internasional, baik sebagai
penerima hak dan kewajiban, maupun sebagai sasaran perlindungan hukum pidana internasional.

Beberapa objek hukum dalam kejahatan internasional mencakup:

1) Individu atau Kelompok Masyarakat, Korban Langsung adalah Individu atau kelompok
masyarakat yang secara langsung mengalami dampak dari kejahatan internasional, seperti
korban kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, atau genosida.
2) Negara atau Masyarakat Internasional, Kepentingan Umum: Kejahatan internasional sering kali
merugikan negara atau masyarakat internasional secara keseluruhan. Pelanggaran terhadap
norma-norma hukum internasional dapat merugikan perdamaian dan keamanan internasional.

4
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, P.T. Alumni, Bandung, 2003

5
Eddy O.S. Hiariej, Pengantar Hukum Pidana Internasional, Erlangga, Jakarta, 2009

8
3) Hak Asasi Manusia: Individu atau Kelompok yang Menjadi Korban Pelanggaran HAM: Kejahatan
internasional sering kali melibatkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Oleh karena itu,
individu atau kelompok yang menjadi korban pelanggaran HAM dapat dianggap sebagai objek
hukum.
4) Lingkungan Alam, Beberapa kejahatan internasional melibatkan kerusakan lingkungan
internasional, Kejahatan yang melibatkan kerusakan lingkungan alam, seperti pencemaran atau
perusakan habitat, dapat merugikan lingkungan sebagai objek hukum. Perlindungan lingkungan
semakin menjadi perhatian dalam hukum pidana internasional.

Objek hukum ini tidak selalu menjadi subjek hukum yang dapat mengajukan tuntutan hukum
secara langsung. Dalam banyak kasus, proses hukum melibatkan pihak-pihak tertentu, seperti
negara atau pengadilan internasional, yang bertindak untuk menegakkan hukum internasional dan
memberikan keadilan.

2.3. Contoh Penerapan Hukum Kejahatan Internasional

1. Pengertian Penerapan hukum Kejahatan Internasional


Penerapan hukum kejahatan internasional merujuk pada proses dan mekanisme penegakan
hukum yang berkaitan dengan pelanggaran-pelanggaran hukum internasional. Ini mencakup
serangkaian langkah dan tindakan yang diambil oleh komunitas internasional dan negara-negara
individual untuk menangani kejahatan yang melibatkan subjek atau peristiwa di luar yurisdiksi
nasional.

2. Menurut Para Ahli


A. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia, penerapan
hukum mencakup serangkaian langkah konkret yang diambil oleh lembaga penegak hukum
dan pengadilan untuk melaksanakan norma-norma hukum yang telah dibuat6.

B. Prof. Dr. Hikmahanto Juwana, Seorang pakar hukum internasional Indonesia, penerapan
hukum melibatkan tindakan penerapan aturan hukum yang diberlakukan oleh negara untuk
memastikan terwujudnya keadilan dan kepastian hukum.

6
Jimly Asshiddiqie, Pandangan Hukum Indonesia (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010).

9
C. Prof. Dr. Saldi Isra, Seorang ahli hukum tata negara, dapat memberikan pandangan tentang
penerapan hukum dalam konteks konstitusi atau tata negara, menekankan pentingnya
lembaga penegak hukum dan sistem peradilan dalam melaksanakan ketentuan
konstitusional.

