Anda di halaman 1dari 13

MUSYARAKAH

“Fikih Muamalah Kontemporer”

Denissa Salsabila Maulina : 210105020117


Puput Novia Rahmawati : 210105020158
Shophia Mitha Indriyani : 210105020093

Dosen pengampu:
Fithriana Syarqawie, Dra, M.HI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN


FAKULATAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PERBANKAN SYARIAH
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga dapat menyelesaikan makalah berjudul “Musyarakah” ini tepat pada waktunya.

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas dari Ibu Fithriana
Syarqawie, Dra, M.HI pada mata kuliah Fikih Muamalah Kontemporer. Selain itu, makalah ini
bertujuan untuk menambah wawasan keilmuan bagi pembaca dan penulis mengenai materi pada
Fikih Muamalah Kontemporer bagian Musyarakah.

Terimakasih kami ucapkan kepada Ibu Fithriana Syarqawie. Dra, M.HI selaku dosen
pengampu mata kuliah Fikih Muamalah Kontemporer yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menmbah ilmu dan wawasan. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membagi ilmunya sehingga dapat menyelesaikan tugas ini.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami tulis masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan membantu untuk kesempurnaan makalah ini.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. ii

DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1


A. Latar Belakang..................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................. 2


A. Pengertian Musyarakah ....................................................................................................... 2
B. Macam-macam Musyarakah .............................................................................................. 5
C. Landasan Hukum Musyarakah. ........................................................................................... 6
D. Musyarakah dalam Fatwa DSN ........................................................................................... 7
E. Berakhirnya Musyarakah.................................................................................................... 8

BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 9


A. Kesimpulan .......................................................................................................................... 9
B. Saran .................................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Musyarakah adalah produk pembiayaan pada Bank Syariah yang berbasis kemitraan.
Pada pembiayaan Musyarakah, kedua belah pihak bersepakat untuk menanamkan modal
dalam jangka waktu tertentu. Adapun pembagian hasil keuntungan berdasarkan pada hasil
dari usaha yang dikelola dari usaha tersebut, dan prosentasenya sesuai dengan kesepakatan
yang telah tertuang dalam akad.

Akad merupakan keterikatan antara penawaran dan penerimaan kepemilikan. Begitu


pentingnya akad, sehingga apabila terjadi permasalahan dikemudian hari maka yang
menjadi acuan penyelesaian masalah berpedoman kepada Akad yang telah dibuat. Karena
itu dalam pembuatan akad harus benar-benar dimengerti apa yang tertulis dan tertuang
dalam akad tersebut, tidak langsung menandatangani akad tanpa memahami apa isi yang
terkandung didalam akad tersebut. Karena bila akad telah ditanda tangani, itu artinya pihak
yang menandatangani sudah setuju dengan apa yang tertuang dalam akad tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Musyarakah?
2. Apa saja macam-macam Musyarakah
3. Apa Dasar Hukum Musyarakah?
4. Bagaimana Fatwa DSN mengenai Musyarakah?
5. Kapan Musyarakah akan berakhir?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa itu Musyarakah
2. Mengetahui apa saja Musyarakah
3. Mengetahui bagaimana Dasar Hukum dalam Musyarakah
4. Mengetahui Ketentuan yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Tentang
Musyarakah
5. Mengetahui apa penyebab Musyarakah berakhir

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Musyarakah

Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan
bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi
kontribusi dana berupa kas maupun aset nonkas yang diperkenankan oleh Syariah.

Musyarakh/syirkah menurut istilah ulama fikih dapat diartikan sebagai berikut:


1. Menurut Ulama Hanafiyah
Musyarakah adalah perjanjian antara dua orang yang melakukan kerjasama pada harta
pkok dan keuntungan.

2. Menurut Ulama Malikiyah


Musyarakah adalah perjanjian yang dilaksanakan antara dua orang atau lebih dengan
dasar saling tolong menolong dalam sebuah usaha dan keuntungannya akan dibagi
bersama.

