Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

EKONOMI DAN AKUNTANSI SYARIAH

AKAD MUSYARAKAH

DISUSUN OLEH

Muhammad Ravi Kurniawan C1C020121

Kartika Ayuning Tiar C1C020082

Syafira Putri Kinanti C1C020

S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BENGKULU
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan pada Allah SWT. Hanya kepada-Nya lah kami memuji dan
hanya kepada-Nya lah kami memohon pertolongan. Tidak lupa shalawat serta salam kami
haturkan pada junjungan nabi agung kita, Nabi Muhammad SAW. Risalah beliau lah yang
bermanfaat bagi kita semua sebagai petunjuk menjalani kehidupan.

Dengan pertolongan-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari setiap pembaca agar perbaikan dapat dilakukan dengan
baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................................................. ii
BAB I Pendahuluan ..................................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................................. 1
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................................................. 2
BAB II Pembahasan ..................................................................................................................................... 3
2.1 Pengertian Akad Musyarakah ........................................................................................................... 3
2.2 Dasar Hukum Dalam Akad Musyarakah ............................................................................................ 3
2.3 Rukun dan Syarat dalam Akad Musyarakah ...................................................................................... 4
2.4 Jenis Akad Musyarakah ..................................................................................................................... 6
2.5 Penetapan Akad Nisbah dalam Musyarakah ..................................................................................... 7
2.6 Pedoman Akuntansi Terhadap Akad Musyarakah (PSAK 106) .......................................................... 8
2.7 Penjurnalan Transaksi Musyarakah................................................................................................... u
BAB III Penutup ........................................................................................................................................... y
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................................................... y
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................................ z
BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Secara etimologis, musyarakah adalah penggabungan, percampuran, atau syarikat.
Musyarakah berarti kerjasama kemitraan atau dalam bahasa inggris disebut partnership.
Adapun secara terminologis, musyarakah adalah kerjasama usaha antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kintribusi
dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai
dengan kesepakatan, menurut pendapat dari Khotibul Umum, Musyarakah adalah
penanaman dana dari pemilik dana atau modal untuk mencampurkan dana atau modal
mereka pada suatu usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah
yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung semua pemilik dana
atau modal berdasarkan bagian dana atau modalnya masing-masing.

Akad adalah ketetarikan antara penawaran dan penerimaan kepemilikan. Akad sangatlah
penting, jika terjadi suatu permasalahan dikemudian hari maka yang menjadi acuan
dalam penyelesaian masalah berpedoman kepada Akad yang telah dibuat. Oleh karena itu
dalam pembuatan akad harus benar-benar dimengerti apa yang tertulis dan tertuang
dalam akad tersebut. Karena apabila akad telah ditandatangani itu artinya pihak yang
menandatangani sudah setuju dengan apa yang tertuang dalam akad tersebut.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa dalam bermuamalah sangatlah
penting untuk mengenal apa itu akad musyarakah agar kegiatan bermuamalah menjadi
lebih kuat bestruktur mulai dari membangun pondasi yang kuat, baik dari individu
maupun masyarakat secara keseluruhan serta memperluas cakupan kegiataannya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian dari akad musyarakah?
2. Apakah dasar hukum dalam akad musyarakah?
3. Apa saja rukun dan syarat dari akad musyarakah?
4. Apa saja jenis akad musyarakah?
5. Bagaimana penetapan akad nisbah dalam musyarakah?
6. Bagaimana pedoman akuntansi terhadap akad musyarakah (PSAK 106)
7. Bagaimana penjurnalan transaksi musyarakah?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui dengan jelas pengertian akad musyarakah
2. Mengetahui dasar hukum dalam akad musyarakah
3. Mengatahui rukun dan syarat dari akad musyarakah
4. Mengetahui jenis akad musyarakah
5. Mengetahui penetapan akad nisbah dalam musyarakah
6. Mengetahui pedoman akuntansi terhadap akad musyarakah (PSAK 106)
7. Mengetahui penjurnalan transaksi musyarakah
BAB II

Pembahasan

2.1 Pengertian Akad Musyarakah


Musyarakah berasal dari kata syirkah disebut juga syarikah yang artinya akad kerja sama
anatara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung
bersama sesuai dengan porsi kontribusi dana atau kesepakatannya bersama.

Berdasarkan PSAK No. 106, Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian
berdasarkan porsi kontribusi dana.

2.2 Dasar Hukum Dalam Akad Musyarakah


1.Al-Quran

a. QS. Shad’[38] : 12

“… sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagiannya mereka


berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini…”

2. Hadis Nabi Muhammad SAW

“Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: sesunguhnya Allah Azza Wa Jalla
berfirman: aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak
mengkhianati lainnya” (HR. Abu Daud)

Maksud dari Hadis Sahi ini adalah Allah akan menjaga dan menolong dua orang yang
bersekutu dan menurunkan berkah pada pandangan mereka. Jika salah seorang yang
bersekutu itu menghianati temannya, Allah SWT., akan menghilangkan pertolongan dan
keberhakan tersebut.

3. Ijmak Ulama

Ulama Islam telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global


walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya. Ibnu Qudamah
dalam Kitabnya al-Mughni telah berkata : “Kaum Muslimin telah berkonsensus terhadap
legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan dalam beberapa
elemen darinya.

4. Kaidah Fikih

“Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilaksanakan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.”

2.3 Rukun dan Syarat dalam Akad Musyarakah


1. Rukun dalam Akad Musyarakah

Mayoritas ulama berpendapat bawa rukun syirkah ada empat yaitu: shighat, dua
orang yang melakukan transaksi atau aqidain dan objek yang ditransaksikan. Sedangkan
menurut ijmak (kesepakatan) ulama syarat-syarat Syirkah ialah sebagai berikut:

 Shighat
Shighat yaitu ungkapan yang keluar dari masing-masing kedua pihak yang
bertransaksi yang menunjukkan kehendak untuk melaksanakannya. Shighat terdiri
dari ijab dan qabul yang sah baik berupa perbuatan (serah terima) maupun ucapan.
Ijab qabul diartikan pula sebagai pernyataan dan ekspresi saling rida/rela di antara
pihak- pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui
korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
 Aqidain
Aqidain adalah dua pihak yang melakukan transaksi. Syirkah tidak sah kecuali
dengan adanya kedua belah pihak ini. Ketentuan untuk aqidain ini ialah layak
untuk melakukan transaksi (cakap hukum). Dalam Islam yang orang yang
dianggap cakap hukum yaitu orang yang sudah balig, berakal, pandai, dan tidak
dicekal untuk membelanjakan harta (tidak di bawah pengampuan).
 Objek syirkah/Modal Syirkah
Objek syirkah yakni modal pokok biasanya berupa harta atau kerja. Modal pokok
syirkah harus ada serta tidak boleh berupa harta yang terutang atau benda yang
tidak diketahui karena tidak dapat dijalankan atau dimanfaatkan.
 Nishbah

2. Syarat dalam Akad Musyarakah

Beberapa syarat musyarakah menurut Utsmani yang dikutip Askarya, antara lain :
a. Syarat akad. Karena musyarakah merupakan hubungan yang dibentuk oleh para
mitra melalui kontrak/akad yang disepakati bersama, otomatis empat syarat akad
yaitu,

1. Syarat berlakunya akad (In‟iqad)

2. Syarat sahnya Akad

3. Syarat terealisasinya akad (Nafadz)

4. Syarat lazim.

b. Pembagian Proporsi Keuangan

 Proporsi keuntungan yang dibagikan kepada mitra usaha harus


disepakati di awal kontrak atau akad. Jika proporsi belum
ditetapkan, akad tidak sah menurut syariah
 Rasio atau nisbah keuntungan untuk masing-masing mitra usaha
harus ditetapkan sesuai dengan keuntungan nyata (riil) yang
diperoleh dari usaha, dan tidak ditetapkan berdasarkan modal yang
disertakan. Tidak diperbolehkan untuk menetapkan lump sum
untuk mitra tertentu atau tingkat keuntungan tertentu yang
dikaitkan dengan modal investasinya.

c. Penentuan Proporsi Keuangan

 Imam Malik dan iman Syafi’i berpendapat bahwa proporsi


keuntungan dibagi di antara mereka menurut kesepakatan yang
ditentukan sebelumnya dalam akad sesuai dengan proporsi modal
yang disertakan.
 Imam Ahmad bin Hambal berpendapat bahwa proporsi keuntungan
dapat pula berbeda dari proporsi modal yang mereka sertakan.
 Imam Abu Hanifah, yang dapat dikatakan sebagai pendapat
tengah-tengah, berpendapat bahwa proporsi keuntungan dapat
berbeda dari proporsi modal. Sebagai contoh: mitra yang memilih
untuk menjadi mitra pasif.
d. Pembagian Kerugian

Para ahli Hukum Islam sepakat bahwa setiap mitra menanggung kerugian
sesuai dengan proporsi modal atau investasinya.

e. Sifat Modal

Sebagian besar ahli Hukum Islam berpendapat bahwa, modal yang


diinvestasikan oleh setiap mitra harus dalam bentuk modal liquid. berarti bahwa
akad musyarakah hanya dapat dengan uang dan tidak dapat dengan komoditas.

f. Manajemen Musyarakah

Prinsip normal dari musyarakah bahwa setiap mitra mempunyai hak untuk
ikut serta dalam manajemen dan bekerja untuk perusahaan patungan ini.

2.4 Jenis Akad Musyarakah


1. Syirkah al-Inan

Dimana dua orang atau lebih memberikan penyertaan modal nya dengan porsi
yang berbeda, dengan bagi hasil keuntungan yang di sepakati bersama, dan kerugian yang
di derita akan di tanggung sesuai dengan besar nya porsi modal nya masing-masing.
Dalam hal pekerjaan dan tanggung jawab dapat di tentukan dengan kesepakatan bersama
dan tidak tergantung dari porsi modal nya, begitu juga dengan keuntungan yang di dapat,
tidak tergantung dari porsi modal, di sesuai kan dengan perjanjian di muka.

Setiap mitra pada syirkah al-inan ini bertindak sebagai wakil daripada mitra yang
lain nya dalam hal modal dan pekerjaan yang di lakukan untuk keperluan transaksi bisnis
nya. Setiap mitra tidak saling memberikan jaminan pada masing masing mitra bisnisnya.
Akad musyarakah ini tidak mengikat dan pada saat tertentu, setiap partner/mitra bisnis
berhak memutuskan untuk mengundurkan diri dan membatalkan kontrak kerjasama ini
dan menjual saham nya kepada mitra nya atau pihak yang lain yang bersedia menjadi
mitra baru dari usaha bisnis tersebut.

2. Syirkah al-Mufawadah

setiap partner menyertakan modal yang sama nilai nya, mendapatkan profit sesuai
dengan modal nya, begitu juga dengan kerugian, di tanggung bersama-sama sesuai
dengan modal nya. Para Ulama dari Mazhab Hanafi mengatakan bahwa setiap partner
saling menjamin/ garansi bagi partner yang lain nya.
Pada aplikasi modern jenis syirkah ini dapat diimplementasikan sepanjang hak
dan kewajiban dari masing-masing partner di sebutkan pada perjanjian kontrak kerjasama
nya. Sesungguh nya syirkah jenis mufawadah sangat sulit di applikasikan karena mulai
dari modal, kerja dan keahlian dari setiap partner dalam mengelola bisnis harus semuanya
sama porsinya.

3. Musyarakah al-Wujuh

merupakan persekutuan dua pihak atau lebih dalam keuntungan dari apa yang
mereka beli dengan nama baik mereka. Alur transaksinya, diawali dengan persekutuan
atau kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk membeli barang dengan nama baik
salah satu atau semua pihak yang bersekutu atau dengan kepercayaan pedagang kepada
mereka tanpa menggunakan uang (kredit). Kemudian, pihak yang membeli barang
tersebut menjualnya. Keuntungan yang didapat dari hasil penjualan dibagikan kepada
para pihak yang bersekutu dan pedagang. Jenis musyarakah ini tidak membutuhkan
modal karena pembelian dilakukan secara kredit. Oleh karenanya, musyarakah ini sering
disebut sebagai musyarakah piutang.