3. Proses Penerapan Hukum Kejahatan Internasional


Proses penerapan hukum kejahatan internasional melibatkan beberapa tahapan yang mencakup:
1. Identifikasi Kejahatan Internasional:
Pengakuan dan Identifikasi: Proses dimulai dengan pengakuan dan identifikasi perbuatan
atau situasi yang dianggap sebagai kejahatan internasional. Ini mungkin melibatkan kejahatan
perang, genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, atau kejahatan transnasional seperti
terorisme.
2. Perjanjian Internasional dan Ratifikasi: Perjanjian Hukum Internasional:
Kejahatan internasional sering diatur oleh perjanjian dan konvensi internasional. Negara-
negara dapat mengadopsi perjanjian ini, dan proses tersebut memerlukan negosiasi,
pembahasan, dan akhirnya penandatanganan perjanjian oleh negara-negara terlibat.
3. Ratifikasi:
Setelah penandatanganan, negara-negara perlu meratifikasi perjanjian tersebut di tingkat
nasional. Ratifikasi menunjukkan kesediaan negara untuk terikat oleh ketentuan-ketentuan
perjanjian internasional.
4. Implementasi ke dalam Hukum Nasional:
Harmonisasi Hukum Nasional: Negara-negara harus mengintegrasikan ketentuan perjanjian
internasional ke dalam hukum nasional mereka. Ini mungkin memerlukan pembuatan undang-
undang baru atau modifikasi undang-undang yang ada untuk memastikan konsistensi dan
kepatuhan.
5. Yurisdiksi Nasional dan Internasional:
a) Yurisdiksi Nasional: Negara-negara perlu memiliki yurisdiksi nasional untuk menangani
kejahatan internasional. Hal ini mencakup kemampuan untuk menangkap, mengadili,
dan menghukum individu yang terlibat dalam kejahatan internasional di wilayah
mereka,

10
b) Yurisdiksi Internasional: Di samping yurisdiksi nasional, ada juga yurisdiksi internasional
yang dapat diterapkan oleh lembaga-lembaga pengadilan internasional seperti
Mahkamah Pidana Internasional (ICC).

6. Pengumpulan Bukti dan Penyelidikan:


Kerjasama Internasional: Negara-negara bekerja sama dalam pengumpulan bukti dan
penyelidikan kejahatan internasional. Ini dapat melibatkan pertukaran informasi, bantuan
dalam penyelidikan, dan kolaborasi antara lembaga-lembaga penegak hukum.

7. Pengadilan dan Peradilan:


a) Pengadilan Nasional: Negara-negara memiliki tanggung jawab untuk menyelenggarakan
pengadilan nasional untuk menangani kejahatan internasional. Ini dapat melibatkan
pengadilan khusus yang dibentuk untuk kasus-kasus tertentu atau pengadilan umum
yang mengadili kejahatan tersebut.
b) Pengadilan Internasional: Untuk kejahatan yang sangat serius, kasus dapat dirujuk ke
pengadilan internasional seperti ICC atau pengadilan khusus yang didirikan untuk
menangani kejahatan tertentu.

8. Pemberian Hukuman dan Penalti:


Pengadilan Nasional dan Internasional: Jika individu dinyatakan bersalah, pengadilan
nasional atau internasional akan memberikan hukuman dan penalti yang sesuai. Ini dapat
mencakup penjara, denda, atau sanksi lainnya.

9. Ekstradisi dan Pelaksanaan Putusan:


a) Ekstradisi: Jika individu yang dituduh kejahatan internasional berada di luar yurisdiksi
yang mengejar, negara-negara dapat meminta ekstradisi untuk membawa mereka ke
pengadilan.
b) Pelaksanaan Putusan: Hukuman dan putusan pengadilan harus dilaksanakan, baik di
tingkat nasional maupun internasional7.

10. Rehabilitasi dan Rekonsiliasi:

7
D.G. Palguna, Hukum Internasional (Jakarta: Penerbit Kencana, 2019)

11
Proses Pemulihan: Setelah hukuman dilaksanakan, ada upaya untuk rehabilitasi dan
reintegrasi individu ke dalam masyarakat. Proses penerapan hukum kejahatan internasional
melibatkan kerjasama global dan peran penting lembaga-lembaga internasional, serta kesiapan
negara-negara untuk menegakkan dan menghormati norma-norma hukum internasional.

4. Perbedaan Penerapan Hukum Kejahatan Nasional dan Internasional


Penerapan hukum kejahatan nasional dan internasional melibatkan dua tingkatan yurisdiksi
yang berbeda, masing-masing mengacu pada hukum yang berlaku di dalam suatu negara (hukum
nasional) dan hukum yang berlaku di antara negara-negara (hukum internasional). Penerapan
Hukum Kejahatan Nasional:
a. Yurisdiksi :
a) Skala Nasional, Penerapan hukum kejahatan nasional berkaitan dengan yurisdiksi atau
kekuasaan hukum yang dimiliki oleh suatu negara di dalam batas wilayahnya. Negara-negara
memiliki yurisdiksi nasional untuk menangani kejahatan yang terjadi di wilayah mereka atau
yang melibatkan warga negara mereka, terlepas dari di mana kejahatan tersebut dilakukan.

b) Skala Internasional, Penerapan hukum kejahatan internasional melibatkan yurisdiksi yang


diberikan oleh hukum internasional. Ini sering kali berkaitan dengan kejahatan yang memiliki
dampak lintas batas dan melibatkan pelaku dari berbagai negara.
b. Sumber Hukum:
a) Skala Nasional, Hukum kejahatan nasional berasal dari undang-undang dan peraturan di
tingkat nasional. Negara-negara memiliki otoritas untuk membuat undang-undang yang
mengatur berbagai jenis kejahatan, termasuk yang terjadi di dalam batas wilayah mereka.
b) Skala Internasional, Hukum kejahatan internasional bersumber dari perjanjian internasional,
konvensi, dan prinsip-prinsip umum hukum internasional. Contohnya termasuk Konvensi
Jenewa, Statuta Roma (yang mendirikan ICC), dan perjanjian-perjanjian hak asasi manusia8.

c. Pengadilan:

8
Wagiman, S.Fil., S.H., M.H., dan Anasthasya Saartje Mandagi S.H., M.H., Terminologi Hukum Internasional (Jakarta:
Sinar Grafika (Bumi Aksara), 2021).

12
a) Skala Nasional, Kasus kejahatan diadili di pengadilan nasional. Negara-negara memiliki
sistem peradilan nasional yang berwenang mengadili dan memutuskan kasus-kasus
kejahatan, termasuk pengadilan umum dan pengadilan khusus untuk kejahatan tertentu.

b) Skala Internasional, Penerapan hukum kejahatan internasional dapat melibatkan pengadilan


internasional, seperti Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Pengadilan semacam ini
dibentuk untuk menangani kejahatan yang melibatkan pelanggaran hukum internasional.

d. Penegakan Hukum:
a) Skala Nasional, Penegakan hukum kejahatan nasional dilakukan oleh aparat penegak hukum
di tingkat nasional, seperti polisi, jaksa, dan pengadilan nasional.

b) Skala Internasional, Penegakan hukum kejahatan internasional melibatkan kerjasama


antarnegara dan lembaga-lembaga internasional. Negara-negara seringkali harus bekerja
sama dalam penangkapan dan penuntutan pelaku kejahatan internasional.

e. Hukuman dan Penalti:


a) Skala Nasional, Hukuman dan penalti untuk kejahatan ditentukan oleh sistem peradilan
nasional dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku di tingkat nasional.

b) Skala Internasional, Hukuman dan penalti untuk kejahatan internasional dapat diberikan
oleh pengadilan internasional. Mahkamah Pidana Internasional, sebagai contoh, dapat
memberikan hukuman seperti penjara atau denda.

Dari semua itu, Perbedaan utama antara penerapan hukum kejahatan nasional dan
internasional terletak pada yurisdiksi yang melibatkan hukum nasional dan internasional, sumber
hukum yang digunakan, dan forum pengadilan yang berwenang untuk menangani kasus kejahatan
tersebut. Proses penerapan hukum kejahatan internasional juga sering kali melibatkan kerjasama
yang erat antarnegara.

5. Contoh Penerapan Hukum Kejahatan Internasional


1.) Pengadilan Pidana Internasional (ICC), ICC adalah pengadilan internasional yang memiliki
yurisdiksi atas kejahatan internasional, termasuk kejahatan perang, kejahatan terhadap
13
kemanusiaan, dan kejahatan genosida. ICC dapat menyelidiki dan mengadili individu yang
diduga terlibat dalam kejahatan semacam itu9.

2.) Kasus Pengadilan Pidana Internasional untuk bekas Yugoslavia (ICTY), ICTY adalah pengadilan
internasional yang dibentuk untuk mengadili kejahatan perang yang terjadi selama konflik di
bekas Yugoslavia. Pengadilan ini menangani kasus-kasus terkait dengan pelanggaran hukum
internasional, termasuk genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang.

3.) Pengadilan Khusus untuk Sierra Leone (SCSL), SCSL didirikan untuk mengadili individu yang
terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan dan pelanggaran hukum internasional
selama konflik di Sierra Leone. Pengadilan ini menangani kasus-kasus seperti kejahatan
perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan pelanggaran serius terhadap hukum
humaniter.

4.) Pengadilan Eksperimental untuk Kamboja (ECCC), ECCC didirikan untuk mengadili para
pelaku kejahatan yang terlibat dalam rezim Khmer Merah di Kamboja pada tahun 1970-an.
Pengadilan ini menangani kasus-kasus seperti kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida,
dan kejahatan perang.

6. Hukuman Nasional untuk Kejahatan Internasional:


Banyak negara memiliki undang-undang nasional yang mengatur dan mengkriminalisasikan
kejahatan internasional. Ini mencakup undang-undang yang memungkinkan penuntutan di tingkat
nasional terhadap individu yang terlibat dalam kejahatan semacam itu.

7. Kerjasama Internasional dalam Penegakan Hukum:


Negara-negara sering bekerja sama dalam penyelidikan dan penangkapan pelaku kejahatan
internasional melalui kerjasama intelijen, ekstradisi, dan pertukaran informasi.

8. Penerapan Sanksi Internasional:

9
F. Sugeng Istanto, Hukum Internasional (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 1994).

14
Masyarakat internasional dapat memberlakukan sanksi ekonomi, politik, atau militer terhadap
negara atau individu yang terlibat dalam kejahatan internasional. Ini dapat menjadi bentuk tekanan
internasional untuk mendorong kepatuhan terhadap norma-norma hukum internasional.
Penerapan hukum mengenai kejahatan internasional melibatkan kerjasama antarnegara dan
lembaga internasional untuk mencapai keadilan dan akuntabilitas. Contoh di atas mencerminkan
berbagai upaya di tingkat internasional dan nasional untuk menangani kejahatan internasional.

2.4. Beberapa Contoh Kasus Kejahatan Internasional:

1. Perdagangan Narkoba:
Perdagangan narkoba melibatkan penyelundupan dan distribusi obat terlarang secara lintas
negara. Organisasi kriminal internasional sering terlibat dalam kegiatan ini. Kasus "El Chapo"
(Joaquín Guzmán), Joaquín Guzmán, yang dikenal sebagai "El Chapo," adalah pemimpin kartel
narkoba Sinaloa dari Meksiko. Dia terlibat dalam perdagangan narkoba lintas batas, mengirimkan
ton obat-obatan terlarang ke Amerika Serikat dan negara-negara lain10. Guzmán ditangkap pada
tahun 2016 setelah kabur dari penjara dua kali. Selama persidangan, diungkapkan bahwa kartel
Sinaloa menggunakan terowongan bawah tanah, pesawat, dan kapal selam untuk mengirimkan
narkoba. Kasus ini mencerminkan kompleksitas dan dimensi lintas negara dalam perdagangan
narkoba11.
2. Terorisme Internasional
Serangan teroris yang melibatkan kelompok atau individu dari berbagai negara. Contoh
termasuk serangan 11 September 2001 dan serangan Paris 2015. Serangan 11 September 2001,
Serangan teroris pada 11 September 2001, di Amerika Serikat, yang melibatkan pesawat
penumpang yang diculik oleh anggota Al-Qaeda. Mereka menabrakkan pesawat tersebut ke
Menara Kembar World Trade Center di New York dan Pentagon di Washington D.C12. Serangan ini

10
BBC News. "El Chapo: Mexican drug lord Joaquín Guzmán sentenced to life in prison." (2019).
[Referensi](https://www.bbc.com/news/world-us-canada-49073089).

