Disusun oleh :
Dosen pengampu :
Deni rahmatillah, S,E.Sy,. M.E.Sy.
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-nya kepada kita semua berupa ilmu. Berkat
rahmat dan karunia-nya pula, penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada
waktunya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................1
C. Tujuan Masalah.........................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................2
PEMBAHASAN...............................................................................................................2
A. Pengertian Akad........................................................................................................2
B. Akad Tabarru'............................................................................................................3
C. Akad Tijaroh.............................................................................................................8
BAB III...........................................................................................................................14
PENUTUP......................................................................................................................14
A. Kesimpulan.............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................15
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hubungan antara manusia satu dengan manusia lain dalam memenuhi
kebutuhan, harus terdapat aturan yang menjelaskan hak dan kewajiban keduanya
berdasarkan kesepakatan. Proses untuk membuat kesepakatan dalam rangka
memenuhi kebutuhan keduanya, lazim disebut dengan proses untuk berakad atau
melakukan kontrak.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian dari Akad dalam Lembaga keuangan syariah?
2. Ada berapakah pembagian Akad dalam Lembaga keuangan Syariah ?
3. Apakah yang dimaksud dengan Akad Tabarru’?
4. Apakah yang dimaksud dengan Akad Tijaroh?
C. TUJUAN MASALAH
1. Agar mengetahui makna Akad dalam Lembaga keuangan syariah
2. Agar mengetahui pembagian Akad dalam Lembaga keuangan Syariah
3. Agar mengetahui mengenai Akad Tabarru’
4. Agar mengetahui mengenai Akad Tijaroh
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AKAD
Akad berasal dari Bahasa Arab ‘aqada artinya mengikat atau mengokohkan,
dikatakan ikatan (al-rabath) maksudnya adalah menghimpun atau mengumpulkan
dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada yang lainnya, hingga
keduanya bersambung dan menjadi seperti seutas tali yang satu. Secara etimologi,
akad (al-aqdu) juga berarti al-ittifaq : perikatan, perjanjian, dan pemufakatan.
Menurut Gemala Dewi yang mengutip pendapat Fathurrahman Djamil, istilah
alaqdu dapat disamakan dengan istilah verbentenis dalam KUHP.1
Syarat umum yang harus dipenuhi suatu akad menurut ulama fiqh antara lain,
pihak-pihak yang melakukan akad telah cakap bertindak hukum, objek akad harus
ada dan dapat diserahkan ketika akad berlangsung, akad dan objek akadnya tidak
dilarang syara’, ada manfaatnya, ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis dan
tujuan akad harus jelas dan diakui syara’. Karena itulah ulama fiqh menetapkan
apabila akad telah memenuhi rukun dan syarat mempunyai kekuatan mengikat
terhadap pihak-pihak yang melakukan akad. Hal ini sejalan dengan Firman Allah
s.w.t. Dalam surat Al-Maidah ayat 5 yang artinya “ Hai orang-orang beriman,
penuhilah akad-akad itu”.
Secara istilah fiqih muamalat Islam, akad adalah kontrak antara dua belah
pihak. Akad mengikat kedua belah pihak yang saling bersepakat, yakni masing-
masing pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban mereka masing-masing yang
telah disepakati terlebih dahulu. Dalam kaitannya dengan praktek perbankan
Syari’ah dan ditinjau dari segi maksud dan tujuan dari akad itu sendiri dapat
digolongkan kepada dua jenis yakni Akad Tabarru dan Akad Tijaroh.
Menurut ulama fiqih, akad dapat dibagi dari berbgai segi. Apabila dilihat dari
segi keabsahannya menurut syara’, maka akad dibagi dua yaitu :
1
M.Ali Hasan. Berbagai macam transaksi dalam islam (fiqih muamalah), (Jakarta :PT Raja
Grafindo Persada, 2004), hlm. 110-111
2
a. Akad shahih, yaitu akad yang telah memenuhi syarat dan rukun.
b. Akad tidak shahi, akad tidak shahi yaitu akad yang terdapat kekurangan
pada rukun atau syaratnya, sehingga akibat hukum tidak berlaku bagi
kedua belah pihak yang melakukan akad itu.
