Anda di halaman 1dari 22

LIBERALISASI PERDAGANGAN

Oleh

Kelompok 5 :

Fadila Aulia (1830603185)


Fera Juliana Sari (1830603187)
Fitriatun (1830603188)
Ginta Prayoga (1830603191)
Gusnawati (1830603192)

Dosen Pengampu : Fakhrina S.E., M.H.I

PROGRAM STUDI S1 PERBANKAN SYARIAH

1FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UIN RADEN FATAH PALEMBANG

TAHUN AKADEMIK 202


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena Zdengan rahmat dan karunianya
kami bisa menyelesaikan pembuatan makalah tentang “Liberalisasi Perdagangan” ini dengan
baik, meskipun dalam penulisannya masih banyak kekurangan. Dan juga kami berterima kasih
kepada ibu Fakhrina SE., M.H.I selaku dosen pengampu matakuliah “Ekonomi Internasional”
yang telah memberikan tugas ini kepada kami sebagai salah satu syarat dalam aktivitas
perkuliahan mata kuliah “Ekonomi Internasional”. Tugas pembuatan makalah ini merupakan
suatu hal yang penting bagi kami, sebagai mahasiswa Universitas Islam Negeri Raden Fatah,
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Program Studi Perbankan Syariah.

Makalah yang berjudul Liberalisasi Perdagangan ini kami buat dalam rangka untuk
memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Internasional dan semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi mahasiswa lain untuk menambah wawasan mengenai motivasi kerja di lingkungan
masyarakat.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata – kata yang kurang
berkenan dan kami mohon kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat untuk lebih baik lagi di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.

Palembang, November 2020

Penyusun

1
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR................................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................................4
A. Latar belakang................................................................................................................................4
B. Perumusan Masalah.......................................................................................................................4
C Tujuan penulisan............................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................5
A. Liberalisasi Perdagangan dan Proteksi............................................................................................5
B. Konsep Liberalisasi dan Privatisasi di Indonesia dalam Pasar Global............................................7
C. Teori Aplikasi Free Trade (Liberalisasi Perdagangan Internasional)..............................................7
D. Globalisasi Ekonomi & Liberalisasi Perdagangan..........................................................................9
1. Globalisasi Ekonomi...................................................................................................................9
2. Liberalisasi Perdagangan..........................................................................................................11
3. General Agreement on Tariffs and Trade (GATT)....................................................................12
4. World Trade Organization (WTO)............................................................................................13
E. Indonesia Waspadai Liberalisasi Perdagangan.............................................................................14
F. Undang-Undang Tentang Perdagangan........................................................................................15
BAB V..............................................................................................................................................15
PERDAGANGAN LUAR NEGERI.................................................................................................15
BAB VI.............................................................................................................................................19
PERDAGANGAN PERBATASAN.................................................................................................19
Pasal 55.............................................................................................................................................19
BAB III.....................................................................................................................................................20
PENUTUP................................................................................................................................................20
A. Kesimpulan......................................................................................................................................20
B. Saran................................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................................21

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Liberalisasi perdagangan mulai berkembang dari pemikiran Adam Smith yang


mengusung perdagangan bebas dan intervensi pemerintah yang seminimal mungkin.
Liberalisasi perdagangan mulai mengalami fragmentasi pada tahun 1914 karena
menghadapi berbagai distorsi sebagai akibat diterapkannya larangan impor, subsidi dan
peningkatan tarif. Sehingga pada tahun 1930 berbagai upaya dilakukan untuk
menghidupkan kembali sistem perdagangan yang lebih terbuka, hingga pada akhirnya
terbentuklah General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) yang kemudian
bertransformasi menjadi World Trade Organization (WTO), yang diprakarsai oleh
Amerika Serikat dan Inggris.

B. Perumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Liberalisasi Perdagangan dan Proteksi ?
b. Bagaimana konsep Liberalisasi dan Privatisasi Indonesia ?
c. Bagaimana Teori Liberalisasi Perdagangan Internasional ?
d. Bagaimana Keadaan Globalisasi Ekonom Liberalisasi Perdagangan ?
e. Kenapa Indonesia harus waspadai Liberalisasi Perdagangan ?

C Tujuan penulisan
a. Untuk Mengetahui Liberalisasi Perdagangan dan Proteksi.
b. Untuk Mengetahui Konsep Liberalisasi Indonesia.
c. Untuk Mengetahui Teori Liberalisasi Perdagangan Internasional.
d. Untuk Mengetahui Keadaan Globalisasi Ekonomi & Liberalisasi.
e. Untuk Mengetahui Indonesia Waspadai Liberalisasi Perdagangan

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Liberalisasi Perdagangan dan Proteksi