3. Menurut Ulama Shafi’iyah


Musyarakah adalah kesepakatan hak/saham yang dimiliki oleh dua orang atau lebih
dengan cara yang sudah berlaku

4. Menurut Ulama Hanabilah


Musyarakah adalah perkumpulan/perkongsian hak (saham) atau membelanjakan harta
bersama.

B. Macam-macam Musyarakah

1. Musyarakah Al Amlak (Kepemilikan)


Syirkah Al Amlak atau biasa disebut musyarakah kepemilikan merupakan syirkah yang
mana terdapat dua orang atau lebih bersama-sama memiliki suatu barang tanpa harus
melakukan akad syirkah atau terjadi begitu saja. Syirkah Al-Amlak di bedakan menjadi
dua, yaitu:
a. Musyarakah Al jabradalah musyarakah dua pihak atau lebih yang terjadi karena
adanya peristiwa alami, seperti halnya kematian seseorang yang mewariskan
hartanya. Syirkah ini juga dapat disebut syirkah paksa, karena tidak ada upaya dari
orang-orang tersebut untuk mewujudkan faktor yang menyebabkan kepemilikan
bersama. Kematian adalah faktor alami, bukan dan tidak boleh di usahakan.
b. Musyarakah Ikhtiyariyah adalah suatu bentuk kepemilikan secara bersama yang
timbul karena adanya perbuatan orang-orang berserikat. Seperti halnya hibah dan
pembelian.

2
2. Musyarakah Al ‘Uqud (Akad)
Musyarakah Al ‘Uqud merupakan perjanjian dua pihak maupun lebih untuk
menggabungkan harta guna melakukan usaha/bisnis, hasilnya dibagi baik itu berupa
laba maupun rugi. Pembagian tersebut sesuai yang telah disepakati bersama dalam akta.
Adapun syarat musyarakah Al ’Uqud antara lain :
a. Qabiliyat al-wakalah : dalam musyarakah ini terkandung akad wakalah, karena
tujuannya untuk melakukan bisnis yang tidak mungkin dilakukan kecuali jika
terdapat akad dari masing-masing pihak.
b. Keuntungan dalam musyarakah ini harus ditentukan nisbahnya bagi masing-masing
pihak, jika tidak musyarakah ini termasuk fasid. dan keuntungan tersebut tidak
dibolehkan ditentukan dalam bentuk jumlah tertentu. Misalnya seratus juga atau
duapuluh juta, namun harus dengan nisbah 60:20 atau 50:353

Berdasarkan Ulama Hanafi Musyarakah Al ’Uqud dibedakan menjadi lima, yaitu :


a. Musyarakah Abdan (Al A’mal) Musyarakah Abdan adalah kerjasama dua orang atau
lebih yang memiliki profesi sama atau profesi berbeda tetapi saling mendukung.
Kerjasama ini tanpa melibatkan modal hanya ketrampilan berdasarkan permintaan
atau pesanan. Apabila dalam pekerjaannya memerlukan alat kerja, dan salah satu
syarik menggunakan alat tersebut untuk bekerja, maka alat tersebut tidak boleh
dimasukkan dalam musyarakah. Apabila di bebankan pada perusahaan maka
musyarakah tidak terjadi, melainkan Ijarah.
b. Musyarakah Wujuh
Musyarakah Wujuh adalah suatu kerjasama antara dua orang atau lebih untuh
melakukan usaha perdagangan tanpa menyertakan modal dan ketrampilan, namun
hanya modal kepercayaan. Pada kerjasama ini biasanya para pihak memiliki reputasi
atau nama baik dalam kredibilitas bisnis maupun ketokohannya, dengan adanya hal
tersebut dapat menjadikan daya tarik pihak lain untuk berpartisipasi guna mendukung
perusahaan yang bersangkutan. Sedangkan untuk keuntungan dibagi terdasarkan
kesepakatan, dan pihak yang melibatkan kredibilitas usaha tidak dibebani kerugian.
Di dalam musyarakah Wujuh terdapat beberapa hukum dalam kerjasamanya, antara
lain:
1) Apabila akad yang dilakukan akad jual beli, maka jual beli yang dijalankan
tersebut dinamakan jual-beli tangguh, yang pembayarannya dilakukan di masa
mendatang.
2) Dalam musyarakah ini terkandung akad wakalah, yaitu pemilik barang dagangan
memberikan izin untuk kedua pebisnis yang memiliki kredibilitas usaha untuk
menjual barang dagangannya di tempat lain.
3) Kedua pebisnis akan menjual barang dagangannya ditempat lain dan keuntungan
dibagi dibagi sesuai kesepakatan.

