Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH

AKAD DALAM PRAKTEK KEUANGAN SYARIAH

DOSEN PENGAMPU:
MUHAMAD SUBHAN,S.Ag.,M.E

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3:

ZALWA MAYEZA (501200474)

KELAS:

4-E EKONOMI SYARIAH

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


UNIVERSITAS NEGERI SULTAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
TAHUN AJARAN 2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, Atas segala karunia nikmatnya sehingga


kelompok kami dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah
yang berjudul “Akad Dalam Praktek Keuangan Syariah” yang disusun dalam
rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Keuangan Syariah
yang diampu oleh Muhamad Subhan ,S.Ag.,M.E

Kelompok kami menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam


penyusunan makalah ini, baik dari segi EYD (Ejaan Yang Disempurnakan), kosa
kata, tata bahasa, etika maupun isi. Meski telah disusun secara maksimal, namun
sebagai manusia biasa menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karenanya kelompok kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari pembaca sekalian.

Demikian apa yang bisa kelompok kami sampaikan, semoga amal dan
kebaikan yang telah diberikan, mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT,
akhir kata penulis berharap semoga hasil makalah yang sederhana ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Jambi, 09 April 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR...............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................................1

B. Perumusan Masalah................................................................................2

C. Tujuan Penulisan....................................................................................2

BAB II KAJIAN TEORI

A. Akad Dalam Keuangan Syariah.............................................................3

B. Akad-akad dalam praktek pada Lembaga Keuangan Syariah...............4

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...........................................................................................18

B. Saran.....................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Ungkapan akad seringkali menjadi perbincangan hangat di antara kalangan


pebisnis, terutama yang menyangkut perbankan. Akad menjadi suatu ikatan
emosional maupun spiritual seseorang dalam mengambil kesepakatan yang
digunakan sebagai sebuah ikatan hubungan dan komitmen berkelanjutan.
Secara lebih mendalam tentang akad dalam praktek keuangan Syariah, perlu
mengadakan pengkajian agar tidak miss dalam prakteknya.

Akad dalam terminology ahli Bahasa mencakup makna ikatan,


pengokohan dan penegasan dari satu pihak atau kedua belah pihak. Makna
secara Bahasa ini sangat sesuai sekali dengan apa yang dikatakan oleh
kalangan fiqh, dimana kita mendapati kalangan fiqh menyebutkan akad adalah
setiap ucapan yang keluar sebagai penjelasan dari dua keinginan yang ada
kecocokan, sebagaimana mereka menyebutkan arti akad sebagai setiap ucapan
yang keluar yang menerangkan keinginan walaupun sendirian.

1
B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka


penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana Akad dalam Keuangan Syariah?

2. Bagaimana Akad-akad dalam Praktek pada Lembaga Keuangan


Syariah?

C. Tujuan Penulisan

Dari latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka


penulis menyebutkan beberapa tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Akad dalam Keuangan Syariah


2. Untuk mengetahui Akad-akad dalam Praktek pada Lembaga
Keuangan Syariah

2
BAB II
Kajian Teori

A. Akad dalam Keuangan Syariah


Menurut para ulama fiqih, akad adalah hubungan antara ijab dan qobul sesuai
dengan kehendak syariat yang menetapkan adanya pengaruh (akibat) hukum dalam
objek perikatan. Menurut ulama kompilasi hukum ekonomi syariah, akad adalah
kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan
dan/atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah Pasal 1
ayat (13) disebutkan bahwa akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah atau
Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi
masing-masing pihak sesuai dengan prinsip syariah.
Hal ini berarti bahwa akad secara umum merupakan sesuatu yang menjadi
tekad seseorang untuk melaksanakan, baik yang muncul dari satu pihak, seperti
wakaf, talak, dan sumpah, maupun yang muncul dari dua pihak, seperti jual beli,sewa,
wakalah, dan gadai. Secara khusus akad berarti keterkaitan antata ijab (Pernyataan
penawaran/pemindahan kepemilikan) dan qabul (pernyataan penerimaan kepemilikan)
dalam lingkup yang disyariatkan dan berpengaruh pada sesuatu.
Menurut Syafii Antonio," bahwa dalam fiqih muamalah, akad terbagi menjadi
dua, yaitu:
1. Akad Tabarru (akad kebajikan)
Akad tabarruyaitu akad yang bersifat non profit transaction dengan tujuan
transaksi adalah tolong menolong dan bukan keuntungan komersil, dimana pihak
yang berbuat kebaikan boleh meminta kepada counter partnya untuk menutup
sekedar biaya untuk melakukan akad tabarru' dan tidak dapat berubah menjadi
akad tijarah, kecuali ada persetujuan sebelumnya. Contoh: Qardhul Hasan. hibah,
shadaqah, Waqaf, Rahn, Wakalah, Kafalah.

