Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

ISU-ISU KONTEMPORER

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mandiri


Mata Kuliah: Akuntansi dan Keuangan Syariah
Dosen Pengampu: Dr. Agus Suprayogi, ST. SE., Sy. M. Si

DISUSUN OLEH:
Nama : Dena Najarudin
NIM : 16.8.8.1.010
Jurusan : Manajemen

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI


HIDAYATULLAH DEPOK
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi, sholawat serta
salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw, keluarganya, sahabatnya,
dan para pengikutnya yang selalu taat dan patuh terhadap ajaran yang dibawa oleh
Rasullullah saw hingga akhir zaman. Alhamdulillah, berkat izin dan
pertolongan dari Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas Mata
Kuliah Akuntansi dan Keuangan Syariah.
Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini dan semoga
mendapat balasan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT aaamiiin. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, mengingat
keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu,
tidak menutup kemungkinan adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun
terhadap penulisan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap, mudah-mudahan makalah ini bermanfaat dan
bisa dimanfaatkan, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi semua pihak yang
berkepentingan. Semoga Allah SWT meridhoi atas segala usaha hamba-Nya.
Aaamiiin

Depok, Agustus 2019


Penyusun,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
A. Pengertian Pasar Modal .................................................................................. 3
B. Sumber Hukum Syariah .................................................................................. 5
C. Kriteria Efek Syariah ...................................................................................... 5
D. Jenis Efek Syariah .......................................................................................... 8
E. Saham Syariah ................................................................................................ 8
F. Obligasi Syariah ............................................................................................ 11
G. Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) ....................................................... 16
H. Reksa Dana Syariah ...................................................................................... 19
I. Akuntansi Sukuk (PSAK 110) ...................................................................... 24
J. Akuntansi Transaksi Asuransi (PSAK 108) ................................................. 28
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 34
A. Kesimpulan ................................................................................................... 34
B. Saran ............................................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 35

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan ekonomi syariah yang terus meningkat membuat masyarakat
mulai melirik investasi dalam instrumen keuangan syariah. Instrumen keuangan
syariah di Indonesia terdiri atas saham syariah, obligasi syariah/sukuk/surat
berharga syariah/medium term note syariah, reksa dana syariah, dan sebagainya.
Pendayagunaan aset yang optimal dalam investasi pada instrumen keuangan
syariah, selain memberikan rasa nyaman karena sesuai dengan syariah, juga dapat
membantu membangun perekonomian bangsa yang lebih maju dan bebas dari unsur
ribawi.
Potensi ekonomi syariah di Indonesia cukup besar. Hal ini didukung dengan
Golongan Menengah (Middle Class) di Indonesia yang cukup meningkat pesat.
Instrumen keuangan syariah dapat menjadi pilihan utama, bukan hanya sekedar
alternatif, bagi para kalangan yang menyadari bahwa ekonomi syariah di Indonesia
terus berkembang setiap tahunnya. Hal tersebut tentu saja dikarenakan dukungan
pemerintah yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Pemaparan singkat di atas melatarbelakangi tim penyusun untuk menyusun
makalah berjudul “Isu Kontemporer Ekonomi Syariah”. Judul tersebut diambil dari
judul pada bab 16 (enam belas) materi mata kuliah Akuntansi Syariah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, tim penyusun membuat rumusan masalah
terkait makalah “Isu Kontemporer Ekonomi Syariah” sebagai berikut:
a. Apakah pengertian dari pasar modal?
b. Apa sumber hukum syariah atas transaksi instrumen keuangan syariah?
c. Bagaimanakah penjelasan kriteria efek syariah?
d. Apakah yang dimaksud dengan efek syariah beserta jenisnya?
e. Apakah yang dimaksud dengan saham syariah?Apakah yang dimaksud
dengan obligasi syariah?
f. Apakah yang dimaksud dengan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)?
g. Apakah yang dimaksud dengan Reksa Dana Syariah?

1
h. Apa saja yang termasuk dalam transaksi terkait regulator (khusus untuk
perbankan syariah)?
i. Bagaimanakah penerapan Akuntansi Sukuk (PSAK 110)?
j. Bagaimanakah penerapan Asuransi Syariah?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk memperluas pemahaman
pembaca terkait definisi dan penerapan produk-produk ekonomi syariah, khususnya
pada instrumen keuangan syariah. Penyusun mengharapkan pembahasan dalam
makalah dapat bermanfaat dalam menganalisa dan berinvestasi pada instrumen
keuangan syariah di Indonesia.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Pasar Modal
Pengertian pasar modal dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pasar Modal (Capital Market) merupakan pasar untuk berbagai instrument
keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk
utang, ekuitas ( saham ), instrument derivative, maupun instrument lainnya.
b. Pasar Modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun
institusi lain (misalnya pemerintah ) dan sarana bagi kegiatan berinvestasi
bagi para investor.
c. Pasar Modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli
dan kegiatan terkait lainnya.
Berdasarkan fungsinya, pasar modal dapat dibagi menjadi 3 jenis, antara lain:
a. Pasar Perdana, yaitu penjualan efek pertama kali atau penerbitan efek
sebelum efek tersebut dijual melalui bursa efek. Pada pasar perdana, efek
dijual dengan harga emisi, sehingga perusahaan yang menerbitkan saham
memperoleh dana dari penjualan terssbut.
b. Pasar Sekunder, yaitu penjualan efek setelah penjualan pada pasar perdana
berakhir. Pada pasar sekunder harga efek ditentukan berdasarkan nilai pasar
efek tersebut, dan perusahaan yang menerbitkan tidak lagi memperoleh
dana dari penjualan tersebut.
c. Bursa Paralel, yaitu merupakan bursa efek yang ada. Bagi perusahaan yang
menerbitkan efek dan akan menjual efeknya melalui bursa daoat dilakukan
melalui bursa parallel. Bursa parallel merupakan alternative bagi
perusahaan yang go public untuk memperjualbelikan efeknya jika tidak
dapat memenuhi syarat yang ditentukan pada bursa efek.
Pasar Modal Syariah merupakan pasar modal yang menerapkan prinsip syariah
dalam kegiatan transaksinya dan terbebas dari hal-hal yang dilarang, seperti riba,
perjudian, spekulasi dan lain sebagainya. Penerapan prinsip-prinsip syariah melekat
pada instrument atau surat berharga atau efek yang diperjualbelikan (efek syariah)
dan cara bertransaksinya sebagaimana diatur oleh fatwa DSN – MUI, sehingga
tidak memerlukan bursa efek yang terpisah.

3
Pasar Modal Syariah di Indonesia secara resmi diluncurkan pada tanggal 14
Maret 2003 bersamaan dengan penandatanganan MOU antara BAPEPAM-LK
dengan Dewan Syariah Nasional – MUI. Namun instrument pasar modal syariah
telah hadir di Indonesia pada tahun 1997. Hal ini ditandai dengan peluncuran
Danareka Syariah pada 3 Juli 1997 oleh PT Danareksa Investment Management.
Selanjutnya Bursa Efek Indonesia bekerjasama dengan PT Danareksa Investment
Management meluncurkan Jakarta Islamic Index pada tanggal 3 Juli 2000 yang
bertujuan untuk memandu investor yang ingin menanamkan dananya secara
syariah.

Bapepam sebagai badan yang berwenang atas pasar modal di Indonesia, tidak
terkecuali pasar modal syariah dengan Keputusan Nomor Kep-130/BL/2006 dan
Nomor Kep-131/BL/2006 telah menerbitkan satu paket regulasi yang terkait
dengan penerapan prinsip syariah di pasar modal, yaitu:
a. Nomor IX.A.13, yaitu Bapepam mengatur mengenai Definisi efek syariah,
Ketentuan Umum, Ketentuan Perusahaan yang menerbitkan efek haruslah
perusahaan yang sesuai dengan kategori syariah, serta peraturan mengenai
perbitan Sukuk Syariah, Penerbitan Reksa Dana Syariah, Penerbitan Efek
Beragun Aset ( EBA ) Syariah.
b. Nomor IX.A.14 yaitu Bapepam mengatur Akad-akad yang digunakan
dalam penerbitan efek syariah di pasar modal. Isinya lebih mengatur kepada
akad-akad di Pasar Modal Syariah yang memiliki kesamaan akad seperti
akad pada Ijarah, Kafalah, Mudharabah, dan Wakalah.
Walaupun telah disiapkan master plan pasar modal syariah berupa kerangka
kebijakan pengembangan pasar modal syariah termasuk serangkaian peraturan,
serta komponen pendukungnya seperti : kebijakan akuntansi, hukum maupun
bentuk produk syariah, perkembangan pasar modal syariah di Indonesia masih
tergolong lambat ( Hasil Studi Bapepam ) , sebagai akibat dari :
a. Kurangnya tingkat pengetahuan dan pemahaman pelaku pasar dan modal
b. Terbatasnya ketersediaan informasi tentang Pasar Modal Syariah
c. Kurangnya Sumber Daya Manusia (professional) yang ahli di bidang
keuangan syariah.

4
d. Pola kelembagaan atau institusi dalam rangka pengawasan masih dianggap
sebagai “dis-insentif” oleh para pelaku.
e. Kurangnya “insentif” sehingga pelaku lebih cenderung menerbitkan produk
konvensional.
f. Terbatasnya produk syariah yang dapat dijadikan portofolio reksa dana
(kendala khusus untuk reksa dana syariah)

B. Sumber Hukum Syariah


Berikut adalah sumber hukum syariah transaksi terkait surat berharga, antara
lain:
 Al –Qur’an
.. dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba … ( QS
2:275 )
 As-Sunnah
“ Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula
membahayakan orang lain” (HR.Ibnu Majah dari Ubadah bin Shamit )
Dari ketentuan diatas memang tidak ada yang langsung menghalalkan atau
mengharamkan transaksi surat berharga karena transaksi tersebut belum dikenal
pada zaman nabi.
Hasil pertemuan ulama Internasional telah memperbolehkan transaksi saham
seperti yang menjadi dasar fatwa DSN MUI yaitu : Keputusan Mukatamar ke-7
Majma’ Fiqh Islami tahun 1992 di Jeddah yaitu boleh menjual atau menjaminkan
saham dengan tetap memperhatikan peraturan yang berlaku pada perseroan.

