Anda di halaman 1dari 17

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ( PPN )

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai
dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Pajak yang dikenakan
terhadap pertambahan nilai yang muncul karena pemakaian faktor-faktor produksi oleh
Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menyiapkan, menghasilkan dan memperdagangkan
Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP).

 Undang-Undang yang Mengatur PPN


1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000
Setelah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983, terdapat perubahan kedua yaitu
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Perubahan ini dilakukan dengan tujuan
untuk menciptakan sistem perpajakan yang tepat untuk masyarakat juga untuk
meningkatkan penerimaan negara.
3. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2000
Perubahan ketiga adalah Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Untuk melengkapi kekurangan pada Undang-Undang PPN sebelumnya, Undang-
Undang ini bertujuan memberikan keadilan hukum dan keamanan bagi negara dan
masyarakat dengan sistem perpajakan yang jauh lebih sederhana. Sampai tahun
2018 ini, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 masih digunakan.

 PPN memiliki 7 karakteristik, antara lain:

1. Merupakan pajak tidak langsung. Artinya, beban pajak dialihkan kepada pihak
lain, yakni pihak yang mengkonsumsi barang atau jasa yang menjadi objek
pajak. Selain itu, tanggung jawab penyetoran pajaknya tidak berada di pihak
yang memikul beban pajak.
2. Merupakan pungutan yang sifatnya objektif. Kewajiban untuk membayar PPN
ditentukan oleh objek pajak, sehingga kondisi subjek pajak tidak
diperhitungkan sama sekali. Kondisi seseorang sebagai subjek pajak, terlepas
dari gender, status sosial ataupun daya beli semuanya sama di mata PPN
sehingga dikenakan besaran pungutan yang sama.
3. Multi stage tax. Artinya, PPN dikenakan pada seluruh rantai produksi dan
distribusi. Setiap barang yang menjadi objek PPN mulai dari pabrikan ke
pedagang besar hingga ke pengecer atau ritel, semuanya dikenakan PPN.
4. Dihitung dengan metode indirect substraction. Pajak yang dipungut PKP
penjual tidak langsung disetorkan ke kas negara. PPN terutang yang harus
dibayarkan ke kas negara merupakan hasil perhitungan mengurangkan PPN
yang dibayar kepada PKP lain yang dinamakan pajak masukan dengan PPN
yang dipungut dari pembeli yang dinamakan pajak keluaran.
5. Merupakan pajak atas konsumsi umum dalam negeri. PPN hanya dikenakan
pada konsumsi BKP dan/atau JKP yang dilakukan di dalam negeri. Oleh
karena itu, komoditas impor juga dikenai PPN dengan besaran sama dengan
komoditas lokal.
6. Bersifat netral. Netralitas PPN dibentuk oleh dua faktor, yakni dikenakan atas
konsumsi barang maupun jasa dan menganut prinsip tempat tujuan (destination
principle) dalam pemungutannya.
7. Tidak menimbulkan pajak berganda. Kemungkinan adanya pajak berganda
dapat dihindari karena PPN hanya dipungut atas nilai tambah saja.

 Tipe Pajak Pertambahan Nilai

a. consumption Type VAT

dalam consumtion type value added tax semua pembelian yang digunaka untuk
produksi termasuk pembelian barang modal dikurangkan dari penghitungan
nilai tambah. Pajak pertambahan nilai tipe konsumsi ini memiliki beberapa nilai
positif, yaitu:

 Membantu likuiditas perusahaan, karena seluruh Pajak Masukan atas


pembelian Barang Kena Pajak yang digunakan dalam proses produksi segera
dapat dikreditkan.
 Menunjang ikli investasi sehat
 Mendorong pengusaha secara berkala melakukan regenerasi alat produksi
barang modal tidak dikenakan pajak lebih dari satu kali.
 Tidak menimbulkan pengenaan pajak berganda (bersift non kumulasi).