2. Akad Tijarah
Akad tijarah merupakan akad yang bersifat profit transaction oriented dengan
tujuan transaksi adalah mencari keuntunganyang bersifat komersil, akad tijarah
dapat berubah menjadiakad tabarru' dengan cara pihak yang tertahan haknya

3
denganrela melepaskan haknya, dan para pihak mendapat bagi hasildari natural
certanty return, dan natural uncertanty return. Contoh: Murabahah, Musyarakah,
Musyarakah Muthanaqishah, Mudharabah, Bai' as-Salam, Bai' al- Istisna, Ijarah.
Dalam melaksanakan suatu akad. terdapat rukun dan syarat-syarat yang harus
dipenuhi. Dimaksud dengan rukun adalah yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu
pekerjaan. Sedangkan yang dimaksud dengan syarat adalah ketentuan yang harus
diindahkan dan dilakukan.
Dalam syariah Islam. rukun dan syarat sama-sama menentukan sah atau
tidaknya suatu transaksi. Perbedaan antara rukun dan syarat menurut ulama Ushul
Fiqih, rukun merupakan sifat yang kepadanya tergantung keberadaan hukum,
tetapi ia berada diluar hukum itu sendiri sedangkan syarat merupakan sifat yang
kepadanya tergantung keberadaan hukum, tetapi ia berada diluar hkum itu sendiri.
Mengenai rukun dan syarat akad beragam pendapat yang dikemukakan oleh
para ahli fiqih, dikalangan mazhab Hanafi, berpendapat bahwa rukun akad hanya
sighat al-'aqd, (ijab dan kabul) Sedangkan syarat akad adalah al-aqidain (subjek
akad) dan mahallul agd (objek akad) Karena al-aqidain dan mahallul aqd bukan
merupakan bagian dari tasharruf aqad (perbuatan hukumi Kedua hal tersebut
berada diluar perbuatan akad Sedangkan kalangan mazhab Syafi'i, mazhab Maliki.
Imam Ghazali dan Sihab al-Karikhi, berpendapat bahwa al- aqidain dan mahallul
agd termasuk rukun akad, karena kedua hal tersebut merupakan salah satu pilar
utama dalam tegaknya akad.

B. Akad-akad dalam Praktek pada Lembaga Keuangan Syariah


Dengan adanya hubungan satu dengan yang lainnya maka diperlukan hukum
untuk mengatur hubungan tersebut, akad memiliki kedudukan pokok di kehidupan
bermasyarakat terutama bagi pemeluk Islam. Ijab-qabul sebagai tanda kesepakatan
antara kedua pihak yang berakad, maka ijab-qabul diartikan sebagai pernyataan atau
perbuatan yang mengandung kesukarelaan kedua pihak dalam melakukan akad,
dengan tujuan menghindari ketentuan yang tidak sesuai dengan syara.
Islam sebagai agama yang komprehensif memberikan aturan yang jelas
mengenai perikatan dan perjanjian untuk dapat diimplementasikan dalam kehidupan.
Sejumlah prinsip dan dasar dasar mengenai pengaturan perikatan dan perjanjian
tertuang dalam al-Qur'an dan as-Sunnah yang kemudian dikembangkan oleh para
fuqaha sehingga membentuk hukum perjanjian Syariah.

4
Perjanjian ini sesungguhnya menjadi acuan dalam menjalankan kehidupan
dalam segala bidang termasuk dalam lembaga keuangan syariah. Keberadaan akad
dapat ditelaah dengan melihat beberapa kaedah atau prinsip utama hukum muamalah
dalam Islam, diantaranya, pertama, pada dasarnya segala bentuk muamalah adalah
boleh kecuali yang ditentukan selain dari al-Qur'an dan Sunnah. Kedua, muamalah
dilakukan atas dasar sukarela tanpa mengandungunsur-unsur paksaan. Ketiga,
muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan
menghindari mudharat dalam kehidupan masyarakat. Keempat, muamalah
dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan. menghindari unsur-unsur
penganiayaan, unsur mengambil kesempatan dalam kesempitan.
Dalam transaksi lembaga keuangan syariah dibagi dalam beberapa bagian
yaitu:

1. Berdasarkan tabungan/penghimpun dana


Macam-macam akad yang ada dalam hubungannya dengan tabungan adalah:
a. Wadiah
Dalam tradisi fiqh muamalah prinsip titipan atau simpanan dikenal dengan
perinsip al-wadi'ah. Al-wadi'ah merupakan prinsip simpanan murni dari pihak
yang menyimpan atau menitipkan kepada pihak yang menerima titipan untuk
dimanfaatkan atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan,titipan harusdijaga
dan dipelihara oleh pihak yang menerima titipan,dan titipan ini dapat diambil
sewaktu-waktu pada saat dibutuhkan oleh pihak yang menitipkannya.
Dalam UU No 21 Tentang Perbankan Syariah yang dimaksud dengan
Akad Wadi'ah adalah akad penitipan barang atau uang antara pihak yang
mempunyai barang atau uang dan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan
untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang.
Wadiah juga dapat diartikan sebagai titipan dari satu pihak ke pihak lain,
baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan
saja si penyimpan menghendakinya. Tujuan dari perjanjian tersebut adalah untuk
menjaga keselamatan barang itu dari kehilangan, kemusnahan, kecurian, dan
sebagainya. Yang dimaksud dengan "barang" disini adalah suatu yang berharga
seperti uang, dokumen, surat berharga dan barang lain yang berharga menurut
Islam.
Al-Wadi'ah merupakan titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika

5
pemiliknya menghendaki. Secara umum terdapat dua jenis wadi'ah diantaranya
adalah Wadi'ah yad al-amanah dan Wadi'ah yad adh-dhamanah.
Wadi'ah yad al-amanah merupakan titipan murni dari pihah yang
menitipkan barangnya kepada pihak penerima titipan. Penerima titipan akan
mengembalikan barang titipan dengan utuh kepada pihak yang menitipkan. Dalam
aplikasi perbankan syariah.produk yang dapat ditawarkan dengan menggunakan
akad wadi'ah yad al-amanah adalah save deposit box.
Sedangkan Wadi'ah yad adh-dhamanah adalah akad antara dua pihak,satu
pihak sebagai pihak yang menitipkan (nasabah) dan satu pihak lain sebagai pihak
yang menerima titipan. Penerima titipan diperbolehkan memberikan imbalan
dalam bentuk bonus yang tidak diperjanjikan sebelumnya.
Skema akad wadi'ah Yad Al-Amanah biasanya diilustrasikan sebagai
berikut:
1) Nasabah menitipkan barang kepada bank syariah dengan menggunakan akad
wadiah yad Al-Amanah. Bank syariah menerima titipan, dan barang yang
dititpkan akan di tempatkan dalam tempat penyimpanan yang aman. Bank
syariah akan menjaga dan memelihara barang itu.
2) Atas penitipan barang leh nasabah kepada bank syariah, maka nasabah
dibebani biaya oleh bank syaruiah. Biaya ini di perlukan sebagai biaya
pemeliharaan dan biaya sewa atas tempat penyimpanan barang titipan nasabah.
Biaya yang di bayar oleh nasabah penitip bagi bank syariah merupakan
pendapatan fee.
3) Bank syariah akan mengembalikan barang titipan sewaktu-waktu diperlukan
atau diambil oleh nasabah.
Kemudian skema Al-Wadiah Yad Dhamanah diilustrasikan sebagai
berikut:
1) Nasabah menitipkan dananya di bank syariah dalam bentuk giro maupun
tabungan dalam akad wasiah yad dhamanah.
2) Bank atau menginvestasikan dananya kepada user of fund untuk digunakan
sebagai usaha (bisnis rill)
3) User of fund memperoleh pendapatan dan atau keuntungan atas usaha yang
dijalankan sehingga user of fund membayar return kepada bank syariah.
Return yang diberikan oleh user of fund kepada bank syariah antara lain dalam
bentuk bagi hasil, margin keuntungan.dan pendapatan sewa tergantung pada

6
akad.
4) Setelah menerima bagian keuntungan dari user of fund,maka bank syariah
akan membagi keuntungannya kepada pentip dalam bentuk bonus. Bank
syariah akan memberikan bonus bila investasi yang disalurkan oleh bank
memperoleh keuntungan.
Selain menerapkan akad wadi'ah Bank Syariah juga menerapkan akad
mudharabah pada produk tabungan. Tabungan yang menerapkan akad
mudharabah yaitu keuntungan dari dana yang digunakan harus dibagi antara
nasabah dan bank. Adanya tenggang waktu antara dana yang diberikan dan
pembagian keuntungan, karena untuk melakukan investasi dengan memutarkan
dana itu diperlukan waktu yang cukup sebagaimana akan dibahas selanjutnya.

b. Mudharabah
Mudharabah (Pembiayaan dengan akad syirkah) adalah suatu perjanjian
pembiayaan antara Lembaga Keuangan Syariahdan mudharib (pengelola dana)
dimana Lembaga Keuangan Syariah menyediakan dana untuk penyediaan modal
kerja sedangkan mudharib berupaya mengelola dana tersebut untuk
pengembangan usahanya. Jenis usaha yang dimungkinkan untuk diberikan
pembiayaan adalah usaha-usaha kecil seperti pertanian. industri rumah tangga dan
perdagangan. Dalam pembiayaan mudharabah ini Lembaga Keuangan Syariah
(shohibul maal) menyediakan seluruh dana yang dibutuhkan untuk usaha yang
dikembangkan, sedangkan mudharib (pengelola dana) berkewajiban mengelola
dana tersebut dengan sebaik-baiknya.
Keuntungan usaha dengan akad mudharabah dibagi menurut kesepakatan
yang dituangkan dalam kontrak. sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik
modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola, apabila kerugian
dikarenakan kelalaian si pengelola, maka ia harus bertanggung jawab atas
kerugian tersebut.

