Disusun oleh :
Tania Maya Ternita (63010180044)
Jenny Intan Palupi (63010180065)
Muhammad Yasinda (63010180093)
Nala Tazkiya (63010180147)
Kelas 4C/Kelompok 4
PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan hidayah_Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ Designing Sharia Contract ”.
Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi
Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama
islam yang sempurna.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh
dosen mata kuliah Manajemen Pembiayaan Syariah, Wiwit Ayu Nofitasari, S.E.SY., M.E.
Tak lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Manajemen
Pembiayaan Syariah atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini, juga kepada
rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua. Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Demikan makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan yang membacanya,
sehingga menambah wawasan dan pengetahuan tentang penulisan ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................... 5
3.1. Kesimpulan........................................................................................................... 19
3.2. Saran..................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 20
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui definisi dan dasar hukum kontrak
1.3.2 Untuk memahami faktor yang mempengaruhi karakteristik nasabah bank
syariah
1.3.3 Untuk memahami tata cara mendesign kontrak syariah
1
Ibid, h.46
2
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Cet. 3, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h.37
4
BAB II
PEMBAHASAN
Dari kutipan ayat-ayat tersebut, meskipun dijumpai dua istilah al-‘aqd dan alahdu
yang memiliki hubungan makna dengan hukum kontrak syariah, namun yang lazim
digunakan dalam fiqh muamalah adalah kata al-‘aqd. Menurut para fuqaha, pengertian
al-‘aqd adalah: Perikatan yang di tetapkan melalui ijab qabul dan dibenarkan syara’ yang
menimbulkan akibat hukum terhadap obyeknya.4
3
Hasanuddin Raman, Contract Drafting, cet ke‐1 (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 4
4
Buhanuddi S, Hukum Kontrak Syariah, cet ke‐1,(Yogyakarta: BPFE, 2009), hlm. 12
5
Landasan syariah merupakan dasar hukum penyusunan kontrak. Landasan syariah
tentang kontrak selain terkait langsung dengan kewajiban menunaikan akad (Qs. Al
Maidah(5): 1) (Qs. Al-Isra(17):34), juga memuat tentang adanya kewajiban membuat
catatan tertulis ketika menjalankan transaksi bisnis yang dilakukan secara tidak tunai.
2.2. Faktor Yang Mempengaruhi Karakteristik Nasabah Bank Syariah
Seorang nasabah didalam memperoleh jasa atau barang, tidak hanya memiliki
barang atau jasa, tetapi ada faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seorang nasabah,
yaitu :5
1. Pengaruh kebudayaan merupakan faktor penentu yang paling mendasar dari
kenginan dan perilaku seseorang. Faktor ini dipengaruhi oleh kelompok,
keagamaan, rasionalisme, ras dan letak geografis.
2. Kelas sosial, ada empat hal yang medasar timbulnya kelas sosial di
masyarakat, yaitu:
a) Kekayaan
b) Kekuasaan
c) Kehormatan
6
Teknik pertama yang perlu dilakukan untuk mendesign suatu akad
pembiayaan syariah adalah memahami karakteristik kebutuhan nasabah. Dalam
hal ini terdapat 2 hal yang perlu diperhatikan, yaitu objek dan kegunaan.
1) Objek
Hal pertama yang harus dilihat untuk memahami karakteristik kebutuhan
nasabah adalah objek. Apabila objek pembiayaan yang dibutuhkan nasabah
adalah berupa barang, harus dilihat dari sisi apakah barang tersebut ready stock
atau goods in process. Jika barang tersebut ready stock, pembiayaan yang layak
untuk diberikan kepada nasabah adalah pembiayaan murabahah. Namun jika
barang tersebut berupa goods in process, harus dilihat lagi dari sisi apakah waktu
yang diperlukan dalam proses barang tersebut pendek atau panjang. Jika proses
barang tersebut berjangka pendek maka pembiayaan yang dapat diberikan adalah
pembiayaan salam dengan asumsi nasabah akan mampu menyelesaikan
kewajibannya dalam satu kali pembayaran sekaligus. Namun, jika proses barang
tersebut berjangka waktu panjang, pembiayaan yang dapat diberikan adalah
pembiayaan istisna dengan asumsi nasabah baru akan mampu menyelesaikan
kewajibannya setelah melakukan beberapa kali pembayaran. Disisi lain, apabila
objek yang dibutuhkan nasabah bukan berupa barang, melainkan jasa, maka
pembiayaan yang harus diberikan kepada nasabah adalah pembiayaan ijarah7
2) Kegunaan
7
Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), hlm
84
7
Hal kedua yang harus dilihat untuk memahami karakteristik kebutuhan
nasabah adalah dari sisi kegunaan barang atau jasa yang dibutuhkan. Dalam
hal ini, hal utama yang harus dicermati adalah apakah barang atau jasa yang
dibutuhkan nasabah akan digunakan untuk kegiatan produksi atau konsumtif.
