DOSEN PEMBIMBING:
Taufik H.Simatupang,SH,MKN
DISUSUN OLEH:
JAKARTA
2018/2019
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat,karunia,serta berkat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang
PENYELESAIAN SENNGKETA INTERNASIONAL dengan baik meskipun terdapat banyak
kekurangan di dalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita tentang apa itu Apa Itu Sengketa Internasional dan Bagaimaa Penyelesaian
Sengketa Internasional ,kami juga sangat menyadari bahwa makalah ini terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna.Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik ,saran dan
usulan demi perbaikan di makalah yang telah saya buat juga dimasa yang akan
datang ,mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun .
Semoga makalah ini dapat dipahami dan dimengertioleh siapa pun yang membacanya,akhir kata
kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan terima kasih.
2
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
I. Latar Belakang..................................................................................................................4
BAB II PERMASALAHAN
II.Tujuan Penulisan................................................................................................................7
BAB IV PENUTUP
I. Kesimpulan........................................................................................................................23
II. Saran
DAFTAR ISI..................................................................................................................................24
3
BAB I
PENDAHULUAN
I.Latar Belakang
Persoalan mengenai hukum internasional selalu memberikan kesan yang menarik untuk di
bahas. Topik ini senantiasa memberikan daya tarik yang tinggi pada setiap orang. Secara teori
hukum internasional mengacu pada peraturan-peraturan dan norma-norma yang mengatur
tindakan Negara-negara dan kesatuan lain yang pada suatu saat akan diakui
mempunyai kepribadian internasional, seperti misalnya organisasi internasional dan individu,
dalam hal hubungan satu dengan yang lainnya.
Negara-negara perlu hidup bersama-sama. Hukum internasional disusun dan lahir karena
kebutuhan dan dirancang untuk mencapai ketertiban dan perdamaian dunia. Suatu sistem yang
bertujuan untuk men-cap suatu negara sebagai “bersalah” dan negara lain sebagai “tidak
bersalah” dan partisiapasi utama dari sistem hukum internasional yaitu negara-negara yang
semuanya diperlakukan sebagai pemilik kedaulatan yang sama.[1]
Seiring perkembangan zaman, hukum internasional juga terus berkembang. Sejak pergaulan
internasional makin meningkat menjelang abad 19 hukum internasional telah menjadi suatu
sistem universil dan pada abad 20 telah merupakan suatu perluasan yang tidak ada tandingannya.
4
Upaya-upaya penyelesaian terhadapnya telah menjadi perhatian yang cukup penting di
masyarakat internasional sejak awal abad ke- 20. Upaya-upaya ini ditujukan untuk menciptakan
hubungan-hubungan antara negara yang lebih baik berdasarkan prinsip perdamaian dan
keamanan internasional.Hal itulah yang sangat menarik untuk kita amati,
bagaimana peranan yang seharusnya dilakukan oleh hukum internasional dalam menegakkan
keadilan demi tercapainya perdamaian dunia.
Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan hukum
yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu. Hukum antar bangsa atau hukum
antar negara menunjukkan pada kompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan antara
anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara. Hukum Internasional terdapat beberapa bentuk
perwujudan atau pola perkembangan yang khusus berlaku di suatu bagian dunia (region)
tertentu:
(2) Hukum Internasional Khusus : Hukum Internasional dalam bentuk kaedah yang khusus
berlaku bagi negara-negara tertentu seperti Konvensi Eropa mengenai HAM sebagai cerminan
keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat integritas yang berbeda-beda dari bagian
masyarakat yang berlainan. Berbeda dengan regional yang tumbuh melalui proses hukum
kebiasaan.
Hukum Internasional didasarkan atas pikiran adanya masyarakat internasional yang terdiri
atas sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka dalam arti masing-masing berdiri sendiri yang
satu tidak dibawah kekuasaan lain sehingga merupakan suatu tertib hukum koordinasi antara
anggota masyarakat internasional yang sederajat.
5
Dalam suatu hubungan hukum yang terjadi antara para pihak tidak selalu berjalan dengan
lancar, namun adakalanya timbul ketidak serasian yang kemudian menimbulkan sengketa
diantara para pihak tersebut. Dalam hal terjadi sengketa inilah diperlukan suatu usaha untuk
menyelesaikan sengketa tersebut secara damai
6
BAB II
PERMASALAHAN
I. Rumusan Masalah
II. Tujuan
7
BAB III
PEMBAHASAN
Ditinjau dari konteks hukum internasional publik, sengketa dapat didefinisikan sebagai
ketidaksepakatan salah satu subyek mengenai sebuah fakta, hukum, atau kebijakan yang
kemudian dibantah oleh pihak lain atau adanya ketidaksepakatan mengenai masalah hukum atau
fakta-fakta atau konflik mengenai penafsiran atau kepentingan antara 2 bangsa yang berbeda. 3
Sengketa internasional bukan saja mencakup sengketa – sengketa antar negara. Akan tetapi
sengketa internasional dapat mencakup kasus - kasus lain yang berada dalam lingkup peraturan
internasional. Beberapa sengketa internasional itu antara lain salah satu pihak tidak memenuhi
kewajiban dalam perjanjian internasional, perbedaan dan penafsiran mengenai isi perjanjian
internasional, perebutan sumber- sumber ekonomi pengaruh ekonomi, politik, atau keamanan
regional dan internasional, intervensi terhadap kedaulatan negara lain serta penghinaan terhadap
harga diri bangsa. Masalah-masalah yang menyebabkan sengketa internasional adalah :
8
A. Intervensi
Adalah tindakan suatu negara untuk mncampuri urusan negara lain.Intervensi bertentangan
dengan hukum internasional bila :
1. Campur tangan tersebut bertentangan dengan kehendak negara yang dicampuri,
2. Campur tangan tersebut mengganggu kemerdekaanpolitik negara yang dicampuri.
B. Penyerahan (ekstradisi)
Adalah penyerahan seseorang yang di tuduh melakukan tindakan pidana atau sudah dijatuhi
hukuman oleh suatu negara, dan bersembunyi atau melarikan diri ke negara lain untuk
dikembalikan ke negara asal. Orang yang dapat diekstradisi adalah :
1. Warga negaranya sendiri
2. Warga negara dari negara yang telah memiliki perjanjian ekstradisi.
C. Suaka (Asylum)
Adalah perlindungan yang diberikan oleh suatu negara kepada warga negara dari negara lain.
Pemberian suaka didasarkan dua kepentingan, yaitu pertimbangan kemanusiaan dan
pertimbangan politik. Pemberian suaka ini biasanya akan memperburuk hubungan antara negara
yang memberikan suaka dengan negara yang warga negaranya mendapatkan suaka.
D. Hukum Netralitas
Adalah suat sikap negara yang tidak turut berperang dan tidak ikut dalam permusuhan.
9
F. Suatu Wilayah Teritorial.
Wilayah teritorial menjadi sangat kompleks manakala wilayah tersebut menjadi sengketa ‘’saling
mengklaim’’ antarneagra yang berbeda. Misalnya, masalah kepulauan Sipadan-Lingitan antara
pemerintah Indonesia dengan malaysia. Yang akhirnya berdasarkan penetapan Mahkamah
Internasional kedua pulau tersebut dimenangkan oleh Malaysia.