4. Musyarakah al-Mufawadhah

merupakan persekutuan di mana masing- masing pihak beraliansi memiliki


jumlah modal dan usaha yang sama dari mulai berjalannya persekutuan sampai
akhir. Dengan demikian, syarat utama dari jenis musyarakah ini adalah kesamaan modal
yang disertakan, kerja, tanggun jawab, dan beban utang dibagi masing-masing pihak.
Berdasarkan perubahan porsi modal orang yang bersekutu, musyarakah dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu musyarakah permanen dan musyarakah menurun.

2.5 Penetapan Akad Nisbah dalam Musyarakah


a. Pembagian Keuntungan Proporsional sesuai Modal

Dengan cara ini, keuntungan harus dibagi diantara para mitra secara proporsional
sesuai modal yang disetorkan, tanpa memandang apakah suatu jumlah pekerjaan yang
dilaksanakan oleh para mitra sama ataupun tidak sama. Apabila salah satu pihak
menyetokran modal lebih besar, maka pihak tersebut akan mendapatkan proporsi laba
yang lebih besar. Jika para mitra mengatakan “keuntungan akan dibagi diantara kita”,
berati keuntungan akan di alokasikan menurut porsi modal masing-masing mitra.
b. Pembagian Keuntungan Tidak Proporsional dengan Modal

Dengan cara ini, dalam penentuan nisbah yang dipertimbangkan bukan hanya
modal yang disetorkan, tapi juga tanggung jawab, pengalaman, kompetensi atau waktu
kerja yang lebih panjang. Nisbah bisa ditentukan sama untuk setiap mitra 50:50 atau
berbeda 70:30 misalnya proporsional dengan modal masing-masing mitra. Begitu para
mitra sepakat atas nisbah tertentu berarti dasar inilah yang digunakan untuk pembagian
keuntungan.

2.6 Pedoman Akuntansi Terhadap Akad Musyarakah (PSAK 106)


Pedoman akuntansi untuk musyarakah menurutPernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) No. 106 meliputi:

a. Karakteristik pembiayaan Musyarakah

1) Para mitra (syarik) bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai suatu


usaha tertentu dalam musyarakah, baik usaha yang sudah berjalan maupun yang baru.
Selanjutnya mitra dapat mengembalikan dana tersebut dan bagi hasil yang telah
disepakati nisbahnya secara bertahap atau sekaligus kepada entitas (mitra lain).

2) Investasi musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas, atau aset
nonkas, termasuk aset tidak berwujud, seperti lisensi dan hak paten.

3) Karena setiap mitra tidak dapat menjamin dana mitra lainnya, maka setiap
mitra dapat meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau
kesalahan yang disengaja. Beberapa hal yang menunjukkan adanya kesalahan yang
disengaja ialah:

a) Pelanggaran terhadap akad antara lain penyalahgunaan dana investasi,


manipulasi biaya, dan pendapatan operasional

b) Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah

4) Jika tidak terdapat kesepakatan antara pihak yang bersengketa maka kesalahan
yang disengaja harus dibuktikan berdasarkan keputusan institusi yang berwenang.

5) Pendapatan usaha musyarakah dibagi di antara para mitra secara proporsional


sesuai dengan dana yang disetorkan (baik berupa kas maupun aset nonkas lainnya)
atau sesuai nisbah yang disepakati oleh para mitra. Sedangkan rugi dibebankan
secara proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan (baik berupa kas maupun
aset nonkas lainnya).

6) Jika salah satu mitra memberikan kontribusi atau nilai lebih dari mitra lainnya
dalam akad musyarakah maka mitra tersebut dapat memperoleh keuntungan lebih
besar untuk dirinya. Bentuk keuntungan lebih tersebut dapat berupa pemberian porsi
keuntungan yang lebih besar dari porsi dananya atau bentuk tambahan keuntungan
lainnnya.

7) Porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan nisbah yang
disepakati dari pendapatan usaha yang diperoleh selama periode akad bukan dari
jumlah investasi yang disalurkan.