Apabila kegunaan pembiayaan yang dibutuhkan nasabah adalah untuk
kegiatan produktif, harus dilihat dari sisi apakah barang tersebut digunakan
untuk modal kerja atau investasi.
a. Modal Kerja
Jika kegunaan barang atau jasa tersebut digunakan untuk modal
kerja, maka harus dilihat apakah nasabah telah mempunyai kontrak
dengan pihak ketiga atau tidak. Jika nasabah telah mempunyai kontrak,
yang harus ditelaah adalah apakah pembiayaan tersebut digunakan untuk
pekerjaan konstruksi atau pengadaan barang. Jika untuk pekerjaan
konstruksi, pembiayaan yang dapat diberikan bank syariah adalah
pembiayaan istishna’. Namun, jika untuk pengadaan barang, pembiayan
yang dapat diberikan bank adalah pembiayaan mudharabah, kecuali
pembiayaan produktif usaha berskala kecil. Pengecualian ini dilakukan
hanya sebagai sebuah strategi bagi bank untuk menghindari risiko yang
tinggi. Jika nasabah ternyata belum mempunyai kontrak, yang harus
dilihat adalah apakah pembiayaan tersebut digunakan untuk ready stock
atau goods in process. Jika untuk ready stock, pembiayaan yang
diberikan bank syariah adalah murabahah. Namun, jika bukan untuk
8
ready stock, melainkan good in process harus dilihat lagi dari sisi apakah
proses barang tersebut memerlukan waktu dibawah 6 bulan, pembiayaan
yang diberikan adalah pembiayaan salam. Namun, jika proses barang
tersebut memerlukan waktu lebih dari 6 bulan, pembiayan yang
diberikan adalah istishna’. 8
b. Investasi
Dalam hal jika kegunaan barang atau jasa tersebut digunakan untuk
investasi, yang harus dlihat adalah apakah pembiayaan tersebut
dimaksudkan utuk ready stock atau goods in process. Jika untuk ready
stock, faktor selanjutnya yang harus dilihat adalah apakah barang
tersebut berjangka waktu panjang atau tidak. Jika ya, pembiayaan yang
diberikan bank adalah pembiayaan Ijarah Muntahia Bit Tamlik (IMBT).
Namun jika tidak berjangka waktu penjang, pembiayaan yang diberikan
adalah pembiayaan murabahah. Jika pembiayaan investasi tersebut
bukan dimaksud untuk ready stock, melainkan goods in process, maka
harus dilihat lagi dari sisi apakah proses barang tersebut memerlukan
waktu pendek atau panjang. Jika berjangka waktu pendek, pembiayaan
yang diberikan adalah pembiayaan salam. Namun, jika proses barang
tersebut memerlukan waktu panjang, maka pembiayaan yang diberikan
asalah istishna’. Apabila kegunaan pembiayaan nasabah adalah bukan
8
Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013),
hlm 85
9
untuk kegiatan produktif, mealinkan konsumtif, harus dilihat dari sisi
apakah pembiayaan tersebut berbentuk pembelian barang atau jasa. Jika
untuk pembelian barang, faktor selanjutnya yang harus dilihat adalah
apakah barang tersebut berbentuk ready stock atau goods in process. Jika
ready stock, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan murabahah.
Namun, jika berbentuk good in process, yang harus dilihat berikutnya
adalah dari sisi apakah proses barang tersebut memerlukan waktu
dibawah 6 bulan atau lebih. Jika dibawah 6 bulan, pembiayaan yang
diberikan adalah pembiayaan salam. Jika proses barang tersebut
memerlukan waktu lebih dari 6 bulan pembiayaan yang diberikan adalah
istishna’. Jika pembiayaan tersebut dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan nasabah dibidang jasa pembiayaan syariah yang dapat
diberikan adalah pembiyaan ijarah. 9
9
Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, cet ke-4, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2013), hlm 83-88
10
2.3.2 Memahami Kemampuan Nasabah
Teknik kedua yang perlu dilakukan untuk mendesain suatu akad
pembiayaan syariah adalah memahami kemampuan nasabah. Dalam hal ini, hal
yang perlu diperhatikan adalah dari sisi highly predictable, yakni apakah sumber
pendapatan nasabah sangat dapat diprediksikan atau tidak.
Jika sumber pendapatan nasabah highly predictable, faktor berikutnya
yang harus dilihat adalah apakah pembiayaan tersebut untuk pekerjaan konstruksi
atau pengadaan barang, jika untuk pekejaan konstruksi, pembiayaan yang
diberikan adalah pembiayaan istisna’.Namun jika untuk pengadaan barang,
pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan mudharabah, kecuali produksi
usaha skala kecil.
Jika sumber pendapatan nasabah tidak termasuk ke dalam kategori highly
predictable, faktor yang harus dilihat selanjutnya adalah apakah pembiayaan
tersebut untuk ready stock atau goods in process. Jika ready stock, pembiayaan
yang diberikan adalah pembiayaan murabahah. Namun jika untuk goods in
precess, harus dilihat lagi dari segi waktu proses barang. Jika kurang dari 6 bulan,
pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan salam. Jika lebih dari 6 bulan,
pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan istisna’.10
10
Adiwarman. A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, cet ke‐ 4, (Jakarta: PT. Grafindo Persada,
2013), hlm. 88
11
2.3.3 Memahami karakteristik sumber dana pihak ketiga bagi bank
Dalam hal cash in bank (cash out nasabah), faktor yang harus
diperhatikan adalah apakah ia berbentuk grace period atau tidak.
12
nonbulanan. Oleh karena itu, faktor selanjutnya yang diperhatikan adalah apakah
pembayaran itu dilakukan secara bulanan atau tidak. Jika bulanan, maka bank
syariah menggunakan multiple akad yakni terdiri dari ijarah dan akad lainnya.
Kenapa harus multiple akad? Karena dengan multiple akad walaupun ada masa
grace period bank mampu mendapatkan cash in dari debitur setiap bulannya. Hal
ini berarti bahwa bank mempu memberikan bagi hasil bagi deposan. Lalu apakah
yang dimaksud dengan multiple akad? Multiple akad atau juga disebut sebagai
akad murakab adalah akad gabungan yang terdiri dari dua akad atau lebih. Seperti
contoh akad ijarah bil isthisna’ wal Murabahah.
13
Namun jika pembayaran tidak dilakukan secara bulanan, maka bank
dapat menggunakan sumber dana RIA (mudharabah muqoyyadah), yakni suber
dana yang hanya dapat digunakan pada waktu, tempat atau objek tertentu.
Dalam hal cash in bank (cash out nasabah) tidak terbentuk grace
period, berarti sejak masa pembiayaan berlangsung pihak bank akan langsung
mendapat cicilan pembayaran (cash in) dari debitur. Tentu saja hal ini lebih
mudah dan menguntungkan bank karena lebih leluasa dalam mencari sumber
pendanaan dana pihak ketiga. Dalam hal ini tidak ada grace period, bank dapat
mengklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu dengan pembayaran
instalment atau tidak. Apabila pembayaran dilakukan secara instalment bank
dapat menggunakan pembiayaan murabahah muajjal (tunai sekaligus di akhir
masa perjanjian). Apabila pembayaran debitur dilakukan dengan instalment, bank
dapat menggunakan pembiayaan murabahah taqsith,dan untuk memenuhi
pembiayaan tersebut bank dapat mengelompokkan ke dalam dua hal, yaitu
apakah pembayaran debitur dilakukan secara bulanan atau tidak. Apabila debitur
melakukan instalment secara bulanan berarti bank dapat memberikan keuntungan
bagi hasil kepada deposan secara bulanan juga, dan kuntuk sumber pendanaan
tersebut bank dapat menggunakan URIA sebagai sumber pendanaan bagi
pembiayaan kepada debitur tersebut. Namun jika pembayaran tidak dilakukan
secara bulanan, maka bank dapat menggunakan sumber dana RIA (mudharabah
muqayyadah).
