Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH I’TIQOD ASWAJA

“Ulama Ahlu Sunnah Wal Jamaah Menolak Faham Syiah, Khawarij, Qadariyah, Jabariah,
Mutazilah, Ahmadiyah, dan Wahabi”

Page | 1

DI SUSUN OLEH :

NIA ADELIA FEBI.11.21.015

PRODI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIN ISLAM

IAI AL MAWADDAH WARRAHMAH KOLAKA TAHUN 2021/2022

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita berbagaimacam nikmat,
rahmat serta hidayahNya. Terima kasih kepada Dosen sertateman-teman sekalian yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini, baik bantuan berupa moril maupun materiil, sehingga
Page | 2 makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.
Penulis menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh darikesempurnaan
serta banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasamaupun dalam hal
pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian,untuk itu besar harapan penulis jika
ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan lagi makalah ini.H
Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini adalah mudah-mudahan apa
yang penulis susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain yang
ingin mengambil atau menyempurnakan lagi ataumengambil hikmah dari judul ini

Kolaka,November 2021

Penulis
BAB I
PEMBUKAAN
A. Latar Belakang

Page | 3 Pada masa Rasulullah SAW. masih hidup, istilah Aswaja sudah pernah ada tetapi tidakmenunjuk
pada kelompok tertentu atau aliran tertentu. Yang dimaksud dengan Ahlus sunnahwal Jamaah adalah
orang-orang Islam secara keseluruhan. Dalam pembahasan keagamaan dan keilmuan, terminologi sunni
digunakan untuk menyebut kelompok Ahlusunnah, yakni suatu mazhab dalam Islam yang mendasrkan
struktur keagamaan, sistem nilai afektif dan ritual-ritual praksisnya diatas nash-nash Al-Qur’an, sunnah
Nabi SAW, sunnah para sahabat dan generasi para tabiin-tabiin.
Dengan sendirinya dalam pembahasan ini kita menggunakan istilah Sunni untuk menyebut
sebuah kelompok sebagaimana defenisi diatas. Dalam pengertian yang kita singgung diatas,
penggunaan dan interpretasi nash-nash agama haruslah dimaknai secara umum, karena ketiadaan
pembatasan jalur periwayatan nash (utamanya sunnah Nabi saw) yang disepakati secara
ijma’(consensus) dan dianggap baku oleh ulama-ulama mazhab Ahlussunah. Mereka umumnya
memiliki metode verifikasi tertentu yang melaluinya mereka mendefenisiskan nas-nas yang mereka
anggap otoritatif.
Arti Ahlussunnah ialah Penganut Sunnah Nabi. Dan arti wal Jama’ah ialah Kaum Ahlussunnah
wal Jama’ah ialah kaum yang menganut i’tiqad sabagai i’tiqad yang dianut oleh Nabi Muhammad saw,
dan sahabat-sahabat beliau. Pada akhir abad ke III Hijriyah timbullah golongan yang bernama Kaum
Ahlussunnah wal Jama’ah, yang dikepalai oleh dua orang Ulama besar dalam Ushuluddin yaitu Syeikh
Abu Hasan ‘Ali al Asy’ari dan Syeikh Abu Mansur al Maturidi. Perkataan Ahlussunnah wal Jama’ah
kadang-kadang dipendekkan menyebutnya dengan Ahlussunnah saja, atau Sunni saja dan kadang-
kadang disebut ‘Asya’ri atau Asya’irah, dikaitkan kepada guru besarnya yang pertama Abu Hasan ‘Ali
al Asy’ari. Sejarah rinkas guru besar ini ialah: Nama lenkap beliau adalah Abu Hasan ‘Ali bin Ismail,
bin Basyar, Ishaq bin Salim, bin Isma’il, bin Abdillah, bin Musa, bin Bilal, bin Abi Burdah, bin Abi
Musa al ‘Asy’ari.
B. Rumusan Masalah
1. Mengapa Ulama Ahlusunnah Waljamaah menolak faham syiah?
2. Mengapa Ulama Ahlusunnah Waljamaah Menolak Faham Khawarij, Qadariyah, dan
Jabariyah?

C. Tujuan
1. Apa tujuan Ulama Ahlusunnah Waljamaah menolah faham Syiah
2. Apa tujuan Ulama Ahlusunnah Waljamaah Menolak Faham Khawarij, Qadariyah, dan
Jabariyah
3. Apa tujuan Ulama Ahlusunnah Waljamaah Menolak faham Mutazilah, Ahmadiyah, dan
Wahabi
BAB II
PEMBAHASAN

Page | A.
4 Ahlu Sunnah Wal Jama’ah Menolak Faham Syiah
Kata Syiah menurut bahasa adalah pendukung atau pembela. Syiah Ali adalah pendukung atau
pembela Ali, Syiah Muawiyah adalah pendukung atau pembela Muawiyah. Pada zaman Abu Bakar,
Umar dan Utsman kata Syiah dalam arti nama kelompok orang Islam belum dikenal dan barulah kata
Syiah muncul sebagai nama kelompok umat Islam ketika terjadi peperangan antara Ali dan Muawiyah.
Tetapi bukan hanya pendukung Ali yang disebut Syiah Ali, ada Syiah Muawiyah. Adapun faham dan
aqidahnya, kedua belah pihak sama, karena besumberkan dari kitabullah dan sunnah Rasulullah.
Selanjutnya Syiah mengalami perkembangan dan bahkan perpecahan, terutama ketika imam
mereka meninggal dunia. Dan semakin jauh perpecahan mereka semakin banyak pula ajaran dan faham
baru, dimana tidak jarang ajaran Syiah dalam suatu periode bertentangan dengan ajaran mereka pada
periode sebelumnya. Karena setiap imam memberikan ajaran bahwa perkataan Imam adalah sama dengan
perkataan Nabi bahkan ada yang beranggapan sama dengan perkataan Allah. Maka perpecahan Syiah dari
masa ke masa semakin banyak sehingga menurut al-Muqrizi bahwa jumlah firqah Syiah mencapai 300
firqah. Tetapi yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah aqidah dan ajaran Syiah Imamiyah yang
percaya dengan munculnya imam terakhir yaiti Muhammad bin al-Hasan Abdul Qasim al-Mahdi.
Ajaran Syiah yang bertentangan dengan ajaran Ahlu Sunnah wal Jama’ah Syiah mengkafirkan
para sahabat Nabi saw dan semua orang Islam yang mengikuti sahabat Nabi saw. Berkata al-Majlisi:
“Bahwa mereka (Abu Bakar, Umar dan Utsman) adalah perampok-perampok yang curang dan murtad,
keluar dari agama, semoga Allah melaknat mereka dan semua orang yang mengikuti mereka dalam
bertindak jahat terhadap keluarga Nabi, baik orang-orang dahulu maupun orang-orang belakangan”.
Abu Bashir berkata: ”Sesungguhnya penduduk Makkah telah kufur kepada Allah secara terang-terangan
dan bahwa penduduk Madinah lebih jelas daripada penduduk Makkah, bahkan lebih jelek 70 kali
daripada penduduk Makkah”.[2]
Abu Jakfar berkata: “Semua manusia (kaum muslimin) menjadi ahlu jahiliyah (murtad) kecuali 4 orang
saja: Ali, Miqdad, Salman dan Abu Dzar. Aku Rawi berkata: “Ammar termasuk? Abu Jakfar berkata:
“Kalau kamu bermaksud yang murni/bersih sama sekali, maka mereka bertiga itu saja”.[3]
Demikianlah, maka dari data tersebut di atas jelas bagi kita bahwa ulama-ulama besar Syiah, bahkan
pemimpin Syiah kharismatik zaman modern ini masih menghukumi kafir kepada para sahabat Nabi yang
mulia dan sekalian orang Islam di dunia yang tidak menganut ajaran Syiah Rafidhah.

B. Ahlu Sunnah Wal Jama’ah Menolak Faham Khawarij


Nama “Khawarij” berasal dari kata “kharaja” yang berarti: keluar. Nama tersebut diberikan
kepada mereka karena mereka menyatakan diri keluar dari barisan Ali dalam persengketaannya dengan
Mu’awiyah yang terjadi pada saat peperangan Siffin. Ada pula pendapat lain yang mengatakan, bahwa
pemberian nama “Khawarij” tersebut didasarkan pada ayat 100 dari surat An-Nisa yang artinya : “ Dan
barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian
kematian menimpanya, maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”.Dengan demikian kaum Khawarij memandang diri mereka sebagai
Page | 5 kaum yang berhijrah meninggalkan rumah dan kampung halaman mereka untuk mengabdikan diri kepada
Allah dan Rasul-Nya untuk memperoleh pahala dari Allah SWT.

1. Persoalan Khilafiyah
 kaum khawarij mengakui khalifah abu bakar dan umar dan separuh zaman pemerintahan Usman
bin Affan.
 kepercayaan ini seperti Aswaja Akan tetapi separuh yg akhir ,dari khalifah usman ,tidak diakui
mereka lagi kerana bagi mereka (khawarij) Usman menyeleweng..
 begitu juga dengan khalifah Ali.mulanya perlantikannya sah ,tetapi kemudian membuat kesilapan
besar,iaitu menerima tahkim,dan Ali menjadi Kafir kerna menerima Tahkim
 orang yang melakukan dosa besar adalah Kafir, bagi i'tiqad khawarij.

 pada Ahlusunnah waljamaah, pegangan khawarij ini adalah di tentang. ini kerana, walaupun
penyelewengan yang berlaku (sekiranya betul Ali menyeleweng) tidaklah menggugurkan pangkat
khalifah.
 yg menggugurkan pangkat khalifah menurut Aswaja ialah kalau khalifah itu telah tajahur
(dihadapan umum berbuat maksiat) dan menganjurkan Rakyat mengikutnya..

2. Terhadap Ummul Mukminin Siti Aisya r.a


 kaum khawarij mengutuk dan mencaci ,kadang2 mengkafirkan Ummul Mukminin Siti
Aisyah.begitu juga Talhah.zubir bin awam,kerana ketiganya menggerakkan peperangan
jamal.iaitu antara mereka dengan Saiyyidina Ali.begtu juga mengkafirkan Abu musa al asyari
dan amru bin As.iaitu delegasi pada masa tahkim
 Aswaja menolak sekeras kerasnya dakwaan ini ,ummu mukminin ,talhah,zubir bin awam pada
ketika memerangi Saiyyidina Ali dan pasukannya pada peperangan jamal adalah demi
mmpertahankan kebenaran itiqad mereka,bukan kerana nafsu.
 saiyyidina Ali juga berada diatas kebenaran
 peperangan yg berlaku dikalangan sahabat adalah berdasarkan ijtihad masing-masing.bukan
kerana hawa nafsu.

3. Kafir
 kaum khawarij cepat mengkafirkan orang yang tidak sependapat dengan mereka.
 Aswaja sangat berhati-hati dalam menuduh orang lain kafir,harus difikir masak-masak,harus
difikir risikonya

4. Ibadat/iman
 kaum khawarij berpendapat bahawa yg dikatakan iman itu bukan pengakuan dalam hati dan
ucapan dengan lisan sahaja,tetapi amal ibadat itu menjadi rukun iman pula.
 barangsiapa yang tidak solat,puasa zaakat,dan lain2...maka orang itu jadi kafir inilah pendapat
khawarij.
 oleh kerana saiyyidina muawiyah sudah berdosa dengan melawan saiyyidina Ali..maka
saiyyidina muawiyah menjadi kafir.
 Aisyah juga menjadi kafir kerana melawan khalifah Ali,inilah pendirian khawarij
 adapun pada ASWJ berpendrian bahawa rukun iman itu hanyalah 2 sahaja,iaitu membenarkan
didalam hati,dan mengikrarkan dengan LISAN,seorang yg mmbenar dalam hati dan ikrar dengan
Page | 6 lidah sudah dikira beriman,dan berlaku atasnya sekalian hukum yg berkaitan dengan orang
mukmin.
 adapun amal ibadat,sseperti solat,puasa,zakat dan lain2 adalah untuk kesempurnaan iman
 yang kafir bagi aswajaialah orng yg mengi'tiqadkan bahawa solat,puasa,zakat itu tidak wajib
baginya

5. Orang Sakit dan Orang Tua


bagi khawarij orang sakit dan orang tua yang tidak mengikut perang sabil adalah mejadi
kafir dan wajib dibunuh.sedangkan pada aswaja, ini adalahtidak benar, sebgaimana firman Allah
taala yg bermaksud tidak mengapa bagi orang buta ,tidak mengapa bagi orang tempang,tidak
mengapa bagi orang sakit(kalau mereka tidak ikut kemedan peperangan) al Fath :17)

6. Dosa Kecil dan Dosa Besar


khawarij mengatakan tiada dinamakan Dosa Kecil dan Dosa Besarpada mereka segala
penderhakaan adalah besar tiada yang kecil

7. Anak-anak Orang Kafir


menurut khawarij, anak orang kafir yang mati ketika kecil(sebelum baligh) turut masuk
neraka kerna mengikut ibu bapanya yg kafir. Aswaja menentang pendapat ini,bagi Aswaja anak
orang kafir yang mati kecil(sebelum baligh ) apabila mati akan masuk kedalam syurga bukan
kedalam neraka

8. Orang-Orang Yang Paling Buruk


tersebut di dalam kitab hadis Bukhari, bahawa sahabat nabi ibnu Umar r.a berpendapat
bahawa orang-orang kahawarij dan iqtiqadnya adalahorang yang paling buruk. dibawah ini apa
yang disebut didalam kitab hadis bukhari; Artinya "dan adalah sahabat nabi ibnu Umar
R.a ...berpendapat bahawa ,mereka(kaum khawarij) makhluk Allah paling jahat.,mereka
mengambil ayat2 alquran yang sebenarnya diturun untuk orang kafir tetapi dipasangkannya
kepada orang mukmin*(fathul bari juzu XV halaman 313)

C. Ahlu Sunnah Wal Jama’ah Menolak Faham Qodariyah

Kaum qodariyah beri’tiqad bahwa perbuatan manusia di ciptakan oleh manusia sendiri
dengan qodrat yang telah di berikan Tuhan kepadanya sedari mereka lahir ke dunia. Kaum
Qodariyah mengemukakan dahlil-dahlil ‘akal dan dahlil-dahlil naqal (Quran dan hadist) untuk
memperkuat pendirian mereka, mengapa mereka di beri pahala kalau berbuat baik dan di siksa
kalau berbuat maksiat, pada hal yang membuat atau menciptakan hal itu adalah Allah swt, dan
mereka juga mengatakan kalau Tuhan itu tidak adil.
Beberapa dahlil yang di kemukakan oleh kaum Qodariyah tanpa memperhatikan tafsir-
tafsir nabi dan sahabat nabi ahli tafsir.“Bahwasannya Allah tidak bisa merubah nasib suatu kaum,
kalau tidak mereka sendiri yang merubahnya.” (Ar-Ra’d; 11).
Kaum Qodariyah menyatakan pada ayat tadi bahwa Tuhan “ Tidak Bisa” atau “Tidak
Kuasa merubah nasib manusia kecuali mereka sendiri yang merubahnya. Nampak jelas sekali
Page | 7
bahwa kepercayaan kaum Qodariyah ini sama dengan kaum Mu’ tajillah, hanya perlainannya
kaum Mu’tajzillah mengatakan “ Bahwa pekerjaan Manusia yang baik di jadikan Tuhan” .
Sedangkan kaum Qodariyah “ baik dan buruk tidak di jadikan oleh tuhan”.
Fatwa kaum Qodariyah di Mu’tajzillahini tidak sesuai dan di tentang oleh Ahlusunah
waljama’ah, yang di imami oleh Imam Abu Hasan Al-Asy’ari, Kaum Ahlussunnah
mengemukakan, Tuhan berfirman dalam Al-Quran : “Dan Tuhan yang menjadikan kamu dan
apa- apa yang kamu kerjakan” (As-shaffat : 96). Terang bahwa dalam ayat ini yang menjadikan
mausia dan yang menjadikan pekerjaan manusia adalah Tuhan, Bukan manusia. Jadi takdir sudah
tertulis dalam izal sebelum manusiadilahirkan. “Dan tidak bisa kamu menghendaki, kecuali kalau
Tuhan menghendaki” (Ali Imran : 30).
Takdir Ilahi itu menurut Ahlusunnsah wal jamaah ada 4, yaitu :
1. Takdir dalam ilmu Tuhan tidak berubah-ubah lagi
2. Takdir yang di tuliskan pada luh Mahfuzh ini bisa berubah kalau Tuhan menghendaki.
3. Takdir dalam rahim ibu itu sesuai dengan luh mahfuzh.
4. Takdir dalam kenyataan, yakin di jadikan sesuatu dalam kenyataanya menurut takdir yang
telah di tetapkan.

D. Ahlu Sunnah Wal Jama’ah Menolak Faham Jabariyah


Kaum jabariyah beri’tiqod, bahwa manusia itu “majbur” (terpaksa) dalam gerak-griknya,
seperti bulu ayam diudara yang dipermainkan angin, atau kayu dilaut yang diperminkan ombak,
manusia tidak mempunyai daya upaya, ikhtiar atau “kasab”.
Kaum ahlussunnah wal jama’ah berpendapat bahwa semuanya dijadikan oleh Tuhan,
tetapi Tuhan pula yang menjadikan adanya “ikhtiar” atau “kasab” bagi manusia. Manusia
berikhtiar dan manusia berusaha. Paham “wahdatul wujud” yang bersasal dan berpangkal dari
kaum jabariyah, adalah paham yang sesat lagi menyesatkan, harus dijauhi oleh orang mu’min dan
muslim. Kaum jabariyah berfatwa, bahwa “iman” itu cukup kalau sudah mengakui dalam hati
saja, walaupun tidak diikrarkan dengan lisan. Dan ini sangat bertentangn dengan ahlussunnah wal
jama’ah yang berpendapat bahwa iman itu, ialayh membenarkan dalam hati dan mengakui
dengan lisan.

Ciri-ciri Ajaran Jabariyah


1. Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan, dan ikhtiar apapun, setiap perbuatannya baik
yang jahat, buruk atau baik semata-mata Allah yang menentukannya.
2. Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi.
3. Ilmu Allah bersifat hudust (baru).
4. Bahwa Allah tidak mempunai sifat yang sama dengan mahluk ciptaan-Nya.
5. Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama penghuninya,
karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata.
6. Bahwa Allah tidak dapat dilihat di surga oleh penduduk surga.
7. Bahwa Al-Qur’an adalah mahluk, bukan kalamullah.
Taham bin shafwan mengatakan bahwa manusia adalah dalam keadaan terpaksa, tidak bebas dan
tidak mempunyai kekuasaan sedikit juapun untuk bertindak mengerjakan sesuatu. Allah-lah yang
menentukan sesuatu itu kepada seseorang, apa yang dikerjakannya, baik dikehendaki oleh
manusia itu ataupun tidak. Jadi Allah ta’ala-lah yang memperbuat segala pekerjaan manusia.
Page | 8

