Anda di halaman 1dari 44

AKAD SALAM

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Keuangan Syariah


yang diampu oleh dosen Ibu Febi Annuri Jayasi

Oleh:

Kelompok 3

1) Shofiya Wijdaniyah (21383042109)


2) Sindi Rusmita Dewi (21383042110)
3) Siti Mutmainnah (21383042111)
4) Sitti Wulandari (21383042112)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA

2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji syukur kepada Allah SWT yang Maha Pengasih dan juga
Maha Penyayang. Kami panjatkan syukur kepada Allah SWT karena berkat
rahmat, taufik, hidayah dan inayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas membuat makalah tentang “Akad Salam” untuk memenuhi tugas
mata kuliah Akuntansi Keuangan Syariah yang diampu oleh dosen Ibu Febi
Annuri Jayasi.

Pada kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terimakasih kepada


beberapa pihak yang telah ikut membantu dalam penyusunan makalah ini,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar. Makalah
ini juga telah kami susun secara maksimal untuk mendapatkan hasil yang
terbaik. Maka dari itu, kami selaku penyusun banyak mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan partisipasi, saran,
dan motivasinya selama ini yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu.

Saya menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena


itu, saya mengharapkan kritik dan juga saran dari pembaca yang dapat
membangun semangat kami untuk membuat makalah yang jauh lebih baik.
Kami berharap semoga makalah yang kami buat dapat memberikan
manfaat dan inspirasi bagi pembaca.

Waalaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pamekasan, 6 April 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

KATA PENGANTAR ............................................................................... ii

DAFTAR ISI ............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................ 1


B. Rumusan Masalah .................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ..................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................... 5

A. Definisi Akad Salam ................................................................ 5


B. Dasar Hukum Akad Salam ...................................................... 8
C. Sejarah Akad Salam................................................................10
D. Syarat Akad Salam..................................................................11
E. Rukun Salam...........................................................................16
F. Jenis Salam.............................................................................17
G. Manfaat Akad Salam...............................................................20
H. Berakhirnya Akad Salam.........................................................22
I. Pelepasan barang yang diberi di kontrak salam......................22
J. Keamanan Berbasis Salam-Sertifikat Salam/Sukuk................25
K. Mekanisme akad salam...........................................................28
L. Perlakuan Akuntansi Transaksi Jual Beli Salam.....................29
M. Ilustrasi Akad Salam,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,34

BAB III PENUTUP ................................................................................... 37

A. Kesimpulan ............................................................................ 37
B. Saran ..................................................................................... 38
C. Soal Latihan.............................................................................38

DAFTAR RUJUKAN ................................................................................ 42

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan manusia di seluruh penjuru dunia, semua pasti terdapat
aktifitas atau kegiatan perekonomian di negaranya masing-masing.
Dari kegiatan perekonomian tersebut, sangatlah berguna bagi manusia.
Guna untuk memenuhi kelangsungan hidup, serta dapat memperoleh
pendapatan bagi negaranya dari kegiatan tersebut. Setiap manusia,
mereka memiliki bermacam-macam sifat yang berbeda-beda. Dan
juga cara-cara yang mereka lakukan dalam kegiatan transaksi
ekonomi setiap orang berbeda-beda.
Kegiatan usaha pada hakekatnya adalah kumpulan transaksi-
transaksi ekonomi yang mengikuti suatu tatanan tertentu. Dalam Islam,
transaksi utama dalam kegiatan usaha adalah transaksi riil yang
menyangkut suatu obyek tertentu, baik obyek berupa barang
ataupun jasa.
Menurut Ibnu Khaldun tingkatan kegiatan usaha manusia dimulai
dari kegiatan usaha yang berkaitan dengan hasil sumber daya
alam, misalnya pertanian, perikanan dan pertambangan. Tingkatan
berikutnya adalah kegiatan yang berkaitan dengan hasil rekayasa
manusia atas hasil sumber daya alam. Dilanjutkan dengan kegiatan
perdagangan yang secara alami timbul akibat perbedaan penawaran-
permintaan dari hasi umber daya alam maupun hasil rekayasa
manusia pada suatu tempat. Akhirnya adalah kegiatan usaha jasa
yang timbul karena manusia menginginkan sesuatu yang tidak
bisa atau tidak mau dilakukannya yang oleh Ibnu Khaldun disebut
sebagai kemewahan.
Manusia mempunyai keterbatasan dalam berusaha, oleh karena
itu sesuai dengan fitrahnya, manusia harus berusaha mengadakan
kerjasama di antara mereka. Kerjasama dalam usaha yang sesuai
dengan prinsip-prinsip Syariah pada dasarnya dapat
dikelompokkan ke dalam tiga bentuk, yaitu : pertama, Kerjasama

1
dalam kegiatan usaha, dalam hal ini salah satu pihak dapat menjadi
pemberi pembiayaan dimana atas manfaat yang timbul dari
pembiayaan tersebut dapat dilakukan bagi hasil. Kedua, Kerjasama
dalam perdagangan, dimana untuk meningkatkan perdagangan
dapat diberikan fasilitas-fasilitas tertentu dalam pembayaran
maupun penyerahan obyek. Karena pihak yang mendapat fasilitas
akan memperoleh manfaat, maka pihak pemberi fasilitas berhak
untuk mendapat bagi hasil (keuntungan) yang dapat berbentuk
harga yang berbeda dengan harga tunai. Ketiga, Kerjasama dalam
penyewaan asset, dimana obyek transaksi adalah manfaat dari
penggunaan aset.
Perkembangan ekonomi syariah pada saat ini sangat pesat dalam
hal secara teoritis maupun praktek yang kita lihat di Indonesia,
meskipun dari negara-negara lain banyak melirik dan menerapkan di
negaranya. Begitu perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah
menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Hal inilah
yang mendorong mulai diliriknya sistem ekonomi syariah sebagai salah
satu alternatif bagi sistem ekonomi Indonesia.
Belakangan ini sedang marak terjadi suatu transaksi dimana
membeli suatu barang namun barang itu belum ada saat terjadinya
transaksi tersebut.Biasanya pembayaran dilakukan di muka dan barang
akan dikirim atau diterima oleh si pembeli di kemudian hari.
Di dalam Syariah, transaksi tersebut dikenal dengan nama Akad
Salam. Akad Salam berbeda dengan ijon. Di dalam Syariah Islam, Akad
Salam diperbolehkan sedangkan system ijon dilarang. Meskipun ijon
dan akad salam sama-sama pembayarannya dilakukan di muka/awal
transaksi dan barang yang diperjual belikan akan diberikan di kemudian
hari. Namun,bedanya ijon tidak jelas akan barang yang akan diperjual
belikan,tentang waktu maupun kualitas. Sedangkan Salam merupakan
salah satu jenis akad jual beli, di mana pembeli membayar terlebih
dahulu atas suatu barang yang spesifikasi dan kuantitasnya jelas
sedangkan barangnya baru akan diserahkan pada saat tertentu di

2
kemudian hari. Akad salam dapat membantu produsen dalam
penyediaan modal sehingga ia dapat menyerahkan produk sesuai
dengan yang telah dipesan sebelumnya. Sebaliknya, pembeli
mendapat jaminan memperoleh barang tertentu pada saat ia
membutuhkan dengan harga yang disepakatinya di awal.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari akad salam tersebut?
2. Apa dasar hukum akad salam?
3. Bagaimana sejarah akad salam?
4. Apa saja syarat akad salam?
5. Apa sajakah rukun salam tersebut?
6. Ada berapakah jenis salam?
7. Apa saja manfaad akad salam?
8. Kapan berakhirnya akad salam?
9. Bagaimana pelepasan barang yang dibeli di kontrak salam?
10. Bagaimana keamanan berbasis salam-sertifikat salam/sukuk?
11. Bagaimana mekanisme akad salam?
12. Bagaimana penerapan akuntansi dalam akad salam?
13. Bagaimana ilustrasi akad salam?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian akad salam
2. Untuk mengetahui dasar hukum akad salam
3. Untuk mengetahui sejarah akad salam
4. Untuk mengetahui syarat akad salam
5. Untuk mengetahui rukun-rukun akad salam yang harus di penuhi
6. Untuk mengetahui jenis-jenis akad salam
7. Untuk mengetahui manfaat akad salam
8. Untuk mengetahui kapan akad salam terbut berakhir
9. Untuk mengetahui pelepasan barang yang di beli di kontrak salam

3
10. Untuk mengetahui keamanan berbasis salam-sertifikat
salam/sukuk
11. Untuk mengetahui mekanisme akad salam
12. Untuk mengetahui penerapan akuntansi dalam akad salam
13. Untuk mengetahui ilustrasi akad salam

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Akad Salam


Secara terminologi, jual beli salam adalah menjual suatu
barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu barang yang
ciri-cirinya disebutkan dengan jelas dengan pembayaran modal
terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan dikemudikan hari
yang disifatkan dalam pertanggung jawaban, dengan ucapan
menyerahkan, “Saya menyerahkan kepada engkau dua puluh perak
terhadap dua puluh bambu yang sifatnya begini-begini.” Salam
berasal dari kata As salaf yang artinya pendahuluan karena pemesan
barang menyerahkan uangnya di muka.1
Para ahli fikih menamainya al mahawi’ij (barang-barang
mendesak) karena ia sejenis jual beli yang dilakukan mendesak
walaupun barang yang diperjualbelikan tidak ada di tempat.
”Mendesak”, dilihat dari sisi pembeli karena ia sangat membutuhkan
barang tersebut di kemudian hari sementara dari sisi penjual, ia
sangat membutuhkan uang tersebut.2 Salam dapat didefinisikan
sebagai transaksi atau akad jual beli di mana barang yang diperjual
belikan belum ada ketika transaksi dilakukan, dan pembeli melakukan
pembayaran di muka sedangkan penyerahan barang baru dilakukan
di kemudian hari. PSAK 103 mendefinisikan salam sebagai akad jual
beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman di kemudian
hari oleh penjual (muslam illaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh
pembeli (al muslam) pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-
syarat tertentu. Untuk menghindari resiko yang merugikan, pembeli
boleh meminta jaminan dari penjual.

