Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH AKUNTANSI ISTISHNA

DAN ISTISHNA PARAREL

Disusun oleh :
1. Nydia Gusniar (1620210006)
2. Christine (1620210039)
3. Vania Hediyanto (1620210045)

STIE MULTI DATA PALEMBANG


2017/2018

1
Kata Pengantar

Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan
judul “AKUNTANSI ISTISHNA DAN ISTISHNA PARAREL”dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana.Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam
mengetahui maksud dari makalah ini.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini dan kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini kami akui
masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang.
Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Palembang , 15 April, 2018

Kelompok 3

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................ 2


DAFTAR ISI ........................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN .......................................................... . 4
A. Latar Belakang .................................................................. 4
B. Tujuan Penulisan ................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN ............................................................ 5
A. Istishna dan Jenisnya ......................................................... 5
B. Ketentuan Syar’i, Rukun dan Pengawasan Syariah Transaksi Istishna dan
Istishna Pararlel ............................................................. 5
C. Pengakuan Dan Pengukuran Istishna ............................... 7
D. Alur Transaksi Istishna Dan Istishna Paralel....................... 11
BAB III KESIMPULAN............................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 20

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istishna merupakan salah satu bentuk jual beli dengan pemesanan yang mirip
dengan salam yang merupakan jual beli untuk forwardkedua yang dibolehkan oleh
syariah.
Jika perusahaan mengerjakan untuk memproduksi barang yang dipesan
dengan bahan baku dari perusahaan, maka kontrak/akad istishnamuncul. Agar
akad istishna menjadi sah, harga harus ditetapkan di awal sesuai kesepakatan dan
barang harus memiliki spesifikasi yang jelas yang telah disepakati bersama.
Dalam istishna pembayaran dapat di muka, dicicil sampai selesai, atau dibelakang,
serta istishna biasanya diaplikasikan untuk industry dan barang manufatur.
Kontrak istishna menciptakan kewajiban moral bagi perusahaan untuk
memproduksi barang pesanan pembeli. Sebelum perusahaan mulai
memproduksinya, setiap pihak dapat membatalkan kontrak dengan
memberitahukan sebelumnya kepada pihak yang lain. Namun demikian, apabila
perusahaan sudah memulai produksinya, kontrak istishna tidak dapat diputuskan
secara sepihak.

B. Tujuan Penulisan
Selain untuk memenuhi tugas dari dosen, makalah ini juga dibuat agar para
pembaca dapat lebih mengerti bagaimana itu istishnamaupun istishna paralel.
Yang mana praktek akuntansinya di dalam bank syariah maupun perusahaan.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. ISTISHNA DAN JENISNYA


Akad istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesan dan pembuatan
barang tertentu dengan kriteria dengan persyaratan tertentu yang di sepakati
antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat/shani’) (fatwa DSN
MUI) shani akan menyiapkan barang yang di pesan dengan spesifikasi yang
telah di sepakati di mana ia dapat menyiapkan sendiri atau melalui pihak lain.
Istishna paralel adalah suatu bentuk akad istishna dimana penjual dan
pemesan untuk memenuhi kewajibanya kepada pemesan, penjual melakukan
akad istishna dengan pihan lain (sub kontraktor) yang dapat memenuhi asset yang
di pesan pemesan, syarat akad istishna pertama antara penjual dan pemesan tidak
bergantung pada istishna, kedua antara penjual dan pemasok, selain itu akad
antara pemesan dan penjual dan akad antara penjual dan pemesan harus
terpisah dan penjual tidak boleh mengakui adanya keuntungan selama kontruksi.

