Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENYELESAIAN SENGKETA DALAM HUKUM INTERNASIONAL

DOSEN PENGAMPU :
Budi Ardianto, S.H., M.H.

NAMA KELOMPOK :
Fauzan Kautsar Firdaus :B1A122212
Telunia Omna Debora AD:B1A122219
Vebby Viola Sinaga :B1A122220
Mohammad Darussalam :B1A122247
Marta Ulina :B1A122248

ILMU HUKUM
UNIVERSITAS JAMBI
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
mata kuliah Hukum Internasional yang berjudul “Penyelesaian Sengketa Dalam Hukum
Internasional”. Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar
Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni al-qur’an dan sunnah untuk
keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Hukum Internasional di Program
Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum pada Universitas Jambi. Selanjutnya, kami mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Budi Ardianto, S.H., M.H selaku dosen
mata kuliah Hukum Internasional dan kepada segenap pihak yang telah memberikan
bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih memerlukan penyempurnaan terutama pada
bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik dan saran pembaca demi penyempurnaan
makalah. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, kami memohon maaf.
Demikian yang dapat kami sampaikan semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Jambi, 26 Mei 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2


DAFTAR ISI ........................................................................................................................................... 3
BAB I ...................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .............................................................................................................................. 4
A. Latar Belakang ............................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................................... 4
C. Tujuan............................................................................................................................................. 5
BAB II..................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ................................................................................................................................. 6
1. Pengertian Sengketa Internasional .................................................................................................. 6
2. Cara-Cara Penyelesaian Sengketa Dalam Hukum Internasional .................................................... 7
a Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai ............................................................... 7
b Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Kekerasan ......................................................... 9
3. Konflik Bersenjata Internasional Dan Konflik Bersenjata Non-Internasional .............................. 11
BAB III ................................................................................................................................................. 14
PENUTUP ........................................................................................................................................ 14
A. Kesimpulan .................................................................................................................................. 14
B. Saran ............................................................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 15

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum Internasional merupakan suatu aturan yang mengatur hubungan antar negara
yang bersifat lintas batas negara. Setiap negara tidak diwajibkan untuk terikat maupun tunduk
terhadap Hukum Internasional melainkan itu diserahkan kembali ke setiap negara untuk
tunduk atau tidak terhadap Hukum Internasional. Salah satu negara yang tunduk terhadap
Hukum Internasional yaitu negara Singapura, Malaysia, Thailand, Indonesia dan masih
banyak negara lainnya yang juga tunduk terhadap Hukum Internasional. Menurut Mochtar
Kusumaatmadja Hukum Internasional merupakan keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas
yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara-negara (hubungan
internasional) yang bukan bersifat perdata (Sefriani,2016:2).
Pembahasan Hukum Internasional tidak selalu membahas tentang hubungan antar
negara saja tetapi membahas juga tentang “Penyelesaian Sengketa Dalam Hukum
Internasional”. Menurut Merrils Sengketa merupakan ketidaksepahaman mengenai sesuatu
(Sefriani,2016:297). Sengketa wilayah secara garis besar dapat disebabkan oleh dua hal yaitu
dalam bentuk klaim terhadap seluruh bagian wilayah negara atau dapat juga dalam bentuk
klaim terhadap seluruh bagian dari wilayah negara yang berbatasan
(Kusumaatmadja,2003:164).
Penyelesaian suatu sengketa internasional menurut Hukum Internasional dengan dua
cara yaitu dengan cara penyelesaian sengketa secara damai dan penyelesaian sengketa secara
kekerasan. Para pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan sengketa, menurut Hukum
Internasioal setiap negara yang memiliki sengketa, wajib menyelesaikan sengketanya melalui
cara damai terlebih dahulu. Penyelesaian sengketa secara damai dapat dibagi menjadi dua
yaitu Jalur Politik dan Jalur Hukum (Sefriani,2016,297). Para pihak yang bersengketa apabila
dalam menyelesaikan sengketa tidak bisa menyelesaikan sengketa dengan jalur damai maka
menurut Hukum Internasional para pihak yang bersengketa dapat menyelesaikan sengketanya
dengan melalui jalur penyelesaian sengketa secara kekerasan. Penyelesaian sengketa secara
kekerasan ada 2 cara yaitu melalui Jalur Perang dan Jalur Non Perang.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalahnya, yaitu :
1. Bagaimana pengertian dari sengketa internasional?
2. Bagaimana cara-cara penyelesaian sengketa dalam hukum internasional?
3. Bagaimana konfilik bersenjata internasional dan konflik bersenjata non-internasional?