2. Berbasis jual beli (al- bay)


Akad keuangan syariah yang berbasis jual beli dibagi ke dalam:
a. Murabahah
Murabahah disebut juga ba bitsmanil ajil. Secara bahasa murabahah
diambil dari kata rabiha - yarbahu ribhan warabahan - warabahan yang berarti

7
beruntung atau memberi keuntungan. Sedang kata ribh itu sendiri berarti suatu
kelebihan yang diperoleh dari produksi atau modal (profit). Murabahah berasal
dari masdar yang berarti "keuntungan, laba, atau faedah". Para fuqaha
mensifati murabahah sebagai bentuk jual beli atas dasar kepercayaan (dhaman
buyu' al-amanah).
Murabahah dalam istilah fiqh ialah akad jual beli atas barang tertentu
dimana penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan
termasuk harga pembelian dan keuntungan yang diarnbil, sedangkan
murabahah dalam teknis perbankan adalah akad jual beli antara bank selaku
penyedia barang dengan nasabah yang memesar untuk membeli barang.
Akad murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan
harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan
pembeli. Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certaintcontract,
karena dalam murabahah ditentukan berapa required rate profit-nya
(keuntungan yang ingin diperoleh). Karena dalam definisinya disebut adanya
"keuntungan yang disepakati". karakteristik murabahah adalah si penjual harus
memberi tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan
jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.
Berdasarkan akad jual beli tersebut. Lembaga Keuangan Syariah
membeli barang yang dipesan oleh dan menjualnya kepada anggota Harga jual
Lembaga Keuangan Syariah adalah harga beli dari Supllier ditambah
keuntungan yang disepakati. Lembaga Keuangan Syariah harus memberitahu
secara jujur harga pokok barang kepada anggota berikut biaya yang
diperlukan.
Skema pembiayaan murabahah bisa di dilakukan dengan mekanisme
sebagai berikut:
1) Calon anggota mengajukan permohonan pembiayaan murabahah untuk
pembelian suatu barang kepada LembagaKeuangan Syariah dan
melakukan negoisasi atas segala persyaratannya;
2) Selanjutnya. Lembaga Keuangan Syariah membeli barang yang menjadi
pesanan anggota ke supplier, bisa secara tunai ataupun secara kredit;
3) Supplier menyerahkan barang kepada Lembaga Keuangan Syariah;
4) Lembaga Keuangan Syariah bersama anggota setelah menandatangani
akad jual beli Murabahah menyerahkan barang kepada anggota:

8
5) Secara periodik anggota melakukan angsuran pembayaran kepada
Lembaga Keuangan Syariah.
Pelaksanaan akad pembiayaan murabahah pada lembaga keuangan
syariah bisa dilakukan dengan berbagai prosedur:
1) Pada setiap permohonan Murabahah baru. Lembaga Keuangan Syariah
diwajibkan untuk menerangkan pengertian dari pembiayaan murabahah
serta kondisi penerapannya. Hal yang wajib dijelaskan antara lain meliputi:
pengertian pembiayaan murabahah sebagai bentuk jual beli antara
Lembaga Keuangan Syariah dan anggota dana, definisi dan terminologi,
dan tata cara implementasinya;
2) Lembaga keuangan syariah wajib meminta anggota untuk mengisi formulir
permohonan pembiayaan murahahah. dan pada formulir tersebut wajib
dunformasikan:
a) Jenis dan spesifikasi barang yang ingin dibeli;
b) Perkiraan barang yang dimaksud;
c) Uang muka yang dimiliki;
d) Jangka waktu pembayaran:
3) Dalam memproses permohonan pembiayaan murabahah dimaksud
Lembaga Keuangan Syariah wajib melakukan analisa mengenai:
a) Kelengkapan administrasi yang disyaratkan;
b) Aspek hukum;
c) Aspek personal:
d) Aspek barang yang akan diperjualbelikan;
e) Aspek keuangan;
4) Lembaga keuangan syariah menyampaikan tanggapan atas permohonan
dimaksud sebagai tanda adanya kesepakatan pra akad;
5) Lembaga keuangan syariah meminta uang muka pembelian kepada
anggota sebagai tanda persetujuan kedua belah pihak untuk melakukan
murabahah;
6) Lembaga keuangan syariah harus melakukan pembelian barang kepada
supplier terlebih dahulu sebelum akad jual beli dengan anggota dilakukan;
7) Lembaga keuangan syariah melakukan pembayaran langsung kepada
rekening supplier;
8) Pada waktu penandatanganan akad murabahah antara Lembaga keuangan

9
syariah dan anggota, pada kontrak akad tersebut wajib diinformasikan:
a) Definisi dan pengertian pembiayaan murabahah.
b) Posisi anggota sebagai pembeli dan Lembaga Keuangan Syariah
sebagai penjual;
c) Kepemilikan barang oleh Lembaga Keuangan Syariah yang dibuktikan
oleh dokumen pendukung:
d) Hak dan kewajiban lembaga keuangan syariah dan anggota,
e) Barang yang diperjual belikan harus merupakan obyek nyata (phisical
asset);
f) Harga pembelian dan margin yang disepakati;
g) Jangka waktu pembayaran yang disepakati;
h) Jaminan:
i) Definisi atas kondisi force majeur yang dapat dijadikan sebagai dasar
acuan bahwa lembaga keuangan syariah tidak akan mengalami
kerugian (dirugikan) oleh faktor-faktor yang bersifat spesifik; dan
j) Lembaga yang akan berfungsi untuk menyelesaikan persengketaan
antara Lembaga Keuangan Syariah dengan anggota apabila terjadi
sengketa;
9) Lembaga Keuangan Syariah menyerahkan mengirimkan barang ke
anggota: atau
10) Lembaga Keuangan Syariah wajib memiliki standar prosedur untuk
menetapkan tindakan yang diambil dalam rangka rescheduling kewajiban
yang belum terselesaiakan.

b. Salam
Salam dinamakan juga salaf (pendahuluan), akad jual beli muslam fiih
(barang pesanan) di mana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh
karena itu barang diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan
secara tunai. Bank sebagai pembeli dan nasabah sebagai penjual Pembelian
dengan pembayaran dimuka atas hasil pertanian dengan kriteria tertentu dari
petani (nasabah) dan dijual kembali kepihak lain (nasabah ke-2) yang
membutuhkan dengan jangka waktu pengiriman yang ditetapkan bersama.
Salam biasanya diaplikasikan pada pembiayaan untuk petani (agrobisnis)
dengan jangka waktu yang relatif pendek, yaitu sekitar 2-6 bulan. Salam juga

10
dapat diaplikasikan pada pembiayaan barang manufaktur, seperti garmen, di
mana ukuran barang itu sudah ditentukan spesifikasinya. Dalam hal ini, pihak
bank bertindak sebagai pembeli, sedangkan petani/pemilik garmen adalah
sebagai penjual. Produk agrobisnis dan manufaktur yang dibeli dari nasabah
tidak dijadikan inventory oleh pihak bank, karena hal itu bukan core business
bank. Biasanya bank akan melakukan akad salam yang kedua kalinya dengan
pembeli kedua, seperti pedagang grosir, bulog, dan lainnya. Karena itu, dalam
praktek perbankan syariah, dikenal istilah Salam Paralel.
Para ahli fiqih menyebutkannya juga bai' al-mahawiij (karena kebutuhan
mendesak), karena merupakan jual beli barang yang tidak ada di tempat akad.
bagi kondisi mendesak bagi dua pihak yang melakukan akad. Pembeli
(pemilik uang) membutuhkan barang, dan penjual (pemilik barang)
membutuhkan pembayarannya sebelum barang selesai untuk memenuhi
kebutuhan dirinya dan kebutuhan menanam hingga panen. Bentuk jual beli ini
termasuk bagian dari kepentingan dan kebutuhannya.
Pihak pembeli disebut al-muslam atau (pihak yang menyerahkan),
sedangkan pihak penjual disebut al-muslam ailath (pihak yang diserahi),
sedangkan barang yang dijual disebut al-muslam fih (barang yang diserahkan),
adapun harga barang disebut dengan ra'su maal salam (modal as salam).
Perlu diperhatikan adanya nilai wajar dalam transaksi salam yaitu suatu
jumlah yang dapat digunakan untuk mengukur aset yang dapat dipertukarkan
melalui suatu transaksi yang wajar (arm's length transaction) yang melibatkan
pihak-pihak yanng berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai.
Sedangkan nilai tercatat adalah nilai yang diakui dalam neraca.
Bank syariah dapat bertindak sebagai pembeli dan atau penjual dalam
suatu transaksi salam. Jika bank syariah bertindak sebagai penjual kemudian
memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara
salam maka hal ini disebut salam paralel. Ketentuan salam paralel yaitu:
1) Akad antara bank syariah (pembeli) dan produsen (penjual) terpisah dari
akad antara bank Syariah (penjual) dan pembeli akhir:
2) Kedua akad tidak saling bergantung (ta'alluq).
Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan
penjual di awal akad. Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah
selama jangka waktu akad. Dalam hal bertindak sebagai pembeli, bank syariah

