Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH HUKUM DAGANG

INTERNASIONAL
“STUDI KASUS EKSPOR-IMPOR ROKOK KRETEK ANTARA
INDONESIA DENGAN AMERIKA SERIKAT”
Dosen Pengampu: Mentari Jastisia, SH., MH

Disusun oleh:

Dian Nofenti 742010119045


Fadhilah Febry Restuwati 742010119010
Faiqoh Irbah 742010119032
Intan Rusadi 742010119057
Mayang Egita 742010119059
Messy Maesaroh 742010119035
Muhammad Vikri 742010521092
Niken Desintha 742010119036
Siska Septiyani 742010119038
Widya Putri Rahmawati 742010119020

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS WIRALODRA
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“STUDI KASUS EKSPOR-IMPOR ROKOK KRETEK ANTARA INDONESIA
DENGAN AMERIKA SERIKAT” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pada mata kuliah Hukum Dagang Internasional. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca serta penulis mengenai
penyelesaian kasus ekspor-impor rokok kretek antara Indonesia dengan Amerika
Serikat.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Mentari Jastisia, SH., MH.
selaku dosen bidang studi Ilmu Hukum dalam mata kuliah Hukum Dagang
Internasioanl yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Semoga dengan bertambahnya wawasan pembaca mengenai pelaksanaan
sistem Hukum Dagang Internasional sehingga dapat memahami arti penting dari
kemanfaatan hukum sebagai pemberi kepastian dalam kegiatan perdagangan
internasional.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Indramayu, 2 Desember 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................................................
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................
C. Tujuan..............................................................................................................................

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Hukum Dagang Internasional.......................................................................


B. Dasar Hukum Dagang Internasional...............................................................................
C. Asas-asas Hukum Dagang Internasional.........................................................................
D. Teori Hukum Dagang Internasional................................................................................
E. Tujuan Hukum Dagang Internasional...........................................................................

BAB III: PEMBAHASAN

A. Penyebab Terjadinya Ekspor-Impor Rokok Kretek antara Indonesia


dengan Amerika Serikat ...............................................................................................
B. Penyelesaian Hukum dalam Kasus Ekspor-Impor Rokok Kretek antara
Indonesia dengan Amerika Serikat...............................................................................
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................................................
B. Saran..............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perdagangan internasional (International Trade) adalah bentuk
kerjasama ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara dengan negara-
negara lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga
bisa membawa kemakmuran bagi suatu negara. Istilah perdagangan
internasional (International Trade) atau disebut dengan perdagangan
antarbangsa-bangsa, pertama kali dikenal di Benua Eropa yang kemudian
berkembang di Asia dan Afrika. Negara-negara yang terhimpun dalam
kegiatan perdagangan internasional membentuk suatu persetujuan dagang
dan tarif (General Agreement on Tariff and Trade/GATT).1
Kegiatan perdagangan internasional yang dilakukan oleh negara-
negara yang terhimpun dalam Organisasi Perdagangan Dunia (World
Trade Organization/WTO) tentu saja tidak terlepas dari adanya
permasalahan hukum. Ada beberapa permasalahan hukum yang terdapat
dalam perdagangan internasional, seperti ekspor-impor, dumping,
safeguard, subsidi, keterlambatan pengiriman barang, dll. Di Indonesia
sendiri permasalahan hukum dalam perdagangan internasional hampir
selalu terjadi, misalnya permasalahan hukum mengenai ekspor-impor.
Kasus ekspor-impor yang melibatkan Indonesia, yaitu kasus rokok
kretek antara Indonesia dengan Amerika Serikat. Seperti yang telah kita
ketahui bahwa WTO merupakan satu-satunya badan internasional yang
secara2 khusus mengatur masalah perdagangan antar negara, sehingga
kasus antara Indonesia dengan Amerika Serikat diselesaikan melalui
Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body) yang berada di
bawah WTO.

1
Muhammad Sood, Hukum Perdagangan Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2012, hlm. 17
2
Nindy Prafina, Jurnal Ilmiah, Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional Melalui
Dispute Settlement Body (Studi Kasus Ekspor-Impor Rokok Kretek Antara Indonesia Dengan
Amerika Serikat), Fakultas Hukum Universitas Mataram, 2018, hlm. 2

1
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka penulis
merumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini
antara lain, bagaimana penyelesaian sengketa perdagangan internasional
melalui Dispute Settlement Body dan bagaimana kekuatan hukum
penyelesaian sengketa perdagangan internasional mengenai ekspor-impor
rokok kretek antara Indonesia dengan Amerika Serikat melalui Dispute
Settlement Body.3

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana penyebab terjadinya kasus ekspor-impor rokok kretek
antara Indonesia dengan Amerika Serikat?

2. Bagaimana penyelesaian hukum dalam kasus ekspor-impor rokok


kretek antara Indonesia dengan Amerika Serikat?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya kasus ekspor-impor rokok
kretek antara Indonesia dengan Amerika Serikat.