B. KETENTUAN SYAR’I, RUKUN DAN PENGAWASAN SYARIAH


TRANSAKSI ISTISHNA DAN ISTISHNA PARALEL
1. Ketentuan Syar’i Transaksi Istishna dan Istishna Paralel
Menurut mazhab Hanafi, istishna hukumnya boleh karena hal itu telah
dilakukan oleh masyarakat muslim sejak masa awal tanpa ada ulama yang
mengingkarinya. Ketentuan syar’i transaksi istishna diatur dalam Fatwa DSN
Nomor 06/DSN/MUI/IV/2000 tentang jual beli istishna. Fatwa tersebut mengatur
ketentuan pembayaran dan ketentuan barang. Karena istishna mirip dengan
transaksi salam, beberapa ketentuan salam juga berlaku pada transaksi istishna.
2. Rukun Transaksi Istishna dan Istishna Paralel
a. Rukun Transaksi Istishna
Rukun transaksi istishna meliputi: (a) transaktor, yakni pembeli dan
penjual; (b) objek akad meliputi barang dan harga barangistishna; (c) ijab dan

5
qabul yang menunjukkan pernyataan kehendak jual beli istishna kedua belah
pihak.
b. Rukun Transaksi Istishna Paralel
Berdasarkan Fatwa DSN Nomor 6 tahun 2000 disebutkan bahwa
akad istishna kedua (antara bank sebagai pembeli dengan petani sebagai penjual)
harus dilakukan terpisah dari akad pertama. Adapun akad kedua baru dilakukan
setelah akad pertama sah. Rukun-rukun yang terdapat pada akad istishna pertama
juga berlaku pada akad istishna kedua
3. Pengawasan Syariah Transaksi Istishna dan Istishna Paralel
Untuk memastikan kesesuaian syariah terhadap praktik jual
beli istishna dan istishna parallel, DPS biasanya melakukan pengawasan syariah
secara periodic. Berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia,
pengawasan tersebut dilakukan untuk:
a. Memastikan barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariat
Islam
b. Meneliti apakah bank membiayai pembuatan barang yang diperlukan
nasabah sesuai pesanan dan kriteria yang disepakati
c.Memastikan akad istishna dan akad istishna paralel dibuat dalam akad yang
terpisah
d. Memastikan bahwa akad istishna yang sudah dikerjakan sesuai kesepakatan
hukumnya mengikat, artinya tidak dapat dibatalkan kecuali memebuhi kondisi,
antara lain: (i) kedua belah pihak setuju untuk menghantikan akad istishna, dan
(ii) akad istishna batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat
menghalangi pelaksanaan aau penyelesaian akad.
Adanya pengawasan syariah yang dilakukan oleh DPS menuntut bank syariah
untuk hati-hati dalam melakukan transaksi jual beliistishna ddan istishna paralel
dengan para nasabah. Disamping itu, bank juga dituntut untuk melaksanakan
tertib administrasi agar berbagai dokumen yang diperlukan DPS dapat tersedia
setiap saat dilakukan pengawasan.

6
C. PENGAKUAN DAN PENGUKURAN ISTISHNA
1. Akuntansi untuk Penjual
a. Penyatuan dan Segmentasi Akad
PSAK 104 (2007) mengatur tentang penyatuan dan segmentasi
akad istishna, yang dimaksud dengan penyatuan akad disini adalah suatu
kelompok akad istishna dengan satu atau beberapa pembeli, maka hal tersebut
disebut dengan penyatuan akad/satu akad dengan syarat tertentu. Sedangkan
segementasi akad adalah suatu akad istishna yang mencakup sejumlah aset, maka
akadnya dipisah antara aset yang satu dengan yang lainnya dengan syarat tertentu.
b. Biaya Perolehan Istishna
PSAK telah mengatur pengakuan dan pengukuran biaya istishna biaya
peroleh istishna yang terdiri dari:
1. Biaya langsung yaitu bahan baku dan tenaga kerja langsung untuk membuat
barang pesanan
2. Biaya tidak langsung adalah biaya overhead, termasuk biaya akad dan
prakad
Jurnal yang dibuat oleh entitas produsen untuk mencatat biaya
perolehan istishna adalah sebagai berikut:
Tgl Aset istishna dalam penyelesaian Rp xx
Kas/rekening supplier/bahan, dsb Rp xx

c. Biaya Perolehan Istishna Paralel


Pada akad istishna paralel, PSAK telah mengaur pengakuan dan
pengukuran biaya peroleh istishna paralel sebagai berikut.
Biaya istishna paralel terdiri dari:
1. Biaya perolehan barang pesanan sebagai tagihan produsen atau
kontraktor kepada entitas
2. Biaya tidak langsung adalah biaya-biaya overhead termasuk biaya akad
dan prakad
3. Semua biaya akibat produsen atau kontraktor tidak dapat memenuhi
kewajibannya, jika ada.

7
Jurnal yang dibuat oleh entitas syariah adalah:
Tgl Aset istishna dalam penyelesaian Rp xx
Rekening kontraktor/kas Rp xx

d. Pendapatan Istishna dan Istishna Paralel


Pengakuan pendapatan istishna dan istishna paralel diatur dalam PSAK
dan penjelasannya seperti berikut:
“Pendapatan istishna diakui dengan menggunakan metode prosentase
penyelesaian atau metode akad selesai”. Akad adalah selesai jika proses
pembuatan barang pemesanan selesai dan diserahkan kepada pembeli.
Jika menggunakan metode prosentase penyelesaian, maka entitas syariah akan
membuat jurnal untuk mengakui pendapatan sebagai berikut:
Tgl Harga pokok istishna Rp
Aset istishna dalam penyelesaian xx
Pendapatan istishna Rp Rp
xx xx
Jika menggunakan akad selesai, maka pada saat entitas syariah menerima
aset istishna dari kontraktor, maka jurnal yang dibuat adalah:
Tgl Aset istishna Rp
Aset istishna dalam penyelesaian xx Rp
xx

2. Akuntansi untuk Pembeli


(Bank) sebagai pembeli PSAK No. 104 (2007) telah mengatur pengakuan dan
pengukurannya sebagai berikut.
a. Pembeli mengakui aktiva istishna dalam penyelesaian sebesar jumlah
termin yang ditagih pembeli dan sekaligus mengakhiri utang
istishna kepada penjual.

Dalam hal ini, jurnal yang dibuat bank adalah sebagai berikut:
Tgl Aktiva istishna dalam penyelesaian Rp xx
Utang istishna Rp xx

8
b. Aset istishna yang diperoleh melalui transaksi istishna dengan pembayaran
tangguh lebih dari satu tahun diakui sebesar biaya perolehan tunai. Selisih
antara harga beli yang disepakati dalam akad istishna tangguh dan biaya
perolehan tunai diakui sebagai beban istishna tangguhan.

Untuk itu pembeli akan mengakui dengan jurnal sebagai berikut:


Tgl Aktiva istishna Rp xx
Beban istishna tangguhan Rp xx
Utang istishna Rp xx

c. Beban istishna tangguhan diamortisasi secara proporsional sesuai dengan


porsi pelunasan utang istishna.

Jurnal yang akan dibuat oleh pembeli untuk mengamortisasi


beban istishna tangguhan adalah:
Tgl Beban istishna Rp xx
Beban istishna tangguhan Rp xx

d. Apabila barang pesanan terlambat diserahkan karena kelalaian atau


kesalahan penjual dan mengakibatkan kerugian pembeli, maka kerugian
ini dikurangkan dari garansi penelesaian proyek yang telah diserahkan
penjual. Jika kerugian tersebut melebihi garansi penyelesaian proyek,
maka selisihnya akan diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual
dan jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang.