3. Musyarakah ‘Inan

3
Musyarakah ‘Inan merupakan kerjasama modal, jadi masing-masing syarik
menyediakan dana/barang untuk dijadikan modal usaha. Namun modal tersebut tidak
harus sama dan masing-masing pihak berhak mendapatkan hasil usaha (laba/rugi) yang
dibagi bersama secara proporsional sesuai kesepakatan. Adapun syarat musyarakah
‘Inan antara lain :
a. Masing-masing pihak diperbolehkan membuat syaratsyarat yang berkaitan dengan
bidang usaha baik itu berupa larangan maupun yang boleh dilakukan oleh masing-
masing pihak syarik.
b. Pembagian hasil dilakukan secara proporsional.
c. Kerusakan harta yang dijadikan modal usaha dalam perkongsian menjadi sebab
batalnya musyarakah, karena harta tersebut rusak sebelum disatukan.
d. Membuat izin bersama, seperti halnya di antara syarik dapat membuat aturan
tertentu. Hal tersebut bisa berupa: dibolehkan melakukan jual-beli, membeli barang
lebih tinggi atau lebih rendah, boleh melakukan gadai dll.

4. Musyarakah Mufawadah
Musyarakah Mufawadah merupakan kerjasama usaha yang berhubungan dengan modal,
ketrampilan usaha, dan agama. Modal masing-masing syarik harus sama, ketrampilan
yang sama, dan menganut agama yang sama yaitu islam, dan para syarik berkuasa dan
bertanggungjawab penuh atas usaha atau bisnis yang dijalankannya. Hal yang
membatalkan kerjasama adaah modal yang tidak sama, kerjasama antara orang dewasa
dengan anak di bawah umur, dan berbeda agama.
Adapun syarat musyarakah Mufawadah antara lain :
a. Harus cakap melakukan perbuatan hukum baik berupa wakalah (kuasa) dan kafalah
(penjaminan), baligh, berakal, cerdas.
b. Modal usaha harus sama, baik ketika musyarakah mufawadah dimulai maupun ketika
berakhir.
c. Modal usaha harus utuh dari awal hingga akhir.
d. Keuntungan dan kerugian di bagi sama rata oleh masingmasing syarik.
e. Bisnis usaha yang dijalankan haruslah yang diperbolehkan oleh syariah.
f. Musyarakah mufawadah harus dinyatakan dengan jelas dan tegas dalam akta
perjanjian

5. Musyarakah Mudharabah
Musyarakah Mudharabah merupakan kerjasama antara dua orang atau lebih untuk
melakukan kegiatan bisnis yang modalnya disediakan oleh syarik tertentu dan yang lain
menjalankan usahanya dengan modal tersebut. Berbedaan musyarakah ‘Uqud dengan
Mudharabah terletak pada pembagian hasil. Apabila mendapatkan keuntungan dibagi
kepada pemodal dan yang menjalankan usaha. Sedangkan apabila mendapat kerugian
yang menanggung hanya pemodalselama kerugian itu terkait pekerjaan bukan karena
disebabkan oleh kelalaian yang menjalankan usaha.

4
Ikatan Akuntansi Indonesia menjelaskan terdapat dua jenis musyarakah yaitu
musyarakah permanen dan musyarakah menurun (musyarakah Mutanaqhisa) Berikut
adalah penjelasannya :
a. Musyarakah Permanen
Musyarakah Permanen merupakan musyarakah yang memberikan kontribusi dana
sesuai dengan kontrak dan jumlahnya tetap sampai akhir masa akad.
b. Musyarakah Mutanaqisha
Musyarakah Mutanaqhisa merupakan suatu kerjasama antara dua pihak atau lebih
untuk kepemilikan suatu barang atau aset. Di dalam kerjasama ini akan mengurangi
hak kepemilikan salah satu pihak dan menambah hak kepemilikan pihak lainnya.
Kerjasama ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain.

C. Landasan Hukum Musyarakah

Dasar hukum Musyarakah yang lazim digunakan para ulama berdasarkan Al-Qur’an dan
Hadis sebagai berikut:
1. Al-Qur’an
Ayat-ayat Al-Qur’an yang terkait dengan pembahasan musyarakah antara lain

Artinya: Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu (QS. An-Nisaa 4/12)

Artinya: dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang berserikat itu sebagian mereka
berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh; dan amat sedikitlah mereka ini. (QS. Shaad 38/24)

2. Hadis

Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin Humaid telah menceritakan kepada kami
Ibnu Al Mubarak dari Mamar dari Simak bin Al Fadhl dari Wahab bin Munabbih dari
Al Hakam bin Masud ia berkata: kami menemui Umar (untuk menanyakan tentang)
Musyarakah (dalam waris), di awal mulanya ia tidak berpendapar adanya Musyarakh,
kemudian kami menemuinya di tahun berikutnya berpendapat adanya musyarakah, kami
bertanya kepadanya (bagaimana dengan putusanmu tahun lalu), lalu ia menjawab: “itu

5
sesuai dengan apa yang kami putuskan, dan ini sesuai dengan apa yang kami putuskan
pula”. (HR. Al-Darimi No.643)

Telah mengabarkan kepada kami Ali bin Hujr memberitakan kepada kami syarik dari
Abu Ishaq dari Abdur Rahman bin Al Aswad, dia berkata: ‘Dua orang pamanku
bercocok tanam dengan mendapatkan sepertiga dan seperempat dan ayah ku bekerja
sama dengan keduanya, Alqomah dan Al Aswad mengetahui hal itu namun mereka
tidak mengingkarinya”. (HR. al-Nasai No. 3871)

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sulaiman Al Mishshishi, telah


menceritakan kepada kami Muhammad bin Az Zibriqan, dari Abu Hayyan At Taimi,
dari ayahnya darri Abu Hurairah dan ia merafakannya. Ia berkata; sesungguhnya Allah
berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersekutu, selama tidak ada
salah seorang diantara mereka yang berkhianat kepada sahabatnya. Apabila ia telah
mengkhianatinya, maka aku keluar dari keduanya”. (HR. Abu Daud No. 2936)

D. Musyarakah Berdasarkan Fatwa DSN

Fatwa DSN Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Musyarakah


1. Pernyataan ijab qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukan kehendak
mereka dalam mengadakan kontrak(akad), dengan memerhatikan hal-hal berikut:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukan tujuan kontrak (akad).
b. Penerimaan daari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan
cara-cara komunikasi modern.
2. Pihak-pihak yang berkontrak hatus cakap hokum, dan memerhatikan hal-hal berikut:
a. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan;
b. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan
kerja sebagai wakil.
c. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur asset musyarakah dalam proses bisnis
normal.

6
d. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola asset dan
masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktivitas
musyarakah dengan memerhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian
dan kesalahan yang disengaja.
e. Sesorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk
kepentingan sendiri.
3. Objek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
a. Modal
1) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak, atau yang nilainya sama.
Modal dapat terdiri dari asset perdagangan, seperti barang-barang, property, dan
sebagainya. Jika modal berbentuk asset, hatus terlebih dahulu dinilai dengan tunai
dan disepakati oleh mitra
2) Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau
menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar
kesepakatan.
3) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk
menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.
b. Kerja
1) Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah;
akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra
boleh menuntuk bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
2) Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarkah atas nama pribadi dan wakil
dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan
dalam kontrak.
c. Keuntungan
1) Keuntungan harus dikuantifikasikan dengan jelas untuk mehindarikan perbedaan
dan sengketa pada waktu alikasi keuntungan atau penghentian musyarakah.
2) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proposional atas dasar seluruh
keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi
seorang mitra.
3) Seorang mitra boleh mngusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah
tertentu, kelebihan atau persentase itu diberikan kepadanya.
4) Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad,
d. Kerugian
Kerugian harus dibagi diantara para mitra secara proporsional menurut saham
masing-masing dalam modal.
4. Biaya Operasional dan Persengketaan
a. Biaya Opersional dibebankan pada modal bersama.
b. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan
diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase
Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Ditetapkan di: Jakarta

7
Tanggal: 08 Muharram 1421/13 April 2000 M

E. Berakhirnya Musyarakah

Musyarakah akan berakhir apabila terjadi hal-hal berikut :

1. Salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak lainnya sebab
syirkah adalah akad yang terjadi atas dasar rela sama rela dari kedua belah pihak yang
tidak ada kemestian untuk dilaksanakannya apabila salah satu pihak tidak
menginginkannya lagi. Hal ini menunjukkan pencabutan kerelaan syirkah oleh salah
satu pihak.

2. Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk bertasharruf (keahlian mengelola harta),
baik karena gila maupun karena alasan lainnya.

3. Salah satu pihak meninggal dunia, tetapi apabila anggota syirkah lebih dari dua orang,
yang batal hanyalah yang meninggal saja. Syirkah berjalan terus pada anggota-anggota
yang masih hidup. Apabila ahli waris anggota yang meninggal menghendaki untuk serta
dalam syirkah tersebut, maka dilakukan perjanjian bagi ahli waris yang bersangkutan.

4. Salah satu pihak ditaruh dibawah pengampuan, baik karena boros yang terjadi pada
waktu perjanjian syirkah tengah berjalan maupun sebab yang lainnya.

5. Salah satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas harta yang
menjadi saham syirkah. Pendapat itu dikemukakan oleh Mazhab Maliki, Syafi‟i dan
Hanbali. Hanafi berpendapat bahwa keadaan bangkrut itu tidak membatalkan perjanjian
yang dilakukan oleh yang bersangkutan.

6. Modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama syirkah. Bila modal
tersebut lenyap sebelum terjadi percampuran harta hingga tidak dapat dipisah-pisahkan
lagi, yang menanggung risiko adalah para pemiliknya sendiri. Apabila harta lenyap
setelah terjadi percampuran yang tidak bisa dipisah- pisahkan lagi, menjadi risiko
bersama. Kerusakan yang terjadi setelah dibelanjakan, menjadi menjadi risiko bersama.
Apabila masih ada sisa harta, syirkah masih dapat berlangsung dengan kekayaan yang
masih ada.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan
bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan
porsi kontribusi dana berupa kas maupun aset nonkas yang diperkenankan oleh Syariah.
2. Musyarakah Al Amlak (Kepemilikan), Musyarakah Al ‘Uqud (Akad), Musyarakah
‘Inan, Musyarakah Mufawadah dan Musyarakah Mudharabah
3. Dasar hukum Musyarakah yang lazim digunakan para ulama berdasarkan Al-Qur’an
dan Hadis
4. Fatwa DSN Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Musyarakah
5. Musyarakah akan berakhir apabila Salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa
persetujuan pihak lainnya, Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk bertasharruf
(keahlian mengelola harta), Salah satu pihak meninggal dunia, Salah satu pihak ditaruh
dibawah pengampuan, Salah satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa
lagi atas harta yang menjadi saham syirkah, dan Modal para anggota syirkah lenyap
sebelum dibelanjakan atas nama syirkah.

B. Saran
Kami membuat makalah ini untuk pembelajaran bersama. Kami mengambil dari berbagai
sumber, jadi apabila pembaca menemukan kesalahan dan kekurangan, maka kami sarankan
untuk mencari referensi yang lebih baik. Apabila pembaca merasa ada kekurangan dapat
membaca buku yang menjadi referensi secara lengkap.

9
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. H, Abu Azam Al Hadi, M.Ag. Fikih Muamalah Kontemporer. Depok: Rajawali Pers,
2017.
Sayyid Sabig, Fiqh al-Sunnah, Vol. 3
Muhammad Urfah al-Dasuqi, Hashiyah al-Dasuqi Ala al-Sharh al-Kabir al-Dardir, Vol. 3, 931.

10

Anda mungkin juga menyukai