2. Untuk menganalisis dan mengetahui terhadap penyelesaian hukum


dalam kasus ekspor-impor rokok kretek antara Indonesia dengan
Amerika Serikat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
3
Ibid hlm. 3

2
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan
antarnegara atau pemerintah negara dengan negara lain yang menjalani
suatu hubungan perdagangan yang sesuai kesepakatan antarkedua belah
pihak yang melakukan perdagangan internasional tersebut. Perdagangan
internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu
negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama.
Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperseorangan (individu dengan
individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara, atau pemerintah
suatu negara dengan pemerintah negara lain. Perdagangan internasional
adalah proses tukar-menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari
masing-masing negara. Adapun motifnya adalah memperoleh manfaat
perdagangan atau gains off trade. Perdagangan merupakan kegiatan
ekonomi yang sangat penting saat ini, maka tidak ada negara-negara di
dunia yang tidak terlibat di dalam perdagangan, baik perdagangan
antarregional, antarkawasan, ataupun antarnegara. Pengertian perdagangan
internasional merupakan hubungan kegiatan ekonomi antarnegara yang
diwujudkan dengan adanya proses pertukaran barang atau jasa atas dasar
sukarela dan saling menguntungkan. Ada berbagai motif atau alasan
mengapa negara atau subjek hukum (pelaku dalam perdagangan) melakukan
transaksi dagang internasional. Fakta yang sekarang ini terjadi adalah
perdagangan internasional sudah menjadi tulang punggung bagi negara
untuk menjadi makmur, sejahtera, dan kuat. Hal ini sudah banyak terbukti
dalam sejarah perkembangan dunia. Walaupun perkembangan bidang
hukum berjalan dengan cepat, namun ternyata masih belum ada kesepakatan
tentang definisi untuk bidang hukum perdagangan internasional. Hingga
sekarang ini terdapat berbagai definisi yang satu sama lain berbeda, yaitu:4
1. Definisi Menurut Schmitthoff
Hukum perdagangan internasional adalah sekumpulan aturan yang
mengatur hubungan-hubungan komersial yang sifatnya perdata.

4
Serlika Aprita, Hukum Perdagangan Internasional, (Depok: RajaGrafindo Persada, 2020)
hlm.2

3
Aturanaturan hukum tersebut mengatur transaksi-transaksi yang berbeda
negara. Definisi di atas menunjukkan dengan jelas bahwa aturan-aturan
tersebut bersifat komersial. Dalam definisinya, Schmitthoff menegaskan
bahwa ruang lingkup bidang hukum ini tidak termasuk
hubunganhubungan komersial internasional dengan ciri hukum publik.
Termasuk dalam bidang hukum publik ini, yakni aturan-aturan yang
mengatur tingkah laku atau perilaku negara-negara dalam mengatur
perilaku perdagangan yang memengaruhi wilayahnya.
2. Definisi Menurut M. Rafiqul Islam
Dalam upayanya memberi batasan atau defnisi hukum perdagangan
internasional, M. Rafiqul Islam menekankan keterkaitan erat antara
perdagangan internasional dan hubungan keuangan. Adanya keterkaitan
erat antara perdagangan internasional dan hubungan keuangan, beliau
mendefinisikan hukum perdagangan dan keuangan sebagai suatu
kumpulan aturan, prinsip, norma, dan praktik yang menciptakan suatu
pengaturan untuk transaksi-transaksi perdagangan internasional dan
sistem pembayarannya, yang memiliki dampak terhadap perilaku
komersial lembaga-lembaga perdagangan.
B. DASAR HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan
ekonomi yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan pesat. Perhatian
dunia terhadap bisnis internasional juga semakin meningkat, hal ini terlihat
dari semakin berkembangnya arus perdagangan barang, jasa, modal, dan
tenaga kerja antarnegara. Ruang lingkup hukum perdagangan internasional
cukup luas, dikarenakan hubungan dagang yang terjadi sifatnya lintas batas.
Berbagai alasan mengapa negara atau subjek hukum bersedia melakukan
transaksi dagang internasional. Faktanya adalah bahwa perdagangan
internasional sudah menjadi tulang punggung bagi negara untuk menjadi
makmur, sejahtera, dan kuat. Pada mulanya hubungan perdagangan hanya
terbatas pada satu wilayah negara tertentu, tetapi dengan semakin
berkembangnya arus perdagangan maka hubungan dagang tersebut tidak

4
hanya dilakukan antarpara pengusaha dalam satu wilayah negara saja, akan
tetapi turut melibatkan para pedagang dari negara lain. Kegiatan ekspor-
impor didasari oleh kondisi bahwa tidak ada satu negara yang benar-benar
mandiri karena satu sama lain saling membutuhkan dan saling mengisi.
Setiap negara memiliki karakteristik yang berbeda, baik sumber daya alam,
iklim, geografis, demografi, struktur ekonomi, dan struktur sosial. Sehingga
dengan perbedaan-perbedaan tersebut menyebabkan perbedaan komoditas
yang dihasilkan. Maka dari itu, negara-negara perlu menjalin suatu
hubungan perdagangan untuk memenuhi kebutuhan tiap-tiap negara.
Secara umum, terdapat dua jenis kebijakan perdagangan, yakni
kebijakan perdagangan untuk meningkatkan perdagangan dan kebijakan
perdagangan untuk membatasi perdagangan. Kebijakan perdagangan ini
memiliki implikasi masing-masing terhadap perdagangan internasional.
Misalnya, kebijakan subsidi barang dalam motif ekonomi, negara
memberlakukan kebijakan perdagangan guna melindungi industri yang
masih baru berdiri agar dapat bersaing. Sedangkan motif budaya dapat
memengaruhi penerapan kebijakan perdagangan sebab negara berupaya
untuk melindungi budaya dan identitas nasionalnya agar tidak tergerus oleh
budaya-budaya asing dan budaya populer yang inheren berada dalam
produk asing yang diimpor. Dapat membuat tingkat daya saing produk
domestik di pasar internasional meningkat akibat aliran dana bantuan dari
pemerintah.
Adapun yang menjadi sumber hukum perdagangan internasional, yaitu
sebagai berikut:5
1. Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional merupakan salah satu sumber hukum yang
terpenting. Secara umum, perjanjian internasional terbagi ke dalam tiga
bentuk, yaitu perjanjian multilateral, regional, dan bilateral. Perjanjian
internasional atau multilateral adalah kesepakatan tertulis yang mengikat
lebih dari dua pihak (negara) dan tunduk pada aturan hukum