b. Net Income Type VAT

Dalam Net Income Type Value Added Tax, pengurangan pembelian barang
modal dari dasar pengenaan pajak tidak dimungkinkan. Pembelian barang
modal hanya boleh dikurangkan sebesar presentase penyusutan yang ditentukan
pada waktu menghitung hasi l bersih dalam rangka penghiungan pajak
penghasilan. Oleh karena itu dasar pengenaan pajak pertambahan nilai akan
sama dengan dasar pengenaan pajak penghasilan.

c. Gross Product Type VAT

dalam Gross Product Tyoe Value Added tax, pembelian barang modal sama
sekali tidak boleh dikurangkan dari dasar pengenaan pajak. Hal ini
mengakibatkan barang modal dikenakan pajak dua kali yaitu pada saat dibeli,
kemudian pemajakan yang kedua dilakukan melalui hasil produksi yang dijual
kepada konsumen.

 Pencatatan Dan Pebukuan Dalam PPN

Pencatatan yang Wajib Diselenggarakan Oleh PKP:


1. Kuantum Barang Kena Pajak Yang diserahkan
2. Harga Perolehan Barang/Jasa Kena Pajak dan Pajak Masukan
3. Harga Jual/Penggantian dan Pajak keluaran yang dikenakan
4. Penyerahan yang terutang PPN 10%
5. Penyerahan yang terutang PPN 0%
6. Penyerahan yag tidak terutang PPN
7. Penyerahan yang terutang PPnBM
Karena berdasarkan pasal 16B UU PPN 1984, terhadap penyerahan BKP/JKP tertentu
diberikan fasilitas maka bagi PKP yang melakukan penyerahan terkait dengan fasilitas
dimaksud, pencatatan itu harus ditambah dengan dua materi lagi yaitu :
- Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan pajak
- Penyerahan yang PPN dan PPnBM-nya tidak dipungut.

A. Barang Kena Pajak (BKP)


Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa
barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan
pajak berdasarkan Undang-Undang.
Barang kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN
1984.
Yang dimaksud dengan “Barang Kena Pajak Tidak Berwujud” adalah:

1) Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan,


kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula
atau proses rahasia,merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/
industrial atau hak serupa lainnya.
2) Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/ perlengkapan industrial,
komersial, atau ilmiah.
3) Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal,
industrial, atau komersial.
4) pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan
penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada huruf a,
penggunaan atau hak menggunakan peralatan/ perlengkapan tersebut pada
huruf b, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada huruf c,
berupa:
5) penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau
keduanya, yang disalurkan kepada masyaraka tmelalui satelit, kabel, serat
optik, atau teknologi yang seupa;
6) penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara
atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/
dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;
7) penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio
komunikasi;
8) Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture
films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk
siaran radio.
9) Pelepasan seluruhnya atau sebagaian hak yang berkenaan dengan
penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/ industrial atau hak-
hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.

 Pengecualian BKP
Pada dasarnya semua barang adalah BKP, kecuali undang-undang menetapkan
sebaliknya. Jenis barang yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut:
1) Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil
langsung dari sumbernya, seperti:

 Minyak mentah (crude oil);


 gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap
dikonsumsi langsung masyarakat;
 panas bumi;
 asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung,
batu bpermata, bentonit, dolomit, felspar (feldsfar), garam batu
(halite), grafit, granit/ andesit, gips, kalsit,kaolin,leusit,magnesit,
mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa,
perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah
diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan
traktit;
 batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan
 bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih
perak, serta bijih bauksit.
2) Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat
banyak, seperti:

 Beras;
 Gabah;
 Jagung;
 Sagu;
 Kedelai;
 Garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
 Daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui
proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan,
dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan,
diawetkan dengan cara lain, dan/ direbus;
 Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang
dibersihkan, disinkan, atau dikemasi.
 Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan
maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan
lainnya, dan/ atau dikemas atau tidak dikemas;dan
 Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan,
dan/ atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang
dicacah.

3) Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,


warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang
dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman
yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan
4) Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga (saham, obligasi dan
lainnya).

B. Jasa Kena Pajak (JKP)


Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau
perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak
tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena
pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesanan.
Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN 1984.

 Pengecualian JKP
Pada dasarnya semua jasa dikenakan pajak, kecuali yang ditentukan lain oleh
Undang-Undang PPn. Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut.
1) Jasa pelayanan kesehatan medis
2) Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi:

 Jasa pelayanan Panti asuhan dan Panti Jompo;


 Jasa pemadam kebakaran;
 Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;
 Jasa lembaga rehabilitasi;
 Jasa penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman, termasuk
krematorium;
 Jasa di bidang olahraga kecuali yang bersifat komersial.

3) Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko.

4) Jasa keuangan, meliputi:

 Jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka,


sertifikat deposito, tabungan, dan/ atau bentuk lain yang dipersamakan
dengan itu;
 jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana
kepada pihak lain dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi
maupun dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya;
 jasa-jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
berupa: sewa guna usaha dengan hak opsi, anjak piutang, usaha kartu
kredit dan/ atau pembiayaan konsumen;
 jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai
syariah dan fidusia;
 jasa penjaminan.

5) Jasa asuransi, yaitu jasa pertanggungan yang meliputi asuransi kerugian,


asuransi jiwa, dan reasuransi, yang dilakukan oleh perusahaan asuransi
kepada pemegang polis asuransi, tidak termasuk jasa penunjang asuransi
seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi, dan konsultan asuransi.

6) Jasa di bidang keagamaan, meliputi:

 Jasa pelayanan rumah ibadah;


 Jasa pemberian khotbah atau dakwah;
 Jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan;
 Jasa lain di bidang keagamaan.

7) Jasa pendidikan
8) Jasa kesenian dan hiburan meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh
pekerja seni dan hiburan.

9) Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan meliputi jasa penyiaran radio atau
televisi yang dilakukan oleh instansi pemerintah atau swasta ynag tidak
bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial.

10) Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam
negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan
udara luar negeri.

11) Jasa tenaga kerja


12) Jasa perhotelan
13) Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan
pemerintahan secara umum meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan
oleh instansi pemerintah, antara lain pemberian Izin mendirikan
Bangunan, pemberian Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok
Wajib Pajak, dan pembuatan Kartu Tanda Penduduk.
13) Jasa penyediaan tempat parkir, yaitu jasa penyediaan tempat parkir yang
dilakukan oleh pemilik tempat parkir dan/ atau pengusaha kepada
pengguna tempat parkir dengan dipungut bayaran.
C. Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha
atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang melakukan
usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan
usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasadari luar Daerah Pabean.
Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/ atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai paja berdasarkan Undang-Undang PPN 1984.

 Pengusaha Kena Pajak berkewajiban, antara lain untuk:

1) Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.


2) Memungut PPN dan PPn BM yang terutang.
3) Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar
daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang terutang.
4) Melaporkan penghitungan pajak.

 Pengusaha yang dikecualikan dari nkewajiban sebagai Pengusaha kena Pajak


adalah:

1) Pengusaha Kecil.
2) Pengusaha yang semata-mata menyerahkan barang dan atau jasa yang tidak
dikenakan PPN.

Pengusaha Kecil
Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan
penyerahan Barang kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto
dan/ atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pengusaha kecil wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku, jumlah peredaran bruto
dan atau penerimaan brutonya melebihi batas yang telah ditetapkan, Pengusaha tersebut
wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lama akhir bulan
berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran bruto dan/ atau penerimaan brutonya
melebihi Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
PKP dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai PKP apabila
jhumlah peredaran bruto dan atau penerimaan brutonya dalam satu tahun buku tidak
melebihi batas yang telah ditentukan dengan mengajukan permohonan kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP paling lambat 1 (satu)
bulan sejak berakhirnya tahun buku. Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keputusan
dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak permohonan pencabutan pengukuhan diterima.
Apabila dalam jangka waktu tersebut Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan
keputusan, permohonan pencabutan pengukuhan dianggap diterima.

Beberapa hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pengusaha kecil.


1) Dilarang membuat faktur pajak
2) Tidak wajib memasukan SPT Masa PPN
3) Diwajibkan membuat pembukuan atau pencatatan
4) Wajib lapor untuk dikukuhkan sebagai PKP, bagi pengusaha kecil yang
memperoleh bruto di atas batas yang telah ditentukan.
PPnBM merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang masuk golongan barang mewah.
Pengenaan PPnBM dibebankan pada produsen atau PKP yang menghasilkan atau mengimpor
barang mewah.

PPnBM memiliki 4 karakteristik, antara lain:

1. Merupakan pungutan tambahan. PPnBM merupakan pungutan tambahan yang


dikenakan pada barang mewah disamping PPN. Hal ini dimaksudkan agar konsumen
yang membeli barang mewah, yang notabene merupakan konsumen dengan daya beli
tinggi, memikul beban tambahan lebih tinggi dibanding konsumen berdaya beli
rendah.
2. Hanya dikenakan satu kali. Yaitu pada saat impor/penyerahan BKP yang tergolong
mewah yang dilakukan pabrikan yang menghasilan BKP yang tergolong mewah.
3. Tidak dapat dikreditkan. Karena sasaran PPnBM adalah konsumen, maka tujuan
memberi beban pajak tambahan tidak akan tercapai apabila PPnBM dapat dikreditkan
karena PPnBM yang dibayar akan masuk kembali ke kas perusahaan pedagang besar.
Oleh karena itu, PPnBM akan dibebankan sebagai biaya oleh PKP yang menyerahkan
BKP pada mata rantai distribusi yang kedua, sehingga akan menjadi unsur harga jual
yang diinta dari pembeli, yaitu PKP pada jalur berikutnya atau konsumen yang secara
langsung membeli dari pedagang besar.
4. Jika diekspor, PPnBM yang dibayar pada saat perolehan dapat diminta kembali.
Meski PPnBM tidak dapat dikreditkan, tetapi apabila BKP yang tergolong mewah
diekspor, maka PPnBM yang dibayar berkaitan dengan perolehan BKP yang
tergolong mewah yang berhubungan langsung dengan BKP, dapat diajukan
permintaan restitusi.

 Objek Pajak Pertambahan Nilai


PPN dikenakan atas:
a. Penyerahan BKP di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha. Syarat-
syaratnya adalah:

 Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP


 Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP yang tidak berwujud
 Penyerahan dilakukan di daerah Pabean
 Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha

b. Impor BKP

c. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha. Syarat-
syaratnya adalah sebagai berikut.

 Jasa yang diserahkan merupakan JKP


 Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean
 Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaanya

d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan dari luar Daerah Pabean di dalam daerah
Pabean
e. Pemanfaatan JKP dari luar daerah Pabean
f. Ekspor BKP berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
g. Ekspor BK tidak Berwujud oleh pengusaha kena pajak
h. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidaka dalam kegiatan usaha atau
pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau pihak
lain.
i. Penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semual tidak untuk
diperjualbelikan oleh PKP, kecuali atas penyerahan aktiva yang pajak Masukanya
tidak dapat dikreditkan.

Tujuan Pengenaan PPnBM di Samping PPN


Dalam memori penjelasan Pasal 5 UU PPN 1984 ditegaskan bahwa tujuan mengenakan PPnBM
di samping PPN adalah:
a. Untuk memperoleh keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan
rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi;
b. Untuk mengendalikan pola konsumsi BKP Yang Tergolong Mewah;
c. Melindungi produsen kecil atau tradisional;
d. Untuk mengemankan penerimaan negara.

Tarif PPnBM
Berdasarkan Pasal 8 UU PPN 1984, tarif PPnBM adalah sebagai berikut:
a. Atas impor atau penyerahan “Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah” oleh Pabrikan BKP
yang terrgolong mewah tersebut, dikenakan PPnBM di samping PPN;
b. Tarif PPnBM yang semula berkisar antara 10% sampai dengan setinggi-tingginya 50% sejak 1
Januari 2001 diubah menjadi paling rendah 10% dan paling tinggi 75%.
c. Atas ekspor BKP yang Tergolong Mewah dikenakan PPnBM dengan tarif 0%.
Tarif

1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai


Tariff PN yang berlaku saat ini adalah 10%. Sedangkan tariff PPN sebesar 0% diterapkan
atas:

a. Ekspor BKP Berwujud


b. Ekspor BKP Tidak Berwujud
c. Ekspor JKP

2. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah


Tarif penjualan atas barang mewah dapat diterapkan dalam beberapa kelompok tariff,
yaitu tariff paling rendah adalah 10% dan yang paling tinggi adalah 200%. Ketentuan
mengenai tariff kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah yang dikenai Pajank
Penjualan Atas Barang Mewah dengan peraturan pemerintah. Sedangkan ketentuan
mengenai jenis barang yang dikenai PPn BM siatur dengan peraturan menteri keuangan.

 Saat Terutang Pajak


Pajak terutang pada saat :
1. Penyerahan BKP/JKP
2. Impor BKP
3. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah Pabean didalam daerah Pabean.
4. Pemanfaatan JKP dari luar daerah Pabean
5. Ekspor BKP berwujud
6. Ekspor BKP tidak berwujud
7. Ekspor JKP
8. Pembayaran, pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau sebelum penerahan
JKP atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelu dimulainya pemanfaatan BKP tidak
berwujud atau JKP dari luar daerah Pabean.

 Tempat Terutang Pajak


a. Untuk penyerahan BKP/JKP :
1) Tempat tinggal
2) Tempat kedudukan
3) Tempat kegiatan usaha
4) Tempat lain
Apabila Penguasa Kena Pajak terutang pajak pada lebih dari satu tempat kegiatan usaha,
Pengusaha Kena Pajak tersebut dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya dalam
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak untuk
memilih satu tempat atau lebih sebagai tempat terutangnya pajak.
b. Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi ditempat barang kena pajak dimasukkan
dan dipungut melalui Direktorat Jendral Bea dan Cukai.
c. Orang pribadi atau badan yang mrmanfaatkan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari
luar Daerah Pabean terutang pajak ditempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau
tempat kegiatan usaha.
d. Untuk kegiatan membangun sendiri oleh PKP yang dilakukan tidak dalam lingkungan
perusahaan atau pekerjaannya atau oleh bukan PKP, ditempat bangunan tersebut
didirikan.

 Dasar Pengenaan Pajak


Untuk menghitung besarnya pajak (PPN dan PPn BM) yang terutang perlu adanya
dasar Pengenaan Pajak (DPP), yang menjadi DPP adalah:

1. Harga jual; nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN uang dipungut
menurut UU PPN 1984 dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.

2. Penggantian; berupa uang, termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta
oleh pengusaha karena penyerahan JKP, ekspor JKP, atau ekspor BKP Tidak
Berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN tahun 1984
dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak atau berupa uang yang
dibayar atau seharusnya dibayar oleh penerima jasa karena pemanfaatan JKP
dan/atau oleh penerima manfaat BKP Tidak Berwujud karena pemanfaatan BKP
tidak Berwujud dari luar daerah Pabean di dalam daerah pabean.

3. Nilai impor; nilai yang berupa uang yang menjadi dasar penghitung bea masuk
ditambah pungutan berdasarkan kertentuan dalam perundang-undangan yang
mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor BKP, tidak termasuk PPN
dan PPn BM yang dipungut menurut UU PPN 1984.

4. Nilai ekspor; nilai berupa uang, termasuk biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh eksportir.

5. Nilai lain yang diatur dengan Peraturan Menderi Keuangan

 Faktur Pajak
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak
yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP.
Faktur pajak dibuat pada :
a. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
b. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak.
c. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan, atau
d. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau
penyerahan JKP yang paling sedikit memuat :
a. Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP/JKP
b. Nama, alamat dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP
c. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga
d. PPN yang dipungut
e. PPn BM yang dipungut
f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak
g. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak

Faktur Pajak harus dibuat pada :


a. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
b. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak
c. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan
d. Untuk Faktur Pajak gabungan harus dimuat paling lama pada akhir bulan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
e. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
tersendiri.
PPn Atas Kegiatan Membangun Sendiri Dan Surat Pemberitahuan Masa
(SPT Masa) PPN

PPn Atas Kegiatan Membangun Sendiri


Atas kegiatan membangun sendiri terutang Pajak Pertambahan Nilai. Yang dimaksud
dengan kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun bangunan yang dilakukan
tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan pihak lain. Sedangkan yang dimaksud dengan bangunan
berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau diletakan secara tetap pada satu
kesatuan tanah dan/atau perairan dengan criteria:
a. Konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis,
dan/atau baja.
b. Diperuntukan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha, dan
c. Luas keseluruhan paling sedikit 300m2 (tiga ratus meter persegi)

Tarif dan Dasar Pengenaan pajak


Atas kegiatan membangun sendiri dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 10 %
(sepuluh persen) dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak. Dasar Pengenaan Pajak atas
kegiatan membangun sendiri adalah 40 % dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang
dibayarkan untuk membangun sendiri, tidak termasuk harga perolehan tanah. Pajak
Pertambahan Nilai yang terutang setiap bulan dihitung dengan cara:

PPN = (40 % x Jumlah Biaya yang Dikeluarkan) x 10 %

Contoh:
Tuan Budi melakukan kegiatan membangun sendiri bangunan dengan luas 400m2 yang akan
dibangun sebagai rumah tinggal. Seluruh biaya yang dikeluarkan pada bulan April 2010
(dikeluarkan pembeli tanah) adalah sebesar Rp 50.000.000,00. PPN yang harus disetorkan
adalah:

PPN = (Rp 50.000.000,00 x 40 % ) x 10 %


= Rp 20.000.000,00 x 10 %
= Rp 2.000.000,00
PPnBM merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang masuk golongan barang mewah.
Pengenaan PPnBM dibebankan pada produsen atau PKP yang menghasilkan atau mengimpor
barang mewah.

PPnBM memiliki 4 karakteristik, antara lain:

1. Merupakan pungutan tambahan. PPnBM merupakan pungutan tambahan yang dikenakan


pada barang mewah disamping PPN. Hal ini dimaksudkan agar konsumen yang membeli
barang mewah, yang notabene merupakan konsumen dengan daya beli tinggi, memikul
beban tambahan lebih tinggi dibanding konsumen berdaya beli rendah. Sebab, jika tidak
dibebankan pungutan tambahan, maka tidak ada asas keadilan, karena konsumen yang
daya belinya tinggi membayar persentase pajak yang sama dengan konsumen dengan daya
beli rendah.
2. Hanya dikenakan satu kali. PPnBM hanya dikenakan satu kali, yaitu pada saat
impor/penyerahan BKP yang tergolong mewah yang dilakukan pabrikan yang
menghasilan BKP yang tergolong mewah.
3. Tidak dapat dikreditkan. Karena sasaran PPnBM adalah konsumen, maka tujuan memberi
beban pajak tambahan tidak akan tercapai apabila PPnBM dapat dikreditkan karena
PPnBM yang dibayar akan masuk kembali ke kas perusahaan pedagang besar. Oleh karena
itu, PPnBM akan dibebankan sebagai biaya oleh PKP yang menyerahkan BKP pada mata
rantai distribusi yang kedua, sehingga akan menjadi unsur harga jual yang diinta dari
pembeli, yaitu PKP pada jalur berikutnya atau konsumen yang secara langsung membeli
dari pedagang besar.
4. Jika diekspor, PPnBM yang dibayar pada saat perolehan dapat diminta kembali. Meski
PPnBM tidak dapat dikreditkan, tetapi apabila BKP yang tergolong mewah diekspor,
maka PPnBM yang dibayar berkaitan dengan perolehan BKP yang tergolong mewah yang
berhubungan langsung dengan BKP, dapat diajukan permintaan restitusi.

Anda mungkin juga menyukai