Anda di halaman 1dari 14

PSAK No.

106 “Akad Musyarokah”

Makalah Ini Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Syariah

Dosen Pengampu : Muammar Aditya, SE, M.Ak

Disusun oleh:
Kelompok 10
Chamdani Mudzakir 11190530000078

Najwa Khansa Maulida 11190530000053

Qurroti Ayuni Rahman 11190530000085

Siti Janiar Astika 11190530000110

JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH 5A

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Terutama kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
rahmat, taufik, hidayah, dan inayahnya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan
sebaik-baikya walaupun ada sedikit masalah tentang pembuatan makalah ini. Kami sangat
bersyukur dengan selesainya makalah ini.
Kami juga sangat berterima kasih kepada dosen mata kuliah Akuntansi Perbankan Bapak
Muammar Aditya, M.Ak., dan tidak lupa juga kami berterimakasih juga kepada orang tua yang
selalu mendukung dalam pembuatan makalah ini. Kami sangat bersyukur karena telah
menyelesaikan makalah yang menjadi tugas mata kuliah Akuntansi Perbankan yang membahas
tentang Penyajian Leporan Keuangan Syariah Pada PSAK 106. Semoga makalah ini dapat
memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca
khususnya para mahasiswa/i UIN Syarif Hidayatullah. Kami sadar bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Kami meminta kritikan dan masukan dalam tugas
makalah yang menjadi tugas mata kuliah Akuntansi Perbankan yang membahas tentang
Penyajian Leporan Keuangan Syariah Pada PSAK 106 lebih baik lagi kedepannya. Kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada para pembaca.

Jakarta, 11 November 2021

Penyusun
DAFTAR PUSTAKA

Table of Contents
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................3

BAB I...............................................................................................................................................3

PENDAHULUAN...........................................................................................................................3

A. Latar Belakang......................................................................................................................3

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................3

C. Tujuan...................................................................................................................................3

BAB II.............................................................................................................................................4

PEMBAHASAN..............................................................................................................................4

A. Pengertian Musyarakah.....................................................................................................4

B. Pengakuan dan Pengukuran Musyarakah.........................................................................9

C. Penyajian Akuntansi Musyarakah dalam laporan keuangan.............................................9

D. Pengungkapan.................................................................................................................11

BAB III..........................................................................................................................................12

PENUTUP.....................................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bagi hasil merupakan keuntungan yang diperoleh masing-masing mitra kerja dalam
menjalankan kegiatan usahanya sesuai dengan kesepakatan bersama (Fladira 2018). Dengan
adanya pembagian nisbah bagi hasil diharapkan agar tidak ada perselisihan yang terjadi yang
disebabkan oleh pembagian keuntungan. Dalam melakukan pembagian nisbah usaha
dilakukan pada saat awal perjanjian pembiayaan musyarakah. Dasar untuk pembagian bagi
hasil harus ditentukan terlebih dahulu sesuai dengan kesepakatan. Sesuai dengan Fatwa DSN
No. 15 Tahun 2000 yang menyatakan bahwa bank syariah diperbolehkan menggunakan dasar
bagi hasil dengan menggunakan prinsip bagi hasil (revenue sharing) atau bisa juga dengan
prinsip bagi untung (profit sharing) (MUI 2000)

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas timbul rumusan masalah, diantaranya:
1. Apa Pengertian, Ketentuan, Rukun dan Syarat Akad Musyarakah?
2. Bagaimana Penyajian dari Akad Musyarakah?
3. Bagaimana Pengungkapan Akuntansi Akad Musyarakah?
C. Tujuan
Tujuan dari rumusan masalah di atas adalah:

1. Mengetahui apa Pengertian, Ketentuan, Rukun dan Syarat Akad Musyarakah.


2. Mengetahui penyajian dari Akad Musyarakah
3. Mengetahui Pengungkapan Akuntasi Musyarakah.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Musyarakah
Secara bahasa Musyarakah berasal dari kata al-syirka yang berarti al-ikhtitlath
(percampuran) atau persekutuan dua hal atau lebih, sehingga antara masing- masing sulit
dibedakan. Seperti persekutuan hak milik atau perserikatan usaha.1 Secara etimologi,
musyarakah adalah penggabungan, percampuran atau serikat. Musyarakah berarti
kerjasama kemitraan atau dalam bahasa Inggris disebut Partnership.2
Menurut Ascaraya dalam bukunya yang berjudul Akad dan Produk Bank Syariah
mengatakan musyarakah merupakan akad bagi hasil ketika dua atau lebih pengusaha
memiliki dana/modal bekerja sama sebagai mitra usaha membiayai investasi usaha baru
atau yang sudah berjalan. Mitra usaha memiliki modal berkat ikut serta dalam manajemen
perusahaan, tetapi itu tidak merupakan keharusan para pihak dapat membagi pekerjaan
pengelola usaha sesuai kesepakatan dan mereka juga dapat meminta gaji/upah untuk tenaga
dan keahlian yang mereka curahkan untuk usaha tertentu3.
Secara fiqih, dalam kitabnya, as-Sailul Jarrar III: 246 dan 248, Imam Asy- Syaukani
menulis sebagai berikut, (Syirkah syar’iyah) terwujud (terealisasi) atas dasar sama-sama
ridha diantara dua orang atau lebih, yang masing-masing dari mereka mengeluarkan modal
dalam ukuran yang tertentu. kemudian modal bersama dikelola untuk mendapatkan
keuntungan, dengan syarat masing-masing diantara mereka mendapat keuntungan sesuai
dengan besarnya saham yang diserahkan kepada syirkah tersebut. Namun manakala
mereka semua sepakat dan ridha, keuntungannya dibagi rata antara mereka, meskipun
besar modalnya tidak sama, maka hal itu boleh dan sah, meskipun saham sebagian mereka
lebih sedikit sedang yang lain lebih besar jumlahnya. Menurut kacamata syariat, hal seperti
ini tidak mengapa, karena usaha bisnis itu yang terpenting didasarkan atas ridha sama
1
Ghufron A. Mas‟adi, Fiqh Muamalah Kontekstual (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2002), h. 191.

2
Mardani, Hukum Bisnis Syariah, h. 142.

3
Ascaraya, Bank dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Press, 2012), h. 51.
ridha, toleransi dan lapang dada.4
1. Ketentuan, Rukun dan Syarat Pembiayaan Musyarakah
Ketentuan pembiayaan musyarakah harus memenuhi syarat dan rukunnya sehingga
sah secara syariah. Rukun dan syarat pembiayaan musyarakah sebagaimana tertuang dalam
Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000, yaitu sebagai berikut:5
a. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak/akad dengan
memerhatikan hal-hal berikut:
1) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan
kontrak (akad).
2) Penawaran dan penerimaan dilakukan pada saat kontrak. Akad dituangkan
secara tertulis, melalui korespondensi atau dengan menggunakan cara-cara
komunikasi modern seperti melalui telepon atau internet.
b. Pihak-pihak yamg berkontrak harus cakap secara hukum dengan memerhatikan
hal-hal berikut:
1) Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.

2) Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra
melaksanakan kerja sebagai wakil.
3) Setiap mitra harus memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam
proses bisnis normal.
4) Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola
aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan
aktivitas musyarakah dengan memerhatikan kepentingan mitranya, tanpa
melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
5) Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana
untuk kepantingan sendiri.
c. Objek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
1. Modal,
4
.Naf‟an, Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), h. 96

5
Khotibul Umam, Perbankan Syariah Dasar-dasardan Dinamika Perkembangannya di Indonesia, h. 137-139
a) Modal yang diberikan harus berupa uang tunai, emas dan perak atau yang
nilainya sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-barang
properti dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu
dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra.
b) Para pihak tidak boleh meminjamkan, menyumbangkan, menghadiahkan modal
musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakan.
c) Pada prinsipnya dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun
untuk menghindari terjadinya penyimpangan suatu LKS dapat meminta
jaminan.
2. Kerja
a) Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan
musyarakah, akan tetapi kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat
seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya dan
dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
b) Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan
wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus
dijelaskan dalam kontrak.
3. Keuntungan/Kerugian
a) Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghadiri perbedaan dan
sengkata pada waktu alokasi keuntungan atau ketika penghentian musyarakah.
b) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh
keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi
seorang mitra.
c) Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah
tertentu, kelebihan atau persentase itu diberikan kepadanya.
d) Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.

e) Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut saham
masing-masing dalam modal.
4. Biaya Operasional dan Persengketaan
a) Biaya operasional dari musyarakah secara bersama sesuai dengan kesepakan.
b) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui
Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah

c) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui
Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.
2. Jenis-jenis pembiayaan musyarakah
Menurut syariah Islam, syirkah atau musyarakah dibagi menjadi dua jenis
yaitu:6

a) Syirkah Al-Milk, dapat diartikan sebagai kepemilikan bersama antara pihak


yang berserikat dan keberadaannya muncul pada saat dua orang atau lebih
secara kebetulan memperoleh kepemilikan bersama atas suatu kekayaan tanpa
adanya perjanjian kemitraan yang resmi. Syirkah al Milk biasanya berasal dari
warisan atas barang warisan itu dijual. Misalnya tanah warisan, sebelum tanah
ini dijual maka bila tanah ini menghasilkan, maka hasil bumi tersebut dibagi
kepada ahli waris sesuai dengan porsi masing-masing. Syirkah al-Milk muncul
bukan karena adanya kontrak, tetapi karena sukarela dan terpaksa.
b) Syirkah Al-Uqud, (contractual Partnership), dapat dianggap sebagai kemitraan
yang sesungguhnya, karena para pihak yang bersangkutan secara sukarela
berkeinginan untuk membuat suatu perjanjian investasi bersama dan berbagi
untung dan risiko. Syirkah Al-Uqud dapat dilakukan tanpa adanya perjanjian
formal atau dengan perjanjian secara tertulis dengan disertai para saksi.
Syirkah Al-Uqud dibagi menjadi empat jenis yaitu:
(1) Syirkah Mufawwadah

6
Ismail, Perbankan Syariah, h. 146.
Merupakan akad kerja sama usaha antara dua pihak atau lebih, yang
masing- masing pihak harus menyerahkan modal dengan porsi modal yang sama
dan bagi hasil atas usaha atau risiko ditanggung bersama dengan jumlah yang
sama. Syirkah mufawwadah, masing-masing mitra usaha memiliki hak dan
tanggung jawab yang sama.
(2) Syirkah A’maal
Syirkah A’maal disebut juga dengan dengan syirkah abdan. Syirkah A’maal
merupakan kerja sama usaha yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, masing-
masing mitra usaha memberikan sumbangan atas keahliannya dalam mengelola
bisnis. Syirkah A’maal tidak perlu adanya modal dalam bentuk uang tunai, akan
tetapi modalnya ialah keahlian dan profesionalisme masing-masing mitra kerja.
Hasil usaha atas kerja sama usaha dalam Syirkah A’maal akan dibagi sesuai dengan
nisbah bagi hasil yang telah disepakati antara pihak yang bermitra.
(3) Syirkah Wujuh
Merupakan akad kerja sama antara dua orang atau lebih yang memiliki
reputasi dan prestasi baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang secara
kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai. Mereka
berbagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai
yang disediakan oleh tiap mitra. Jenis perserikatan ini tidak memerlukan modal
karena pembelian secara kredit berdasar jaminan tersebut. Karenanya, akad ini pun
lazim disebut sebagai musyarakah piutang.
(4) Syirkah Inaan
Merupakan akad kerja sama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak
memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja.
Kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati
di antara mereka. Akan tetapi, porsi masing-masing, baik dalam dana maupun kerja
atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai dengan kesepakatan mereka.
Mayoritas ulama membolehkan jenis al-musyarakah ini.
B. Pengakuan dan Pengukuran Musyarakah
Pengakuan dan pengukuran musyarakah telah diatur oleh PSAK 106 (2007) sebagai
penyempurna PSAK 59 (2002). Berikut ini penjelasan selengkapnya. Untuk pertanggung
jawaban pengelolaan usaha musyarakah dan sebagai dasar penentuan bagi hasil, maka mitra
aktif atau pihak yang mengelola usaha musyarakah harus membuat catatan akuntansi yang
terpisah untuk usaha musyarakah tersebut. (paragraf 13 PSAK 106, 2007).
Untuk memperjelas ketentuan ini, dimisalkan sebagai berikut :
PT ABC akan membuka usaha baru yaitu jasa air isi ulang. Untuk pendirian unit usaha baru
ini perusahaan ini meminta pembiayaan ke Bank Syariah dengan akad musyarakah. Modal
pendirian usaha air isi ulang misalnya, Rp 100.000.000, perusahaan ini menyertakan modal
Rp 30.000.000, dan modal dari Bank Syariah Rp 70.000.000, kesepakatan pembagian hasil
usaha berdasarkan nisbah misalnya, mitra : bank = 40 : 60. Dan bila rugi, pembagian rugi
berdasarkan porsi modal masing-masing, yaitu 30 : 70. Catatan akuntansi yang harus dibuat
oleh PT ABC tersebut adalah hanya yang berasal dari usaha air isi ulang saja, tidak termasuk
hasil dari usaha sembako tersebut.
Dengan demikian, laporan laba rugi yang akan digunakan dasar bagi hasil adalah laba rugi
dari usaha air isi ulang saja, tidak termasuk dari laba rugi usaha sembako.
C. Penyajian Akuntansi Musyarakah dalam laporan keuangan

