Disusun Oleh :
NPM : 2174201080
Dosen Pengampu :
FAKULTAS HUKUM
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Akhirnya saya bisa menyelesaikan
tugas makalah saya mata kuliah Hukum Perdata Internasional yang di ampu oleh
bapak Hendi Sastra Putra,S.H.,M.H dengan judul “Pendekatan Hukum Perdata
Internasional Dalam Penyelesaian Sengketa Kontrak Komersial Internasional
Berbahasa Asing”.
Ucapan terima kasih kepada bapak Hendi Sastra Putra,S.H.,M.H yang telah
memberikan banyak ilmu kepada saya sehingga saya akhirnya bisa menyelesaikan
tugas ini. Di dalam penulisan makalah ini saya menyadari terdapat banyak
kesalahan dan kekeliruan. Oleh sebab itu saya berharap para pembaca dapat
memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar makalah ini dapat
lebih baik lagi. Demikian kami ucapkan terima kasih.
ii
DAFTAR ISI
2.3 Causa yang Halal dan Keabsahan Perjanjian yang Berbahasa Asing ................8
2.4 Mengetahui Titik Taut Primer Dalam Perkara Pembatalan Perjanjian Berbahasa
Asing .................................................................................................................11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1.3 Tujuan
4
5
1. Fungsi Simbolik Makna dari fungsi simbolik adalah bahwa bahasa yang
digunakan yang melambangkan sistem bunyi atau tulisan mengenai
pengertian-pengertian hukum. Bahasa hukum baik lisan maupun tertulis
harus dapat mengkomunikasikan konsep tentang hukum. Melalui fungsi
simbolik, bahasa diharapkan dapat diterima secara produktif serta
memberikan kemampuan berfikir yang teratur dan sistematis.
2. Fungsi Emotif Pada dasarnya bahasa memiliki fungsi menyampaikan pesan
berupa perasaan pada pihak lain. Di sisi yang lain bahasa hukum harus bebas
dari emosi, perasaan bersifat datar dan kering. Kesemuanya harus ditujukan
untuk mencapai kepastian hukumdan menghindari makna ganda dari bahasa
hukum.
3. Fungsi Afektif Fungsi ini sangat erat kaitannya dengan sikap, di mana
diharapkan agar norma-norma hukum yang dihasilkan mampu
meningkatkan kessadaran hukum dan dapat dikomunikasikan sehingga
dapat dimengerti dan mampu mengubah serta mengembangkan kepribadian
supaya taat hukum dan bersikap tegas sesuai dengan aturan hukum.
Pengertian bahasa hukum menurut J.J. H Bruggink sebagaimana dialih
bahasakan oleh Arief Shidarta adalah bahasa yang digunakan pada waktu
seseorang mempelajari hukum, berarti belajar cara berpikir secara yuridis.
Kegiatan untuk mempelajari hukum sendiri merupakan usaha untuk
menguasai bahasa hukum. Karena dalam bahasa hukum itulah cara berpikir
6
2.3 Causa yang Halal dan Keabsahan Perjanjian yang Berbahasa Asing
Pada dasarnya janji itu mengikat (pacta sunt servanda). Ungkapan itu diakui
sebagai aturan bahwa semua perjanjian yang dibuat para pihak secara bertimbal
balik pada hakikatnya dimaksudkan untuk dipenuhi dan dapat dipaksakan.
Kekuatan mengikat (pacta sunt servanda) dari perjanjian berkaitan erat dengan
akibat dari adanya perjanjian yaitu terikatnya para pihak yang mengadakan
perjanjian. Hal tersebut menunjukan bahwa hak yang lahir merupakan hak
perorangan (personlijk) dan bersifat relatif. Namun dalam kondisi tertentu dapat
diperluas (menjangkau) sampai pihak-pihak lain sebagaimana ditentukan dalam
Pasal 1317 KUHPerdata, 1318, 1365 dan 1576 KUHPerdata. Pasal 1338 ayat (1)
KUHPerdata sebagai pasal yang memuat asas kekuatan mengikat dari perjanjian
menegaskan : “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undnag bagi mereka yang membuatnya”. Artinya, untuk bisa berlaku mengikat
sebagai undang-undang perjanjian yang dibuat sendiri oleh para pihak harus
memenuhi syarat sahnya perjanjian.