5
Ibid, hlm.33

5
internasional. Beberapa perjanjian internasional membentuk suatu
pengaturan perdagangan yang sifatnya umum di antara para pihak.
Perjanjian regional adalah kesepakatan-kesepakatan di bidang
perdagangan internasional yang dibuat oleh negara-negara yang
tergolong atau berada dalam suatu regional tertentu. Misalnya,
perjanjian pembentukan ASEAN Free Trade Area (AFTA) di Asia
Tenggara. Suatu perjanjian dikatakan bilateral ketika perjanjian tersebut
mengikat dua subjek hukum internasional. Termasuk dalam kelompok
perjanjian ini adalah perjanjian penghindaraan pajak berganda.
2. Hukum Kebiasaan Internasional
Dalam studi hukum perdagangan internasional, sumber hukum ini
disebut juga sebagai lex mercatoria atau hukum para pedagang (the law
of the merchants). Ketentuan lex mercatoria dapat ditemukan, antara lain
di dalam kebiasaan-kebiasaan yang berkembang dan dituangkan dalam
kontrak-kontrak perdagangan internasional, misalnya berupa
klausulklausul kontrak standar atau kontrak-kontrak di bidang
pengangkutan.
3. Prinsip-Prinsip Hukum Umum
Sumber hukum ini akan mulai berfungsi ketika hukum perjanjian
dan hukum kebiasaan internasional tidak memberi jawaban atas sesuatu
persoalan. Beberapa contoh dari prinsip-prinsip hukum umum ini, antara
lain: prinsip iktikad baik, prinsip pacta sunt servanda, dan prinsip ganti
rugi.
4. Putusan-Putusan Badan Pengadilan dan Doktrin
Sumber hukum ini dalam hukum perdagangan internasional tidak
memiliki kekuatan hukum yang kuat, seperti yang dikenal dalam sistem
hukum common law. Jadi, ada semacam kewajiban yang tidak mengikat
bagi badan-badan pengadilan untuk mempertimbangkan putusanputusan
pengadilan sebelumnya.
5. Kontrak

6
Sumber hukum perdagangan internasional yang sebenarnya
merupakan sumber utama dan terpenting adalah perjanjian atau kontrak
yang dibuat oleh para pedagang sendiri. Kontrak tersebut ialah undang-
undang bagi para pihak yang membuatnya. Dengan demikian, kontrak
berperan sebagai sumber hukum yang perlu dan terlebih dahulu mereka
jadikan acuan penting dalam melaksanakan hak dan kewajiban mereka
dalam perdagangan internasional.
6. Hukum Nasional
Signifikasi hukum nasional sebagai sumber hukum perdagangan
internasional tampak dalam uraian mengenai kontrak. Peran hukum
nasional akan mulai lahir ketika timbul sengketa sebagai pelaksanaan
dari kontrak. Dalam hal demikian, pengadilan (badan arbitrase) pertama-
tama akan melihat klausul pilihan hukum dalam kontrak untuk
menentukan hukum yang akan digunakan untuk menyelesaikan
sengketanya.
C. ASAS-ASAS HUKUM DAGANG INTERNASIONAL
Dalam kegiatan perdagangan internasional dikenal istilah kontrak
dagang. Pembuatan kontrak dagang internasional ini didasarkan pada asas-
asas hukum. Dengan demikian, maka kegiatan ekspor dan impor suatu
negara bisa berjalan dengan tertib tanpa ada pihak yang dirugikan. Aturan
pembuatan kontrak dagang ini juga ada dalam hukum dagang internasional.
Selanjutnya, perlu diketahui asas-asas dalam kontrak dagang, khususnya
untuk melindungi hak dan kewajiban, baik penjual maupun pembeli:6
1. Asas kebebasan berkontrak;
2. Pengakuan atas kebiasaan serta praktik perdagangan antara negara
(perdagangan internasional);
3. Asas iktikad baik serta transaksi yang jujur;
4. Asas bisa dibatalkannya kontrak saat terjadi kesenjangan yang lebar
antara hak serta kewajiban pihak-pihak yang ada dalam kontrak.

6
Ibid, hlm.5

7
D. TEORI HUKUM DAGANG INTERNASIONAL
1. Pandangan Kaum Merkantilisme
Merkantilisme merupakan suatu kelompok yang mencerminkan cita-
cita dan ideologi kapitalisme komersial, serta pandangan tentang politik
kemakmuran suatu negara yang ditujukan untuk memperkuat posisi dan
kemakmuran negara melebihi kemakmuran perseorangan. Teori
perdagangan internasional dari kaum merkantilisme berkembang pesat
sekitar abad ke-16 berdasar pemikiran mengembangkan ekonomi
nasional dan pembangunan ekonomi, dengan mengusahakan jumlah
ekspor harus melebihi jumlah impor. Dalam sektor perdagangan luar
negeri, kebijakan merkantilis berpusat pada dua ide pokok, yaitu:
a. Pemupukan logam mulia, tujuannya adalah pembentukan negara
nasional yang kuat dan pemupukan kemakmuran nasional untuk
mempertahankan dan mengembangkan kekuatan negara tersebut.
b. Setiap politik perdagangan ditujukan untuk menunjang kelebihan
ekspor di atas impor (neraca perdagangan yang aktif). Untuk
memperoleh neraca perdagangan yang aktif, maka ekspor harus
didorong dan impor harus dibatasi. Hal ini dikarenakan tujuan utama
perdagangan luar negeri adalah memperoleh tambahan logam mulia.
Dengan demikian, dalam perdagangan internasional atau
perdagangan luar negeri, titik berat politik merkantilisme ditujukan
untuk memperbesar ekspor di atas impor, serta kelebihan ekspor dapat
dibayar dengan logam mulia. Kebijakan merkantilis lainnya adalah
kebijakan dalam usaha untuk monopoli perdagangan dan yang terkait
lainnya, dalam usahanya untuk memperoleh daerah-daerah jajahan guna
memasarkan hasil industri. Pelopor teori merkantilisme, antara lain Sir
Josiah Child, Thomas Mun, Jean Bodin, Von Hornich, dan Jean Baptiste
Colbert.

