Anda di halaman 1dari 13

KONTRAK/PERJANJIAN

“Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Hukum Bisnis”

Dosen : Rini Susiani, S.E,. M.Ak., Ak., C.A.

Disusun Oleh :

Diva Amelia Sihotang (0119101159)


Arief Dermawan Saleh (0119101160)
Riska Alipah (0119101163)
Firda Amelia (0119101169)
Geby Elena Refka (0119101173)
Anisha Ferawati S (0119101174)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI S1

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS WIDYATAma

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat-
Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya.

Adapun makalah "Teori Etika Dan Prinsip Etis Dalam Bisnis" ini telah penulis usahakan dapat
disusun dengan sebaik mungkin dengan mendapat bantuan dari berbagai pihak, sehingga
penyusunan makalah ini dapat diselesaikan secara tepat waktu. Untuk itu penulis tidak lupa untuk
menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam

penulisan makalah ini.

Terlepas dari upaya penulis untuk menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya, penulis tetap
menyadari bahwa tentunya selalu ada kekurangan, baik dari segi penggunaan kosa-kata, tata
bahasa maupun kekurangan-kekurangan lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada penulis
membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang bermaksud untuk memberikan kritik dan saran

kepada penulis agar penulis dapat memperbaiki kualitas makalah ini.

Penulis berharap semoga makalah "Teori Etika Dan Prinsip Etis Dalam Bisnis" ini bermanfaat,
dan pelajaran-pelajaran yang tertuang dalam makalah ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya
oleh para pembaca.

DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar ..................................................................................................................... i

Daftar Isi ............................................................................................................................. ii

BAB 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................1
1.3 Tujuan Masalah ..................................................................................................1

BAB II Pembahasan

2.1 Pengertian Kontrak/Perjanjian ...........................................................................2


2.2 Kontrak dan Perikatan........................................................................................2
2.3 Asas-asas dalam Kontrak ...................................................................................2
2.4 Syarat Sah Kontrak ............................................................................................3
2.5 Prestasi dan Wanprestasi....................................................................................6
2.6 Overmacht/Force Majeure .................................................................................6
2.7 Berakhirnya Kontrak ..........................................................................................8

BAB III Penutup

Kesimpulan ............................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
Pendahuluan

Latar Belakang

Kontrak atau perjanjian dalam kehidupan sehari-hari menguasai begitu banyak aspek-
aspek perekonomian kita. Sudah begitu banyak kontrak yang dibuat ditengah masyarakat
hingga kita tidak tahu berapa banyak kontrak yang telah kita buat. Kontrak diartikan sebagai
suatu perjanjian antara dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk berbuat atau
tidak berbuat sesuatu hal yang khusus.Dewasa ini hubungan hukum yang terjadi dalam bentuk
perjanjian terlihat dengan adanya kecendrungan bahwa perjanjian-perjanjian itu selalu
diadakan dalam bentuk tertulis. Hal mana dimaksudkan untuk suatu pembuktian bahwa
diantara para pihak telah terikat suatu hubungan hukum perjanjian, tetapi ini bukan berarti
bahwa bentuk perjanjian yang dibuat secara lisan menjadi terabaikan.Perjanjian yang dibuat
secara tertulis ini memiliki berbagai macam bentuk, salah satu diantaranya adalah perjanjian
baku yang sering disebut dengan standard contract. Perjanjian baku/ perjanjian yang
mengandung klausula baku ini sangat dibutuhkan dalam dunia perdagangan yang semakin
maju dan dewasa ini, terutama karena dengan penggunaan perjanjian baku tersebut berarti para
pihak dapat mempersingkat waktu bernegosiasi. Hal ini sangat berguna jika dikaitkan dengan
prinsip bahwa waktu adalah uang.

Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari kontrak/ perjanjian?


2. Bagaimana cara dalam pemutusan kontrak/ perjanjian?
3. Hal- hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam pembuatan kontrak/ perjanjian?

Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian atau penjelasan tentang kontrak/perjanjian