1
Saprida Saprida, “Akad Salam Dalam Transaksi Jual Beli,” Mizan: Journal of Islamic Law 4, no. 1
(13 Juni 2018): 12, https://doi.org/10.32507/mizan.v4i1.177.
2
Muhammad Yazid affandi, FIQH MUAMALAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM LEMBAGA
KEUANGAN SYARIAH (Yogyakarta: logung putih, 2009), 20.

5
Salam merupakan pembayaran yang dimana dilakukan terlebih
dahulu dan penyerahan barang dilakukan kemudian hari. Tujuan dari
penyerahan modal usaha salam adalah sebagai modal kerja,
sehingga dapat dihunakan oleh penjual untuk menghasilkan barang
(produksi) sehingga dapat memenuhi pesanan.
Sedangkan, menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah,
salam adalah jasa pembiayaan yang berkaitan dengan jual beli yang
pembiayaannya dilakukan bersamaan dengan pemesanan barang.3
Berikut definisi salam:
1. Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah menjelaskan, salam adalah akad
atas barang pesanan dengan spesifikasi tertentu yang
ditangguhkan penyerahannya pada waktu tertentu, dimana
pembayaran dilakukan secara tunai di majlis akad.
2. Ulama malikiyyah menyatakan, salam adalah akad jual beli dimana
modal (pembayaran) dilakukan secara tunai (di muka) dan objek
pesanan diserahkan kemudian dengan jangka waktu tertentu.
3. menurut Rozalinda, salam adalah bentuk dari jual beli.
4. Secara bahasa menurut penduduk Hijaz (Madinah) dinamakan
dengan salam sedangkan menurut penduduk Irak diistilahkan
dengan salaf. Secara bahasa salam atau salaf bermakana:
“Menyegerakan modal dan mengemudikan barang”.4
5. Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjual
belikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara
tangguh sedangkan pembayaran dilakukan tunai.5
Dari beberapa definisi di atas jual beli salam merupakan “jual beli
pesanan” yakni pembeli membeli barang dengan kriteria tertentu

3
Taufiq Akbar Wardiana, Nunung Nurhayati, dan Nandang Ihwanudin, “Implementasi akuntansi
salam dalam aplikasi shopee,” Fair Value: Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Keuangan 5, no. 1 (25
Agustus 2022): 526, https://doi.org/10.32670/fairvalue.v5i1.1874.
4
Saprida, “Akad Salam Dalam Transaksi Jual Beli,” 13 Juni 2018, 123–24.
5
Widiana Widiana dan Arna Asna Annisa, “Menilik Urgensi Penerapan Pembiayaan Akad Salam
pada Bidang Pertanian di Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia,” Muqtasid: Jurnal Ekonomi
dan Perbankan Syariah 8, no. 2 (23 Maret 2018): 98, https://doi.org/10.18326/muqtasid.v8i2.88-
101.

6
dengan cara menyerahkan uang terlebih dahulu, sementara itu barang
diserahkan kemudian pada waktu tertentu.
Salam dapat didefinisikan sebagai transaksi atau akad jual beli di
mana barang yang diperjual belikan belum ada ketika transaksi
dilakukan, dan pembeli melakukan pembayaran di muka sedangkan
penyerahan barang baru dilakukan di kemudian hari. PSAK 103
mendefinisikan salam sebagai akad jual beli barang pesanan (muslam
fiih) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam illaihi)
dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli (al muslam) pada saat akad
disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Untuk menghindari
resiko yang merugikan, pembeli boleh meminta jaminan dari penjual. 6
Dalam akad salam harga barang pesanan yang sudah disepakati
tidak dapat berubah selama angka waktu akad. Apabila barang yang
dikirim tidak sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati
sebelumnya, pembeli boleh melakukan khiar yaitu memilih apakah
transaksi dilanjutkan atau dibatalkan. Apabila pembeli menerima,
sedangkan kualitasnya lebih rendah maka pembeli akan mengakui
adanya kerugian dan tidak boleh meminta pengurangan harga karena
harga sudah disepakati dalam akad dan tidak dapat diubah. Demikian
juga jika kualitasnya lebih tinggi, penjual tidak dapat meminta
tambahan harga dan pembeli tidak boleh mengakui adanya
keuntungan karena kalau diakui sebagai keuntungan dapat
dipersamakan ada unsur riba (kelebihan yang tidak ada iwad/faktor
pengimbang yang dibolehkan syariah).7 Salam dapat dilakukan secara
langsung antara pembeli dan penjual serta dapat juga dilakukan oleh
3 pihak secara paralel: pembeli – penjual – pemasok yang disebut
sebagai salam paralel. Risiko yang muncul dari kasus ini adalah
apabila pemasok tidak bisa mengirim barang maka ia tidak dapat
memenuhi permintaan pembeli, risiko lain barang yang dikirimkan oleh
pemasok tidak sesuai dengan yang dipesan oleh pembeli sehingga

6
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014), 251.
7 Ibid.

7
perusahaan memiliki persediaan barang tersebut dan harus mencari
pembeli lain yang berminat. Sedangkan ia tetap memiliki kewajiban
pada pembeli dan pemasok.8
Adapun contoh kasus bai‟ as-salam, yaitu ada seorang pembeli
yang memesan beberapa daun pintu ke pembuat atau produsen daun
pintu, kemudian sang pemesan menyebutkan kriteria atau sifat
pintunya, baik dari segi model dan bahan kayu yang digunakan dengan
perjanjian waktu yang sudah ditentukan dan disepakati kedua belah
pihak. Dan seorang pemesan harus membayar lunas biaya
pemesanan daun pintu tersebut dan daun pintu harus selesai ditanggal
yang ditentukan kedua belah pihak. Orang yang memesan atau yang
memiliki uang disebut muslam, orang yang memiliki barang disebut
muslam „ilaih, barang yang dipesan disebut muslam fīh, dan harganya
disebut ra‟su māl as-salam. Kemudian cara pemesanan tidak
diisyaratkan harus dengan lafal salam atau salaf, melainkan cukup
dengan lafal bai‟ atau jual beli. Akan tetapi boleh juga dengan lafal
salam atau salaf.9
B. Dasar Hukum
Hukum Islam merupakan agama yang telah mengatur semua
tingkah laku manusia baik masalah keimanan, tauhid, ibadah, dan
begitu pula masalah ekonomi.
Adapun sumber dasar hukum yang utama yaitu Al-Qur’an dan
Hadist. Walaupun ekonomi ini bukan tujuan utama dari risalah Islam.
Akan tetapi, hal ini adalah suatu hal yang harus diperhatikan, karena
masalah ekonomi merupakan salah satu faktor pendukung untuk
tercapainya suatu masyarakat yang beriman dan bertauhid kepada
Allah SWT. berikut dasar hukum akad salam:
1. Al-Qur’an

8
Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan
syariah (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), 133. Selanjutnya ditulis Djamil, Penerapan Hukum.
9
ibid.

8
Sebagai salah satu pembuktian bahwa Islam mengatur
masalah berkaitan dengan ekonomi, sebagaimana firman Allah
dalam QS al-Baqarah: 282 ِ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bermu'amalah (Bermuamalah ialah seperti berjual beli, hutang
piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya) tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”.10
2. Hadits
Selain dari Al-Qur’an, jual beli juga dijelaskan dalam hadits
Nabi SAW, yaitu:
a. “Ibn Abbas menyatakan bahwa ketika Rasul datang ke Madinah,
penduduk Madinah melakukan jual beli salam pada buah-buahan
untuk jangka satu tahun atau dua tahun. Kemudian Rasul
bersabda: Siapa yang melakukan salam hendaknya
melakukannya dengan takaran yang jelas dan timbangan yang
jelas pula, sampai batas waktu tertentu”.
b. Ibn Abi al-Mujalidi berkata: Suatu saat Abdullah ibn Syaddad Ibn
al-Hadi berselisih tentang akad salaf (salam) dengan Abu
Burdah. Mereka meminta saya untuk menemui Ibn Abi Aufa
(untuk menanyakan tentang akad salam ini). Kemudian saya
tanyakan hal tersebut kepada Ibn Abi Aufa. Maka ia mengatakan:
Kami telah melakukan akad salaf (salam) pada biji gandum,
Sya’ir, anggur kering, kurma di zaman Rasulullah SAW, Zaman
Abu Bakar dan zaman Umar. Dan saya tanyakan (juga) hal
tersebut kepada Ibn Abza, ia mengatakan seperti yang dikatakan
Ibn Abi Aufa.
Dua hadis di atas (tepatnya yang kedua Khabar Sahabat)
menunjukkan bahwa praktek salam telah dipraktekkan umat Islam
pada zaman Rasulullah SAW. Dan Saat itu Rasulullah mengakuinya