Dalam membentuk akad harus terpenuhi unsur-unsur akad yakni rukun akad dan
syarat akad. Rukun akad meliputi pihak yang berakad, objek akad dan pernyataan
pelaku akad yaitu ijab dan Kabul. Nurul ichsan dalam bukunya yang berjudul
pengantar perbankan syariah menyebutkan syarat akad mencakup syarat
berlakunya akad, syarat sahnya akad, syarat-syarat terealisasinya akad dan juga
syarat lazim akad.2
Akad yang umumnya digunakan oleh bank syariah dalm operasionalnya terutama
diturunkan dari kegiatan mencari keuntungan (tijaroh) dan Sebagian dari kegiatan
tolong-menolong (tabarru’), sesuai dengan ilmu fiqih muamalah yang membagi
akad menjadi dua bagian apabila dilihat dari ada atau tidaknya kompensasi yaitu
akad tijaroh dan akad tabarru’. Penjelasan kedua akad ini sebagai berikut dibawah
ini.
B. AKAD TABARRU’
Pengertian Akad Tabarru’
Akad tabarru’ yaitu akad yang dimaksudkan untuk menolong sesama dan
murni semata-mata mengharap ridha dan pahala dari Allah SWT, sama sekali
tidak ada unsur mencari return, ataupun suatu motif. Hal tersebut merupakan
bentuk amal perbuatan baik dalam membantu sesama, oleh karena itu dikatakan
bahwa akad tabarru’ adalah suatu transaksi yang tidak berorientasi komersial atau
non profit oriented. Akad tabarru’ (gratuitous contract) adalah segala macam
perjanjian yang menyangkut not-for profit transaction (transaksi nirlaba).
Transaksi ini pada hakekatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan
komersil.
2
Nurul ichsan, pengantar perbankan syariah ( Jakarta : kalam mulia, 2013), hlm.186
3
Dalam akad tabarru’, pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak
mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru’
dari Allah SWT, bukan dari manusia. Pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh
meminta kepada counter part-nya untuk sekadar menutupi biaya (cover the cost)
yang dikeluarkannya untuk melakukan akad tabarru’ tersebut, tanpa sedikitpun
mengambil laba dari akad tabarru’ itu. Contoh-contoh akad tabarru’ adalah qard,
rahn, hiwalah, wakalah, kafalah, wadiah, hibah, waqf, sedekah, dan hadiah.3
Namun demikian, bukan berarti akad tabarru sama sekali tidak dapat
digunakan dalam kegiatan komersil. Bahkan pada kenyataannya, penggunaan
akad tabarru sering sangat vital dalam transaksi komersil, karena akad tabarru ini
dapat digunakan untuk menjembatani atau mempelancar akad tijarah.
Al-Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang ditagih atau diminta
kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.
Dalam literatur fiqh klasik, qardh dikategorikan dalam aqad tathawwu’ atau akad
saling membantu dan bukan transaksi komersial.4
3
Adiwarman azwar karim, bank, hlm.160.
4
Sayyid sabiq, fiqbus sunnah, (Beirut: darul kitab al arabi, 1987) cetakan ke-8 vol.III, hlm. 163.
4
Sumber pendanaan pembiayaan qardh dapat berasal dari beberapa kategori
tergantung untuk apa dan siapa yang akan menerimanya. Jika qardh
diperuntukkan bagi anggota atau nasabah secara cepat dan berjangka pendek,
dana tersebut dapat diambilkan dari dana modal LKS. Tetapi, jika skema qardh
yang diberikan untuk membantu usaha produktif yang dimiliki faqir miskin, atau
usaha super mikro maka sumber dana dapat diambilkan dari zakat, infaq dan
wakaf.
b. Rahn
Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan
satas pinjaman yang diterimannya, barang yang ditahan tersebut memiliki nilai
ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk
dapat mengambil Kembali seluruh atau Sebagian piutangnya. Secara sederhana
dapat dijelaskan bahwa rahn adalah jaminan utang atau gadai.5
Dalam teknis perbankan, akad ini dapat digunakan sebagai tambahan pada
pembiayaan yang berisiko dan memerlukan jaminan tambahan. Akad ini juga
dapat menjadi produk tersendiri untuk melayani kebutuhan nasabah untuk
keperluan yang bersifat jasa atau konsumtif, misalnya pendidikan, kesehatan, dan
sebagainya. Bank syariah tidak menarik manfaat apapun kecuali biaya
pemeliharaan atau keamanan barang yang digadaikan tersebut.
c. Al-Hawalah
Al-Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang
lain yang wajib menanggungnya. Dalam istilah para ulama, hal ini merupakan
pemindahan beban dari muhil (orang yang berutang) menjadi tanggungan
muhal‘alaih atau orang yang berkewajiban membayar utang.6
5
Sayyid sabiq, fiqbus sunnah, cetakan ke-8 vol.II, hlm. 169.