2. Untuk mengetahui bagaimana cara pemutusan kontrak/ perjanjian
3. Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang harus dipenuhi dan diperhatikan dalam
pemutusan kontrak/ perjanjian
BAB II
Pembahasan
2.1 Pengertian
Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah
“Overeenkomst” dalam bahasa belanda atau “Agreement” dalam bahasa Inggris. Pengaturan
perjanjian dalam KUHPerdata diatur dalam buku ke tiga tentang perikatan. Menurut Pasal 1313
KUHPerdata, Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya. Selain pengertian perjanjian
KUHPerdata, berikut ini dikemukakan pengertian perjanjian menurut beberapa pakar hukum.
Menurut subekti, (1998:1) perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada
orang lain atau dimana orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dalam definisi
ini yang dimaksud suatu hal adalah sesuatu yang menjadi kesepakatan bersama yang harus
dilaksanakan bagi kedua belah pihak yang mengadakannya. Abdulkadir Muhammad,
(2000:225) merumuskan perjanjian sebagai suatu persetujuan dengan mana dua orang atau
lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan. Kontrak
dapat disamaartikan dengan perjanjian, hal mendasar perbedaan pengertian kontrak dan
perjanjian, yaitu kontrak merupakan suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis, sedangkan
perjanjian merupakan semua bentuk hubungan antara dua pihak dimana pihak yang satu
berjanji kepada pihak yang lain untuk melakukan sesuatu hal. Perjanjian tidak membedakan
apakah perjanjian tersebut dibuat tertulis maupun tidak, sehingga kontrak dapat diartikan
sebagai perjanjian secara sempit, yaitu hanya yang berbentuk tertulis. Hal ini memberikan arti
bahwa kontrak dapat disamakan dengan perjanjian. Donal Black dalam Black Law Dictionary
mendefinisikan kontrak sebagai sebuah kesepakatan antara dua orang atau lebih yang
menciptakan sebuah kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan suatu hal yang tertentu.
(M.Arsyad Sanusi:2001:36)

2.2 Kontrak dan Perikatan

Perikatan merupakan suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kakayaan dimana pihak
yang satu berhak atas suatu prestasi dan pihak yang lainnya berkewajiban melakukan prestasi.
Suatu perikatan lahir, baik karena undang-undang maupun berdasarkan karena
kontrak/perjanjian. Perikatan yang tidak kontrak/perjanjian namun lahir berdasarkan undang
undang mungkin timbul dari uuundang-undang saja atau akibat dari perbuatan manusia.
Hal tersebut diatur dalam Pasal 1352 KUH Perdata mengatakan bahwa:
"Perikatan-perikatan yang dilahirkan dari undang-undang timbul dari undang-undang.
Sedangkan pasal 1353 KUH Perdata menyatakan bahwa; dari undang-undang perbuatan
manusia, terbit dari perbuatan halal, atau dari perbuatan melawan hukum ( onrechmatige
perikatan sebagai akibat "Perikatan yang dilahirkan daad) saja adalah peristiwa-peristiwa
terténtu.Perikatan yang lahir ditetapkan melahirkan suatu hubungan hukum ( perikatan ) di
antara pihak-pihak yang bersangkutan, terlepas dari kemauan pihak-pihak tersebut,
misalnya:yang dengan terjadinya Kematian, dengan meninggalnya seseorang, maka perikatan
yang pernah mengikat orang tersebut beralih kepada ahli warisnya.

Sedangkan contoh perikatan yang lahir karena undang-undang sebagai akibat perbuatan
manusia yang menurut hukum misalnya :
a. Perikatan yang menimbulkan kewajiban-kewajiban tertentu
diantara penghuni pekarangan yang saling berdampingan (burenrecht).
b. Perikatan yang menimbulkan kewajihan memelihara anak ( alimentasi) dan mendidik.

c. Perikatan kårena adanya Perbuatan Melawan Hukum ( onrech-matige daad)


d. Perikatan timbul karena perbuatan sukarela (sukarela yang zaakwarneming), sehingga
haruslah dituntaskan. Perbuatan tersebut.

2.3 Asas- Asas dalam Kontak

1. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)

Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPer, yang
berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya.”

Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:

1. membuat atau tidak membuat perjanjian;

2. mengadakan perjanjian dengan siapa pun;

3. menentukan isis perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta

4. menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.


2. Asas Konsensualisme (concensualism)

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPer. Pada pasal
tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan
antara kedua belah pihak.

3. Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda)

Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang
berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim
atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak,
sebagaimana layaknya sebuah undang-undang.

4. Asas Itikad Baik (good faith)

Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPer yang berbunyi: “Perjanjian
harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu
pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau
keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak.

5. Asas Kepribadian (personality)

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan
dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat
dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPer. Pasal 1315 KUHPer menegaskan: “Pada umumnya
seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya
sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang
tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri.

Demikian artikel singkat tentang asas-asas dalam berkontrak, semoga menambah pengetahuan
dan bermanfaat bagi kita semua.

2.4 Syarat- Syarat Sahnya Kontak

Untuk kontrak/ perjanjian dapat dianggap sah secara hukum, ada 4 syarat yang harus dipenuhi
sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sbb.
1. Kesepakatan para pihak
2. Kecakapan para pihak
3. Mengenai hal tertentu yang dapat ditentukan secara jelas
4. Sebab/causa yang diperbolehkan secara hukum.
Syarat sah yang objektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata
Disebut dengan syarat objektif karena berkenaan dengan obyek perjanjian. Konsekuensi
hukum apabila tidak terpenuhinya salah satu objektif akibatnya adalah kontrak yang dibuat
batal demi hukum. Jadi sejak kontrak tersebut dibuat kontrak tersebut telah batal.

1. Kesepakatan para pihak(Consensus, Agreement)


Dengan syarat kesepakatan kehendak dimaksudkan agar suatu kontrak dianggap saah oleh
hukum, kedua belah pihak mesti ada kesesuaian pendapat tentang apa yang diatur oleh kontrak
tersebut. Oleh hukum umumnya diterima teori bahwa kesepakatan kehendak itu ada jika tidak
terjadinya salah satu unsur-unsur sebagai berikut.
a) Paksaan (dwang, duress)
b) Penipuan (bedrog, fraud)
c) Kesilapan (dwaling, mistake)
Sebagaimana pada pasal 1321 KUH Perdata menentukan bahwa kata sepakat tidak sah apabila
diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.

2. Wenang / Kecakapan berbuat menurut hukum (Capacity)


Syarat wenang berbuat maksudnya adalah bahwa pihak yang melakukan kontrak haruslah
orang yang oleh hukum memang berwenang membuat kontrak tersebut. Sebagaimana pada
pasal 1330 KUH Perdata menentukan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat
perikatan, kecuali undang-undang menentukan bahwa ia tidak cakap. Mengenai orang-orang
yang tidak cakap untuk membuat perjanjian dapat kita temukan dalam pasal 1330 KUH
Perdata, yaitu
a) Orang-orang yang belum dewasa
b) Mereka yang berada dibawah pengampuan
c) Wanita yang bersuami.
Ketentuan ini dihapus dengan berlakunya Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang
perkawinan. Karena pasal 31 Undang-Undang ini menentukan bahwa hak dan kedudukan
suami istri adalah seimbang dan masing-masing berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

3. Obyek / Perihal tertentu


Dengan syarat perihal tertentu dimaksudkan bahwa suatu kontrak haruslah berkenaan dengan
hal yang tertentu, jelas dan dibenarkan oleh hukum. Mengenai hal ini dapat kita temukan dalam
pasal 1332 ddan1333 KUH Perdata.
Pasal 1332 KUH Perdata menentukan bahwa
“Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian”
Sedangkan pasal 1333 KUH Perdata menentukan bahwa
“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan
jenisnya
Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian
dapat ditentukan / dihitung”

4. Kausa yang diperbolehkan / halal / legal


Maksudnya adalah bahwa suatu kontrak haruslah dibuat dengan maksud / alasan yang sesuai
hukum yang berlaku. Jadi tidak boleh dibuat kontrak untuk melakukan hal-hal yang
bertentangan dengan hukum. Dan isi perjanjian tidak dilarang oleh undang-undang atau tidak
bertentangan dengan kesusilaan / ketertiban umum (Pasal 1337 KUH Perdata). Selain itu pasal
1335 KUH Perdata juga menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat tanpa sebab atau
dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang adalah tidak mempunyai kekuatan hukum.

Atau ada pula agar suatu kontrak dapat dianggap sah oleh hukum, haruslah memenuhi beberapa
persyaratan yuridis tertentu. Terdapat 4 persyaratan yuridis agar suatu kontrak dianggap sah,
sebagai berikut:

1. Syarat sah yang obyektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata


a) Objek / Perihal tertentu
b) Kausa yang diperbolehkan / dihalalkan / dilegalkan

2. Syarat sah yang subjektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata


a) Adanya kesepakatan dan kehendak
b) Wenang berbuat

3. Syarat sah yang umum di luar pasal 1320 KUH Perdata


a) Kontrak harus dilakukan dengan I’tikad baik
b) Kontrak tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku
c) Kontrak harus dilakukan berdasarkan asas kepatutan
d) Kontrak tidak boleh melanggar kepentingan umum

4. Syarat sah yang khusus


a) Syarat tertulis untuk kontrak-kontrak tertentu
b) Syarat akta notaris untuk kontrak-kontrak tertentu
c) Syarat akta pejabat tertentu (selain notaris) untuk kontrak-kontrak tertentu
d) Syarat izin dari pejabat yang berwenang untuk kontrak-kontrak tertentu