Taham selain penggerak jabariyah, juga pemimpin ajaran yang mengatakan bahwa Allah
ta’ala itu tiada mempunyai sifat-sifat. Menurut Taham, Tuhan hanyalah mempunyai zat saja dan
dia mengatakan bahwa Allah itu sekali-kali tidak mungkin dapat terlihat oleh manusia walaupun
di akhirat kelak.
Faham jabariyah dan Qodariyah adalah dua faham yang sangat bertolak belakang satu
dengan yang lain. Jabariyah adalah faham yang menyatakan bahwa segala perbuatan manusia
adalah semua karena ditakdirkan Allah dan manusia tidak mempunyai kuasa sedikitpun dalam
menciptakan tindakan-tindakannya sendiri. Lain halnya dengan faham Qodariyah yang
menganggap segala perbuatan manusia adalah kuasa dari manusia itu sendiri tanpa campur tangan
Allah SWT.
Dari kedua faham diatas dapat dinilai bahwa keduanya memiliki jalan fikiran yang kaku
dan hanya menggunakan satu dalil saja yang menjadi dasar pemikiran mereka. Sedangkan sudah
dijelaskan bahwa semua ayat-ayat Al-Quran itu tidak ada satupun yang saling bertentangan.
Namun kesemuanya itu memiliki hubungan yang erat baik secara harfiyah ataupun maknawiyah.
Ahlulsunnah Wal Jamaah memandang kedua faham ini adalah sesat dan wajib untuk
ditinggalkan. Bila faham yang tersebut di atas terus dibiarkan, maka akan sesatlah jalan hidup
manusia di dunia ini bagi siapa saja yang mengikutinya. Untuk itu, kita harus kembali merujuk
pada dasar pedoman kita yaitu Al-Quran dan As-Sunnah dengan tidak memotong-motong ayat-
ayat atau hadis hanya demi kepentingan yang tidak dibenarkan dalam Islam.

E. Ahlu Sunnah Wal Jama’ah Menolak Faham Mutazilah


Secara Etimologi, Mu’tazilah atau I’tizaal adalah kata yang dalam bahasa Arab “Pitizal”
artinya kesendirian, kelemahan dan keterputusan, menyisihkan diri.kaum Mu’tazillah berarti
kaum yang menyisihkan diri. Secara Terminologi, sebagian ulama mendefinisikannya sebagai
satu kelompok dari qadiriyah yang menyelisihi pendapat umat Islam dalam permasalahan hukum
pelaku dosa besar yang dipimpin oleh Washil bin Atho’ dan Amr bin Ubaid pada zaman Al
Hasan Al Bashry.
Dan kalau kita melihat kepada definisi secara etimologi dan terminologi didapatkan
adanya hubungan yang sangat erat dan kuat, karena kelompok ini berjalan menyelisihi jalannya
umat Islam khususnya Ahli Sunnah dan bersendiri dengan konsep akalnya yang khusus sehingga
Akhirnya membuat mereka menjadi lemah, tersembunyi dan terputus.
Golongan ini dinamakan Mu’tazilah, karena Washil itu memisahkan diri dari gurunya Al-
Hasan Al-Basyri, karena perbedaan pendapat tentang orang Islam yang mengerjakan maksiat dan
dosa besar, hingga mati ia belum juga tobat. Dalam masalah ini golongan Mu’tazilah
menganggap mereka tidak mukmin dan tidak kafir, tetapi Manzilah baina Manjilatain.

Sejarah Lahirnya Mu’tazilah Kelompok pemuja akal ini muncul di kota Bashrah (Irak)
pada abad ke-2 Hijriyah, antara tahun 105-110 H, tepatnya di masa pemerintahan khalifah Abdul
Malik bin Marwan dan khalifah Hisyam bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk
Bashrah mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’ Al-Makhzumi Al-
Ghozzal. Ia lahir di kota Madinah pada tahun 80 H dan mati pada tahun 131 H. Di dalam
menyebarkan bid’ahnya, ia didukung oleh ‘Amr bin ‘Ubaid (seorang gembong Qadariyyah kota
Bashrah) setelah keduanya bersepakat dalam suatu pemikiran bid’ah, yaitu mengingkari taqdir
dan sifat-sifat Allah.

Page | 9
Seiring dengan bergulirnya waktu, kelompok Mu’tazilah semakin berkembang dengan sekian
banyak sektenya. Hingga kemudian para dedengkot mereka mendalami buku-buku filsafat yang banyak
tersebar di masa khalifah Al-Makmun. Maka sejak saat itulah manhaj mereka benar-benar terwarnai oleh
manhaj ahli kalam (yang berorientasi pada akal dan mencampakkan dalil-dalil dari Al Qur’an dan As
Sunnah).
Oleh karena itu, tidaklah aneh bila kaidah nomor satu mereka berbunyi: “Akal lebih didahulukan
daripada syariat (Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’) dan akal lah sebagai kata pemutus dalam segala hal.
Bila syariat bertentangan dengan akal menurut persangkaan mereka maka, sungguh syariat tersebut harus
dibuang atau ditakwil. Ini merupakan kaidah yang batil, karena kalaulah akal itu lebih utama dari syariat
maka Allah akan perintahkan kita untuk merujuk kepadanya ketika terjadi perselisihan. Namun
kenyataannya Allah perintahkan kita untuk merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, Kalaulah akal itu
lebih utama dari syariat maka Allah tidak akan mengutus para Rasul pada tiap-tiap umat dalam rangka
membimbing mereka menuju jalan yang benar.
Kesesatan kaum Mu’tazilah:
1. Mentiadakan sifat-sifat Allah yang Qodim seperti ; Sifat Ilmu, Kudrot, Hayat dan lain-lain.
Dan mereka meyakini bahwa Allah maha mengetahui, hidup, berkuasa semata-mata dengan dzat-
Nya dan bukan dengan sifat.
2. Meyakini bahwa Al Qur’an adalah mahluk yang berupa huruf dan suara.
3. Meyakini bahwa kelak di akhirat, Allah tidak bisa dilihat dengan mata telanjang.
4. Mewajibkan penta’wilan terhadap Ayat-Ayat Mustasyabihat (ayat yang belum jelas
dilalahnya).
5. Meyakini bahwa segala perbuatan manusia berasal dari dirinya sendiri (baik atau buruk). Oleh
karenanya di akhirat ia wajib mendapat pahala atau siksa akibat perbuatan tersebut.
6. Allah Wajib berbuat baik terhadap mahluknya, sebab jika tidak demikian maka berarti Allah
telah berbuat dholim.
7. Meyakini bahwa orang yang melakukan dosa besar yang meninggal sebelum bertaubat maka ia
akan selama-lamanya ( hulud ) di neraka.
8. Mengingkari adanya siksa kubur.
9. Meyakini adanya tempat diantara Surga dan Neraka ( Manzilun Bainal Manzilataini ).

F. Ahlu Sunnah Wal Jama’ah Menolak Faham Ahmadiyah


Faham Ahmadiyah pertama kali muncul di Qadiyan, India (sekarang Pakistan). Faham ini
dideklarasikan oleh pendirinya bernama Mirza Ghulam Ahmad 1836-1908 M yang lahir di
tengah-tengah kaum Syi’ah Islamiyah di punjab kawasan Pakistan sekarang. Tahun 1890 Mirza
Ghulam Ahmad (54 Th) mendakwahkan bahwa ia adalah seorang nabi sesudah nabi Muhammad
Saw., atau nabi akhir zaman disamping mengaku Imam Mahdi al Ma’uhud atau titisan nabi Isa
as, mujaddid dan juru selamat.
Sebagaimana disinggung di atas, bahwa Mirza Ghulam Ahmad dilahirkan ditengah
masyarakat penganut faham Syi’ah yang meyakini akan datangnya Imam Mahdi yang ‘adil yang
akan membawa keadilan dan kedamaian untuk seluruh umat manusia. Kaum Syi’ah memang
berpandangan bahwa kenabian dan kerasulan belum putus, mereka meyakini bahwa imam-imam
mereka dianggap masih menerima wahyu dari Tuhan. Mirza Ghulam Ahmad bertindak lebih jauh
dia bukan hanya mengaku sebagai Imam Mahdi al ma’uhud namun juga sebagai nabi yang benar-
benar mendapat wahyu dari Tuhan.
Page | 10 Karena itu, Mirza Ghulam Ahmad bukan saja ditentang oleh kaum ahlusunnah wal
jama’ah di seluruh dunia, tetapi juga oleh ulama-ulama Syi’ah yang berada di pakistan, Iran dan
Yaman. Oleh karenanya Mirza Ghulam Ahmad akhirnya juga melawan dan menghantam pula
kaum Syi’ah. Sebagaimana termaktub dalam buku-buku karyanya yang mengejek dan mengolok
kaum syi’ah serta melecehkan cucu nabi, Hasan dan Husen ra.
Ulama-ulama seluruh dunia pada saat itu telah mengeluarkan fatwa bahwa Mirza Ghulam
Ahmad tidak lagi dalam lingkungan umat Islam karena dakwaannya sebagai nabi setelah nabi
Muhammad Saw. yang terang-terang menentang sebuah ayat dalam al-Qur’an suci yang
mengatakan bahwa nabi Muhammad khataminnabiyyin (penutup para nabi).

Berikut ini beberapa ulama di India yang menolak faham ahmadiyah :


– Maulana Muhammad Anwarullah Khan.
– Maulana Abul Hasan Gulam Mustahafa.
– Maulana Azizurrahman seorang mufti universitas Darul Ulum Dionband.

Akan tetapi kerajaan Inggris yang saat itu menguasai India menyokong gerakakan Ahmadiyah
ini, karena diantara fatwanya ada yang sangat disukai oleh penjajah Inggris ketika itu, yaitu :
jihad dalam Islam bukan dengan senjata, akan tetapi dengan lisan saja. Oleh karenanya fatwa ini
sangat disukai oleh Inggris yang tengah menjajah India saat itu.

Di Indonesia sendiri faham ini mulai muncul sesudah perang dunia pertama, sehingga terdapat
cabang-cabang gerakan Ahmadiayah di Jakarta, di Medan, di Padang dan lain-lain. Tapi faham
ini di Indosneia kurang mendapat tanggapan dari masyarakat karena terus menerus ditentang oleh
ulama-ulama Islam, khususnya ulama ahlussunnah wal jamaah.
Pandangan Ahlusunnah wal Jama’ah
a) pengakuan Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi dan Rasul ditolak oleh jumhurul ulama, dan
dikatakan sebuah kesesatan yang nyata!. Ahlussunnah wal jama’ah memberikan tafsiran surat As
Saf : 6 sebagai berikut : bahwa yang dimaksud pada lafal “Ahmad” di ayat tersebut adalah
Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthallib bin qosoei bin Qilab Alquraisy bukan selainnya!
Hal ini diperkuat dengan firman Allah Surat Al Ahzab :40.

‫ﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﻣﺤﻤﺪ ﺃﺑﺎ ﺃﺣﺪ ﻣﻦ ﺭﺟﺎﻟﻜﻢ ﻭﻟﻜﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﻪﻠﻟﺍ ﻭ ﺧﺎﺗﻢ ﺍﻟﻨﺒﻴﻴﻦ‬

Artinya : “Nabi Muhammad itu bukan bapak seorang pun diantara anak laki-laki diantara kamu,
tetapi beliau Rasulallah dan nabi penutup. Dan Tuhan Maha Tahu Atas segala sesuatu” (al
Ahzab :40)
b) pengakuan Mirza Ghulam Ahmad sebagai Al Mahdi Al Mau’hud juga ditolak oleh
Ahlussunnah wal jama’ah dan kelompok syi’ah, menurut kepercayan Ahlussunnah wal jama’ah
bahwa nabi Isa As tidak dapat disalib oleh musuh dan yang disalip adalah orang yang
diserupakan dengan nabi Isa As. Dan pengakuan tersebut juga bertentangan dengan Hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Sebagai berikut :
‫ ﻭﺍﻟﺬﻱ ﻧﻔﺴﻰ ﺑﻴﺪﻩ ﻟﻴﻮﺷﻜﻦ ﺃﻥ ﻳﻨﺰﻝ ﻓﻴﻜﻢ ﺍﺑﻦ ﻣﺮﻳﻢ ﺣﻜﻤﺎ‬: ‫ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﻪﻠﻟﺍ ﺻﻠﻰ ﻪﻠﻟﺍ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﺎﻡ‬: ‫ﻋﻦ ﺃﺑﻰ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻰ ﻪﻠﻟﺍ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ‬
) ‫ ( ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ‬. ‫ﻋﺪﻻ ﻓﻴﻜﺴﺮ ﺍﻟﺼﻠﻴﺐ ﻭﻳﻘﺘﻞ ﺍﻟﺤﻨﺰﻳﺮ ﻭﻳﺼﻨﻊ ﺍﻟﺤﺮﺏ ﻭﻳﻔﻴﺾ ﺍﻟﺪﻣﻊ ﺣﺘﻰ ﻻﻳﻘﺒﻠﻪ ﺃﺣﺪ‬

Artinya : Dari Abu Hurairah Ra. Berkata, Rasululullah Saw. bersabda :Demi Tuhan yang diriku
ditangan-Nya, akan turun Isa ibnu Maryam kepadamu menjadi hakim ‘adil, maka ia memecah
Page | 11 salib, membunuh babi, menghentikan peperangan dan melimpahkan harta yang banyak sehingga
tak ada lagi yang akan menerimanya. (HR. Bukhori-Sahih Bukhori II hal, 174)

Dari hadits diatas telah jelas bahwa Allah akan menurunkan Isa Ibnu Maryam bukan Mirza GA
Ibnu Maryam. Dan juga dijelaskan bahwa Isa akan membunuh sekalian babi dan merusak salib, ia
akan menegakkan keadilan dan mensejahterakan umat manusia dalam bentuk melimpahkan harta
kekayaannya. Sepanjang sejarah Mirza GA sudahkah melakukan itu?

c) pengakuan Mirza Ghulam Ahmad bahwa ia dan keturunannya menerima wahyu jelas
bertentangan dengan ajaran Islam yang suci, karena Rasul Muhammad Saw telah menyatakan
bahwa nabi dan kenabian sudah tidak ada lagi setelahnya. Karena wahyu hanya Allah turunkan
kepada para nabi dan Rasul-Nya saja, maka dengan tidak adanya nabi lagi maka tidak ada wahyu
yang disalahgunakan.

d) pernyataan Mirza Ghulam Ahmad bahwa ia sebagai penyempurna syari’at Islam adalah
bertentangan dengan Firman Allah Surat Al Ma’idah : 3 yang artinya :

‫ﺃﻟﻴﻮﻡ ﺃﻛﻤﻠﺖ ﻟﻜﻢ ﺩﻳﻨﻜﻢ ﻭﺃﺗﻤﻤﺖ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﻧﻌﻤﺘﻰ ﻭﺭﺿﻴﺖ ﻟﻜﻢ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﺩﻳﻨﺎ‬

“Hari ini telah aku sempurnakan agamamu untukmu, telah aku cukupkan nikmatKu bagimu dan
Aku telah meridloi Islam sebagai agamamu”.

e) soal pernyataan Mirza GA bahwa ia lebih mulia dari abu Bakar dan pernah bermimpi menjadi
Tuhan jelas sebuah kebohongan yang tidak terbantahkan menurut Ahlusunnah wal jama’ah.
Karena Ahlusunnah wal jama’ah meyakini bahwa yang mulia disisi Allah setelah Rasulullah
Muhammad Saw. adalah para Rasul-rasul ke mudian para nabi-nabi yang lain sesudah itu para
malaikat dan selanjutnya baru manusia. Sementara Mirza GA tidak ada pada deretan nabi dan
rasul sehingga tidak terbukti pengakuannya tersebut.

G. Ahlu Sunnah Wal Jama’ah Menolak Faham Wahabi


Didirikan Muhammad bin Abdul Wahab dari keluarga klan Tamim yang menganut
mazhab Hanbali. Ia lahir di desa Huraimilah, Najd, yang kini bagian dari Saudi Arabia, tahun
1111 H [1700 M] masehi, dan meninggal di Dar’iyyah pada tahun 1206 H [1792 M.]. Ia sangat
terpengaruh oleh tulisan-tulisan seorang ulama besar bermazhab Hanbali bernama Ibnu Taimiyah
yang hidup di abad ke 4 M. Mengajar di Bashrah selama 4 tahun. Ketika pulang ke kampung
halamannya ia menulis buku yang kemudian menjadi rujukan kaum pengikutnya,
“Kitabut’Tauhid”.
Para pengikutnya menamakan diri mereka dengan sebutan kaum Al-Muwahhidun (para
pengesa Tuhan). Seakan hanya kelompok itulah yang pengesa Allah secara murni tanpa terpolusi
dengan kesyirikan. Sedang kelompok-kelompok lain yang tak sepaham mereka anggap sebagai
kelompok pelaku syirik, bid’ah dan khurafat yang sesat.
Setelah Muhammad bin Abdul Wahab pindah ke Uyaynah dalam khotbah Jumat di
Uyaynah tsb, ia mulai melakukan :terang-terangan mengkafirkan semua kaum Muslimin yang
dianggapnya :melakukan bid’ah [inovasi], dan mengajak kaum Muslimin agar kembali
menjalankan agama seperti di zaman Nabi.

Page | 12

meletakkan teologi ultrapuritannya. Ia mengutuk berbagai tradisi dan akidah kaum


Muslimin menolak berbagai tafsir Al-Qur’ân yang dianggapnya mengandung bid’ah atau inovasi.
Mula-mula ia menyerang mazhab Syiah (di luar Ahlusunah), lalu kaum Sufi, kemudian ia mulai
melanjutkan penyerangan terhadap kaum Ahlusunah secara keseluruhan dengan cara yang brutal.
Dengan mengecap mereka dengan berbagai julukan buruk seperti Quburiyuun (pemuja
kubur) dikarenakan kaum ahlusunnah sepakat bahwa kuburan para nabi, rasul dan para kekasih
Ilahi (Waliyullah) harus dihormati sesuai ajaran pendahulu (Salaf) yang sesuai dengan ajaran
Rasul, para Sahabat setia beliau, juga para Tabi’in dan Tabi’ Tabi’in.Tatkala masyarakat mulai
merasa seperti duduk di atas bara, Muhammad bin Abdul Wahab diusir oleh penguasa [amir]
setempat pada tahun 1774. Ia lalu pindah ke Al-Dar’iyyah, sebuah oase ibu kota keamiran
Muhammad bin Sa’ud, masih di Najd.
Disini Muhammad bin Abdul Wahab mendapat angin segar dalam menyebarkan ajaran
sesatnya. Ia dihidupi, diayomi dan dilindungi langsung oleh sang Amir Dar’iyah, Muhammad bin
Saud. Akhirnya Amir Muhammad bin Saud dan Muhammad bin Abdul Wahab saling membaiat
dan saling memberi dukungan untuk mendirikan negara teokratik. Mazhab Muhammad bin Abdul
Wahab pun dinyatakan sebagai mazhab resmi wilayah kekuasaan Ibnu Saud. Dan Muhammad bin
‘Abdul Wahab akhirnya diangkat menjadi qadhi (hakim agama) wilayah kekuasaan Ibnu Saud.
Hubungan keduanya semakin dekat setelah Ibnu Saud berhasil mengawini salah seorang putri
Muhammad bin ‘Abdul Wahab. Penakklukan dan pembantaian dilakukan, terutama terhadap
kabilah-kabilah dan kelompok Ahlusunah yang menolak mazhab mereka (Wahaby), hingga
terbentuklah sebuah emirat yg lalu diubah menjadi monarki dengan nama keluarga, Saudi Arabia,
(mulai sejak tahun 1932 hingga kini).
Pada bulan April tahun 1801, mereka membantai kaum Syi’ah di kota Karbala’ (salah
satu kota suci kaum Syiah di Irak). Seorang penulis Wahabi menuliskan: “Pengikut Ibnu Saud
mengepung dan kemudian menyerbu kota itu. Mereka membunuh hampir semua orang yang ada
di pasar dan di rumah-rumah.Harta rampasan [ghanimah] tak terhitung Mereka hanya datang pagi
dan pergi tengah hari, mengambil semua milik mereka. Hampir dua ribu orang dibunuh di kota
Karbala”. Muhammad Finati, seorang muallaf Italia yang ikut dalam pasukan Khalifah daulah
Usmaniyyah yang mengalahkan kaum Wahabi menulis : “Sebagian dari kami yang jatuh hidup-
hidup ke tangan musuh yang kejam dan fanatik itu, dipotong-potong kaki dan tangan mereka
secara semena-mena dan dibiarkan dalam keadaan demikian”.
Sebagian dari mereka, aku saksikan sendiri dengan mata kepala tatkala kami sedang
mundur. Mereka yang teraniaya ini hanya memohon agar kami berbelas kasih untuk segera
mengakhiri hidup mereka. Kabilah-kabilah yang tidak mau mengikuti mazhab mereka dianggap
kafir, “yang halal darahnya”. Dengan demikian mereka (Wahaby) tidak dinamakan perampok dan
kriminal lagi, tapi kaum `mujahid’ yang secara teologis dibenarkan membunuh kaum `kafir’
termasuk wanita dan anakanak, merampok harta dan memperkosa istri dan putri putrid mereka
yang dianggap sah sebagai ghanimah (rampasan perang).Wahaby menganggap mazhab lain
sebagai sesat dan menyesatkan dengan berpatokan pada hadist:”Kullu bid’ah dhalaalah wa kullu
dhalaalah fî n-naar”. (semua inovasi itu sesat dan semua yang sesat itu masuk neraka). Kata
“bid’ah” yang mereka tuduhkan hanyalah kata pelembut, untuk `kafir’,

Aqidah kaum Wahabi:


▪Membuat cungkup di atas makam hukumnya haram.
Page | 13 ▪Membaca sejarah maulid Nabi saw. Hukumnya haram.
▪Membaca dalailul khairat dan syair Budrah serta qasidah-qasidah hukumnya haram.

▪Tidak boleh melagukan adzan dan Al-Qur’an.


▪Ziarah ke makam nabi hukumnya haram.
▪Berdo’a dengan tawassul hukumnya musyrik.
▪Menghisap rokok haram.

Para ulama Wahabi memiliki ajaran dan pendapat yang bertentangan dengan ajaran Rasulullah
Saw , para sahabat, dan para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah . Misalnya;
1. Dalam kitab karangan Abdullah Ibnu Zaid, ulama Wahabi, yang berjudul al-Iman bi al-
Anbiya’i Jumlatan (Beriman Kepada Semua Kitab) disebutkan kalau Adam a,s. bukanlah nabi
dan juga bukan rasul Allah.
2. Dalam buku al-Qaulu al-Mukhtar li Fana’i an-Nar karangan Abdul Karim al-Humaid, ulama
Wahabi, disebutkan bahwa neraka tidak kekal dan orang-orang kafir tidak diazab selamanya di
neraka karena akan dipindahkan ke surga.
3. Dalam buku kaum Wahabi yang berjudul Fatawa al-Mar’ah disebutkan bahwa menceraikan
istri ketika haid tidak menyebabkan jatuhnya talak (padahal ‘ijma ulama mengatakan, seorang
suami yang menceraikan istrinya ketika sang istri sedang haid, maka talaknya tetap sah dan si
istri menjadi haram bagi suaminya).
4. Dalam buku berjudul Fatawa al-Mar’ah juga disebutkan bahwa perempuan tidak boleh
menyetir mobil (‘Ijma ulama mengatakan, perempuan boleh mengendarai mobil selagi tidak ada
fitnah dan tetap terjaga aurat serta kehormatannya).
5. Dalam buku berjudul Fatawa al-Mar’ah juga disebutkan bahwa suara wanita di sisi lelaki
ajnabi (bukan mahram atau orang yang boleh dinikahi) adalah aurat yang haram untuk didengar
suaranya. Dengan kata lain, wanita haram berbicara di sisi laki-laki (di zaman Rasulullah Saw,
perempuan dapat bertanya langsung kepada beliau tentang urusan agama. Ini berarti, dalam
Islam, tak apa-apa perempuan berbicara di sisi laki-laki).
6. Dalam buku Halaqat Mamnu’ah karangan Hisyam al-Aqqad, ulama Wahabi, disebutkan bahwa
mengucap zikir la illaha ilallah sebanyak seribu kali adalah sesat dan musyrik (padahal dalam Al
Qur’an surah al-Azhab ayat 41 Allah berfirman; “Wahai orang-orang yang beriman berzikirlah
dengan menyebut nama Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.”)
7. Ibnu Utsaimin, ulama Wahabi, berkata; “ Ziarah kubur bagi wanita adalah haram, termasuk
dosa besar, meskipun ziarah ke makam Rasulullah.” (padahal dalam ajaran Islam tak ada larangan
wanita melakukan ziarah kubur, termasuk menziarahi makam Rasulullah Saw).
8. Dalam buku at-Tahqiq wa al-Idhah li Katsirin min Masa’il al-Haj wa al-Umrah karangan
Abdul Aziz ibnu Abdullah ibnu Baz disebutkan bahwa memotong jenggot, apalagi mencukurnya,
hukumnya haram (padahal Islam tidak melarang memendekkan jenggot agar kelihatan rapih,
bahkan dianjurkan, karena Allah SWT mencintai keindahan)
9. Ibnu Baz dalam majalah ad- Dakwah edisi 1493 Hijriyah (1995 Masehi) yang diterbitkan Saudi
Arabiah menyatakan, haram bagi perempuan muslim mengenakan celana panjang, meskipun di
depan suami dan celana panjang itu lebar serta tidak ketat (Islam tidak melarang wanita memakai
celana panjang. Apalagi di hadapan suami).
10 . Dalam kitab al-Ishabah, al-Juwaijati, imam Masjid Jami’ ar-Raudhah, Damaskus, Syiria,
disebutkan, ketika berada di Masjid ad-Daqqaq, Damaskus, salah seorang ulama Wahabi
mengatakan, shalawat kepada Rasulullah Saw dengan suara nyaring setelah adzan hukumnya
Page | 14 sama seperti seorang anak yang menikahi ibu kandungnya (Islam tidak melarang umatnya
bershalawat setelah adzan).
11 . Ibnu Baz mengatakan, mengucapkan kalimat shadaqallahu al-adzim (maha Benar Allah
dengan segala firman-Nya) setelah selesai membaca Al Qur’an adalah bid’ah sesat dan haram
hukumnya (Islam justru menganggap baik mengucapkan kalimat itu karena mengandung pujian
kepada Allah, dan sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al Qur’an surah Ali-Imran ayat 95
yang bunyinya; “ Katakanlah shadaqallahu (Maha Benar Allah (dengan segala firman-Nya).”)

