Anda di halaman 1dari 14

www.pustakasarjana.blogspot.

com

RESUME
TEORI STRUKTUR MODAL DAN KONSEP KEUANGAN
SYARIAH
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Keuangan
Dosen Pengampu: Irsyad Andriyanto, SE., M.Si.

Disusun Oleh:
Muhammad Maghfur (1720410041)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KUDUS


JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
MANAJEMEN ZAKAT DAN WAKAF
TAHUN 2018
1
www.pustakasarjana.blogspot.com

A. Arti Penting Memahami Struktur Modal


Dalam keuangan modern dikenal istilah keputusan struktur modal
atau keputusan pendanaan. Hal ini berkaitan dengan penentuan tentang
proporsi tertentu dari total modal yang dibutuhkan perusahaan yang akan
didanai dengan hutang dan ekuitas. Keputusan tersebut didahului dengan
analisis yang terperinci tentang pengaruh alternatif pendanaan campuran
(hutang dan ekuitas) atau struktur modal terhadap nilai perusahaan.

Pembahasan mengenai struktur modal sangat penting untuk


dipahami karena berkaitan dengan pengambilan keputusan dalam
memilih jenis sumber dana, baik yang diperoleh dari dalam perusahaan
sendiri (berupa laba ditahan) maupun dari luar perusahaan yang bersifat
uncontrollable; menentukan jumlah dana setiap sumber dana tersebut
atau mencari kombinasinya; mengantisipasi konsekuensinya pada tingkat
biaya modal yang ditanggung perusahaan; memperhatikan pengaruhnya
terhadap nilai perusahaan yang maksimal.

B. Perkembangan Teori Struktur Modal


Teori struktur modal atau struktur keuangan dimulai oleh David
Durand pada tahun 1952 yang mengemukakan bahwa perhitungan nilai
perusahaan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan. Periode kedua,
Modigliani dan Miller (1958) mengeluarkan teori keuangan dan dianggap
merupakan awal dari teori struktur modal. Teori ini dikenal dengan teori
MM dengan proposisi I, Il, dan Ill, baik tanpa pajak maupun dengan pajak.
Ketiga, Donaldson (1961) mengemukakan teori pecking order yang
membahas urutan pendanaan perusahaan. Selanjutnya pada periode
keempat muncul Stiglizt (1969), Haugen dan Papas (1971) dan Rubenstein
(1973) yang menawarkan model atau teori trade-off tentang financial
distress. Teori ini dikenal juga dengan sebutan teori balancing. Periode
kelima, Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan teori agensi yang
berkaitan dengan nilai perusahaan, yaitu adanya konflik kepentingan
2
www.pustakasarjana.blogspot.com

antara manajemen perusahaan (agent) dengan pemegang saham


(principal). Adapun Myers (1984) mengkritik temuan teori pecking order
dan teori trade-offyang berpendapat bahwa terdapat inkonsistensi pada
kedua pemikiran tersebut.

1. Teori Struktur Keuangan David Durand


Nilai perusahaan dapat dinilai dengan tiga pendekatan sebagai
berikut.
Pertama, pendekatan laba bersih. Pada pendekatan ini dinyatakan
bahwa perusahaan berusaha meningkatkan jumlah hutangnya dengan
asumsi biaya modal saham dan biaya hutang dianggap konstan.
Kedua, pendekatan laba operasi bersih . Pendekatan ini sedikit
berbeda dengan yang pertama karena asumsi yang digunakan berbeda.
Pada pendekatan ini investor mempunyai reaksi yang berbeda pada
perusahaan yang banyak menggunakan hutang. Dalam pendekatan ini
Kd dan Ko bersifat tetap sehingga Ke mengalami peningkatan sejalan
dengan meningkatnya hutang perusahaan karena risiko perusahaan
semakin tinggi. Para pengambil keputusan dalam perusahaan tidak
mempertimbangkan Ko karena relatif konstan sepanjang waktu.
Ketiga, pendekatan tradisional. Pendekatan ini sangat banyak
dianut oleh para akademisi dan praktisi karena sesuai dengan
kenyataan, yaitu bahwa perusahaan mempunyai struktur modal yang
optimal ketika nilai perusahaan maksimum, atau struktur modal yang
membuat Ko menjadi minimum. Hal ini dapat terjadi karena
diasumsikan bahwa risiko perusahaan tidak mengalami perubahan
sampai pada struktur modal tertentu atau pada leverage tertentu.

2. Teori Struktur Modal MM


MM menyatakan bahwa dalam pasar yang bekerja dengan baik,
nilai pasar suatu perusahaan tidak bergantung pada struktur modalnya.
3
www.pustakasarjana.blogspot.com

Namun demikian, pernyataan MM tersebut didasarkan pada asumsi-


asumsi yang sangat ketat yang tidak realistis. Asumsi yang dianggap
tidak realistis tersebut di antaranya adalah tidak adanya brokerage
costs, tidak adanya pajak, tidak adanya biaya kebangkrutan, investor
memiliki informasi yang sama dengan manajemen mengenai peluang
investasi, dan tidak terpengaruhnya laba sebelum bunga pajak (EBIT)
oleh penggunaan hutang.
Pada tahun 1963, MM mempublikasikan karyanya yang
merupakan kelanjutan dari tulisannya pada tahun 1958 dengan
memperlonggar asumsi tidak adanya pajak korporasi. Dengan aturan
perpajakan yang ada, perusahaan memperoleh pengurangan
pembayaran pajak karena bunga sebagai biaya, namun tidak demikian
halnya dengan dividen. MM berkesimpulan bahwa perlakuan yang
berbeda atas bunga dan dividen akan menyebabkan pendanaan yang
bersumber seluruhnya dari hutang.
Proposisi terakhir oleh MM tersebut kemudian diperbarui oleh
Miller yang menyatakan bahwa pengurangan pajak karena pembayaran
bunga mendorong penggunaan hutang dalam pendanaan perusahaan,
namun perlakuan pajak penghasilan atas saham yang makin
menguntungkan investor akan menurunkan tingkat keuntungan saham
yang diinginkan (required rate of return) sehingga mendorong
penggunaan ekuitas untuk pendanaan. Hal ini berarti, tidaklah
mungkin menggunakan seratus persen hutang untuk membiayai
perusahaan karena akan mengurangi kesempatan perusahaan
memperoleh keuntungan dari penggunaan ekuitas.
Salah satu asumsi teori MM yang pertama adalah tidak ada pajak.
Ketika teori MM dikemukakan, pertama kali yang diasumsikan adalah
ticlak adanya pajak perusahaan.

3. Teori Pecking Order

4
www.pustakasarjana.blogspot.com

Teori pecking order yang dikemukakan Stewart C. Myers. Dalam teori


ini dinyatakan bahwa para manajer keuangan khawatir dengan sikap
para investor apabila manajer keuangan melakukan penerbitan saham.
Hal ini disebabkan tindakan pengumuman penerbitan saham tersebut
diyakini dapat menurunkan harga saham. Sebaliknya, jika mereka
melakukan hutang, maka tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap
harga saham. Kedua hal tersebut menunjukkan adanya urutan
pemilihan (pecking order) dalam struktur modal.
Berdasarkan teori pecking order, di dalamnya terdapat pemikiran
sebagai berikut. Pertama, perusahaan memilih sumber pendanaan
internal karena dana tersebut diperoleh tanpa mengakibatkan sinyal
negatif yang dapat menurunkan harga saham. Kedua, ketika
perusahaan membutuhkan sumber pendanaan eksternal, maka tahap
pertama adalah menerbitkan hutang, sedangkan penerbitan ekuitas
dilakukan sebagai langkah terakhir. Hal ini menunjukkan penerbitan
hutang lebih kecil kemungkinannya dipandang sebagai sinyal buruk
oleh para investor.