10
Wardiana, Nurhayati, dan Ihwanudin, “Implementasi akuntansi salam dalam aplikasi shopee,”
526.

9
bahkan memberi persyaratan agar salam dipandang syah. Maka
berdasarkan hal tersebut, akad salam diakui oleh syari’ah.11
3. Ijma’
Selain dalam Al-Qur’an dan Hadits hukum akad salam di atur
dalam ijma’. Kesepakatan ulama’ (ijma’) akan bolehnya jual beli
salam dikutip dari pernyataan Ibnu Mundzir yang mengatakan bahwa
semua ahli ilmu telah sepakat bahwa jual beli salam diperbolehkan,
karena terdapat kebutuhan dan keperluan untuk memudahkan
urusan manusia. Pemilik lahan pertanian, perkebunan ataupun
perniagaan terkadang membutuhkan modal untuk mengelola usaha
mereka hingga siap dipasarkan, maka jual beli salam diperbolehkan
untuk mengakomodir kebutuhan mereka. Ketentuan ijma’ ini secara
jelas memberikan legalisasi praktik pembiayaan atau jual beli
salam.12
C. Sejarah Akad Salam
Salam merupakan bentuk kuno kontrak berjangka dimana harganya
dibayar di muka pada saat kontrak dibuat untuk barang yang ditentukan
yang pengirimannya akan dilakukan dikemudian hari. Dua istilah
"Salam" dan "salaf" digunakan dalam hadits, untuk menggambarkan
kontrak pengiriman barang tertentu di masa depan dengan
pembayaran harga di muka. Para pihak yang terlibat dalam transaksi
Salam akan menetapkan waktu tertentu untuk penyediaan barang
dengan kuantitas dan kualitas yang telah disepakati. Seiring
perkembangan zaman, dalam gerakan keuangan Islam yang sedang
berkembang, Salam biasanya digunakan untuk menunjukkan transaksi
forward yang sifatnya ditentukan.
Salam telah di ijinkan oleh Rasullullah tanpa menimbulkan
perbedaan pendapat di antara para ahli hukum, terlepas dari prinsip
umum Syariah bahwa penjualan komoditas yang tidak dimiliki oleh

11
“Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan Syariah.pdf,” 154–55,
diakses 24 April 2023, https://digilib.uin.
12
Saprida Saprida, “Akad Salam Dalam Transaksi Jual Beli,” Mizan: Journal of Islamic Law 4, no. 1
(13 Juni 2018): 124, https://doi.org/10.32507/mizan.v4i1.177.

10
penjual tidak di ijinkan. Pada saat Rasullullah bermigrasi dari Mekah ke
Madinah, dimana orang-orang biasa membayar di muka harga buah
(kurma) yang akan dikirim dalam satu, dua bahkan tiga tahun. Namun
penjualan tersebut dilakukan tanpa menentukan kualitas, ukuran atau
berat komoditas atau waktu pengiriman. Rasullullah menahbiskan:
"Siapapun yang membayar uang di muka untuk buah yang dikirim nanti
harus membayarnya dengan kualitas yang diketahui, ukuran dan berat
yang ditentukan, tentu saja bersama dengan harga dan waktu
pengiriman.
Para ahli hukum kemudian dengan suara bulat memperlakukan
mode bisnis tersebut sebagai mode bisnis yang di ijinkan. Jika dahulu
transaksi Salam ini mencakup hasil pertanian seperti gandum, jelai,
kurma dan anggur. Kini transaksi Salam mencakup semua komoditas
yang dapat ditentukan secara tepat dalam hal kualitas dan
kuantitasnya. Salam dapat didefinisikan sebagai akad jual beli barang
pesanan (Muslam filh) dengan pengiriman dikemudian hari oleh penjual
(Muslam Illaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli (Al-Muslom)
pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
D. Syarat Jual Beli Salam
Adapaun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam jual beli salam
adalah sebagai berikut:
1) Syarat Orang Yang Berakad (Al-Aqid):
Malikiyah dan Hanafiyah mensyaratkan aqid harus berakal,
yakni sudah mumayyiz, anak yang agak besar yang pembicaraan
dan jawaban yang dilontarkannya dapat dipahami, serta berumur
minimal 7 tahun. Oleh karena itu, anak kecil, orang gila dan orang
bodoh tidak boleh menjual harta sekalipun miliknya.32 Adapun
ulama Syafi’iyah dan Hanabilah mensyaratkan aqid harus balig
(terkena perintah syara’), berakal, telah mampu memelihara agama
dan hartanya. Dengan demikian, ulama Hanabilah membolehkan
seorang anak kecil membeli barang yang sederhana atas seizin
walinya.15 Kecakapan yang sempurna yang dimiliki oleh orang

11
yang telah balig itu dititikberatkan pada adanya pertimbangan akal
yang sempurna, bukan pada bilangan umur atau bilangan tahun
yang dilaluinya.
2) Menurut Ahmad Azhar Basyir syarat yang terkait dengan
pembayaran atau harga, antara lain yaitu:
a. Alat bayar harus diketahui dengan jelas jumlah dan jenisnya
oleh pihak yang terlibat dalam transaksi. Ketentuan tersebut
dimaksudkan untuk menghilangkan ketidakjelasan dalam
transaksi yang akhirnya dikhawatirkan dapat menimbulkan
perselisihan dikemudian hari.
b. Pembayaran harus dilakukan seluruhnya ketika akad telah
disepakati. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga maksud
utama jual beli salam, yaitu membantu pihak yang butuh
modal untuk biaya produksi.
c. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
3) Menurut Muhammad syarat yang terkait dengan barang,
diantaranya:
a. Barangnya menjadi utang atau tanggungan bagi penjual.
Dengan demikian, barang pesanan yang telah menjadi
tanggungan pihak penjual, keberadaannya tidak boleh
diserahkan kepada pihak lain. Rasulullah SAW bersabda.
Artinya: “Barang siapa mengadakan salam terhadap sesuatu,
maka janganlah ia memberikannya kepada orang lain”.
b. Komoditinya harus dengan sifat-sifat yang jelas, misalnya
dengan disebutkan jenis, warna, ciri-ciri, macam dan ukurannya.
Hal ini dilakukan agar tidak terjadi konflik antara seorang Muslim
dengan saudaranya yang menyebabkan dendam dan
permusuhan di antara keduanya.
c. Barang yang dipesan harus selalu tersedia di pasaran sejak akad
berlangsung sampai tiba waktu penyerahan. Aturan ini
ditetapkan guna menjamin sebuah kepastian dapat
diserahkannya barang tersebut tepat pada waktunya.

12
d. Barang yang dipesan dalam akad salam harus berupa al-
misliyat, yakni barang yang banyak padanannya di pasaran yang
kuantitasnya dapat dinyatakan melalui hitungan, takaran atau
timbangan. Pendapat ini menurut Ulama’ Hanafiyah, Syafi’iyah
dan Hanabilah. Sedangkan menurut Malikiyah, akad salam
dibolehkan atas barang al-qimiyyah yaitu yang dapat dinyatakan
dengan kriteria tertentu.
e. Penyerahan barang dilakukan dikemudian hari. Barangnya
dapat diberikan sesuai dengan waktu yang dijanjikan (pendapat
ulama Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah). Akan tetapi, ulama
Syafi’iyah menyatakan bahwa dalam jual beli pesanan boleh saja
barang diserahkan waktu akad, sebagaimana dibolehkan
penyerahannya pada waktu yang disepakati bersama, sehingga
memperkecil kemungkinan terjadi penipuan.
f. Disebutkan tempat penyerahan barang pesanannya.13
4) Syarat tentang waktu dan tempat penyerahan barang
a. Syarat tentang waktu penyerahan barang Mengenai tenggang
waktu penyerahan barang dapat saja ditentukan tanggal dan
harinya, tetapi tidak semua jenis barang dapat ditentukan
demikian. Ulama Hanafiyah dan Hanabilah mengatakan satu
bulan. Sedangkan ulama Malikiyah memberi tenggang waktu
setengah bulan.
b. Syarat tentang tempat penyerahan barang. Pihak-pihak yang
bertransaksi harus menunjuk tempat untuk penyerahan barang
yang dipesan. Ketentuan ini ditetapkan apabila untuk membawa
barang pesanan diperlukan biaya pengiriman atau tempat
terjadinya transaksi tidak layak dijadikan tempat penyerahan
barang pesanan, seperti di tengah gurun. Namun, apabila tempat
terjadnya transaksi itu layak dijadikan tempat penyerahan atau
untuk membawanya tidak diperlukan biaya pengiriman, maka

13
Abdul Haris Simal, “PELAKSANAAN JUAL BELI DENGAN MENGGUNAKAN AKAD AS-SALAM
DITINJAU DARI PRINSIP TABADUL AL-MANAFI,” no. 1 (2019): 113.

13
tidak harus menunjuk tempat penyerahan barang. Jika kedua
belah pihak yang berakad tidak mencantumkan penentuan tempat
serah terima, jual beli salam tetap dinyatakan sah, dan tempat
penyerahan bisa ditentukan kemudian. Hal ini dikarenakan tidak
ada hadits yang menjelaskannya. Apabila penyerahan barang
merupakan syarat sah jual beli salam, maka Rasulullah akan
menyebutkannya seperti beliau menyebutkan takaran, timbangan
dan waktu.
Yang perlu diperhatikan adalah dalam melakukan akad
salam syarat tentang waktu dan tempat penyerahan barang
tergantung pada kesepakatan diantara kedua belah pihak, agar
lebih memberikan rasa aman dan lebih menjaga agar tidak terjadi
perselisihan.
Dalam hukum Islam juga menyebutkan bahwa apabila pada
barang yang dibeli terdapat cacat, kerusakan dan ketidaksesuaian
dengan apa yang dipesan, maka barang yang dibeli dapat
dikembalikan kepada penjualnya. Ketentuan ini sesungguhnya
untuk menjamin hak-hak pembeli atau konsumen agar
mendapatkan barang yang sesuai dengan yang dipesan.14
Berikut adalah ketentuan syariah barang salam diantaranya :
(1) Barang tersebut harus dapat dibedakan/diidentifikasi
mempunyai spesifikasi dan karakteristik yang jelas seperti
kualitas, jenis, ukuran sehingga tidak ada gharar.
(2) Barang tersebut harus dapat
dikualifikasi/ditakar/ditimbang.Waktu penyerahan barang harus
jelas, tidak harus tanggal tertentu boleh juga dalam kurun waktu
tertentu. Misalnya dalam waktu 6 bulan atau musim panen
disesuaikan dengan kemungkinan tersedianya barang yang
dipesan.Barang tidak harus ada di tangan penjual, tetapi harus
ada pada waktu yang ditentukan.