2. Teori Keunggulan Mutlak (Absolute Advantage) oleh Adam Smith

8
Dalam teori keunggulan mutlak, Adam Smith mengemukakan ide-
ide sebagai berikut:
a. Adanya division of labour (pembagian kerja internasional) dalam
menghasilkan sejenis barang dengan adanya pembagian kerja. Suatu
negara dapat memproduksi barang dengan biaya yang lebih murah
dibanding negara lain, sehingga dalam mengadakan perdagangan
negara tersebut memperoleh keunggulan mutlak.
b. Spesialisasi internasional dan efisiensi produksi. Dengan
spesialisasi, suatu negara akan mengkhususkan pada produksi
barang yang memiliki keuntungan. Suatu negara akan mengimpor
barang-barang yang bila diproduksi sendiri (dalam negeri) tidak
efisien atau kurang menguntungkan, sehingga keunggulan mutlak
diperoleh bila suatu negara mengadakan spesialisasi dalam
memproduksi barang.
3. Teori Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage) oleh
David Ricardo
David Ricardo menyampaikan bahwa teori keunggulan mutlak yang
dikemukakan oleh Adam Smith memiliki kelemahan, di antaranya
sebagai berikut:
a. Bagaimana bila suatu negara lebih produktif dalam memproduksi
dua jenis barang dibanding dengan negara lain? Sebagai gambaran
awal, di satu pihak suatu negara memiliki faktor produksi tenaga
kerja dan alam yang lebih menguntungkan dibanding dengan negara
lain, sehingga negara tersebut lebih unggul dan lebih produktif
dalam menghasilkan barang daripada negara lain. Sebaliknya, di lain
pihak negara lain tertinggal dalam memproduksi barang. Dari uraian
di atas dapat disimpulkan, bahwa jika kondisi suatu negara lebih
produktif atas dua jenis barang, maka negara tersebut tidak dapat
mengadakan hubungan pertukaran atau perdagangan.
b. Apakah negara tersebut juga dapat mengadakan perdagangan
internasional. Pada konsep keunggulan komparatif (perbedaan biaya

9
yang dapat dibandingkan) yang digunakan sebagai dasar dalam
perdagangan internasional adalah banyaknya tenaga kerja yang
digunakan untuk memproduksi suatu barang. Jadi, motif melakukan
perdagangan bukan sekadar mutlak lebih produktif (lebih
menguntungkan) dalam menghasilkan sejenis barang, tetapi menurut
David Ricardo sekalipun suatu negara itu tertinggal dalam segala
rupa, ia tetap dapat ikut serta dalam perdagangan internasional,
asalkan negara tersebut menghasilkan barang dengan biaya yang
lebih murah (tenaga kerja) dibanding dengan lainnya. Jadi,
keuntungan komparatif terjadi bila suatu negara lebih unggul
terhadap kedua macam produk yang dihasilkan, dengan biaya tenaga
kerja yang lebih murah jika dibandingkan dengan biaya tenaga kerja
di negara lain.
4. Teori Permintaan Timbal Balik (Reciprocal Demand) oleh John
Stuart Mill
Teori yang dikemukakan oleh J.S. Mill sebenarnya melanjutkan
Teori Keunggulan Komparatif dari David Ricardo, yaitu mencari titik
keseimbangan pertukaran antara dua barang oleh dua negara dengan
perbandingan pertukarannya atau dengan menentukan Dasar Tukar
Dalam Negeri (DTD). Maksud teori timbal balik adalah
menyeimbangkan antara permintaan dengan penawarannya karena, baik
permintaan dan penawaran menentukan besarnya barang yang diekspor
dan barang yang diimpor. Jadi, menurut J.S. Mill selama terdapat
perbedaan dalam rasio produksi konsumsi antara kedua negara, maka
manfaat dari perdagangan selalu dapat dilaksanakan di kedua negara
tersebut. Dan suatu negara akan memperoleh manfaat apabila jumlah
jam kerja yang dibutuhkan untuk membuat seluruh barang-barang
ekspornya lebih kecil daripada jumlah jam kerja yang dibutuhkan
seandainya seluruh barang impor diproduksi sendiri.

10
E. TUJUAN HUKUM DAGANG INTERNASIONAL
Setiap hukum atau aturan dibuat untuk tujuan tertentu. Begitu pula
dengan hukum perdagangan internasional. Aturan ini dibuat dengan tujuan:7
1. Perlindungan kegiatan perdagangan yang menjadi satu-satunya cara
membangun ekonomi suatu negara;
2. Mencapai perdagangan internasional yang stabil;
3. Menghindari kebijakan dan praktik perdagangan nasional yang
merugikan negara lainnya;
4. Meningkatkan volume perdagangan dunia;
5. Menciptakan perdagangan yang menguntungkan bagi pembangunan
ekonomi setiap negara;
6. Meningkatkan standar hidup manusia;
7. Memberikan lebih banyak peluang lapangan kerja;
8. Mengembangkan sistem dagang multilateral yang menciptakan
kebijakan perdagangan yang adil dan terbuka bagi semua negara;
9. Meningkatkan pemanfaatan dalam pemakaian sumber kekayaan dunia
sehingga bisa meningkatkan transaksi jual-beli.

