AKAD MURABAHAH
1Disusun1guna1Memenuhi1Tugas1mata1Kuliah
1Fiqh1Muamalah
1Dosen1pengampu : Sumarni, S.E,. M.E
DI SUSUN OLEH
KELOMPOK II
EKONOMI SYARIAH
1INSTITUT1AGAMA1ISLAM1(IAI)1AL1MAWADDAH1WARRAHMAH
KOLAKA 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini yang berjudul “Akad Murabahah” dapat tersusun sampai
dengan selesai. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih terhadap bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan penulis berharap lebih jauh
lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi
kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Pengertian Murabahah 2
B. Pembiayaaan Murabahah 3
C. Prinsip-Prinsip Pembiayaan Islam Dalam
Murahabah .................................4
BAB III PENUTUP 6
A. Kesimpulan 6
B. Saran 6
DAFTAR PUSTAKA 8
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Murâbahah dalam istilah fikih klasik merupakan suatu bentuk jual beli
tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang (al-tsaman alawwal)
dan tingkat keuntungan yang diinginkan. Biaya perolehan barang bisa meliputi
harga barang dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang
tersebut. Sedangkan tingkat keuntungan bisa berbentuk lumpsum atau persentase
tertentu dari biaya perolehan. Pembayaran oleh pembeli bisa dilakukan secara
tunai (naqdan) atau bisa dilakukan di kemudian hari dalam bentuk angsuran
(taqshîth) atau dalam bentuk sekaligus (lumpsum/mu‘ajjal) sesuai kesepakatan
para pihak yang melakukan akad (al-‘âqidayn). Murâbahah masuk kategori jual
beli muthlaq dan jual beli amânah. Ia disebut jual beli muthlaq karena obyek
akadnya adalah barang (‘ayn) dan uang (dayn). Sedangkan ia termasuk kategori
jual beli amânah karena dalam proses transaksinya penjual diharuskan dengan
jujur menyampaikan harga perolehan (al-tsaman alawwal) dan keuntungan yang
diambil ketika akad.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembahasan diatas adapun penulis merumuskan masalah
sebagao berikut :
1. Apa itu Murabahah ?
2. Apa Itu Pembiayaan Murabahah?
3. Bagaimana Prinsip Murabahah ?
C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui dan memahami apa itu Disturpsi Teknologi,
Penyebab Disturpsi Teknologi, Manfaat Disturpsi Teknologi, Dan Keuangan
Islam.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Murahabab
Secara istilah, murabahah ini banyak didefinisikan oleh para fuqaha. Jual beli
murabahah adalah jual beli dengan harga jualnya sama dengan harga belinya
ditambah dengan keuntungan. Gambaran murabahah ini, sebagaimana
dikemukakan oleh Malikiyah, adalah jual beli barang dengan harga beli beserta
tambahan yang diketahui oleh penjual dan pembeli (Janwari dalam al-Juzayri,
1996: 258). Ibn Qudamah yang menyatakan bahwa murabahah adalah menjual
dengan harga beli ditambah dengan keuntungan yang disepakati (Janwari dalam
Qudamah, 1981: 180). Sebenarnya Al-Qur’an dan Hadist Nabi tidak pernah secara
langsung membicarakan tentang murabahah, tapi yang dibicarakan secara
langsung adalah jual-beli, laba, rugi dan perdagangan. Oleh karena itu, landasan
syariah yang digunakan dalam murabahah adalah landasan prinsip jual beli
dengan sistem pembayaran yang ditangguhkan (Akhmad Mujahidin, 2016: 54).
QS Al-Baqarah [2]: 275 menegaskan bahwa “...Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.. .” Sedangkan dalam QS An-Nisa [4]: 29 artinya “Hai orang-
orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta diantara kamu dengan cara
batil, tetapi (hendaklah) perniagaan yang berdasarkan kerelaan diantara kamu.”
2
barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.
B. Pembiayaan Murahabah
3
b) Adanya pembeli (musytari)
c) Objek atau barang (mabi’) yang diperjualbelikan;
d) Harga (tsaman) nilai jual barang berdasarkan mata uang
e) Ijab qabul (shigat) atau formula akad, suatu pernyataan kehendak
oleh masing-masing pihak yang disebut Ijab dan Kabul.
Sementara itu, syarat murabahah adalah:
a. Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah
b. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan
c. Kontrak harus bebas riba
d. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang
sesudah pembelian.
e. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah teletak pada
landasan falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak melaksanakan sistem bunga
dalam seluruh aktivitasnya, sedangkan bank konvensional sebaliknya. Hal ini
memiliki implikasi yang sangat dalam dan sangat berpengaruh pada aspek
operasional dan produk yang dikembangkan oleh bank Islam.
Selain menghindari transaksi bunga, maka transaksi yang dikembangkan
adalah jual beli serta kemitraan yang diimplementasikan dalam bentuk bagi hasil.
Walaupun pola bagi hasil ini merupakan produk unggulan bank syariah, namun
jika meneliti kembali pokok-pokok syariah dimana akidah yang berlaku untuk
urusan muamalah (interaksi sosial) adalah bahwa semuanya diperbolehkan kecuali
yang dilarang, berarti semua jenis transaksi pada umumnya diperbolehkan
sepanjang tidak mengandung unsur bunga (riba), spekulasi (maysir), tipu menipu/
menyembunyikan sesuatu (gharar) dan bathil.
Pada pembiayaan murabahah, nasabah yang mengajukan permohonan harus
memenuhi syarat sah perjanjian yaitu, unsur yaitu syarat subjektif harus berumur
4
21 tahun atau telah/pernah menikah, sehat jasmani dan rohani. Objek murabahah
tersebut juga harus tertentu dan jelas dan merupakan milik yang penuh dari pihak
bank.
Dalam pelaksanaannya, pembelian objek murabahah tersebut dapat
dilakukan oleh pembeli murabahah tersebut sebagai wakil dari pihak bank dengan
akad wakalah atau perwakilan. Setelah akad wakalah dimana pembeli murabahah
tersebut bertindak untuk dan atas nama bank untuk melakukan pembelian objek
murabahah tersebut. Setelah akad wakalah selesai dan objek murabahah tersebut
secara prinsip telah menjadi hak milik bank maka terjadi akad kedua antara bank
dengan pembeli murabahah yaitu akad murabahah.
Hal ini dimungkinkan dan tidak menyalahi syariah Islam karena dalam
Dalam fatwa Nomor 04/ DSN-MUI/ IV/ 2000 Tanggal 1 April 2000 tentang
murabahah, sebagai landasan syariah transaksi murabahah adalah sebagai berikut:
pada bagian pertama angka 9 disebutkan bahwa jika bank bendak mewakilkan
kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli
murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip, menjadi milik bank.
Dengan demikian, dapat disimpulkan di sini bahwa pelaksanaan prinsip
syariah dalam akad murabahah sudah sesuai dengan fatwa MUI, walaupun harga
jual objek akad yang merupakan harga beli ditambah keuntungan (ribhun)
biasanya lebih mahal dari pemberian kredit kepemilikan pada bank konvensional
tetapi pada murabahah nasabah diuntungkan dalam hal tidak dikenakannya bunga
dalam murabahah ini sehingga nasabah tidak akan rugi apabila ada kenaikan dan
penurunan suku bunga pasar. Sementara pada murabahah yan dipergunakan
adalah harga jual yang tidak akan berubah selama masa akad. Dengan demikian,
nasabah sejak awal sudah mengetahui jumlah cicilan yang akan dibayarkan
selama masa akad dan tidak akan mengalami kenaikan ataupun penurunan.
5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
6
B. Saran
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan penulis berharap lebih
jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-
hari. Bagi penulis sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman Kami. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
7
DAFTAR PUSTAKA