Analisa kebijakan perdagangan internasional (tarif dan nontarif) merupakan
penyimpangan dari perdagangan bebas. Memang banyak alasan (apakah karena
internasional maupun kelompok) mengapa diberlakukan kebijaksanaan tarif maupun
nontarif meskipun disadari bahwa keuntungan akan banyak diperoleh apabila perdagangan
itu bebas. Dalam bab ini akan dianalisa keadaan di mana perdagangan itu dilakukan dengan
bebas atas dasar nondiskriminasi atau global.
Depresi dunia tahun 1930-an telah menyebabkan banyak negara melakukan tindakan
proteksi. Dalam bukunya, Ekonomi Intermasional & Globalisasi Ekonomi, Prof. Dr. R.
Hendra Halwani, M.A. (2005) mengatakan bahwa proteksi adalah upaya pemerintah
mengadakan perlindungan pada industri-industri domestik terhadap masuknya barang impor
dalam jangka waktu tertentu. Proteksi bertujuan melindungi, membesarkan, atau
mengecilkan kelangsungan industri dalam negeri yang berlaku dalam perdagangan umum.
Setiap negara berjuang untuk mengurangi pengaruh jelek perkembangan ekonomi dunia
dengan mengurangi ketergantungan dengan luar negeri melalui tindakan-tindakan yang
bersifat protektif. Amerika Serikat merupakan negara yang paling berpengaruh pada waktu
itu, melalui Smoot-Howley tariff mengenakan tarif terhadap ekspornya (sebanyak ± 25.000
jenis barang). Tindakan ini tentu saja kemudian diikuti oleh negara lain sehingga
perdagangan dunia menjadi tidak bebas.

Namun selang beberapa tahun, Amerika Serikat memulai dengan Reciprocal Agreement Act
yang membolehkan Presiden mengadakan perundingan tentang penurunan tarif. Setelah
berakhirnya perang dunia II, usaha ke arah liberalisasi perdagangan makin mendapat angin
segar. Tahun 1948 dalam Havana charter dikandung maksud untuk membentuk
International Trade Organization (ITO) yang bertujuan mengurangi hambatan dalam
perdagangan serta mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun usaha ini banyak mendapat
tantangan politik sehingga Amerika Serikat menolaknya. Sebagai usaha sementara, maka
pada saat itu diciptakan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Karena
kegagalan ITO maka GATT menjadi badan penyangga yang penting dalam badan dunia
untuk membangun kembali sesudah perang dunia II. Dua badan dunia lainnya adalah IMF
dan IBRD (World Bank). GATT adalah suatu persetujuan multilateral yang menentukan
peraturan-peraturan bagi pelaksanaan perdagangan internasional. Tujuannya adalah untuk
menciptakan suatu perdagangan internasional yang terbuka, bebas dan kompetitif. Jumlah
4
anggota sampai dengan tahun 1988 ada 94 contracting parties yakni peserta penandatangan
penuh dengan lebih dari 30 anggota luar biasa yang menerapkan peraturan-peraturan GATT
dalam perdagangan mereka. Prinsip dasar yang utama dari GATT tersebut adalah apa yang
disebut dengan Most Favoured Nation (MFN) yakni mengharuskan setiap contracting
parties memberikan perlakuan yang sama dalam kebijaksanaan perdagangan internasional
kepada negara penandatangan yang lain. Kelonggaran yang diberikan kepada negara lain
atas dasar perjanjian bilateral haruslah diberikan pula kepada semua anggota yang lain tanpa
perjanjian terlebih dahulu. Di samping itu, GATT sejauh mungkin menggunakan tarif
sebagai hambatan perdagangan dan bukan nontarif. Apabila terjadi perselisihan dapat
diselesaikan melalui proses konsultasi/konsiliasi secara terus-menerus. Dengan demikian
GATT di samping merupakan kumpulan peraturan juga merupakan forum untuk mencapai
konsiliasi/menyelesaikan perselisihan perdagangan. Masalah yang dirasa sangat mendesak
adalah prosedur penyelesaian perselisihan (dispute settlement) dan pengawasan
(surveilance), dan mungkin diperlukan satu badan internasional yang mengawasi bekerjanya
mekanisme GATT serta menjamin bahwa contracting parties memenuhi kewajibannya.
Perundingan pertama di Jenewa tahun 1947 ditandatangani oleh negara-negara yang
ikut merumuskan Havana charter berisi pemotongan tarif di mana pada saat itu tarif
merupakan hambatan yang cukup besar dalam perdagangan internasional. Negara-negara
yang selanjutnya di Annecy, Torquay dan Jenewa terutama menyangkut masalah
pengurangan tarif dengan negara-negara yang telah menyatakan minatnya bergabung
dalam GATT. Dillon Round tahun 1961/1962 berisi keharusan Customs Union dan daerah
perdagangan bebas (free trade area) diperiksa oleh GATT untuk menjamin bahwa
pendiriannya tidak menimbulkan proteksi bagi negara di luar anggota customs union dan
free trade area. Bersamaan ini diusulkan oleh Douglas Dillon, Wakil Menlu AS tentang
penurunan tarif.
Kennedy Round mencakup pemotongan tarif yang bersifat multilateral dan berlaku bagi
semua pihak (across the board) untuk produk-produk industri. Di samping itu dibicarakan
pula tentang anti dumping code yang berisi tentang arti dumping dan faktor-faktor yang
harus diperhitungkan dalam menilai akibat negatif dumping terhadap industri dalam
negeri. Untuk itu suatu negara diperkenankan mengenakan bea khusus (anti dumping) atas
barang impor. Tokyo Round menghasilkan serangkaian codes tentang berbagai masalah,
seperti tentang standar teknis, lisensi impor, dumping, subsidi serta beberapa komoditi
(seperti daging dan susu). Kode-kode ini hanya merupakan tambahan dari general
agreement sehingga setiap negara contracting bebas untuk menganut/memilih kode mana
yang akan diikuti.deklarasi yang menyangkut tentang barang yang menjamin tidak akan
ada tindakan proteksionis. Kedua, deklarasi yang menyangkut perdagangan jasa (trade in
5
services). Banyak negara berkembang yang tidak menyetujui liberalisasi di dalam
perdagangan jasa, mengingat sektor jasa mereke belum kuat. Perundingan ini diawasi oleh
Trade Negotiations Committee (TNC). Di bawah TNC ini, ada dua komite sesuai dengan
isi deklarasi Punta del Este.
Yakni Group of Negotiations on Goods (GNG) dan Group of Negotiations on
Services (GNS).
Akhirnya, dapat disebutkan bahwa tujuan utama perundingan GATT, seperti juga
yang telah disepakati di Punta del Este adalah :
1) Untuk mencapai liberalisasi dan perluasan perdagangan dunia demi kepentingan semua
negara, khususnya negara berkembang.
2) Memperkuat dan meningkatkan peranan GATT dan mengusahakan jangkauan
perdagangan dunia yang lebih luas di bawah peraturan- peraturan multilateral yang telah
disepakati.
3) Meningkatkan daya tanggap sistem GATT terhadap lingkungan ekonomi dunia yang
selalu berubah melalui koordinasi yang lebih erat antara GATT dengan badan-badan
internasional.
4) Memupuk kerja sama yang sudah ada pada tingkat nasional maupun internasional untuk
memperkuat hubungan antara kebijaksanaan perdagangan dengan kebijaksanaan
ekonomi lainnya.
Disepakati bahwa perundingan-perundingan dilaksanakan dengan cara sejelas mungkin
(transparan) dan semua contracting parties sepakat tentang prinsip-prinsip perlakuan
khusus dan berbeda bagi negara berkembang (Differential and Most Favourable
Treatment Reciprocity and Fuller Participation of Developing Countries).