H. Permasalahan Terorisme
Kasus Amerika-Afghanistan, kasusu ini diawali peristiwa 11 november 2001 atau peristiwa
serangan teroris terhadap gedung World Trade Center dan gedung Petagon di Amerika. Amerika
menduga serangan tersebut dilakukan oleh kelompok Islam Al-Qaeda (afghanistan) pmpinan
Osama Bin Laden. Dampak peristiwa ini adalah serangan/invasi Amerika dan sekutunya
terhaadap negara Afghanistan, Irak, dan Somalia (negara-negara yang dianggap sarang teroris)
10
CONTOH KASUS
- Konflik perebutan wilayah antara Filipina dengan Malaysia mengenai klaim Filipina atas
wilayah Kesultanan Sabah Malaysia Timur;
- Konflik antara Singapura dengan Malaysia tentang perebutan Pulau Batu Putih di Selat Johor;
- Perbedaan pendapat antara Malaysia dan Brunei mengenai batas wilayah tak bertanda di
daratan Sarawak Malaysia Timur serta batas wilayah perairan Zona Ekonomi Eksklusif;
- Sengketa antara Cina dan Vietnam tentang pemilikan wilayah perairan di sekitar Kepulauan
Paracel;
Dalam Case Concerning East Timor (Portugal vs. Australia), Mahkamah Internasional (ICJ)
menetapkan 4 kriteria sengketa yaitu:
1. Didasarkan pada kriteria-kriteria objektif. Maksudnya adalah dengan melihat fakta-fakta yang
ada. Contoh: Kasus penyerbuan Amerika Serikat dan Inggris ke Irak
2. Tidak didasarkan pada argumentasi salah satu pihak. Contoh: USA vs. Iran 1979 (Iran case).
Dalam kasus ini Mahkamah Internasional dalam mengambil putusan tidak hanya berdasarkan
argumentasi dari Amerika Serikat, tetapi juga Iran.
3. Penyangkalan mengenai suatu peristiwa atau fakta oleh salah satu pihak tentang adanya
sengketa tidak dengan sendirinya membuktikan bahwa tidak ada sengketa. Contoh: Case
Concerning the Nothern Cameroons 1967 (Cameroons vs. United Kingdom). Dalam kasus ini
Inggris menyatakan bahwa tidak ada sengketa antara Inggris dan Kamerun, bahkan Inggris
mengatakan bahwa sengketa tersebut terjadi antara Kamerun dan PBB. Dari kasus antara Inggris
dan Kamerun ini dapat disimpulkan bahwa bukan para pihak yang bersengketa yang
memutuskan ada tidaknya sengketa, tetapi harus diselesaikan/diputuskan oleh pihak ketiga.
4. Adanya sikap yang saling bertentangan/berlawanan dari kedua belah pihak yang
bersengketa.Contoh: Case Concerning the Applicability of the Obligation to Arbitrate under
section 21 of the United Nations Headquarters agreement of 26 June.
11
III. PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL
Berbagai metode penyelesaian sengketa telah berkembang sesuai dengan tuntutan jaman.
Metode penyelesaian sengketa dengan kekerasan, misalnya perang, invasi, dan lainnya, telah
menjadi solusi bagi negara sebagai aktor utama dalam hukum internasional klasik. Cara-cara
kekerasan yang digunakan tersebut akhirnya direkomendasikan untuk tidak digunakan lagi
semenjak lahirnya The Hague Peace Conference pada tahun 1899 dan 1907, yang kemudian
menghasilkan Convention on the Pacific Settlement of International Disputes 1907. Namun
karena sifatnya yang rekomendatif dan tidak mengikat, konvensi tersebut tidak mempunyai
kekuatan memaksa untuk melarang negara-negara melakukan kekerasan sebagai metode
penyelesaian sengketa.
2. Sengketa yang pada awalnya bukan sengketa internasional, tapi karena sifat dari kasus itu
menjadikan sengketa itu sengketa internasional (an Indirect International Disputes). Suatu
perisitiwa atau keadaan yang bisa menyebabkan suatu sengketa bisa menjadi sengketa
internasional adalaha adanya kerugian yang diderita secara langsung oleh WNA yang dilakukan
pemerintah setempat. Contoh: kasus penembakan WN Amerika Serikat di Freeport.
