AKAD MUSYARAKAH
DISUSUN OLEH
S1 AKUNTANSI
UNIVERSITAS BENGKULU
Kata Pengantar
Puji dan syukur kami panjatkan pada Allah SWT. Hanya kepada-Nya lah kami memuji dan
hanya kepada-Nya lah kami memohon pertolongan. Tidak lupa shalawat serta salam kami
haturkan pada junjungan nabi agung kita, Nabi Muhammad SAW. Risalah beliau lah yang
bermanfaat bagi kita semua sebagai petunjuk menjalani kehidupan.
Dengan pertolongan-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari setiap pembaca agar perbaikan dapat dilakukan dengan
baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.
DAFTAR ISI
Pendahuluan
Akad adalah ketetarikan antara penawaran dan penerimaan kepemilikan. Akad sangatlah
penting, jika terjadi suatu permasalahan dikemudian hari maka yang menjadi acuan
dalam penyelesaian masalah berpedoman kepada Akad yang telah dibuat. Oleh karena itu
dalam pembuatan akad harus benar-benar dimengerti apa yang tertulis dan tertuang
dalam akad tersebut. Karena apabila akad telah ditandatangani itu artinya pihak yang
menandatangani sudah setuju dengan apa yang tertuang dalam akad tersebut.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa dalam bermuamalah sangatlah
penting untuk mengenal apa itu akad musyarakah agar kegiatan bermuamalah menjadi
lebih kuat bestruktur mulai dari membangun pondasi yang kuat, baik dari individu
maupun masyarakat secara keseluruhan serta memperluas cakupan kegiataannya.
Pembahasan
Berdasarkan PSAK No. 106, Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian
berdasarkan porsi kontribusi dana.
a. QS. Shad’[38] : 12
“Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: sesunguhnya Allah Azza Wa Jalla
berfirman: aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak
mengkhianati lainnya” (HR. Abu Daud)
Maksud dari Hadis Sahi ini adalah Allah akan menjaga dan menolong dua orang yang
bersekutu dan menurunkan berkah pada pandangan mereka. Jika salah seorang yang
bersekutu itu menghianati temannya, Allah SWT., akan menghilangkan pertolongan dan
keberhakan tersebut.
3. Ijmak Ulama
4. Kaidah Fikih
“Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilaksanakan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.”
Mayoritas ulama berpendapat bawa rukun syirkah ada empat yaitu: shighat, dua
orang yang melakukan transaksi atau aqidain dan objek yang ditransaksikan. Sedangkan
menurut ijmak (kesepakatan) ulama syarat-syarat Syirkah ialah sebagai berikut:
Shighat
Shighat yaitu ungkapan yang keluar dari masing-masing kedua pihak yang
bertransaksi yang menunjukkan kehendak untuk melaksanakannya. Shighat terdiri
dari ijab dan qabul yang sah baik berupa perbuatan (serah terima) maupun ucapan.
Ijab qabul diartikan pula sebagai pernyataan dan ekspresi saling rida/rela di antara
pihak- pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui
korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
Aqidain
Aqidain adalah dua pihak yang melakukan transaksi. Syirkah tidak sah kecuali
dengan adanya kedua belah pihak ini. Ketentuan untuk aqidain ini ialah layak
untuk melakukan transaksi (cakap hukum). Dalam Islam yang orang yang
dianggap cakap hukum yaitu orang yang sudah balig, berakal, pandai, dan tidak
dicekal untuk membelanjakan harta (tidak di bawah pengampuan).
Objek syirkah/Modal Syirkah
Objek syirkah yakni modal pokok biasanya berupa harta atau kerja. Modal pokok
syirkah harus ada serta tidak boleh berupa harta yang terutang atau benda yang
tidak diketahui karena tidak dapat dijalankan atau dimanfaatkan.
Nishbah
Beberapa syarat musyarakah menurut Utsmani yang dikutip Askarya, antara lain :
a. Syarat akad. Karena musyarakah merupakan hubungan yang dibentuk oleh para
mitra melalui kontrak/akad yang disepakati bersama, otomatis empat syarat akad
yaitu,
4. Syarat lazim.
Para ahli Hukum Islam sepakat bahwa setiap mitra menanggung kerugian
sesuai dengan proporsi modal atau investasinya.
e. Sifat Modal
f. Manajemen Musyarakah
Prinsip normal dari musyarakah bahwa setiap mitra mempunyai hak untuk
ikut serta dalam manajemen dan bekerja untuk perusahaan patungan ini.