B. Konsep Liberalisasi dan Privatisasi di Indonesia dalam Pasar Global


Liberalisasi perdagangan (trade liberalization) adalah konsep ekonomi yang mengacu
kepada berlangsunganya penjualan produk antar Negara dengan tanpa dikenai pajak
ekspor-impor atau hambatan perdagangan. Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan
sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan atas dasar regulasi yang diterapkan
dalam satu negara) dalam perdagangan antar individual dan antar perusahaan yang
berbeda di Negara yang berbeda. Liberalisasi bisa dikatakan juga pelepasan campur
tangan pemerintah dalam pasar keuangan, pasar modal dan hambatan perdagangan.

C. Teori Aplikasi Free Trade (Liberalisasi Perdagangan Internasional)


Menurut David Ricardo, pada dasarnya perdagangan internasional didorong oleh
6
adanya comparative advantange dimana produk di suatu negara tidak dapat diproduksi
negara lain dan competitive advantange dimana negara dapat mengambil keuntungan dari
spesialisasi produk yang memiliki opportunity cost lebih kecil dari negara mitra
dagangnya. Perdagangan internasional juga menguntungkan baik bagi produsen maupun
konsumen, dimana adanya keuntungan dari economic of scale yaitu penurunan average
fixed cost dari produksi dalam jumlah yang besar serta spesialisasi produk yang membuat
pilihan produk menjadi beragam.
Adanya hambatan atas impor untuk memproteksi industri dalam negeri baik tarif
ataupun kuota, telah membuat distorsi terhadap harga pasar internasional baik produk lokal
maupun impor. Terdapat penurunan consumer surplus dimana untuk kuantitas yang sama,
konsumen harus membayar lebih mahal. Berdasarkan analisa makroekonomi, walaupun
terdapat producer surplus dari kenaikan harga pasar global dan tax revenue buat pemerintah,
namun jumlahnya lebih kecil daripada penurunan consumer surplus. Hal inilah yang
menjadi net loss bagi seluruh masyarakat. Atas dasar itulah, terdapat gagasan untuk
melakukan liberalisasi perdagangan (free trade) dimana tarif diminimalkan bahkan
dihapuskan untuk meningkatkan consumer surplus. Peningkatan consumer surplus ini dapat
meningkatkan investasi maupun pajak penghasilan serta memperbesar volume perdagangan.

Penghapusan tarif yang berlaku selama ini didasari atas free trade agreement antar negara
maupun antar beberapa negara. Namun karena hanya beberapa negara saja yang
menyepakati penghapusan tarif maka pasar masih belum seefisien dan senetral mungkin
membentuk harga. Kemungkinan negara dengan biaya produksi tinggi bebas tarif namun
adanya negara dengan biaya produksi rendah namun terkena tarif karena tidak terlibat dalam
free trade agreement dapat menyebabkan trade diversion (pengalihan perhatian konsumen).
Hal ini dapat menyebabkan potential loss bagi consumer surplus karena seharusnya
konsumen dapat membayar dengan harga yang lebih murah. Karena itu perlu adanya
penetapan tarif bersama yang lebih global agar tercipta pasar yang lebih efisien.
Atas dasar itulah dibentuk organisasi internasional yang bertujuan mensupervisi dan
meliberalisasi perdagangan internasional secara global yaitu General Agreement on Tariffs
and Trade (GATT) yang dibentuk 1947 yang dilanjutkan oleh World Trade Organization
(WTO) yang dibentuk tahun 1994. WTO mempunyai 153 anggota dan merepresentasikan
93% dari perdagangan internasional sehinnga kebijakannya memungkinkan terciptanya
pasar dunia yang efisien.
Setelah berjalan, WTO mendapat banyak kritik dari para ekonom terutama adanya
indikasi keberpihakannya terhadap negara-negara maju yang menekan negara-negara
berkembang dengan negotiation power yang kurang. Martin Khor dari The Third World
Network (2007) menyatakan indikasi tersebut sebagai berikut :
7
Beberapa negara maju masih dapat mengenakan bea masuk yang tinggi pada produk
tertentu, contoh: bea masuk pada tekstil di AS. Banyaknya hambatan non tarif baru
seperti Anti-Dumping (bila harga produk yang diekspor dan dijual di pasar domestik
berbeda), Safeguard (lonjakan barang kompetitor impor yang mengancam industri dalam
negeri), dan Counterveilling (adanya subsidi yang dasarnya tidak jelas terhadap barang
ekspor) dimana negara berkembang banyak dituntut oleh negara maju.

Proteksi terhadap produk agrikultur dari negara berkembang di negara maju dengan
persyaratan kualitas barang. Banyaknya negara berkembang yang kurang mempunyai
kapasitas bernegosiasi dan berpartisipasi aktif di Uruguay Round. TRIP Agreement
(Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights) yang membatasi negara
berkembang untuk mengembangkan teknologi yang berasal dari luar negeri pada sistem
lokal.
Hal inilah yang membuat banyak negara mempertanyakan transparasi dari WTO
dalam pengambilan keputusan. Kecenderungan WTO terhadap negara maju
memungkinkan adanya trade diversion baru yang membuat inefisiensi pasar. Berdasarkan
fakta tersebut, sebaiknya dilakukan hal sebagai berikut :
1. Pemerintah negara berkembang harus lebih aktif dalam melakukan negoisasi dalam
WTO terutama masalah proteksi negara maju terhadap impor agrikultur dan bea
masuk yang masih tinggi.
2. Kebijakan WTO atas anti-dumping, counterveiling, safeguard, dsb harus direvisi
kembali terutama bila pembuktiannya sulit dilakukan terutama untuk counterveilling
karena industri negara berkembang masih sangat memerlukan subsidi pemerintah
untuk berkembang.
3. Kebijakan WTO mengenai TRIP Agreement sebaiknya dihapuskan saja karena bukan
merupakan kewenangan WTO dalam mengurusi Intellectual Property Rights.

D. Globalisasi Ekonomi & Liberalisasi Perdagangan

1. Globalisasi Ekonomi
Globalisasi merupakan satu proses untuk meletakkan dunia dibawah satu unit yang sama
tanpa dibatasi oleh sempadan dan kedudukan geografi sesebuah negara. Melalui proses
ini, dunia akhirnya tidak lagi mempunyai sempadan dengan ruang udara dan langit
sesebuah negara itu terbuka luas untuk dimasuki oleh pelbagai maklumat yang disalurkan
menerusi pelbagai perantaraan media komunikasi seperti internet,media elektronik,dan
teknologi siber. Perkembangan ini memungkinkan perhubungan diantara sesebuah negara
8
dengan negara yang lain dan perhubungan sesama manusia dapat dilakukan dalam
tempoh yang singkat.
Proses globalisasi ekonomi adalah perubahan perekonomian dunia yang
bersifat mendasar atau struktural dan proses ini akan berlangsung terus dengan
laju yang akan semakin cepat mengikuti perubahan teknologi yang juga akan
semakin cepat dan peningkatan serta perubahan pola kebutuhan masyarakat
dunia.
Globalisasi ekonomi ditandai dengan semakin menipisnya batas- batas
geografi dari kegiatan ekonomi atau pasar secara nasional atau regional, tetapi
semakin mengglobal menjadi “satu” proses yang melibatkan banyak negara.
Globalisasi ekonomi biasanya dikaitkan dengan proses internasionalisasi
produksi,perdagangan dan pasar uang. Globalisasi ekonomi merupakan suatu
proses yang berada diluar pengaruh atau jangkauan kontrol pemerintah, karena
proses tersebut terutama digerakkan oleh kekuatan pasar global, bukan oleh
kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan oleh sebuah pemerintah secara
individu.
Globalisasi Di Bidang Ekonomi terdiri dari :
a) Globalisasi Produksi
Di mana perusahaan berproduksi di berbagai negara,dengan sasaran agar
biaya produksi menjadi lebih rendah. Hal ini dilakukanbaik karena upah
buruh yang rendah, tarif bea masuk yang murah, infrastrukturyang
memadai ataupun karena iklim usaha dan politik yang kondusif.
b) Globalisasi Pembiayaan
Di mana perusahaan global mempunyai akses untukmemperoleh pinjaman
atau melakukan investasi di semua negara di dunia. contoh, PT. Telkom
dalam memperbanyak satuan sambungan telepon atau PT. Jasa Marga
dalam memperluas jaringan jalan tol telah memanfaatkan sistem
pembiayaan bersama mitrausaha dari manca negara.