Kedamaian dan keamanan internasional hanya dapat diwujudkan apabila tidak ada kekerasan
yang digunakan dalam menyelesaikan sengketa, yang ditegaskan dalam pasal 2 ayat (4) Piagam.
Penyelesaian sengketa secara damai ini, kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 33 Piagam
yang mencantumkan beberapa cara damai dalam menyelesaikan sengketa, diantaranya :
12
a. Negosiasi;
b. Enquiry atau penyelidikan;
c. Mediasi;
d. Konsiliasi
e. Arbitrase
f. Judicial Settlement atau Pengadilan;
g. Organisasi-organisasi atau Badan-badan Regional.
Dari tujuh penyelesaian sengketa yang tercantum dalam Piagam, dapat dikelompokkan menjadi
dua bagian, yaitu penyelesaian sengketa secara hukum dan secara politik/diplomatik. Yang
termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara hukum adalah arbitrase dan judicial settlement.
Sedangkan yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik adalah negosiasi;
enquiry; mediasi; dan konsiliasi. Hukum internasional publik juga mengenal good offices atau
jasa-jasa baik yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik.
Pada dasarnya, tidak ada tata urutan yang mutlak mengenai penyelesaian sengketa secara damai.
Para pihak dalam sengketa internasional dapat saja menyelesaikan sengketa yang terjadi di antara
mereka ke badan peradilan internasional seperti International Court of Justice (ICJ/Mahkamah
Internasional), tanpa harus melalui mekanisme negosiasi, mediasi, ataupun cara diplomatik
lainnya.PBB tidak memaksakan prosedur apapun kepada negara anggotanya. Dengan kebebasan
dalam memilih prosedur penyelesaian sengketa, negara-negara biasanya memilih untuk
memberikan prioritas pada prosedur penyelesaian secara politik/diplomatik, daripada mekanisme
arbitrase atau badan peradilan tertentu, karena penyelesaian secara politik/diplomatik akan lebih
melindungi kedaulatan mereka.
13
6. Prinsip penggunaan terlebih dahulu hukum nasional negara untuk menyelesaikan suatu
sengketa prinsip exhaustion of local remedies);
7. Prinsip-prinsip hukum internasional tentang kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah
negara-negara.
Disamping ketujuh prinsip di atas, Office of the Legal Affairs PBB memuat prinsip-prinsip lain
yang bersifat tambahan, yaitu:
1. Prinsip larangan intervensi baik terhadap masalah dalam atau luar negeri para pihak;
2. Prinsip persamaan hak dan penentuan nasib sendiri;
3. Prinsip persamaan kedaulatan negara-negara;
4. Prinsip kemerdekaan dan hukum internasional.
Penyelesaian Sengketa secara Diplomatik
Seperti yang telah dijelaskan di atas, yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara
diplomatik adalah negosiasi; enquiry atau penyelidikan; mediasi; konsiliasi; dan good offices
atau jasa-jasa baik. Kelima metode tersebut memiliki ciri khas, kelebihan, dan kekurangan
masing-masing.
a) Negosiasi
Negosiasi adalah perundingan yang dilakukan secara langsung antara para pihak dengan tujuan
untuk menyelesaikan sengketa melalui dialog tanpa melibatkan pihak ketiga. Negosiasi
merupakan cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan paling tuas digunakan oleh umat
manusia. Pasal 33 ayat (1) Piagam PBB menempatkan negosiasi sebagai cara pertama dalam
menyelesaikan sengketa.
Perundingan merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk
menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.
14
2. Negosiasi menutup kemungkinan keikutsertaan pihak ketiga, artinya kalau salah satu pihak
berkedudukan lemah tidak ada pihak yang membantu.
Penyelesaian sengketa ini dilakukan secara langsung oleh para pihak yang bersengketa melalui
dialog tanpa ada keikutsertaan dari pihak ketiga. Dalam pelaksanaannya, negosiasi memiliki dua
bentuk utama, yaitu bilateral dan multilateral.
Negosiasi dapat dilangsungkan melalui saluran diplomatik pada konferensi internasional atau
dalam suatu lembaga atau organisasi internasional.
Negosiasi merupakan cara penyelesaian sengketa secara damai yang cukup lama dipakai. Sampai
pada permulaan abad ke-20, negosiasi menjadi satu-satunya cara yang dipakai dalam
penyelesaian sengketa. Sampai saat ini cara penyelesaian melalui negosiasi biasanya adalah cara
yang pertama kali ditempuh oleh para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa ini
dilakukan secara langsung oleh para pihak yang bersengketa melalui dialog tanpa ada
keikutsertaan dari pihak ketiga. Dalam pelaksanaannya, negosiasi memiliki dua bentuk utama,
yaitu bilateral dan multilateral. Negosiasi dapat dilangsungkan melalui saluran diplomatik pada
konferensi internasional atau dalam suatu lembaga atau organisasi internasional.
Dalam praktek negosiasi, ada dua bentuk prosedur yang dibedakan. Yang pertama adalah
negosiasi ketika sengketa belum muncul, lebih dikenal dengan konsultasi. Dan yang kedua
adalah negosiasi ketika sengketa telah lahir.
Keuntungan yang diperoleh ketika negara yang bersengketa menggunakan mekanisme negosiasi,
antara lain :
(1) Para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan penyelesaian sesuai dengan kesepakatan
diantara mereka
(2) Para pihak mengawasi dan memantau secara langsung prosedur penyelesaiannya
(3) Dapat menghindari perhatian publik dan tekanan politik dalam negeri.
(4) Para pihak mencari penyelesaian yang bersifat win-win solution, sehingga dapat diterima dan
memuaskan kedua belah pihak
15
b) Enquiry atau Penyelidikan
J.G.Merrills menyatakan bahwa salah satu penyebab munculnya sengketa antar negara adalah
karena adanya ketidaksepakatan para pihak mengenai fakta. Untuk menyelesaikan sengketa ini,
akan bergantung pada penguraian fakta-fakta para pihak yang tidak disepakati. Untuk
menyelesaikan sengketa tersebut, para pihak kemudian membentuk sebuah badan yang bertugas
untuk menyelidiki fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Fakta-fakta yang ditemukan ini kemudian
dilaporakan kepada para pihak, sehingga para pihak dapat menyelesaikan sengketa diantara
mereka.
Dalam beberapa kasus, badan yang bertugas untuk menyelidiki fakta-fakta dalam sengketa
internasional dibuat oleh PBB. Namun dalam konteks ini, enquiry yang dimaksud adalah sebuah
badan yang dibentuk oleh negara yang bersengketa. Enquiry telah dikenal sebagai salah satu cara
untuk menyelesaikan sengketa internasional semenjak lahirnya The Hague Convention pada
tahun 1899, yang kemudian diteruskan pada tahun 1907.
c). Mediasi
Melibatkan pihak ketiga (third party) yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa. Pihak ketiga
dapat berupa individu atau kelompok (individual or group), negara atau kelompok negara atau
organisasi internasional.
Dalam mediasi, negara ketiga bukan hanya sekedar mengusahakan agar para pihak yang
bersengketa saling bertemu, tetapi juga mengusahakan dasar-dasar perundingan dan ikut aktif
dalam perundingan, contoh: mediasi yang dilakukan oleh Komisi Tiga Negara (Australia,
Amerika, Belgia) yang dibentuk oleh PBB pada bulan Agustus 1947 untuk mencari penyelesaian
sengketa antara Indonesia dan Belanda dan juga mediasi yang dilakukan oleh Presiden Jimmy
Carter untuk mencari penyelesaian sengketa antara Israel dan Mesir hingga menghasilkan
Perjanjian Camp David 1979. Dengan demikian, dalam mediasi pihak ketiga terlibat secara aktif
(more active and actually takes part in the negotiation).
