Anda di halaman 1dari 4

Nama : Yuni Dwi Rahayu

BP : 1800542065

Keuangan Perbankan

UTS Praktikum Manajemen Perkreditan

PROSES PK, PH, SKMHT, APHT, SHT

1. SKMHT (Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan)

Merupakan surat kuasa yang diberikan hak tanggungan kepada debitur sebagai penerima hak
tanggungan untuk membebankan hak tanggungan atas objek hak tanggungan. SKMHT
adalah surat kuasa khusus yang memberikan kuasa kepda debituruntuk membebankan hak
tanggungan.

Dokumen ini dibuat jika:

1. Nasabah memerlukan dana dicairkan dengan cepat, sedangkan pengurusan


APHT dan SHT memerlukan waktu yang lama. Sehingga, debitur memberikan
kuasa kepada pihak kreditur untuk membebankan Hak tanggungan diatas Hak
Atas Tanah-nya (menjaminkan tanahnya)
2. Sertifikat yang hendak dijaminkan masih dalam proses pengurusan di Badan
Pertanahan, baik balik nama maupun peningkatan hak. Maka sebelum dibuat
APHT akan dibuatkan SKMHT terlebih dulu.

Dalam SKMHT ini pemilik sertifikat (pemegang hak) memberi kuasa kepada pihak kreditur
untuk membebankan Hak tanggungan diatas Hak Atas Tanah-nya. Sehingga, saat proses di
BPN telah selesai, maka pemilik jaminan tidak perlu lagi menanandatangani APHT karena
telah memberikan kuasa kepada kreditur yang akan bertindak berdasarkan kuasa dari pemilik
jaminan sebagaimana dinyatakan dalam SKMHT.

Jika kredit berupa KPR, maka sebelum menandatangani APHT terlebih dahulu transaksi jual
beli dilakukan dengan menandatangani Akta Jual Beli, sebab yang menjadi jaminan dalam
KPR adalah rumah yang baru dibeli.

Kreditur setelah memperoleh SKMHT, maka selambat-lambatnya satu bulan setelah


menerima SKMHT wajib untuk memasang Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).
Diatur dalam Surat Keputusan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 4 Tahun 1996 tentang penetapan batas waktu SKMHT, untuk menjamin pelunasan
kredit-kredit tertentu.

2. APHT (Akta Pemberian Hak Tanggungan)

Mengatur persyaratan dan ketentuan mengenai pemberian Hak Tanggungan dari debitur
kepada kreditur sehubungan dengan hutang yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan.
Pemberian hak ini dimaksudkan untuk memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
kreditur yang bersangkutan (Kreditur Preferens) dibandingkan kreditur lain (Kreditur
Kongkruen).

Pembebanan Hak Tanggungan wajib memenuhi syarat yang ditetapkan dalam UUHT:

a. Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak


Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu yang dituangkan di dalam dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian kredit yang bersangkutan
atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.
b. Pemberian Hak Tanggungan wajib memenuhi syarat spesialitas yang meliputi;
- Nama
- Identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan
- Domisili para pihak
- Pemegang dan pemberi Hak Tanggungan
- Nilai tanggungan
- Dan uraian yang jelas mengenai objek Hak Tanggungan
c. Pemberian Hak Tanggungan wajib memenuhi persyaratan publisitas melalui
pendaftaran Hak Tanggungan pada Kantor Pertanahan setempat
d. Sertifikat Hak Tanggungan sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan memuat title
eksekutorial dengan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”
e. Batal demi hukum, jika diperjanjikan bahwa pemegang Hak Tanggungan akan
memiliki objek Hak Tanggungan apabila debitur Cidera Janji (wanprestasi). Tatacara
pembebanan Hak Tanggungan dimulai dengan tahap pemberian Hak Tanggungan di
hadapan PPAT yang berwenang dan dibuktikan dengan APHT dan diakhiri dengan
tahap pendaftaran Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan setempat.

3. SHT (Sertifikat Hak Tanggungan)

Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada kantor Pertanahan selambat-lambatnya 7


(tujuh) hari kerja setelah penandatanganan APHT. PPAT wajib mengirimkan APHT kepada
yang bersangkutan beserta warkat lain yang diperlukan.

Ada beberapa perjanjian yang ditandatangani sebelum munculnya ketiga dokumen diatas:

1. Perjanjian kredit
Setiap lembaga keuangan memiliki kebijakan yang berbeda apakah Perjanjian Kredit
dibuat dengan akta Notariil atau cukup dibawah tangan.
PK dibawah tangan biasanya dibuat oleh pihak bank (kreditur) dalam bentuk
perjanjian baku. Jika PK dibuat dibawah tangan maka pihak lembaga keuangan dan
debitur cukup tanda tangan tidak didepan notaris.
Inti dari PK adalah :
“Debitur berjanji untuk meminjam sejumlah uang pada kreditur dan kreditur
berjanji untuk memberikan pinjaman sejumlah uanh pada Debitur”. Dalam PK
ini diatur dan disepakati jumlah pinjaman, besar bunga, biaya administrasi,
jangka waktu, besar angsuran, tgl pembayaran setiap bulannya dan tgl jatuh
tempo.
Setiap lembaga keuangan memiliki kebijaksanaan yang berbeda apakah PK dibuat
dengan akta Notarill atau cukup dibawah tangan.
PK dibawah tangan biasanya dibuat oleh kreditur (pihak bank) dalam bentuk
perjanjian baku. PK tersebut tidak dapat diubah isinya “take it or leave it agreement”
dan dibuat dalam jumlah banyak (massal) yang bertujuan untuk efisiensi bagi pihak
Bank.
Jadi yang menandatangani PK adalah Pihak lembaga keuangan (Pihak Bank)
2. Pengakuan Hutang
Umumnya selalu dibuat dalam bentuk akta notariil, oleh karena itu pembuatannya
dilakukan oleh notaris berdasarkan kesepakatan para pihak dan penandatangan pun
dilakukan dihadapan notaris.
Dasar dari pembuatan PH adalah PK. Intinya Pengakuan Hutang ini berisi bahwa
debitur mengakui telah berhutang sejumlah uang kepada kreditur sebagaimana telah
diperjanjikan dalam PK dan Kreditur menerima baik pengakuan hutang tersebut.
Dasar dari pembuatan Akta Pengakuan Hutang (PH) adalah PK.
Inti dari PH adalah :
“Bahwa Debitur mengakui telah berhutang sejumlah uang pada Kreditur
sebagaimana yg telah diperjanjikan dalam PK dan Kreditur menerima baik
pengakuan hutang tersebut”
Jadi yang menandatangani PH adalah Pihak lembaga keuagan dan Pihak debitur yang
berhutang

Anda mungkin juga menyukai