Anda di halaman 1dari 22

TUGAS MAKALAH

HUKUM KELUARGA dan PERIKATAN

“Perjanjian Untung - Untungan”

Disusun oleh :

MUTIARANI HUSLI
DELIMA XENA HARAHAP
MEGA RISKI GUSPITA
RIZQI NOVRIANDA
ROBY

Kelas : 3M Hukum

Dosen pengampu : YUDI HARDIYANTO,S.Psi.,S.H.,M.H

FAKULTAS HUKUM

PRODI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

PEKANBARU

TA. 2018/2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Alhamdulillah dengan rasa syukur kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat dan

hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah inidividu HUKUM KELUARGA dan

PERIKATAN Yang berjudul “Perjanjian Untung - untungan“ yang teramat sederhana ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini bukanlah sebuah proses akhir melainkan tahap

awal yang masih memerlukan perbaikan-perbaikan, oleh karena itu usul serta saran yang

membangun sangatlah kami perlukan untuk penyempurnaan makalah ini. Atas usul serta

saran dari semua teman-teman, kami ucapkan terima kasih.

Demikianlah makalah yang kami buat khususunya KELUARGA dan PERIKATAN

dan sekiranya ada kekurangan kami mohon maaf.

Pekanbaru , 8 september 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................................... i

Daftar isi ................................................................................................................................ ii

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2

BAB 2 PEMBAHASAN

A. Pengertian Perjanjian ................................................................................................ 3


B. Jenis – jenis Perjanjian ............................................................................................... 4
C. Syarat Sah Perjanjian dan Berakhirnya Suatu Perjanjian .......................................... 5
D. Asas-asas Perjanjian................................................................................................... 7
E. Pengertian Perjanjian Untung - Untungan ................................................................. 7
F. Buku ke III BW ........................................................................................................ 8
G. Pengertian Asuransi .................................................................................................. 9

BAB 3 PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 16


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam melakukan berbagai bisnis maka akan menimbulkan berbagai macam
perjanjian yang dilakukan oleh para pelaku usaha tersebut dimana perjanjian-perjanjian
tersebut harus sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. Salah satunya yaitu perjanjian
bernama yang telah dijelaskan dalam Pasal 1319 KUH Perdata bahwa semua perjanjian, baik
yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu,
tunduk pada peraturan umum.
Perjanjian pertanggungan mengandung unsur untung rugi yang digantungkan pada
keadaan yang tidak tentu. Dewasa ini juga semakin banyak pekerjaan yang tidak dapat
diselesaikan individu dengan kata lain membutuhkan bantuan orang lain. Dalam hal ini
seseorang yang telah diberikan kekuasaan atau wewenang untuk melakukan perbuatan hukum
atas nama orang lain dapat dikatakan bahwa ia mewakili si pemberi kuasa. Artinya bahwa
apa yang dilakukan si penerima kuasa adalah tanggungan dari si pemberi kuasa dan segala
hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan yang dilakukannya itu menjadi hak dan
kewajiban orang yang memberi kuasa. Dalam suatu perjanjian kadang terjadi perselisihan
yang terjadi diantara keduanya karena adanya salah satu pihak yang dirugikan. Maka dari itu
perselisihan yang terjadi diperlukan perdamaian untuk mengakhiri perselisihan tersebut.
Pada makalah ini akan dijelaskan empat perjanjian yang termasuk perjanjian bernama
yaitu perjanjian untung-untungan, pemberian kuasa, perjanjian penanggungan, dan perjanjian
perdamain.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan perjanjian?
2. Sebutkan Jenis-jenis perjanjian?
3. Sebutkan syarat sahnya Perjanjian dan Asas-asas Perjanjian?
4. Apa yang dimaksud dengan perjanjian untung-untungan?
5. Apakah asuransi termasuk kedalam perjanjian untung-untungan?
BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian Perjanjian

1. Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata


Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata berbunyi : “Suatu
Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih”.
2. Menurut Rutten
Perjanjian adalah perbuatan hokum yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dari
peraturan hokum yang ada, tergantung dari persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih
orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu
pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak
secara timbal balik.
3. Menurut adat
Perjanjian menurut adat disini adalah perjanjian dimana pemilik rumah memberikan ijin
kepada orang lain untuk mempergunakan rumahnya sebagai tempat kediaman dengan
pembayaran sewa dibelakang (atau juga dapat terjadi pembayaran dimuka).