Mediasi biasanya dilakukan oleh pihak ketiga ketika pihak yang bersengketa tidak menemukan
jalan keluar dalam penyelesaian suatu masalah.Maka pihak ketiga merupakan salah satu jalan
keluar dari jalan buntu perundingan yang telah terjadi dan memberikan solusi yang dapat
16
diterima oleh kedua belah pihak. Seorang mediator harus netral (tidak memihak salah satu pihak
yang bersengketa) dan independen. Dalam menjalankan tugasnya, mediator tidak terikat pada
suatu hukum acara tertentu dan tidak dibatasi pada hukum yang ada. Mediator dapat
menggunakan asas ex aequo et bono untuk menyelesaikan sengketa yang ada.
Ketika negara-negara yang menjadi para pihak dalam suatu sengketa internasional tidak dapat
menemukan pemecahan masalahnya melalui negosiasi, intervensi yang dilakukan oleh pihak
ketiga adalah sebuah cara yang mungkin untuk keluar dari jalan buntu perundingan yang telah
terjadi dan memberikan solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Pihak ketiga yang
melaksanakan mediasi ini tentu saja harus bersifat netral dan independen. Sehingga dapat
memberikan saran yang tidak memihak salah satu negara pihak sengketa.
Intervensi yang dilakukan oleh pihak ketiga ini dapat dilakukan dalam beberapa bentuk.
Misalnya, pihak ketiga memberikan saran kepada kedua belah pihak untuk melakukan negosiasi
ulang, atau bisa saja pihak ketiga hanya menyediakan jalur komunikasi tambahan.
Pelaksanaan mediasi dalam penyelesaian sengketa internasional diatur dalam beberapa perjanjian
internasional, antara lain The Hague Convention 1907; UN Charter; The European Convention
for the Peaceful Settlement of Disputes.
d) Konsiliasi
Sama seperti mediasi, penyelesaian sengketa melalui cara konsiliasi menggunakan intervensi
pihak ketiga. Pihak ketiga yang melakukan intervensi ini biasanya adalah negara, namun bisa
juga sebuah komisi yang dibentuk oleh para pihak. Komisi konsiliasi yang dibentuk oleh para
pihak dapat saja terlembaga atau bersifat ad hoc, yang kemudian memberikan persyaratan
penyelesaian yang diterima oleh para pihak. Namun keputusan yang diberikan oleh komisi
konsiliasi ini tidak mengikat para pihak.
17
yang diberikan oleh para pihak secara lisan tersebut komisi konsiliasi akan menyerahkan laporan
kepada para pihak disertai dengan kesimpulan dan usulan penyelesaian sengketa.
Konsiliasi merupakan suatu cara penyelesaian sengketa oleh suatu organ yang dibentuk
sebelumnya atau dibentuk kemudian atas kesepakatan para pihak yang bersengketa. Organ yang
dibentuk tersebut mengajukan usul-usul penyelesaian kepada para pihak yang bersengketa (to the
ascertain the facts and suggesting possible solution).
Rekomendasi yang diberikan oleh organ tersebut tidak bersifat mengikat (the recommendation of
the commission is not binding).
Contoh dari konsiliasi adalah pada sengketa antara Thailand dan Perancis, kedua belah pihak
sepakat untuk membentuk Komisi Konsiliasi. Dalam kasus ini Thailand selalu menuntut
sebagian dari wilayah Laos dan Kamboja yang terletak di bagian Timur tapal batasnya. Karena
waktu itu Laos dan Kamboja adalah protektorat Perancis maka sengketa ini menyangkut antara
Thailand dan Perancis.