4
C. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan tentang penyelesaian sengketa dalam
hukum internasional dan sebagaimana yang akan dijelaskan tentunya untuk mengetahui pengertian
dari sengketa internasional, cara-cara penyelesaiannya, serta penjelasan mengenai konflik bersenjata
internasional maupun non-internasional.

5
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Sengketa Internasional


Sengketa Internasional dapat dikatakan merupakan salah satu sisi dalam hubungan
internasional. Hal ini didasarkan atas suatu pemikiran bahwa hubungan-hubungan
internasional yang diadakan antar negara, negara dengan individu, atau negara dengan
organiasasi internasional, seringkali hubungan tersebut menimbulkan sengketa di antara
mereka. Hubungan internasional tersebut meliputi beberapa aspek kehidupan seperti politik,
social, ekonomi. Menurut Oscar Schachter hubungan masyarakat internasional di bidang
ekonomi adalah “ … Economic relation among states including, inter alia trade, finance,
investment, concesion, and developmentagreement, transfer of technology, economic
cooperationand economic aid”.
Sengketa internasional sering disamakan dengan istilah “sengketa antar negara”.
Pandangan ini merupakan pandangan klasik yang menganggap bahwa negara merupakan
satu-satunya subyek hukum internasional, sementara dalam perkembangannya saat ini bukan
saja negara yang merupakan subyek hukum internasional tetapi terdapat subyek hukum
internasional yang bukan negara yaitu individu dan organisasi internasional. Dengan
demikian, yang dimaksud dengan sengketa internasional adalah sengketa yang timbul atau
terjadi di antara negara dengan negara, negara dengan subyek hukum lain bukan negara dan
subyek hukum bukan negara satu sama lain.
Dalam studi hukum internasional publik dikenal dua macam sengketa internasional,
yaitu sengketa hukum (legal or judicial disputes) dan sengketa politik (political or
nonjusticiable disputes). Sengketa hukum adalah sengketa di mana suatu negara atau subyek
hukum lainnya mendasarkan sengketa atau tuntutannya atas ketentuan-ketentuan yang
terdapat dalam suatu perjanjian atau yang telah diakui oleh hukum internasional. Adapun
yang dimaksud dengan sengketa politik adalah sengketa yang tuntutannya didasarkan atas
pertimbangan non yuridis, misalnya atas dasar politik atau kepentingan nasional lainnya.
Meskipun diakui bahwa tidaklah selalu mudah untuk membedakan apakah sengketa itu
bersifat politik atau bersifat hukum.
Para ahli hukum internasional membenarkan bahwa pembedaan sengketa
internasional atas sengketa hukum dan sengketa politik memang ada tetapi mereka belum
mendapat kata sepakat mengenai isinya. Hal ini disebabkan oleh karena sampai sekarang
belum ditemukannya satu dasar yang sungguh-sungguh objektif yang memungkinkan adanya
satu klasifikasi yang jelas dari dua macam perselisihan tersebut. Akan tetapi satu pandangan
yang lazimnya dianut ialah bahwa suatu perselisihan yang tunduk kepada putusan pengadilan
adalah suatu perselisihan yang untuknya ada satu kaidah hukum yang dapat diterapkan
kepada perselisihan. Artinya bahwa terhadap perselisihan lain yang tidak tunduk kepada
putusan pengadilan, tidak terdapat kaidah hukum internasional yang boleh diterapkan.

6
2. Cara-Cara Penyelesaian Sengketa Dalam Hukum Internasional

a Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai


Penyelesaian sengketa internasional secara damai menjadi langkah utama yang harus
diupayakan. Langkah ini jauh lebih baik dibandingkan penggunaan cara kekerasan atau
konflik bersenjata. Di sisi lain, upaya damai dalam penyelesaian konflik merupakan amanat
Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Cara penyelesaian sengketa secara damai dapat
dilakukan apabila para pihak telah menyepakati untuk menemukan suatu solusi yang
dialatarbelakangi oleh sikap bersahabat. J.G. Starke dalam Pengantar Hukum Internasional
(2007) menjabarkan 8 jenis cara penyelesaian sengketa internasional secara damai, yakni
arbitrase, penyelesaian yudisial, negosiasi, jasa-jasa baik (good offices), mediasi, konsiliasi,
penyelidikan, dan penyelesaian di bawah organisasi PBB. Berikut penjelasan singkat
mengenai sejumlah cara penyelesaian sengketa internasional secara damai :
1 Negosiasi
Negosiasi hingga kini masih menjadi cara untuk menjembatani diskusi antar-negara
yang terlibat dalam sengketa internasional. Meski ia tergolong metode tradisional,
negosiasi tetap efektif. Negosiasi tidak memerlukan pihak ketiga, serta berfokus pada
diskusi terkait hal-hal yang menjadi persoalan di mata pihak-pihak yang bersengketa.
Melalui negosiasi, perbedaan persepsi antar-dua belah pihak bisa dipertemukan untuk
menghasilkan solusi sengketa. Kendati demikian, negosiasi akan menjadi begitu sulit
dilaksanakan jika salah satu negara enggan melakukan negosiasi. Proses negosiasi
juga hanya mungkin terjadi jika pihak yang berselisih mau mengakui eksistensi satu
sama lain.
2 Mediasi
Mediasi mirip dengan negosiasi. Perbedaannya, dalam mediasi, ada keterlibatan pihak
ketiga yang berperan sebagai perantara yang mempertemukan pihak-pihak yang
bersengketa. Pelaksanaan mediasi dapat berlangsung jika pihak bersengketa sepakat
terhadap kehadiran pihak ketiga dan beserdua menerima syarat dari masing-masing
kubu. Dalam mediasi, pihak ketiga yang menjadi mediator mempunyai peran aktif
mendamaikan kubu-kubu yang berselisih. Mediator juga memiliki kewenangan
memimpin perundingan, serta menjadi fasilitator yang mendistribusikan proposal
penyelesaian sengketa dari masing-masing pihak.
3 Jasa-jasa Baik (Good Offices)
Jasa-Jasa baik (Good Offices) adalah tindakan pihak ketiga yang berusaha mendorong
perundingan atau memfasilitasi penyelenggaraannya, tanpa berperan aktif di
pembahasan masalah sengketa. Pihak ketiga bisa negara atau organisasi internasional
yang bertindak untuk memberikan jasa-jasa baik. Pihak yang bersengketa dapat
meminta kehadiran jasa-jasa baik saat proses negosiasi buntu. Berbeda dari peran
mediator dalam mediasi, pihak ketiga yang menjalankan fungsi jasa-jasa baik hanya
mempertemukan kubu yang berselisih tanpa terlibat dalam perundingan. Dalam jasa-
jasa baik, pihak ketiga sekadar fasilitator dan menawarkan saluran komunikasi supaya
dimanfaatkan oleh para pihak yang bersengketa demi terlaksananya perundingan.
4 Konsiliasi
Konsiliasi memiliki dua arti. Pertama, konsiliasi merupakan metode penyelesaian
sengketa secara damai melalui perantara negara lain atau badan penyelidikan dan
komite tertentu yang dinilai tidak berpihak kepada salah satu yang bersengketa.

7
Kedua, konsiliasi merupakan metode penyelesaian konflik yang dilakukan dengan
menyerahkannya pada sebuah komite untuk membuat semacam laporan investigasi
dan memuat usul penyelesaian kepada pihak yang bertikai. Jika dibandingkan dengan
mediasi, metode konsiliasi lebih formal. Sebab, dalam konsiliasi, pihak ketiga
ditunjuk atau dibentuk oleh pihak-pihak yang bersengketa dan diberi kewenangan
tertentu dalam penyelesaian konflik. Komite atau komisi yang dibentuk dalam proses
konsiliasi bisa sudah terlembaga atau sekadar ad hoc (sementara). Komisi itu bisa
merumuskan syarat-syarat penyelesaian konflik, tapi putusannya tidak mengikat para
pihak yang berselisih.
5 Penyelidikan (Pencarian Fakta atau Inquiry)
Penyelidikan berfokus pada tujuan pencarian fakta. Metode ini berupa penyelidikan
secara khusus untuk pengumpulan bukti dan permasalahan yang dianggap menjadi
pangkal sengketa. Komisi yang dibentuk kemudian mengungkapkan hasil
penyelidikan yang disertai rekomendasi cara ataupun solusi penyelesaian sengketa.
Pada 18 Desember 1967, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sudah mengeluarkan
resolusi kepada anggotanya untuk menyelesaikan sengketa internasional dengan
pencarian fakta.
6 Penyelesaian di Bawah Organisasi PBB
Pasal 1 Piagam PBB menyebutkan, di antara tujuan pembentukan PBB adalah untuk
memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Tujuan ini erat kaitannya
dengan upaya penyelesaian sengketa internasional secara damai. PBB memiliki
lembaga bernama International Court of Justice yang berperan penting dalam proses
penyelesaian sengketa antar-negara melalui Dewan Keamanan (DK). Dewan
Keamanan memiliki kewenangan untuk melakukan upaya-upaya terkait penyelesaian
sengketa.
7 Arbitrase
Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa internasional dengan mengajukan
masalah konflik ke pihak tertentu, yang dipilih untuk memutuskan sengketa tanpa
harus memperhatikan ketentuan hukum secara ketat. Arbitrase telah dikenal lama
dalam hukum internasional. Dalam penyelesaian satu kasus sengketa internasional,
sengketa diajukan kepara para arbitrator yang dipilih secara bebas oleh pihak-pihak
yang bersengketa. Jadi, arbitrase hanya dapat dilakukan dengan persetujuan negara-
negara atau pihak-pihak yang bersengketa.
8 Penyelesaian Yudisial
Penyelesaian Yudisial atau Judicial Settlement adalah penyelesaian yang dihasilkan
melalui suatu pengadilan internasional yang dibentuk berdasarkan pemberlakuan
kaidah-kaidah hukum. Pengadilan internasional dapat dibagi jadi dua kategori yaitu
pengadilan permanen dan pengadilan ad hoc atau pengadilan khusus. Pengadilan
internasional permanen contohnya adalah Mahkamah Internasional (ICJ). Peradilan
internasional memutuskan masalah sengketa berdasarkan pada ketentuan hukum, atau
berbeda dengan arbitrase internasional yang bisa cuma mempertimbangkan aspek
kepantasan. Di sisi lain, peradilan internasional digelar terbuka, sedangkan arbitrasi
internasional tertutup.

8
b Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Kekerasan
Apabila negara-negara tidak mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa-
sengketa mereka melalui jalur diplomasi atau damai (bersahabat), maka salah satu cara yang
dapat digunakan sebagai jalan keluar penyelesaian sengketa adalah melalui jalur pemaksaan
atau kekerasan. Penyelesaian sengketa internasional dengan menggunakan kekerasan secara
garis besar dibagi menjadi :
1 Perang
Keseluruhan tujuan dari perang adalah untuk menaklukan negara lawan dan untuk
membebankan syarat-syarat penyelesaian sengketa di mana negara yang ditaklukan
tersebut tidak memiliki alternatif lain selain mematuhinya.Cara perang untuk
menyelesaikan sengketa merupakan cara yang telah diakui dan di praktikkan sejak
lama. Bahkan perang telah juga dijadikan sebagai alat atau instrumen dan kebijakan
luar negeri untuk memaksakan hak-hak dan pemahaman mereka mengenai aturan-
aturan hukum internasional. Dalam perkembangannya kemudian, seiring dengan
berkembangnya teknologi senjata pemusnah massal, masyarakat internasional
menyadari besarnya bahaya dari penggunaan perang, karenanya masyarakat
internasional sekarang ini tengah berupaya untuk menghilangkan cara penyelesaian
ini atau sedikitnya dibatasi penggunaannya. Hukum internasional sebenarnya telah
melarang penggunaan kekerasan bersenjata dalam penyelesaian sengketa
internasional. Dalam Pasal 2 ayat (3) Piagam PBB menyebutkan ‘All members shall
settle their international disputes by peaceful means in such a manner that
international peace and security are not endangered’, Pasal tersebut menyebutkan
bahwa setiap negara anggota PBB diwajibkan untuk menempuh cara-cara penyelesian
sengketa secara damai. Kewajiban lainnya yang melarang penggunaan kekerasan
dalam Piagam tercantum dalam Pasal 2 ayat (4). Pasal ini menyatakan bahwa dalam
hubungan internasional, semua negara harus menahan diri dalam menggunakan cara-
cara kekerasan, ‘All members shall refrain in their international relations from the
threat or use of force against the territorial integrity or political independence of any
state or in any manner inconsistent with the purpose of the United Nations.’
Penggunaan kekerasan senjata dalam suatu sengketa hanya dapat dimungkinkan pada
saat keadaan terdesak untuk melakukan pembelaan diri apabila terlebih dahulu
diserang oleh negara lain. Tindakan ini didasarkan pada Pasal 51 Piagam PBB yang
menyatakan: Nothing in the present Charter shall impair the inherent right of
individual or collective self-defence if an armed attack occurs against a Member of
the United Nations… Measures taken by Members in the exercise of this right of self-
defence shall be immediately reported to the Security Council…”.Penggunaan perang
sebagai alternatif penyelesaian suatu sengketa internasional merupakan pilihan yang
harus digunakan dalam situasi tertentu. Penggunaan senjata sebagai media
penyelesaian sengketa harus dilakukan untuk alasan pertahanan diri dan bukan
sebagai tindakan untuk menekan pihak lain. Penggunaan perang sebagai alternatif
penyelesaian suatu sengketa internasional merupakan pilihan yang harus digunakan
dalam situasi tertentu. Penggunaan senjata sebagai media penyelesaian sengketa harus
dilakukan untuk alasan pertahanan diri dan bukan sebagai tindakan untuk menekan
pihak lain.