Dimana dua orang atau lebih memberikan penyertaan modal nya dengan porsi
yang berbeda, dengan bagi hasil keuntungan yang di sepakati bersama, dan kerugian yang
di derita akan di tanggung sesuai dengan besar nya porsi modal nya masing-masing.
Dalam hal pekerjaan dan tanggung jawab dapat di tentukan dengan kesepakatan bersama
dan tidak tergantung dari porsi modal nya, begitu juga dengan keuntungan yang di dapat,
tidak tergantung dari porsi modal, di sesuai kan dengan perjanjian di muka.
Setiap mitra pada syirkah al-inan ini bertindak sebagai wakil daripada mitra yang
lain nya dalam hal modal dan pekerjaan yang di lakukan untuk keperluan transaksi bisnis
nya. Setiap mitra tidak saling memberikan jaminan pada masing masing mitra bisnisnya.
Akad musyarakah ini tidak mengikat dan pada saat tertentu, setiap partner/mitra bisnis
berhak memutuskan untuk mengundurkan diri dan membatalkan kontrak kerjasama ini
dan menjual saham nya kepada mitra nya atau pihak yang lain yang bersedia menjadi
mitra baru dari usaha bisnis tersebut.
2. Syirkah al-Mufawadah
setiap partner menyertakan modal yang sama nilai nya, mendapatkan profit sesuai
dengan modal nya, begitu juga dengan kerugian, di tanggung bersama-sama sesuai
dengan modal nya. Para Ulama dari Mazhab Hanafi mengatakan bahwa setiap partner
saling menjamin/ garansi bagi partner yang lain nya.
Pada aplikasi modern jenis syirkah ini dapat diimplementasikan sepanjang hak
dan kewajiban dari masing-masing partner di sebutkan pada perjanjian kontrak kerjasama
nya. Sesungguh nya syirkah jenis mufawadah sangat sulit di applikasikan karena mulai
dari modal, kerja dan keahlian dari setiap partner dalam mengelola bisnis harus semuanya
sama porsinya.
3. Musyarakah al-Wujuh
merupakan persekutuan dua pihak atau lebih dalam keuntungan dari apa yang
mereka beli dengan nama baik mereka. Alur transaksinya, diawali dengan persekutuan
atau kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk membeli barang dengan nama baik
salah satu atau semua pihak yang bersekutu atau dengan kepercayaan pedagang kepada
mereka tanpa menggunakan uang (kredit). Kemudian, pihak yang membeli barang
tersebut menjualnya. Keuntungan yang didapat dari hasil penjualan dibagikan kepada
para pihak yang bersekutu dan pedagang. Jenis musyarakah ini tidak membutuhkan
modal karena pembelian dilakukan secara kredit. Oleh karenanya, musyarakah ini sering
disebut sebagai musyarakah piutang.
4. Musyarakah al-Mufawadhah
Dengan cara ini, keuntungan harus dibagi diantara para mitra secara proporsional
sesuai modal yang disetorkan, tanpa memandang apakah suatu jumlah pekerjaan yang
dilaksanakan oleh para mitra sama ataupun tidak sama. Apabila salah satu pihak
menyetokran modal lebih besar, maka pihak tersebut akan mendapatkan proporsi laba
yang lebih besar. Jika para mitra mengatakan “keuntungan akan dibagi diantara kita”,
berati keuntungan akan di alokasikan menurut porsi modal masing-masing mitra.
b. Pembagian Keuntungan Tidak Proporsional dengan Modal
Dengan cara ini, dalam penentuan nisbah yang dipertimbangkan bukan hanya
modal yang disetorkan, tapi juga tanggung jawab, pengalaman, kompetensi atau waktu
kerja yang lebih panjang. Nisbah bisa ditentukan sama untuk setiap mitra 50:50 atau
berbeda 70:30 misalnya proporsional dengan modal masing-masing mitra. Begitu para
mitra sepakat atas nisbah tertentu berarti dasar inilah yang digunakan untuk pembagian
keuntungan.
2) Investasi musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas, atau aset
nonkas, termasuk aset tidak berwujud, seperti lisensi dan hak paten.
3) Karena setiap mitra tidak dapat menjamin dana mitra lainnya, maka setiap
mitra dapat meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau
kesalahan yang disengaja. Beberapa hal yang menunjukkan adanya kesalahan yang
disengaja ialah:
4) Jika tidak terdapat kesepakatan antara pihak yang bersengketa maka kesalahan
yang disengaja harus dibuktikan berdasarkan keputusan institusi yang berwenang.