4. Teori Dade-off
Teori struktur modal MM mendapat tanggapan dan kritik dari
berbagai pihak. Kritik paling relevan adalah mengenai biaya kesulitan
keuangan (financial distress) akibat meningkatnya hutang. Perusahaan
yang terus menambah hutang akan membayar bunga yang semakin
besar dan kemungkinan penurunan laba bersih semakin besar. Hal ini
dapat membawa perusahaan pada kondisi kesulitan keuangan yang
akibatnya dapat menimbulkan biaya kesulitan keuangan dan berpotensi
menuju kebangkrutan sehingga pada akhirnya menimbulkan biaya
kebangkrutan.
Kritik tersebut dikemukakan antara lain oleh Stiglitz (1969) dan
Rubinstein (1973) yang menyatakan bahwa investor tidak mungkin
meminjam dan meminjamkan dengan tingkat bunga yang sama. Jika
5
www.pustakasarjana.blogspot.com

perusahaan akan bangkrut, maka akan membayar bunga lebih tinggi


dan investor yang menggunakan sekuritas hutang yang dikeluarkan
perusahaan sebagai jaminan harus membayar bunga lebih tinggi.
Artinya, kenaikan hutang untuk mencapai struktur modal optimal akan
menimbulkan pilihan (trade-off) antara keuntungan penghematan pajak
atas peningkatan hutang atau biaya kebangkrutan yang akan terjadi.
Asumsi lain yang dikemukakan oleh MM adalah tidak adanya
biaya kebangkrutan (bankruptcy costs). padahal dalam praktiknya,
perusahaan Yang berada dalam kebangkrutan harus mengeluarkan
biaya yang cukup besar, termasuk juga ancaman kebangkrutan (threat
of bankruptcy).
Masalah-masalah yang terkait dengan kebangkrutan lebih mungkin
timbul apabila perusahaan memiliki lebih banyak hutang dalam
struktur modalnya. Dengan demikian, biaya kebangkrutan dapat
menyebabkan perusahaan menahan diri dari penggunaan hutang yang
berlebihan.
Pengaruh penghematan pajak dan biaya kebangkrutan yang timbul
dari penggunaan hutang mendorong pengembangan apa yang disebut
sebagai trade off theory of leverage. Teori trade-off menyatakan bahwa
perusahaan berusaha menyeimbangkan antara keuntungan dari ber
kurangnya pajak karena adanya bunga hutang dengan biaya kesulitan
keuangan karena tingginya proporsi hutang. Teori ini tidak dapat
menjelaskan mengapa banyak perusahaan yang sukses memiliki
hutang sedikit.
Skenario bagi sebuah perusahaan syariah yang berkaitan dengan
penghematan pajak karena bunga sudah cukup jelas. Skenario tersebut
tidak ditemui dalam ekonomi syariah. Oleh karena itu, teori trade-off
sangat tidak relevan untuk perusahaan syariah. Dalam kerangka konsep
syariah dapat dikatakan bahwa tidak terdapat penghematan pajak atas
biaya bunga karena memang tidak ada hutang berbunga, sedangkan

6
www.pustakasarjana.blogspot.com

biaya kesulitan keuangan masih cukup relevan dengan diberi sedikit


catatan.

5. Teori Agensi
Jensen dan Mecking (1976) mengemukakan teori agensi (agency
theory) dan sekaligus mengintegrasikan dengan teori property rights
serta pengembangan teori struktur kepemilikan perusahaan. Dalam
teori ini diuraikan mengenai adanya hubungan antara pemisahan
kepemilikan dan pengendalian perusahaan. JM menguraikan adanya
konflik antara principal dengan agent yang disebutkan bahwa biaya
agensi merupakan hasil penjumlahan a) pengeluaran untuk pemantauan
(monitoring) oleh pemilik (principal), b) pengeluaran dalam rangka
pengikatan oleh agent dan c) biaya lain-lain yang berkaitan dengan
pengendalian perusahaan.
Struktur modal disusun sedemikan rupa untuk mengurangi konflik
antar berbagai kelompok kepentingan. Sebagai contoh, pemegang
saham mempunyai konflik kepentingan dengan kreditur. Pemegang
saham dengan manajemen juga seperti itu. Pada konflik kepentingan
yang pertama, jika rasio hutang terhadap saham relatif tinggi. maka
pemegang saham tergoda melakukan subtitusi aset, dalam hal ini
mereka akan beroperasi dengan meningkatkan risiko perusahaan.
Risiko yang meningkat meng untungkan bagi pemegang saham karena
kemungkinan memperolehkeuntungan yang tinggi semakin besar.
Sebaliknya, risiko ini tidak disukai kreditur karena bunga yang
diterima mereka besarnya tetap, tidak peduli keuntungan yang
diperoleh perusahaan. Untuk mencegah situasi seperti ini, kreditur
membebankan bunga yang semakin tinggi dengan meningkatnya
jumlah hutang.

6. Teori Informasi Asimetri

7
www.pustakasarjana.blogspot.com

Asumsi lain yang dikemukakan oleh MM adalah adanya informasi


yang simetri, yakni bahwa investor memiliki informasi yang sama
dengan yangdimiliki oleh para manajer mengenai prospek perusahaan.
Namun, dalam kenyataannya manajemen memiliki informasi yang
relatif lebih lengkap dibanding para investor luar, atau terjadinya
informasi asimetri. Informasi asimetri ini mempunyai pengaruh
penting terhadap struktur modal yang optimal.
Aspek informasi ini berkaitan dengan signaling theory, yakni suatu
tindakan yang diambil oleh manajemen perusahaan akan memberikan
petunjuk bagi para investor bagaimana mereka harus menilai prospek
perusahaan tersebut.
Myers dan Majluf (1984) menguraikan lebih jauh mengenai teori
informasi asimetri tersebut. Terdapat tiga persoalan penting yang harus
dipilih mengenai tujuan manajemen pada posisi informasi asimetri.
Pertama, manajemen perusahaan bertindak atas keinginan seluruh
pemegang saham dan menghilangkan setiap konflik kepentingan antara
pemegang saham lama dan pemegang saham baru. Kedua, manajemen
bertindak atas kepentingan pemegang saham lama dan diasumsikan
pemegang saham tersebut bersikap pasif. Ketiga, manajemen bertindak
atas kepentingan pemegang saham lama tetapi diasumsikan bahwa
pemegang saham tersebut menyeimbangkan secara rasional
portfolionya sesuai dengan yang diperoleh dari tindakan perusahaan.
Adanya informasi tersebut membuat tidak relevannya pendanaan
perusahaan atas keputusan investasi yang dilakukan. Tetapi
manajemen harus memperhatikan kepentingan investor dalam menarik
dana dari huar perusahan untuk meningkatkan nilai perusahaan.

C. Hutang dan Ekuitas dalam Keuangan Syariah


Nilai suatu perusahaan, juga nilai suatu obligasi merupakan jumlah
setiap arus kas ekspektasi yang didiskontokan dengan masing-masing
tingkat return ekspektasi selama periode arus kas ekspektasi. Konsepnya
8
www.pustakasarjana.blogspot.com

adalah nilai V ditentukan dengan cara mendiskontokan arus kas perpetual


yang konstan pada rate yang sesuai, masing-masing dirumuskan sebagai
berikut:
1. V (Bisnis) - A/K
2. V (Bond) -A/K
Jika Ka sama dengan Ko, maka arus kas tahunan yang diterima
oleh perusahaan tersebut akan diserahkan sepenuhnya kepada pemegang
obligasi. Hal ini akan menimbulkan persoalan teoretis dalam kehidupan
nyata pada perusahaan yang hanya menggunakan hutang. Tentu saja dunia
nyata tidak sesederhana seperti persamaan di atas. Karena arus kas untuk
pemegang obligasi ditentukan dengan kontrak dan diwajibkan oleh hukum
untuk tetap konstan pada jumlah A (dalam persamaan 1), maka arus kas
yang dihasilkan oleh bisnis (dalam persamaan 2) tidak demikian.
Sebenarnya A dalam persamaan 2 merupakan nilai yang diharapkan dari
semua kemungkinan arus kas berdasarkan kondisi yang berbeda-berbeda,
misalnya kondisi baik atau buruk.
Dengan keganjilan yang dihasilkan pada contoh kasus di atas,
maka terdapat kemungkinan berikut yang akan muncul. Terdapat
kemungkinan bisnis tersebut memperoleh arus kas yang lebih tinggi atau
lebih rendah dari jumlah A. Jika arus kas perusahaan melebihi jumlah A.
maka pemegang obligasi akan tetap berhak menerima sebesar A. Namun,
bagaimana jika arus kas yang dihasilkan perusahaan ternyata kurang dari
jumlah A?
Dalam hal ini, pemegang obligasi hanya dapat berharap menerima
arus kas aktual saja. Karena itu, bagaimana caranya agar pem bayarar
obligasi tersebut lebih aman dan pasti? Jawabannya adalah pembayaran
obligasi perlu dipisahkan dari arus kas perusahaan. Hal ini merupakan
pintu masuk dana yang bersumber dari ekuitas mulai dilibatkan. Jika arus
obligasi tersebut harus dibuat lebih aman dan pasti, maka hanya dapat
dilakukan dengan mengorbankan hal yang lain. Hal tersebut dapat
dilakukan kan dengan salah satu atau kombinasi cara berikut. Pertama,
9
www.pustakasarjana.blogspot.com

