Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

HUKUM KONTRAK SYARIAH

1Disusun1guna1Memenuhi1Tugas1mata1Kuliah
1Hukum Ekonomi Islam
1Dosen1pengampu : Andi. Tenri Leleang, S.H,. M.H

DI SUSUN OLEH
KELOMPOK 8

NITA AMELIA RAMADANI


NUR ADNIN

EKONOMI SYARIAH
1INSTITUT1AGAMA1ISLAM1(IAI)1AL1MAWADDAH1WARRAHMAH
KOLAKA 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini yang berjudul “Hukum Kontrak Syariah” dapat tersusun
sampai dengan selesai. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan penulis berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami
sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
A. Latar Belakang .............................................................................................1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan ..........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................2
A. Pengertian Kontrak.......................................................................................2
B. Rukun Dan Syarat Kontrak ..........................................................................3
C. Tujuan Berlakunya Kontrak
BAB III PENUTUP ................................................................................................6
A. Kesimpulan ..................................................................................................6
B. Saran .............................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................8

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Beberapa akad atau perjanjian dalam ekonomi sudah diperkenalkan dalam Islam,
seperti mudharabah, murabahah, ijarah, ariyah, rahn, bai dhaman ajil dan sebagainya.
Ketentuan akad ini baru diadopsi kedalam sistem perbankan syariah di Indonesia. Sejak
tahun 1992, Indonesia memperkenalkan dual banking system (sistem perbankan ganda)
yaitu sistem ketika Bank Konvensional dan Bank Syariah diizinkan beroperasi
berdampingan. Pada tahun 1992, berdiri Bank Syariah pertama, yaitu Bank Muamalat
Indonesia (BMI). Namun demikian, sistem perbankan ganda baru benar-benar diterapkan
sejak 1998 pada saat dikeluarkannya perubahana UndangUndang Perbankan dengan UU
No. 10/1998. Adanya Undang-Undang ini memiliki tujuan sebagai landasan hukum yang
kuat bagi Bank Syariah di Indonesia. Selain itu, UndangUndang tersebut juga ditujukan
sebagai legal formal bagi para investor dalam mendirikan Bank Syariah baru maupun Unit
Usaha Syariah bagi Bank Konvensional. Dengan adanya Undang-Undang Perbankan,
Pemerintah dan Bank Indonesia memberikan komitmen dalam mengembangkan Bank
Syariah di Indonesia dengan membuat berbagai kebijakan-kebijakan terkait Bank Syariah.
Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional adalah terletak pada landasan operasi
yang digunakan. Bank Konvensional beroperasi berlandaskan bunga, Bank Syariah
beroperasi berlandaskan bagi hasil, ditambah dengan jual beli dan sewa. Inilah yang
mendasari perbedaan tersebut. Semua berawal dari akad-akad atau perjanjian bisnis yang
dijalankan dalam perbankan. Secara prakteknya, Perbankan Syariah pada dasarnya
merupakan modifikasi atau penyesuaian belaka dari sistem dan praktek bank konvensional
dengan memasukan unsur-unsur dan prinsip-prinsip hukum Islam (syariah) di dalamnya.
Dalam perspektif ekonomi, Bank Syariah dapat pula didefinisikan sebagai sebuah lembaga
intermediasi yang mengalirkan investasi publik secara optimal (dengan kewajiban zakat
dan larangan riba) yang bersifat produktif (dengan larangan judi) serta dijalankan sesuai
nilai, etika, moral dan prinsip Islam.

B. Rumusan Masalah

1
Berdasarkan pembahasan diatas adapun penulis merumuskan masalah
sebagao berikut :
1. Ap aitu Kontrak?
2. Apa Rukun dan Syarat Kontrak?
3. Apa tujuan berlakunya kontrak?

C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui dan memahami apa itu Kontrak, Rukun dan Syarat
Kontrak, Tujuan Berlakunya Kontrak.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kontrak

Hukum kontrak adalah bagian hukum perdata (privat) yang memusatkan


perhatiannya pada pemenuhan kewajiban antar individu yang tertuang dalam
lembaran-lembaran klausula kontrak. Disebut sebagai bagian dari hukum perdata
karena pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam kontrak,
murni menjadi urusan para pihak yang terikat dalam kontrak atau para pihak yang
namanya disebut dalam kontrak tersebut. Disamping itu hukum kontrak senantiasa
berkembang mengikuti perkembangan waktu, meningkatnya kebutuhan berbagai
macam pihak di berbagai bidang bisnis apapun dan arus globalisasi dewasa ini.
Kontrak dalam bentuk yang paling klasik, dipandang sebagai ekspresi kebebasan
manusia untuk memilih dan mengadakan perjanjian. Kontrak merupakan wujud
dari kebebasan (freedom of contract) dan kehendak bebas untuk memilih (freedom
of choice). Kedua wujud kontrak ini menjadi suatu kesatuan napas kehidupan para
pelaku bisnis di dunia ini.

Perjanjian syariah sering disebut dengan akad. Akad atau kontrak berasal dari
bahasa Arab al-‘aqd yang berarti ikatan atau simpulan baik ikatan yang nampak
(hissiyy) maupun tidak nampak (ma’nawy). Kamus al-Mawrid, menterjemahkan
al-‘Aqd sebagai contract and agreement atau kontrak dan perjanjian. Dalam bidang
ini, ada beberapa istilah yang sering digunakakan. Yaitu akad, wa’ad, ‘ahd, dan
iltizam. Akad (al-‘aqd), menurut istilah adalah suatu kesepakatan atau komitmen
bersama baik lisan, isyarat, maupun tulisan antara dua pihak atau lebih yang
memiliki implikasi hukum yang mengikat untuk melaksanakannya. Dan dalam
pengertian lain akad adalah suatu kesepakatan atau komitmen bersama baik lisan,
isyarat, maupun tulisan antara dua pihak atau lebih yang memiliki implikasi hukum
yang mengikat untuk melaksanakannya

3
Dasar hukum kontrak pada produk perbankan syariah terdiri dari beberapa
sumber hukum dan dalil hukum. Sumber hukum agama adalah sumber hukum
dalam Islam. Perbankan syariah adalah perbankan yang menjalankan
operasionalnya sesuai dengan syariah Islam. Artinya bahwa kontrak yang dibuat
antara para pihak berdasarkan sumber hukum. Sumber hukum merupakan istilah
para ahli usul fikih pada abad ke 14 H. Dalam menjelaskan sumber hukum Islam,
para ahli usul fikih menggunakan istilah dalildalil syariat (al-Adillah al-Syari’yyah)
atau dalil-dalil hukum (al-adillah al-ahkam). Sumber hukum berasal dari kata
mashdar al-hukm. Kata mashdar berarti asal atau pemulaan sesuatu, sumber, tempat
munculnya sesuatu dan wadah. Sehingga yang dimaksud dengan mashadir al-
ahkam adalah asal yang darinya tempat munculnya hukum.

B. Rukun Dan Syarat Kontrak ( Akad )

1. Rukun Perjanjian
1. Al- Āqidāni, yakni para pihak yang terlibat langsung dengan akad. Pelaku
akad harus memenuhi dua syarat terbentuknya akad, yaitu tamyiz, dan
berbilang atau at-Ta’addud.
2. Mahallul ‘aqd, yakni obyek akad yang disebut juga dengan “sesuatu yang
hendak diakadkan”. Obyek akad dapat berupa benda, manfaat benda, jasa
atau pekerjaan, atau sesuatu yang lain yang tidak berkenaan dengan syariah.
Benda meliputi benda bergerak dan tidak bergerak maupun benda berbadan
dan benda tidak berbadan.
3. Shighatul ‘aqd, yaitu pernyataan kalimat akad yang lazimnya dilaksanakan
melalui pernyataan ijab dan qabul. Syarat pernyataan ini diantaranya yaitu
adanya persesuaian ijab dan qabul, dengan kata lain tercapainya kata
“sepakat” dan juga kesatuan majelis akad. Sedangkan menurut fuqahā
Hanafiyah, mempunyai pandangan yang berbeda dengan jumhur fuqaha
diatas. Bagi mereka, rukun akad adalah unsur-unsur dari pokok pembentuk
akad dan unsur tersebut hanya ada satu yaqin sighat akad (ijab qabul). Al-
Āqidāni dan mahallul ‘aqd bukan merupakan rukun akad melainkan lebih
tepatnya untuk dimasukkan sebagai syarat akad. Pendirian seperti ini

4
didasarkan pada pengertian rukun sebagai sesuatu yang menjadi tegaknya dan
adanya sesuatu, sedangkan dia bersifat internal (dākhily) dari sesuatu yang
ditegakkannya
2. Syarat Akad Pada umumnya syarat akad ada delapan macam, yaitu:Tamyiz,
berbilang, persatuan ijab dan qabul (kesepakatan), kesatuan majelis akad, obyek
akad dapat diserahkan, obyek akad tertentu atau dapat ditentukan, obyek akad
dapat ditransaksikan (artinya berupa benda bernilai dan dimiliki (mutaqawwim
dan mamluk), tujuan tidak bertentangan dengan syariat.

C. Tujuan Berlakunya Kontrak ( Akad )

Akad bukanlah perikatan moril saja. Akan tetapi merupakan suaru perikatan hukum
yang mengakibatkan hukum lain. Maka dari itu tujuan akad adalah mewujudkan akibat
hukum yang pokok dari akad. Misalnya, tujuan akad sewa menyewa adalah memindahkan
milik atas manfaat barang yang disewa kepada penyewa dengan imbalan. Apabila akad
tersebut dapat direalisasikan sehingga tercipta perpindahan milik atas barang dalam akad
jual beli, maka terjadinya perpindahan milik ini adalah akibat hukum pokok. Jadi maksud
memindahkan milik dalam akad jual beli adalah tujuan akad, dan terealisasikannya
perpindahan milik bila akad yang dilaksanakan merupakan akibat hukum pokok. Dengan
kata lain, tujuan akad adalah maksud para pihak ketika membuat akad, sedangkan akibat
hukum pokok adalah hasil yang dicapai bila akad dapat direalisasikannya.28 Hukum pokok
akad yakni akibat hukum yang pokok yang menjadi tujuan bersama yang hendak
diwujudkan oleh para pihak, dimana akad merupakan sarana untuk merealisasikannya.29
Sementara hukum tambahan akad, yang disebut juga hak-hak akad, adalah akibat hukum
tambahan akad. Yaitu hak-hak dan kewajiban yang timbul dari akad seperti kewajiban
penjual menyerahkan barang dalam akad jual beli, kewajiban penyewa mengembalikan
barang sewa setelah masa sewa berakhir dalam akad sewa menyewa, dan seterusnya.

5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

1. Perjanjian syariah sering disebut dengan akad. Akad atau kontrak


berasal dari bahasa Arab al-‘aqd yang berarti ikatan atau simpulan baik
ikatan yang nampak (hissiyy) maupun tidak nampak (ma’nawy).
2. Rukun perjanjian
a. Al- Āqidāni
b. Mahallul ‘aqd
c. Shighatul ‘aqd
3. Tujuan akad adalah mewujudkan akibat hukum yang pokok dari akad.
Misalnya, tujuan akad sewa menyewa adalah memindahkan milik atas manfaat
barang yang disewa kepada penyewa dengan imbalan.
B. Saran
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan penulis berharap lebih
jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-
hari. Bagi penulis sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman Kami. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

6
DAFTAR PUSTAKA

Dahrul Muftadin,“Dasar – Dasar Hukum Perjanjian Syariah Dan Penerapannya


Dalam Transaksi Syariah”, 2018, Jurnal Al-‘Adl, Vol. 11 No. 1, Januari 2018.
Diakses pada 29 November 2022
N Sari, “Kontrak akad dan implementasinya pada perbankan syariah di indonesia”
2015. ( core.ac.uk) Diakses pada 29 November 2022.
Jamal Wiwoho, Anis Mashdurohatun. “Hukum kontrak, ekonomi syariah dan etika bisnis”,
2017, UNDIP PRESS Semarang. Diakses pada 29 November 2022.
H Khusairi, “Hukum Perbankan Syariah” 2015. Diakses pada 29 November 2022.

Anda mungkin juga menyukai