Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai
dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Pajak yang dikenakan
terhadap pertambahan nilai yang muncul karena pemakaian faktor-faktor produksi oleh
Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menyiapkan, menghasilkan dan memperdagangkan
Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP).
1. Merupakan pajak tidak langsung. Artinya, beban pajak dialihkan kepada pihak
lain, yakni pihak yang mengkonsumsi barang atau jasa yang menjadi objek
pajak. Selain itu, tanggung jawab penyetoran pajaknya tidak berada di pihak
yang memikul beban pajak.
2. Merupakan pungutan yang sifatnya objektif. Kewajiban untuk membayar PPN
ditentukan oleh objek pajak, sehingga kondisi subjek pajak tidak
diperhitungkan sama sekali. Kondisi seseorang sebagai subjek pajak, terlepas
dari gender, status sosial ataupun daya beli semuanya sama di mata PPN
sehingga dikenakan besaran pungutan yang sama.
3. Multi stage tax. Artinya, PPN dikenakan pada seluruh rantai produksi dan
distribusi. Setiap barang yang menjadi objek PPN mulai dari pabrikan ke
pedagang besar hingga ke pengecer atau ritel, semuanya dikenakan PPN.
4. Dihitung dengan metode indirect substraction. Pajak yang dipungut PKP
penjual tidak langsung disetorkan ke kas negara. PPN terutang yang harus
dibayarkan ke kas negara merupakan hasil perhitungan mengurangkan PPN
yang dibayar kepada PKP lain yang dinamakan pajak masukan dengan PPN
yang dipungut dari pembeli yang dinamakan pajak keluaran.
5. Merupakan pajak atas konsumsi umum dalam negeri. PPN hanya dikenakan
pada konsumsi BKP dan/atau JKP yang dilakukan di dalam negeri. Oleh
karena itu, komoditas impor juga dikenai PPN dengan besaran sama dengan
komoditas lokal.
6. Bersifat netral. Netralitas PPN dibentuk oleh dua faktor, yakni dikenakan atas
konsumsi barang maupun jasa dan menganut prinsip tempat tujuan (destination
principle) dalam pemungutannya.
7. Tidak menimbulkan pajak berganda. Kemungkinan adanya pajak berganda
dapat dihindari karena PPN hanya dipungut atas nilai tambah saja.
dalam consumtion type value added tax semua pembelian yang digunaka untuk
produksi termasuk pembelian barang modal dikurangkan dari penghitungan
nilai tambah. Pajak pertambahan nilai tipe konsumsi ini memiliki beberapa nilai
positif, yaitu:
Dalam Net Income Type Value Added Tax, pengurangan pembelian barang
modal dari dasar pengenaan pajak tidak dimungkinkan. Pembelian barang
modal hanya boleh dikurangkan sebesar presentase penyusutan yang ditentukan
pada waktu menghitung hasi l bersih dalam rangka penghiungan pajak
penghasilan. Oleh karena itu dasar pengenaan pajak pertambahan nilai akan
sama dengan dasar pengenaan pajak penghasilan.
dalam Gross Product Tyoe Value Added tax, pembelian barang modal sama
sekali tidak boleh dikurangkan dari dasar pengenaan pajak. Hal ini
mengakibatkan barang modal dikenakan pajak dua kali yaitu pada saat dibeli,
kemudian pemajakan yang kedua dilakukan melalui hasil produksi yang dijual
kepada konsumen.
Pengecualian BKP
Pada dasarnya semua barang adalah BKP, kecuali undang-undang menetapkan
sebaliknya. Jenis barang yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut:
1) Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil
langsung dari sumbernya, seperti:
Beras;
Gabah;
Jagung;
Sagu;
Kedelai;
Garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
Daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui
proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan,
dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan,
diawetkan dengan cara lain, dan/ direbus;
Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang
dibersihkan, disinkan, atau dikemasi.
Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan
maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan
lainnya, dan/ atau dikemas atau tidak dikemas;dan
Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan,
dan/ atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang
dicacah.
Pengecualian JKP
Pada dasarnya semua jasa dikenakan pajak, kecuali yang ditentukan lain oleh
Undang-Undang PPn. Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut.
1) Jasa pelayanan kesehatan medis
2) Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi:
7) Jasa pendidikan
8) Jasa kesenian dan hiburan meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh
pekerja seni dan hiburan.
9) Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan meliputi jasa penyiaran radio atau
televisi yang dilakukan oleh instansi pemerintah atau swasta ynag tidak
bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial.
10) Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam
negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan
udara luar negeri.
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha
atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang melakukan
usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan
usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasadari luar Daerah Pabean.
Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/ atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai paja berdasarkan Undang-Undang PPN 1984.
1) Pengusaha Kecil.
2) Pengusaha yang semata-mata menyerahkan barang dan atau jasa yang tidak
dikenakan PPN.
Pengusaha Kecil
Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan
penyerahan Barang kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto
dan/ atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pengusaha kecil wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku, jumlah peredaran bruto
dan atau penerimaan brutonya melebihi batas yang telah ditetapkan, Pengusaha tersebut
wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lama akhir bulan
berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran bruto dan/ atau penerimaan brutonya
melebihi Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
PKP dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai PKP apabila
jhumlah peredaran bruto dan atau penerimaan brutonya dalam satu tahun buku tidak
melebihi batas yang telah ditentukan dengan mengajukan permohonan kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP paling lambat 1 (satu)
bulan sejak berakhirnya tahun buku. Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keputusan
dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak permohonan pencabutan pengukuhan diterima.
Apabila dalam jangka waktu tersebut Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan
keputusan, permohonan pencabutan pengukuhan dianggap diterima.
b. Impor BKP
c. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha. Syarat-
syaratnya adalah sebagai berikut.
d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan dari luar Daerah Pabean di dalam daerah
Pabean
e. Pemanfaatan JKP dari luar daerah Pabean
f. Ekspor BKP berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
g. Ekspor BK tidak Berwujud oleh pengusaha kena pajak
h. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidaka dalam kegiatan usaha atau
pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau pihak
lain.
i. Penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semual tidak untuk
diperjualbelikan oleh PKP, kecuali atas penyerahan aktiva yang pajak Masukanya
tidak dapat dikreditkan.
Tarif PPnBM
Berdasarkan Pasal 8 UU PPN 1984, tarif PPnBM adalah sebagai berikut:
a. Atas impor atau penyerahan “Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah” oleh Pabrikan BKP
yang terrgolong mewah tersebut, dikenakan PPnBM di samping PPN;
b. Tarif PPnBM yang semula berkisar antara 10% sampai dengan setinggi-tingginya 50% sejak 1
Januari 2001 diubah menjadi paling rendah 10% dan paling tinggi 75%.
c. Atas ekspor BKP yang Tergolong Mewah dikenakan PPnBM dengan tarif 0%.
Tarif
1. Harga jual; nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN uang dipungut
menurut UU PPN 1984 dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.
2. Penggantian; berupa uang, termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta
oleh pengusaha karena penyerahan JKP, ekspor JKP, atau ekspor BKP Tidak
Berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN tahun 1984
dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak atau berupa uang yang
dibayar atau seharusnya dibayar oleh penerima jasa karena pemanfaatan JKP
dan/atau oleh penerima manfaat BKP Tidak Berwujud karena pemanfaatan BKP
tidak Berwujud dari luar daerah Pabean di dalam daerah pabean.
3. Nilai impor; nilai yang berupa uang yang menjadi dasar penghitung bea masuk
ditambah pungutan berdasarkan kertentuan dalam perundang-undangan yang
mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor BKP, tidak termasuk PPN
dan PPn BM yang dipungut menurut UU PPN 1984.
4. Nilai ekspor; nilai berupa uang, termasuk biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh eksportir.
Faktur Pajak
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak
yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP.
Faktur pajak dibuat pada :
a. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
b. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak.
c. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan, atau
d. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau
penyerahan JKP yang paling sedikit memuat :
a. Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP/JKP
b. Nama, alamat dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP
c. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga
d. PPN yang dipungut
e. PPn BM yang dipungut
f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak
g. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak
Contoh:
Tuan Budi melakukan kegiatan membangun sendiri bangunan dengan luas 400m2 yang akan
dibangun sebagai rumah tinggal. Seluruh biaya yang dikeluarkan pada bulan April 2010
(dikeluarkan pembeli tanah) adalah sebesar Rp 50.000.000,00. PPN yang harus disetorkan
adalah: