Anda di halaman 1dari 25

HUKUM PERJANJIAN KONTRAK BISNIS

DOSEN PENGAMPU :

Ika Kharismawati SE., MM

DISUSUN OLEH :

Septian Dwi Prasetyo

2312111033

Manajemen B

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BHAYANGKARA SURABAYA

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan Makalah tentang "Hak atas Kekayaan
Intelektual".
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ika Kharismawati SE.,
MM selaku dosen Mata Kuliah Hukum Bisnis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
semua pihak yang telah turut memberikan masukan yang baik untuk Makalah ini Tentunya,
tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penyusun, saya menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam karya ilmiah ini. Oleh karena itu, kami
dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
Makalah ini.
Kami berharap semoga Makalah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga
inspirasi untuk pembaca.

Surabaya, 26 Februari 2024

2
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................................5
1.3 Tujuan..........................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................6
2.1 Definisi perjajian dan kotrak bisnis..............................................................................................6
2.2 Perbedaan Perjanjian dan Kotrak bisnis......................................................................................7
2.3 Unsur unsur Perjanian.................................................................................................................8
2.4 Jenis jenis kontrak bisnis............................................................................................................10
2.5 Tahap tahap Perancangan Kontrak...........................................................................................12
2.6 Cara Pembuatan Kontrak...........................................................................................................14
2.7 Syarat Sah suatu Perjajian.........................................................................................................18
2.8 Hukum Yang Mengatur Perjanjian Atau Kontrak Bisnis.............................................................20
2.9 Penyelesaian Sengketa Dalam Perjajanjian (Kontrak Bisnis)......................................................21
PENUTUP.............................................................................................................................................24
3.1 KESIMPULAN..............................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................26

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hukum perjanjian atau kontrak bisnis adalah cabang hukum yang mengatur tentang
kesepakatan antara dua pihak atau lebih dalam melakukan suatu transaksi bisnis. Kontrak
bisnis dapat berupa perjanjian tertulis atau lisan yang memuat hak dan kewajiban masing-
masing pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut. Dalam hukum perjanjian, terdapat
beberapa unsur yang harus dipenuhi agar suatu kontrak bisnis dianggap sah dan mengikat.
Unsur-unsur tersebut antara lain adalah kesepakatan, kebebasan berkontrak, kecakapan untuk
membuat kontrak, tujuan yang sah, dan objek yang jelas.

Selain itu, hukum perjanjian juga mengatur tentang pelanggaran kontrak bisnis dan sanksi
yang diberikan kepada pihak yang melanggar. Sanksi tersebut dapat berupa ganti rugi,
pemutusan kontrak, atau tuntutan pidana jika pelanggaran tersebut dianggap sebagai tindak
pidana. Dalam dunia bisnis, kontrak bisnis sangat penting untuk menjaga keamanan dan
kepastian dalam melakukan transaksi. Oleh karena itu, sebelum membuat kontrak bisnis,
sebaiknya pihak-pihak yang terlibat memahami dengan baik mengenai hukum perjanjian dan
unsur-unsur yang harus dipenuhi agar kontrak tersebut sah dan mengikat.

Hukum kontrak atau perjanjian di Indonesia diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUH Perdata) dan memiliki beberapa syarat sah, seperti kesepakatan para pihak,
objek yang jelas dan halal, kemampuan untuk membuat perjanjian, serta bentuk yang sesuai
dengan ketentuan hukum.Selain itu, hukum kontrak juga memiliki beberapa asas, seperti asas
konsensualisme, kebebasan berkontrak, daya mengikat kontrak, privity of contract, itikad
baik, dan proporsionalitas. Sumber hukum kontrak dapat berasal dari Burgerlijk Wetboek
(BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, peraturan perundang-undangan, maupun
yurisprudensi.Jenis kontrak sendiri terdiri dari lima jenis, yaitu kontrak bernama dan tak
bernama, kontrak komersial dan kontrak konsumen, kontrak privat dan kontrak publik,
kontrak domestik dan kontrak internasional, serta executed contracts dan executory contracts.

4
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud perjanjian dan kontrak bisnis

2. Apa perbedaan antara perjanjian dan kontrak bisnis

3. Sebutkan apa saja unsur unsur perjanjian

4. Sebutkan jenis jenis kontrak bisnis

5. Apa saja tahap tahap perancangan kontrak

6 .Bagaimana proses pembuatan kontrak

7. Apa saja Syarat sah dalam perjanjian

8. Apa saja Hukum yang mengatur perjanjian atau kontrak bisnis

9. Bagaimana penyelesaian sengketa

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu perjanjian dan kontrak bisnis

2. Untuk mengetahui perbedaan perjanjian dan kontrak bisnis

3. Untuk mengetahui unsur unsur perjanjian

4. Untuk mengetahui apa saja jenis jenis kontrak bisnis

5. Untuk mengetahui apa saja tahap tahap perancangan kontrak

6. Untuk mengetahui bagaimana proses pembuatan kontrak

7. Untuk mengetahui syarat sah sebuah perjajian

8. Untuk mengetahui Hukum yang mengatur perjanjian atau kontrak bisnis

9. Untuk mengetahui bagaiamana penyelesaian sengketa

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi perjajian dan kotrak bisnis

Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah

“Overeenkomst” dalam bahasa belanda atau “Agreement” dalam bahasa Inggris.

Pengaturan perjanjian dalam KUHPerdata diatur dalam buku ke tiga tentang

perikatan. Menurut Pasal 1313 KUHPerdata, Perjanjian adalah suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau

lebih lainnya. Selain pengertian perjanjian KUHPerdata, berikut ini dikemukakan

pengertian perjanjian menurut beberapa pakar hukum. Menurut subekti, (1998:1) perjanjian
adalah suatu peristiwa dimana seorang

berjanji kepada orang lain atau dimana orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan suatu hal. Dalam definisi ini yang dimaksud suatu hal adalah

sesuatu yang menjadi kesepakatan bersama yang harus dilaksanakan bagi kedua

belah pihak yang mengadakannya. Abdulkadir Muhammad, (2000:225)

merumuskan perjanjian sebagai suatu persetujuan dengan mana dua orang atau

lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta

kekayaan.

6
2.2 Perbedaan Perjanjian dan Kotrak bisnis

Perjanjian dan kontrak bisnis adalah dua istilah yang sering digunakan dalam dunia bisnis.
Meskipun keduanya memiliki kesamaan dalam hal mengatur hak dan kewajiban antara dua
pihak, namun ada beberapa perbedaan antara keduanya.

Perjanjian adalah kesepakatan antara dua pihak yang didasarkan pada kepercayaan dan saling
pengertian. Perjanjian dapat dibuat secara lisan atau tertulis, dan tidak selalu memerlukan
persyaratan formal tertentu. Perjanjian biasanya digunakan dalam situasi di mana hubungan
bisnis antara kedua belah pihak masih dalam tahap awal atau belum terlalu kompleks.

Sementara itu, kontrak bisnis adalah perjanjian tertulis yang lebih formal dan terstruktur.
Kontrak bisnis biasanya memuat rincian yang lebih lengkap mengenai hak dan kewajiban
masing-masing pihak, termasuk jangka waktu, harga, dan syarat-syarat lainnya. Kontrak
bisnis biasanya digunakan dalam situasi di mana hubungan bisnis antara kedua belah pihak
sudah lebih kompleks dan memerlukan perlindungan hukum yang lebih kuat.

Dalam hal penyelesaian sengketa, perjanjian biasanya lebih sulit untuk ditegakkan secara
hukum dibandingkan dengan kontrak bisnis. Hal ini karena perjanjian seringkali tidak
memiliki bukti tertulis yang kuat dan tidak memuat rincian yang cukup jelas mengenai hak
dan kewajiban masing-masing pihak. Oleh karena itu, kontrak bisnis lebih disarankan untuk
digunakan dalam situasi bisnis yang lebih kompleks dan memerlukan perlindungan hukum
yang lebih kuat.

7
2.3 Unsur unsur Perjanian

Dalam hukum perjanjian, banyak para ahli membedakan perjanjian menjadi perjanjian
bernama dan perjanjian tidak bernama. Yang dinamakan perjanjian bernama adalah
perjanjian khusus yang diatur dalam KUHPerdata mulai dari Bab V sampai Bab XVIII.
Sedangkan perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur dalam KUH Perdata
(atau sering disebut perjanjian khusus).

Tetapi yang terpenting adalah sejauh mana kita dapat mennetukan unsur-unsur pokok dari
suatu perjanjian, dengan begitu kita bisa mengelompokkan suatu perbuatan sebagaimana
yang disebutkan dalam pasal 1234 tentang jenis perikatan.

Terdapat 3 unsur dalam perjanjian, yaitu :

1. Unsur Essensialia

Unsur essensialia adalah sesuatu yang harus ada yang merupakan hal pokok sebagai syarat
yang tidak boleh diabaikan dan harus dicantumkan dalam suatu perjanjian.Bahwa dalam
suatu perjanjian haruslah mengandung suatu ketentuan tentang prestasi-prestasi. Hal ini
adalah penting disebabkan hal inilah yang membedakan antara suatu perjnajian dengan
perjanjian lainnya.

Unsur Essensialia sangat berpengaruh sebab unsur ini digunakan untuk memberikan
rumusan, definisi dan pengertian dari suatu perjanjian. Jadi essensi atau isi yang terkandung
dari perjanjian tersebut yang mendefinisikan apa bentuk hakekat perjanjian tersebut.
Misalnya essensi yang terdapat dalam definisi perjanjian jual beli dengan perjanjian tukar
menukar. Maka dari definisi yang dimuat dalam definisi perjanjian tersebutlah yang
membedakan antara jual beli dan tukar menukar.

Jual beli (Pasal 1457) :

Suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk menyerahkan suatu
barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.

Tukar menukar (Pasal 1591)

Suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak mengikatkan diri untuk saling memberikan
suatu barang secara timbal balik sebagai suatu ganti barang lain.

Dari definsi tersebut diatas maka berdasarkan essensi atau isi yang dikandung dari definisi
diatas maka jelas terlihat bahwa jual beli dibedakan dengan tukar menukar dalam wujud
pembayaran harga.

Maka dari itu unsur essensialia yang terkandung dalam suatu perjanjian menjadi pembeda
antara perjanjian yang satu dengan perjanjian yang lain.

8
Semua perjanjian bernama yang diatur dalam buku III bagian kedua memiliki perbedaan
unsur essensialia yang berbeda antara yang satu dengan perjanjian yang lain.

2. Unsur Naturalia

Naturalia adalah ketentuan hukum umum, suatu syarat yang biasanya dicantumkan dalam
perjanjian. Unsur-unsur atau hal ini biasanya dijumpai dalam perjanjian-perjanjian tertentu,
dianggap ada kecuali dinyatakan sebaliknya.

Merupakan unsur yang wajib dimiliki oleh suatu perjanjian yang menyangkut suatu keadaan
yang pasti ada setelah diketahui unsur essensialianya. Jadi terlebih dahulu harus dirumuskan
unsur essensialianya baru kemudian dapat dirumuskan unsur naturalianya. Misalnya jual beli
unsur naturalianya adalah bahwa si penjual harus bertanggung jawab terhadap kerusakan-
kerusakan atau cacat-cacat yang dimiliki oleh barang yang dijualnya. Misalnya membeli
sebuah televisi baru. Jadi unsur essensialia adalah usnur yang selayaknya atau sepatutnya
sudah diketahui oleh masyarakat dan dianggap suatu hal yang lazim atau lumrah.

3. Unsur Aksidentalia

Yaitu berbagai hal khusus (particular) yang dinyatakan dalam perjanjian yang disetujui oleh
para pihak. Accidentalia artinya bisa ada atau diatur, bisa juga tidak ada, bergantung pada
keinginan para pihak, merasa perlu untuk memuat ataukah tidak.

Selain itu aksidentalia adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian yang merupakan
ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh para pihak, sesuai dengan
kehendak para pihak yang merupakan persyaratan khusus yang ditentukan secara bersama-
sama oleh para pihak.

Jadi unsur aksidentalia lebih menyangkut mengenai faktor pelengkap dari unsur essensialia
dan naturalia, misalnya dalam suatu perjanjian harus ada tempat dimana prestasi dilakukan.

9
2.4 Jenis jenis kontrak bisnis

a. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan kontraktor dan mitra bisnis

Hubungan dengan kontraktor merupakan hubungan pemborongan suatu proyek, bisa dalam
rangka mengadakan suatu bangunan pabrik dan atau kantor, dimana perusahaan menjadi
pemilik (yang memberikan order kerja) dan kontraktor menjadi pemborong (yang menerima
order kerja). Skala dan kompleksitas proyek dapat sangat beragam. Dari yang proyek kecil
hingga yang proyek besar; dari yang sederhana hingga yang canggih. Konsep perikatan
(perjanjian)-nya pun beragam mengikuti hal-hal tersebut. Dari sekedar Perjanjian
Pemborongan hingga Engineering Procurement Construction Contract atau EPC Contract.

Sedangkan hubungan dengan mitra bisnis, perusahaan mempunyai kepentingan yang sama
dalam suatu proyek atau obyek kerjasama bisnis tertentu. Dalam hal suatu proyek, maka
kedua belah pihak melakukan: suatu kerjasama operasi (joint operation; seperti: Joint
Operation Agreement atau Production Sharing Agreement), atau penyertaan modal saham
(joint venture) dengan mendirikan suatu perusahaan usaha patungan (joint venture company),
yang perjanjiannya disebut Joint Venture Agreement.

Sedangkan dalam obyek kerjasama bisnis tertentu dapat mencakup hal-hal yang sangat luas
dan beragam. Pada umumnya:ada struktur transaksi pembiayaan proyek (seperti: Build
Operate & Transfer Agreement atau disingkat BOT Agreement, atau Build Operate & Own
Agreement atau disingkat BOO Agreement); proses alih teknologi atau pengetahuan tertentu
(seperti: Technical Assistance Agreement); kepentingan pengembangan/jaringan bisnis
(seperti: Collaboration Agreement); dan kepentingan penelitian dan pengembangan serta
rekayasa mengenai obyek tertentu; mungkin tidak ada pendapatan yang diperoleh tetapi
tujuan dari hasil kegiatan tersebut yang diutamakan (seperti: Research, Development &
Engineering Agreement); serta kepentingan hak milik intelektual (seperti: Licence
Agreement).

B. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan pemasok

Sederhananya, perjanjian dengan para pemasok barang atau jasa bagi kepentingan produksi
atau operasi bisnis sehari-hari. Biasanya disebut Supply Agreement.

C. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan distributor, retailer/agen penjualan

Singkatnya, dalam hal perusahaan tidak melakukan penjualan langsung melalui divisi
pemasaran dan penjualannya, maka ia akan menunjuk pihak lain yaitu distributor atau retailer
atau agen penjualan. Biasanya disebut Distribution Agreement dan Sales Representative
Agreement.

D. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan konsumen atau debitur

Singkatnya, dalam hal konsumen tidak mampu membayar tunai, maka perusahaan dapat
melakukan pembiayaan sendiri terhadap konsumen yang bersangkutan dengan melakukan

10
perjanjian jual beli dengan cicilan (Purchase With Installment) atau sewa beli (Hire Purchase
Agreement).

E. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan para pemegang saham

Pada umumnya, dalam hal kondisi diluar dari penyertaan modal yang sudah diatur dalam
anggaran dasar, yaitu seperti Perjanjian Hutang Subordinasi atau bila ada kesepakatan antara
pemegang saham lama dengan yang baru, yaitu Shareholder Agreement.

F. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan kreditur yang memberikan fasilitas kredit atau

pinjaman Pada umumnya dikenal dengan dengan Facility Agreement atau Credit Agreement.
Namun dari segi sifat hutang dan struktur transaksi dapat merupakan macam ragam hubungan
atau transaksi pinjaman, misalnya, Syndicated Facility Agreement, Convertible Bond
Agreement, Put Option Agreement, Middle Term Note Agreement.

2.5 Tahap tahap Perancangan Kontrak

Pada dasarnya, kontrak dibuat oleh para pihak dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu
Kontrak Berdimensi Nasional dan Kontrak Berdimensi Internasional. Kontrak berdimensi
nasional adalah kontrak yang dibuat oleh para pihak yang para pihaknya adalah warga negara
Indonesia, sedangkan Kontrak berdimensi internasional adalah kontrak yang dibuat oleh para
pihak yang salah satu pihaknya adalah warga negara asing atau badan hukum asing.
Disamping macam-macam kontrak tersebut, hal yang perlu dan patut untuk disepakati
bersama adalah bahwa setiap kontrak yang dibuat oleh para pihak harus dirancang dengan
benar.

Perancangan kontrak yang benar sebagaimana disebutkan diatas dapat diraih dengan apabila
merancang kontrak dengan tahap-tahap yang benar juga. Dengan menyimpulkan dari
beberapa pendapat ahli-ahli hukum, berikut disimpulkan tahap-tahap dalam perancangan
kontrak, diantaranya :

1. Penawaran dan Penerimaan

Dalam sistem Anglo Amerika, tahap penawaran dan penerimaan disebut dengan offer dan
acceptance. Offer (Penawaran) adalah suatu janji untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu secara khusus pada masa yang akan datang, sedangkan acceptance adalah
kesepakatan antara pihak penerima tawaran dan pihak pemberi tawaran terhadap persyaratan
(klausul) yang ditawarkan oleh pihak pemberi tawaran.

Penerimaan yang dimaksud di atas harus merupakan penerimaan yang bersifat absolut dan
tanpa syarat atas tawaran tersebut. Salah satu cara yang efektif untuk dilakukan dalam hal ini
adalah bahwa sedapat mungkin, baik tawaran maupun penerimaan tawaran sebaiknya
dinyatakan secara tertulis dan jelas.

11
2. Kesepakatan Para Pihak

Kesepakatan para pihak merupakan tahap persesuaian pernyataan kehendak para pihak
tentang objek perjanjian. Dalam sistem Anglo Amerika, kesepakatan para pihak disebut
dengan sebutan meeting of minds. Apabila objek suatu kontrak jelas maka kontrak tersebut
dapat dipertanggungjawabkan dan dikatakan sebagai suatu kontrak yang sah. Hal yang harus
diperhatikan dalam poin ini adalah bahwa kesepakatan para pihak tersebut harus
berlandaskan dengan kejujuran (jujur) dan apabilan sebaliknya bahwa apabila kontrak
dilandaskan dari sebuah kebohongan atau penipuan maka kontrak tersebut menjadi tidak sah
dan dapat dibatalkan.

3. Pembuatan Kontrak

Pada tahap ini semua hal yang berbau objek dan etika persepakatan dianggap sudah berjalan
baik dan telah ditemukan objek yang jelas serta disepakati dengan baik oleh para pihak
sehingga layak dilanjutkan kepada tahap pembuatan kontrak. Dalam tahap ini substansi
kontrak akan disusun dan dirancang sebelum diajukan untuk ditandatangani oleh para pihak.
Salah satu hal menarik dalam tahap ini adalah bahwa pembuatan kontrak dapat dilakukan
oleh salah satu pihak saja tetapi tidak memungkinkan dapat dirancang langsung oleh kedua
belah pihak.

4. Penelaahan Kontrak

Melanjutkan tahap sebelumnya yaitu pembuatan kontrak, tahap ini lebih ke arah pengkajian
ulang terhadap substansi kontrak yang sebelumnya sudah dirancang oleh salah satu pihak
atau dirancang oleh para pihak secara bersama. Poin penting yang harus diperhatikan pada
tahap ini adalah bahwa dalam tahap ini rancangan kontrak harus dipelajari dengan matang,
diselidiki apakah terdapat kejanggalan (potensi buruk) dan termasuk dengan tatacara
pengkodifikasian (penulisannya) agar sesuai dengan pedoman penulisan yang baik dari segi
ketatabahasaannya.

Sekedar tips, bahwa pada tahap ini beberapa substasi yang benar-benar diperhatikan dan
dipastikan tidak menyimpang adalah terkait dengan judul kontrak, tanggal berlaku dan
berakhirnya kontrak, pengaturan hak para pihak, pengaturan kewajiban para pihak dan cara
penyelesaian apabila terjadi sengketa.

5. Negosiasi

Tahap ini merupakan tahap perundingan terhadap naskah kontrak yang sudah disusun dan
ditelaah. Hal-hal yang dinegosiasikan pada tahap ini adalah hal-hal berupa temuan pada tahap

12
sebelumnya (tahap penelaahan). Apabila salah satu pihak merasa akan dirugikan oleh bagian
tertentu pada kontrak, maka pada tahap ini pihak yang merasa tersebut dapat menegosiasikan
hal tersebut kepada pihak lain untuk dicarikan jalan tengah ataupun diganti dengan substansi
yang dapat diterima dengan baik oleh para pihak.

6. Penandatanganan Kontrak

Salah satu tahap inti atau terpenting adalah pada tahap ini, dimana pada tahap ini para pihak
saling mengikatkan diri satu sama lain dengan konsekuensi bahwa setelah tahap ini maka
diantara para pihak dianggap telah timbul hak dan kewajiban (sering disebut "prestasi") yang
harus dijalankan dan dilaksanakan dengan baik.

7. Pelaksanaan Kontrak

Setelah kontrak ditandatangani oleh para pihak, maka kontrak tersebut sudah menjadi kontrak
yang utuh, hidup dan mengikat para pihak. Daya ikat kontrak tersebut berjalan dengan yang
dinamakan postcontractual atau pelaksanaan kontrak. Pelaksanaan kontrak adalah tahap
implementasi kontrak dan pada tahap ini para pihak harus sudah menjalankan hak dan
kewajibannya masing-masing sesuai dengan yang diatur atau dipersyaratkan dalam substansi
kontrak.

8. Sengketa

Tidak dilaksanakannya suatu substansi dalam kontrak oleh salah satu pihak akan
menimbulkan timbulnya sengketa. Sengketa akan timbul akibat keresahan salah satu pihak
yang merasa dirugikan atau tidak dipenuhi haknya oleh pihak lain sehingga
mempermasalahkan hal tersebut dimuka hukum. Latar belakang terjadinya sengketa adalah
tidak lain dan tidak bukan karena salah satu pihak tidak melaksanakan substansi pada kontrak
sebagaimana telah disepakati sebelumnya. Biasanya pihak yang merasa dirugikan tersebut
akan terlebih dahulu memberikan teguran (somasi) kepada pihak yang dinilai tidak
melaksanakan substansi kontrak.

Apabila telah dilayangkan somasi (biasanya sebanyak 3 kali) namun pihak yang tidak
melaksanakan substansi kontrak tetap tidak memiliki itikad baik, maka biasanya akan muncul
sengketa dan sengketa yang timbul tersebut biasanya dapat diselesaikan dengan penyelesaian
diluar pengadilan (non litigasi) atau melalui penyelesaian melalui pengadilan (litigasi). Hal
ini merupakan alasan mengapa penting mengatur tentang ketentuan penyelesaian sengketa
dalam sebuah kontrak.