11
United States Department of Justice. "Joaquín Guzmán Loera AKA ‘El Chapo’ Sentenced To Life Plus 30 Years In
Prison." (2019). [Referensi](https://www.justice.gov/usao-edny/pr/joaqu-n-guzm-n-loera-aka-el-chapo-sentenced-life-
plus-30-years-prison).

12
National Commission on Terrorist Attacks Upon the United States. "9/11 Commission Report." (2004).
[Referensi](https://www.9-11commission.gov/report/).

15
menewaskan ribuan orang dan memicu perang melawan terorisme oleh Amerika Serikat dan
sekutu. Kejadian ini mengubah lanskap keamanan internasional dan memicu peningkatan kerjasama
global dalam pencegahan terorisme13.
3. Pencucian Uang
Proses menyamarkan asal-usul uang hasil kejahatan agar terlihat sah. Ini sering terkait dengan
kejahatan seperti korupsi dan perdagangan narkoba. Kasus "1MDB" di Malaysia, Skandal 1 Malaysia
Development Berhad (1MDB) melibatkan dugaan pencucian uang dan korupsi di Malaysia. Lebih
dari $4 miliar dana 1MDB diduga disalahgunakan oleh pejabat pemerintah dan individu terkait14.
Beberapa tokoh tinggi termasuk mantan perdana menteri Malaysia, Najib Razak, \iinvestigasi terkait
skandal ini. Kasus ini menyoroti kompleksitas pencucian uang dalam konteks keuangan global dan
memicu tindakan hukum dan investigasi internasional15.

4. Kejahatan Siber Internasional:


Serangan komputer dan peretasan data yang melibatkan pelaku dari berbagai negara. Dapat
mencakup pencurian data, serangan ransomware, dan spionase cyber.Seperti kasus serangan
Ransomware "WannaCry", Pada tahun 2017, serangan ransomware "WannaCry" menyerang sistem
komputer di seluruh dunia, mengenkripsi data dan menuntut pembayaran dalam bentuk bitcoin
untuk mendekripsi file. \Serangan ini memengaruhi sejumlah besar organisasi, termasuk layanan
kesehatan dan perusahaan. Para penyerang diduga menggunakan alat peretas yang dikembangkan
oleh agensi keamanan nasional dan menciptakan ancaman siber lintas batas.

5. Perdagangan Manusia:
Perdagangan manusia melibatkan eksploitasi orang untuk tujuan seksual atau pekerjaan paksa,
sering melintasi batas negara. Contohnya yakni kasus perdagangan manusia di Eropa, Terdapat

13
The Guardian. "September 11, 2001: the day America knew how it felt to be hunted." (2011).
[Referensi](https://www.theguardian.com/world/2011/sep/11/9-11-attacks-timeline).

14
The Guardian. "What is the 1MDB scandal and how is ex-PM Najib Razak involved?" (2018).
[Referensi](https://www.theguardian.com/world/2018/may/16/what-is-the-1mdb-scandal-and-how-is-ex-pm-
najib-razak-involved).

15
BBC News. "1MDB: The inside story of the world’s biggest financial scandal." (2020).
[Referensi](https://www.bbc.com/news/stories-51706064).

16
berbagai kasus perdagangan manusia di Eropa, di mana individu, terutama perempuan dan anak-
anak, diperdagangkan untuk tujuan eksploitasi seksual atau kerja paksa16. Organisasi kejahatan
terorganisir sering terlibat dalam merekrut, mengangkut, dan mengeksploitasi korban perdagangan
manusia. Penegakan hukum dan kerja sama internasional diperlukan untuk mengatasi
permasalahan ini17.

2.5. Ratifikasi Indonesia Dalam Konteks Kejahatan Hukum Internasional

Ratifikasi diwujudkan melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang Ratifikasi


Statuta Roma. Undang-Undang ini memberikan dasar hukum bagi Indonesia untuk mematuhi
ketentuan-ketentuan Statuta Roma, dan sekaligus menetapkan kewajiban negara terkait penuntutan
kejahatan internasional.
Di dalam konteks kejahatan hukum internasional, ratifikasi Indonesia mengacu pada
persetujuan atau pengesahan terhadap perjanjian internasional yang berkaitan dengan hukuman
terhadap kejahatan tersebut,Indonesia, seperti negara-negara lain, dapat meratifikasi perjanjian-
perjanjian internasional, seperti Statuta Roma yang mendirikan Mahkamah Pidana Internasional
(International Criminal Court/ICC).
Ratifikasi ini menunjukkan keterlibatan dan komitmen Indonesia untuk mematuhi norma-
norma hukum internasional terkait kejahatan seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan,
dan kejahatan perang. Melalui ratifikasi, Indonesia setuju untuk mematuhi ketentuan-ketentuan
perjanjian tersebut dan bersedia untuk menjalankan yurisdiksi internasional atas kejahatan serius
yang mungkin terjadi di dalam wilayahnya atau yang melibatkan warganya.
Implikasi Hukum dan Komitmen:

Ratifikasi ini membawa implikasi signifikan dalam hal penegakan hukum internasional.
Indonesia menegaskan komitmennya untuk melibatkan diri secara aktif dalam memerangi impunitas
terhadap kejahatan serius dan memberikan keadilan kepada korban.

16
European Institute for Gender Equality. "Human trafficking for sexual exploitation in Europe." (2019).
[Referensi](https://eige.europa.eu/publications/human-trafficking-sexual-exploitation-europe).

17
European Commission. "EU Strategy towards the Eradication of Trafficking in Human Beings (2012-
2016)." (2012). [Referensi](https://ec.europa.eu/anti-trafficking/publications/eu-strategy-towards-
eradication-trafficking-human-beings 2012-2016_en.

17
Ratifikasi ini memberikan landasan hukum bagi Indonesia untuk memberlakukan dan
mematuhi ketentuan-ketentuan Statuta Roma, serta untuk memberikan yurisdiksi terhadap individu
yang terlibat dalam kejahatan tersebut. Hal ini mencerminkan tanggung jawab Indonesia dalam
menjaga keadilan dan menghormati norma-norma hukum internasional terkait hak asasi manusia
dan penegakan hukum internasional18.

18
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang Ratifikasi Statuta Roma.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kejahatan internasional melibatkan tindakan yang melanggar norma-norma hukum
internasional. Dasar hukum untuk menangani kejahatan internasional dapat ditemukan dalam
berbagai sumber hukum internasional.Penting untuk dicatat bahwa implementasi dan penegakan
hukum internasional seringkali kompleks dan tergantung pada kerjasama antarnegara serta
kepatuhan aktor internasional terhadap norma-norma yang telah ditetapkan.

Dalam kejahatan internasional, subjek hukum yang dapat bertanggung jawab dan memiliki hak
dan kewajiban menurut hukum internasional meliputi individu, negara, badan hukum swasta, dan
organisasi internasional. Individu menjadi subjek utama dalam hukum pidana internasional, terlihat
dalam Piagam London 1945 dan peradilan Nuremberg, di mana individu dapat dijadikan subjek
hukum internasional selain negara. Pengadilan Pidana Internasional (ICC) memiliki yurisdiksi untuk
mengadili individu atas kejahatan internasional seperti kejahatan perang, kejahatan terhadap
kemanusiaan, genosida, atau kejahatan agresi.

Negara sebagai subjek hukum internasional sejak lahirnya hukum internasional, dapat
bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukan oleh individu-individu di bawah wewenangnya.
Pelanggaran tersebut diselesaikan berdasarkan hukum internasional, diplomasi, negosiasi, atau
melalui organisasi internasional terhadap negara yang bersangkutan.

Badan hukum swasta, baik nasional maupun transnasional, dapat menjadi subjek hukum pidana
internasional, terutama terkait dengan kasus pencemaran lingkungan internasional. Organisasi
internasional, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), juga menjadi subjek hukum internasional
dan memiliki lembaga seperti International Law Commission (ILC) untuk mengatasi permasalahan
pidana dalam konteks internasional.

