Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Contract Drafting
Disusun Oleh:
Khofifah 33020180147
FAKULTAS SYARI’AH
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
karunia, dan hidayah-Nya sehingga akalah ini dapat kami selesaikan dengan tepat waktu.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Contract Drafting.
Adapun yang kami bahas dalam makalah ini adalah “Kajian Yuridis Hukum Adat dalam
Perjanjian”, karena materi inin sangatlah penting untuk diketahui.
Penulisan makalah ini melibatkan beberapa pihak dan tentunya dalam penulisannya
mengalami kendala. Meskipun sudah diupayakan dengan sungguh-sungguh, tidak tertutup
kemungkinan bahwa makalah ini masaih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengucapkan mohon maaf yang sebesar-sebarnya apabila terdapat kesalahan dan kekurangan
dalam penyusunan makalah ini. Kritik dan saran yang membangun senentiasa kami terima
dengan hati terbuka. Akhir kata, semoga penyusunan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN....................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan.......................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................3
A. Pengertian Perjanjian............................................................... 3
A. Kesimpulan.............................................................................. 11
B. Saran......................................................................................... 11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia dikenal dengan luasnya pulau yang dia miliki, dan masyarakat multikulturnya
yang saling menjaga toleransi antar suku, ras, dan agama. Masyarakat adalah komunitas yang
hidup berdasarkan asal-usul secara turun-menurun di atas satu wilayah adat, yang memiliki
hak atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat,
dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakat.
Dalam makalah ini, kami akan membahas mengenai pengertian perjanjian dan macam-
macam perjanjian dalam hukum adat, Maka semoga makalah ini membantu mengantarkan
pembaca untuk memahami tentang pengertian perjanjian dan macam-macam perjanjian
dalam hukum adat yang ada di Indonesia sekarang ini. Semoga makalah ini bisa membuka
pemikiran pembaca untuk sedikit memahaminya.
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perjanjian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Perjnjian adalah Persetujuan tertulis atau dengan
lisan yang dibuat oleh kedua pihak atau lebih , masing-masing bersepakat akan menaati apa
yang tersebut dalam persetujuan itu1. Pengertian Perjanjian telah diatur dalam pasal 1312
KUHPerdata, yang menyebukan perjanjian atau persetujuan bahwa perjanjian atau
persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih. Kata persetujuan tersebut merupakan terjemah dari
perkataan overeekomst dalam bahasa Belanda. Kata overeekomst lazimnya diterjemahkan
juga dengan kata perjanjian. Jadi persetujuan dalam pasal 1313 KUHPerdata sama artinya
dengan perjanjian2.
Menurut R. Setiawan, perjanjian merupakan suatu perbuatan hukm dimana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau
lebih3. Dari pendapat-pendapat diatas maka pada dasanya perjanjian adalah proses interaksi
atau hubungan hukum dan dua perbuatan oleh pihak yang lainnya sehingga tercapai
kesepakatan untuk menentukan isi Perjanjian yang akan mengikat kedua belah pihak. Suatu
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikat dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih. Pengertian perjanjian ini mengandung unsur:
b. Adanya subjek hukum, subjek hukum yaitu pendukung hak dan kewajiban. Subjek
dalam hukum perjanjian termasuk subjek hukum yang diatur dalam KUHPerdata,
sebagaimana diketahui bahwa Hukum Perdata Mengkualifikasikan subjek hukum
1
Departemen Pendidikan Nasional,2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, hlm
458
2
Sudikno Mertokusumo, 1985, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: liberty , hlm. 97
3
R. Setiawan, 1987, Hukum Perikatan-Perikatan pada Umumnya, Bandung: Bina Cipta, hlm 49
3
terdiri dari dua bagian yaitu manusi dan badan hukum. Sehingga yang membentuk
perjanjian menurut hukum Perdata bukan hanya manusia secara individual ataupun
kolektif, tetapi juga badan hukum atau rechtperson.
c. Adanya prestasi, prestasi pasal 1234 KUHPerdata terdiri atas utuk memberi sesuatu ,
untuk berbuat dan untuk tidak berbuat sesuatu.
d. Di bidang harta kekayaan. Pada umumnya kesepakatan yang telah dicapai antara dua
atau lebih pelaku bisnis dituangkan dala suatu bentuk tertulis dan kemudian ditanda
tangan oleh para pihak.4
Menurut Hilman Hadikusuma, Hukum Perjanjian Adat adalah hukum yang meliputi
uraian tentang hukum perhutangan (Schuldenrecht) adapun termasuk di dalamnya meliputi
soal mekanisme-mekanisme transaksi atas tanah dan transaksi yang menyangkut tanah.
Hukum perjanjian adat adalah hukum yang meliputi uraian tentang hukum perhutangan
termasuk soal transaksi tanah dan transaksi-transaksi yang menyangkut tanah, sepanjang hal
ini ada hubungannya dengan masalah perjanjian menurut hukum adat. 5 Selama ini yang
dimaksud hukum perhutangan secara adat adalah hukum yang menunjukan keseluruhan
peraturan-peraturan hukum yang menguasai hak-hak mengenai barang-barang selain
daripada tanah dan perpindahan dari pada itu dan hukum mengenai jasa-jasa.
Hukum perjanjian menurut kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan Hukum adat
mempunyai Perbedaan-perbedaan. Perbedaan ini disebabkan oleh latar belakangan alam
pikiran kebudayaan masyarakat. Hukum perjanjian barat bertitik tolak pada dasar
kepentingan perseorangan yang berifat kebendaan, sedangkan hukum perjanjian adat bertitik
tolak pada dasar kekeluargaan dan kerukunan serta bersifat tolong menolong. Disamping itu
perjanjian menurut hukum barat menerbitkan perikatan, sedangkan perjanjian menueurt adat
untuk mengikatnya perjanjian harus adanya tanda pengikat dan kemudian perjanjian menurut
hukum adat tidak selamanya menyangkut hubungan hukum mengenai harta benda, tetapi
juga menyangkut dengan persetujuan selain kebendan.
4
M. Husbi. 2009. Tinjauan Umum Mengenai Kontrak, Semarang: Pres Undip , hlm 4
5
Hilman Hadikusumo,1992, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Bandung: Madar Maju, hlm 12
4
Menurut Hilman Hadikusuma mengatakan bahwa hukum adat tidak mengenai perbedaan
antara benda-benda tetap dan benda begerak, tetap atau tidak tetapnya suatu benda dilihat
dari kemungkinan dan keadaan.6
Hukum perjanjian pada sasrnya mencangkup huku, tentang hutang piutang, dengan
adanya perjanjian maka pihak berhak untuk prestasi dan pihak lain berkewajiban untuk
memenuhi prestasi. Prestasi tersebut adalah mungkin menyerahkan benda atau melakukan
suatu perbuatan, atau tidak melakukan suatu perbuatan. Adapun bentuk-bentuk perjanjian
dalam hukum adat yaitu :7
1. Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit merupakan suatu perjanjian meminjam uang dengan atau tanpa
bunga, atau barang-barang tertentu yang harus dikembalikan sesuai dengan niainya
masing-masing pada saat yang telah disepakati. Hasil penelitian lapangan di Lampung
menyatakan bahwa peminjaman yang dikenakan bunga telah lazim terjadi , apabila yang
meminjam uang itu adalah orang luar, artinya yang tidak mempunyai hubungan
kekerabatan dengan pihak yang meminjam uang itu. Adanya bunga atau jaminan
terhadap pinjaman uang, rupa-rupanya merupakan pengaruh dari kebiasaan-kebiasaan di
kota para pendatang.
2. Perjanjian Kempitan
7
Bewa Ragawindo, 2008, Pengantar dan asas-asas Hukum adat Indonesia, Bandung: Universitas Padjadjaran,
hlm 103-111
5
dikembalikan dalam bentuk uang atau barang yang sejinis. Perjanjian kempitan ini lazim
terjadi dan pada umumnya menyangkut hasil bumi dan barang-barang dagangan.