Dalam hal cash out bank (cash in nasabah), faktor yang harus
diperhatikan adalah apakah berbentuk lump sum atau tidak. Jika berbentuk lump
14
sum, faktoe selanjutnya yang dilihat adalah apakah pembiayaan tersebut untuk
kenbutuhan barang atau jasa. Jika untuk kebutuhan barang, faktor yang harus
dianalisis berikutnya adalah apakah barang tersebut termasuk ready stock atau
good in process. Jika ready stock, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan
murabahah. Namun jika berbentuk good in process, harus dilihat lagi dari segi
waktu proses barang. Jika berjangka waktu pendek, pembiayaan yang diberikan
adalah pembiayaan salam. Namun jika berjangka waktu panjang, pembiayaan
yang diberikan adalah pembiayaan isthisna’.
Jika cash out bank (cash in nasabah) tidak berbentuk lump sum,
melainkan termin, maka faktor yang harus dilihat adalah apakah pembiayaan
tersebut untuk memenuhi keseluruhan kebutuhan barang dan jasa. Jika untuk
memenuhi kebutuhan barang, faktor selanjutnya yang harus diperhatikan adalah
apakah barang tersebut berbentuk ready stock atau good in process. Jika ready
stock, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan murabahah. Namun jika
barang tersebut termasuk good in process, harus dilihat lagi dari segi waktu
proses barang. Jika kurang dari 6 bulan, pembiayaan yang diberikan adalah
pembiayaan salam. Namun jika lebih dari 6 bulan, pembiayaan yang diberikan
adalah pembiayaan isthisna’.
15
yang diberikan adalah pembiayaan musyarakah. Namun jika tidak berbentuk
sindikasi, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan mudharabah.11
Di sisi lain, penerapan sebuah akad pada suatu transaksi juga harus
memperhatikan karakteristik dari akad yang dimaksud, yakni apakah akad
tersebut termasuk ke dalam kategori akad tabarru’ atau akad tijarah.
Jika akad tersebut termasuk akad tabarru’, bank tidak bisa meminta
kompensasi dari nasabah terhadap pelaksanaan suatu transaksi. Sebaliknya, jika
termasuk akad tijarah, bank berhak memperoleh kompensasi dari nasabah
terhadap pelaksanaan transaksi.
Dengan kata lain, dari hasil identifikasi ini, kita akan memperoleh
kepastian mana akad yang bisa diharapkan kompensasinya dan mana akad yang
tidak bisa diharapkan. Terhadap transaksi-transaksi yang termasuk ke dalam
kategori akad tijarah, dapat dilakukan identifikasi lebih lanjut mengenai mana
yang termasuk ke dalam akad tijarah yang berbasis Natural Certainty Contracts
11
Adiwarman. A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, cet ke‐ 4, (Jakarta: PT. Grafindo Persada,
2013), hlm. 89 – 93
16
dan yang mana akad tijarah yang berbasis Natural Uncertainty Contracts.Tujuan
dari identifikasi ini adalah untuk memperoleh kepastian pembayaran, baik dari
segi jumlah (amount) maupun waktu (timing).
BAB III
12
Adiwarman. A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, cet ke‐ 4, (Jakarta: PT. Grafindo Persada,
2013), hlm. 94
17
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Desain kontrak adalah usaha menemukan bentuk kontrak yang tepat dan sesuai
untuk suatu kegiatan pembiayaan di dalam bank syariah.Saat mendesain suatu akad
pembiayaan syariah, ada empat teknik yang perlu dilakukan, sebagai berikut :
memahami karakteristik kebutuhan nasabah, memahami kemampuan nasabah,
memahami karakteristik sumber dana pihak ketiga bagi bank, memahami akad fikih
yang tepat.
3.2. Saran
Dengan makalah yang kami buat, kami berharap dapat menambah wawasan dan
pengetahuan khususnya pada designing sharia contract. Kami selaku penulis mohon
maaf apabila dalam penulisan terdapat kekurangan atau kesalahan didalam makalah
ini. Terima kasih.
DAFTAR
18
PUSTAKA
Adiwarman. A. Karim. 2013.Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, cet ke- 4,
Jakarta: PT. Grafindo Persada
Ascarya, 2011.Akad dan Produk Bank Syariah, Cet. 3.Jakarta: Rajawali Pers.
Hasanuddin Rahman, 2000.Contract Drafting, cet ke-1 Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
Nurul Ichsan.2015.Tata Cara Mendesain Suatu Akad Pembiayaan Syariah. Jurnal Ekonomi
Islam. 5(2): 1-140
https://www.academia.edu/23158830/MAKALAH_Design_Perjanjian_Lembaga_Keuangan_
Syariah diakses tanggal 18 Maret 2020
19