6
As-sarbini khatib, mughni muhtaj sharh al-minhaj,(kairo:al-babi al-halabi) vol.II, hlm.193.
5
pihak yang berutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan piutang
dengan yang berutang.
d. Wakalah
Akad wakalah adalah akad perwakilan antara dua pihak, pihak pertama
mewakilkan suatu urusan kepada pihak kedua untuk bertindak atas nama pihak
pertama. Aplikasi wakalah dalam konteks akad tabarru’ dalam perbankan syari’ah
berbentuk jasa pelayanan, dimana bank syari’ah memberikan jasa wakalah,
sebagai wakil dari nasabah sebagai pemberi kuasa (muwakil) untuk melakukan
sesuatu (taukil). Dalam hal ini bank akan mendapatkan upah atau biaya
administrasi atas jasanya tersebut.
e. Wadi’ah
Wadi’ah adalah akad antara pemilik barang (mudi’) dengan penerima titipan
(wadi’) untuk menjaga harta/modal (ida’) dari kerusakan atau kerugian dan untuk
keamanan harta. Prinsip wadi’ah yang diterapkan dalam dunia perbankan adalah
wadi’ah yad dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro dan tabungan.
Dalam wadi’ah yad amanah, pada prinsipnya harta titipan tidak boleh
dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sedangkan dalam hal wadi’ah yad dhamanah,
pihak yang dititipi (dalam hal ini adalah pihak bank) bertanggung jawab atas
keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.
Karena wadi’ah yang diterapkan dalam produk giro dan tabungan ini juga disifati
dengan yad dhamanah, maka implikasi hukumnya sama dengan qardh, dimana
nasabah bertindak sebagai yang meminjamkan uang, dan bank bertindak sebagai
yang dipinjami.
f. Al-Kafalah
6
jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain
sebagai pemimpin. 7
Akad kafalah sering disebut bank garansi. Garansi bank dapat diberikan
dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran.
Aplikasinya dalam perbankan yaitu seperti bank syariah dapat mempersyaratkan
nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn. Bank
dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah. Bank mendapatkan
pengganti biaya atas jasa yang diberikan.8
Hibah adalah pemberian yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain
yang dilakukan ketika masih hidup dan pelaksanaan pembagiannya dilakukan
pada waktu penghibah masih hidup juga. Dalam prakteknya di LKS (Lembaga
Keuangan Syariah), hibah sering digunakan dalam salah satu mekanisme
operasional asuransi syariah. Sedangkan waqf dan shadaqah sering digunakan
pada pada produk BMT atau rumah zakat, atau lain yang serupa dengannya.
Waqaf/Wakaf adalah menahan suatu benda yang kekal abadi secara fisik
zatnya serta dapat digunakan untuk sesuatu yang benar dan bermanfaat.
Sedekah asal kata bahasa Arab shadaqoh yang berarti suatu pemberian yang
diberikan oleh seorang muslim kepada orang lain secara spontan dan sukarela
tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Juga berarti suatu pemberian yang
diberikan oleh seseorang sebagai kebajikan yang mengharap ridho Allah SWT
dan pahala semata.
Semua akad-akad tersebut yaitu hibah, waqaf, shodaqoh dan hadiyah dalam
prakteknya si pelaku memberikan sesuatu kepada orang lain. Apabila
penggunaannya untuk kepentingan orang banyak (masyarakat) atau untuk
kepentingan agama, akadnya disebut waqf. Barang atau objek dari waqf ini tidak
boleh diperjualbelikan oleh siapapun ketika telah dinyatakan sebagai aset waqf.
Sedangkan hibah, shadaqah, dan hadiah adalah pemberian sesuatu kepada orang
7
Abu bakar ibnu mas’ud al kasani, al-bada’i was sana’i fi tartib ash sara’i, (Beirut: darul kitab al
arabi), edisi ke-2, vol VI, 2.
8
Nurul ichsan, pengantar perbankan syariah, (Jakarta: kalam mulia, 2013), 254.
7
lain (pihak lain) secara sukarela dengan motif kebajikan atau untuk menjaga
silaturahmi, atau karena ngin mendapatkan pahala.
C. AKAD TIJAROH
Pengertian Akad Tijaroh
Akad tijarah adalah akad atau perjanjian yang dilakukan saat hendak
melaksanakan transaksi ekonomi yang bersifat profit oriented. Profit Oriented
Yaitu tujuan perusahaan untuk mencetak laba sebanyak-banyaknya. Kegiatan
transaksi ini dapat dilakukan antar individu ataupun individu dengan kelompok,
juga kelompok dengan kelompok lainnya. Akad ini dilakukan dengan tujuan
mencari keuntungan, oleh karena itu akad ini bersifat komersil. Contoh akad
tijaroh adalah akad investasi, akad jual beli, dan akad sewa menyewa.
Akad tijarah yang berlandaskan fee based (berdasarkan biaya) adalah seperti
pada fee based income dalam dunia perbankan. Salah satu sumber pendapatan
semacam ini dalam dunia perbankan adalah cash management. Cash management
pada hakikatnya merupakan diferensiasi produk yang bertujuan untuk mengurang
waktu penyerahan atau waktu kerja yang diperlukan.
Setiap jasa yang diberikan bank dari Cash Management selalu ada fee atau
biaya yang kemudian disebut dengan fee based income. Begitu juga dengan fee
based pada akad tijarah, ketika pihak penjual menawarkan atau memberikan jasa
kepada pembeli akan ada fee atau biaya yang dipungut penjual sebagai imbal
balik atas jasa tersebut.
Adapun yang mejadi prinsip jual beli dalam akad tijarah adalah :
8
yaitu: muqayyadah yaitu kewenangan terbatas atas pembeli untuk menentukan
jenis barang pengganti, mutlaqah yaitu kewenangan penuh atas pembeli untuk
menentukan jenis barang pengganti, yang terakhir adalah sharf.
c. Cara pembayaran/waktu penyerahan
yaitu naqdan dan ghoiru naqdan. Untuk ghairu naqdan ada tiga yaitu muajjal
dimana barang diserahkan secara bertahap, salam dimana uang dibayarkan
lebih dahulu baru kemudian barang diserahkan, istishna dimana uang dibayar
lebih dahulu secara bertahap baru kemudian barang diserahkan.
Didalam lembaga keuangan syariah transaksi akad tijarah, dibagi menjadi dua
yaitu Natural Certainty Contract (NCC) dan Natural Uncertainty Contract (NUC).
Natural Certainty Contract (NCC) adalah kontrak yang dilakukan dengan
menentukan secara pasti nilai nominal dari keuntungan di awal kontrak
perjanjian. Natural Uncertainty Contracts (NUC) adalah kontrak yang dilakukan
tidak dengan menyepakati nominal keuntungan yang akan diterima melainkan
menyepakati nisbah bagi hasil yang akan diterima sehingga tidak ada kepastian
nilai nominal yang akan diterima karena tergantung pada keuntungan usaha.
ketidakpastian dapat terjadi pada empat hal, yaitu dalam pertukaran, dalam hasil
permainan, dalam bisnis atau investasi, dan dalam risiko murni.
9
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang disepakati,
sedangkan kerugian ditanggung oleh para pihak sebesar partisipasi modal yang
disertakan dalam usaha.
2) Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu, dimana salah satu pihak yaitu pemilik modal (shahibul maal)
memiliki kontribusi dana sebesar 100% dari kebutuhan, sedangkan pihak lain
yaitu pengelola usaha (mudharib) berkontribusi dalam hal keahlian mengelola
dana dari pemodal.
3) Muzara’ah
4) Mukhabarah
5) Musaqah
10
si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan tertentu berdasarkan
nisbah yang disepakati dari hasil panen yang benihnya berasal dari pemilik lahan;
Aplikasi dalam lembaga keuangan syariah, musaqah merupakan produk khusus
yang dikembangkan di sektor pertanian atau agribisnis dimana si penggarap hanya
bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan.
1) Al-Bai’
Bai’ adalah transaksi pertukaran antara ‘ayn yang berbentuk barang dengan
dayn yang berbentuk uang, lazimnya disebut sebagai transaksi jual-beli. Dalam
transaksi ini, keuntungan penjualan sudah dimasukkan dalam harga jual sehingga
penjual tidak perlu memberitahukan tingkat keuntungan yang diinginkan.