13
Demikian 8 tahapan dalam perancangan kontrak yang diuraikan beserta penjelasannya. Pada
tahapan tersebut, bahwa kita semua harus sepakat untuk menghindari tahap 8 (sengketa).
Sedapat mungkin sengketa adalah hal yang harus dihindari karena sengketa akan sangat
membuat kerugian bagi salah satu pihak dan tidak jarang akhirnya akan menimbulkan
kerugian bagi semua pihak.

2.6 Cara Pembuatan Kontrak

Kontrak bisnis adalah perjanjian yang mengikat antara dua pihak yang bermaksud
menjalankan suatu transaksi bisnis. Proses pembuatan kontrak bisnis yang sah sangat penting
untuk memastikan perlindungan hukum bagi kedua belah pihak yang terlibat. Berikut ini
adalah penjelasan mengenai langkah-langkah penting dalam proses pembuatan kontrak bisnis
yang sah dan perlindungan hukum yang terkait.

1. Langkah persiapan

Kejelasan Transaksi

Mengetahui secara jelas tentang transaksi yang akan dilakukan oleh para pihak karena
kontrak bisnis yang dibuat harus mencerminkan apa yang dikehendaki secara komersial oleh
para pihak yang terlibat dalam suatu transaksi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:

a) Mendapatkan penjelasan yang menyeluruh dari pihak yang kompeten.

b) Melihat terms notes atau info memo yang telah disetujui oleh para pihak.

c) Mempelajari berkas-berkas dalam bentuk tertulis sebelum dibuatnya kontrak, seperti:


letters of intent, memorandum of understanding atau surat menyurat antar para pihak.

Pengetahuan dan Pemahaman tentang Transaksi

Sebelum kontrak bisnis dibuat maka perancang (drafter) perlu mengetahui secara pasti
transaksi yang akan dilakukan oleh para pihak. Pengetahuan ini paling sedikit meliputi:

(i) Pengetahuan tentang bisnis yang hendak dilakukan.

(ii) Sifat dari industri atau bisnis tersebut.

(iii) Terminologi atau jargon yang sering digunakan.

Sebagai contoh seorang perancang kontrak apabila diminta untuk membuat sebuah perjanjian
usaha patungan maka ia harus tahu secara mendalam tentang pengetahuan dasar dari industri
atau bisnis yang akan dimasuki. Industri di bidang perdagangan (retail) tentunya berbeda
dengan industri dibidang pembuatan barang (manufacturing) dan berbeda pula dengan

14
industri di bidang keuangan (misalnya: pembentukan joint venture securities company).
Pengetahuan Peraturan Perundang-undangan yang Terkait

Selanjutnya setelah seorang perancang kontrak bisnis mengetahui tentang transaksi yang
hendak dilakukan oleh para pihak maka ia wajib mempelajari peraturan perundang-undangan
ataupun keputusan keputusan badan peradilan yang perlu untuk diperhatikan (legal research).

Pihak yang Terlibat Dalam Transaksi

Mengetahui secara jelas tentang pihak-pihak yang akan menandatangani kontrak dengan
pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kontrak. Umumnya pihak pihak yang
menandatangani kontrak sama dengan pihak pihak yang melaksanakan isi dari kontrak.
Namun demikian dalam beberapa situasi terdapat kemungkinan pihak-pihak yang
menandatangani kontrak adalah bukan pihak-pihak yang melaksanakan kontrak. Sebagai
misal sebuah perusahaan holding akan melaksanakan isi dari kontrak melalui anak
perusahaannya yang dimiliki secara mayoritas. Dalam hal yang demikian maka perusahaan
holding akan “menyebabkan” anak perusahaan untuk melaksanakan isi kontrak dengan
mitranya. Penyebutan para pihak apabila transaksi yang akan dilakukan sudah diketahui maka
harus ditentukan penyebutan para pihak. Pada dasarnya para pihak dapat disebut apa saja
sepanjang didefinisikan. Para pihak dalam sebuah kontrak bisnis sering disebut sebagai
“Pihak Pertama” dan “Pihak Kedua” (apabila perlu “Pihak Ketiga” dan seterusnya).
Seringkali juga penyebutan para pihak dilakukan dengan cara penyingkatan, seperti PT.
Permana Hasta Lentera menjadi “Permana” atau “PHL”. Penyebutan yang demikian
merupakan penyebutan para pihak dengan istilah umum. Namun demikian ada beberapa
kontrak bisnis dimana penyebutan dari para pihak dilakukan dengan istilah tertentu yang
sudah baku. Sebagai contoh adalah dalam suatu perjanjian kredit para pihak disebut sebagai
“Kreditur” atau “Creditor” dan “Debitur” atau “Debtor”. Contoh lain adalah dalam suatu
perjanjian penjaminan emisi efek, para pihak disebut sebagai “Emiten” dan “Penjamin
Pelaksana Emisi Efek” atau dalam suatu perjanjian pengalihan tagihan, para pihak disebut
sebagai “Assignor” dan “Assignee”. Perlu dicatat bahwa dalam penyebutan para pihak
dengan istilah tertentu harus dilakukan setelah mengetahui secara betul transaksi akan yang
dilakukan para pihak. Apabila transaksi yang hendak dilakukan merupakan transaksi yang
tidak umum dilakukan atau para pihak sulit diidentifikasi dengan istilah baku maka ada
baiknya menyebut para pihak dengan istilah umum. Untuk bahan perbandingan sebelum
dilakukan pembuatan kontrak bisnis maka ada baiknya mempelajari kontrak sejenis yang
telah ada. Kontrak-kontrak sejenis dengan transaksi yang hendak dilakukan sering disebut
sebagai “Preseden” (Precedent) . Namun demikian sangat tidak dianjurkan untuk
menggunakan suatu preseden untuk transaksi yang hendak dilakukan tanpa memperhatikan
klausula-klausula yang diatur. Perlu dipahami bahwa karena suatu kontrak bisnis merupakan
“ pelaksanaan” dari apa yang diinginkan oleh para pihak maka apa yang diinginkan tersebut
harus tercermin dalam kontrak bisnis. Dengan demikian, untuk mudah atau praktisnya,
seorang perancang menggunakan preseden dan menggantikan pihak-pihak yang mengikatkan
diri. Pada dasarnya tidak ada kontrak yang bersifat standar dan setiap kontrak harus
mencerminkan keinginan dari pihak yang hendak melakukan pengikatan. Namun demikian
terdapat pengecualian terhadap asas umum bahwa tidak ada kontrak yang standar.

15
Pengecualian ini adalah dalam hal salah satu pihak dalam kontrak mempunyai posisi tawar
(bargaining position) yang lebih tinggi dibandingkan dengan pihak lainnya. Sehingga kontrak
tersebut lebih merupakan “take it or leave it” bagi pihak yang posisi tawarnya lebih rendah.
Sebagai contoh dalam kontrak bisnis pinjam meminjam uang antara bank dan nasabah dalam
jumlah tertentu maka pihak bank akan menyodorkan kontrak kepada nasabahnya yang
sifatnya “standar”. Dalam hal demikian nasabah tidak memiliki posisi tawar terhadap bank.

2. Langkah Pelaksanaan

Pada intinya dalam tahap pelaksanaan seorang perancang akan mencoba untuk
memformulasikan atau menterjemahkan apa yang dikehendaki oleh para pihak pelaku bisnis
secara komersial dalam bentuk kontrak.

Pihak yang akan Mengadakan Kontrak Pertama-tama yang perlu diidentifikasikan oleh
seorang perancang adalah menentukan pihak-pihak yang akan mengikatkan diri dalam
kontrak. Dalam suatu grup perusahaan misalnya maka harus ditentukan perseroan terbatas
mana yang akan mengikatkan diri dalam suatu kontrak.

Formulasi latar Belakang Seorang perancang kontrak bisnis perlu mengetahui latar belakang
dari para pihak yang akan terikat dalam kontrak. Hal ini dapat dilakukan oleh perancang
dengan menanyakan sebuah pertanyaan yaitu “Bagaimana sampai para pihak sepakat untuk
saling mengikatkan diri?” Jawaban atas pertanyaan ini menjadi dasar dibuatnya premis dari
kontrak.

Pembuatan Bagian, Bab atau Judul sebelum membuat klausula-klausula kontrak dalam
bentuk pasal-pasal dan ayat-ayat, seorang perancang kontrak perlu untuk membuat bagian,
bab atau judul dari apa yang hendak diatur oleh para pihak. Dalam kaitan ini fungsi preseden
cukup penting karena dengan adanya preseden seorang perancang akan mendapatkan bagian,
bab atau judul yang hendak diatur secara menyeluruh. Apabila dibandingkan dengan tata cara
penulisan ilmiah (semisal skripsi) maka penentuan bagian, bab atau judul merupakan
“outline” dari apa yang hendak ditulis. Tentunya bagian, bab atau judul setelah ditentukan
tidaklah statis melainkan dapat diubah ubah. Sedapat mungkin penentuan bagian, bab atau
judul dilakukan secara sistematis sehingga memudahkan pihak lain yang mempelajari kontrak
yang dibuat.

Formulasi klausula transaksi setelah ditentukan bagian, bab atau judul, langkah selanjutnya
adalah membuat klausula dari tiap-tiap bagian, bab atau judul dalam bentuk pasal pasal.
Dalam perumusan pasal sedapat mungkin digunakan bahasa yang sederhana dan mudah
dimengerti. Dalam perumusan pasal maka seorang perancang harus betul-betul dapat
menerjemahkan dari apa yang diinginkan oleh para pihak. Disamping itu perancang perlu
untuk membuat klausula-klausula yang melindungi pihak yang meminta dibuatkan kontrak
(apabila kontrak diminta dibuatkan oleh salah satu pihak).

Penentuan klausula ketentuan umum setelah klausula sehubungan dengan transaksi


diformulasikan, langkah selanjutnya adalah menentukan klausula ketentuan umum yang
sering dijumpai dalam berbagai kontrak dalam kontrak yang dibuat. Penentuan klausula

16
ketentuan umum disesuaikan dengan kebutuhan para pihak dan umumnya umumnya
perancang-lah yang menentukan mana klausula ketentuan umum yang dibuat oleh para pihak.
Sampai dengan langkah ini rancangan (draft) kontrak telah selesai dibuat. Namun demikian
untuk lebih menyempurnakan rancangan kontrak maka perlu dilakukan langkah-langkah
sebagaimana akan diterangkan di bawah ini.

Pengecekan Rancangan kontrak bisnis yang telah selesai dibuat ada baiknya untuk diteliti
oleh teman sekerja atau atasan. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan-kesalahan
yang tidak perlu yang mungkin ditemui oleh pihak yang meminta dibuatkan kontrak.

Konfirmasi langkah selanjutnya setelah pengecekan adalah rancangan kontrak bisnis


disampaikan kepada pihak yang meminta dibuatkan kontrak dan meminta konfirmasi apakah
rancangan kontrak bisnis telah sesuai atau mencerminkan apa yang diinginkan. Ada beberapa
cara untuk melakukan ini diantaranya adalah menerangkan secara sistematis rancangan
kontrak yang dibuat dan selanjutnya mendiskusikannya. Atau meminta komentar secara
tertulis dari kontrak yang telah dibuat. Umumnya pembahasan terhadap rancangan kontrak
tidak dilakukan hanya sekali. Untuk itu ada baiknya setiap perubahan yang dilakukan dalam
setiap pembahasan dicatat dan dibuat “markup” nya. Contoh markup: “ Business plan means
a long term business plan prepared yearly by the board of Directors of the company for a
rolling period of 5 (five) years. “

Perbaikan mengakomodasi perubahan-perubahan yang dikehendaki oleh pihak yang meminta


pembuatan kontrak dan memberikan nasihat apakah perubahan perubahan tersebut dapat
diakomodasi secara hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila
pengerjaan perancangan kontrak dilakukan dengan menggunakan komputer ada baiknya
untuk tidak menghapus setiap perubahan yang dilakukan sampai dengan tahap dimana
kontrak siap untuk dinegosiasikan.

3. Langkah Terakhir

Koreksi terakhir Baca ulang kontrak yang telah didiskusikan dan dimintakan komentar.
Jangan ada kalimat yang tidak “Jalan” setelah ada komentar dari berbagai pihak.

Pengecekan Dalam Rangka “Error Free” Langkah selanjutnya adalah memastikan tidak ada
kesalahan ketik (Typo error) atau kesalahan komputer.

Pemahaman Komprehensif Sebagai langkah terakhir adalah memahami betul setiap apa yang
ditulis dalam kontrak mengingat perancang kontrak diharapkan akan menjadi pihak yang
memimpin pada saat rancangan kontrak dinegosiasikan. Dalam keadaan yang demikian
perancang kontrak harus dapat menjawab setiap pertanyaan yang berkaitan dengan rancangan
kontrak yang dibuatnya.

Jadi itulah penjelasan mengenai langkah-langkah penting dalam proses pembuatan kontrak
bisnis yang sah dan perlindungan hukum yang terkait.

17
2.7 Syarat Sah suatu Perjajian

Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;

1.Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

2.Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3.Suatu pokok persoalan tertentu;

4.Suatu sebab yang tidak terlarang.

1.Kesepakatan Para Pihak

Syarat perjanjian dinyatakan sah yang pertama adalah adanya kesepakatan para pihak.
Artinya harus ada persetujuan atau kesepakatan para pihak yang membuat perjanjian. Tidak
boleh ada paksaan atau tekanan, melainkan perjanjian harus atas dasar kehendak sendiri.

Hal ini juga telah ditegaskan kembali dalam Pasal 1321 KUH Perdata:

Tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan atau
diperoleh dengan paksaan atau penipuan.

2.Kecakapan Para Pihak

Mengenai cakap tidaknya seseorang, perlu diketahui siapa saja yang menurut hukum tidak
cakap atau tidak punya kedudukan hukum untuk membuat perjanjian, sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 1330 KUH Perdata yaitu:

Yang tak cakap untuk membuat persetujuan adalah;

anak yang belum dewasa;

orang yang ditaruh di bawah pengampuan;

perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang dan pada
umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan
tertentu.

Akan tetapi dalam perkembangannya istri dapat melakukan perbuatan hukum sebagaimana
yang diatur dalam SEMA No. 3 Tahun 1963 jo. Pasal 31 UU Perkawinan.

18
3.Suatu Hal Tertentu

Yang dimaksud suatu hal tertentu dalam syarat perjanjian agar dinyatakan sah adalah objek
perjanjian yaitu prestasi misalnya memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat
sesuatu seperti yang disebutkan dalam Pasal 1234 KUH Perdata.

Singkatnya, prestasi adalah apa yang jadi kewajiban debitur dan apa yang jadi hak kreditur
dalam suatu perjanjian.

4.Sebab yang Halal

KUH Perdata tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai sebab yang halal. Adapun yang diatur
adalah suatu sebab terlarang jika dilarang oleh undang-undang, bertentangan dengan
kesusilaan atau ketertiban umum. Demikian yang disebutkan dalam Pasal 1337 KUH Perdata.

19
2.8 Hukum Yang Mengatur Perjanjian Atau Kontrak Bisnis

Pasal 1320 KUHPerdata telah menyebutkan bahwa syarat sah dari suatu
perjanjian yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, cakap untuk membuat

suatu perjanjian, mengenai suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal.

Berdasarkan perjanjian antara seseorang dengan orang lain ini dalam hal

pinjam meminjam, maka sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) angka 11 UndangUndang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

7 Tahun 1992 tentang Perbankan, telah dijelaskan pengertian kredit yaitu

penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan

persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain

yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu

tertentu dengan pemberian bunga. Adapun prinsip-prinsip dalam pemberian suatu

fasilitas kredit yaitu adanya kepercayaan, kesepakatan, jangka waktu, risiko, dan

balas jasa.

Dalam pemberian kredit, Pemerintah memberikan kewenangan kepada

bank sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku bahwa bank sebagai lembaga

keuangan yang kegiatan utamanya menghimpun dana dari masyarakat dan

menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya.

1. Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1992 tentang Perbankan Pasal 1 ayat (1) angka

2. yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

20
2.9 Penyelesaian Sengketa Dalam Perjajanjian (Kontrak Bisnis)

Perkembangan dalam dunia usaha saat ini begitu pesat, skala persaingannya juga cukup
tinggi dan aktivitas dalam dunia usaha saat ini juga tidak dapat dipungkiri cenderung
bergerak dan berkembang ke arah yang lebih kompleks. Perkembangannya berlangsung terus
menerus dalam menjalankan dunia bisnis sehingga transaksi bisnis tidak terlepas dari bentuk-
bentuk kontrak (perjanjian) terbaru sesuai dengan ragam kepentingan dan tujuan dari para
pelaku bisnis.

Dalam dunia era reformasi ini merupakan era perubahan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Jika dikaji dari segi aspek pasar tentunya kita akan menemukan berbagai aktivitas
bisnis yang hidup dan berkembang dalam sebuah pasar (market). Di dalam berbagai market
tersebut maka akan menimbulkan berbagai macam kontrak yang dilakukan oleh para pelaku
usaha.