6) Jika salah satu mitra memberikan kontribusi atau nilai lebih dari mitra lainnya
dalam akad musyarakah maka mitra tersebut dapat memperoleh keuntungan lebih
besar untuk dirinya. Bentuk keuntungan lebih tersebut dapat berupa pemberian porsi
keuntungan yang lebih besar dari porsi dananya atau bentuk tambahan keuntungan
lainnnya.
7) Porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan nisbah yang
disepakati dari pendapatan usaha yang diperoleh selama periode akad bukan dari
jumlah investasi yang disalurkan.
2) Pengukuran pembiayaanmusyarakah
(1) diukur sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai
wajar dan nilai tercatat aset nonkas, maka selisih tersebut diakui sebagai
keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama masa akad; atau kerugian
pada saat terjadinya.
(2) Investasi musyarakah non kas yang diukur dengan nilai wajar
aset yang diserahkan akan berkurang nilainya sebesar beban penyusutan
atas aset yang diserahkan dikurangi dengan amortisasi keuntungan
tangguhan.
(Pembayaran tahap pertama sebesar Rp. 35.000.000 dilakukan tanggal 12 Februari, pembayaran
tahap kedua sebesar Rp. 25.000.000 dilakukan tanggal 2 Maret)
Dalam kasus Bu Nasibah di atas misalkan pada tgl 12 Februari Bank mentransfer
sebesar Rp 35.000.000 ke rekening Bu Nasibah sebagai pembayaran tahap pertama.
Selanjutnya pada tgl 2 Maret, bank syariah menyerahkan dana tahap kedua sebesar Rp
25.000.000
Jurnalnya
• Masa panen I, penerimaan bagi hasil yang pembayarannya dilakukan bersamaan dengan
pelaporan bagi hasil
• Masa panen II, penerimaan bagi hasil yang waktu pembayarannya berbeda dengan
tanggal pelaporan bagi hasil.
Penutup
3.1 Kesimpulan
Akad musyarakah sebagai akad kerja sama antara kedua belah pihak atau lebih untuk
menjalankan usaha tertentu dengan tujun mencapai keuntungan di masing-masing pihak
memberikan kontribusi modal dan kerja. Setiap mitra harus memberikan kontribusi dalam pekerjaan
dan ia menjadi wakil mitra lain yaitu sebagai agen bagi usaha kemitraan. Oleh karena itu seorang
mitra tidak bisa lepas tangan dari aktifitas yang dilakukan mitra lainnya dalam menjalankan aktivitas
bisnis yang normal. Apabila usaha tersebut untung maka keuntungan tersebut akan dibagikan
kepada para mitra sesuai dengan nisbah yang telah disepakati bersama, sedangkan bila mengalami
kerugian maka akan dikontribusikan pada para mitra sesuai dengan porsi modal dari setiap mitra.
Sepanjang seluruh rukun dan ketentuan syari’ahnya terpenuhi, musyarakah adalah transaksi
yang halal, hal ini berdasarkan sumber dari Al-Qur’an dan Hadits, serta Ijmak Ulama. Untuk
pencatatan akuntansi musyarakah telah diatur dalam PSAK No.106. Tanggung jawab pencatatan
berada di pihak mitra aktif sebagai pengelola. Namun, jika mitra aktif memilih melakukannya sendiri,
mitra aktif harus melakukannya secara terpisah dengan catatan lainnya, minimal ada buku
pembantu yang berfungsi untuk melakukan pencatatan terpisah untuk transaksi musyarakah
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Sri Nurhayati, Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2014).
Yaya R, Martawiredja A.E., Abdurahim A. (2009).Akuntansi Perbankan Syariah : Teori dan Praktik
Kontemporer, Salemba Empat
Blogspot.com (2016, 3 juni) Akad Musyarakah. Diakses pada 31 Agustus 2022 dari
http://luluxzcliq.blogspot.com/2016/06/akadmusyarokah.html#:~:text=Penetapan%20nisbah%20dala
m%20akad%20musyarokah,keuntungan%20tidak%20proporsional%20dengan%20modal.&text=Perl
akuan%20akuntansi%20untuk%20transaksi%20musyarakah,mitra%20aktif%20dan%20mitra%20pa
sif