Dalam hukum asing dijumpai istilah overeenkomst (bahasa Belanda), contract /agreement
(bahasa Inggris), dan sebagainya yang merupakan istilah yang dalam hukum kita dikenal
sebagai ”kontrak” atau ”perjanjian”. Umumnya dikatakan bahwa istilah-istilah tersebut
memiliki pengertian yang sama, sehingga tidak mengherankan apabila istilah tersebut
digunakan secara bergantian untuk menyebut sesuatu konstruksi hukum.
Istilah kontrak atau perjanjian dapat kita jumpai di dalam KUHP, bahkan didalam ketentuan
hukum tersebut dimuat pula pengertian kontrak atau perjanjian. Disamping istilah tersebut,
kitab undang-undang juga menggunakan istilah perikatan, perutangan, namun pengertian dari
istilah tersebut tidak diberikan.
Pada pasal 1313 KUHP merumuskan pengertian perjanjian, adalah : suatu perbuatan satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Namun para ahli hukum mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai pengertian
perjanjian, Abdulkadir Muhammad mengemukakan bahwa perjanjian adalah suatu
persetujuan dengan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu
hal mengenai harta kekayaan. Ahli hukum lain mengemukakan bahwa suatu perjanjian adalah
suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seseorang yang lain atau dimana dua orang
itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal yang menimbulkan perikatan berupa suatu
rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau
ditulis. Menurut J.Satrio perjanjian dapat mempunyai dua arti, yaitu arti luas dan arti sempit,
dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum
sebagai yang dikehendaki oleh para pihak termasuk didalamnya perkawinan, perjanjian
kawin, dll, dan dalam arti sempit perjanjian disini berarti hanya ditujukan kepada hubungan-
hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja, seperti yang dimaksud oleh buku III
kitab undang-undang hukum perdata.

Jenis-jenis Perjanjian

 Perjanjian Timbal Balik


Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi
kedua belah pihak.
 Perjanjian Cuma – Cuma
Menurut ketentuan Pasal 1314 KUHPerdata, suatu persetujuan yang dibuat dengan
cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan
suatukeuntungan kepada, pihak yang lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya
sendiri.
 Perjanjian Atas Beban
Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu
selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada
hubungannya menurut hukum.
 Perjanjian Bernama ( Benoemd )
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri, maksudnya
adalah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk
undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian
khusus terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUHPerdata.
 Perjanjian Tidak Bernama ( Onbenoemde Overeenkomst )
Perjanjian tak bernama adalah perjanjian-perjanjian yang tidak diatur di dalam
KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak terbatas
dengan nama yang disesuaikan dengan kebutuhan pihak- pihak yang mengadakannya.
 Perjanjian Obligatoir
Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara
para pihak.
 Perjanjian Kebendaan ( Zakelijk )
Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas
sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban (oblilige) pihak itu
untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain (levering, transfer).
 Perjanjian Konsensual
Perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana antara kedua belah pihak telah tercapai
persesuaian kehendak untuk mengadakan perjanjian. Menurut KUHPerdata perjanjian ini
sudah mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 1338).
 Perjanjian Real
Yaitu suatu perjanjian yang terjadinya itu sekaligus dengan realisasi tujuan perjanjian,
yaitu pemindahan hak.
 Perjanjian Liberatoir
Perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada(Pasal 1438
KUHPerdata).
 Perjanjian Pembuktian ( Bewijsovereenkomts )
Suatu perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yangberlaku di
antara mereka.
 Perjanjian Untung – untungan
Menurut Pasal 1774 KUHPerdata, yang dimaksud dengan perjanjian untunguntungan
adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak,
maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadianyang belum tentu.
 Perjanjian Publik
Perjanjian publik yaitu suatu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh
hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah, dan pihak
lainnya swasta. Diantara keduanya terdapat hubungan atasan dengan bawahan
(subordinated), jadi tidak dalam kedudukan yang sama(co-ordinated).
 Perjanjian Campuran
Perjanjian campuran adalah suatu perjanjian yang mengandung berbagai unsurperjanjian
di dalamnya.
Syarat Sah Suatu Perjanjian

Berdasar ketentuan hukum yang berlaku pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
suatu perjanjian dinyatakan sah apabila telah memenuhi 4 syarat komulatif yang terdapat
dalam pasal tersebut, yaitu :
1. Adanya kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri
Bahwa semua pihak menyetujui/sepakat mengenai materi yang diperjanjikan, dalam hal ini
tidak terdapat unsur paksaan, intimidasi ataupun penipuan.
2. Kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian

Kata kecakapan yang dimaksud dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah dinyatakan
dewasa oleh hukum, (ukuran dewasa sesuai ketentuan KUHPerdata adalah telah berusia 21
tahun; sudah atau pernah menikah), tidak gila, tidak dibawah pengawasan karena perilaku
yang tidak stabil dan bukan orang-orang yang dalam undang-undang dilarang membuat suatu
perjanjian tertentu.