11
dapat meminta jaminan kepada penjual untuk menghindari risiko yang
merugikan. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum
yang meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitas dan kuantitasnya. Barang
pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati antara pembeli
dan penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan salah atau cacat maka
penjual harus bertanggung jawab atas kelalaiannya.
Alat pembayaran harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa
kas, barang atau manfaat. Pelunasan harus dilakukan pada saat akad disepakati
dan tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang penjual atau penye'rahan
piutang pembeli dari pihak lain. Transaksi salam dilakukan karena pembeli
berniat memberikan modal kerja terlebih dahulu untuk memungkinkan penjual
(produsen) memproduksi barangnya, barang yang dipesan memiliki spesifikasi
khusus. atau pembeli ingin mendapatkan kepastian dari penjual. Transaksi
salam diselesaikan pada saat penjual menyerahkan barang kepada pembeli.
Berikut ini akuntansi untuk pembeli dalam transaksi salam.

c. Istisna
Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan
barang tertentu dengan kriteria dan persyaratantertentu yang disepakati antara
pemesan (pembeli, mustashni') dan penjual (pembuat, shani").
Pada dasarnya, pembiayaan istishna merupakan transaksi jual beli
cicilan pula seperti transaksi Murabahah Muajjal (Murabahah dengan cara
cicilan). Namun berbeda dengan jual beli murabahah dimana barang
diserahkan dimuka sedangkan uangnya dibayar cicilan, dalam jual beli
istishna, barang diserahkan di belakang, walaupun uangnya sama-sama
dibayar secara cicilan.

3. Berbasis sewa-menyewa
Yang termasuk akad dalam kategori berbasis sewa menyewa adalah:
a. Ijarah
Ijarah menurut etimologi berarti upah, sewa, jasa, dan imbalan. Secara
bahasa berasal dari kata al-ajru yang berarti al-iwadhu (ganti), oleh karena itu,
al-tsawah (pahala) dinamai al-ajru (upah). Dalam bahasa Arab al ijarah
diartikan sebagai sesuatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan

12
penggantian jumlah uang.
Ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan
penggantian Transaksi Ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak
guna) bukan perpindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip
jarah sama saja dengan prinsip jual beli, tap perbedaannya terletak pada obyek
transaksinya. Bila jual beli obyeknya barang, sedangkan pada ijarah obyeknya
manfaat barang atau jasa Pada produk lembaga keuangan syariah prinsip sewa
ini terbagi dalam dua jenis, yaitu: a) Ijarah atau sewa murni, dan b) Ijarah wa
iqtina (Ijarah Muntahiyah bit Tamlik) yaitu sewa yang diakhiri dengan
kepemilikan obyek sewa.
Sistem transaksi dalam akad ijarah adalah sistem yang menggunakan
akad (kontrak) dalam suatu pengertian manfaat Kontrak atau perjanjian adalah
akad yang secar harfiah berarti ikatan atau kewajiban. maksudnya
mengadakan ikatan untuk pesetujuan atau ikatan untuk memberi dan
menerima bersama-sama dalah salah satu waktu.
Secara umum timbulnya ijarah disebabkan oleh adanya kebutuhan
akan barang atau manfaat barang oleh nasabah yang tidak memiliki
kemampuan keuangan. Dengan kata lain apabila nasabah memiliki
kemampuan keuangan maka pemenuh akan kebutuhan barang atau manfaat
barang akan dilakukan langsung oleh nasabah kepada pemilik barang
(produsen) tanpa bank syariah.

b. Ijarah Muntahiyah Bi-Tami


Ijarah Muntaliya Bittamlik, adalah transaksi sewa menyewa antara
pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa
yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa.
Praktek ijarah secara umum Muntahiiyah Bit-Tamlik yang terjadi pada
aktivitas maupun perbankan syariah, secara teknis merupakan perubahan ijarah
cara pembayaran sewa dari tunai dimuka (bank dengan pemilik barang)
menjadi angsuran (bank dengan nasabah) dan atau pengunduran periode waktu
pembayaran disesuaikan dengan kemampuan nasabah atas biaya sewa yang
telah dibayarkan dimuka (oleh bank).
Pendapatan yang diterima dari transaksi ijarah disebut ujrah. Al-Ujrah
ialah imbalan yang diperjanjikan dan dibayar oleh pengguna manfaat sebagai

13
imbalan atas manfaat yang diterimanya, dapat dilihat dalam transaksi ijarah
dengan skema:
1) Akad ijarah dilakukan oleh musta'jir (penyewa) kepada mu'jir (pemilik
barang) untuk membicarakan perihal, spesifikasi harga, jangka waktu
penyewaan atas barang yang akad disewa.
2) Pembayaran ijarah dilakukan oleh musta jir sebagai penyewa barang
kepada mu'ajir sebagai pemilik dana.
3) Mu'jir menyerahkan barang kepada musta jir untuk digunakan dan diambil
manfaatnya.
4) Setelah berakhir masa sewa maka musta jir mengembalikan barang yang
telah digunakan kepada mu jir.

4. Berbasis upah/jasa pelayanan


Yang termasuk dalam kategori berbasis upah pada lembaga keuangan
syariah adalah:
a. Kafalah
Secara bahasa kafalah berarti menggabungkan (aldhammu),
menanggung (hamalah). dan menjamin (za'amah) Secara istilah/terminologi,
menurut Dewan Syariah Nasional (DSN) kafalah adalah jaminan yang
diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi
kewajiban pihak kedua atau pihak yang di tanggung (mak ful'anhu, ashil).
Secara harfiyah (literally), kafalah berarti mengambil tanggung jawab
untuk pembayaran suatu utang atau kehadiran seseorang dimuka sidang
pengadilan. Secara hukum (legally), kafalah adalah pihak ketiga yang menjadi
penjamin atas pembayaran suatu utang yang tidak dibayar oleh orang yang
seharusnya bertanggung jawab untuk membayar utang tersebut.
Fatwa DSN-MUI mengenai kafalah adalah fatwa DSNMUI No.
11/DSN-MUI/IV/2000 tentang kafalah yang menentukan tertuang dalam
ketentuan umum yang berbunyi:
1) Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad)
2) Dalam akad kafalah. penjamin dapat menerima imbalan (fee) sepanjang
tidak memberatkan
3) Kafalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan

14
secara sepihak. Beberapa hikmah dan manfaat kafalah dalam transaksi
keuangan syariah adalah:
1) Sebagai salah satu akad dalam fiqih muamalah yang mengatur secara
adil dan memiliki maqashid untuk terciptanya kesejahteraan dan
kenyamanan sesame manusia dalam melakukan transaksi perdagangan.
(perbankan).
2) Dengan adanya kafalah, pihak yang dijamin atau di sebut madhmun
anhu dapat menyelesaikan proyek atau usaha bisnisnya dengan
ditanggung pengerjaanya dan dapat selesai dengan tepat waktu atau
efisien dengan jaminan pihak ketiga yang menjamin pengerjaanya
3) Adanya kafalah, pihak yang terjamin (fiqih muamalah) disebut sebgai
madhmun lahu menerima jaminan oleh penjamin (bank), bahwa
proyek yang diselesaikan oleh nasabah tadi dapat selesai dengan tepat
waktunya dan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan sebelumnya.

b. Hiwalah
Hiwalah merupakan sistem yang unik yang sesuai untuk diadaptasikan
kepada manusia. Ini karena hiwalah adalah sebahagian daripada kehidupan
manusia di dalam muamalah. Ia sering berlaku kepada permasalahan hutang
piutang. Maka sebahagian cara untuk menyelesaikan masalah muamalah ini
perlulah diketengahkan Hiwalah ini sebagai jalan melupuskan masalah.
Menurut bahasa, kata "al-hiwalah" huruf ha' dibaca kasrah atau kadang-
kadang dibaca fathah berasal dari kata "at-tahawwul" yang berarti 'alintiqal'
(pemindahan/pengalihan). Orang Arab biasa mengatakan, "Hala 'anil 'ahdi" yaitu
'berlepas diri dari tanggung jawab'. Abdurrahman Al-Jaziri berpendapat bahwa
yang dimaksud dengan "al-hiwalah". menurut "Pemindahan dari suatu tempat ke
tempat yang lain. Hiwalah adalah akad pemindahan utang/piutang suatu adalah,
pihak ke pihak lain. Dalam hal ini ada tiga pihak, yaitu pihak yang berutang
(muhil atau madin), pihak yang memberi utang (muhal atau da'in), dan pihak yang
menerima pemindahan (muhal'alaih). Dalam praktik perbankan, hiwalah dikenal
dengan istilah take over Dalam ketentuan SEBI pada poin IV.2. tentang pemberian
jasa pengalihan utang dapat menggunakan akad hiwalah.
Dalam praktek perbankan syariah fasilitas hiwalah lazimnya untuk
membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan usahanya.

15
Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan hutang. Untuk mengantisipasi
kerugian yang akan timbul bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan
pihak yang berhutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan hutang
dengan yang berhutang. Karena kebutuhan supplier akan di likuiditas, maka ia
meminta bank untuk mengalih piutang. Bank akan menerima pembayaran dari
pemilik proyek. Kontrak hiwalah biasanya diterapkan dalam hal-hal berikut:
1) Factoring atau anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki piutang
kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank, bank lalu
membayar piutang tersebut dan bank menagihnya dari pihak ketiga itu.
2) Post-dated check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih tanpa
membayarkan dulu piutang tersebut.
3) Bill discounting. Secara prinsip, bill discounting serupa dengan hiwalah.
Hanya saja, dalam bill discounting nasabah hanya membayar fee,
sedangkan pembahasan fee tidak di dapati dalam kontrak hiwalah."
Wakalah