7
Ibid, hlm.5

11
BAB III
PEMBAHASAN

A. PENYEBAB TERJADINYA EKSPOR-IMPOR ROKOK KRETEK


ANTARA INDONESIA DENGAN AMERIKA SERIKAT
Di Indonesia terdapat 3800 pabrik rokok, dimana 3000 pabrik berada di
Propinsi Jawa Tengah dan Propinsi Jawa Timur. Industri rokok telah
menyerap tenaga kerja langsung dan tidak langsung sebanyak 6,1 juta orang,
diantaranya adalah petani tembakau (2 juta orang), petani cengkeh (1,5 juta
orang), buruh pabrik (600 ribu orang), pedagang rokok (1 juta orang). Di
samping itu, industri rokok juga mendorong berkembangnya industri dan jasa
lain seperti percetakan, periklanan, perdagangan, transportasi, dan penelitian.
Berkembangnya zaman, Industri Hasil Tembakau dihadapkan dengan
banyak permasalahan yang muncul, yaitu dampak buruk merokok bagi
kesehatan baik di tingkat global maupun nasional. Badan tertinggi dunia PBB
melalui WHO telah mendirikan konvensi FTCT (Framework Convention on
Tobacco Control) yang bertujuan untuk mengendalikan produk tembakau.
Tapi hingga saat ini pemerintah belum juga meneken kesepakatan tersebut.
Sedangkan di tingkat nasional tertuang dalam PP No.19 Tahun 2003 tentang
Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan (Samosir dkk, 1979). Hal inilah yang
kemudian beberapa negara di dunia mulai menggalakkan sikap dan kebijakan
kontra terhadap rokok. Dan salah satunya adalah Amerika Serikat dimana,
karena kebijakannya melarang rokok kretek masuk ke negaranya sejak tahun
2009, menyebabkan Indonesia banyak mengalami kerugian.
Padahal, Amerika Serikat merupakan mitra dagang potensial bagi
Indonesia selain Jepang, Cina dan Singapura. Perkembangan kerjasama
perdagangan RI-AS banyak mengalami kemajuan, Indonesia tidak hanya
mengekspor komoditas utama ke AS, seperti kulit dan produk pakaian,
makanan olahan dan kerajinan, namun juga berupaya untuk mengembangkan
ekspor industri tembakau, khususnya rokok kretek, yang nilai ekspornya
masih terbilang kecil, terutama kenegara-negara Eropa dan Amerika (Deplu,

12
“Mitra Dagang Rokok Kretek Indonesia” (daring)). Pada tahun 2009 negara
tujuan ekspor rokok kretek terbesar adalah Kamboja yang menembus 158,3
juta US$, Malaysia 95,3 juta US$, Singapura 57,6 juta US$, Thailand 22,061
juta US$, Amerika Serikat 8,338 juta US$.
Kerjasama Indonesia-AS dibidang perdagangan rokok kretek pada
awalnya berjalan sangat baik. Pangsa pasar ekspor rokok kretek Indonesia
mencapai US$ 500 Juta atau sekitar Rp 4,26 Triliun per tahun dari total
produksi, sepertiganya diekspor ke AS. Namun kerjasama tersebut
mengalami kendala yang cukup signifikan. Kendala tersebut berawal ketika
dikeluarkannya peraturan publik the Family Smoking Prevention and
Tobacco Control Act of 2009, Publik Law 111-31 oleh pemerintah AS. Pada
tanggal 22 Juni 2009, secara resmi Presiden Barrack Obama bersama Komite
Senat Amerika Serikat, menyetujui dan mengesahkan kebijakan tersebut,
pemberlakuan tentang pencegahan dan pengurangan jumlah perokok muda di
AS.
Indonesia sebagai pengekspor rokok kretek terbesar di Amerika Serikat
adalah pihak yang paling dirugikan terhadap pemberlakuan Sec. 907 (a)(1)
(A) FSPTCA. Indonesia beranggapan bahwa Sec. 907 (a)(1)(A) FSPTCA
adalah tindakan diskriminasi mengingat baik rokok yang memiliki rasa atau
aroma khas, khususnya rokok kretek merupakan produk sejenis (like
products) dengan produk menthol yang dikecualikan dalam Sec. 907 (a)(1)
(A) FSPTCA dan rokok menthol ini merupakan rokok hasil produksi dalam
negerinya sendiri sehingga hal ini merupakan tindakan menguntungkan
negaranya sendiri. Selain itu Indonesia juga berpendapat bahwa Amerika
Serikat tidak dapat memberikan bukti ilmiah, bahwa rokok kretek lebih
membahayakan kesehatan dibandingkan dengan rokok menthol (United–
States, FSPTCA, Sec. 907 (a)(1)(A)). Demi melindungi kepentingan nasional
dan agar mata rantai kehidupan yang bergantung pada industri rokok kretek di
Indonesia tidak mati, maka Indonesia mengambil berbagai langkah guna
menyelesaikan sengketa tersebut.