3. Ada suatu hal tertentu

Bahwa obyek yang diperjanjikan dapat ditentukan dan dapat dilaksanakan oleh para pihak.

4. Adanya suatu sebab yang halal

Suatu sebab dikatakan halal apabila sesuai dengan ketentuan pasal 1337 Kitab Undang-
undang Hukum Perdata, yaitu :
• tidak bertentangan dengan ketertiban umum
• tidak bertentangan dengan kesusilaan
• tidak bertentangan dengan undang-undang

Berakhirnya Perjanjian

Dalam Pasal 1381 KUH Perdata menyebutkan tentang cara berakhimya suatu
perikatan, yaitu : “Perikatan-perikatan hapus karena
a. pembayaran;
b. karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
c. karena pembaharuan hutang;
d. karena perjumpaan hutang atau kompensasi;
e. karena percampuran hutang;
f. karena pembebasan hutangnya;
g. karena musnahnya barang yang terhutang;
h. karena kebatalan atau pembatalan;
i. karena berlakunya suatu syarat batal, yang diatur dalam bab kesatu buku ini;
j. karena lewatnya waktu, hal mana akan diatur dalam suatu bab tersendiri

Wanprestasi
Apabila salah seorang debitur tidak memenuhi kewajibannya dalam suatu perjanjian,
maka ia dikatakan ingkar janji atau wanprestasi.
Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur disebabkan oleh dua kemungkinan alasan,
yaitu :
1. Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhi kewajiban maupun karena
kelalaian.
2. Karena keadaan memaksa (overmacht), force majeure, jadi di luar kemampuan debitur.

Pembatalan Perjanjian
Pembelokan pelaksanaan kontrak sehingga menimbulkan kerugian yang disebabkan
oleh kesalahan salah satu pihak konstruksi tersebut dikenal dengan sebutan wanprestasi atau
ingkar janji. Wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana
mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang
disebutkan dalam kontrak.

Ada Tiga Bentuk Ingkar Janji, yaitu :


1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali
2. Terlambat memenuhi prestasi, dan
3. Memenuhi prestasi secara tidak sah
ASAS-ASAS PERJANJIAN
Asas-asas perjanjian diatur dalam KUHPerdata, yang sedikitnya terdapat 5 asas yang perlu
mendapat perhatian dalam membuat perjanjian: asaskebebasan berkontrak (freedom of
contract), asas konsensualisme(concsensualism), asas kepastian hukum (pacta sunt
servanda), asas itikad baik(good faith) dan asas kepribadian (personality).

Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)


Setiap orang dapat secara bebas membuat perjanjian selama memenuhi syarat sahnya
perjanjian dan tidak melanggar hukum, kesusilaan, serta ketertiban umum. Menurut Pasal
1338 ayat (1) KUH Perdata, “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” “Semua perjanjian…” berarti perjanjian
apapun, diantara siapapun. Tapi kebebasan itu tetap ada batasnya, yaitu selama kebebasan itu
tetap berada di dalam batas-batas persyaratannya, serta tidak melanggar hukum (undang-
undang), kesusilaan (pornografi, pornoaksi) dan ketertiban umum (misalnya perjanjian
membuat provokasi kerusuhan).
Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda)
Jika terjadi sengketa dalam pelaksanaan perjanjian, misalnya salah satu pihak ingkar janji
(wanprestasi), maka hakim dengan keputusannya dapat memaksa agar pihak yang melanggar
itu melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai perjanjian – bahkan hakim dapat
memerintahkan pihak yang lain membayar ganti rugi. Putusan pengadilan itu merupakan
jaminan bahwa hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian memiliki kepastian hukum –
secara pasti memiliki perlindungan hukum.

Asas Konsensualisme (concensualism)


Asas konsensualisme berarti kesepakatan (consensus), yaitu pada dasarnya perjanjian sudah
lahir sejak detik tercapainya kata sepakat. Perjanjian telah mengikat begitu kata sepakat
dinyatakan dan diucapkan, sehingga sebenarnya tidak perlu lagi formalitas tertentu.
Pengecualian terhadap prinsip ini adalah dalam hal undang-undang memberikan syarat
formalitas tertentu terhadap suatu perjanjian, misalkan syarat harus tertulis – contoh, jual beli
tanah merupakan kesepakatan yang harus dibuat secara tertulis dengan akta otentik Notaris.
Asas Itikad Baik (good faith/tegoeder trouw)
Itikad baik berarti keadaan batin para pihak dalam membuat dan melaksanakan perjanjian
harus jujur, terbuka, dan saling percaya. Keadaan batin para pihak itu tidak boleh dicemari
oleh maksud-maksud untuk melakukan tipu daya atau menutup-nutupi keadaan sebenarnya.
Asas Kepribadian (personality)
Asas kepribadian berarti isi perjanjian hanya mengikat para pihak secara personal – tidak
mengikat pihak-pihak lain yang tidak memberikan kesepakatannya. Seseorang hanya dapat
mewakili dirinya sendiri dan tidak dapat mewakili orang lain dalam membuat perjanjian.
Perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya.