mengurang persentase 100% hutang pada contoh di atas, yaitu dengan


menyertakan atau memasukkan ekuitas pemodal lain untuk menjamin
kepastian pembayaran obligasi. Kedua, ditambah dengan cara pertama
tersebut, menyediakan jaminan dengan aset bisnis kunci kepada pemegang
hutang dengan preferensi terhadap pemegang saham.
Seperti halnya obligasi yang berbunga, dalam obligasi syariah juga
berlaku ketentuan bahwa pembayaran kepada pemegang obligasi tersebut
ditetapkan di muka. Dalam hal ini tampaknya menggantikan hutang
konvensional yang mengandung bunga dengan hutang syariah tidak akan
membuat hal tersebut berubah menjadi lebih etis. Kemudian, apakah
penyedia hutang syariah ikut serta menanggung risiko bisnis perusahaan
ataukah dia sama sekali tidak peduli terhadap arus kas bisnis tersebut?
Dapat diketahui bahwa dalam hutang syariah yang menciptakan sarananya
melalui hiyal, seperti jarah dalam bentuk sewa guna pembiayaan. atau
tawarrug, atau bahkan murabahah, tidak ditemui adanya ketentuan berbagi
risiko dengan cara apa pun oleh penyedia dana. Hiyal merupakan metode
terakhir dari empat metode untuk mengkaji dan memukum Islam.
Persoalan tentang etika di atas ditujukan bagi penyedia hutang.
Lalu bagaimana dengan pihak perusahaan? Apakah etis menuntut para
penyedia dana agar mau berbagi risiko bisnis padahal mereka tidak
berpartisipasi dalam pengelolaan bisnis? Para ahli hukum Islam telah
menunjukkan keengganan yang jelas untuk menyampaikan bahwa bentuk-
bentuk hutang syariah di atas tergolong tidak sah atau dilarang, atau paling
tidak dianggap kontroversial. Terlepas dari persoalan legalitas tersebut,
terdapat dimensi lain yang menarik pada hutang syariah tersebut, yang
diulas dibawah ini
Jika dibandingkan antara hutang syariah dengan konvensional,
maka akan ditemukan bahwa produk hutang syariah mengandung kondisi
(syarat) dan batasan tambahan, serta transaksi ganda untuk
mentransformasi produk konvensional ke dalam syariah. Sebagai contoh,
ketika membandingkan antara tawarruq dengan konvensionalnya, yaitu
10
www.pustakasarjana.blogspot.com

hutang berbunga tanpa jaminan, maka produk yang pertama jelas lebih
rumit. Tawarrug terkait dengan sejumlah persyaratan prosedural, misalnya
tahap pembelian produk oleh bank dari vendor sebagai agen dari
pelanggan, tahap penjualan produk berdasarkan cost-plus dan pembayaran
ditangguhkan kepada pelanggan, dan kemudian menjual kembali produk
tersebut di pasar sebagai agen dari pelanggan untuk memperoleh uang
tunai. Tam- bahan prosedural dan persyaratan hukum hiyal selalu
menimbulkan biaya hukum dan biaya transaksi tambahan. Contoh seperti
ini berlaku dan terjadi pada hampir semua produk hutang syariah yang
baru-baru ini muncul dalam dunia bisnis. Dengan uraian ini, dapat
dikatakan bahwa hutang syariah lebih mahal daripada hutang
konvensional.

