Belindo
BELINDO merupakan organisasi dibentuk oleh Nadir Oulad Omar yang pada
awalnya memiliki tujuan untuk mempercepat perdagangan produk-produk UKM antara
Belgia dan Indonesia saja, namun berkembang menjadi organisasi global yaitu mendukung
pertumbuhan ekspor di setiap negara di dunia, terutama untuk produk-produk UKM
Indonesia. Tujuan utama BELINDO adalah fokus mempromosikan bisnis antarnegara
anggota, dengan memberi informasi, memberi bimbingan dan konsultasi, serta membangun
jaringan. BELINDO menciptakan platform untuk mendukung layanan dan perdagangan
antara Eropa dan Indonesia, tetapi juga untuk mengakomodasi bisnis UKM di beberapa
negara, seperti Jerman, Prancis, Tunisia, dan Maroko. Asosiasi BELINDO sendiri berasal
dari gabungan antara nama dua negara, yaitu Belgia dan Indonesia. BELINDO berdiri
secara sah pada 1 Januari 2016 sebagai organisasi nirlaba oleh sekelompok UKM Belgia
dan UKM Indonesia di bawah kerja sama bilateral.
BELINDO mulai dilirik pemerintah Indonesia sebagai salah satu pilot project untuk
pengembangan ekspor Indonesia. Kepercayaan KBRI juga semakin meningkat kepada
Nadir karena sering membantu Kedutaan Besar RI di Belgia untuk urusan expo dan
mendukung sepenuhnya program peningkatan ekspor dari Indonesia ke Belgia. BELINDO
memiliki slogan “Pantang pulang membawa barang” dan “Kapal sudah dibakar kapten,
tidak ada sekoci untuk Kembali”.
a) Latar Belakang Sejarah BELINDO
BELINDO bersumber dari kegigihan anak muda, Nadir Oulad Omar yang
tinggal di Dendermonde, sebuah kota kecil di Belgia. Awal tahun 1990, Nadir yang
saat itu berumur sekitar 50 tahun mulai bekerja di sebuah pabrik mebel milik
seorang pengusaha. Nadir memulai dari pekerjaan kasar, hingga mendesain sebuah
produk, dan pada akhirnya menjadi salah satu orang kepercayaan atasannya.
Dengan segala ilmu serta pengalaman yang telah Nadir dapatkan dari perusahaan
sebelumnya akhirnya Nadir memutuskan untuk resign dan membuat perusahaan
sendiri.
Nadir memulai dengan terbang ke Semarang bersama Annick, pacarnya, untuk
membeli mebel sebanyak dua container untuk dibawa ke Belgia. Nadir bertemu
Bapak Warno, seorang supir travel yang menemaninya untuk mencari kebutuhan
Nadir di Jepara, dan menjadi orang kepercayaan Nadir selama di Indonesia. Karena
jualan Nadir laku keras, ia memutuskan untuk sering membeli mebel di Indonesia.
Tidak hanya itu saja, Nadir berkeliling Solo, Klaten, dan Yogyakarta untuk bertemu
perajin: melihat, bertanya, mengenal, bergaul, dan menimbang-nimbang perilaku
perajin. Setiap tahun, dua kali Nadir mengunjungi perajin untuk
mentraining/membina mereka secara individual. Fokus Nadir adalah
memberdayakan perajin kecil Indonesia yang dicintainya, sekaligus “mengangkat”
mereka.
b) KBRI Brussel
Brussel adalah kota expo. Mengikuti expo adalah kegiatan rutin Nadir untuk
memperkenalkan produk mebel Indonesia. Tahun 2005 menjadi tonggak sejarah
karena dalam expo Ghent terdapat dua peserta yang memamerkan mebel Indonesia
yaitu Nadir-Barabas dan KBRI Brussels, dan menjalin hubungan baik dengan KBRI
Brussels. Pada 2009 Nadir mengundang pengusaha asal Indonesia untuk turut serta
menjual, dan mempromosikan produknya dalam pameran DECOOH di Belgia.
Pameran ini didukung oleh Kedubes RI di Belgia. Pameran DECOOH ini
berlangsung selama lima hari dan selama lima hari itu pengusaha UKM dari
Indonesia melihat, merasakan, dan mencari peluang dari kesempatan ini.
Tujuannya adalah membuka wawasan bagi para pengusaha tersebut untuk melihat
dan merasakan langsung bagaimana mereka berhadapan dengan orang Belgia asli
serta belajar bagaimana melakukan negosiasi produk hingga tercipta penjualan.
Pada saat ini juga Nadir berkenalan salah satu seorang peserta bernama Sulis yang
nantinya menjadi partner-nya yang menjabat sebagai co-founder BELINDO.
BELINDO juga membuat “Business Corner” di sudut ruangan di kantor kedutaan
RI di Belgia, yang berfungsi untuk promosi produk anggota BELINDO untuk
dikenal businessman/pengusaha di Belgia.
c) House of Indonesia (HoI) dan BELINDO
Nadir juga mengikuti expo skala nasional (dalam negeri). Pilihan jatuh pada
nama House of Indonesia untuk memberikan brand stand expo anggotanya dan
mulai dikenalkan pada Trade Expo Indonesia (TEI) di Kemayoran, Jakarta. Pada
saat itu Sulis terlibat dengan HoI tetapi sebagai wakil dari I-FAIR, International
Trading Company yang menjadi salah satu penyokong project HoI. Konsep HoI
saat itu adalah One Stop Shopping. HoI mendapat bantuan dari Kementerian
Perdagangan, yaitu tanah seluas 200 meter di area pameran, yang dapat dapat
digunakan untuk men-display produk-produk UKM (mebel, garmen, produk,
pertanian, dan home deco). Pada pertengahan Oktober 2015, bersama dengan
DEKOPIN, HoI mulai mempromosikan diri kembali di kantor pusat HoI,
Yogyakarta. Saat itu peserta expo mencapai 100 UKM. Seiring berjalannya waktu
Nadir dan timnya mulai mengubah nama brand menjadi BELINDO, dan mulai aktif
mengikuti event international. Tak hanya itu saja, organisasi ini mulai
mempersiapkan galeri di Dendermonde, Belgia, yang berfungsi sebagai tempat
men-display, mempromosikan, sekaligus kantor resmi organisasi ini, dan juga
membuat galeri di Klaten, Jawa Tengah, Indonesia, yang fungsinya sebagai tempat
men-display & mempromosikan produk UKM anggota BELINDO saat pembeli
dari Belgia datang ke Indonesia untuk melakukan verifikasi produk.
d) Dinamika BELINDO
Banyak masalah yang harus dihadapi dan dilewati, baik secara internal maupun
eksternal. Berikut masalah yang dihadapi BELINDO yaitu :
•
Sejak berdiri pada 2016, tahun selanjutnya merupakan tahun kampanye bagi
BELINDO melalui program HoI-nya. Beberapa kali BELINDO hadir di expo
Internasional di Indonesia, yang terdiri dari tim marketing dan tim
pengembangan ekspor. Di Indonesia, stand BELINDO didukung oleh
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia melalui DJPEN (Direktorat
Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional). Tugas tim Indonesia adalah
menyeleksi produk UKM yang siap ekspor untuk di-display di stand
BELINDO. Tugas dari tim Belgia adalah menginformasikan kepada buyer dari
Belgia untuk mampir ke stand BELINDO untuk melihat dan bertemu langsung
dengan pemilik produk UKM tersebut, dengan harapan terjadinya
transaksi/penjualan. Jika produk tersebut tidak laku, maka produk UKM itu
akan diletakkan di galeri BELINDO di Belgia untuk tetap dipromosikan dalam
kesempatan apapun. Dengan cara ini, penghematan biaya pameran oleh anggota
dapat ditekan oleh BELINDO. Untuk sementara masalah finansial ditanggung
oleh internal BELINDO sendiri.