Pada akhir periode, investasi musyarakah disajikan dalam laporan keuangansesuai


yang diatur oleh PSAK 106 (2007) sebagai berikut:
1. Mitra Aktif menyajikan hal-hal sebagai berikut yang terkait dengan usaha
musyarakah dalam laporan keuangan
a. Kas atau aset nonkas yang disisihkan oleh mitra aktif dan yang diterima
dari mitra pasif disajikan sebagai investasi musyarakah.
b. Asset musyarakah yang diterima dari mitra pasif disajikan sebagai unsur
dana syirkah temporer untuk;
c. Selisih penilaian asset musyarakah, bila ada, disajikan dalam unsur
ekuitas.
---- Dana Syirkah Temporer
Rp xxxx
Investasi musyarakah-kas Rp Ekuitas :
xxxxx
Investasi musyarakah-aset nonkas Rp Modal disetor
xxxxx Rp xxxx
Akumulasi penyusutan (Rp Saldo laba
xxxxx) Rp xxxx
Nilai Buku Selisih penilaian
Rp xxxxxx
Aset non kas musyarakah
Rp xxxx

2. Mitra pasif menyajikan hal-hal sebagai berikut yang terkait dengan usaha
musyarakah dalam laporan keuangan.
a. Kas atau asset non kas yang diserahkan kepada mitra aktif disajikan sebagai
investasi musyarakah.
b. Keuntungan tangguhan dari selisih penilaian asset non kas yang diserahkan
pada nilai wajar yang disajikan sebagai pos lawan (contra account) dari
investasi musyarakah.
Berikut format Investasi musyarakah di neraca pengelola pasif per 31
Desember 20xx

3. BANK SYARIAH ABC NERACA

INVESTASI MUSYARAKAH-KAS
RP XXXX
INVESTASI MUSYARAKAH-ASET NON KAS
RP XXXX
KEUNTUNGAN TANGGUHAN
(RP XXXX)
AKUMULASI PENYUSUTAN
(RP XXXX)
NILAI BUKU RP
XXXXX
4. PER 31 DESEMBER 2011

D. Pengungkapan
Mitra mengungkapkan hal – hal yang terkait transaksi musyarakah, tetapi tidak terbatas, pada

a. Isi kesepakatan utama usaha musyarakah, seperti porsi dana, pembagian hasil usaha,
aktivitas usaha musyarakah, dan lain – lain.
b. Pengelola usaha, jika tidak ada mitra aktif; dan
c. Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Musyarakah merupakan akad bagi hasil ketika dua atau lebih pengusaha memiliki
dana/modal bekerja sama sebagai mitra usaha membiayai investasi usaha baru atau yang
sudah berjalan. Mitra usaha memiliki modal berkat ikut serta dalam manajemen perusahaan,
tetapi itu tidak merupakan keharusan para pihak dapat membagi pekerjaan pengelola usaha
sesuai kesepakatan dan mereka juga dapat meminta gaji/upah untuk tenaga dan keahlian yang
mereka curahkan untuk usaha tertentu.

Ketentuan pembiayaan musyarakah harus memenuhi syarat dan rukunnya sehingga sah
secara syariah. Rukun dan syarat pembiayaan musyarakah sebagaimana tertuang dalam
Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000. Menurut syariah Islam, syirkah atau musyarakah
dibagi menjadi dua jenis yaitu :

c. Syirkah Al-Milk
d. Syirkah Al-Uqud, (contractual Partnership

DAFTAR PUSTAKA
Ghufron A. Mas‟adi, Fiqh Muamalah Kontekstual (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2002),

Ascaraya, Bank dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Press, 2012)

Naf‟an, Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014)

Khotibul Umam, Perbankan Syariah Dasar-dasardan Dinamika Perkembangannya di Indonesia

http://repository.radenfatah.ac.id/8111/2/skripsi%20BAB%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai