MURABAHAH
Disusun oleh:
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah yang
berjudul “MURABAHAH”.
Kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam melakukan
pembuatan makalah ini. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah
Fiqih Muamalat bapak Ubbadul Adzkiya’, S.E.I., M.Pd., MA yang telah membimbing kami.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan maklah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................ii
BAB I Pendahuluan..............................................................................4
A. Latar Belakang.............................................................................4
B. Rumusan Makalah.......................................................................4
C. Tujuan Penulisan.........................................................................4
BAB II Pembahasan..............................................................................5
A. Pengertian Murabahah.................................................................5
B. Dasar Hukum Murabahah...........................................................6
C. Komponen Murabahah................................................................7
D. Murabahah dan Ba’i Bitsaman Ajil dalam Praktek
Lembaga Keuangan Syari’ah......................................................7
A. Kesimpulan..................................................................................10
B. Saran............................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang universal sebagai pedoman yang mengatur segala aspek
kehidupan manusia, pada garis besarnya menyangkut dua bagian pokok, yaitu ibadah dan
muamalah. Ibadah adalah mengahambakan diri kepada Allah SWT dengan menaati
segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Sedangkan muamalah ialah
kegiatan-kegiatan yang menyangkut antar manusia yang meliputi aspek ekonomi, politik
dan sosial. Untuk kegiatan muamalah yang menyangkut aspek ekonomi seperti jual beli,
simpan pinjam, hutang piutang, usaha bersama dan lain sebagainya.
Adapun bentuk-bentuk jual beli yang telah dibahas oleh para ulama dalam fiqh
muamalah Islamiyah terbilang sangat banyak. Jumlahnya bisa mencapai belasan atau
puluhan. Sesungguh pun demikian, dari sekian banyak itu, ada salah satu jenis jual beli
yang telah banyak dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja
dan investasi dalam perbankan syariah, yaitu bai’ al-murabahah atau jual beli murabahah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Murabahah ?
2. Bagaimana Dasar Hukum Murabahah ?
3. Apa saja Komponen Murabahah ?
4. Apa yang di maksud Murabahah dan Ba’i bitsaman ajil dalam praktek lembaga
keuangan syari’ah ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Murabahah
2. Mengetahui Dasar Hukum Murabahah
3. Mengetahui apa saja Komponen Murabahah
4. Mengetahui maksud Murabahah dan Ba’i bitsaman ajil dalam praktek lembaga
keuangan syari’ah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli suatu barang dimana penjual menyebutkan harga
jual yang terdiri atas harga pokok dan tingkat keuntungan tertentu atas barang dimana
harga jual tersebut disetujui oleh pembeli.Dalam akad murabahah, penjual (dalam hal ini
adalah bank) harus memberi tahu harga poduk yang dibeli dan menentukan tingkat
keuntungan sebagai tambahannya.Saat ini, produk inilah yang paling banyak digunakan
oleh bank Syariah karenapaling mudah dalam implementasinya dibandingkan dengan
produk pembiayaan lainnya.1
Menurut Wiroso dalam bukunya, murabahah didefinisikan oleh para fuqaha
sebagai penjualan barang sehingga biaya/ harga pokok (cost) barang tersebut ditambah
mark-up/keuntugan yang disepakati. Karakteristik murabahah adalah bahwa penjual
harus memberitahu pembeli mengenai harga pembelian produk dan menyatakan jumlah
1
M. Nur Rianto,Lembaga Keuangan Syariah(Bandung: CV Pustaka Setia, 2012),hlm.149
2
Wiroso,Jual Beli Murabahah(Yogyakarta: UII Press, 2005), hlm.13
B. Dasar Hukum Murabahah
Al-Qur’an tidak membuat acuan langsung berkenaan dengan murabahah,
walaupun ada beberapa acuan didalamnya untuk menjual,keuntungan, kerugian, dan
perdagangan. Demikian juga, nampaknya tidak ada juga hadits yang memiliki acuan
langsung kepada murabahah.
Meskipun murabahah termasuk dalam akad jual beli dan dalam Al-Qur’an dan
beberapa ayat tentang jual beli misalnya surat Al-Baqarah ayat275:
َواَ َح َّل هّٰللا ُ ۡالبَ ۡي َع َو َح َّر َم ال ِّر ٰبوا
yang artinya: “...Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...”3
Namun dalam ayat tersebut tidak menjelaskan jual beli yang bagaimana atau
murabahah termasuk di dalamnya atau tidak, jadi belum ada landasan dari Al-Qur’an
yang mendasari secara langsung tentang murabahah.