Wahabi adalah sekte dengan ajaran yang bahkan oleh para ulama pengikut mazhab yang empat ,
yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali dianggap sebagai AJARAN SESAT . Pendirinya,
Muhammad bin Abdul Wahab, adalah seorang pria arogan, kasar, dan telah dicuci otak oleh
Kementerian Persemakmuran melalui salah seorang agen mata-matanya, Hempher, sehingga
telah menyimpang jauh dari ajaran Islam. Ulama-ulamanya pun, termasuk Ibnu Taimiyah,
mengeluarkan fatwa-fatwa yang ganjil, nyeleneh dan juga tidak sesuai dengan ajaran Islam. Lalu,
bagaimana mereka dapat mengajak setiap Mukmin kepada Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw
yang dijabarkan dan dijelaskan para ulama dalam hadist? Al Qur’an dan Sunnah yang mana yang
mereka maksud? Ibnu Taimiyah sendiri, karena fatwa-fatwanya yang nyeleneh dan menyimpang
dari Islam, ditangkap, disidang, di penjara di Damaskus, dan meninggal di penjara itu. Sejarah
mencatat, sedikitnya ada 60 ulama, baik yang hidup di zaman Ibnu Taimiyah maupun yang
sesudahnya, yang mengungkap kejanggalan dan kekeliruan fatwa-fatwa ulama Wahabi itu dan
juga ajaran Wahabi .

Penggunaan nama salafi, sehingga kini Wahabi menjadi Salafi Wahabi pun wajib dipertanyakan,
karena salafi merupakan sebuah bentuk penisbatan kepada as-salaf yang jika ditinjau dari segi
bahasa bermakna orang-orang yang mendahului atau hidup sebelum zaman kita. Sedang dari segi
terminologi, as-salaf adalah generasi yang dibatasi oleh sebuah penjelasan Rasulullah Saw dalam
hadistnya; “ Sebaik-baik manusia adalah (yang hidup) di masaku, kemudian yang mengikuti
mereka (tabi’in), kemudian yang mengikuti mereka (tabi at-tabi’in) .” (HR. Bukhari dan Muslim).
Jadi, berdasarkan hadist ini, as-salaf adalah para sahabat Rasulullah Saw, tabi’in (pengikut Nabi
setelah masa sahabat) dan tabi at-tabi’in (pengukut Nabi setelah masa tabi’in, termasuk di
dalamnya para imam mazhab karena mereka hidup di tiga abad pertama setelah Nabi saw. wafat).
Maka jangan heran jika dalam bukunya as-Syalafiyah Marhalah Zamaniyah Mubarokah La
Madzhab Islami, Prof. Dr. Sa’id Ramadhan al-Buthi menyebut kalau sebagian muslimin
menyebut Salafi Wahabi sebagai Salafi Palsu atau mutamaslif .

Yang juga perlu diwaspadai, kadangkala penganut ajaran Wahabi juga menyebut diri mereka
Ahlus Sunnah , namun biasanya tidak diikuti dengan wal Jama’ah untuk mengkamuflasekan diri
agar umat Islam yang awam tentang aliran-aliran/sekte-sekte/golongan-golongan dalam Islam,
masuk ke dalam golongannya tanpa tahu sekte ini menyimpang, dan mengamini ajarannya
sebagai ajaran yang benar. Karena itu penting bagi setiap Muslim untuk mempelajari sejarah
agamanya, dan sekte-sekte yang berada di dalamnya.Faham Salafi Wahabi masuk Indonesia pada
awal abad 19 Masehi. Menurut buku Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi, faham sesat ini
dibawa oleh segelintir ulama dari Sumatera Barat yang bersinggungan dengan sekte ini ketika
sedang menunaikan ibadah haji di Mekah.

Namun demikian, para ulama ini tidak menelan mentah-mentah ajaran Wahabi, melainkan hanya
mengambil spirit pembaharuannya saja. Buku karya Syaikh Idahram itu bahkan menyebut, spirit
Page | 15 yang diambil ulama Sumatera Barat dari faham Wahabi kemudian menjelma menjadi gerakan
untuk melawan penjajah Belanda yang berlangsung pada 1803 hingga sekitar 1832 yang kita
kenal dengan nama gerakan Kaum Padri dimana salah satu tokohnya adalah Tuanku Imam Bonjo
l. Gerakan ini tidak sekeras dan sekaku Wahabi karena dikulturisasi dengan budaya lokal,
sehingga mudah diterima masyarakat.Keberadaan Wahabi di Indonesia semakin nyata ketika
pada awal 1980-an berdatangan elemen-elemen pergerakan dakwah Islam dari luar negeri,
sehingga muncul kelompok-kelompok dakwah seperti Tarbiyah (Ikhwanul Muslimin), Hizbut
Tahrir, dan Jama’ah Islamiyah (JI). BahkanJI , menurut Polri, adalah pelaku serangkaian aksi
teror bom di Tanah Air, termasuk Bom Bali I dan II, dimana Noor Din M Top , DR. Azahari , dan
Imam Samudera cs berada di dalamnya. Pemimpin JI, menurut Polri, salah satunya adalah Abu
Bakar Ba’asyir .

Masih menurut buku Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi, pada 1995 Wahabi mulai memiliki
media cetak di Indonesia dengan terbitnya Majalah Salafi yang dibidani Ja’far Umar Thalib dan
kawan-kawan. Ja’far Umar Thalib juga kita ketahui sebagai Panglima Laskar Jihad.
Page | 16

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Page | 17

DAFTAR PUSTAKA

https://wakidyusuf.wordpress.com/2017/04/01/akidah-39-sejarah-singkat-faham-wahabi-dan-itiqad-
wahabi-yang-bertentangan-dengan-itiqad-aswaja/
https://ahmadbinhanbal.com/ajaran-syiah-yang-bertentangan-dengan-ajaran-ahlu-sunnah-wal-jamaah-
islam-tentang-sahabat-al-quran-dan-hadits-2/
http://islam-dimensi.blogspot.com/2013/02/itiqad-kaum-khawarij-yang-bertentangan.html?m=1
https://wakidyusuf.wordpress.com/2017/03/31/akidah-34-sejarah-singkat-qodariyah-dan-jabariyah-dan-
itiqadnya-yang-bertentangan-dengan-itiqad-aswaja/
https://wakidyusuf.wordpress.com/2017/04/01/akidah-41-sejarah-singkat-ahmadiyah-dan-itiqad-
ahmadiyah-yang-bertentangan-dengan-itiqad-aswaja/

Anda mungkin juga menyukai