9
2 Retorsi (Retortion)
Retorsi merupakan istilah untuk melakukan pembalasan oleh suatu negara terhadap
tindakan-tindakan tidak pantas dari negara lain, balas dendam tersebut dilakukan
dalam bentuk tindakan-tindakan sah yang tidak bersahabat, misalnya pemutusan
hubungan diplomatik, pencabutan hak istimewa, penghentian bantuan ekonomi dan
penarikan konsesi pajak dan tarif. Keadaan yang memberikan penggunaan retorsi
hingga kini belum dapat secara pasti ditentukan karena pelaksanaan retorsi sangat
beraneka ragam. Dalam Pasal 2 paragraf 3 Piagam PBB ditetapkan bahwa anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa harus menyelesaikan sengketa mereka dengan cara
damai sehingga tidak mengganggu perdamaian dan keamanan internasional dan
keadilan. Penggunaan retorsi secara sah oleh negara anggota PBB terikat oleh
ketentuan piagam tersebut.
3 Tindakan-Tindakan Pembalasan (Reprisal)
Reprisal adalah upaya paksa untuk memperoleh jaminan ganti rugi, akan tetapi
terbatas pada penahanan orang dan benda. Pembalasan merupakan upaya yang
dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain dengan maksud untuk
menyelesaikan sengketa yang timbul oleh karena negara tersebut telah melakukan
tindakan yang tidak dibenarkan. Perbedaan tindakan repraisal dan retorsi adalah
bahwa pembalasan adalah mencakup tindakan yang pada umumnya dapat dikatakan
sebagai tindakan ilegal, sedangkan retorsi meliputi tindakan balas dendam yang dapat
dibenarkan oleh hukum. Pembalasan dapat dilakukan dengan bentuk pemboikotan
barang-barang terhadap suatu negara tertentu, suatu embargo atau suatu penyanderaan
terhadap seseorang. Saat ini pada umumnya bahwa suatu pembalasan hanya
dibenarkan apabila negara yang menjadi tujuan tindakan ini bersalah karena
melakukan tindakan yang sifatnya merupakan pelanggaran internasional. Reprisal
dapat dilakukan dengan syarat sasaran reprisal merupakan negara yang melakukan
pelanggaran internasional, negara yang bersangkutan telah terlebih dahulu diminta
untuk mengganti kerugian yang muncul akibat tindakannya, serta tindakan reprisal
harus dilakukan dengan proporsional dan tidak berlebihan.
4 Blokade Secara Damai
Blokade secara damai adalah tindakan blokade yang dilakukan pada waktu damai.
Tindakan ini pada umumnya ditunjukan untuk memaksa negara yang pelabuhannya
diblokade untuk mengganti kerugian oleh negara yang melakukan blokade. Blokade
secara damai dapat dipandang sebagai suatu prosedur kolektif yang diakui untuk
memperlancar penyelesaian sengketa antara negara. Secara tegas tindakan blokade
disebut dalam Pasal 42 Piagam PBB sebagai suatu tindakan yang boleh diprakasai
oleh Dewan Keamanan demi untuk memelihara kedamaian dunia.
5 Intervensi (Intervention)
Internvensi merupakan cara untuk menyelesaikan sengketa internasional dengan
melakukan tindakan campur tangan terhadap kemerdekaan politik negara tertentu.
Hukum internasional pada prinsipnya menegaskan bahwa suatu negara dilarang untuk
turut campur dalam urusan negara lain. Hal ini ditekankan dengan jelas dalam Pasal 2
ayat (4) dan ayat (7) Piagam PBB, yang mana melarang negara anggota untuk ikut
campur dalam urusan dalam negeri negara lain dalam bentuk apapun. Pengecualian
terhadap hal ini diberikan kepada Dewan Keamanan PBB yang mana berhubungan

10
dengan pelaksanaan Bab VII Piagam PBB. Suatu negara dapat melakukan tindakan
intervensi dengan beberapa alasan, J.G Starke beranggapan bahwa tindakan intervensi
negara atas kedaulatan negara lain belum tentu erupakan suatu tindakan yang
melanggar hukum. Ia berpendapat bahwa terdapat kasus-kasus tertentu dimana
tindakan intervensi dapat dibenarkan menurut hukum internasional. Tindakan tersebut
adalah apabila :
a Intervensi kolektif yang ditentukan dalam Piagam PBB;
b Untuk melindungi hak dan kepentingan serta keselamatan warga negaranya di
negara lain;
c Jika negara yang diintervensi dianggap telah melakukan pelanggaran berat
atas hukum internasional.
Suatu tindakan intervensi harus dilakukan dengan mendapatkan izin terlebih dahulu
melalui Dewan Keamanan PBB. Izin ini berbentuk rekomendasi yang berisikan
pertimbangan-pertimbangan terhadap keadaan yang menjadi alasan tindakan
intervensi dan apakah tindakan intervensi diperlukan dalam keadaan tersebut.