Perjanjian Untung-Untungan
Sesuai yang diatur pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dalam
Pasal 1774 bahwa perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya
mengenai untung-ruginya baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak bergantung
pada suatu kejadian yang belum tentu.
Perjanjian untung-untungan dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
1. Perjanjian pertanggungan (asuransi)
Menurut undang-undang, asuransi adalah suatu perjanjian dimana seorang
penanggung dengan menerima suatu premie, menyanggupi kepada orang yang ditanggung
untuk memberikan penggantian suatu kerugian atau kehilangan keuntungan, yang mungkin
akan diderita oleh orang yang ditanggung itu sebagai akibat suatu kejadian yang tidak tentu.
2. Bunga cagak hidup
Bunga cagak hidup adalah bunga yang dibayarkan setiap tahun (bulan) oleh
seseorang kepada orang yang ditunjuk selama ia masih hidup untuk keperluan sehari-hari.
Seorang yang mengadakan suatu perjanjian cagak hidup dapat dipersamakan dengan seorang
yang mengadakan sebuah “dana pensiun” bagi dirinya sendiri atau bagi orang lain yang
diberikan kenikmatan atas bunga tersebut. Jika ia berusia panjang maka beruntunglah diaatas
kerugian pihak lawannya, sebaliknya jika ia tidak berumur panjang maka beruntunglah pihak
lawannya. Disitulah letaknya unsur untung-untungan dalam perjanjian cagak hidup.
Cara terjadinya bunga cagak hidup telah diatur dalam Pasal 1775 KUH Perdata
menjadi tiga cara yaitu perjanjian, hibah, dan wasiat. Sedangkan orang yang berhak
menerima bunga cagak hidup telah diatur dalam Pasal 1776 s.d 1778 KUH Perdata yaitu atas
diri orang yang memberikan pinjaman; atas diri orang yang diberi manfaat dari bunga
tersebut; atas diri seorang pihak ketiga, walaupun orang ini tidak mendapat manfaat
daripadanya; atas diri satu orang atau lebih; dan dapat diadakan untuk seorang pihak ketiga,
meskipun uangnya diberikan oleh orang lain.
3. Perjudian dan pertaruhan
Perjudian dan pertaruhan telah diatur dalam Pasal 1788 sampai dengan 1791 KUH
Perdata. Perjudian merupakan perbuatan untuk mempertaruhkan sejumlah harta dalam
permainan tebakan berdasarkan kebetulan dengan tujuan untuk mendapatkan harta yang lebih
besar daripada harta semula. Sedangkan pertaruhan adalah harta benda yang dipasang ketika
berjudi. Perjudian dan pertaruhan termasuk perikatan wajar. Artinya para pihak yang
mengadakan perjanjian ini tidak mempunyai hak menuntut ke pengadilan, apabila salah satu
pihak wanprestasi karena dalam undang-undang No 7 tahun 1974 tentang perjudian
disebutkan bahwa perjudian pada hakikatnya bertentangan agama, kesusilaan, dan moral
Pancasila serta membahayakan bagi kehidupan bangsa dan Negara. Di samping itu sifat tidak
ada gugatan hukum dapat disimpulkan dari Pasal 1359 ayat (2) KUH Perdata bahwa terhadap
perikatan bebas yang secara sukarela telah dipenuhi tidak dapat dituntut kembali.

Persetujuan Untung-Untungan

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (Civil Code) BUKU KETIGA-


PERIKATAN BAB XV PERSETUJUAN UNTUNG-UNTUNGAN

Bagian 1
Ketentuan Umum

1774. Suatu persetujuan untung-untungan ialah suatu perbuatan yang hasilnya, yaitu
mengenai untung ruginya. baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, tergantung
pada suatu kejadian yang belum pasti.

Demikian adalah:

persetujuan pertanggungan;

bunga cagak hidup;

perjudian dan pertaruhan.

Persetujuan yang pertama diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang.

BAGIAN 2
Persetujuan Bunga Cagak Hidup dan Akibat-akibatnya

1775. Bunga cagak hidup dapat diadakan dengan suatu persetujuan atas beban atau dengan
suatu akta hibah.

Bunga cagak hidup dapat diadakan dengan suatu wasiat.