Untuk masalah ini entitas syariah akan mencatat dengan jurnal sebagai
berikut:
1. Apabila kerugian lebih kecil dari garansi penyelesaian proyek
Pada saat penjual menyerahkan uang garansi kepada pembeli (bank):
Tgl Kas Rp xx
Uang garansi penyelesaian proyek Rp xx
Pada saat pembebanan kerugian pembeli (bank):
Tgl Uang garansi penyelesaian proyek Rp xx
Rekening lain-lain Rp xx

9
2. Apabila kerugian lebih besar dari garansi penyelesaian proyek
Pada saat penjual menyerahkan uang garansi kepada pembeli (bank):
Tgl Kas Rp xx
Uang garansi penyelesaian proyek Rp xx
Pada saat pembebanan kerugian pembeli (bank):
Tgl Uang garansi penyelesaian proyek Rp xx
Piutang jatuh tempo Rp xx
Rekening lain-lain Rp xx

e. Jika pembeli menolak menerima barang pesanan karena tidak sesuai


dengan spesifikasi dan tidak dapat memperoleh kembali seluruh jumlah
uang yang telah dibayarkan kepad apenjual, maka jumlah yang belum
diperoleh kembali diakui sebagai piutang jatuh tempo kapada penjual dan
jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang.

Dalam hal ini, pembeli (bank) akan mencatat sebagai berikut:


Pembeli ditagih oleh penjual:
Tgl Aktiva istishna Rp xx
Beban istishna tangguhan Rp xx
Utang istishna Rp xx
Pada saat membayar kepada penjual:
Tgl Utang istishna Rp xx
Kas Rp xx
Pada saat mengakui penarikan kembali atas pembayaran kepada penjual:
Tgl Kas Rp xx
Piutang jatuh tempo Rp xx
Aset istishna dalam penyelesaian Rp xx

f. Jika pembeli (bank) menerima barang pesanan yang tidak sesuai dengan
spesifikasi, maka barang pesanan tersebut diukur dengan nilai yang lebih
rendah antara nilai wajar dan biaya perolehan. Selisih yang terjadi diakui
sebagai kerugian pada periode berjalan.

10
Dalam hal ini, bank akan mencatat sebagai berikut:
Tgl Aset istishna Rp xx
Kerugian penurunan nilai aktiva istishna Rp xx
Aset istishna dalam penyelesaian Rp xx
Kerugian penurunan nilai aktiva istishna dilaporkan laba rugi sebagai beban
lain-lain.
g. Dalam istishna paralel, jika pembeli akhir menolak menerima barang
pesanan karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang disepakati, maka
barang pesanan diukur dengan nilai yang lebih rendah antara nilai wajar
dan harga pokok istishna. Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian pada
periode berjalan.

Dalam hal ini, bank akan mencatat sebagai berikut:


Tgl Aset istishna Rp xx
Kerugian penurunan aktiva istishna Rp xx
Aset istishna dalam penyelesaian Rp xx

D. ALUR TRANSAKSI ISTISHNA DAN ISTISHNA PARALEL


Pada istishna paralel terdapat tiga pihak yang terlihat, yaitu bank, nasabah
dan pemasok. Pembiayaan dilakukan karena nasabah tidak dapat melakukan
pembayaran atas tagihan pemasok selama masa periode pembangunan, sehingga
memerlukan jasa pembiyaan dari bank. Atas pembiayaan terhadap pembangunan
barang, maka bank mendapatkan margin dari jual beli barang yang terjadi. Margin
diperboleh dari selisih harga beli bank kepada pemasok dengan harga jual akhir
kepada nasabah. Dimungkinkan juga, bank mendapatkan pendapatan selain
margin berupa pendapatan administrasi.
Pengertian yang dibuat atau yang dibangun dalam istishna, menunjukkan
periode yang diperlukan (antara akad jual beli dengan penyerahan barang) untuk
suatu pekerjaan penyelesaian barang. Pekerjaan ini dapat berupa pekerjaan
manufaktur atau konstruksi (bangunan/ kapal/ pesawat), rakit/

11
assemble (kendaraan/mesin), instalasi (mesin atau sofware). Adapun skema
transaksi istihna paralel ditunjukkan pada figur berikut:

1. Nasabah memesan barang yang dikehendaki dan melakukan negosiasi


kesepakatan antara penjual dengan pembeli terkait dengan transaksi
istishna yang akan dilaksanakan
2. Pada transaksi istishna setelah akad disepakati, penjual mulai membuat
atau menyelesaikan tahapan pembuatan barang yang diinginkan pembeli.
Setelah barang dihasilkan, pada saat atau sebelum tanggal peneyerahan,
penjual mengirim barang sesuai dengan spesifikasi kualitas dan kuantitas
yang telah disepakati kepada pembeli. Adapun transaksi istishna paralel
yang biasanya digunakan oleh penjual (bank syariah) yang tidak
membayar sendiri barang istishna, setelah menyepakati
kontrak istishna dan menerima dana dari nasabah istishna, selanjutnya
secara terpisah membuat akad istishna dengan produsen barang istishna.
3. Setelah menyepakati transakasi istishna dalam jangka waktu tertentu,
pemasok kemudian mulai melakukan pengerjaan barang yang dipesan
4. Selama mengerjakan barang yang dipesan, pemasok melakukan tagihan
kepada bank syariah senilai tingkat penyelesaian barang pesanan
5. Bank syariah melakukan pembayaran kepada pembuat barang sebesar nilai
yang ditagih

12
6. Bank syariah melakukan tagihan kepada nasabah pembeli berdasarkan
tingkat penyelesaian barang
7. Pemasok menyerahkan barang kepada nasabah pembeli
8. Pemasok mengirimkan bukti pengiriman barang kepada bank syariah
9. Nasabah melunasi pembayaran barang istishna sesuai dengan akad yang
telah disepakati.

E. CONTOH KASUS

Untuk mengembangkan klinik Ibu dan Anak nya yang dikelolahnya,


dr.Niken berencana menambah satu unit bangunan seluas 100 M khusus untuk
rawat inap disebelah barat bangunan utama klinik. Untuk kebutuhan itu, dr.Niken
memghubungi Bank Berkah Syari’ah untuk menyediakan bangunan baru sesuai
dengan spesifikasi yang diinginkannya setelah serangkaian negosiasi beserta
kegiatan survey untuk menghasilkan desain bangunan yang akan dijadikan acuan
spesifikasi barang, pada tanggal 10 february ditandatangangilah akad transaksi
istishna’ pengadaan bangunan untuk rawat inap. Adapun kesepakatan antara
dr.Niken dengan Bank Berkah Syari’ah adalah sebagai berikut:
 Transaksi istishna pertama: antara nasabah dengan bank

Harga bangunan: Rp. 150.000.000


Termin pembayaran: 5 termin sebesar @ 30.000.000
 Transaksi istishna kedua: antara bank dengan pemasok (kontraktor)

Harga bangunan: Rp. 130.000.000


Termin pembayaran: 3 termin sebesar: 20%= 26.000.000 dan 30%=
39.000.000 dan 50%= 65.000.000

 Pada saat transaksi praakad


 Jika seandainya BBS mengeluarkan kas senilai Rp.2.000.000 untuk
keperluan survey, maka jurnalnya adalah sebagai berikut:

Beban praakad ditangguhkan Rp.2000.000


Kas Rp. 2.000.000

13
 Pada saat Penandatangan akad dengan pembeli

Biaya istishna Rp.2.000.000


Beban praakad ditangguhkan Rp. 2.000.000

 Pada saat penandatanganan kontrak dengan pemasok

Tidak ada jurnal kecuali ada transaksi pembayaran

 Pada saat penerimaan dan pembayaran tagihan kepada pemasok


 Sesuai kasus diatas, pembayaran dilakukan tiga kali yaitu pada tahap
penyelesaian 20%, 30% dan 50%, maka jurnal pengakuan terhadap
penagihannya adalah sebagai berikut:

Termin 1
Aset istishna dalam penyelesaian Rp.26.000.000
Utang Istishna Rp.26.000.000
Termin 2
Aset istishna dalam penyelesaian Rp.39.000.000
Utang istishna Rp.39.000.000
Termin 3
Aset istishna dalam penyelesaian Rp.65.000.000
Utang istishna Rp.65.000.000

 Karena pada praktiknya yang lazim pembayaran dilakukan melalui


rekening, maka jurnalnya adalah sebagai berikut:

Termin 1
Utang istishna Rp.26.000.000
Rekening pemasok Rp.26.000.000
Termin 2
Utang istishna Rp.39.000.000
Rekening pemasok Rp.39.000.000
Termin 3
Utang istishna Rp.65.000.000
Rekening pemasok Rp.65.000.000

14
 Pengakuan pendapatan istishna
 Pada tahap ini, biasanya terdapat dua metode dalam pengkuan
pendapatan, yaitu metode persentase penyelesaian dan metode akad
selesai. Jika kita menggunakan metode akad selesai, maka pendapatan
hanya akan diakui sekali yaitu pada saat barang selesai. Pada kasus
diatas, jurnalnya adalah sebagai berikut:

Aset istishna dalam penyelesaian Rp. 20.000.000


Harga Pokok Istishna Rp.130.000.000
Pendapatan istishna Rp.150.000.000

 Jika kita menggunakan metode persentase penyelesaian barang, maka


jurnalnya adalah sebagai berikut:

Termin 1
Aset istishna dalam penyelesaian Rp. 4.000.000
Harga pokok istishna Rp.26.000.000
Pendapatan margin istishna Rp.30.000.000
Termin 2
Aset istishna dalam penyelesaian Rp. 6.000.000
Harga pokok barang istishna Rp.39.000.000
Pendapatan margin istishna Rp. 45.000.000
Termin 3
Aset istishna dalam penyelesai Rp.10.000.000
Harga pokok barang istishna Rp.65.000.000
Pendapatan margin istishna Rp.75.000.000

 Penagihan piutang kepada pembeli

Piutang istishna Rp.30.000.000


Termin istishna Rp.30.000.000

 Pada saat pembayaran piutang oleh pembeli

Rekening dr.niken Rp.30.000.000


Piutang istishna Rp.30.000.000

15
Termin istishna Rp.30.000.000
Aset istishna dalam penyelesaian Rp.30.000.000

 Perlakuan akuntansi terhadap beban praakad bila transaksi


dibatalkan
 Jika akad tidak jadi disepekati, maka beban tersebut dibebankan ke
periode berjalan:

Beban operasional Rp.2.000.000


Beban praakad ditangguhkan Rp.2.000.000

 Pembayaran dengan cara tangguh


 Jika metode pengakuan pendapatan adalah metode persentase
penyelesaian dan proses pelunasan dilakukan dalam periode lebih dari
satu tahun setelah penyerahan barang pesanan,maka pendapatan dibagi
menjadi dua bagian:

1. Margin keuntungan pembuatan barang pesanan dihitung apabila istishna


dilakukan secara tunai, diakui sesuai persentase penyelesaian
2. Selisih nilai akad dan nilai tunai pada saat peyerahan barang diakui selama
periode pelunasan scara proporsional ssuai dengan jmlah pembayaran.

 Asumsikan bahwa barang yang dipesan oleh dr. Niken disepakati


untuk dibayar dalam masa tiga tahun, dalam pembayaran tersebut
disepakati nilai pembayaran angsuran adalah Rp. 190.000.000 dengan
skema sebagai berikut:

Biaya perolehan bangun : 130.000.000


Margin keuntungan : 20.000.000
Nilai tunai saat barang diserahkan : 150.000.000
Nilai akad untuk pembayaran secara angsur selama 3 tahun : 190.000.000
Selisih nilai akad dan nilai tunai yang diakui selama 3 tahun : 40.000.000
Beberapa jurnal terkait hal diatas adalah:

16
 Pada saat pengakuan pengeluaran untuk memperoleh istishna:

Aset istishna dalam penyelesaian Rp.130.000.000


Kas/Rekening Pemasok Rp.130.000.000

 Pada saat penagihan kepada pembeli

Piutang istishna Rp.150.000.000


Termin istishna Rp.150.000.000
Piutang istishna Rp. 40.000.000
Pendapatan istishna tangguhan Rp. 40.000.000
Termin istishna Rp.150.000.000
Aset istishna dalam penyelesaian Rp.150.000.000