9
c) Globalisasi Tenaga Kerja
Di mana perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari
seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf professional
diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional
atau buruh diperoleh dari negara berkembang.
d) Globalisasi Jaringan Informasi
Masyarakat suatu negara dengan mudahdan cepat mendapatkan informasi
dari negara-negara di dunia karena kemajuan teknologi, antara lain
melalui: TV, radio, media cetak, Dengan jaringankomunikasi yang
semakin maju telah membantu meluasnya pasar ke berbagaibelahan dunia
untuk barang yang sama. Sebagai contoh, KFC, celana jeans Levis,
hamburger
e) Globalisasi Perdagangan
Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta
penghapusan berbagai hambatan non tarif. Dengan demikian kegiatan
perdagangan dan persaingan menjadi semakin ketat dan fair. Bahkan,
transaksi menjadi semakin cepat karena ³less papers/documents´ dalam
perdagangan, tetapi dapat mempergunakan jaringan teknologi
telekomunikasi yang semakin canggih.

2. Liberalisasi Perdagangan
Liberalisasi perdagangan adalah kebijakan mengurangi atau bahkan
menghilangkan hambatan perdagangan (tarif maupun non tarif) dalam rangka
meningkatkan kelancaran arus barang dan jasa. Dasar Liberalisasi Perdagangan,
Kerangka Paradigma Neoklasik yg dianjurkan untuk melawan restriksi perdagangan.
Alasan yg digunakan :
a) Liberalisasi Perdagangan diharapkan mampu mendorong berlangsungnya
proses rasionalisasi industri bersamaan dgn proses alokasi manajemen
ekonomi yg optimal.
b) Menghindari atau meminumkan ketidakstabilan ekonomi makro.
Kebijakan proteksi yg disertai oleh adanya kurs mata uang yg tidak
realistis.
c) Mendorong berlangsungnya proses produksi dalam skala penuh dgn
perluasan produksi untuk ekspor.

10
Perekonomian dunia mengalami proses liberalisasi perdagangan ditandai dengan
mulai terbentuknya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun
1947 yang perannya sekarang telah digantikan oleh World Trade Organisation
(WTO). Tujuan liberalisasi perdagangan untuk meningkatkan volume dan nilai
perdagangan yang pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat. Karena Menurut Baier dan Bergstand, perdagangan
dunia dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu pertumbuhan pendapatan (income),
penurunan hambatan perdagangan dan semakin murahnya biaya transportasi.

3. General Agreement on Tariffs and Trade (GATT)


Perjanjian umum tentang tarif-tarif dan perdagangan didirikan pada tahun 1948
di Genewa, Swiss. Pada waktu didirikan, GATT beranggotakan 23 negara, tetapi
pada saat sidang terakhir di Marakesh pada 5 April 1994 jumlah negara
penandatangan sebanyak 115 negara.
Kesepakatan dalam GATT yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1948
a) Tiga prinsip GATT, yaitu :
1) Prinsip resiprositas, yaitu perlakuan yang diberikan suatu negara kepada
negara lain sebagai mitra dagangnya harus juga diberikan juga oleh mitra
dagang negara tersebut.

2) Prinsip most favored nation, yaitu negara anggota GATT tidak boleh
memberikan keistimewaan yang menguntungkan hanya pada satu atau
sekelompok negara tertentu.
3) Prinsip transparansi, yaitu perlakuan dan kebijakan yang dilakukan suatu
negara harus transparan agar diketahui oleh negara lain.

b) Misi GATT
Sebagai lembaga yang selalu mengupayakan terciptanya Pasar Bebas.
Dengan senantiasa mengedepankan konsep Keunggulan Komparatif atau
memaksimalkan potensi (David Ricardo- 1772/1823). Keunggulan Komparatif
Negara menjadi makmur melalui konsentrasi terhadap produk apa yang bisa
diproduksi oleh negara dengan sebaik-baiknya.
c) Tujuan GATT
1) Meningkatkan Taraf Hidup Umat Manusia
2) Meningkatkan Kesempatan Kerja
3) Meningkatkan Pemanfaatan Kekayaan Alam Dunia, Dan

11
4) Meningkatkan Produksi Dan Tukar Menukar Barang.

d) Prinsip-prinsip GATT
1) Most Favoured Nation
Suatu kebijakan perdagangan harus dilaksanakan atas dasar non-
diskriminatif. Semua negara terikat untuk memberikan negara2 lainnya
perlakuan yang sama dlm pelaksanaan dan kebijakan impor dan ekspor
serta biaya lainnya.
2) Nasional Treatment
Produk dari suatu negara anggota yang diimpor ke dalam suatu negara
harus diperlakukan sama seperti halnya produk dalam negeri.
3) Larangan Restriksi Kuantitatif
Larangan RK terhadap ekspor atau impor dalam apapun (misalnya
penetapan kuota exim, restriksi penggunaan lisensi exim).
4) Perlindungan Melalui Tarif
Pada prinsipnya GATT hanya memperkenankan tindakan proteksi
terhadap industri domestik melalui tarif (menaikan tarif bea masuk)
5) Resipositas
Perundingan tarif yang didasarkan atas dasar timbal balik dan saling
menguntungkan kedua belah pihak.

4. World Trade Organization (WTO)


World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia
merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah
perdagangan antar negara. Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui
suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai
hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota.
Persetujuan tersebut merupakan kontrak antar negara - anggota yang mengikat
pemerintah untuk mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangannya.
Walaupun ditandatangani oleh pemerintah, tujuan utamanya adalah untuk membantu
para produsen barang dan jasa, eksportir dan importer dalam kegiatan perdagangan.
Indonesia merupakan salah satu negara pendiri WTO dan telah meratifikasi
Persetujuan Pembentukan WTO melalui UU NO. 7/1994.

12
E. Indonesia Waspadai Liberalisasi Perdagangan
Perdagangan yang lebih liberal memang menjadi tujuan hampir sebagian besar
negara di dunia, dengan harapan liberalisasi dapat meningkatkan volume dan nilai
perdagangan yang pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat. Saat ini Pemerintah sedang melakukan proses liberalisasi
perdagangan yang lebih komprehensif, yaitu lewat Comprehensive Econornic Partnership
Agreement (CEPA).
Semua perjanjian tersebut berkaitan dengan tujuan'untuk mendapatkan keuntungan,
sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui surplus neraca
perdagangan. Namun perlu diingat, bahwa proses liberalisasi perdagangan itu sendiri
berhubungan erat dengan pembukaan akses pasar produk ekspor Indonesia ke dunia.
Begitu sebaliknya, terbukanya akses pasar dunia, dalam arti bahwa pasar domestik
Indonesia juga akan semakin terbuka bagi produk dari negara lain, alias dibanjiri produk
impor. Bagi para pengusaha liberalisasi perdagangan yang sudah berjalan melalui China-
ASEAN Free Trade Agreement (CAFTA) merupakan mimpi buruk untuk industri.
Sebab, mengakibatkan produksi industri nasional menurun hingga 50% karena kalahnya
persaingan, khususnya pada produk usaha kecil dan menengah di pasar dalam negeri.
Akibatnya adalah sektor industri terpaksa memangkas jumlah tenaga kerja hingga
20%, bahkan ada beberapa pelaku usaha mengalami kerugian dan harus menutup
usahanya. Peneliti dari Lembaga Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Ekonomi
(LP3E) Kamar Dagang dan Industri Ina Primiana mengatakan, tujuan negara-negara maju
melakukan liberalisasi perdagangan adalah melihat peluang akses pasar karena akibat
krisis yang melanda negara-negara tersebut.
Liberalisasi perdagangan salah satunya ditandai dengan penurunan atau bahkan
penghapusan hambatan perdagangan, baik berupa tarif maupun non tarif. Hambatan
perdagangan penting untuk dihapuskan karena tanpa hambatan dapat mendorong arus
pergerakan barang dan jasa. Dampak CAFTA memperlihatkan secara jelas bahwa neraca
perdagangan Indonesia semakin memburuk dalam 5 tahun ter akhir, disebabkan
pertumbuhan impor 2-3 kali lebih tinggi dari pertumbuhan.

13
F. Undang-Undang Tentang Perdagangan

BAB V

PERDAGANGAN LUAR NEGERI


Bagian Kesatu

Umum

Pasal 38

(l) Pemerintah mengatur kegiatan Perdagangan Luar Negeri melalui kebijakan dan pengendalian di
bidang Ekspor dan Impor.

(2) Kebijakan dan pengendalian Perdagangan Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (l)
diarahkan untuk:

a, peningkatan daya saing produk Ekspor Indonesia;

b. peningkatan dan perluasan akses Pasar di luar negeri; dan

c. peningkatan kemampuan Eksportir dan Importir sehingga menjadi Pelaku Usaha yang handal.

(3) Kebijakan Perdagangan Luar Negeri paling sedikit meliputi:

a. peningkatan jumlah dan jenis serta nilai tambah produk ekspor;

b. Pengharmonisasian Standar dan prosedur kegiatan Perdagangan dengan negara mitra dagang;

c. penguatan kelembagaan di sektor Perdagangan Luar Negeri;

d, pengembangan sarana dan prasarana penunjang Perdagangan Luar Negeri; dan

e. pelindungan dan pengamanan kepentingan nasional dari Dampak negatif Perdagangan luar
Negeri.

(4) Pengendalian Perdagangan Luar Negeri meliputi:

a. perizinan;

b. Standar; dan

c, pelarangan dan pembatasan.

Pasal 39

Perdagangan Jasa yang melampaui batas wilayah negara dilakukan dengan cara:

a. pasokan lintas batas;


b. konsumsi di luar negeri;
c. keberadaan komersial: atau
d. perpindahan manusia.
Pasal 40

(l) Dalam rangka meningkatkan nilai tambah bagi perekonomian nasional. Pemerintah dapat mengatur
cara pembayaran dan cara penyerahan Barang dalam kegiatan Ekspor dan Impor,

14
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai cara pembayaran dan cara penyerahan diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Pasal 41

(l) Menteri dapat menunda Impor atau Ekspor jika terjadi keadaan kahar.

(2) Presiden menetapkan keadaan kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (l).

Bagian Kedua

Ekspor

Pasal 42

(l) Ekspor Barang dilakukan oleh Pelaku Usaha yang telah terdaftar dan ditetapkan sebagai Eksportir,
kecuali ditentukan lain oleh Menteri.

(2) Dalam hal tertentu. Impor Barang dapat dilakukan oleh Importir yang tidak memiliki pengenal
sebagai Importir.

(3) Ketentuan mengenai pengenal sebagai Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diatur dalam
Peraturan Menteri.

Pasal 46

(l) Importir bertanggung jawab sepenuhnya terhadap Barang yang diimpor.

(2) Importir yang tidak bertanggung jawab atas Barang yang diimpor sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dikenai sanksi administrasi berupa pencabutan perizinan, persetujuan, pengakuan, dan/atau penetapan
di bidang Perdagangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 47

(1) Setiap Importir wajib mengimpor Barang dalam keadaan baru.

(2) Dalam hal tertentu Menteri dapat menetapkan Barang yang diimpor dalam keadaan tidak baru.

(3) Pendapa n sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kenangan,

(4) ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan Barang yang diimpor dalam keadaan tidak baru
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Menteri,

Pasal 48

Surat persetujuan Impor atas Barang dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47
ayat (2) diserahkan pada saat Menyelesaikan kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang Kepabeanan.

Bagian Keempat

Perizinan Ekspor dan Import

15
Pasal 49

(l) Untuk kegiatan Ekspor dan Impor, Menteri mewajibkan eksportir dan Importir untuk memiliki
perizinan yang dapat berupa persetujuan, pendaftaran, penetapan, dan/atau pengakuan.

(2) Menteri mewajibkan Eksportir dan Importir untuk memiliki perizinan sebagaimana dimaksud pada
ayat (l) dalam melakukan Ekspor sementara dan Impor sementara.

(3) Menteri dapat melimpahkan atau mendelegasikan pemberian perizinan sebagaimana dimaksud pada
ayat (l) kepada Pemerintah Daerah atau instansi teknis tertentu.

(4) Dalam rangka peningkatan daya saing nasional Menteri dapat mengusulkan keringanan atau
penambahan pembebanan bea masuk terhadap Barang Impor sementara.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan sebagaimana dimaksud padu ayat (l) dan ayu! (2) diatur
dengan peraturan Menteri.

Bagian Kelima

Larangan dan Pembatasan Ekspor dan Impor

Pasal 50

(l) Semua Barang dapat diekspor atau diimpor, kecuali yang dilarang, dibatasi, atau ditentukan lain oleh
undang-undang.

(2) Pemerintah melarang Impor atau Ekspor Barang untuk kepentingan nasional dengan alasan:

a. untuk melindungi keamanan nasional atau kepentingan umum, termasuk .sosial, budaya, dan moral
masyarakat

b. untuk melindungi hak kekayaan intelektual; dan/atau

c. untuk melindungi kesehatan dan keselamatan manusia, hewan, ikan, tumbuhan, dan lingkungan
hidup,

Pasal 51

(l) Eksportir dilarang mengekspor Barang yang ditetapkan sebagai Barang yang dilarang untuk diekspor.

(2) Importir dilarang mengimpor Barang yang ditetapkan sebagai Barang yang dilarang untuk diimpor.

(3) Barang yang dilarang sebagaimana dimaksud pasal ayat (l) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
Menteri.

Pasal 52

(l) Eksportir dilarang mengekspor Barang yang tidak sesuai dengan ketentuan pembatasan Barang untuk
diekspor.

(2) Importir dilarang mengimpor Barang yang tidak sesuai dengan ketentuan pembatasan Barang untuk
diimpor.

(3) Barang yang dibatasi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
Menteri.

16
(4) Setiap Eksportir yang mengekspor Barang yang tidak sesuai dengan ketentuan pembatasan Barang
untuk diekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi
lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

(5) Setiap Importir yang mengimpor Barang yang tidak sesuai dengan ketentuan pembatasan Barang
untuk diimpor sebagaimana dimaksud pada ayal (3) dikenai sanksi administrasi dan/atau sanksi
lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

(6) Ketentuan mengenai pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat
(5) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 53

(l) Eksportir yang dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (4) terhadap
Barang ekspornya dikuasai oleh negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Importir yang dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (5) terhadap
Barang impornya wajib diekspor kembali, dimusnahkan oleh Importir, atau ditentukan lain oleh
Menteri.

Pasal 54

(l) Pemerintah dapat membatasi Ekspor dan Impor Barang untuk kepentingan nasional dengan alasan:

a. untuk melindungi keamanan nasional atau kepentingan umum; dan/atau

b. untuk melindungi kesehatan dan keselamatan manusia, hewan, ikan, tumbuhan, dan lingkungan
hidup.

(2) Pemerintah dapat membatasi Ekspor Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (l ) dengan alasan:

a. menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri;

b. menjamin ketersediaan bahan baku yang dibutuhkan oleh industri pengolahan di dalam negeri;

c. melindungi kelestarian sumber daya alam;

d, meningkatkan nilai tambah ekonomi bahan mentah dan/atau sumber daya alam;

e. mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dari komoditas Ekspor tertentu di pasaran
internasional; dan/atau

f. menjaga stabilitas harga komoditas tertentu di dalam negeri.

(3) Pemerintah dapat membatasi Impor Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dengan alasan:

a, untuk membangun, mempercepat, dan melindungi industri tertentu di dalam negeri.

b. untuk menjaga neraca pembayaran dan/atau neraca Perdagangan.

17
BAB VI

PERDAGANGAN PERBATASAN

Pasal 55
(l) Setiap warga negara Indonesia yang bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara lain dapat melakukan Perdagangan Perbatasan
dengan penduduk negara lain yang bertempat tinggal di wilayah perbatasan.

(2) Perdagangan Perbatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) hanya dapat dilakukan di wilayah
perbatasan darat dan perbatasan laut yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

(3) Perdagangan Perbatasan ini sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan perjanjian
bilateral sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 56

(l) Perjanjian bilateral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) paling sedikit memuat:

a. tempat pemasukan atau pengeluaran lintas batas yang ditetapkan;

b. jenis Barang yang diperdagangkan;

c. nilai maksimal transaksi pembelian Barang di luar Daerah Pabean untuk dibawa ke dalam Daerah
Pabean;

d. wilayah tertentu yang dapat dilakukan Perdagangan Perbatasan; dan

e. kepemilikan identitas orang yang melakukan Perdagangan Perbatasan.

(2) Pemerintah melakukan pengawasan dan pelayanan kepabeanan dan cukai, Imigrasi. serta karantina di
pos lintas batas keluar atau di pos lintas batas masuk dan di tempat atau di wilayah tertentu sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Liberalisasi perdagangan (trade liberalization) adalah konsep ekonomi yang mengacu
kepada berlangsungnya penjualan produk antar Negara dengan tanpa dikenai pajak ekspor-
impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan
sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan atas dasar regulasi yang diterapkan dalam
satu negara) dalam perdagangan antar individual dan antar perusahaan yang berbeda di
Negara yang berbeda. Liberalisasi bisa dikatakan juga pelepasan campur tangan pemerintah
dalam pasar keuangan, pasar modal dan hambatan perdagangan.
Liberalisasi perdagangan salah satunya ditandai dengan penurunan atau bahkan
penghapusan hambatan perdagangan, baik berupa tarif maupun non tarif. Hambatan
perdagangan penting untuk dihapuskan karena tanpa hambatan dapat mendorong arus
pergerakan barang dan jasa. Dampak CAFTA memperlihatkan secara jelas bahwa neraca
perdagangan Indonesia semakin memburuk dalam 5 tahun terakhir, disebabkan
pertumbuhan impor 2-3 kali lebih tinggi dari pertumbuhan ekspor.
Globalisasi ekonomi ditandai dengan semakin menipisnya batas-batas geografi dari
kegiatan ekonomi atau pasar secara nasional atau regional, tetapi semakin mengglobal
menjadi “satu” proses yang melibatkan banyak negara. Globalisasi ekonomi biasanya
dikaitkan dengan proses internasionalisasi produksi, perdagangan dan pasar uang.
Globalisasi ekonomi merupakan suatu proses yang berada diluar pengaruh atau jangkauan
kontrol pemerintah, karena proses tersebut terutama digerakkan oleh kekuatan pasar global,
bukan oleh kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan oleh sebuah pemerintah secara
individu.

B. Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih
fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber - sumber yang
lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z,. 2000, Dampak Liberlasasi Perdagangan terhadap Keragaan Industri Gula
Indonesia: Suatu Analisis Kebijakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Chacoliades M, 1978, International Trade Theory and Policy, Mc Graw Hill.

Chaves RE, JA Frankel dan RW Jones, 1978, World Trade and Payment: An Introduction,
6th Edition, Harper Collins, New York.

Erwidodo, 1999, Effect of Trade Liberalization on Agriculture in Indonesia: Institutional


and Structural Aspects, The CGPRT centre, Working Paper no. 41.

Erwidodo,dan PU Hadi, 1999, Effect of Trade Liberalization on Agriculture in Indonesia:


Price Aspects, The CGPRT centre, Working Paper no. 48.

Ilham, Nyak, 2003, Dampak Liberalisasi Ekonomi terhadap Perdagangan dan


Kesejahteraan Negara-negara di Dunia, Jurnal Ekonomi Pembangunan XI no 2
tahun 2003, LIPI, Jakarta.

Kaimiya, M, 2002, 1990s: A Decade for Agricultural Policy Reform in Japan: Breakaway
from the Postwar policies, Food and Agricultural Policy Research, IPB, Bogor.

Kariyasa, K, 2003, Dampak Tarif Impor dan Kinerja Kebijakan Harga Dasar serta
Implikasinya terhadap Daya saing Beras Indonesia di Pasar Dunia. Analisis
Kebijakan Pertanian vol 1(4) Desember 2003 Puslitbang Sosial Ekonomi
Pertanian, Bogor.

Amalia, Lia 2007. Ekonomi Internasional . Yogyakarta: Graha Ilmu.

20
21

Anda mungkin juga menyukai