Para ulama awal seperti Malik dan Syafi’i yang khusus menyatakan bahwa
penjualan murabahah berlaku, tidak menyebutkan referensi dari hadits yang jelas. Al-
Kaff, kritikus kontemporer terhadap murabahah, menyimpulkan murabahah merupakan
“salah satu penjualan yang tidak dikenal sepanjangmasa Nabi atau sahabatnya”.
Menurutnya, ulama yang masyhur mulai mengungkapkan pandangan mereka mengenai
murabahah pada perempat pertama abad hijriah, atau lebih. Karena nampaknya tidak ada
acuan langsung kepadanya dalam Al-Qur’an atau Al-Hadits yang diterima umum, para
ahli harus membenarkan murabahah berdasarkan landasan lain. malik mendukung
validitasnya dengan acuan pada praktek orang-orang Madinah.4
Imam Syafi’i, tanpa bermaksud untuk membela pandangannya,mengatakan: “Jika
seseorang menunjukkan komoditas kepada seseorang dan mengatakan, “kamu beli
untukku, aku akan memberikanmu keuntungan begini,begini,” kemudian orang itu
membelinya, maka transaksi itu sah”.Ulama’ Hanafi, Marghinani, membenarkannya
berdasarkan “kondisipenting bagi validitas penjualan didalamnya, dan juga manusia
sangat membutuhkannya. Ulama Syafi’i, Nawawi, secara sederhana mengemukakan
bahwa: Penjualan Murabahah sah menurut hukum tanpa bantahan.5
3
Abdullah Saeed,Bank Islam dan Bunga(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004),hlm.140
4
Abdullah Saeed,Bank Islam dan Bunga(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004),137
5
Ibid., 138.
Murabahah, merupakan bentuk penjualan pembayaran yang ditunda danperjanjian
komersial resmi, walaupun tidak berdasarkan teks Al-Qur’an danAs-Sunnah, tetapi
dibolehkan dalam hukum Islam. Bank-bank Islam telah menggunakan perjanjian
murabahah dalam aktifitas pembiayaan melalui barang-barang dagangan, dan
memperluas jaringan dan penggunaannya.
C. Komponen Murabahah
a. Harga pokok barang adalah harga barang ditambah dengan beban-beban lain yang
dikeluarkan sehingga barang tersebut memiliki nilai ekonomis. Masalah yang terkait
dengan harga pokok ini adalah pengadaan barang yang diperjual belikan, diskon dari
pemasok, pengadaan barang jika diwakilkan, dan nilai harga pokok (perolehan).
b. Keuntungan yang disepakati oleh kedua belah pihak dengan tidak menganiaya salah satu
pihak.
c. Harga jual murabahah yaitu harga yang disepakati yang meliputi harga pembelian
ditambah dengan keuntungan yang disepakati. Yang terkait dengan harga jual murabahah
adalah masalah Hutang nasabah, uang muka dari nasabah dan pembayaran angsuran
pelunasan lebih awal.6
D. Murabahah dan Ba’i bitsaman ajil dalam praktek lembaga keuangan syari’ah
Pengertian bai’ bitsaman ajil adalah jual beli komoditas, di mana pembayaran atas harga
jual dilakukan dengan tempo atau waktu tertentu di waktu yang mendatang. Bai’ bitsaman
ajilakan sah jika waktu pembayaran ditentukan secara pasti, seperti dengan menyebut periode
waktu secara spesifik, misalnya 2 atau 3 bulan mendatang. Jika jangka waktu pembayaran
tidak ditentukan secara spesifik, maka akad jual beli batal adanya.7
Dalam pelaksanaanya dengan cara bank membeli atau memberi surat kuasa kepada
nasabah untuk membelikan barang yang diperlukannya atas nama bank. Selanjutnya, pada
6
Sumitro Warkum, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga Terkait ,( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm.
94
7
Dimyauddin Djuwandi, op.ct, hal.26
saat yang sama bank menjual barang tersebut kepada nasabah denga harga sebesar harga
pokok ditambah sejumlah keuntungan, di mana jangka waktu serta besarnya angsuran
berdasarkan kesepakatan bersama antara bank dan nasabah.8
Murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada
pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba. Sedangkan dalam
PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah dijelaskan bahwa, murabahah adalah akad
jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang
disepakati oleh penjual dan pembeli.9 Sedangkan bai bitsaman ajil merupakan akad jual beli
dan bukan merupakan pemberian pinjaman. Jual beli BBA adalah jual beli tangguh dan
bukan jual beli spot (Bai’= jual beli, Tsaman= harga, Ajil= penangguhan) sehingga BBA
termasuk dalam kategori perdagangan dan perniagaan yang dibolehkan syariah. Oleh karena
itu, keuntungan dari jual beli BBA halal, sedangkan keuntungan dari pemberian pinjaman
adalah riba yang diharamkan oleh syariah.10
Prinsip jual beli dengan margin ini merupakan suatu tata cara jual beli yang dalam
pelaksanaannya BMT mengangkat nasabah sebagai agen (yang diberi kuasa) melakukan
pembelian barang atas nama BMT, kemudian BMT bertindak sebagai penjual, menjual
barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan bagi
BMT atau sering disebut margin. Keuntungan yang diperoleh BMT akan dibagi juga kepada
penyedia atau penyimpan dana. Bentuk produk prinsip ini adalah Murabahah dan Bai
Bitsaman Ajil.11
a. Harga barang dengan transaksi bai bitsaman ajil dapat ditentukan lebih tinggi dari
pada transaksi tunai. Namun, ketika harga telah disepakati, tidak dapat dirubah
lagi.
b. Jangka waktu pengembalian dan jumlah cicilan ditentukan berdasarkan
musyawarah dan kesepakatan kedua belah pihak.
8
Martono, Bank dan Lembaga Keuangan Lain,( Yogyakarta : EKONISIA, cet. Ketiga, 2004),hlm. 101
9
Wiroso, Jual Beli Murabahah, (Yogyakarta: UII Press, 2005), hlm. 14
10
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah,( Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 192
11
Jamal Lulail Yunus, op.cit, hlm. 35
c. Manakala nasabah tidak dapat membayar tepat pada waktu yang telah disepakati
maka bank akan mencarikan jalan yang paling bijaksana. Jalan apapun yang
ditempuh bank tidak akan mengenakan sanksi atau melakukan repricing dari akad
yang sama.12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
12
Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2000), hlm. 30-31
Murabahah adalah akad jual beli suatu barang dimana penjual menyebutkan harga jual
yang terdiri atas harga pokok dan tingkat keuntungan tertentu atas barang dimana harga jual
tersebut disetujui oleh pembeli.Dalam akad murabahah, penjual (dalam hal ini adalah bank)
harus memberi tahu harga poduk yang dibeli dan menentukan tingkat keuntungan sebagai
tambahannya.
Para ulama awal seperti Malik dan Syafi’i yang khusus menyatakan bahwa penjualan
murabahah berlaku, tidak menyebutkan referensi dari hadits yang jelas. Al-Kaff, kritikus
kontemporer terhadap murabahah, menyimpulkan murabahah merupakan “salah satu
penjualan yang tidak dikenal sepanjangmasa Nabi atau sahabatnya”.
Dalam Murabahah terdapat tiga komponen murabahah, yaitu: Harga pokok barang adalah
harga barang ditambah dengan beban-beban lain yang dikeluarkan sehingga barang tersebut
memiliki nilai ekonomis, Keuntungan yang disepakati oleh kedua belah pihak dengan tidak
menganiaya salah satu pihak, Harga jual murabahah yaitu harga yang disepakati yang
meliputi harga pembelian ditambah dengan keuntungan yang disepakati.
Prinsip jual beli dengan margin ini merupakan suatu tata cara jual beli yang dalam
pelaksanaannya BMT mengangkat nasabah sebagai agen (yang diberi kuasa) melakukan
pembelian barang atas nama BMT, kemudian BMT bertindak sebagai penjual, menjual
barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan bagi
BMT atau sering disebut margin. Keuntungan yang diperoleh BMT akan dibagi juga kepada
penyedia atau penyimpan dana. Bentuk produk prinsip ini adalah Murabahah dan Bai
Bitsaman Ajil.
B. Saran
Muhammad. 2000 Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah. Yogyakarta: UII Press.
Saeed, Abdullah. 2004 Bank Islam dan Bunga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Warkum, Sumitro. 1997 Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga Terkait. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.