Pengaturan hukum dalam pembuatan kontrak bisnis sebenarnya tidak terlepas dari bentuk-
bentuk perjanjian secara formal yang diakui secara sah menurut hukum. Perjanjian bisa
dilakukan baik secara tertulis maupun lisan. Beberapa perjanjian khusus harus dibuat secara
tertulis dengan suatu akta otentik yang dibuat di hadapan notaris, seperti misalnya hibah, akta
pendirian suatu perseroan dapat mengikat hanya dengan penyerahan dari objek yang
diperjanjikan sehingga bentuk pertanggungjawab secara tertulis.

Bila kita melihat ketentuan undang-undang mengenai kontrak kita akan menemukan bahwa
seperti halnya asas konsensualitass, asas kebebasan berkontrak (Pasal 1338) menentukan
dasar hukumnya pada rumusan Pasal 1320 KUHPerdata sebagai syarat sahnya perjanjian
sebagai berikut :

1.Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

2.Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3.Suatu pokok persoalan tertentu;

4.Suatu sebab yang tidak terlarang.

Berdasarkan syarat sah perjanjian bagi mereka yang melakukan kontrak bisnis wajib
memenuhi syarat sah nya perjanjian baik secara subjektif maupun objektif. Namun kenyataan
menunjukkan bahwa lebih mudah bagi para pihak untuk membuat dan menandatangani suatu
kontrak daripada melaksanakannya. Kita dapat mengatur sanksi bagi tiap-tiap pelanggaran
ketentuan dalam suatu kontrak, namun pelaksaannya tetap tergantung dari itikad baik para
pihak yang membuat dan melaksanakan suatu kontrak.

Pada dasarnya setiap kontrak atau perjanjian yang dibuat para pihak harus dapat dilaksanakan
dengan sukarela atau itikad baik, namun dalam kenyataannya kontrak yang dibuatnya sering
kali dilanggar bahkan diabaikan begitu saja tanpa memikirkan apakah suatu perjanjian atau
kontrak tersebut sudah sesuai dengan hak dan kewajiban para pihak?

21
Kemudian bagaimana cara penyelesaian sengketa di bidang kontrak dapat dibagi menjadi dua
macam ialah: (1) melalui pengadilan; dan (2) di luar pengadilan adalah suatu pola
penyelesaian sengketa yang terjadi antara para pihak yang diselesaikan oleh pengadilan.
Kemudian ada pula alternatif penyelesaian sengketa (ADR), yaitu lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yaitu penyelesaian
di luar pengadilan dengan cara sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 Ayat 10 Undang-
Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Pilihan Penyelesaian Sengketa,
yaitu :

1. Konsultasi;

2. Negosiasi;

3. Konsiliasi, atau

4. Penilaian ahli.

Sehingga penyelesaian sengketa di bidang kontrak bisnis perusahaan dapat dilaksanakan


dengan mengacu kepada ketentuan KUHPerdata yang menetapkan apabila terjadi wanprestasi
dalam perjanjian; akan tetapi jika pihak yang melakukan wanprestasi tidak bersedia
menyelesaikannya secara musyawarah, maka gugatan dapat diajukan melalui Pengadilan
Negeri yang berwenang dan setelah keputusan diperoleh, dapat dilanjutkan dengan
pelaksanaan keputusan (eksekusi).

22
Contoh Kasus Nyata

Berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata, diatur mengenai kebebasan berkontrak. Kebebasan
berkontrak tersebut sebagai konsekuensi sistem terbuka dari hukum perjanjian yang diatur
dalam KUH Perdata. Kebebasan berkontrak ini membuat bentuk perjanjian diluar KUH
Perdata berkembang sangat cepat dan beranekaragam sesuai dengan kepentingan para pihak,
Salah satu perkembangan jenis perjanjian diluar KUH Perdata tersebut adalah Perjanjian
Kerjasama antara CV Saudagar Kopi dan Martin Suharlie dalam menjalankan kegiatan
USAha Restoran Ratio Specialty Coffee di Mal Ambassador, Jakarta, namun dalam
perlaksanaan perjanjian kerjasama ini masih terdapat ketidakseimbangan hak dan kewajiban
diantara para pihak, yaitu dalam pembagian keuntungan dan kewenangan pengelolaan
operasional USAha. Hendaknya negosiasi ulang perlu dilakukan dan dirumuskan bersama
serta disepakati oleh kedua belah pihak agar kegiatan operasional usaha terus berjalan baik
dan memberikan keuntungan kepada dua pihak.

23
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Kesimpulan tentang hukum perjanjian (kontrak bisnis) adalah bahwa perjanjian bisnis adalah
perjanjian tertulis antara dua atau lebih pihak yang mempunyai nilai komersial. Kontrak
bisnis merupakan suatu perjanjian dalam bentuk tertulis dimana substansi yang disetujui oleh
para pihak yang terikat didalamnya bermuatan bisnis. Kontrak bisnis harus memenuhi syarat-
syarat sahnya suatu perjanjian, seperti asas konsensualisme, kepercayaan, kekuatan mengikat,
persamaan hak, keseimbangan, moral, kepatutan, kebiasaan, dan kepastian hukum. Kontrak
bisnis dapat dibuat dalam berbagai bentuk, seperti kontrak tertulis, kontrak tidak tertulis/lisan,
kontrak timbal balik, kontrak cuma-cuma dan kontrak atas beban, kontrak bernama dan
kontrak tidak bernama, kontrak campuran, kontrak obligatoir, kontrak kebendaan, kontrak
konsensual dan kontrak riil, serta kontrak/perjanjian yang istimewa sifatnya. Akibat dari
kontrak yang sah adalah telah berlakunya sebuah kontrak yang itu digunakan sebagai UU
bagi mereka dengan pihak lainnya.

24
DAFTAR PUSTAKA

25

Anda mungkin juga menyukai