8) Pengelola musyarakah mengadministrasikan transaksi usaha yang terkait


dengan investasi musyarakah yang dikelola dalam pembukuan tersendiri. Artinya
dalam pembiayaan musyarakah ini para mitra telah sepakat untuk mengumpulkan
modal mereka dan bersama-sama menjalankan suatu usaha tertentu, investasi dapat
berupa kas atau non kas, dan apabila ada kerugian maka akan ditanggung bersama,
olehkarena itu mitra diwajibkan untuk memberikan jaminan sebagai alat pengaman
dalam suatu akad.

b. Pengakuan dan Pengukuran pembiayaan musyarakah

1) Pengakuan pembiayaan musyarakah adalah Investasi Musyarakah diakui pada


saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada mitra aktif musyarakah.
Maksudnya adalah dana yang diberikan kepada anggota dalam pembiayaan musyarakah
diakui sebagai bentuk investasi BMT

2) Pengukuran pembiayaanmusyarakah

a) Aset musyarakah dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang


dibayarkan, aset musyarakah non kas:

(1) diukur sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai
wajar dan nilai tercatat aset nonkas, maka selisih tersebut diakui sebagai
keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama masa akad; atau kerugian
pada saat terjadinya.
(2) Investasi musyarakah non kas yang diukur dengan nilai wajar
aset yang diserahkan akan berkurang nilainya sebesar beban penyusutan
atas aset yang diserahkan dikurangi dengan amortisasi keuntungan
tangguhan.

(3) Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya


studi kelayakan) tidak dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah
kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra musyarakah. Artinya dana yang
diberikan kepada anggota dinilai sesuai dengan jumlah yang diberikan.
Misalnya pada pembiayaan dalam bentuk barang dinilai berdasarkan harga
barang pada saat penyerahan.

b) Penyajian dan pengungkapan pembiayaan musyarakah

1) Penyajian pembiayaan musyarakah mitra aktif menyajikan hal-


hal yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan keuangan.
Maksudnya adalah pencatatan pembiayaan musyarakah dalam
laporan keuangan dicatat secara rinci terkait dengan usaha
musyarakah.

2) Pengungkapan pembiayaan musyarakah

a) Mitra mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi


musyarakah, tetapi tidak terbatas, pada:

(1) Isi kesepakatan utama usaha musyarakah,


seperti porsi penyertaan, pembagian hasil usaha, aktivitas
usaha musyarakah, dan lain-lain;

(2) pengelola usaha, jika tidak ada mitra aktif; dan

b) Pengungkapan yang diperlukan sesuai Pernyataan


Standar Akuntansi Keuangan Nomor 101 tentang Penyajian
Laporan Keuangan Syariah (Ikatan Akuntansi Indonesia,
2002: 2-8)

2.7 Penjurnalan Transaksi Musyarakah


Contoh : Pada tanggal 2 Februari 2015, Bu Nasibah menandatangani akad pembiayaan
usaha penggilingan padi (membeli padi, menggiling, selanjutnya menjual beras) dengan Bank
Murni Syariah (BMS) dengan skema musyarakah sebagai berikut :
Nilai Proyek : Rp. 80.000.000

Kontribusi BANK : Rp. 60.000.000

(Pembayaran tahap pertama sebesar Rp. 35.000.000 dilakukan tanggal 12 Februari, pembayaran
tahap kedua sebesar Rp. 25.000.000 dilakukan tanggal 2 Maret)

Kontribusi Bu Nasibah : Rp. 20.000.000

 Nisbah bagi hasil : Bu Nasibah 75% dan BMS 25%


 Periode : 6 Bulan
 Biaya Administrasi : Rp. 600.000 (1% dari pembiayaan bank)
 Objek bagi hasil : Laba Bruto (selisih harga jual beras dikurangi harga
pembelian padi)
 Skema pelaporan dan pembayaran porsi bank : setiap 3 bulan ( 2 bulan kali masa panen)
pada tanggal 2 mei dan 2 agustus 2015
 Skema pelunsan pokok : Musyarakah permanen – dilunasi pada saat akad berakhir
tanggal 2 agustus 2015

1. Saat akad disepakati

2. Saat penyerahan investasi musyarakah oleh bank kepada nasabah

Dalam kasus Bu Nasibah di atas misalkan pada tgl 12 Februari Bank mentransfer
sebesar Rp 35.000.000 ke rekening Bu Nasibah sebagai pembayaran tahap pertama.
Selanjutnya pada tgl 2 Maret, bank syariah menyerahkan dana tahap kedua sebesar Rp
25.000.000
Jurnalnya

3. Saat penerimaan bagi hasil bagian bank


Berikut adalah realisasi laba bruto usaha Bu Nasibah selama 2 kali masa panen
yang dilaporkan pada tanggal 2 Mei 2015 dan 2 Agustus 2015 :

Transaksi di atas dapat diklasifikasikan dalam 2 bentuk :

• Masa panen I, penerimaan bagi hasil yang pembayarannya dilakukan bersamaan dengan
pelaporan bagi hasil

• Masa panen II, penerimaan bagi hasil yang waktu pembayarannya berbeda dengan
tanggal pelaporan bagi hasil.