1776. Bunga cagak hidup dapat diadakan atas diri orang yang memberikan pinjaman atau atas
diri orang yang diberi manfaat dan bunga tersebut atau pula atas diri seorang pihak ketiga,
meskipun orang ini tidak mendapat manfaat daripadanya.

1777. Bunga cagak hidup dapat diadakan atas diri satu orang atau lebih.

1778. Bunga cagak hidup dapat diadakan untuk seorang pihak ketiga, meskipun uangnya
diberikan oleh orang lain.

Akan tetapi dalam hal tersebut bunga cagak hidup tidak tunduk pada tata cara penghibahan.

1779. Bunga cagak hidup yang diadakan atas diri seseorang yang meninggal pada hari
persetujuan tidak mempunyai kekuatan hukum.

1780. Bunga cagak hidup dapat diadakan dengan perjanjian sampai sedemikian tinggi
menurut kehendak kedua belah pihak.

1781. Orang yang atas dirinya diadakan bunga cagak hidup dengan beban, dapat menuntut
pembatalan persetujuan itu jika debitur tidak memberikan jaminan yang telah dijanjikan.

Jika persetujuan dibatalkan maka debitur wajib membayar tunggakan bunga yang telah
diperjanjikan, sampai pada hari dikembalikannya yang pokok.

1782. Penunggakan pembayaran bunga cagak hidup tidak memberikan hak kepada penerima
bunga untuk meminta kembali uang pokok atau barang yang boleh diberikannya untuk dapat
menerima bunga itu; ia hanya berhak menuntut debitur membayar bunga yang wajib
dibayarnya, menyita kekayaannya untuk melunasi utangnya dan meminta jaminan untuk
bunga yang sudah dapat ditagih.

1783. Dihapus dengan S. 1906 – 348.

1784. Debitur tidak dapat membebaskan diri dari pembayaran bunga cagak hidup dengan
menawarkan pengembalian uang pokok dan dengan berjanji tidak akan menuntut
pengembalian bunga yang telah dibayarnya. Ia wajib terus-menerus membayar cagak hidup
selama hidup orang atau orang-orang yang atas diri mereka telah dijanjikan bunga cagak
hidup itu, betapapun beratnya pembayaran bunga itu bagi dirinya.

1785. Pemilik bunga cagak hidup hanya berhak atas bunga itu menurut jumlah hari seumur
hidup orang yang atas dirinya telah diadakan bunga cagak hidup itu.

Akan tetapi jika menurut persetujuan harus dibayar terlebih dahulu bunganya, maka hak atas
angsuran yang sedianya sudah harus terbayar, baru diperoleh mulai hari pembayaran itu
seharusnya dilakukan.

1786. Mengadakan penjanjian bahwa suatu bunga cagak hidup takkan tunduk pada suatu
penyitaan, tidak diperbolehkan kecuali bila bunga cagak hidup itu diadakan dengan cuma-
cuma.
1787. Penerima bunga tidak dapat menagih bunga yang sudah harus dibayar selain dengan
menyatakan bahwa orang yang atas dirinya telah dipenjanjikan bunga cagak hidup itu masih
hidup.

BAGIAN 3
Perjudian dan Pertaruhan

1788. Undang-undang tidak memberikan hak untuk menuntut secara hukum dalam hal suatu
utang yang terjadi karena perjudian atau pertaruhan.

1789. akan tetapi dalam ketentuan tersebut di atas itu tidak termasuk permainan-permainan
yang dapat dipergunakan untuk olah raga, seperti, anggar, lari cepat, dan sebagainya.

Meskipun demikian, Hakim dapat menolak atau mengurangi tuntutan bila menurut
pendapatnya uang taruhan lebih dari yang sepantasnya.

1790. Ketentuan-ketentuan dalam dua pasal yang lalu tidak boleh digunakan untuk
menghindari utang dengan cara pembaruan utang.

1791. Seorang yang secara sukarela membayar kekalahannya dengan uang, sekali-kali tak
boleh menuntut kembali uangnya kecuali bila pihak yang menang itu telah melakukan
kecurangan atau penipuan.