Objek hukum internasional dalam konteks kejahatan internasional mencakup individu, negara,
badan hukum swasta, organisasi internasional, serta situasi internasional dan perselisihan antara
negara-negara. Kejahatan internasional dapat merugikan langsung individu atau kelompok
masyarakat, negara atau masyarakat internasional secara umum, hak asasi manusia, dan lingkungan
alam. Perlindungan terhadap objek hukum ini dijaga melalui proses hukum yang melibatkan pihak-

19
pihak tertentu, seperti negara atau pengadilan internasional, yang bertindak untuk menegakkan
hukum internasional dan memberikan keadilan.

Ratifikasi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang Statuta Roma memberikan dasar
hukum bagi Indonesia untuk mematuhi ketentuan-ketentuan Statuta Roma. Ini mencakup kewajiban
negara terkait penuntutan kejahatan internasional, seperti genosida, kejahatan terhadap
kemanusiaan, dan kejahatan perang. Indonesia, seperti negara-negara lain, dapat meratifikasi
perjanjian internasional, seperti Statuta Roma, yang mendirikan Mahkamah Pidana Internasional
(International Criminal Court/ICC).

Ratifikasi ini menunjukkan keterlibatan dan komitmen Indonesia dalam mematuhi norma-norma
hukum internasional terkait kejahatan internasional. Dengan meratifikasi, Indonesia menyetujui dan
bersedia menjalankan yurisdiksi internasional atas kejahatan serius yang mungkin terjadi di dalam
wilayahnya atau melibatkan warganya.

Implikasi hukum dan komitmen dari ratifikasi ini sangat signifikan. Indonesia menegaskan
komitmennya untuk aktif berpartisipasi dalam memerangi impunitas terhadap kejahatan serius dan
memberikan keadilan kepada korban. Ratifikasi memberikan landasan hukum bagi Indonesia untuk
memberlakukan dan mematuhi ketentuan-ketentuan Statuta Roma, serta memberikan yurisdiksi
terhadap individu yang terlibat dalam kejahatan tersebut. Tindakan ini mencerminkan tanggung
jawab Indonesia dalam menjaga keadilan, menghormati norma-norma hukum internasional terkait
hak asasi manusia, dan mendukung penegakan hukum internasional.

20
DAFTAR PUSTAKA

Mochtar Kusumaatmadja, E. R. (2015). Pengantar Hukum Internasional. Bandung: P.T Alumni.

Jimly Asshiddiqie, Pandangan Hukum Indonesia (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010).


Wicaksono, Proses Penerapan Hukum di Indonesia: Sebuah Perspektif Sosiologis (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2009).

Hiariej, E. O. (2009). Pengantar Hukum Pidana Internasional. Jakarta: Erlangga.

Amanda Perreau-Saussine, National Law in WTO Law: Effectiveness and Good Governance in
the World Trading System (Oxford: Oxford University Press, 2016).

Parthiana, I. W. (2003). Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Mandar Maju.

Djokopekik Ikhsan dan Fany Yulindrasari, Hukum Humaniter Internasional: Dalam Bingkai
Sejarah, Perkembangan, dan Penerapannya di Indonesia (Jakarta: Prenada Media, 2014).

Effendi, Tolib, Hukum Pidana Internasional, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2014

Hiariej, Eddy O.S, Pengantar Hukum Pidana Internasional, Erlangga, Jakarta, 2009.

Kusumaatmadja, Mochtar, Pengantar Hukum Internasional, Buku I-Bagian Umum, Bina


Cipta,Bandung, 1997

Atmasasmita, Romli, Pengantar Hukum Pidana Internasional, Refika Aditama, Bandung, 2006.

Diantha, I Made Pasek, Hukum Pidana Internasional Dalam Dinamika Pengadilan Pidana
Internasional, Prenadamedia Group, Jakarta, 2014.

21

Anda mungkin juga menyukai