C. Kriteria Efek Syariah


Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah suatu lembaga dibawah MUI (Majelis
Ulama Indonesia) yang dibentuk tahun 1999 melalui Fatwa DSN Nomor: 40/DSN-
MUI/X/2003 tanggal 4 Oktober 2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum
Penerapan Prinsip Syariah di bidang Pasar Modal, telah menerapkan kriteria
produk-produk investasi yang sesuai ajaran Islam.
Semua produk atau instrument keuangan yang digunakan harus memenuhi
syarat :

5
a. Jenis Usaha, produk barang dan jasa yang diberikan serta cara
pengelolaan perusahaan emiten tidak bertentangan dengan prinsip-
prinsip syariah. Jenis kegiatan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip
syariah antara lain :
a) Usaha perjudian atau permainan yang tergolong judi atau
perdagangan yang terlarang,
b) Lembaga Keuangan Konvensional (ribawi), termasuk perbankan
dan asuransi konvensional,
c) Produsen, Distributor, serta pedagang makanan dan minuman
haram,
d) Produsen, Distributor, dan/atau penyedia barang/jasa yang
merusak moral dan bersifat mudarat,
e) Melakukan investasi pada emiten (perusahaan) yang pada saat
transaksi tingkat (nisbah) utang perusahaan pada lembaga
keuangan ribawi lebih dominan daripada modalnya.
b. Pelaksanaan transaksi harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian
serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi dan manipulasi yang di
dalamnya mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah,
maksiat dan kezaliman, seperti :
a) Najsy, yaitu melakukan penawaran palsu
b) Ba’i Al Ma’doum, yaitu melakukan penjualan efek syariah yang
belum dimiliki (short selling)
c) Insider Trading, yaitu menggunakan informasi “orang dalam”
dari perusahaan emiten untuk memperoleh keuntungan atas
transaksi yang dilakukan
d) Menimbulkan informasi yang menyesatkan
e) Margin Trading, melakukan transaksi atas efek syariah dengan
fasilitas pinjaman berbasisi bunga atas kewajiban penyelesaian
pembelian efek syariah tersebut.
f) Corner, adalah sejenis manipulasi pasar dalam bentuk menguasai
pasokan saham yang beredar di pasar sehingga pelakunya dapat
menentukan harga samah di bursa. Dengan adanya corner ini,

6
harga dapat direkayasa dengan cara melakukan transaksi fiktif
atau transaksi semu.
g) Window Dressing, merupakan praktik tertentu dengan laporan
keuangan yang didesain untuk menyajikan kondisi keuangan
yang lebih baik daripada keadaan yang sebenarnya. Hal ini
dilakukan dalam salah satu upaya meningkatkan harga saham.
Ada 2 kriteria yang harus dipenuhi agar efek tersebut dikatakan sesuai
syariah, criteria ini sesuai dengan SK Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan No. KEP-208/BL/2012 yang menyempurnakan SK
Bapepam dan LK No. Kep-180/BL/2009 tanggal 30 Juni 2009, yaitu :
1. Kriteria Jenis Usaha, dimana entitas tersebut tidak melakukan kegiatan
usaha sebagai berikut : Perjudian dan permainan yang tergolong judi
a. Pedagangan yang dilarang menurut syariah, antara lain :
a) Perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa
b) Perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu
 Jasa Keuangan Ribawi, antara lain :
a) Bank berbasis bunga
b) Perusahaan pembiayaan berbasis bunga
 Jual beli resiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan atau
judi (maisir), antara lain asuransi konvensional
 Memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan, dan atau
menyediakan antara lain :
a) Barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi)
b) Barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram lighairihi)
yang ditetapkan oleh DSN-MUI
c) Barang atau jasa yang merusak moral dan atau bersifat mudarat
 Melakukan transaksi yang mengadung unsur suap (risywah)
2. Kriteria Rasio Keuangan, yaitu memenuhi rasio-rasio keuangan sebagai
berikut :
a. Total Utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total asset tidak
lebih dari 45%.

7
b. Total pendapatan bungan dan pendapatan yang tidak halal lainnya
dibandingkan dengan total pendapatan usaha (revenue) dan pendapatan
lain-lain tidak lebih dari 10%
D. Jenis Efek Syariah
Objek jual beli atau perdagangan dalam pasar modal dan pasar modal syariah
adalah efek atau surat berharga. Ada lima jenis efek syariah yang dapat
diperdagangkan dalam Pasar Modal Syariah yaitu :
1. Saham Syariah adalah bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang
memenuhi criteria berdasarkan fatwa DSN-MUI, dan tidak termasuk saham
yang memiliki hak-hak istimewa,
2. Obligasi Syariah adalah surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip
syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang obligasi syariah yang
mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang
obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana
obligasi pada saat jatuh tempo.
3. Unit Penyertaan Kontrak Investasi Kolektif (KIK) Reksa Dana Syariah
adalah satuan ukuran yang menunjukkan bagian kepentingan setiap pihak
dalam portofolio investasi suatu KIK Reksa Dana Syariah,
4. Efek Beragun Aset (KIK EBA) Syariah adalah efek yang diterbitkan oleh
kontrak investasi kolektif EBA Syariah yang portofolionya terdiri atas asset
keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan
yang timbul di kemudian hari, jual beli pemilikan asset fisik oleh lembaga
keuangan, efek bersifat investasi yang dijamin oleh pemerintah, sarana
peningkatan investasi/arus kas serta asset keuangan setara, yang sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah.
5. Surat Berharga Komersial Syariah adalah surat pengakuan atas suatu
pembiayaan dalam jangka waktu tertentu yang seusai dengan prinsip-
prinsip syariah
6. Surat Berharga Syariah lainnya.

E. Saham Syariah
Sesuai fatwa DSN-MUI, pengertian saham adalah bukti kepemilikan atas suatu
perusahaan dan tidak termasuk saham yang memiliki hak-hak istimewa.