13
B. PENYELESAIAN HUKUM DALAM KASUS EKSPOR-IMPOR
ROKOK KRETEK ANTARA INDONESIA DENGAN AMERIKA
SERIKAT
Dalam hukum perdagangan internasional, prosedur penyelesaian
sengketa telah diatur sebagaimana mestinya sebagai langkah untuk
mengantisipasi terjadinya gesekan antar negara dalam menjalankan
kerjasama. Namun sebelum pada akhirnya suatu masalah dilimpahkan ke
pihak yang berwenang yang menangani kasus tersebut, hal paling umum dan
mendasar yang dilakukan suatu negara sebagai upaya penyelesaian sengketa
adalah dengan diplomasi dan negosiasi. Seperti halnya yang dilakukan
Indonesia dalam menyelesaikan sengketa rokok kretek dengan Amerika
Serikat. Diplomasi dan negosiasi yang dilakukan Indonesia kepada Amerika
Serikat dalam hal ini adalah dengan mengajukan protes kepada Amerika
kemudian melakukan konsultasi dengan pemerintah Amerika Serikat.
Diberlakukannya Undang-undang Kontrol Tembakau oleh pemerintah
Amerika Serikat pada 22 Juni 2009 mengundang reaksi pro dan kontra. Ada
yang mendukung ada juga yang menentang keras pemberlakuan Undang-
undang tersebut lantaran isi dari kebijakan tersebut merugikan negara lain
khususnya negara penghasil rokok dan tembakau. Salah satu negara yang
merasakan dampak dari pemberlakuan Undang-undang tersebut adalah
Indonesia yang notabene sebagai negara produsen rokok kretek. Karena pada
dasarnya kebijakan tersebut dibuat atas dasar kepentingan kesehatan dengan
kata lain sebagai langkah pemerintah AS dalam melindungi generasi muda
dari bahaya rokok serta untuk mengurangi jumlah konsumsi rokok di
negaranya. Selain itu, di dalam Undang-undang tersebut juga terdapat
serangkaian aturan terkait kriteria produk rokok yang diperbolehkan beredar
di Amerika. Kriteria rokok tersebut adalah rokok yang tidak mengandung
aroma dan rasa seperti cherry, strawberri, coklat, cengkeh, kecuali mint.
Karena rokok kretek merupakan rokok yang terbuat dari racikan tembakau
dan cengkeh maka dengan tegas Amerika melarang peredaran rokok kretek.

14
Pada tanggal 17 Agustus 2009, Indonesia mengajukan protes kepada
Amerika Serikat terkait tindakannya yang mendiskriminasikan rokok kretek
(World Trade Organization (G/TBT/W/323)). Dalam protesnya tersebut
Indonesia menyatakan bahwa “Family Smooking Prevention and Tobacco
Control Act” Public Law 111-31. Sec 907 merupakan Undang-undang yang
telah menyalahi prinsip-prinsip umum WTO yaitu non-discrimination serta
perjanjian WTO pada Technical Barriers to Trade. Undang-undang tersebut
melarang produksi dan penjualan rokok yang mengandung aroma dan rasa
termasuk rokok kretek namun mengizinkan produksi dan penjualan rokok
lain yaitu rokok mentol. Sementara itu hampir semua rokok mentol yang
dijual di AS merupakan rokok produksi negeri sendiri, sedangkan rokok
kretek merupakan rokok Indonesia.
Setelah protes yang diajukan Indonesia kepada Amerika Serikat tidak
mendapat respon positif, pemerintah Indonesia meminta konsultasi formal
dengan pemerintah AS. Tepatnya pada tanggal 7 Maret 2010, pemerintah
Indonesia (Erwidodo, selaku Dubes/Deputi Wakil II Perutusan Tetap RI di
AS) meminta konsultasi dengan pemerintah AS sesuai dengan pasal 1 dan 4
dalam Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of
Disputes (DSU), pasal XXII dari GATT 1994, pasal 11 dari Agreement on
the Application of Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS Agreement),
dan pasal 14 dari Agreement on Technical Barriers to Trade (TBT
Agreement) sehubungan dengan dasar yang digunakan AS untuk melarang
rokok beraroma, termasuk rokok kretek (World Trade Organization
(G/TBT/W/323)). Konsultasi ini merupakan langkah negosiasi lanjut
Indonesia kepada AS setelah nota protes yang dilayangkan Indonesia tidak
mendapatkan tanggapan dari Amerika. Indonesia melakukan konsultasi
dengan Amerika Serikat berkaitan dengan ketentuan Family Smoking
Prevention and Tobacco Control Act 2009 yang melarang keberadaan rokok
kretek di Amerika Serikat. Dalam konsultasi formal tersebut, Indonesia
kembali menyatakan Pasal 907, yang ditandatangani menjadi undang-undang
pada 22 Juni 2009, melarang antara lain, produksi atau penjualan rokok di

15
Amerika Serikat yang mengandung aditif tertentu, termasuk cengkeh, tapi
akan terus mengizinkan produksi dan penjualan rokok lainnya, termasuk
rokok yang mengandung menthol.
Langkah diplomasi dan negosiasi melalui konsultasi bilateral yang
dilakukan berjalan lama dan tidak menemukan titik temu antara kedua pihak.
Pada intinya, diplomasi dan negosiasi yang dilakukan Indonesia tidak
mengubah keputusan Amerika agar berkenan menghentikan larangan
tersebut. Di sisi lain, pun Indonesia merasa bukti ilmiah yang dinyatakan
Amerika masih kurang menjawab pertanyaan Indonesia tentang rokok kretek
jauh lebih berbahaya dibanding rokok mentol. Tidak hanya itu, Indonesia
juga tetap tidak terima larangan tersebut terus diberlakukan kepada rokok
kretek. Hal tersebut jelas perlakuan diskriminatif dalam perdagangan
internasional, sebab rokok kretek dan rokok mentol samasama berbahan dasar
tembakau dan sama berbahanya juga bagi kesehatan.
Berdasarkan analisa dan berdasarkan sumber dari Kementerian
Perdagangan Dalam Negeri, proses konsultasi berlangsung panjang tanpa
mencapai kesepakatan dan tidak ada respon atau itikad baik dari Amerika
Serikat untuk menyelesaikan sengketa ini (World Trade Organization
(G/TBT/W/323)). Pada kenyataannya, langkah diplomasi dan negosiasi
bilateral yang ditempuh belum mampu menyelesaikan sengketa tersebut.
Setelah diplomasi dan negosiasi melalui konsultasi bilateral yang dilakukan
gagal, maka Indonesia memutuskan untuk melanjutkan penyelesaian sengketa
melalui jalur WTO.
Berdasarkan Pasal 14.1 TBT Agreement yang mengacu pada Pasal
XXII dan XXIII GATT, Indonesia mengajukan permohonan penyelesaian
sengketa ke DSB WTO. Dengan demikian, Indonesia harus mengikut
prosedur penyelesaian dengan proses panjang. Tahapan tersebut yaitu
Konsultasi, Panel, Banding, Implementasi. Dalam gugatannya tersebut,
Indonesia menyatakan Sec. 907 (a)(1)(A) FSPTCA telah mengingkari
beberapa prinsip perdagangan internasional. Prinsip-prinsip yang dimaksud
yaitu Pasal 2, 3, 5, 7 SPS Measures, Article III dan XXII GATT, TBT