c. Wakalah
Wakalah berasal dari Wazan Wakala-Yakilu-Waklan yang berarti
menyerahkan atau mewakilkan urusan sedangkan Wakalah adalah pekerjaan
wakil Al-Wakalah juga berarti penyerahan (al Tafwidh) dan pemeliharaan (al
Hifdh) menurut kalangan syafi'iyah arti wakalah adalah ungkapan atau
penyerahan kuasa (al-muwakkil) kepada orang lain (alwakil) supaya
melaksanakan sesuatu dari jenis pekerjaan yang bisa digantikan (an-naqbalu
an niyabah) dan dapat di lakukan oleh pemberi kuasa, dengan ketentuan
pekerjaan tersebut di laksanakan pada saat pemberi kuasa masih hidup
Perwakilan adalah Al-Wakalah atau alwikalah, menurut bahasa artinya al-
hifdz, al-dhaman dan al-tafwidh (penyerahan, pendelegasian dan pemberian
mandat).
Akad Wakalah adalah akad yang memberikan kuasa kepada pihak lain
untuk melakukan suatu kegiatan dimana yang memberi kuasa tidak dalam
posisi melakukan kegiatan tersebut. Akad Wakalah pada hakikatya adalah
akad yang digunakan oleh seseorang apabila da membutuhkan orang lain atau
mengerjakan sesuatu yang tidak dapat dilakukannya sendiri dan meminta
orang lain untuk melaksanakannya.

16
Wakalah adalah penyerahan dari seseorang kepada orang lain untuk
mengerjakan sesuatu dimana perwakilan tersebut berlaku selama yang
mewakilkan masih hidup. Pelaksanaan akad Wakalah pada dasarnya
dibenarkan untuk disesuaikan dengan kebiasaan masyarakat setempat. tetapi
yang terpenting adalah pihak yang memberi kuasa adalah pihak yang
bertanggung jawab penuh terhadap kegiatan tersebut, pihak yang mewakilkan
hanya perantara, atau wakil atas kegiatan yang dilakukan, artinya kegiatan
tersebut dapat dikategorikan sah apabila pihak yang memberikan kuasa ada,
atau hidup dan karenanya wakil dianggap sah pula apabila terdapat
persetujuan atau pengesahan akan pekerjaan mewakilkan tersebut.

17
BAB III
A. KESIMPULAN
Menurut para ulama fiqih, akad adalah hubungan antara ijab dan qobul sesuai
dengan kehendak syariat yang menetapkan adanya pengaruh (akibat) hukum dalam
objek perikatan. Menurut ulama kompilasi hukum ekonomi syariah, akad adalah
kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan
dan/atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah Pasal 1
ayat (13) disebutkan bahwa akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah atau
Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi
masing-masing pihak sesuai dengan prinsip syariah.
Hal ini berarti bahwa akad secara umum merupakan sesuatu yang menjadi
tekad seseorang untuk melaksanakan, baik yang muncul dari satu pihak, seperti
wakaf, talak, dan sumpah, maupun yang muncul dari dua pihak, seperti jual beli,sewa,
wakalah, dan gadai. Secara khusus akad berarti keterkaitan antata ijab (Pernyataan
penawaran/pemindahan kepemilikan) dan qabul (pernyataan penerimaan kepemilikan)
dalam lingkup yang disyariatkan dan berpengaruh pada sesuatu.
Islam sebagai agama yang komprehensif memberikan aturan yang jelas
mengenai perikatan dan perjanjian untuk dapat diimplementasikan dalam kehidupan.
Sejumlah prinsip dan dasar dasar mengenai pengaturan perikatan dan perjanjian
tertuang dalam al-Qur'an dan as-Sunnah yang kemudian dikembangkan oleh para
fuqaha sehingga membentuk hukum perjanjian Syariah.
Perjanjian ini sesungguhnya menjadi acuan dalam menjalankan kehidupan
dalam segala bidang termasuk dalam lembaga keuangan syariah. Keberadaan akad
dapat ditelaah dengan melihat beberapa kaedah atau prinsip utama hukum muamalah

18
dalam Islam, diantaranya, pertama, pada dasarnya segala bentuk muamalah adalah
boleh kecuali yang ditentukan selain dari al-Qur'an dan Sunnah. Kedua, muamalah
dilakukan atas dasar sukarela tanpa mengandungunsur-unsur paksaan. Ketiga,
muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan
menghindari mudharat dalam kehidupan masyarakat. Keempat, muamalah
dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan. menghindari unsur-unsur
penganiayaan, unsur mengambil kesempatan dalam kesempitan.

B. SARAN
Demikianlah makalah yang berisikan tentang Akad dalam Praktek Keuangan
Syariah. Makalah ini pun tak luput dari kesalahan dan kekurangan maupun target
yang ingin dicapai. Adapun kiranya terdapat kritik, saran maupun teguran digunakan
sebagai penunjang pada makalah ini. Sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terima
kasih.

19
DAFTAR PUSTAKA

Muhamad subhan, 2021. “Manajemen Keuangan Syariah”

20

Anda mungkin juga menyukai