14
Simal, 114–15.

14
(3) Apabila barang yang dipesan tidak ada pada waktu yang
ditentukan, akad menjadi fasakh/rusak dan pembeli dapat
memilih apakah menunggu sampai dengan barang yang
dipesan tersedia atau membatalkan akad sehingga penjual
harus mengembalikan dana yang telah diterima.
(4) Apabila barang yang dikirim cacat atau tidak sesuai dengan
yang disepakati dalam akad, maka pembeli boleh melakukan
khiar atau memilih untuk menerima atau menolak.
(5) Apabila barang yang dikirim memiliki kualitas yang lebih baik,
maka penjual tidak boleh meminta tambahan pembayaran dan
hak ini dianggap sebagai pelayanan kepuasan pelanggan.
(6) Apabila barang yang dikirim kualitasnya lebih rendah, pembeli
boleh memilih menolak atau menerimanya.Barang boleh
dikirim sebelum jatuh tempo asalkan disetujui oleh kedua pihak
dan dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan
kesepakatan, dan tidak boleh menuntut penambahan harga.
(7) Penjualan kembali barang yang dipesan sebelum diterima tidak
dibolehkan secara syariah.
(8) Kaidah penggantian barang yang dipesan dengan barang lain.
(9) Apabila tempat penyerahan barang tidak disebutkan, akad
tetap sah.
5) Syarat Ijab dan Qabul (Sigat)
Sigat adalah pernyataan ijab dan qabul, ijab merupakan
pernyataan yang keluar lebih dahulu dari salah seorang yang
melakukan transaksi yang menunjukkan atas keinginan melakukan
transaksi. Adapun qabul adalah pernyataan yang terakhir dari pihak
kedua yang menunjukkan atas kerelaannya menerima pernyataan
pertama.
Unsur penting dari jual beli salam adalah kerelaan kedua
belah pihak, sama halnya dengan jual beli lainnya. Sesuai dengan
apa yang ditentukan oleh Allah SWT dalam QS An-Nisa: 29

15
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu”
Dengan demikian, terlihat jelas bahwa rukun dan syarat jual
beli merupakan sesuatu yang harus dipenuhi dalam kegiatan jual
beli agar transaksi jual beli menjadi sah. Namun, terdapat bentuk
lain yang merupakan pengecualian dari jual beli, di mana barang
yang diperjualbelikan tidak harus diserahkan ketika akad dan tidak
harus ada pada penjual diwaktu transaksi, bentuk lain dari jual beli
ini yaitu jual beli salam. Olehnya itu, menurut hemat penulis bahwa
segala bentuk transaksi yang dilakukan atas dasar jual beli salam
diharuskan memenuhi segala persyaratan yang dianjurkan agar
memiliki hasil yang bermanfaat untuk orang lain.15
E. Rukun Salam
1. Menurut Sulaiman Rasjid dalam bukunya berjudul Fiqh Islam, rukun
jual beli salam adalah sebagai berikut:
a. Pembeli atau muslam, yaitu seseorang yang menggunakan
barang dan jasa.
b. Penjual atau muslam ilaih, yaitu seseorang yang menyediakan
barang atau jasa kepada pembeli.
c. Modal, yaitu segala hal yang dipakai sejak awal mula berdagang
dan biasanya berupa uang, jasa dan sebagainya.
d. Barang atau muslam fīh, yaitu sesuatu yang diperjualbelikan
pada pasar komersil atau tempat tertentu. Kemudian barang juga
dapat diklasifikasikan seperti barang jadi, barang setengah jadi
atau mentah. Ucapan atau shīghat, yaitu segala hal yang
dibicarakan oleh pedagang dan pembeli seperti halnya akad,
harga, kualitas dan kuantitas.16

15
Simal, 116.
16
Ibid.

16
2. Syarat Akad Salam.
Syarat-syarat bai as-salam ini ada yang berkaitan dengan
modal atau harga (ra‟su al-māl), dan ada yang berkaitan dengan
objek akad atau barang yang dipesan (muslam fīh). Syarat akad
salam diantaranya :
a. Modal usaha dan alat pembayaran.
Modal di sini adalah sejumlah uang yang dikeluarkan
untuk membayar barang yang dibutuhkan atau dipesan.
Modal atau uang sebagai alat pembayaran untuk pembelian
atau pemesanan barang diisyaratkan harus diketahui secara
jelas jumlah dan bentuknya seperti jenis dan macamnya
misalnya dinar, dirham, dollar, dan lain-lain. Hukum awal
mengenai pembayaran adalah bahwa ia ha rus dalam bentuk
uang tunai.
b. Penerimaan pembayaran.
Kebanyakan ulama mengharuskan pembayaran salam
dilakukan pada saat kontrak disepakati dan tunai di majelis
akad sebelum para pihak meninggalkan majelis. Apabila
pembayaran dilakukan setelah barangnya selesai atau
dibayar uang panjarnya pada waktu akad, maka jual beli
tersebut tidak masuk kepada bai‟ assalam melainkan jual beli
biasa.
Adapun obyek akad salam adalah :
1. Harus jelas ciri-cirinya, jenisnya, dan macamnya, serta dapat
diakui sebagai utang.
2. Barang harus dapat diindentifikasi secara jelas, yaitu untuk
mengurangi kesalahan akibat kurangnya pengetahuan tentang
macam barang tersebut misalnya beras atau kain, tentang
kualitasnya pula misalnya kualitas utama, kedua, atau ekspor,
dan tidak ketinggalan mengenai jumlahnya.
3. Penyerahan barang dikemudian hari, karena para ulama
berpendapat tentang waktu penyerahan barang pada bai‟ as-

17
salam. Menurut ulama Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah,
penyerahan barang dikemudian hari sesuai waktu yang
disepakati. Menurut mereka jika barang diserahakan pada waktu
akad maka bukan termasuk jual beli salam. Namun berbeda
dengan ulama Syafi’iyah yang menyetakana bahwa dalam jual
beli salam boleh saja barang diserahkan pada waktu akad,
karena atas kesepakatan bersama antara penjual dan pembeli.
4. Alasannya, jika barang yang dibeli itu boleh diserahkan pada
waktu yang akan datang, maka penyerahannya pada waktu akad
pun juga boleh sehingga kemungkinan terjadinya penipuan lebih
dapat dihindari.
5. Tempat penyerahan, Pihak-pihak yang berkontrak harus
menunjuk tempat yang disepakati di mana barang (muslam fīh)
harus diserahkan. Jika kedua belah pihak yang berkontrak tidak
menentukan tempat pengiriman, maka barang harus dikirim ke
tempat yang menjadi kebiasaaan, misalnya gudang si pembeli
(muslam).
6. Akad salam bersifat mengikat, maksudnya akad harus sekaligus
jadi tanpa ada khiyār syarat17 (hak memilih secara syarat) baik
bagi kedua belah pihak maupun salah satu pihaknya. Apabila
akad salam disertai dengan khiyar syarat maka akad salam
menjadi batal atau tidak sah.
7. Penjualan barang (muslam fīh) sebelum diterima, yaitu Jumhur
ulama melarang penjualan ulang barang (muslam fīh) oleh
penjual (muslam „ilaih) sebelum diterima oleh pembeli (muslam).
Para ulama sepakat bahwa penjual (muslam ilaih) tidak boleh
mengambil keuntungan tanpa menunaikan kewajiban
menyerahkan barang (muslam fīh)
F. Jenis Salam

17
khiyār syarat adalah hak memilih yang terjadi selama periode tertentu dan disepakati
oleh kedua
belah pihak yang terkait perjanjian, atau penjualan yang didalamnya disyaratkan sesuatu baik oleh
penjual maupun oleh pembeli. Seperti “saya jual rumah ini dengan harga Rp. 100.000.000,- dengan
syarat khiyar selama tiga hari. Lihat Suhendi, Fiqh, 83-84.

18
Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjual
belikan belum ada ketika transaksi dilakukan, pembeli melakukan
pembayaran di muka sedangkan penyerahan barang baru dilakukan
di kemudian hari. Salam paralel, artinya melaksanakan 2 transaksi
salam yaitu antara pemesan pembeli dan penjual serta antara penjual
dengan pemasok (supplier) atau pihak ketiga lainnya. Hal ini terjadi
ketika penjual tidak memiliki barang pesanan dan memesan kepada
pihak lain untuk menyediakan barang pesanan tersebut. Bai‟ as-salam
memang pada kenyataannya ada dua jenis dalam transaksinya, yaitu
akad salam biasa yang hanya melibatkan penjual dan pembeli,
kemudian akad salam paralel (as-salam al-mawājī) yang melibatkan
penjual, pembeli, dan pihak lain.18
Salam paralel dibolehkan asalkan akad salam kedua tidak
tergantung pada akad pertama yaitu akad antara penjual dan
pemasok tidak tergantung pada akad antara pembeli dan penjual, jika
saling tergantung atau menjadi syarat maka tidak diperbolehkan
(terjadi taalluq). Akad antara penjual dan pemasok terpisah dari akad
antara pembeli dan penjual. Beberapa ulama kontemporer melarang
transaksi salam paralel terutama jika perdagangan dan transaksi
semacam itu dilakukan secara terus-menerus karena dapat menjurus
kepada riba.19 Akad salam paralel memang biasa digunakan oleh
bank untuk memenuhi pesanan nasabah. Di mana akad salam paralel
telah melaksanakan dua transaksi salam antara bank dengan
produsen dan antara bank dengan pembeli. Mekanisme salam paralel
ini berdasarkan pertimbangan bahwa yang dibeli bank dalam transaksi
salam adalah barang, dan bank tidak berniat untuk menjadikannya
sebagai persediaan, maka dilakukanlah transaksi salam ke dua
kepada pembeli. Salam paralel juga bisa karena bank memfasilitasi
seorang untuk memproduksi sebuah hasil. Bank bertindak sebagai
penyedia dana yang akan digunakan oleh nasabah untuk

18
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya, 280.
19
Ibid.

19
memproduksi barang tertentu yang dipesan oleh pihak bank. Nasabah
bertindak sebagai penjual dengan kesanggupan menyediakan barang
yang dipesan oleh bank. Setelah barang pesanan sudah dipenuhi oleh
penjual (nasabah), bank dapat menjual kembali kepada pihak lain
dengan harga yang ditetapkan oleh bank, dalam hal ini pihak bank
mendapat keuntungan dari selisih harga barang yang dipesan setelah
bank menjual kepada pihak lain.20
Contoh kasus dari akad salam peralel di atas yaitu, ada seorang
petani mengajukan dana untuk mengelola sawahnya kepada bank.
Setelah diperhitungkan biaya untuk mengelola sawahnya sebesar Rp
5.000.000,-. Setelah bank melakukan analisa, bank menyetujuinya.
Bank dalam pembiayaan ini menggunakan akad salam paralel,
dengan kesepakatan bahwa dari dana Rp 5.000.000,- yang akan
dikeluarkan oleh bank akan mendapatkan gabah kering 2 ton dari
petani dengan perhitungan harga gabah kering sebesar Rp 2.500,- per
kilo. Penerimaan gabah kering tersebut dilakuakn dalam tempo 4
bulan yang akan datang. Ketika masa penerimaan tiba, pihak bank
mencari pembeli gabah tersebut. Bank bisa menjual gabah kering
tersebut dengan harga yang ditetapkan oleh pihak bank. Dengan
demikian, bank mendapat keuntungan dari margin penjualan kepada
pihak lain21

G. Manfaat Salam
Manfaat transaksi salam bagi pembeli adalah adanya jaminan
memperoleh barang dalam jumlah dan kualitas tertentu pada saat ia
membutuhkan dengan harga yang disepakatinya di awal. Sementara
manfaat bagi penjual adalah diperolehnya dana untuk melakukan
aktivitas produksi dan memenuhi sebagian kebutuhan hidupnya.
Akad salam ini dibolehkan dalam syariah Islam karena punya hikmah
dan manfaat yang besar, dimana kebutuhan manusia dalam
bermuamalat seringkali tidak bisa dipisahkan dari kebutuhan atas akad

20
Sohari Sahrani dan Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), 65
21
Ibid., 67.

20
ini. Kedua belah pihak, yaitu penjual dan pembeli bisa sama-sama
mendapatkan keuntungan dan manfaat dengan menggunakan akad
salam. Pembeli (biasanya) mendapatkan keuntungan berupa:
1. Jaminan untuk mendapatkan barang sesuai dengan yang ia
butuhkan dan pada waktu yang ia inginkan. Sebagaimana ia juga
mendapatkan barang dengan harga yang lebih murah bila
dibandingkan dengan pembelian pada saat ia membutuhkan kepada
barang tersebut. Sedangkan penjual juga mendapatkan keuntungan
yang tidak kalah besar dibanding pembeli.22
2. Penjual mendapatkan modal untuk menjalankan usahanya dengan
cara-cara yang halal, sehingga ia dapat menjalankan dan
mengembangkan usahanya tanpa harus membayar bunga. Dengan
demikian selama belum jatuh tempo, penjual dapat menggunakan
uang pembayaran tersebut untuk menjalankan usahanya dan
mencari keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa ada kewajiban
apapun.
3. Penjual memiliki keleluasaan dalam memenuhi permintaan pembeli,
karena biasanya tenggang waktu antara transaksi dan penyerahan
barang pesanan berjarak cukup lama.23
4. Harga cenderung lebih baik, Keuntungan kedua dengan
menggunakan bai as-salam ini adalah kita tidak akan jadi korban
permainan harga. Biasanya hukum pasar yang berlaku adalah ketika
barang langka, maka harga cenderung akan naik. Ketika demand
tinggi sementara supply tidak bisa memenuhi, harga akan
melambung. Harga tiket akan naik beberapa kali lipat, baik resmi
atau tidak resmi, di musim liburan. Tetapi mereka yang sudah beli
tiket jauh-jauh hari, tentu tidak perlu membayar lebih. Tiket yang
mereka punya harganya pasti jauh lebih murah.
Adapun manfaat akad salam bagi penjual adalah :

22
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya, 284.
23
Ibid.

21
Mendapat Modal, Pihak penjual bisa dapat uang segar tanpa harus
segera menyerahkan barang. Seolah-olah penjual mendapatkan modal
gratisan untuk menjalankan usahanya dengan cara-cara yang halal,
sehingga ia dapat menjalankan dan mengembangkan usahanya tanpa
harus membayar bunga. Dengan demikian selama belum jatuh tempo,
penjual dapat menggunakan uang pembayaran tersebut untuk
menjalankan usahanya. Selain mendapat modal, pihak penjual juga
memiliki keleluasaan dalam memenuhi permintaan pembeli, karena
biasanya tenggang waktu antara transaksi dan penyerahan barang
pesanan berjarak cukup lama. Dengan demikian, bai‟ as-salam
bermanfaat bagi penjual dan juga pembeli. Akad salam ini dibolehkan
dalam syariat Islam karena punya hikmah dan manfaat yang besar, di
mana kebutuhan manusia dalam bermuamalah seringkali tidak bisa
dipisahkan dari kebutuhan atas akad ini. Kedua belah pihak, yaitu penjual
dan pembeli bisa sama-sama mendapatkan keuntungan dan manfaat
dengan menggunakan akad salam, baik akad salam biasa mau pun akad
salam paralel (salam bertingkat).24

H. Berakhirnya Akad Salam


Berakhirnya Akad Salam dapat terjadi ketika terdapat hal yang
bisa membatalkan konrak salam diantaranya yaitu :
1. Barang yang dipesan tidak ada pada waktu yang ditentukan.
2. Barang yang dikirim cacat atau tidak sesuai dengan yang
disepakati dalam akad.
3. Barang yang dikirim kualitasnya lebih rendah,dan pembeli memilih
untuk menolak atau membatalkan akad.
4. Barang yang dikirim kualitasnya tidak sesuai akad tetapi pembeli
menerimanya.25
I. Pelepasan barang yang dibeli di kontrak salam
Pembeli tidak dapat menjual komoditas sebelum menerima
pengiriman dari penjual. Ada perbedaan pendapat dalam hal ini

24
Ibid., 287.
25
Ibid.

22
mengenai legalitas menjual barang yang dibeli dalam akad Salam
sebelum menerima pengiriman. Mayoritas berpendapat bahwa pembeli
Salam tidak diperbolehkan untuk menikmati hak kepemilikannya
sampai ia menerima seluruh barang tersebut.
Menurut Ibnu Taimiyah dan Ibnu Al Qayyim, bahwa tidak ada
masalah hukum dalam memperdagangkan barang yang didapat dari
Salam sebelum mendapatkan hak kepemilikan. Dimana, jika dijual
kepada pihak ketiga, mungkin dengan harga yang sama, harga yang
lebih tinggi atau harga yang lebih rendah. Namun jika dijual kepada
penjualnya sendiri harus dengan harga yang sama atau harga yang
lebih rendah tetapi tidak dengan harga yang lebih tinggi. Hal ini disetujui
oleh Imam Maliki, dan mereka tidak setuju untuk menjual kembali
barang Salam sebelum diperoleh hak barang tersebut jika itu adalah
bahan makanan.
Dilihat dari segi legalitasnya, banyak ahli berpendapat bahwa
menjual kembali sesuatu sebelum memiliki hak atas kepemilikannya
adalah tindakan ilegal. Ada beberapa alternatif untuk pemasaran
barang saham vaitu opsi untuk bank syariah dengan:
1. Menandatangani kontrak saham paralel
Pada perjanjian Salam, baik penjual dan pembeli bisa
membuat kontrak paralel. Bank sebagai penjual dapat menjual
barang di Salam paralel dengan kondisi dan spesifikasi yang sama
seperti yang dibeli sebelumnya pada Salam pertama, tanpa
membuat satu kontrak bergantung pada yang lain. Tanggal
pengirimannya bisa Salam dengan Salam asli. Penjual dapat
membuat kontrak paralel untuk memungkinkan pengiriman
komoditas yang disepakati pada waktu yang disepakati.
Jika penjual dalam kontrak Salam pertama melanggar
kewajibannya. pembeli tidak memiliki hak untuk menghubungkan
pelanggaran tersebut dengan pihak yang dengannya ia membuat
Salam paralel. Kedua kontrak tidak dapat di ikat dan kinerja salah
satu tidak boleh bergantung pada kinerja lainnya Tanggal

23
pengiriman dalam kontrak paralel bisa sama dengan di kontrak
Salam asli, tetapi tidak lebih awal dari itu, karena ini berarti
penjualan barang yang tidak dimiliki seseorang Harus ada dua
kontrak yang terpisah dan Independent, satu dimana bank
bertindak sebagai pembeli dan satu lagi dimana ia sebagai penjual.
2. Kontrak agen dengan pihak ketiga atau dengan penjual
jika bank menganggap tidak cocok untuk menyimpan
persediaan barang dan atau tidak memiliki keahlian untuk menjual
komoditas yang diterima berdasarkan kontrak Salam, bank dapat
menunjuk pihak ketiga atau penjual sebagai agennya untuk
menjual komoditas.
Kesepakatan keagenan harus terpisah satu sama lainnya.
Suatu harga dapat ditentukan dalam kesepakatan keagenan
dimana agen akan menjual komoditas tersebut, namun jika agen
mampu mendapatkan harga yang lebih tinggi, maka keuntungan
dapat diberikan kepada agen tersebut.
3. Penjualan di pasar terbuka oleh bank itu sendiri
Dengan membuat perjanjian dengan pihak ketiga atau
penjualan langsung setelah menerima pengiriman barang dari
penjual. Dari penjelasan di atas diketahui bahwa akad salam
terbagi atas dua yaitu:
a. Salam, yang merupakan transaksi jual beli dimana barang yang
diperjualbelikan belum ada Ketika transaksi dilakukan, pembeli
melakukan pembayaran di muka sedangkan penyerahannya
baru dilakukan di kemudian hari.
b. Salam paralel, yang merupakan melaksanakan dua transaksi
bai yaitu antara pemesan dan penjual dan antara penjual
dengan pemasok (supplier) atau pihak ketiga lainnya misalnya
lembaga keuangan.
Salam paralel ini dilakukan dengan syarat: akad antara
lembaga keuangan Syariah (pembeli) dan produsen (penjual)

24
terpisah dari akad antara lembaga keuangan Syariah (penjual) dan
pembeli akhir dan kedua akad tidak saling bergantung.26
J. Keamanan Berbasis Salam-Sertifikat Salam/Sukuk
Sertifikat Solam yang mewakili semacam kontrak berjangka dapat
dikeluarkan untuk pengiriman komoditas, produk, atau layanan dimasa
mendatang. Di negara yang memiliki sumber daya alam yang besar
seperti minyak bumi, tembaga, besi dan lainnya, mereka dapat
menerbitkan sertifikat untuk pengiriman produk tersebut dimasa
mendatang yang dibayar penuh di tempat oleh investor, yang menerima
sertifikat pembelian sebagai gantinya. Misalnya negara penghasil
minyak mungkin ingin memperluas fasilitas penyulingannya. la mungkin
menjual produk minyak melalui Salam daripada meminjam berdasarkan
bunga dan menggunakan harga yang diterima di muka.
Pembeli Salam dapat memilih untuk mempertahankan kontrak
Salam dan menerima kiriman pada tanggal yang ditentukan atau ia
memilih untuk menjual barang yang terlibat dalam kontrak melalui
Salam paralel sebelum tanggal pengiriman dengan harga pasar berapa
pun, kepada investor lain.
Pembeli juga dapat menerbitkan Salam sukuk atau sertifikat Salam
terhadap harga yang dibayarkan untuk pengiriman produk minyak di
masa depan. Salam sukuk dapat berpindah tangan antara awal kontrak
dan tanggal jatuh tempo. Pengiriman dan penerimaan aktual dan bukan
hanya penyelesaian kertas, mengikat penerbit Salam sukuk atau
pemegang akhir sertifikat. Ciri penting dari sertifikat Salam adalah
kenyataan bahwa kewajiban penerbit terhadap investor tidak berbeda
dengan apa yang dibayar pasar disektor rill pada saat jatuh tempo
pembayaran.
Sertifikat Salam ini ditujukan untuk komoditas tertentu. sertifikat
Salam ini mengikat keuangan, produksi dan penjualan barang-barang
yang terlibat dalam satu kontrak, risiko perubahan harga dari barang

26
Lumanul Hakim Aziz, Syarif Malle Syahrir, dan Ilham Akbar F., Akuntansi Syariah Sebuah
Tinjauan Teori dan Praktis (Bandung: Widina Bhakti Persada Bandung, 2021), 126–27.

25
Salam menjadi milik mereka yang berinvestasi di dalamnya yaitu
pembeli Salam, Investor yang membeli Salam sukuk harus
menanggung risiko yang muncul sehubungan dengan kemungkinan
penjual tidak dapat mengirimkan barangnya (counterparty risk) dan
risiko pasar yang timbul dari pembeli yang tidak dapat memasarkan
barang pada saat pengiriman atau menjualnya dengan harga jual lebih
rendah dari biayanya. Kedua risiko ini dapa dikurangi dengan merubah
struktur kesepakatan yang ada. Aliran transaksi Salam oleh Bank:
1. Bank akan membeli item dari klien A dengan pembayaran penuh
muka sesuai harga dan pengiriman pada tanggal tertentu yang telah
disepakati.
2. Pelanggan (penjual) akan mengirimkan komoditas pada waktu dan
tempat yang telah disepakati.
3. Bank akan menjual komoditas kepada pihak ketiga C melalui salah
satu cara yang disebutkan di atas. Yaitu Salam paralel dengan C
untuk menerima pembayaran penuh, dapatkan janji untuk membeli
dari C dengan harga berapa pun yang disepakati, menunjuk A
agennya untuk menjual kepada pihak ketiga mana pun, tunggu
sampai barang diterima lalu dijual di pasar.
4. Setelah menerima pengiriman dari A pada tanggal yang disepakati,
bank dapat melakukan pengiriman ke C atau pembeli lain.
Perlakuan Akuntansi oleh Bank dalam Kontrak Salam dan Salam:
a. Paralel Pengakuan awal:
1) Pembiayaan Salam diakui pada saat dibayarkan kepada penjual
atau tersedia baginya/
2) Salam paralel diakui pada saat bank menerima harga.
3) Pengukuran modal awal/harga akan dilakukan sebesar atau
pada jumlah tunai yang disetor atau pada nilai wajar dari aset
jika modal disediakan dalam bentuk barang
b. Pengukuran pada akhir periode keuangan:
1) Modal diukur dengan cara yang sama dengan pengukuran awal.
namun jika pengiriman komoditas tidak mungkin seluruhnya atau

26
Sebagian atau nilainya menurun, bank Syariah akan membuat
provis untuk perkiraan deficit
2) Transaksi pembiayaan Salam disajikan sebagai pembiayaan
Salam dalam laporan keuangan
3) Transaksi Salam paralel akan disajikan sebagai kewajiban
dalam laporan keuangan.
c. Penerimaan komoditas
1) Komoditas yang diterima dicatat sebagai aset pada nilai
historisnya.
2) Untuk penerimaan komoditas dengan kualitas yang berbeda; jika
nilai pasar sama dengan nilai di kontrak maka dicatat sebesar
nilai bukunya. Jika nilai pasar lebih rendah dari nilai buku, maka
dicatat pada nilai pasarnya pada saat penyerahan dan selisihnya
diakui sebagai kerugian.
3) Kegagalan menerima komoditas pada tanggal jatuh tempo jika
pengiriman diperpanjang, nilai buku akan tetap sebagaimana
adanya. Jika kontrak Salam dibatalkan dan klien tidak membayar
kembali modalnya, maka jumlah harus diakui sebagai piutang
dari klien.
4) Kegagalan menerima komoditas karena kesalahan klien: jika
kontrak Salam dibatalkan dan klien tidak membayar Kembali
modalnya, jumlahnya akan diakui sebagai piutang yang jatuh
tempo dari klien. Dalam hal jaminan yang dijaminkan untuk
komoditas tersebut apabila kurang dari nilai bukunya, selisih
diakui sebagai piutang klien.
d. Pengukuran nilai komoditas pada akhir periode keuangan:
Komoditas yang diperoleh melalui Salam harus diukur pada
nilai yang lebih rendah antara nilai historis atau nilai setara kas,
dan jika nilai setara kas lebih rendah, selisihnya diakui sebagai
kerugian.
Pengakuan hasil-pengiriman komoditas: Setelah pengiriman
komoditas dalam transaksi Salam paralel, perbedaan antara

27
jumlah yang dibayarkan oleh klien dan harga komoditas akan
diakui sebagai laba atau rugi.27
K. Mekanisme Akad Salam
Adapun mekanisme akad salam diantaranya :
1. Konsumen atau muslam melakukan pesanan dengan spesifikasi
barang yang diinginkan baik dari bentuk, ukuran, bahan, dan
sebagainya.
2. Konsumen atau muslam melakukan negosiasi disertai akad salam
bersama penjual atau muslam „ilaih untuk menemukan kata
sepakat.
3. Konsumen atau muslam melakukan pembayaran pesanan di
muka setelah menemukan kata sepakat kedua belah pihak untuk
bertransaksi salam.
4. Penjual atau muslam „ilaih melakukan produksi sesuai pesanan
dari konsumen atau muslam.
5. Penjual atau muslam „ilaih mengirimkan barang hasil produksi
atau muslam fīh yang dipesan kepada pembeli atau muslam
sesuai tanggal yang disepakati di awal.28
Mekanisme akad salam parallel adalah :
1. Bank sebagai pembeli (muslam) melakukan pemesanan barang
dengan spesifikasi barang yang diinginkan, kemudian bernegosiasi
akad salam dengan penjual (muslam ilaih) sebagai produsen.
2. Bank sebagai pembeli (muslam) melakukan pembayaran kepada
penjual (muslam ilaih) sebagai produsen ketika kedua belah pihak
sudah mencapai kata sepakat untuk transaksi salam.
3. Pembeli (muslam) dalam hal ini adalah nasabah melakukan
pemesanan sesuai keinginan dengan spesifikasi barang yang
dipesan, serta bernegosiasi dan berakad salam dengan pihak bank
sebagai penjual (muslam ilaih).