Pengertian Perjanjian Asuransi

Asuransi dalam bahasa Belanda di sebut verzekering yang berarti pertanggungan atau
asuransi dan dalam bahasa Inggris disebut Insurance.1[1] Ada 2 (dua) pihak yang terlibat
dalam Asuransi , yaitu pihak penanggung sebagai pihak yang sanggup menjamin serta
menanggung pihak lain yang akan mendapat suatu penggantian kerugian yang mungkin akan
dideritanya sebagai suatu akibat dari suatu peristiwa yang belum tentu terjadi dan pihak
tertanggung akan menerima ganti kerugian, yang mana pihak tertanggung diwajibkan
membayar sejumlah uang kepada pihak penanggung.2[2]
Subekti, dalam bukunya memberikan definisi mengenai asuransi yaitu, Asuransi atau
pertanggungan sebagai suatu perjanjian yang termasuk dalam golongan perjanjian untung-
untungan (kansovereenkomst). Suatu perjanjian untung-untungan ialah suatu perjanjian yang
dengan sengaja digantungkan pada suatu kejadian yang belum tentu terjadi, kejadian mana
akan menentukan untung-ruginya salah satu pihak.
Menurut Ketentuan Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD),
Asuransi atau Pertanggungan adalah Perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri
kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya
karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin
dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak pasti).
Dalam pengertian yang terdapat dalam Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (KUHD) dapat di simpulkan adanya 3 (tiga) unsur penting dalam Asuransi,
yaitu:3[3]
1. Pihak tertanggung yang berjanji untuk membayar uang premi kepada pihak penanggung,
sekaligus atau secara berangsur-angsur.
2. Suatu peristiwa yang tidak tentu jelas akan terjadi.
3. Kepentingan yang mungkin akan mengalami kerugian karena peristiwa yang tak tertentu.

Menurut Ketentuan Undang–undang No.2 tahun 1992 tertanggal 11 Pebruari 1992


tentang Usaha Perasuransian (UU Asuransi), Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian
antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada
tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang
timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Berdasarkan definisi tersebut, maka dalam asuransi terkandung empat unsur,
yaitu:4[4]
1. Pihak tertanggung yang berjanji untuk membayar uang premi kepada pihak penanggung,
sekaligus atau secara berangsur-angsur (Asuransi Kerugian).
2. Pihak penanggung mempunyai kewajiban untuk membayar sejumlah uang kepada pihak
tertanggung, karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan.
3. Suatu kejadian atau peristiwa yang tidak tentu jelas akan terjadi.
4. Kepentingan (interest) yang mungkin akan mengalami kerugian karena peristiwa yang tak
tertentu.

Berdasarkan definisi tersebut di atas, maka asuransi merupakan suatu bentuk


perjanjian dimana harus dipenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH Perdata, namun
dengan karakteristik bahwa asuransi adalah persetujuan yang bersifat untung-untungan
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1774 KUH Perdata. Menurut Pasal 1774 KUH Perdata,
“Suatu persetujuan untung–untungan (kans- overeenkomst) adalah suatu perbuatan yang
hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak,
bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah perjanjian
pertanggungan, bunga cagak hidup, perjudian dan pertaruhan. Perjanjian yang pertama diatur
didalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.”
Dikatakan suatu persetujuan untung-untungan (kans-overeenkomst) karena asuransi
dianggap suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak
maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada yang belum tentu.
Beberapa hal penting mengenai asuransi:
1. Merupakan suatu perjanjian yang harus memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata.
2. Perjanjian tersebut bersifat adhesif artinya isi perjanjian tersebut sudah ditentukan oleh
Perusahaan Asuransi (kontak standar). Namun demikian, hal ini tidak sejalan dengan
ketentuan dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tertanggal 20April 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
3. Terdapat dua pihak di dalamnya yaitu Penanggung dan Tertanggung, namun dapat juga
diperjanjikan bahwa tertanggung berbeda pihak dengan yang akan menerima tanggungan.
4. Adanya premi yang merupakan bukti bahwa tertanggung setuju untuk diadakannya
perjanjian asuransi.
5. Adanya perjanjian asuransi yang mengakibatkan kedua belah pihak terikat untuk
melaksanakan kewajibannya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang harus ada pada asuransi adalah:5[5]
1. Subjek hukum (penanggung dan tertanggung)
2. Persetujuan bebas antara penanggung dan tertanggung
3. Benda asuransi dan kepentingan tertanggung
4. Tujuan yang ingin dicapai
5. Resiko dan premi
6. Evenemen (peristiwa yang tidak pasti) dan ganti kerugian
7. Syarat-syarat yang berlaku
8. Polis asuransi
Ada 2 (dua) pihak yang terlibat di dalam perjanjian asuransi, yaitu:
1. Penanggung atau verzekeraar, asuradur, penjamin; ialah mereka yang dengan mendapat
premi, berjanji akan mengganti kerugian atau membayar sejumlah uang yang telah disetujui,
jika terjadi peristiwa yang tidak dapat diduga sebelumnya, yang mengakibatkan kerugian bagi
tertanggung. Jadi penanggung adalah sebagai subjek yang berhadapan dengan (lawan dari);
tertanggung. Dan yang biasanya menjadi penanggung adalah suatu badan usaha yang
memperhitungkan untung rugi dalam tindakan-tindakannya.
2. Tertanggung atau terjamin, verzekerde, insured, adalah manusia dan badan hukum, sebagai
pihak yang berhak dan berkewajiban, dalam perjanjiaan asuransi, dengan membanyar
premi.Tertanggung ini dapat dirinya sendiri ; seorang ketiga; dan dengan perantaraan seorang
makelar.

B. Prinsip-prinsip Asuransi

Prinsip-prinsip hukum yang terdapat didalam asuransi ini, membantu menjelaskan


tentang dasar-dasar kontrak asuransi. Pemahaman kareteristik prinsip-prinsip asuransi
tersebut akan membantu konsumen asuransi dalam membaca dan memahami kontrak
asuransi serta mendalami konsepsi hokum yang melatar belakangi kontrak asuransi pada
umumnya
Prinsip-prinsip perjanjian asuransi, yaitu :
1. Prinsip Ganti Kerugian (Indemnity)
Perjanjian asuransi ini bertujuan memberikan ganti terhadap kerugian yang diderita oleh
tertanggung yang disebabkan oleh bahaya sebagaimana ditentukan dalam polis. Besarnya
nilai ganti rugi adalah sama dengan besarnya kerugian yang diderita oleh tertanggung, tidak
lebih kecuali ditentukan lain di dalam undang-undang, maka suatu obyek yang telah
dipertanggungkan secara penuh dalam jangka waktu yang sama, tidak dapat
dipertanggungkan lagi.
2. Prinsip Kepentingan yang Diasuransikan ( Insurable Interest)
Berdasarkan prinsip ini, pihak yang bermaksud akan mengasuransikan sesuatu harus
mempunyai kepentingan dengan barang yang akan diasuransikan . Dan agar kepentingan itu
dapat diasuransikan , maka kepentingan itu harus dapat dinilai dengan uang.
3. Prinsip Itikad Baik yang Sempurna (Utmost Goodfaith)
Didalam perjanjian asuransi, tertanggung diwajibkan untuk memberitahukan segala sesuatu
yang diketahuinya, mengenai obyek atau barang yang dipertanggungkan secara benar.
Keterangan yang tidak benar atau informasi yang tidak diberikan kepada penanggung
walaupun dengan itikad baik sekalipun dapat mengakibatkan batalnya perjanjian asuransi .
Prinsip ini diatur dalam pasal 251.Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
4. Prinsip Subrogasi bagi Penanggung (Subrogation)
Prinsip ini sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari prinsip indemnity, yaitu yang hanya
memberikan ganti rugi kepada tertanggung sebesar kerugian yang dideritanya. Apabila
tertanggung setelah menerima ganti rugi ternyata mempunyai tagihan kepada pihak lain,
maka tertanggung tidak berhak menerimanya, dan hak itu beralih kepada penaggung. Prinsip
ini diatur secara tegas dalam Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yang
berbunyi : Seorang penanggung yang telah membayar kerugian sesuatu barang yang
dipertanggungkan, menggantikan si tertanggung dalam segala hak diperolehnya terhadap
orang-orang ketiga, berhubung dengan penerbitan kerugian tersebut, dan si tertanggung itu
adalah bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak si penanggung
terhadap orang-orang ketiga itu.

C. Tujuan asuransi

Tujuan dari asuransi adalah untuk meringankan beban risiko yang dihadapi oleh
tertanggung dengan memperoleh ganti rugi dari penanggung sedemikian rupa hingga:6[6]
1. Tertanggung terhindari dari kebangkrutan sehingga dia masih mampu berdiri seperti
sebelum menderita kerugian
2. Mengembalikan tertanggung kepada posisinya semula seperti sebelum menderita kerugian

D. Jenis-Jenis Asuransi

Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Pasal 1 ayat (1) digariskan ada dua
jenis asuransi, yaitu:7[7]
1. Asuransi kerugian (loss insurance), dapat diketahui dari rumusan: “Untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan
yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan
diderita oleh tertanggung.”
2. Asuransi jumlah (sum insurance), yang meliputi asuransi jiwa dan asuransi sosial, dapat
diketahui dari rumusan: “Untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”
Rumusan dalam undang-undang di atas searah dengan praktik asuransi pada
umumnya yang dibagi menjadi dau bagian besar, yaitu Asuransi Kerugian dan Asuransi Jiwa.
a. Asuransi Kerugian
Asuransi kerugian adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh tertanggung dan
penanggung (perusahaan asuransi), dimana tertanggung bersedia membayar sejumlah uang
(premi asuransi) kepada penanggunguntuk jangka waktu tertentu, dan penanggung
bersediamemberikan ganti kerugian kepada tertanggung manakala akibat peristiwa yang tidak
diduga-duga.
Inti asuransi kerugian adalah menutup asuransi untuk suatu peristiwa karena
kerusakan atau kemusnahan harta benda yang dipertanggungkan (sebab-sebab atau bahaya-
bahaya yang disebut dalam kontrak atau polis asuransi). Dalam asuransi kerugian,
penanggung menerima premi dari tertanggung dan apabila terjadi kerusakan atau
kemusnahan atas harta benda yang dipertanggungkan, maka ganti kerugian akan dibayarkan
kepada tertanggung.
Adapun jenis asuransi kerugian:8[8]
a. Asuransi kebakaran
b. Asuransi kehilangan dan kerusakan
c. Asuransi laut
d. Asuransi pengangkutan
e. Asuransi kredit
f. Asuransi kendaraan bermotor
g. Asuransi kerangka kapal
h. Construction All Risk (CAR)
i. Property / Industrial All Risk
j. Asuransi Customs Bond
k. Asuransi Surety Bond

b. Asuransi Jiwa atau Asuransi Jumlah


Asuransi jiwa diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) hanya
dijumpai tujuh pasal yaitu Pasal 302 sampai dengan Pasal 308.
Pasal 302 KUHD sebagai dasar asuransi jiwa, yang menyatakan bahwa:
“Jika seorang dapat guna keperluan seseorang yang berkepentingan, dipertanggungkan, baik
untuk selama hidupnya jiwa itu, baik untuk suatu waktu yang ditetapkan dalam perjanjian.”
Pengertian asuransi jiwa yang terdapat pada ketentuan Pasal 302 di atas lebih
menekankan kepda suatu waktu yang ditentukan dalam asuransi jiwa. Sedangkan untuk
waktu selama hidupnya tidak ditetapkan dalam perjanjian.
Dalam asuransi jiwa, penanggung menerim premi dari tertanggung dan apabila
tertanggung meninggal, maka santunan (uang pertanggungan) dibayarkan kepada ahli waris
atau seseorang yang ditunjuk dalam polis sebagai penerima santunan.
Adapun jenis-jenis asuransi jiwa atau jumlah:
a. Asuransi kecelakaan
b. Asuransi kesehatan
c. Asuransi jiwa kredit
Produk asuransi jiwa dalam praktik dijumpai sebagai berikut:
a. Produk Asuransi Jiwa
1) Asuransi Jiwa Murni (Whole Life Insurance)
2) Asuransi Jiwa Berjangka Panjang
3) Asuransi Jiwa Jangka Pendek (Term Insurance)
b. Produk asuransi jiwa dalam program asuransi sosial
1) Program Dana Pensiun dan Tabungan Hari Tua bagi pegawai negeri dan ABRI yang
diselenggarakan oleh PT TASPEN dan PT ASABRI
2) Asuransi Wajib Sosial yang diatur dalam UU No.33 Tahun 1964/PP No.17 Tahun 1965
tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang dan UU No.34 Tahun 1964/PP
No.18 Tahun 1965 Dana Kecelakaan Lalu Lintas
3) Asuransi Kesehatan dan Tabungan Hari Tua yang dikeluarkan oleh PT JAMSOSTEK

Perjanjian Asuransi Bukan Persetujuan Untung-untungan


Perjanjian Asuransi bukanlah perjanjian yang termasuk kedalam persetujuan untung-
untungan, alasanya adalah karena :
a. Pengalihan resiko diimbangi dengan premi yang dibayarkan , sehingga premi ini sebagai
pengganti dari kerugian yang timbul.
b. Kepentingan syarat mutlak
c. Kalaupun ada gugatan yang diajukan baik dari pihak penanggung maupun tertanggung,
diselesaikan melalui pengadilan.
d. Adanya suatu akibat hokum dari perjanjian tersebut.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut Ketentuan Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), Asuransi
atau Pertanggungan adalah Perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya
akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak pasti).
Sedangkan menurut Ketentuan Undang–undang No.2 tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian (UU Asuransi), Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan
mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi
asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga
yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti,
atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.
Dan menurut Pasal 1774 KUH Perdata, Asuransi adalah suatu perbuatan yang hasilnya,
mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, bergantung
kepada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah perjanjian pertanggungan, bunga
cagak hidup, perjudian dan pertaruhan. Perjanjian yang pertama diatur didalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang.”

Anda mungkin juga menyukai