8
Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa saham merupakan bukti
kepemilikan seseorang/pemegang saham atas aset perusahaan sehingga penilaian
atas saham seharusnya berdasarkan atas nilai aset (yang berfungsi sebagai
underlying asset-nya).
Sebagai bukti kepemilikan, maka saham yang diperbolehkan secara syariah
untuk dibeli adalah saham untuk perusahaan-perusahaan yang kegiatan usaha, jenis
produk/jasa serta cara pengelolaannya sejalan dengan prinsip syariah. Penyertaan
modal secara syariah tidak diwujudkan dalam bentuk saham syariah maupun
nonsyariah, melainkan pada saham yang memenuhi kriteria syariah. BEI (Bursa
Efek Indonesia) bekerja sama dengan Dewan Pengawas Syariah PT Danareksa
Investment Managemet telah mengembangkan Jakarta Islamic Index (JII) yang
menggambarkan indeks saham yang memenuhi prinsip-prinsip syariah.
Proses penetapan saham emiten yang dapat dikelompokkan dalam JII adalah:
1. Saham-saham yang termasuk dalam indeks syariah adalah saham-saham
dengan emiten yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah
sebagaimana persyaratan pada DSN-MUI.
2. Setelah itu dinilai berdasarkan aspek likuiditas dan kondisi keuangan
emiten, yaitu:
a. Memilih saham dengan jenis usaha utama yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah dan sudah tercatat lebih dari 3 bulan (kecuali
termasuk dalam 10 kapitalisasi besar).
b. Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah tahun
berakhir yang memiliki rasio kewajiban terhadap aset maksimal 90%.
c. Memilih 60 saham dari susunan saham di atas berdasarkan urutan rata-
rata kapitalisasi pasar (market capitalization) terbesar selama satu tahun
terakhir.
d. Memilih 30 saham dengan urutan berdasarkan tingkat likuiditas rata-rata
nilai perdagangan regular selama satu tahun terakhir.
JII akan dikaji setiap 6 bulan dengan penentuan komponen indeks pada awal
bulan Januari dan Juli stiap tahunnya, sedangkan perubahan pada jenis usaha emiten
akan dipantau secara terus menerus berdasarkan data-data publikyang tersedia.

9
Indeks harga saham setiap hari dihitung menggunakan harga saham terkahir yang
terjadi di bursa.
Adapun daftar saham JII yang telah diterbitkan Bursa Efek Indonesia
berdasarkan Daftar Efek Syariah periode Desember - Juni 2012 yang telah
diterbitkan Bapepam & LK adalah sebagai berikut:
No. Kode Nama Emiten
1 AALI Astra Agro Lestari Tbk
2 ADRO Adaro Energy Tbk
3 AKRA AKR Corporindo
4 ANTM Aneka Tambang (Persero) Tbk
5 ASII Astra International Tbk
6 ASRI Alam Sutera Realty Tbk
7 BKSL Sentul City Tbk
8 BSDE Bumi Serpong Damai Tbk
9 CPIN Charoen Pokphand Indonesia Tbk
10 ENRG Energi Mega Persada Tbk
11 EXCL XL Axiata Tbk
12 HRUM Harum Energy Tbk
13 ICBP Indofood CBP Sukses Makmur Tbk
14 INCO International Nickel IndonesiaTbk
15 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk
16 INDY Indika Energy Tbk
17 INTP Indocement Tunggal Prakasa Tbk
18 ITMG Indo Tambangraya Megah Tbk
19 JSMR Jasa Marga (Persero) Tbk
20 KLBF Kalbe Farma Tbk
21 LPKR Lippo Karawaci Tbk
22 LSIP PP London Sumatera Tbk
23 MAPI Mitra Adiperkasa Tbk
24 MNCN Media Nusantara Citra Tbk
25 PGAS Perusahaan Gas Negara (Persero)Tbk

10
26 PTBA Tambang Batubara Bukit Asam Tbk
27 SMGR Semen Gresik (Persero) Tbk
28 TLKM Telekomunikasi Indonesia Tbk
29 UNTR United Tractors Tbk
30 UNVR Unilever Indonesia Tbk

Sejak 12 Mei 2011, BEI mempunyai dua indeks harga saham Syariah, yaitu
Jakarta Islamic Index (JII) dan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). Konstituen
ISSI terdiri dari seluruh saham Syariah yang tercatat di BEI. Indeks Saham Syariah
Indonesia (ISSI) atau Indonesia Sharia Stock Index (ISSI) yang dimaksudkan untuk
menjadi acuan bagi investor untuk berinvestasi di saham. Dengan peluncuran ini
diharapkan dapat menjadi indikator utama yang bisa menggambarkan kinerja
seluruh saham syariah yang tercatat di BEI dan membantu menghilangkan
kesalahpahaman masyarakat yang menganggap bahwa saham syariah hanya terdiri
dari 30 saham yang masuk dalam Jakarta Islamic Index (JII) (Eramuslim).
Sesuai dengan fatwa MUI, transaksi saham dihalalkan sepanjang perusahaan
tersebut tidak melakukan transaksi yang dilarang, emiten menajalankan usaha
dengan kriteria syariah serta transaksi dilakukan dengan harga pasar wajar. Harga
pasar wajar saham syariah harus mencerminkan nilai atau valuasi atas kondisi yang
sesungguhnya dari aset yang menjadi dasar penerbitan efek tersebut dan/atau sesuai
dengan mekanisme pasar yang teratur, wajar dan efisien serta tidak direkayasa.