3. Konflik Bersenjata Internasional Dan Konflik Bersenjata Non-Internasional


Sebelum Konvensi Jenewa diadopsi pada tahun 1949, hukum perang hanya mengatur
konflik bersenjata yang terjadi antar negara (konflik bersenjata internasional. Konvensi yang
diadopsi sebelum tahun 1949 misalnya Konvensi Jenewa 1907 atau Protokol Gas Jenewa
1925, hanya berlaku pada situasi konflik bersenjata internasional. Saat itu hukum perang
tidak memberikan perhatian pada konflik yang terjadi di dalam teritori suatu negara, atau
konflik antara pemerintah kolonial dengan wilayah yang terjajah. Situasi yang demikian
merupakan yurisdiksi nasional dari negara yang bersangkutan. Pengaturan Hukum Humaniter
Internasional dalam situasi yang disebut dengan konflik bersenjata non-internasional tersebut
kemudian muncul setelah diadopsinya Pasal 3 ketentuan yang bersamaan dalam Konvensi
Jenewa 1949, serta Protokol Tambahan I Pasal 1 ayat (4) dan Protokol Tambahan II.
a. Konflik Bersenjata Internasional
Instrumen Hukum Humaniter Internasional yang berkaitan dengan situasi konflik
bersenjata internasional terletak pada Pasal 2 Ketentuan yang bersamaan dari keempat
Konvensi Jenewa 1949 yang menyatakan sebagai berikut:
In addition to the provisions which shall be implemented in peacetime, the present
Convention shall apply to all cases of declared war or of any other armed conflict which may
arise between two or more of the High Contracting Parties, even if the state of war is not
recognized by one of them;
The Convention shall also apply to all cases of partial or total occupation of the
territory of a High Contracting Party, even if the said occupation meets with no armed
resistance.
Situasi yang diatur dalam pasal tersebut adalah sengketa bersenjata yang berlangsung
antara dua negara atau lebih, baik dalam situasi perang yang yang diumumkan (declared
war), maupun bila keadaan perang tidak diakui oleh para pihak sekalipun. Status konflik
bersenjata internasional diperoleh dari suatu fakta bahwa pertikaian berlangsung antara para

11
pihak peserta agung dari Konvensi-konvensi Jenewa yang berarti haruslah berupa negara.
Dengan demikian, maka menurut doktrin tradisional, konsep konflik bersenjata internasional
hanya melibatkan negara-negara.
Mengamati rumusan Pasal 2 ketentuan yang bersamaan dari Konvensi-konvensi
Jenewa serta Pasal 1 ayat (4) Protokol I, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
konflik bersenjata internasional meliputi :
a Konflik bersenjata antar negara;
b Konflik bersenjata antara bangsa (people) melawan colonial domination, alien
occupation, dan racist regimes yang lazim disebut war of national liberation.
b. Konflik Bersenjata Non-Internasional
Pada saat ini, konflik yang lebih banyak terjadi bukanlah konflik antar negara, tetapi
lebih banyak antara negara dengan kelompok bersenjata yang terorganisasi, atau antar
kelompok yang serupa, yang sifatnya bukanlah konflik internasional. Konflik seperti ini
memiliki banyak istilah antar lain perang saudara, pemberontakan, revolusi, terorisme, perang
gerilya, perlawanan, pemberontakan internal, atau perang untuk menentukan nasib sendiri.
Pengaturan Hukum Humaniter Internasional mengenai konflik bersenjata non internasional
dapat ditemukan pada Pasal 3 ketentuan yang bersamaan dari Konvensi-konvensi Jenewa
1949 serta Protokol Tambahan II 1977. Sejumlah perjanjian mengenai pengaturan,
pelarangan dan pembatasan senjata tertentu pun berlaku dalam situasi konflik bersenjata non-
internasional. Selain itu, hukum internasional kebiasaan pun memainkan peran yang sangat
penting oleh karena terbatasnya jumlah perjanjian internasional yang mengatur jenis konflik
ini.
Pada bagian ini akan dijabarkan pengaturan mengenai konflik bersenjata non-
internasional dalam Hukum Humaniter Internasional menurut Pasal 3 Konvensi Jenewa 1949
dan Protokol Tambahan II 1977 :
a Pasal 3 Ketentuan yang bersamaan Konvensi Jenewa 1949
Konsep perang saudara atau pemberontakan tidak diatur dalam hukum perang
tradisional seperti Konvensi den Haag 1907 atau Konvensi Jenewa 1929.
b Protokol Tambahan II Konvensi Jenewa 1977
bahwa Protokol Tambahan II bersifat mengembangkan (develops) dan menambah
(supplements) pasal 3 ketentuan yang bersamaan dari Konvensi Jenewa.
c. Konflik Bersenjata Yang Diinternasionalisasikan
Pada umumnya, suatu konflik bersenjata akan diasumsikan sebagai konflik
internasional atau non-internasional. Suatu konflik bersenjata non-internasional dapat
berubah karakter menjadi konflik bersenjata yang diinternasionalisasikan ketika intervensi
suatu negara asing memasuki arena konflik internal
Putusan tingkat banding pada Pengadilan Pidana Internasional untuk Bekas
Yugoslavia (ICTY) untuk kasus Prosecutor v Tadic menguraikan bahwa konflik bersenjata
internal yang meluas ke luar wilayah suatu negara dapat menjadi konflik internasional atau
pada keadaan tertentu memberikan segi internasional kepada konflik internal tersebut
apabila pertama, suatu negara asing mengintervensi perang secara langsung melalui
angkatan bersenjatanya atau kedua, bahwa pihak non negara yang terlibat dalam konflik

12
internal tersebut bertindak atas nama suatu negara lain, ini lazim disebut intervensi tidak
langsung. Dalam hal ini Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC)
dalam Putusan Tingkat Pertama Prosecutor v Lubanga menggunakan analisis tersebut dan
menerapkan overall control test untuk mengukur tingkat kendali negara asing terhadap aktor
non negara dalam suatu konflik bersenjata internal, yaitu dengan melihat apakah negara
tersebut berpartisipasi dalam pengorganisasian, dan perencanaan serta koordinasi serangan
militer dari kelompok bersenjata tersebut di samping memberikan bantuan finansial,
pelatihan militer, dan pengadaan bantuan operasional.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sengketa Internasional dapat dikatakan merupakan salah satu sisi dalam hubungan
internasional. Hal ini didasarkan atas suatu pemikiran bahwa hubungan-hubungan
internasional yang diadakan antar negara, negara dengan individu, atau negara dengan
organiasasi internasional, seringkali hubungan tersebut menimbulkan sengketa di antara
mereka. Peran yang dimainkan hukum internasional dalam penyelesaian sengketa
internasional adalah memberikan cara bagaimana para pihak yang bersengketa
menyelesaikan sengketanya menurut hukum internasional. Dalam perkembangan awalnya,
hukum internasional mengenal dua cara penyelesaian yaitu cara penyelesaian secara damai
dan perang (militer). Konflik bersenjata internasional terjadi apabila melibatkan dua negara
atau lebih. Sedangkan konflik bersenjata non internasional adalah suatu konflik terjadi dalam
suatu wilayah negara antara pemerintah dengan warga negara yang memberontak.

B. Saran
Demikianlah makalah yang kami buat mengenai penyelesaian sengketa dalam hukum
internasional. Semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan para pembaca. Kami mohon
maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas karena
kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Kami juga sangat mengharapkan
saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dari
kami semoga dapat diterima dan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Boer Mauna, Hukum Internasional (Pengertian, Peranan, dan Fungsi Dalam Era Dinamika
Global), Edisi Kedua, PT. Alumni, Bandung, 2005.
Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Cetakan Ketiga, Sinar Grafika,
Jakarta, 2008.
Huala Adolf, Arbitrase Komersial Internasional. PT. Radja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kedua,
PT. Alumni, Bandung, 2003.
Prof. Dr.. Sefriani, S.H., M.Hum., Hukum Internasional Suatu Pengantar, Edisi Kedua, PT.
RajaGrafindo Persada, Depok.
Ida Bagus Wyasa Putra, Aspek-Aspek Hukum Perdata Internasional (Dalam Transaksi Bisnis
Internasional), PT Refika Aditama, Bandung, 2000.
Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. UNILA.
Septiana Lia Radian. Tinjauan Tentang Konflik Bersenjata Dan Situasi Di Suriah.
https://tirto.id/cara-penyelesaian-sengketa-internasional-secara-damai-contoh-gEvP
https://suduthukum.com/2017/06/penyelesaian-sengketa-internasional-secara-
kekerasan.html#:~:text=Penyelesaian%20sengketa%20internasional%20dengan%20menggun
akan%20kekerasan%20secara%20garis,pembalasan%20%28repraisals%29%20Blokade%20s
ecara%20damai%3B%20Intervensi%20%28intervention%29.%20Perang.

15

Anda mungkin juga menyukai