D. Faktor-faktor yang Memengaruhi Strutur Modal


Sejak munculnya teori struktur modal irrelevance dari MM, maka
banyak alternatif teori bermunculan. Banyak yang memperlihatkan
sejumlah hal tentang pendanaan dengan konsep yang parsial, misalnya
konsep dengan pajak, friksi dalam pasar, biaya perantara, dan lain-lain.
Karena tidak terdapat teori struktur modal yang universal, maka sejumlah
teori berusaha menjelaskan rasio hutang-ekuitas pada perusahaan-
perusahaan yang berbeda.
Meskipun tidak tersedia pedoman yang sederhana tentang
bagaimana seharusnya komposisi struktur modal, namun terdapat berbagai
faktor atau variabel yang diidentifikasi memengaruhi struktur modal
perusahaan. Faktor-faktor tersebut mencakup pajak perusahaan dan
personal, biaya kebangkrutan dan kesulitan keuangan, dan informasi
asimetris.
Penelitian empiris mengenai struktur modal menghasilkan sejumlah
temuan dan di dalamnya tercakup banyak faktor yang berpengaruh
terhadap keputusan struktur modal, yaitu risiko bisnis, fleksibilitas
11
www.pustakasarjana.blogspot.com

finansial, posisi pajak yang dimiliki perusahaan, sikap manajemen,


stabilitas penjualan, struktur aset, profitabilitas, dan ukuran perusahaan.
Berikut ini adalah faktor-faktor hasil temuan sejumlah penelitian tersebut.
1. Risiko bisnis yang dimiliki perusahaan adalah tingkat risiko yang
melekat pada operasi perusahaan apabila menggunakan hutang.
Semakin tinggi risiko bisnis suatu perusahaan, semakin rendah
rasio hutangnya Perusahaan dengan risiko bisnis atau volatilitas
aset yang tinggi mempunyai rasio hutang yang rendah.
2. Fleksibilitas finansial adalah kemampuan perusahaan untuk
memperoleh modal dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan
dalam kondisi-kondisi yang buruk sekalipun.
3. Tarif pajak, yaitu semakin tinggi tarif pajak, maka semakin
terdorong untuk menggunakan hutang. Hal ini disebabkan bunga
hutang yang merupakan biaya dapat mengurangi penghasilan
(EBIT) sehingga akan sangat besar artinya bagi perusahaan yang
memiliki tarif pajak yang tinggi
4. Sikap manajemen, yaitu semakin agresif sikap seorang manajer,
maka akan semakin terdorong untuk menggunakan hutang dalam
upeya untuk meraih laba
5. Stabilitas penjualan, yaitu perusahaan yang memiliki penjualan
yanyg stabil akan dapat dengan aman melakukan hutang dan
mengeluarkan biaya tetap yang lebih tinggi dibandingkan
perusahaan yang penjualannya tidak stabil.
6. Struktur aset, yaitu perusahaan yang asetnya dapat dijadikan
jaminan besar untuk untuk hutang mempunyai kecenderungan
yang lebi menggunakan modal hutang. Leverage semakin
meningkat karena meningkatnya aset berwujud atau rasio aktiva
tetap terhadap total aset.
7. Profitabilitas, yaitu perusahaan dengan return on investment (ROI)
yang tinggi biasanya menggunakan relatif sedikit hutang,
Profitabilitas dan hutang berkorelasi negative.
12
www.pustakasarjana.blogspot.com

8. Ukuran perusahaan, yaitu perusahaan yang berskala besar pada


umumnya lebih mudah memperoleh hutang dibandingkan dari
perusahaan kecil karena terkait dengan tingkat kepercayaan
kreditur pada perusahaan-perusahaan besar. Perusahaan besar juga
cenderung lebih terdiversifikasi dan lebih tahan terhadap risiko
kebangkrutan. Rasio leverage berhubungan positif dengan ukuran
perusahaan. Perusahaan besar mempunyai rasio leverage yang
tinggi, sedangkan perusahaan yang sedang tumbuh mempunyai
rasio leverage yang rendah .

Di samping faktor di atas, besarnya nilai ekspektasi terhadap keun tungan


perusahaan juga merupakan faktor yang memengaruhi keputusan struktur modal
Perusahaan. Artinya, semakin besar nilai ekspektasi terhadap keuntungan
perusahaan, akan semakin besar kemungkinan perusahaan menggunakan hutang.

13
www.pustakasarjana.blogspot.com

DAFTAR PUSTAKA

Semua referensi diambil dalam buku:


Najmudin, Manajemen Keuangan dan Aktualisasi Syar’iyyah Modern, 2011,
Yogyakarta.

14

Anda mungkin juga menyukai