Selain asas kekuatan mengikat, di dalam Pasal 1338 (1) KUHPerdata juga
memuat asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak lahir dari sistem
terbuka yang dianut Buku III KUHPerdata dan memperbolehkan para pihak
membuat undang-undang bagi mereka sendiri. Subekti mengatakan bahwa asas
kebebasan berkontrak memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat
perjanjian berisi apa saja, asal tidak bertentangan dengan undang- undang,
ketertiban umum, dan kesusilaan. Feenstra dan Margreet Ashmann sebagaimana
dikutip Johanness Ibrahim Kosasih menegaskan bahwa kebebasan berkontrak
dibedakan atas 2 (dua) yaitu dalam arti materiil dan dalam arti formil. Dalam arti
materiil, kebebasan berkontrak dikenal dengan sistem terbuka yang memberikan
kebebasan untukan menentukan isi atau substansi perjanjian sesuai yang kita
kehendaki dan tidak terikat pada tipe-tipe perjanjian tertentu. Sedangkan dalam arti
formil, kebebasan berkontrak merupakan kebebasan untuk membuat perjanjian
sesuai cara yang dikehendaki dan cukup dengan adanya persesuaian kehendak.
Kebebasan dalam arti formil ini sering disebut sebagai prinsip konsensualitas.
9
dan tidak pernah ada suatu perikatan, sehingga tidak ada dasar untuk saling
menuntut di depan hakim.
1. Pasal 1335 KUHPerdata :“Suatu persetujuan tanpa sebab, atau yang telah
dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai
kekuatan.”
2. Pasal 1336 KUHPerdata : “Jika tak dinyatakan sesuatu sebab, tetapi ada
suatu sebab yang halal, atau pun jika ada suatu sebab lain, dari pada yang
dinyatakan, persetujuannya namun demikian adalah sah.”
3. Pasal 1337 KUHPerdata : “Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang
oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau
ketertiban umum.”
Sebagai negara yang menganut kodifikasi hukum, dasar utama bagi hakim
dalam penegakan hukum di Indonesia adalah hukum positif yakni undang-undang.
Ketika suatu undang-undang tidak jelas atau tidak lengkap dalam mengatur suatu
peristiwa konkrit, hakim dituntut untuk selalu melakukan penemuan hukum
(rechtsvinding) salah satunya melalui metode penafsiran (interpretasi) . Penafsiran
oleh hakim merupakan penjelasan yang harus menuju kepada pelaksanaan yang
dapat diterima oleh masyarakat mengenai peraturan hukum terhadap peristiwa
konkret. Tujuan akhir penjelasan dan penafsiran dari peraturan hukum adalah untuk
merealisasikan fungsi agar hukum positif itu berlaku.
2.4 Titik Taut Primer dalam Perkara Pembatalan Perjanjian Berbahasa Asing
Titik Taut atau Pertalian Primer adalah faktor-faktor dan keadaan- keadaan
yang menciptakan persoalan Hukum Perdata Internasional (HPI). Faktor-faktor
yang menimbulkan isu HPI yaitu: 1) kewarganegaraan, 2) domisili (de jure) atau
tempat kediaman (de facto), dan 3) tempat kedudukan badan hukum (Ari Purwadi,
2016: 64). Unsur asing dalam Nine AM Ltd. v. BPLK, adalah tempat kedudukan
penggugat yang berada di Texas, USA. Dalam Ford v. Cheung, unsur asingnya
adalah kewarganegaraan kedua belah pihak, penggugat berkewarganegaraan
Inggris dan tergugat berkewarganegaraan China yang membuat perjanjian terkait
badan hukum Indonesia, sedangkan dalam CAKP v. MDS, tergugat berbadan
hukum dan berkedudukan di British Virgin Islands. Dengan terdapatnya unsur-
unsur asing yang menimbulkan isu HPI dalam perkara-perkara pembatalan
perjanjian berbahasa asing tersebut di atas, maka penyelesaian perkara-perkara
tersebut layak mempertimbangkan kaidah Hukum Perdata Internasional.
sosial dan politik. Untuk itu ketentuan ini dapat diklasifikasikan sebagai overriding
mandatory rules.
tingkat keseriusan dari pelanggaran, e) apakah salah satu atau kedua pihak
mengetahui atau sepatutnya mengetahui pelanggaran itu, f) apakah pelaksanaan
dari kontrak menjadi penyebab pelanggaran, g) harapan yang wajar dari para pihak.
(UNIDROIT Principles of International Commercial Contract: 2016).
Bahasa nasional pihak asing dan/atau bahasa Inggris dalam kontrak tersebut
tetap dapat digunakan sebagai padanan atau terjemahan dari naskah kontrak dalam
Bahasa Indonesia untuk menyamakan pemahaman atas kontrak dengan pihak asing,
dan selanjutnya kedua belah pihak dapat pula diperintahkan untuk menyepakati
bahasa mana yang digunakan dalam hal terjadi perbedaan penafsiran. Dalam hal
terjadi pokok persengketaan lain terkait isi maupun pelaksanaan kontrak tersebut,
hal itu merupakan persoalan lain di luar masalah overriding mandatory rules ini.
Selanjutnya dalam hal terjadi perbedaan penafsiran terhadap padanan atau
terjemahan kontrak, maka bahasa yang digunakan sebagai acuan dalam
penyelesaian sengketa adalah bahasa yang disepakati dalam kontrak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
17
DAFTAR PUSTAKA
18