16
Agreement Pasal 2 dan 12. Akan tetapi, tidak semua klaim yang diajukan
Indonesia dibenarkan oleh Panel selaku badan yang meneliti fakta dan
temuan-temuan terkait yang disengketakan. Setelah dilakukan penelitian,
Panel memutuskan beberapa pasal yang diklaim oleh Indonesia tidak terbukti
dilanggar AS. Pasal tersebut adalah pasal 2.2, 2.5, 2.9.3, 12.3 TBT
Agreement.
Panel menyatakan bahwa AS tidak terbukti melakukan pelanggaran
terhadap pasal 2.2 TBT Agreement. Indonesia telah gagal membuktikan
bahwa Sec. 907 (a)(1)(A) memberikan batasan perdagangan lebih ketat dari
yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang sah yaitu mengurangi jumlah
perokok pada remaja. Indonesia gagal membuktikan bahwa AS melanggar
Pasal 2.5 TBT Agreement oleh karena Indonesia tidak pernah meminta pihak
AS untuk memberikan penjelasan justifikasi seperti yang telah diatur dalam
Pasal 2.5 TBT Agreement. Panel juga menyatakan bahwa AS tidak terbukti
melanggar Pasal 2.9.3 TBT Agreement. Hal tersebut karena Indonesia
sebelumnya tidak pernah meminta AS untuk memberikan salinan Sec. 907(a)
(1)(A). Amerika Serikat juga terbukti tidak melanggar pasal 12.3 TBT
Agreement. Dalam hal ini AS tidak terbukti telah mengabaikan kebutuhan
khusus perkembangan, keuangan dan perdagangan Indonesia sebagai negara
berkembang.
Meski demikian Panel menemukan fakta dan bukti-bukti lain yang
membenarkan klaim Indonesia atas tindakan AS yang melanggar prinsip-
prinsip WTO. Klaim Indonesia atas Sec. 907 (a)(1)(A) FSPTCA yang
dibenarkan Panel antara lain bahwa sesuai annex 1.1 TBT Agreement Sec.
907 (a)(1)(A) FSPTCA termasuk regulasi teknis. Sec. 907 (a)(1)(A) FSPTCA
terbukti melanggar prinsip National Treatment pasal 2.1 TBT Agreement
karena telah melarang rokok kretek sebagai produk impor namun
mengecualikan rokok mentol yang sejatinya sebagai rokok dalam negeri.
Amerika Serikat juga terbukti melanggar pasal 2.9.2 TBT Agreement, yang
mana dalam memberlakukan Sec. 907 (a)(1)(A) AS tidak menjalankan
kewajiban untuk memberitahu Sekretariat WTO terkait produk apa saja yang

17
terkena dampak dari pemberlakuan UU tersebut. Selain itu, panel juga
menyatakan bahwa AS melanggar pasal 2.12 TBT Agreement karena tidak
memberi jangka waktu antara publikasi hingga pemberlakuan Sec. 907 (a)(1)
(A) FSPTCA.
Namun ternyata kemenangan Indonesia yang dinyatakan Panel tidak
disambut baik oleh Amerika Serikat, lantaran tidak setuju dengan keputusan
panel dan menyangkal bahwa panel telah salah dalam mengambil keputusan.
Maka AS memutuskan untuk membawa kasus tersebut ke tingkat banding
dengan harapan Badan Banding dapat meneliti kembali dan membuktikan
bahwa putusan panel atas sengketa tersebut tidak benar. Di sini Badan
Banding kembali memperkuat putusan Panel dan menyatakan AS terbukti
bersalah. Dengan demikian, Indonesia menang mutlak baik di tingkat panel
maupun banding. Dan selanjutnya AS harus melaksanakan rekomendasi DSB
WTO sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan. Namnun, Amerika
urung melaksanakan rekomendasi DSB WTO sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Tindakan tersebut akhirnya memicu reaksi Indonesia untuk
melanjutkan penyelesaian sengketa ke tingkat Arbitrase untuk kemudian
lanjut ke tahap retaliasi. Akan tetapi, retaliasi yang digagas urung dilakukan,
hingga pada akhirnya Indonesia dan Amerika Serikat sepakat untuk
menyelesaikan dan menghentikan sengketa ini pada 3 Oktober 2014.
Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Amerika Serikat (AS) sepakat
untuk menghentikan sekaligus menyelesaikan sengketa dagang tersebut.
Kesepakatan ini sekaligus menandai berakhirnya kisruh larangan AS pada
rokok non mentol dan kretek Indonesia di pasar AS. Indonesia memilih untuk
tidak melaksanakan retaliasi karena nilai retaliasi hanya sebesar 55 Juta US$.
Indonesia menilai akan lebih diuntungkan dengan kesepakatan dalam MoU
tersebut dibandingkan dengan retaliasi.
Meski dalam MoU tersebut Indonesia diuntungkan dengan beberapa
kesepakatan bahwa AS akan tetap mengganti kerugian Indonesia,
memberikan tambahan fasilitas GSP selama 5 tahun, berjanji tidak akan
mengadukan kebijakan larangan atau pembatasan ekspor bahan mineral yang

18
diterapkan Indonesia, serta tidak akan mengganggu akses pasar produk rokok
buatan Indonesia di pasar Amerika Serikat sampai ada pengaturan lebih
lanjut. Tidak hanya itu, Amerika Serikat juga berjanji akan membantu
Indonesia dalam memperbaiki penegakan HKI (Hak Kekayaan Intelektual).
Meskipun di ujung Indonesia dan AS sepakat mengakhiri sengketa diluar
jalur WTO, Indonesia tetap diuntungkan, sebab, keputusan Dispute
Settlement Body (DSB) di WTO tetap menyatakan bahwa AS bersalah.
Artinya, kesepakatan yang dicapai tidak akan menghapus fakta bahwa AS
telah melanggar perjanjian WTO.

19
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari analisa di atas dapat disimpulkan bahwa sengketa antara Indonesia
dan Amerika Serikat terjadi karena Amerika Serikat memberlakukan Family
Smoking Prevention and Tobacco Control Act yaitu UU yang melarang
peredaran rokok beraroma sejak september 2009. Melalui UU tersebut
Amerika memberikan kendala bagi ekspor rokok kretek Indonesia ke AS. AS
tidak mengijinkan peredaran rokok kretek namun mengecualikan rokok
mentol dengan alasan kretek lebih berbahaya. Indonesia harus mengalami
kerugian akibat tindakan diskriminatif AS dalam kegiatan dagang rokok. Hal
tersebut mengakibatkan hubungan dagang antara keduanya tidak harmonis
dan sengketa tidak dapat dihindari. Indonesia melakukan berbagai upaya
dalam menyelesaikan sengketa ini. Indonesia dan AS menandatangani MoU
yang merupakan bukti berakhirnya sengketa rokok kretek. Di dalam MoU
tersebut terdapat sejumlah kesepakatan yang cukup menguntungkan
Indonesia dibandingkan dengan retaliasi yang pernah diajukan. Meski dalam
MoU tersebut Indonesia diuntungkan, Indonesia juga tetap diuntungkan atas
peran DSB WTO dalam sengketa rokok kretek tersebut. sejatinya, berkat
peran badan penyelesaian sengketa WTO, Indonesia mendapat pengakuan
bahwa terbukti Amerika Serikat dalam memberlakukan Sec. 907 (A)(1)(a)
FSPTCA memang telah melakukan pelanggaran terhadap beberapa prinsip
TBT Agreement. Dengan demikian, baik melalui jalur diplomasi dan
negosiasi bilateral maupun jalur DSB WTO, upaya Indonesia dalam
menyelesaikan sengketa rokok kretek dengan AS tidak sia-sia.
B. SARAN
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan perusahaan rokok
kretek domestik masih terbilang kurang dalam meningkatkan ekspor rokok
kretek. Meskipun kurangnya upaya pemerintah, menurut peneliti upaya yang
dilakukan cukup menjanjikan. Dalam penelitian ini penulis memberikan
beberapa saran untuk meningkatkan ekspor rokok kretek, yaitu:

20
1. Pemerintah Indonesia, harus terus mengupayakan ekspor produk lokal,
salah satunya rokok kretek yang merupakan khas Indonesia yang memiliki
keunggulan dengan meningkatkan promosi pada pameran-pameran di luar
negeri.
2. Pemerintah Indonesia, seharusnya dapat memberikan cukai yang lebih
kecil kepada produk lokal, dan membebankan cukai lebih besar kepada
produk rokok impor dari luar.
3. Pemerintah Indonesia seharusnya membuat kebijakan untuk pembatasan
ekspor olahan tembakau dari negara lain seperti yang negara lain lakukan.
4. Pembuatan website yang berisi segala jenis produk rokok kretek perlu
dilakukan, sehingga promosi produk rokok kretek maupun rokok putih
UKM dapat dilihat konsumen dari luar negeri.
5. Untuk memperluas pasar, sebaiknya perusahaan dan pemerintah
melakukan kerjasama untuk melakukan negosiasi pada pemerintah
maupun perusahaan di setiap negara.

21
DAFTAR PUSTAKA
Anindia, “Kebijakan AS Melarang Masuknya Rokok Kretek keNegaranya”
(daring), 2013, diakses pada 14 Mei 2016
Deplu, “Mitra Dagang Rokok Kretek Indonesia” (daring), 2011, diakses pada 12
Januari 2016.
Ekspor Rokok RI Capai Rp 3,6 Triliun, Paling Besar ke Kamboja
https://finance.detik.com/beritaekonomi-bisnis/1526389/eksporrokok-ri-
capai-rp-36-triliun-palingbesar-ke-kamboja diakses pada 09 Desember 2017
Freddy Josep Pelawi, Jurnal Departemen Perdagangan Republik Indonesia:
“Penyelesaian Sengketa WTO dan Indonesia”, Jakarta, 2006.
Muhammad Sood, Hukum Perdagangan Internasional, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2012.
Nindy Prafina, Jurnal Ilmiah, Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional
Melalui Dispute Settlement Body (Studi Kasus Ekspor-Impor Rokok Kretek
Antara Indonesia Dengan Amerika Serikat), Fakultas Hukum Universitas
Mataram, 2018.
Rubrik DW. 2013. Indonesia Minta Ganti Rugi dari Amerika. , diakses pada 15
September 2015.
Serlika Aprita, Hukum Perdagangan Internasiona, RajaGrafindo Persada, Depok,
2020.

22

Anda mungkin juga menyukai