Banyaknya anggota BELINDO yang masih belum memenuhi standar
ekspor maka pada 2017 Nadir dan timnya mengadakan seminar tentang “How
to enter European Market”, yang bertujuan untuk memberikan informasi
mengenai aturan masuk, persiapan barang, tata cara, dan informasi penting
lainnya yang dibutuhkan para pelaku UKM untuk memasuki pasar Eropa. Pada
2018 para anggota BELINDO mulai mendapatkan pesanan dari pembeli di
Belgia. Keuntungan menjadi anggota BELINDO adalah tidak ada minimal
pembelian. Semua pesanan akan dikirim dalam satu container dan diambil di
galeri HoI di Dendermonde, Belgia.
•
Pada Juni 2009, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
menerapkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang berfungsi untuk
memastikan produk kayu dan bahan bakunya diperoleh atau berasal dari
sumber/pengelolaannya memenuhi aspek legalitas. SLVK merupakan upaya
soft approach, yaitu perbaikan tata kelola pemerintahan atas maraknya
penebangan dan perdagangan kayu liar. Upaya ini diharapkan dapat
meningkatkan daya saing produk perkayuan Indonesia, mengurangi
penebangan illegal (illegal loging), dan perdagangan ilegal. Dengan SLVK,
para petani dari hutan rakyat dan masyarakat adat dapat menaikkan posisi tawar
dan tidak perlu pusing dengan hasil kayunya diragukan keabsahannya ketika
mengangkat kayu untuk dijual. Dengan menghilangkan SVLK bisa
menurunkan cita produk kayu Indonesia dan bisa menekan harga produk kayu.
Berikut prinsip-prinsip SLVK :
~Governance =
perbaikan tata kelola lebih baik.
~Representativeness =
keterwakilan para pihak, baik dalam pengembangan sistem maupun
pemantauan.
~Transparent =
sistem terbuka untuk diawasi oleh semua pihak.
DIP atau Demi Istri Production adalah rumah produksi film pribadi berbasis perusahaan
keluarga yang dibangun oleh Susanti Dewi dengan penuh perjuangan bersama suaminya,
Fajar Nugros. Fajar bertanggung jawab sebagai penulis dan film director, Santi sebagai
produser DIP, dan juga dibantu oleh Kakak Santi yaitu Susy Octavia, yang bekerja sebagai
direktur keuangan dan co-produser. DIP berdiri pada 2012 dengan nama resmi PT Jawa
Sumatera Sinemakmur, yang berlokasi di Cipete Selatan, Cilandak, Jakarta Selatan.
Struktur organisasi DIP pun relatif sederhana dan fungsional. Diawal perjalanan DIP hanya
melayani / product service untuk client atau rumah-rumah produksi yang telah ada seperti
Maxima, Starvision, dan MD Pictures. Nama “Demi Istri Production” terlintas di benak
Fajar sebagai pengingat bahwa ia bekerja untuk keluarga, “Demi Istri dan Anak” adalah
motivasi utama untuk membuat rumah produksi DIP. Logo DIP melambangkan sosok
perempuan (istri) yang mempresentasikan keluarga. Kedua pasangan ini dikenal sebagai
“pasangan hidup yang berkarir di dunia yang sama” atau “pasutri sehari dalam film”.
Santi dulu merupakan mahasiswi Sastra Prancis Universitas Indonesia. Karir perdana
dalam dunia perfilman bermula pada tahun 2007-2012, Santi bekerja sebagai Head of
Business Development & Promotion di MNC Picture.
Fajar Nugros adalah salah satu sutradara nasional kelahiran Yogyakarta yang dahulu
merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Sejak SD, Fajar
sering menjuarai beberapa lomba. Fajar pun belajar mandiri dengan bergabung komunitas
film di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta bersama kakak kelasnya, Hanung
Bramantyo. Pada 2003, berhasil menyutradarai film pendek berjudul Jakjoglik dan film
pertamanya tayang berjudul Queen Bee (2009) yang diproduksi oleh Million Pictures.
Pada 12 Mei 2020, DIP resmi diakuisi oleh IDN Media dan berubah nama menjadi IDN
Pictures.