2.5 Prestasi dan Wanprestasi

Istilah “prestasi” dalam hokum kontrak (Inggris=performance) adalah pelaksanaan dari isi
kontrak yang telah diperjanjikan menurut tata cara yang telah disepakati bersama. Menurut
hokum Indonesia, prestasi dari suatu kontrak dapat berupa:

1. Memberikan atau menyerahkan sesuatu

2. Berbuat sesuatu

3. Tidak berbuat sesuatu


Sedangkan pengertian wanprestasi, lalai, ingkar janji yang sering disebut juga dengan istilah
“cidera janji”, adalah kebalikan dari pengertian prestasi (Inggris= default atau nonfulfillment
atau breach of contract). Yaitu tidak dilaksanakannya suatu prestasi atau kewajiban
sebagaimana mestinya yang telah disepakati bersama.

2.6 Overmachat/ Force Majeure

Istilah “force majeure” atau “act of good” sering diterjemahkan menjadi “keadaan
memaksa atau keadaan darurat” adalah suatu keadaan dimana debitur dalam suatu kontrak
tidak dapat memenuhi prestasi disebabkan keadaan/ kejadian atau peristiwa ang tidak diduga
setelah adanya kontrak/ perjanjian, sehingga menghalangi debitur untuk berprestasi sebelum
lalai. Peristiwa tersebut tidak dapat dipertanggungkawabkan kepda debitur, sementara debitur
tidak dalam keadaan itikad buruk.

Suatu force majeure dari kontrak tersebut bisa berupa:

1. Force majeure karena sebab-sebab yang tidak terduga


2. Force majeure karena keadaan memaksa
3. Force majeure karena perbuatan tersebut dilarang

Peristiwa dikatakan force majeure, apabila memenuhi beberapa unsur, antara lain:

1. Terjadi peristiwa yang tidak diduga sebelumnya


2. Peristiwa diluar kesalahan debitur
3. Debitur tidak dapat dipertanggungjawabkan
4. Kejadian terjadi sebelum debitur lalai

Akibat dari peristiwa dinyatakan overmatcht/ force majeure adalah:

1. Kreditur tidak dapat melakukan gugatan


2. Kreditur tidak dapat melakukan somatie
3. Debitur tidak wajib membayar kerugian
4. Resiko tidak beralih pada debitur
5. Kreditur tidak dapat menuntut pemenuhan prestasi
Suatu force majeure terhadap perjanjian dapat diklarifikasikan sbb:
1. Force majeure objektif, adalah terjadi pada benda yang merupakan objek rai kontrak
tersebut, sehingga prestasi tidak mungkin dipenuhi lagi, tanpa adanya kesalahan dari
pihak debitur.
2. Force majeure subjektif, adalah kemampuan debitur tersebut.
3. Force majeure absolut, merupakan suatu prestasi yang sama sekali tidak mungkin
lagi dilaksanakn oleh debitur dalam keadaan bagaimana pun.
4. Force majeure relative, adalah prestasi yang tidak mungkin dilakukan, sungguh pun
secara tidak wajar mungkin dilakukan.
5. Force majeure permanen, adalah prestasi yang sama sekali tidak mungkin dilakukan
sampai kapanpun
6. Force majeure temporer, adalah prestasi yang tidak mungkin dilakukan untuk
sementara waktu, namun dikemudian hari masih mugkin dilakukan.

2.6 berakhirnya kontrak

Perjanjian dapat berakhir bisa disebabkan karena beberapa hal antara lain:
a. Pembayaran dapat berupa barang atau jasa
b. Penawaran pembayaran diikuti dengan penitipan barang terjadi bila berpiutang
menolak pembayaran
c. Pembaharuan utang
d. Kompensasi atau perjumpaan utang
e. Percampuran utang
f. Pembebasan utang
g. Musnahnya barang yang terutang
h. Kebatalan dan pembatalan perjanjian

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Jadi, kontrak dan perjanjian adalah suatu kegiatan bisnis memiliki sumber yaitu peraturan
perundang-undangan, yurisprudensi, perjanjian internasional, kebiasaan-kebiasaan bisnis,
doktrin atau pendapat ahli hukum adat di daerah kegiatan bisnis. Dengan demikian,
kontrak/perjanjian merupakan salah satu sumber dari perikatan atau dengan perkataan lain
kontrak/perjanjian adalah perikatan yang ada kata sepakat antara para pihak.

DAFTAR PUSTAKA

Dr. Nina Nurani, S.H., M.Si., Hukum Bisnis Suatu Pengantar, Bandung, C.V Insan Mandiri,
2012

http://rechthan.blogspot.com/2015/10/4-syarat-sahnya-perjanjiankontrak.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Kontrak

Anda mungkin juga menyukai