Pada pelaksanaan di lapangan, jasa baik dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu jasa baik
teknis (technical good offices), dan jasa baik politis (political good offices). Jasa baik teknis
adalah jasa baik oleh negara atau organisasi internasional dengan cara mengundang para pihak
yang bersengketa ikut serta dalam konferensi atau menyelenggarakan konferensi. Tujuan dari
jasa baik teknis ini adalah mengembalikan atau memelihara hubungan atau kontak langsung di
antara para pihak yang bersengketa setelah hubungan diplomatik mereka terputus. Sedangkan
jasa baik politis adalah jasa baik yang dilakukan oleh negara atau organisasi internasional yang
berupaya menciptakan suatu perdamaian atau menghentikan suatu peperangan yang diikuti
dengan diadakannya negosiasi atau suatu kompetensi.
A. Abitrase
Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral serta
putusan yang dikeluarkan sifatnya final dan mengikat. Badan arbitrase dewasa ini sudah semakin
populer dan semakin banyak digunakan dalam menyelesaikan sengketasengketa internasional.
Penyerahan suatu sengketa kepada arbitrase dapat dilakukan dengan pembuatan suatu
compromis, yaitu penyerahan kepada arbitrase suatu sengketa yang telah lahir; atau melalui
pembuatan suatu klausul arbitrase dalam suatu perjanjian sebelum sengketanya lahir (clause
compromissoire). Penyelesaian sengketa internasional melalui arbitrase internasional adalah
pengajuan sengketa internasional kepada arbitrator yang dipilih secara bebas oleh para pihak,
yang memberi keputusan dengan tidak harus terlalu terpaku pada pertimbangan-pertimbangan
hukum. Arbitrase adalah merupakan suatu cara penerapan prinsip hukum terhadap suatu
sengketa dalam batas-batas yang telah disetujui sebelumnya oleh para pihak yang bersengketa.
Hal-hal yang penting dalam arbitrase adalah :
(1). Perlunya persetujuan para pihak dalam setiap tahap proses arbitrase, dan
(2). Sengketa diselesaikan atas dasar menghormati hukum. (Burhan Tsani, 1990; 211)
Secara esensial, arbitrase merupakan prosedur konsensus, karenanya persetujuan para pihaklah
yang mengatur pengadilan arbitrase. Arbitrase terdiri dari seorang arbitrator atau komisi bersama
antar anggota-anggota yang ditunjuk oleh para pihak atau dan komisi campuran, yang terdiri dari
orang-orang yang diajukan oleh para pihak dan anggota tambahan yang dipilih dengan cara lain.
Pengadilan arbitrase dilaksanakan oleh suatu “panel hakim” atau arbitrator yang dibentuk atas
dasar persetujuan khusus para pihak, atau dengan perjanjian arbitrase yang telah ada. Persetujuan
arbitrase tersebut dikenal dengan compromis (kompromi) yang memuat:
19
1. persetujuan para pihak untuk terikat pada keputusan arbitrase;
2. metode pemilihan panel arbitrase;
3. waktu dan tempat hearing (dengar pendapat);
4. batas-batas fakta yang harus dipertimbangkan, dan;
5. prinsip-prinsip hukum atau keadilan yang harus diterapkan untuk mencapai suatu kesepakatan.
(Burhan Tsani, 1990, 214)
3. PENYELESAIAN YUDISIAL.
Penyelesaian yudisial adalah suatu cara penyelesaian sengketa internasional melalui suatu
pengadilan internasional yang dibentuk sebagaimana mestinya, dengan memberlakukan kaidah-
kaidah hukum. Lembaga pengadilan internasional yang berfungsi sebagai organ penyelesaian
yudisisal dalam masyarakat internasional adalah Internatonal Court Of Justice
4. RUJUK
Rujuk adalah penyelesaian sengketa melalui usahaa penyesuaian pendapat antara pihak-pihak
yang bersengketa secara kekeluargaan. Rujuk dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Negoisasi, yaitu perundingan antara pihak yang bersengketa sebagai sarana uuntuk
menetapkan sikap tentang masalah yang disengketakan.
2. Mediasi, yaitu bantuan jasa baik dari pihak ketiga. Dalam mediasi peran pihak ketiga akan
lebih aktif, misalnya mempertemukan pihak-pihak yang yang bersengketa, memberikan saran-
saran agar sengketa dapat diselesaikan secara damai dan sebgainya.
3. Konsiliasi, dapat diartika secara luas dan secara sempit. Secara luas adalah penyelesaian
sengketa dengan pihak ketiga tidak memihak. Sedangkan secara sempit konsiliasi berarti
penyerahan sengketa pada suatu panitia. Panitia tersebut menyelidiki persengketaaan antara
kedua belah pihak kemudian akan memberikan usul. Konsiliasi adalah cara penyelesaian
sengketa yang sifatnya lebih formal dibanding mediasi. Konsiliasi adalah suatu cara penyelesaian
sengketa oleh pihak ketiga atau oleh suatu komisi konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak.
Komisi tersebut bisa yang sudah terlembaga atau ad hoc (sementara) yang berfungsi untuk
menetapkan persyaratanpersyaratan penyelesaian yang diterima oleh para pihak. Namun
putusannya tidaklah mengikat para pihak
20
4. Melalui penitia penyelidik, panitia penyelidik bertugas mengadakan penyelidikan kepastian
peristiwa dan kemudian menyiapkan penyelesaian yang disepakati.
Untuk menyelesaiakn sengketa secara damai, PBB dapat menempuh melalui dua jalan, yaitu
melalui poloik (dilakukan oleh Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB), dan secara hukum
(dilakukan oleh Mahkamah Internasional).
2. Peristiwa ancaman perdamaian, pelanggaran perdamaian atau agresi. Dalam peristiwa ini,
Dewan Keamana berwenang merekomendasikan cara-cara guna memulihkan perdamaian dan
keamanan.
21
memutuskan hubungan wilayah itu dengan pihak luar, misalnya pengepungan suatu kota atau
pelabuhan.
2. Pertikaian Senjata
Adalah pertentangan yang disertai penggunaan kekerasan denga tujuan menundukkan lawan dan
menetapkan perdyaratan damai secara sepihak.
3. Reprisal
Adalah pembalasan yang dilakukan oleh suatu negara terhadap tindakan yang melanggar hukum
dari negara lawan dari suatu pertikaian. Misalnya pemboikotan barang, dll.
4. Retorasi
Adalah pembalasan yang dilakukan oleh suatu negara terhadap tindakan yang tidak pantas dari
negara lain. Misalnya pengetatan hubungan diplomatik, penghapusan hak istimewa diplomatik ,
dan lain-lain.
BAB IV
PENUTUP
22
I. Kesimpulan
Penyelesaian melalui jalur damai terbagi dua yaitu melalui jalur politik dan juga
melalui jalur hukum. Penyelesaian sengketa dengan cara ini lebih banyak digunakan
karena cara ini lebih aman untuk dilakukan daripada melalui kekerasan. Namun jika
sengketa tidak dapat diselesaikan secara damai maka negara hanya untuk menjaga dan
menahan diri dari tindakan-tindakan yang makin memperburuk situasi. Jika sengketa
tersebut sudah tidak bisa lagi diselesaikan dengan jalan tersebut maka jalan terakhir
adalah penyelesaian sengketa melalui jalur kekerasan atau penyelesaian secara tidak
damai yang dapat berupa, perang, retorsi, blokade damai dan lain sebagainya.
II. Saran
Daftar Pustaka
23
1. Huala Adolf,Hukum penyelesaian Sengketsa Internasioanal,Jakarta ,Grafik,2004.hal 58
4.Wallace, Rebecca. 1986. Hukum Internasional Pengantar Untuk Mahasiswa. Semarang : IKIP
Semarang Press
5.Gutama, Sudargo. 1981. Hukum Perdata Internasional Indonesia jilid 1. Bandung: Penerbit
Alumni
9.https://syntapuji.wordpress.com/2012/06/06/sengketa-
10.internasional/http://restukadilangudemak.blogspot.com/2013/04/-penyelesaian-sengketa
inter.html
24