F. Obligasi Syariah
Definisi obligasi syariah menurut Fatwa DSN adalah sebagai surat berharga
jangka panjang berdasarkan prinsip syriah yang dikeluarkan emiten kepada
pemegang saham syariah, yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan
kepada pemegang obligasi berupa bagi hasil / margin / fee serta membayar kembali
dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Obligasi syariah bukan merupakan surat utang (pada obligasi konvensional)
melainkan sertifikat investasi (bukti kepemilikan) atas suatu aset berwujud atau hak
manfaat (benefit title) yang menjadi underlying asset nya.
Berikut adalah perbedaan Obligasi Syariah dengan Obligasi Konvensional :

11
Karakteristik Obligasi Obligasi
Konvensional
Penerbit Pemerintah, Korporasi Pemerintah,
Korporasi
Sifat instrument Sertifikat Instrumen
kepemilikan/penyertaan pengakuan hutan
atas suatu asset
Penghasilan Imbalan, bagi hasil, Bunga.kupon,
margin/fee capital gain
Jangka waktu Pendek – menengah Menengah – panjang
Underlying asset Perlu Tidak perlu
Pihak yang terkait Issuer, SPV, Investor, Obligator / issuer,
trustee investor
Price Market Price Market Price
Investor Islami, konvensional Konvensional
Pembayaran pokok Bullet atau amortisasi Bullet atau
amortisasi
Penggunaan hasil Harus sesuai syariah Bebas
penerbitan
Dasar hukum Undang – undang Undang – undang
Metode penerbitan Lelang, bookbuilding, Lelang,
private placement bookbuilding, private
placement
Ketentuan Tradable Tradable
perdagangan
Dokumen yang Dokumen pasar modal, Dokumen pasar
diperlukan dokumen syariah modal
Sharia Perlu Tidak perlu
endorsement

12
Setelah perusahaan menerbitkan obligasi syariah, maka perusahaan tersebut
harus menjalankan prinsip-prinsip yang mengatur obligasi syariah tersebut. Prinsip
obligasi syariah antara lain:
1. Pembiayaan hanya untuk suatu transaksi atau suatu kegiatan usaha yang
spesifik, dimana harus dapat diadakan pembukuan yang terpisah untuk
menentukan manfaat yang timbul.
2. Hasil investasi yang diterima pemilik dana merupakan fungsi dari manfaat
yang diterima perusahaan dari dana hasil penjualan obligasi, bukan dari
kegiatan usaha yang lain.
3. Tidak boleh memberikan jaminan hasil usaha yang semata-mata merupakan
fungsi waktu dari uang (time value of money).
4. Obligasi tidak dapat dipakai untuk menggantikan hutang yang sudah ada
(bay al dayn bi al dayn).
5. Bila pemilik dana tidak harus menanggung rugi, maka pemilik usaha harus
mengikat diri (aqad jaiz).
6. Pemilik dana dapat menerima pembagian dari pendapatan (revenue
sharing), dimana pemilik usaha (emiten) mengikat diri untuk membatasi
penggunaan pendapatan sebagai biaya usaha.
7. Obligasi dapat dijual kembali, baik kepada pemilik dana lainnya ataupun
kepada emiten (bila sesuai dengan ketentuan).
8. Obligasi dapat dijual dibawah nilai pari (modal awal) kalau perusahaan
mengalami kerugian.
9. Perubahan nilai pasar bukan berarti perubahan jumlah hutang.
Jenis-jenis obligasi syariah berdasarkan akadnya terbagi menjadi:
a. Obligasi Ijarah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau
kad ijarah dimana suatu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya
menjual atau menyewakan hak manfaat atas suatu aset kepada pihak lain
berdasarkan harga dan periode disepakati, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Sukuk ijarah dibedakan
menjadi Ijarah Al-Muntahiya. Dalam akad ijarah disertai dengan adanya
perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan kepemilikan.
Ketentuan akad ijarah sebagai beriku:

13
a) Objeknya dapat berupa barang (harta fisik yang bergerak, tak
bergerak, harta perdagangan) maupun berupa jasa.
b) Manfaat dari objek dan nilai manfaat tersebut diketahui dan
disepakati oleh kedua belah pihak.
c) Ruang lingkup dan jangka waktu pemakaiannya harus dinyatakan
secara spesifik.
d) Penyewa harus membagi hasil manfaat yang diperolehnya dalam
bentuk imbalan atau sewa/upah.
e) Pemakai manfaat (penyewa) harus menjaga objek agar manfaat
yang diberikan ole objek tetap terjaga.
f) Pembeli sewa haruslah pemilik mutlak.
b. Obligasi mudharabah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan
perjanjian atau akad mudhorobah dimana suatu pihak menyediakan
modal dan satu pihak lainnya menyediakan dan pihak lain menyediakan
tenaga atau keahlian, keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi
berdasarkan perbandingan yang telah disetujui sebelumnya. Kerugian
yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak yang menjadi
penyedia modal.
c. Obligasi musyarakah yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan
perjanjian atau akad musyarokah dimana dua pihak atau lebih
bekerjasama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru,
mengembangkan proyek yang telah ada, atau membiayai kegiatan usaha.
Keuntungan maupun kerugian yang timbul ditanggung bersama sesuai
dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak.
d. Obligasi istishna’, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian
atau akad Istisna’ dimana para pihak menyepakati jual beli dalam rangka
pembiayaan suatu proyek/barang. Adapun harga, waktu penyerahan, dan
spesifikasi barang/proyek ditentukan terlebih dahulu berdasarkan
kesepakatan.
Jenis-jenis obligasi syariah berdasarkan institusi yang menerbitkan terbagi
menjadi:

14
a. Obligasi korporasi (perusahaan), yaitu obligasi syariah yang diterbitkan
oleh suatu perusahaan yang memenuhi prinsip syariah. Dalam
penerbitannya terdapat beberapa pihak yang terlibat yaitu:
a) Obligor, yaitu emiten yang bertanggung jawab atas pembayaran
imbalan dan nilai nominal obligasi yang diterbitkan sampai
dengan jatuh tempo.
b) Wali amanat, yaitu untuk mewakili kepentingan investor
c) Investor, yaitu pemegang obligasi yang memiliki hak atas
imabalan, margin, dan nilai nominal obligasi sesuai partisipasi
masing-masing.
b. Surat berharga syariah negara selanjutnya disebut SBSN, yaitu
merupakan surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip
syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan aset SBSN, baik dalam
mata uang rupiah maupun valuta asing. Karakteristik SBSN adalah
sebagai berikut:
a) Sebagai bukti kepemilikan aset berwujud atau hak bermanfaat :
pendapatan berupa imbalan, margin, dan bagi hasil sesuai jenis
akad yang digunakan.
b) Terbebas dari unsur riba, gharar, dan maysir.
c) Penerbitannya melalui wali amanat berupa spesial purpose
vehicle (SPV).
d) Memerlukan underlying aset (sejumlah tertentu aset yang jadi
objek perjanjian. Berfungsi untuk menghindari riba, sebagai
persyaratan untuk dapat diperdagangkannya obligasi di pasar
sekunder, dan akan menentukan jenis struktural obligasi.
e) Penggunaan proceeds harus sesuai prinsip syariah.
Dalam penerbitan obligasi syariah, terdapat beberapa pihak yang terlibat, yaitu:
1. Obligor, yaitu emiten yang bertanggung jawab atas pembayaran imbalan
dan nilai nominal obligasi yang diterbitkan sampai dengan jatuh tempo.
2. Investor, yaitu pemegang obligasi yang memilik hak imabalan, amrgin, dan
nilai nominal obligasi sesuai partisipasi masing-masing.

15
3. Special Purpose Vehicle (SPV), yaitu badan hukum yang didirikan khusus
untuk penerbitan obligasi dengan fungsi (i) sebagai penerbit obligasi, (ii)
menjadi counterpart pemerintah dalam transaksi pengalihan aset. (iii)
bertindak sebagai wali amanat untuk mewakili kepentingan investor.
Landasan hukum obligasi syariah antara lain:
a. Surat Al-Maidah ayat 1.
b. Surat Al-Isra’ ayat 34.
c. Fatwa DSN MUI No. 32/DSN-MUI/IX/2002, tentang Obligasi Syariah.
d. Fatwa DSN MUI No. 33/DSN-MUI/IX/2002, tentang Obligasi Syariah
Mudharobah.
e. Fatwa DSN MUI No. 41/DSN-MUI/IX/2004, tentang Obligasi Syariah
Ijarah.
f. Fatwa DSN MUI No. 59/DSN-MUI/IX/2007, tentang Obligasi Syariah
Mudharobah Konversi.
g. UU No:19 tahun 2008, tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

G. Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)


Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau dapat juga disebut Sukuk Negara
adalah merupakan surat berharga (obligasi) yang diterbitkan oleh pemerintah
berdasarkan prinsip syariah. UU No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah
Negara menyatakan bahwa surat berharga syariah negara adalah surat berharga
negara yang di terbitkan berdasarkan prinsip syariah ,sebagai bukti atas bagian
penyertaan terhadap asset SBSN ,baik dalam mata uang rupiah maupun valuta
asing.
Tujuan penerbitan SBSN adalah untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN), termasuk membiayai pembangunan proyek (seperti
proyek infrastruktur dalam sektor energi, telekomunikasi, perhubungan, pertanian,
industri manufaktur, dan perumahan rakyat).
Penerbitan SBSN dilakukan melalui proses sebagai berikut:
 Identifikasi Barang Milik Negara atau proyek yang akan dijadikan
sebagai underlying;

