Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesempurnaan agama islam dapat dilihat dimana syariat islam
diturunkan dalam bentuk yang umum dan mengglobal permasalahannya. Segala
bentuk peraturan aqidah, hukum, dan syariah tentunya sudah dituangkan kedalam
kitab al-Qur’an sebagai tuntunan umat islam dalam menjalani kehidupan.
Kesempurnaan ajaran islam telah Allah tuangkan kedalam firman-Nya:

َ ‫ضيتُ لَ ُك ُم اإلس‬
‫ْالم دِينًا‬ َ ُ‫ْليَ ْو َم أ َ ْك َم ْلتُ لَ ُك ْم دِينَ ُك ْم َوأَتْ َم ْمت‬
ِ ‫علَ ْي ُك ْم ِن ْع َمتِي َو َر‬
Artinya: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi
agama bagimu.”

Dalam masalah muamalah, al-Qur’an memberikan Qawa’id Al-


‘Ammah (kaidah-kaidah umum) agar manusia dapat mengembangkan berbagai
transaksi yang terjadi diantara mereka. Diantara pokok pembahasan bidang
muammalah yang sangat urgen adalah mengenai harta. Harta menjadi masalah
sentral dalam kehidupan manusia.

B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian harta
2. Untuk mengetahui kedudukan harta dan anjuran untuk berusaha dan
memilikinya.
3. Untuk mengetahui fungsi harta
4. Untuk mengetahui pembagian harta dalam fiqh muamalah

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HARTA
Menurut etimologi, harta adalah: 1

‫ب‬ َ َ‫س ا ُن بِا ْل فِ عْ ِل سَ َو ا ٌء ا َ َك ا ن‬


ٍ ‫عيْ نًا ا َ ْو َم ْن فَعَة ً َك ذ َ َه‬ َ ‫ض َو يَ ُح ْو ُز ه ُ االْ ِء ْن‬ ِ َ ‫كُ ُّل َم ا يَ ْقت‬
ُّ ‫ب َو ا لل ُّب ِْس َو ال‬
. َ‫س ْك ن‬ ِ ‫لركُ ْو‬ ُّ ‫ي ِء َك ا‬ ْ َّ ‫ت ا َ ْو َم نَا فِعِ ا لث‬
ٍ ‫ان ا َ ْو نَبَا‬
ٍ ‫ض ٍة ا َ ْو َح يَ َو‬
َّ ِ‫ا َ ْو ف‬
Artinya: “Sesuatu yang dibutuhkan dan diperoleh manusia, baik berupa
benda yang tampak seperti emas, perak, binatang, tumbuh-
tumbuhan, maupun (yang tidak tampak), yakni manfaat seperti
kendaraan, pakaian, dan tempat tinggal.”

Sesuatu yang tidak dikuasai manusia tidak bisa dinamakan harta


menurut bahasa, seperti burung di udara, ikan di dalam air, pohon di hutan
dan barang tambang yang ada dibumi.
Dalam bahasa Arab, harta disebut dengan sebutan al-mal yang
mempunyai arti condong, cenderung, dan miring. Manusia cenderung ingin
memiliki dan menguasai harta. Adapun harta menurut istilah ahli fiqih terbagi
menjadi dalam dua pendapat yaitu: 2
1. Menurut Ulama Hanafiyah

ُ ‫ا َ ْل َما ُل كُ ُّل َما يُ ْم ِك ُن ِحيَا زَ تُه ُ َو ا ِْخ َر‬


َ ‫از ه ُ َو يُ ْنتَفَ ُع بِ ِه‬
.ً‫عا دَة‬
Artinya: “Harta adalah segala sesuatu yang dapat diambil, disimpan, dan
dapat di manfaatkan.”

Menurut definisi ini, harta memiliki dua unsur:


a. Harta dapat dikuasai dan dipelihara
Sesuatu yang tidak disimpan atau dipelihara secara nyata, seperti ilmu,
kesehatan, kemuliaan, kecerdasan, udara, panas matahari, cahaya bulan, tidak
dapat dikatakan harta.

1
Wahbah Al-Juhailli, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh, Juz IV, Damsyik, Dar Al-Fikr,
1989, hlm. 40.
2
Ibid., hlm. 40 – 42

2
b. Dapat dimanfaatkan menurut kebiasaan
Segala sesuatu yang tidak bermanfaat sepeti daging bangkai, makanan
yang basi, tidak dapat disebut harta, atau bermanfaat, tetapi menurut
kebiasaan tidak diperhitungkan manusia, seperti satu biji gandum, setetes air,
segenggam tanah, dan lain-lain. Semua itu tidak disebut dengan harta sebab
terlalu sedikit sehingga zatnya tidak dapat dimanfaatkan, kecuali kalau
disatukan dengan hal lain.
2. Pendapat Jumhur Ulama Fiqih selain Hanafiyah

َ ِ‫كُ ُّل َما لَه ُ قِ ْي َمة ُ يَ ْلزَ ُم َمتْلَفُه ُ ب‬


‫ض َم ا نِ ِه‬
Artinya: “Segala sesuatu yang bernilai dan mesti rusaknya dengan
menguasainya”.

Pengertian ini merupakan pengertian umum yang dipakai dalam


undang-undang modern, yakni:

ْ ‫كُ ُّل ِذ‬


‫ي قِ ْي َم ٍة َما ِليَ ٍة‬
Artinya: “Segala yang bernilai dan bersifat harta”.

Ulama Hanafiyah memandang bahwa manfaat termasuk sesuatu yang


dapat dimiliki, tetapi bukan harta. Adapun menurut ulama selain Hanafiyah,
manfaat termasuk harta sebab yang penting adalah manfaatnya dan bukan
zatnya. Pendapat ini lebih umum di gunakan oleh kebanyakan manusia.
Manfaat yang dimaksud pada pembahasan ini adalah faedah atau
kegunaan yang dihasilkan dari benda yang tampak, seperti mendiami rumah
atau mengendarai kendaraan.
Adapun hak, yang ditetapkan syara’ kepada seseorang secara khusus
sebagai dampak dari penguasaan sesuatu, terkadang dikaitkan dengan harta,
seperti hak milik, hak minum, dan lain-lain. Akan tetapi, terkadang tidak
dilakukan dengan harta seperti hak mengasuh, dan lain-lain.
Ulama’ Hanafiyah sebagaimana memandang manfaat, berpendapat
bahwa hak yang dikaitkan dengan hartapun tidak dikatakan harta sebab tidak
mungkin menyimpan dan memelihara zatnya. Ulama selain Hanafiyah
berpendapat bahwa hak milik dan manfaat dapat dipandang sebagai harta

3
sebab dapat dikuasai dengan cara menguasai pokoknya. Selain itu,
kemanfaatan adalah maksud dari harta. Jika tidak memiliki manfaat, manusia
tidak mungkin mencari dan mencintai harta tersebut. Perbedaan pendapat di
atas, berdampak pada perbedaan dalam menetapkan beberapa ketetapan yang
berkaitan dengan hukum, terutama dalam hal gasab, persewaan, dan waris.
Jika ditelaah secara seksama, setiap barang akan memiliki alasan
sebagaiman di kemukakan oleh ulama Hanfiyah, yakni dibutuhkan oleh
pemiliknya dan akan menimbulkan pertentangan bila di gasab. Oleh karena
itu, pada dasarnya setiap orang yang meng-gasab semestinya bertanggung
jawab atas manfaat yang diambil dari benda tersebut. Berkenaan dengan hak,
seperti hak dalah Khiyar syarat dan ru’yah, menurut ulama Hanafiyah tidak
dapat diwariskan, sedangkan menurut ulama selain Hanafiyah dapat
diwariskan.

B. KEDUDUKAN HARTA DAN ANJURAN UNTUK BERUSAHA DAN


MEMILIKINYA
Dalam Al-Qur’an dan Hadist, cukup banyak ayat atau hadist yang
membicarakan harta. Pada bahasan ini hanya akan dikemukakan sebagian
kecil saja tentang kedudukan harta menurut Al-Qur’an dan Hadist, serta
anjuran untuk berusaha dan memilikinya.
1. Kedudukan Harta dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah
a. Dalam Al-Qur’an
1) Harta Sebagai Fitnah:

ٌٌ‫ظ يم‬
ِ ‫ع‬
َ َّ ‫إِنَّ َما أ َ ْم َوالُكُ ْم َوأ َ ْو َالدُكُ ْم فِتْنَة ٌ ۚ َو‬
‫َّللا ُ ِعندَه ُ أ َ ْج ٌر‬
Artinya: “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan
(bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (Q.S. At-
Taghabun: 15).

2) Harta sebagai Perhiasan:

ۖ ‫ْال َما ُل َو ْالبَنُونَ ِزينَة ُ ْال َحيَاةِ الد ُّ ْنيَا‬


Artinya: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia.” (Q.S.
Al-Kahfi: 46)

4
3) Harta untuk Memenuhi kebutuhan dan mencapai kesenangan:

َ‫ط َرةِ ِمن‬َ ‫ير ْال ُم قَن‬


ِ ‫سا ِء َو ْالبَنِينَ َو ْالقَنَا ِط‬ َ ِ‫ت ِمنَ الن‬ ِ ‫ش َه َوا‬ َّ ‫اس ُحبُّ ال‬ ِ َّ‫ُزيِنَ ِللن‬
ِ‫ث ۗ َٰذَ ِل َك َمتَاعُ ْال َحيَاة‬
ِ ‫س َّو َم ِة َو ْاْل َ ْنعَ ِام َو ْال َح ْر‬
َ ‫ض ِة َو ْال َخ ْي ِل ْال ُم‬
َّ ‫ب َو ْال ِف‬ِ ‫الذ َّ َه‬
ِ ‫َّللا ُ ِعندَه ُ ُح ْس ُن ْال َمآ‬
‫ب‬ َّ ‫الد ُّ ْنيَا ۖ َو‬
Artinya: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-
apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang
banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang
ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan
di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Q.S. Ali
Imran: 14)

b. Dalam As-Sunnah
1) Kecelakaan bagi Penghamba pada harta:
َ ‫ي َو اِ ْن لَ ْم يُ ْع‬
‫ط‬ َ ‫ض‬
ِ ‫ي َر‬ ِ ‫ص ِة ا ِْن أُع‬
َ ‫ْط‬ َ ‫ع ْبد ُ اْ ل َخ ِم ْي‬ ِ ُ ‫ع ْبد‬
َ ‫الد ْينَا ِر َو‬ َ ‫ت َ ِع‬
َ ‫س‬
.‫ش‬ َ ‫س َو اِذَا ِشي‬
َ َ‫ْك فَالَا ْنتَق‬ َ ‫س َوا ْنت َ َك‬ َ ‫س ِخ‬
َ ‫ط ت َ ِع‬ َ
Artinya: “Celakalah orang yang menjadi hamba dinar (uang), orang yang
menjadi hamba dirham, orang yang menjadi hamba toga atau
pakaian, jika diberi ia bangga, bila tidak diberi ia marah, mudah -
mudahan dia celaka dan merasa sakit, jika dia kena suatu musibah
dia tidak akan memperoleh jalan keluar”. (H.R. Bukhari).

2) Penghambat harta adalah orang terkutuk:

َ َ‫الد ْينَا ِر لُ ِعن‬


.‫ع ْبد ُالد ِْر ه َِم‬ َ َ‫لُ ِعن‬
ِ ُ ‫ع ْبد‬
Artinya: “Terkutuklah orang yang menjadi hamba dinar dan terkutuk pula
orang yang menjadi hamba dirham”. (H.R. Tirmidzi).

2. Anjuran Untuk Memiliki Harta dan Giat Berusaha


Ada beberapa dalil baik dari Al-Qur’an maupun hadis yang dapat
dikategorikan sebagai isyarat bagi umat Islam untuk memiliki kekayaan dan
giat dalam berusaha supaya memperoleh kehidupan yang layak dan mampu
melaksanakan semua rukun Islam yang hanya diwajibkan bagi umat Islam
yang mempunyai harta atau kemampuan dari segi ekonomi. Sementara itu,

5
harta kekayaan tidak mungkin datang sendiri, tetapi harus dicapai melalui
usaha. Diantara dalil-dalil tersebut adalah sebagai berikut. 3

a. Para Nabi berusaha sendiri untuk bekal hidup


Allah SWT., menyatakan bahwa para Nabi berusaha sendiri, tidak
menggantungkan kepada orang lain. Seperti Nabi Daud a.s. yang diceritakan
dalam Al-Qur’an:

َ‫الطي َْر ۖ َوأَلَنَّا لَه ُ ْال َح ِد ْيد‬


َّ ‫اودَ ِمنَّا فَض ًْال ۖ يَا ِجبَا ُل أ َ ِو بِي َمعَه ُ َو‬
ُ َ‫َولَقَدْ آت َ ْينَا د‬
َ‫صا ِل ًح ا ۖ إِنِي بِ َما ت َ ْع َملُون‬َ ‫س ْر ِد ۖ َوا ْع َملُوا‬ َّ ‫ت َوقَد ِْر فِي ال‬ َ ‫أ َ ِن ا ْع َم ْل‬
ٍ ‫سابِغَا‬
ٌَ ‫ير‬
ٌ ‫ص‬ِ َ‫ب‬
Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud kurnia dari
Kami. (Kami berfirman): "Hai gunung-gunung dan burung-burung,
bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud", dan Kami telah
melunakkan besi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi yang besar-
besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang
saleh. Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S.
Saba’: 10-11).

Dalam Al-Quran pun disinggung pula perihal Nabi Nuh a.s. membuat
kapal (QS. Hud: 37,38) dan Nabi Musa a.s. menggembalakan domba selama
dua puluh tahun sebelum diutus menjadi rasul di negeri Madyan. Kita juga
mengetahui dari sejarah bahwa Nabi Muhammad SAW., dari kecil sudah
menggembalakan domba, kemudian berniaga untuk Siti Khadijah. Padahal
mereka adalah para Nabi yang suci, bergelar ulul azmi , tetapi mereka
berusaha sendiri untuk memenuhi kehidupannya.
b. Anjuran memanfaatkan dan memakan rezeki Allah SWT

‫وال فَا ْمشُوا فِي َمنَا ِكبِ َها َوكُلُوا ِمن‬ َ ‫هُ َو الَّذِي َجعَ َل لَكُ ُم ْاْل َ ْر‬
ً ُ‫ض ذَل‬
ۖ ‫ِر ْزقِ ِه‬
Artinya: “Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka
berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari
rezeki-Nya.” (QS. Al-Mulk: 15)

3
Rachmad Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 26-27

6
c. Rasulullah SAW. Menyuruh umatnya untuk bekerja
َ ‫ع لَى‬
‫ظ ْه ِر ِه‬ َ ‫ب‬
ٍ ‫ط‬ َ ‫الَ َء ْن يَأ ْ ُخذَ أ َ َحد ُ كُ ُم اْ ل َح ْبلَةَ فَيَأ ْ تِى بِ َح ْز َم ٍة ِم ْن َح‬
‫س أ َ ْعطُ ْوه ُ أ َ ْم‬
َ ‫َّللا ُ بِ َه ا َو ْخ َهه ُ َخي ٌْر لَه ُ ِم ْن أ َ ْن يَ ْسأ َ َل النَّا‬
َّ ‫فَيُبَيِعُ َها فَيَ ْك ِف ى‬
.ُ ‫َمنَعُ ْو ه‬
Artinya: “Seseorang yang mengambil tali untuk mengikat kayu bakar,
kemudian memanggul dipundaknya untuk dijual kepada manusia,
sehingga Allah mencukupinya adalah lebih baik daripada meminta-
minta kepada manusia, yang kemungkinan akan memberinya atau
menolaknya.”

d. Perintah menunaikan zakat


Apabila shalat diibaratkan adalah tiang agama, zakat adalah
jembatannya. Begitu pula dalam hadis terdapat keterangan tentang macam -
macam dan pembagian zakat harta. Di samping itu, dalam Islam pun ada zakat
yang diwajibkan kepada setiap manusia, yakni zakat fitrah. Zakat itu mungkin
dapat dipenuhi oleh mereka yang tidak memiliki harta atau tidak giat dalam
berusaha.
e. Nabi SAW. Sering berdoa agar dilapangkan rezeki
Misalnya ketika berwudhu sebagaimana dinyatakan dalam hadis dari
Abu Hurairah:

.‫ارك لَى فِى ِر ْز قِى‬


ِ َ‫ى َوب‬ ِ َ‫اَللَّ ُه َّم ا ْغ ِف ْر ِلى فِى ذَ ْنبِى َو َو ِس ْع ِلى فِى د‬
ْ ‫ار‬
‫ َوه َْل‬:‫ قَا َل‬.ِ ‫َّللا‬
َّ ‫ يَا َرسُ ْو َل‬،‫ت‬ َ َّ ‫ َما أ َ ْكث َ َر َما تَدْ عُ ْو بِ َه ِذ ِه الد‬:‫فَسُئِ َل‬
ِ ‫ع َوا‬
‫ىءٍ ؟‬ َ ‫ت َ َر ْكنَ ِم ْن‬
ْ ‫ش‬
Artinya: “Ya Allah, ampunilah dosaku, lapangkanlah rumahku, kemudian
beliau ditanya, “Alangkah banyaknya yang engkau minta dengan
doa tersebut ?” Lalu beliau menjawab, “Apakah kita meninggalkan
salah satunya ?” (HR. Thabrani)

Selain itu, masih banyak doa dan zikir yang diajarkan Rasulullah
SAW., yang intinya memohon agar dimudahkan dalam berusaha dan
mendapatkan rezeki, seperti doa:

7
.‫ف َوا ْل ِغنَى‬
َ ‫اَللَّ ُه َّم إِنِى أ َ ْسأَلُ َك ْال ُهد َى َوا لتُّقَى َوا ْلعَفَا‬
Artinya: “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu atas petunjuk ketakwaan iffah
(dijauhkan dari hal-hal yang tidak halal), dan kekayaan.” (HR.
Muslim, Turmudzi, dan Ibnu Majah dari Ibn Mas’ud)

Begitu pula doa Rasulullah SAW., agar dijauhkan dari kefakiran,


karena kefakiran dapat menyebabkan kekufuran:

:‫ع ْوذ ُ بِ َك ِمنَ ا ْلكُ ْف ِر َوا ْلفَ ْق ِر قَا َل َر ُج ٌل أَيَ ْع ِد الَ ِن ؟ قَا َل‬
ُ َ ‫ااَللَّ ُه َم إِنِى أ‬
. ‫نَعَ ْم‬
Artinya: “Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari kekufuran dan kefakiran,
seorang laki-laki berkata, apakah keduanya seimbang? Rasulullah
SAW., menjawab, Ya.”

f. Nabi SAW. Pernah melarang menyalati orang berutang


Rasulullah SAW., pernah melarang shalat jenazah terhadap orang yang
meninggalkan utang, tetapi tidak meninggalkan harta untuk melunasinya:

‫ات‬ َ ِ‫صالَة‬
َ ‫ع َّم ْن َم‬ َ ‫ َكا نَ يَ ْمتَنِ ُع‬.‫م‬.‫ اَنَّه ُ ص‬.‫ع‬.‫ع ْن أَبِى هُ َري َْرة َ ر‬
َّ ‫ع ِن ال‬ َ
. ‫علَ ْي ِه دَ ْي ٌن لَ ْم يَت َ ُر ْك لَه ُ َوفَا ٌء‬
َ ‫َو‬
Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a bahwasannya Rasulullah SAW., melarang
kami untuk menyalati orang meninggal dunia yang mempunyai
utang, tetapi tidak meninggalkan harta untuk membayar utangnya.”

.‫ب اِالَّ ا لدَّي ُْن‬


ٍ ‫ش ِه ْي ِد كُ ُّل ذَ ْن‬
َّ ‫يُ ْغفَ ُر ِل‬
Artinya: “Semua dosa orang yang mati syahid diampuni kecuali utang.” (HR.
Muslim dan Ibnu Umar)

C. FUNGSI HARTA
Fungsi harta bagi manusia sangat banyak sekali. Harta dapat
menunjang kegiatan manusia, baik dalam kegiatan yang baik maupun dalam
kegiatan buruk. Oleh karena itu, manusia selalu berusaha untuk memiliki dan
menguasainya. Tidak jarang dengan memakai beragam cara yang dilarang
syara’ dan hukum Negara atau ketetapan yang telah disepakati oleh setiap
manusia.

8
Biasanya cara memperoleh harta, akan berpengaruh terhadap fungsi
harta. Seperti orang yang memperoleh harta dengan cara mencuri, ia
memfungsikan harta tersebut untuk kesenangan semata, seperti mabuk,
bermain wanita, judi, dan lain-lain.
Sebaliknya, orang yang mencari harta dengan cara halal, biasanya
memfungsikan atau memanfaatkan harta tersebut dengan cara yang halal pula,
biasanya memfungsikan hartanya untuk hal-hal yang bermanfaat.
Dalam pembahasan ini, akan dikemukakan fungsi harta yang sesuai
dengan ketentuan syara’, antara lain: 4

1. Kesempurnaan ibadah mahzhah, seperti shalat memerlukan kain untuk


menutupi aurat.
2. Memelihara dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah
SWT. Sebagai kefakiran mendekatkan kepada kekufuran
3. Meneruskan estafeta kehidupan, agar tidak meninggalkan generasi
lemah
4. Menyelaraskan antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat,
Rasulullah SAW. Bersabda:

َ‫َّللا ِ دَ ْاودَ َكا ن‬


َّ ‫ى‬ َّ ِ‫ع َم ِل يَ ِد ِه َوا َِّن نَب‬ ُّ َ‫طعَا ًما ق‬
َ ‫ط َخي ًْرا ِم ْن‬ َ ٌ ‫َما أ َ َك َل أ َ َحد‬
َ ‫يَأْكُ ُل ِم ْن‬
. ‫ع َم ِل يَ ِد ِه‬
Atinya : “Tidaklah seseorang itu makan walaupun sedikit yang lebih baik
daripada makanan yang ia hasilkan dari keringatnya sendiri.
Sesungguhnya Nabi Allah, Daud, telah makan dari hasil
keringatnya sendiri” (H.R. Bukhari dari Miqdam bin Madi
Kariba).

Dalam hadist lain dinyatakan:

‫ْس بِ َخي ِْر كُ ْم َم ْن ت َ َر َك الد ُّ ْنيَا ِْل َ ِخ َرتِ ِه َوالَ ا َ ِخ َر تَه ُ ِلد ُ ْنيَا ه ُ َحتَّى‬
َ ‫لَي‬
.ِ‫ْب ِم ْن ُه َما َخ ِم ْيعًا فَ ِا َّن الد ُّ ْنيَا بَالَ غٌ إِلَى ْاْل َ ِخ َرة‬
َ ‫صي‬
ِ ُ‫ي‬

4
Hendi Suhendi, Fiqih Mu’amalah, Bandung, Gunung Djati Press, 1997, hlm. 28 – 30

9
Artinya : “Bukanlah orang yang baik bagi mereka, yang menimbulkan
masalah dunia untuk masalah akhirat, dan meninggalkan
masalah akhirat untuk urusan dunia, melainkan seimbang di
antara keduanya, karena masalah dunia dapat menyampaikan
manusia kepada masalah akhirat”. (H.R. Bukhari).
5. Bekal mencari dan mengembangkan ilmu
6. Keharmonisan hidup bernegara dan bermasyarakat, seperti orang kaya
yang memberikan pekerjaan kepada orang miskin.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut fuqaha, harta bersendi kepada dua unsur yaitu, Unsur ‘Aniyah,
ialah harta dalam wujud nyata dan Unsur ‘Urf, ialah segala sesuatu yang
dipandang harta oleh seluruh manusia atau sebagian manusia, tidaklah manusia
memelihara sesuatu kecuali menginginkan manfaatnya, baik manfaat madiyah
maupun manfaat ma’nawiyah Harta menurut kedudukan al-qur’an dan as-sunnah.
Usaha-usaha dalam memperoleh harta antara lain: Niat,usaha,memohon kepada
Allah agar diberikan karunia dalam bentuk rezeki, dan tawakkal. Pembagian-
pembagian harta: mutaqawwim dan ghair mutaqawwim, iqar dan manqul, mitsli
dan qimi, istihlaki dan isti’mali.
Fungsi harta antara lain: Berfungsi sebagai penyempurna pelaksanaan
ibadah, Untuk meneruskan kehidupan dari periode ke periode selanjutnya, Untuk
memutar peranan kehidupan antara tuan dan pembantu, Untuk menumbuhkan
silahturahim.

11
DAFTAR PUSTAKA

Hendi suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta; Raja Grafindo Persada 2002.

Rachmad Syafei, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2000.

Wahbah Al-Juhailli, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh, Juz IV, Damsyik, Dar Al-
Fikr, 1989.

12

Anda mungkin juga menyukai