2) Al-Murabahah
3) As-Salam
9
Adiwarman A. karim, bank islam, (Jakarta: rajawali pers, 2009), 72.
11
Bai’ as salam adalah akad jual-beli suatu barang yang harganya dibayar
dengan segera sedangkan barangnya akan diserahkan kemudian dalam jangka
waktu yang disepakati. Dalam teknis perbankan syariah, salam berarti pembelian
yang dilakukan oleh bank syariah dari nasabah dengan pembayaran di muka
dengan jangka waktu penyerahan yang disepakati bersama. Harga yang
dibayarkan dalam salam tidak boleh dalam bentuk utang melainkan dalam bentuk
tunai yang dibayarkan segera. Tentu saja bank syariah tidak bermaksud hanya
melakukan salam untuk memperoleh barang. Barang itu harus dijual lagi untuk
memperoleh keuntungan. Oleh karena itu dalam prakteknya transaksi pembelian
salam oleh bank syariah selalu diikuti atau dibarengi dengan transaksi penjualan
kepada pihak atau nasabah lainnya. Apabila penjualan barang itu juga dilakukan
dalam bentuk salam, maka transaksi itu menjadi paralel salam. Bank syariah dapat
juga melakukan penjualan barang itu dengan menggunakan skema murabahah.
4) Al-Istishna’
5) Ijarah
12
Ijarah Muntahiya Bit-Tamlik Selain hanya sebagai kontrak sewa, ijarah juga bisa
dikembangkan menjadi kontrak sewa-beli, bentuk kontrak ini disebut Ijarah
Muntahiya Bit-Tamlik (IMBT). Kontrak IMBT ini memberikan opsi kepada
penyewa untuk memiliki barang yang disewakan tersebut pada saat sewa selesai.
Akad sewa yang terjadi antara bank syariah (sebagai pemilik barang) dengan
nasabah (sebagai penyewa) dilaksanakan dengan cara pembayaran cicilan atau
angsuran sudah termasuk pokok harga barang. Ijarah jenis ini disertai dengan janji
(wa’ad) yang mengikat pihak pemberi sewa untuk mengalihkan kepemilikan
kepada penyewa pada saat masa sewa telah berakhir.
13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Secara istilah fiqih muamalat Islam, akad adalah kontrak antara dua belah
pihak. Akad mengikat kedua belah pihak yang saling bersepakat, yakni masing-
masing pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban mereka masing-masing yang
telah disepakati terlebih dahulu. Akad dalam kaidah fiqh muamalah jika ditinjau
dari segi mendapat kompensasi atau tidak mendapat kompensasi (‘iwad), dapat
dibedakan menjadi dua jenis yaitu akad tabarru’ dan akad tijarah/mu’awadah.
Akad tabarru’ yaitu akad yang dimaksudkan untuk menolong sesama dan
murni semata-mata mengharap ridha dan pahala dari Allah SWT, sama sekali
tidak ada unsur mencari return, ataupun suatu motif. Akad tabarru’ dibagi dalam
beberapa bentuk yaitu Al-Qardh, Rahn, Al-Hawalah, Wakalah, Wadi’ah, Al-
Kafalah, Hibah, Waqaf dan Shadaqah.
Akad tijarah adalah akad atau perjanjian yang dilakukan saat hendak
melaksanakan transaksi ekonomi yang bersifat profit oriented. Profit Oriented
Yaitu tujuan perusahaan untuk mencetak laba sebanyak-banyaknya. Akad tijarah,
dibagi menjadi dua yaitu Natural Certainty Contract (NCC) dan Natural
Uncertainty Contract (NUC).
B. SARAN
Untuk melakukan transaksi yang memerlukan akad tabarru’ dan akad tijaroh
sebaiknya kita memahami dengan baik mengenai akad tabarru’ dan akad tijaroh.
Sehingga tidak terjadi kesalahan dalam melakukan akad.
14
DAFTAR PUSTAKA
M.Ali Hasan. Berbagai macam transaksi dalam islam (fiqih muamalah), (Jakarta :PT
Raja Grafindo Persada, 2004)
Abu bakar ibnu mas’ud al kasani, al-bada’i was sana’i fi tartib ash sara’i, (Beirut: darul
kitab al arabi)
15