Didalam perjanjian kempitan, terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu antara
lain:
b. Diadakan batas wakti pengembalian barang, dan kalau barang tersebut tidak
diambil, maka barang itu dijual atas dasar mufakat.
c. Dalam surat perjanjian itu ditentukan jumlah harga pengembalian barang tersebut.
d. Apabila barang yang dititipkan itu hilang, maka ada penggantian dan apabila
barang itu telah dijual orang yang dititipi barag tersebut harus diberi upah wajib
jerih payah.
3. Perjanjian Terbasan
4. Perjanjian Perburuhan
Ter Haar menyatakan bahwa tentang menumpang di rumahnya orang lain dan
mendapat makan dengan Cuma-Cuma tapi harus bekerja untuk tuan rumah , merupakan
hal yang berulang ulang dapat diketemukan dan sering bercampur baur dengan
memberikan penumangan kepada sanak saudara yang miskin dengan imbangan tenaga
bantuannya di rumah dan di ladang.
5. Perjanjian Pemegangkan
6. Perjanjian Pemeliharaan
Perjanjian ini dekenal di Bali dimana seseorang mnyerahkan dirinya bersama segala
harta bendanya kepada orang lain. Orang yang menerima penyerahan sedemikian itu
wajib menyelenggarakan pemakamannya dan pembakaran mayatnya si terpelihara, pula
7
wajib memelihara sanak saudaranya yang ditinggalkan, untuk itu semua maka ia berhak
atas harta peninggalannya.
c. Menyangkut kehormatan
8. Perjanjian Serikat
8
a. Sebagai bentuk kerjasama yang pada prinsipnya mengandung kegiatan tolong
menolong secara timbal balik, sehingga dapat digolongan dalam bentuk perikatan
tolong menolong.
Bentuk kerjasama tersebut kini telah mengalami perkembangan dan tdak semata-
mata menyangkut dengan uang saja, namun juga berkaitan dengan berbagai keperluan,
seperti keperluan rumah tangga dan lain-lainnya.
Transaksi ini merupakan suatu perikatan, dimana objek transaksi bukanlah tanah,
akan tetapi pengolahaan tanah dan tanaman di atas tanah tersebut. Proses tersebut
mungkin terjadi, oleh karena pemilik tanah tidak mempunyai kesempatan untuk
mengerjakan tanahnya sendiri, akan tetapi berkeinginan untuk menikmati hasil tanah
tersebut, maka dia dapat mengadakan perjanjian dengan pihak-pihak tertentu yang
mempu mengerjakan tanah tersebut, segan mendapatkan sebagaian dari hasilnya sebagai
upah atas jerih payahnya. Transaksi semacam ini dapat dijumpai hamper di seluruh
indonesia, dengan berbagai variasi, baik dari sudut penanamannya, pembagian hasilnya
dan setersnya.
Di Jawa Tengah, maka perjanjian ini tergantung pada kualitas tanah, macam
tanaman yang akan dikerjakan, serta penawaran bruh tani, kalau kualitas tanah baik,
maka pemilik tanah akan memperoleh bagian yang lebih besar, dengan demikian maka
ketentuan ketentuan adalah:
9
a. Penentuan bagian yang didasarkan pada kepentingan penggarap dan kualitas
tanah, dengan ketentuan penggarap memperoleh ½ bagian atau 2/3 bagian
b. Atas dasar kualitas dan tipe tanah, perjanjian bagi hasil berjangka waktu antara 3
sampai 5 tahun.
Ter Haar menyatakan “Pemilik ternak menyerahkan ternaknya kepda pihak lain
untuk dipelihara dan membagi hasil ternak atau peningkatan nilai dari hewan itu”.
Sebagai contoh di daerah lampung, maka lazimnya berlaku ketentuan-ketentuan , sebagai
berikut :
c. Pada unggas, maka bagi hasil tergantung pada musyawarah antara para pihak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
10
DAFTAR PUSTAKA
11