4. Saat akad berakhir

a. Jika nasabah pembiayaan mampu mengembalikan modal musyarakah bank


Misalkan pada tgl 2 Agustus 20XA, saat jatuh tempo Bu Nasibah melunasi
investasi musyarakah sebesar Rp 60.000.000. Maka jurnal transaksi tersebut
adalah:
b. Jika nasabah pembiayaan tidak mampu mengembalikan modal musyarakah
bank. Misalkan pada Bu Nasibah tidak mampu melunasi modal musyarakah
bank, maka jurnal pada saat jatuh tempo tersebut adalah :
BAB III

Penutup

3.1 Kesimpulan
Akad musyarakah sebagai akad kerja sama antara kedua belah pihak atau lebih untuk
menjalankan usaha tertentu dengan tujun mencapai keuntungan di masing-masing pihak
memberikan kontribusi modal dan kerja. Setiap mitra harus memberikan kontribusi dalam pekerjaan
dan ia menjadi wakil mitra lain yaitu sebagai agen bagi usaha kemitraan. Oleh karena itu seorang
mitra tidak bisa lepas tangan dari aktifitas yang dilakukan mitra lainnya dalam menjalankan aktivitas
bisnis yang normal. Apabila usaha tersebut untung maka keuntungan tersebut akan dibagikan
kepada para mitra sesuai dengan nisbah yang telah disepakati bersama, sedangkan bila mengalami
kerugian maka akan dikontribusikan pada para mitra sesuai dengan porsi modal dari setiap mitra.

Sepanjang seluruh rukun dan ketentuan syari’ahnya terpenuhi, musyarakah adalah transaksi
yang halal, hal ini berdasarkan sumber dari Al-Qur’an dan Hadits, serta Ijmak Ulama. Untuk
pencatatan akuntansi musyarakah telah diatur dalam PSAK No.106. Tanggung jawab pencatatan
berada di pihak mitra aktif sebagai pengelola. Namun, jika mitra aktif memilih melakukannya sendiri,
mitra aktif harus melakukannya secara terpisah dengan catatan lainnya, minimal ada buku
pembantu yang berfungsi untuk melakukan pencatatan terpisah untuk transaksi musyarakah
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Sri Nurhayati, Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2014).

Yaya R, Martawiredja A.E., Abdurahim A. (2009).Akuntansi Perbankan Syariah : Teori dan Praktik
Kontemporer, Salemba Empat

Blogspot.com (2016, 3 juni) Akad Musyarakah. Diakses pada 31 Agustus 2022 dari
http://luluxzcliq.blogspot.com/2016/06/akadmusyarokah.html#:~:text=Penetapan%20nisbah%20dala
m%20akad%20musyarokah,keuntungan%20tidak%20proporsional%20dengan%20modal.&text=Perl
akuan%20akuntansi%20untuk%20transaksi%20musyarakah,mitra%20aktif%20dan%20mitra%20pa
sif

KAJIANPUSTAKA.COM (2020, 05 Oktober) Pengertian, Hukum, Rukun, Syarat, Jenis, Musyarakah.


Diakses pada 31 Agustus 2022 dari
https://www.kajianpustaka.com/2020/10/musyarakah.html#:~:text=Dasar%20Hukum%20Musyaraka
h&text=Artinya%3A%20%22Nabi%20SAW%20bersabda%2C,tersebut%20apabila%20salah%20seo
rang%20menghianatinya

Mysharing.co (2016) Jenis-Jenis Musyarakah. Diakses pada 31 Agustus 2022 dari


https://keuangansyariah.mysharing.co/mengenal-jenis-jenis-akad-musyarakah/

Anda mungkin juga menyukai