 Pada saat pembayaran

Jika cicilan istishna dibayar perbulan selam 3 tahun maka jurnalnya adalah
sebagai berikut: (190 jt : 36 bln)
Kas/rekening nasabah Rp.5.277.778
Piutang istishna Rp.5.277.778
Pendapatan istishna tangguhan Rp.1.111.111
Pendapatan istishna Rp.1.111.111

 Pemberian potongan jika dilunasi lebih awal

Terdapat dua alternatif perlakuan akuntansi dalam hal ini, yaitu


potongan secara langsung dan dikurangkan dari piutang istishna pada saat
pembayaran dan penggantian reimbursement kepada pembeli sebesar jumlah
keuntungan yang dihapuskan setelah menerima piutang istishna secara
keseluruhan.
 Pemberian potongan saat pembeli melunasi lebih awal, saat sisa
piutang berjumlah Rp. 63.333.333, yaitu dengan potongan sebesar
Rp.10.000.000.

17
Jika pilihan jatuh pada alternatif pertama, maka jurnalnya adalah sebagai
berikut:
Kas Rp.53.333.333
Potongan Rp.10.000.000
Piutang istishna Rp. 63.333.333

 Namun jika pilihan jatuh pada alterbatif kedua, maka jurnalnya adalah:

Kas Rp.6.333.333
piutang istishna Rp.6.333.333
pendapatan istishna tangguh Rp.13.333.333
rekening nasabah Rp.10.000.000
pendapatan istishna Rp. 3.333.333

18
BAB III
KESIMPULAN
Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesan dan pembuatan
barang tertentu dengan kriteria dengan persyaratan tertentu yang di sepakati
antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat/shani’) (fatwa DSN
MUI) shani akan menyiapkan barang yang di pesan dengan spesifikasi yang
telah di sepakati di mana ia dapat menyiapkan sendiri atau melalui pihak lain.
Istishna paralel adalah suatu bentuk akad istishna dimana penjual dan
pemesan untuk memenuhi kewajibanya kepada pemesan, penjual melakukan
akad istishna dengan pihan lain (sub kontraktor) yang dapat memenuhi asset yang
di pesan pemesan, syarat akad istishna pertama antara penjual dan pemesan tidak
bergantung pada istishna, kedua antara penjual dan pemasok, selain itu akad
antara pemesan dan penjual dan akad antara penjual dan pemesan harus
terpisah dan penjual tidak boleh mengakui adanya keuntungan selama kontruksi.
Istishna hukumnya boleh karena hal itu telah dilakukan oleh masyarakat
muslim sejak masa awal tanpa ada ulama yang mengingkarinya. Ketentuan syar’i
transaksi istishna diatur dalam Fatwa DSN Nomor 06/DSN/MUI/IV/2000 tentang
jual beli istishna. Fatwa tersebut mengatur ketentuan pembayaran dan ketentuan
barang. Karena istishna mirip dengan transaksi salam, beberapa ketentuan salam
juga berlaku pada transaksi istishna.
Dengan adanya pengawasan syariah yang dilakukan oleh DPS menuntut
bank syariah untuk hati-hati dalam melakukan transaksi jual
beli istishna ddan istishna paralel dengan para nasabah. Disamping itu, bank juga
dituntut untuk melaksanakan tertib administrasi agar berbagai dokumen yang
diperlukan DPS dapat tersedia setiap saat dilakukan pengawasan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Nurhayati, Sri. 2008. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba


Empat jakarta.
Yaya, Riyal, dkk. 2012. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: Salemba
Empat.
Wiyono, Slamet dan Taufan Maulamin. 2012. Memahami Akuntansi Syariah
di Indonesia. Jakarta: Mitra Wacana Media.

20

Anda mungkin juga menyukai