27
Hakim Aziz, Malle Syahrir, dan Ilham Akbar F., 128–29.
28
Sohari Sahrani dan Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah, 70.

28
4. Pembeli (muslam) dalam hal ini adalah nasabah melakukan
pembayaran kepada bank sebagai penjual (muslam ilaih) setelah
bersepakat melakuakan transaksi salam.
5. Penjual (muslam ilaih) dalam hal ini adalah produsen yang ditunjuk
oleh bank, melakukan pengiriman barang (muslam fīh) yang dipesan
nasabah atau pembeli (muslam) ke bank sebagai pembeli (muslam).
6. Bank sebagai penjual (muslam ilaih) mengirim barang (muslam fīh)
ke nasabah sebagai pembeli (muslam).
L. Perlakuan Akuntansi Transaksi Jual Beli Salam.
1. Akuntansi untuk Pembeli
Hal-hal yang harus dicatat oleh pembeli dalam transaksi secara
akuntansi
a. Pengakuan piutang salam, piutang salam diakui pada saat
modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual.
Modal usaha salam disajikan sebagai piutang salam.
b. Pengukuran modal usaha salam.29
Modal salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang
dibayarkan.
Jurnal :
Dr.Piutang Salam xxx
Kr.Kas xxx
Modal usaha salam dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar
nilai wajar, selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat modal
usaha non kas yang diserahkan diakui sebagai keuntungan
atau kerugian pada saat penyerahan modal usaha tersebut.30
1) Pencatatan apabila nilai wajar lebih kecil dari nilai tercatat.
Jurnal :
Dr.Piutang Salam xxx
Dr.Kerugian xxx
Kr.Aset Nonkas xxx

29
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya, 295.
30
Ibid.

29
2) Pencatatan apabila nilai wajar lebih besar dari nilai tercatat.
Jurnal :
Dr.Piutang Salam xxx
Kr.Aset Nonkas xxx
Kr.Keuntungan xxx
c. Penerimaan barang pesanan.
1) Jika barang pesanan sesuai dengan akad, maka dinilai
sesuai nilai yang disepakati.
Jurnal:
Dr.Aset Salam xxx
Kr.Piutang Salam xxx
2) Jika barang pesanan berbeda kualitasnya.
a) Nilai wajar dari barang pesanan yang diterima nilainya
sama atau lebih tinggi dari nilai barang pesanan yang
tercantum dalam akad, maka barang pesanan yang
diterima diukur sesuai dengan nilai akad.
Jurnal :
Dr.Aset Salam xxx
Kr.Piutang Salam xxx
b) Jika nilai wajar dari barang pesanan yang diterima lebih
rendah dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam
akad, maka barang pesanan yang siterima diukur sesuai
dengan nilai wajar pada saat diterima dan selisishnya
diakui sebagai kerugian.
Jurnal :
Dr.Persediaan-Aset Salam xxx
Dr.Kerugian Salam xxx
Kr.Piutang Salam xxx
3) Jika pembeli tidak menerima sebagian atau seluruh barang
pesanan pada tanggal jatuh tempo pengiriman, maka:
a) Jika tanggal pengiriman diperpanjang, maka nilai
tercatat piutang salam sebesar bagian yang belum

30
dipenuhi sesuai dengan nilai yang tercantum dalam akad
dan jurnal atas bagian barang pesanan yang diterima:
Dr. Aset Salam xxx
Kr.Piutang Salam xxx
b) Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya,
maka piutang salam berubah menjadi piutang yang
harus dilunasi oleh penjual sebesar bagian yang tidak
dapat dipenuhi dan jurnal:
Dr.Piutang Lain-lain Penjual xxx
Kr.Piutang Salam xxx
c) Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya
dan pembeli mempunyai jaminan atas barang pesanan
serta hasil penjualan jaminan tersebut lebih kecil dari
niali piutang salam, maka selisih antara niali tercatat
piutang salam dan hasil penjualan jaminan tersebut
diakui sebagai piutang kepada penjual (asumsi yang
menjual barang jaminan adalah pembeli).
Jurnal:
Dr.Kas xxx
Dr.Piutang Lain-lain penjual xxx
Kr.Piutang Salam xxx
Jika hasil penjualan jaminan tersebut lebih besar dari nilai
tercatat piutang salam maka selisihnya menjadi hak
penjual.
Dr.Kas xxx
Kr.Utang Penjual xxx
Kr.Piutang Salam xxx
d. Denda yang diterima dan diberlakukan oleh pembeli diakui
sebagai bagian dana kebajikan.
Jurnal:
Dr.Dana Kebijakan-Kas xxx
Kr.Dana Kebijakan-Pendapatan Denda xxx

31
Denda hanya boleh dikenakan kepada penjual yang mampu
menyelesaikan kewajibannya tetapi sengaja tidak
melakukannya lali. Hal ini tidak berlaku bagi penjual yang tidak
mampu menunaikan kewajibannya karena force majeur.
e. Penyajian.
1) Pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan
sebagai piutang salam.
2) Piutang yang harus dilunasi oleh penjual karena tidak dapat
memenuhi kewajibannya dalam transaksi salam disajikan
secara terpisah dari piutang salam.
3) Persediaan yang diperoleh melalui transaksi salam diukur
sebesar nilai terendah biaya perolehan atau nilai bersih yang
dapat direalisasi. Apabila nilai bersih yang dapat
direalisasikan lebih rendah dari baiaya perolehan maka
selisihnya diakui sebagai kerugian.31
f. Pengungkapan.
1) Besarnya modal usaha salam,baik yang dibiayai sendiri
maupun yang dibiayai secara bersama-sama dengan pihak
lain.
2) Jenis dan kuantitas barang pesanan.
3) Pengungkapan lain sesuai dengan PSAK No 101 tentang
Penyajian Laporan Keuangan Syariah.32
2. Akuntansi untuk Penjual
a. Pengakuan kewajiaban salam, kewajiban salam diakui pada
saat penjual menerima modal usaha salam. Modal usaha salam
yang diterima disajikan sebagai kewajiban salam.33
b. Pengukuran kewajiban salam.
Jurnal:
Dr.Kas xxx
Kr.Utang Salam xxx

31
Ibid.
32
Ibid., 296.
33
Ibid.

32
Jika modal usaha salam dalam bentuk aset nonkas diukur
sebesar nilai wajar.
Jurnal:
Dr.Aset Nonkas xxx
Kr.Utang salam xxx
c. Kewajiban salam dihentikan pengakuannya (derecognation)
pada saat penyerahan barang kepada pembeli.
Jurnal:
Dr.Utang Salam xxx
Kr.Penjualan
xxx
d. Jika penjual melakukan transaksi salam paralel, selisih antara
jumlah yang dibayar oleh pembeli akhir dan biaya perolehan
barang pesanan diakui sebagai keuntungan atau kerugian pada
saat penyerahan barang pesanan oleh penjual ke pembeli akhir.
Jurnal ketika membeli persediaan:
Dr.Aset Salam xxx
Kr.Kas xxx
Pencatatan ketika menyerahkan persediaan, jika jumlah yang
dibayar oleh pembeli akhir lebih kecil dari biaya perolehan
barang pesanan.
Jurnal:
Dr.Utang Salam xxx
Dr.Kerugian Salam xxx
Kr.Aset Salam xxx
Pencatatan ketika menyerahkan persediaan,jika jumlah yang
dibayar oleh pembeli akhir lebih besar dari biaya perolehan
barang pesanan.
Jurnal:
Dr.Utang Salam xxx
Kr.Aset Salam xxx
Kr.Keuntungan Salam xxx

33
e. Pada akhir periode pelaporan keuangan, persediaan yang
diperoleh melalui transaksi salam diukur sebesar nilai terendah
biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi. Apabila
nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya
perolehan maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
f. Penyajian, penjual menyajikan modal usaha salam yang diterima
sebagai kewajiban salam.34
g. Pengungkapan.
1) Piutang salam kepada produsen (dalam salam paralel) yang
memiliki hubungan istimewa.
2) Jenis dan kuantitas barang pesanan.
3) Pengungkapan lain sesuai dengan PSAK No 101 tentang
Penyajian Laporan Keuangan Syariah.35
M. Illustrasi Akad Salam.
1. Modal Salam dalam bentuk Uang Tunai.
Transaksi Penjual Pembeli
(dalam ribuan rupiah)
1 Januari 2013
Pembeli memberikan Kas 100.000 Piutang Salam 100.000
modal salam kepada Utang Salam100.000 Kas 100.000
penjual senilai Rp 100.000
secara tunai.
Pengiriman akan dilakukan
setelah tanggal 31 Maret
2013/masa panen.

34
Ibid., 302.
35
Ibid., 304-308.

34
31 Maret 2013 Barang
dikirim oleh penjual.
Barang yang dikirim sesuai Utang Salam 100.000 Aset Salam 100.000
akad. Penjualan 100.000 Piutang Salam100.000
Barang yang dikirim
tidak sesuai akad. Utang Salam 100.000 Aset Salam 100.000
Jika pembeli menerima: Penjualan 100.000 Piutang Salam
Nilainya lebih tinggi dari 100.000
nilai akad salam(asumsi Utang Salam 100.000
nilai barang Rp Penjualan 100.000 Aset Salam 95.000
120.000). Kerugian 5.000
Nilainya lebih rendah Aset Salam 95.000 Piutang Salam
dari nilai akad Kas 95.000 100.000
salam(asumsi nilai
barang Rp 95.000). Utang Salam 100.000 Aset Salam 95.000
Dilakukan Salam paralel Aset Salam 95.000 Kerugian 5.000
dengan membeli aset Keuntungan 5.000 Piutang 100.000
salam dengan harga Rp Perubahan dilakukan
95.000. secara teknis
Jurnal pembelian operasional Perubahan dilakukan
aset salam. Utang Salam100.000 secara teknis
Jurnal penyerahan U.Lain-lain 100.000 operasional
aset salam ke U.Lain-lain 100.000 P.Lain-lain100.000
pembeli. Kas 100.000 P.Salam 100.000
Jika pembeli tidak Kas 100.000
menerima, maka : P.Lain-lain 100.000
Penjual diberikan
tambahan waktu.
Pembeli
membatalkan
pesanan,dan
penjual melunasi.

35
Pembeli
membatalkan
pesanan,dan
pembeli memiliki
jaminan.

Jika pihak penjual lalai Kerugian 5.000 D.K-Kas5.000


sehingga dikenakan Kas 5.000 D.K-Denda 5.000
denda, sebesar Rp 5.000.
Denda tersebut dibayar
secara tunai.

2. Transaksi dengan Penyerahan Aset Nonkas

Transaksi Penjual Pembeli


Penyerahan aset nonkas Aset 110.000 P.Salam 110.000
dengan nilai tercatat Rp U.Salam Aset nonkas80.000
80.000. Nilai Wajar Rp 110.000 Keuntungan30.000
110.000.
Penyerahan aset nonkas Aset 70.000 P.Salam 70.000
dengan nilai tercatat Rp Utang Salam Kerugian 10.000
80.000. Nilai wajar Rp 70.000 Aset nonkas80.000
70.000.
Pencatatan transaksi
lainnya yang relevan tidak
berbeda dengan pencatatan
transaksi lainnya.

36
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
paparan materi diatas maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Akad Salam adalah salah satu jenis akad dalam hukum Islam yang
umumnya digunakan dalam transaksi jual beli. Akad Salam
merupakan akad yang dilakukan dengan cara membeli suatu
barang dengan pembayaran sebelum barang tersebut diterima atau
diserahkan.
2. Dalam hukum Islam, akad salam diatur dalam beberapa hadits yang
menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW melakukan akad salam
untuk membeli gandum dari petani sebelum panen dilakukan. Selain
itu, akad salam juga diatur dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat
282, di mana disebutkan bahwa para pihak harus mencantumkan
kontrak dalam transaksi jual beli, termasuk dalam akad salam.
3. Tujuan dari akad salam adalah untuk memberikan kepastian harga
dan kualitas barang kepada pembeli, serta memberikan kepastian
pembayaran kepada penjual. Selain itu, akad salam juga dapat
digunakan untuk membantu petani dalam mengatasi masalah
keuangan sebelum panen dilakukan.
4. Namun penggunaan akad salam tidak boleh sembarangan, karena
ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, seperti barang yang
dibeli harus jelas jenis dan kualitasnya, harga harus sudah
disepakati, serta pembayaran harus dilakukan sebelum barang
diterima atau diserahkan.
5. Dalam perkembangannya, akad salam juga telah diaplikasikan
dalam produk-produk keuangan syariah, seperti sukuk salam dan
deposito salam. Sukuk salam adalah sertifikat berbasis syariah yang
dijual dengan harga diskon dan dibeli kembali pada saat jatuh tempo
dengan harga penuh, sedangkan deposito salam adalah deposito

37
berbasis syariah yang ditempatkan untuk jangka waktu tertentu dan
dibayar pada awal penempatan dengan diskon tertentu.
6. Salam bersifat konklusif dan mengikat. Kontrak dapat diubah atau
dihentikan hanya dengan persetujuan kedua belah pihak. Bank tidak
boleh mengimbangi piutangnya untuk pembayaran harga Salam
sebagai penjualan Salam tidak dapat dikontrakkan terhadap
pinjaman atau Sebagian tunai dan Sebagian pinjaman, dalam hal ini
kontrak akan efektif hanya sejauh pembayaran tunai. Jika bank
memajukan uang untuk lebih dari satu item, disarankan untuk
meletakkan rincian setiap item. Jika penjual bersedia menyerahkan
barang yang dikontrakkan pada tanggal jatuh tempo, bank
berkewajiban untuk mengambil alih barang tersebut, jika tidak maka
bank tersebut akan dibebaskan dan kewajibannya. Bank dapat
menolak untuk menerima barang hanya jika barang tersebut tidak
memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan atau telah ditawarkan
sebelum tanggal yang ditentukan. Bank setelah menandatangani
kontrak Salam, dapat mengadakan kontrak paralel atau berjanji
dengan pihak ketiga mana pun untuk menjual komoditas yang sama
dengan spesifikasi dan tanggal pengiriman yang sama. Kedua
kontrak tersebut dapat diberlakukan secara terpisah dan
independent.
7. Pembiayaan salam dapat memberikan kontribusi dan
menanggulangi permasalahan pangan yang sedang dihadapi
Indonesia. Seharusnya dengan sumber daya alam yang subur dan
adanya rakyat sebagai sumber daya manusia yang siap
menggarapnya, maka hal ini dapat dijembatani dengan adanya
sistem pembiayaan akad salam yang mana akad tersebut dapat
menjadi sistem yang efektif jika di terapkan dengan sungguh-
sungguh. Sangat jelas bahwa, akad salam diatur dalam fatwa
Dewan Syariah Nasional (DSN) dan tercantum di dalam Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Syariah serta Pedoman
Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) sehingga

38
peraturan ini tidak boleh disia-siakan dan harus dimanfaatkan untuk
kepentingan pengembangan ekonomi negara. Dengan skema
pembiayaan akad salam yang telah dibuat diharapkan dapat
memberikan sedikit kontribusi dalam penerapan pembiayaan salam.
Pemerintah dengan kebijakannya dapat memberikan dukungan
terhadap ekonomi rakyat melalui ekonomi syariah. Dari
8. Dalam konteks bisnis dan keuangan, akad salam memiliki peran
penting sebagai instrumen untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan
bagi pelaku usaha, terutama dalam sektor pertanian. Oleh karena
itu, pemahaman yang baik mengenai akad salam menjadi penting
bagi semua pihak yang terlibat dalam transaksi jual beli, terutama
dalam praktik bisnis yang berbasis syariah.
B. Saran
Dari pembahasan di atas penulis menyarankan bahwa dalam
melakukan transaksi akad salam harus memeperhatikan syarat dan
rukun yang menjadi keabsahannya transaksi tersebut. penulis sadar
bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna oleh karena itu kritik dan
saran dari pembaca penulis harapkan.

C. Soal Latihan
1. Apakah pengertian akad salam menurut PSAK 103 ?
2. Apakah pembeli ataupun penjual boleh merubah harga barang
pesanaan yang sudah disepakati ? Jelaskan
3. Sebutkan syarat yang terkait dengan barang menurut Muhammad
4. Dalam hukum Islam bagaimana apabila pada barang yang dibeli
terdapat cacat, kerusakan dan ketidaksesuaian dengan apa yang
dipesan ?
5. Sebutkan, rukun jual beli salam Menurut Sulaiman Rasjid dalam
bukunya berjudul Fiqh Islam
6. Apa yang dimaksud dengan salam paralel dan terjadi ketika ?
7. Pembeli biasanya mendapatkan keuntungan berupa ?

39
8. Sebutkan 2 perbedaan antara antara Jual Beli Salam dengan Jual
Beli Biasa
9. Sebutkan Hal-hal yang harus dicatat oleh pembeli dalam transaksi
secara akuntansi
10. Jelaskan Pada akhir periode pelaporan keuangan dalam perlakuan
akuntansi transaksi jual beli salam hal-hal yang perlu di catat
akuntansi untuk penjual

40
DAFTAR RUJUKAN
“Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan
Syariah.pdf.” Diakses 24 April 2023. https://digilib.uin-
suka.ac.id/id/eprint/56311/1/Fiqh%20Muamalah%20dan%20Imple
mentasinya%20dalam%20Lembaga%20Keuangan%20Syariah.pdf.
Hakim Aziz, Lumanul, Syarif Malle Syahrir, dan Ilham Akbar F. Akuntansi
Syariah Sebuah Tinjauan Teori dan Praktis. Bandung: Widina
Bhakti Persada Bandung, 2021.
Saprida, Saprida. “Akad Salam Dalam Transaksi Jual Beli.” Mizan: Journal
of Islamic Law 4, no. 1 (13 Juni 2018).
https://doi.org/10.32507/mizan.v4i1.177.
———. “Akad Salam Dalam Transaksi Jual Beli.” Mizan: Journal of Islamic
Law 4, no. 1 (13 Juni 2018).
https://doi.org/10.32507/mizan.v4i1.177.
Simal, Abdul Haris. “PELAKSANAAN JUAL BELI DENGAN
MENGGUNAKAN AKAD AS-SALAM DITINJAU DARI PRINSIP
TABADUL AL-MANAFI,” no. 1 (2019).
Wardiana, Taufiq Akbar, Nunung Nurhayati, dan Nandang Ihwanudin.
“Implementasi akuntansi salam dalam aplikasi shopee.” Fair Value:
Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Keuangan 5, no. 1 (25 Agustus 2022):
523–32. https://doi.org/10.32670/fairvalue.v5i1.1874.
Widiana, Widiana, dan Arna Asna Annisa. “Menilik Urgensi Penerapan
Pembiayaan Akad Salam pada Bidang Pertanian di Lembaga
Keuangan Syariah di Indonesia.” Muqtasid: Jurnal Ekonomi dan
Perbankan Syariah 8, no. 2 (23 Maret 2018): 88.
https://doi.org/10.18326/muqtasid.v8i2.88-101.
Yazid affandi, Muhammad. FIQH MUAMALAH DAN IMPLEMENTASINYA
DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH. Yogyakarta: logung
putih, 2009.

41

Anda mungkin juga menyukai