16
 Perumusan struktur SBSN yang meliputi jenis akad, tenor, volume,
denominasi, metode penerbitan;
 Penyusunan dokumen syariah dan pasar modal;
 Permintaan pernyataan kesesuaian syariah atas akad SBSN;
 Pelaksanaan penerbitan/penjualan, baik dengan metode lelang,
bookbuilding, maupun teknik lainnya; dan
 Penyelesaian (Settlement) SBSN.
Berdasarkan jangka waktunya, terdapat dua jenis Surat Berharga Syariah
Negara, yakni SBSN jangka pendek dan SBSN jangka panjang. SBSN jangka
pendek adalah SBSNyang berjangka waktu sampai dengan 12 bulan. Adapun SBSN
jangka panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih dari 12 bulan.
Dokumen yang diperlukan dalam penerbitan SBSN terdiri dari 3 jenis, yaitu
dokumen transaksi/hukum, dokumen syariah dan dokumen pasar modal. Dokumen
transaksi/hukum, antara lain: Perjanjian Jual Beli Aset dan Perjanjian Sewa Aset
(dalam hal SBSN diterbitkan dengan akad Ijarah Sale and Lease Back); Pernyataan
untuk Menjual Aset (Sale Undertaking); Pernyataan untuk Membeli Aset
(Purchase Undertaking); Perjanjian Pengelolaan Aset (Servicing Agency
Agreement). Dokumen syariah, antara lain Fatwa dan Pernyataan Kesesuaian
Syariah. Dokumen pasar modal, antara lain: Memorandum Informasi (Offering
Memorandum); Perjanjian Perwaliamanatan (Declaration of Trust); Perjanjian
Keagenan (Agency Agreement); Perjanjian Pembebanan Biaya (Cost Undertaking).
Penggunaan dokumen tersebut sangat tergantung pada jenis akad dan mekanisme
penerbitan SBSN yang digunakan.
Pihak yang berperan dalam penerbitan SBSN:
1. Menteri Keuangan atas nama Pemerintah, yaitu pihak yang memiliki
underlying asset dan bertanggungjawab atas pembayaran pokok serta imbal
hasil sukuk yang diterbitkan;
2. Perusahaan Penerbit SBSN yang berperan sebagai SPV, yaitu badan hukum
yang didirikan khusus untuk menerbitkan sukuk;
3. Bank Indonesia yaitu pihak yang berperan sebagai Agen Pembayar yang
bertanggung jawab atas penerimaan dana hasil penerbitan sukuk,
pembayaran imbalan dan pokok sukuk saat jatuh tempo, serta sebagai Agen

17
Dasar hukum penerbitan SBSN adalah Undang-Undang Nomor 19 tahun 2008
tentang Surat Berharga Syariah Negara, yang disahkan pada tanggal 7 Mei 2008,
yang mengatur tentang Sukuk yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat. Peraturan
lainnya yangmendukung pelaksanaan penerbitan SBSN diatur dalam Peraturan
Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, Pemerintah
Pusat memiliki kewenangan untuk menerbitkan SBSN dan dilaksanakan oleh
Menteri Keuangan.Sejalan dengan tujuan utama penerbitan SBSN yaitu untuk
membiayai APBN, penerbitan SBSN oleh Pemerintah diperlukan antara lain untuk:
 memperluas basis sumber pembiayaan anggaran negara;
 mendorong pertumbuhan dan pengembangan pasar keuangan syariah di
Indonesia;
 memperkuat dan meningkatkan peran sistem keuangan berbasis syariah di
dalam negeri;
 menciptakan benchmark instrumen keuangan syariah baik di pasar
keuangan syariah domestik maupun internasional;
 memperluas dan mendiversifikasi basis investor;
 mengembangkan alternatif instrumen investasi;
 membiayai pembangunan proyek infrastruktur;
 mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN).
Keuntungan yang diperoleh investor dari berinvestasi dalam SBSN atau Sukuk
Negara, antara lain:
 merupakan investasi yang aman, karena pembayaran imbalan dan nilai
nominal SBSN sampai dengan jatuh tempo dijamin oleh Pemerintah;
 berinvestasi sesuai dengan prinsip syariah, serta aman dan terbebas dari hal-
hal yang dilarang syariah, seperti riba, gharar, dan maysir, sehingga selain
aman juga menentramkan;
 memberikan penghasilan berupa imbalan atau bagi hasil yang kompetitif,
dibandingkan dengan instrumen keuangan lain;
 dapat diperdagangkan di pasar sekunder sesuai dengan harga pasar,
sehingga investor berpotensi mendapatkan capital gain;
· turut berpartisipasi serta mendukung pembiayaan pembangunan nasional.

18
H. Reksa Dana Syariah
KIK Reksa Dana Syariah adalah satuan ukuran yang menunjukkan bagian
kepentingan setiap pihak dalam portofolio investasi suatu reksa dana syariah. Reksa
dana syariah adalah reksa dana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip
syariah Islam, baik dalam bentuk akad pemodal sebagai pemilik harta (shahib al-
mal/ rabb al-maal) dengan manager investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun
antara Manajer Investasi sebagai wakil shalib al-mal dengan pengguna investasi.
(Fatwa DSN Nomor: 20/DSN-MUI/IX/2001).
Produk-produk yang dapat dijadikan portofolio bagi reksa dana syariah adalah
produk-produk investasi sesuai dengan syariah; seperti saham-saham yang
tergabung dalam JII obligasi syariah, dan berbagai instrumen keuangan syariah
lainnya.
Reksa dana syariah merupakan sarana investasi campuran yang menggabungkan
saham dan obligasi syariah dalam satu produk yang dikelola oleh manajer investasi.
Keuntungan berinvestasi pada reksa dana syariah adalah dapat dilakukan secara
ritel sehingga investasi awal dapat disesuaikan dengan kesanggupan keuangan dan
nilainya kecil. Keuntungan lainnya adalah hasilnya yang relatif lebih tinggi
(dibanding deposito) serta bebas pajak, mudah pelaksanaan transaksinya,
perkembangannya yang dapat dipantau secara harian melalui media serta adanya
audit secara rutin dan pengawasan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Berikut beberapa reksa dana syariah di Indonesia :
1. BNI Dana Syariah (sejak tahun 2004)
2. Dompet Dhuafa-BTS Syariah (2004)
3. PNM Amanah Syariah (2004)
4. Big Dana Syariah (2004)
5. I-Hajj Syariah Fund (2005)
6. Reksa Dana PNM Syariah (sejak tahun 2000)
7. Danareksa Syariah Berimbang (2000)
8. Batasa Syariah (2003)
9. BNI Dana Plus Syariah (2004)
10. AAA Syariah Fund (2004)

19
11. BSM Investa Berimbang (2004)
Mekanisme operasional dalam reksa dana syariah terdiri atas:
1. Antara pemodal dengan manajer investasi dilakukan sistem wakalah,
2. Antara manajer investasi dan pengguna investasi dilakukan dengan sistem
mudharabah.
Karakteristik sistem mudharabah adalah:
1. Pembagian keuntungan antara pemodal (sahib al-mal) yang diwakili oleh
manajer investasi dan pengguna investasi berdasarkan pada proporsi yang
telah disepakati kedua belah pihak melalui manajer investasi sebagai wakil
dan tidak ada jaminan atas hasil investasi tertentu kepada pemodal.
2. Pemodal hanya menanggung resiko sebesar dana yang telah diberikan.
3. Manajer investasi sebagai wakil tidak menanggung resiko kerugian atas
investasi yang dilakukannya sepanjang bukan karena kelalaiannya.
Pihak yang terlibat dalam reksa dana:
1. Manager investasi : pihak/ perusahaan yang kegiatan utamanya adalah
mengelola portofolio efek untuk nasabah atau mengelola portofolio
investasi kolektif untuk sekelompok orang termasuk reksa dana. Kewajiban
manager investasi adalah :
a. Mengelola portofolio investasi sesuai dengan kebijakan investasi
yang tercantum dalam kontrak dan prospektus.
b. Menyusun tata cara dan memastikan bahwa semua dana para calon
pemegang unit penyertaan disampaikan kepada Bank Kustodian
selambat-lambatnya pada akhir hari kerja berikutnya.
c. Melakukan pengembalian dana unit penyertaan.
d. Memelihara semua catatan penting yang berkaitan dengan laporan
keuangan dan pengelolaan reksa dana sebagaimana ditetapkan oleh
instansi yang berwenang.
2. Bank Kustodian : bank yang menerima jasa penitipan efek dan harta lain
yang berkaitan dengan efek jasa lain, menyelesaikan transaksi efek dan
mewakili pemegang rekening nasabahnya. Kewajiban Bank Kustodian
adalah :

20
a. Memberikan pelayanan penitipan kolektif sehubungan dengan
kekayaan reksa dana.
b. Menghitung nilai aset bersih dari unit penyertaan setiap hari bursa.
c. Membayar biaya-biaya yang berkaitan dengan reksa dana atas
perintah manajer investasi.
d. Menyimpan catatan secara terpisah yang menunjukkan semua
perubahan dalam jumlah unit penyertaan, serta nama,
kewarganegaraan, alamat, dan identitas lainnya dari para pemodal.
e. Mengurus penerbitan dan penebusan dari unit penyertaan sesuai
dengan kontrak.
f. Memastikan bahwa unit penyertaan diterbitkan hanya atas
penerimaan dana dari calon pemodal.
3. Dewan pengawas syariah : untuk mengawasi proses transaksi reksa dana
baik, sebelum peluncuran maupun setelah peluncuran. Kewajiban Dewan
Pengawas Syariah adalah :
a. Melakukan proses penyeleksian portofolio efek.
b. Melakukan monitoring portofolio, memastikan bahwa investasi
dilakukan pada efek yang telah ditetapkan dan melakukan transaksi
yang sesuai syariah.
c. Melakukan purifikasi (pemurnian) portofolio.
Dewan Pengawas Syariah memegang peranan sangat penting dalam mengawasi
transaksi perusahaan penerbit reksa dana, karena kehalalan imbal hasil/ dana yang
diperoleh melalui reksa dana sangat bergantung pada kegiatan investasi yang
dilakukan oleh manajer investasi. Hal lain yang harus dipertimbangkan sebelum
memilih suatu reksa dana syariah adalah kapasitas dan kemampuan manajer
investasi untuk mengelola dana, yang antara lain bisa dilihat dari kinerja (nilai aset
bersih) yang berjalan selama ini, serta dari biaya-biaya yang dibebankan seperti
biaya pembelian dan biaya penjualan kembali, imbalan jasa manajer investasi dan
jasa kustodian.

H. Transaksi yang terkait dengan Regulator –Khusus Perbankan Syariah

21
Transaksi yang terkait dengan regulator, khususnya ditujukan untuk perbankan
syariah antara lain:
1. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia,
2. Sertifikat Bank Syariah Indonesia,
3. Pasar Uang Antar Bank Syariah,
4. Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank (SIMA),
5. Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah (FPJPS).
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia adalah sertifikat yang diterbitkan Bank
Indonesia sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah.
Sebagai bukti penitipan dana tersebut, Bank Indonesia menerbitkan Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia. SWBI merupakan instrumen yang tidak boleh
diperjualbelikan. Fungsi SWBI adalah untuk melaksanakan pengendalian moneter
dan menjadi alat penyaluran kelebihan likuiditas Bank Syariah atau Unit Usaha
Syariah. Bank Indonesia dapat memberikan bonus atas penitipan dana tersebut yang
diperhitungkan pada saat jatuh tempo. Besarnya bonus tidak boleh ditetapkan dalam
bentuk nominal ataupun prosentase dan bersifat sukarela.
Surat Berharga Indonesia Syariah (SBIS) sejenis surat berharga yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia selaku Bank Sentral dan ditujukan untuk dibeli
oleh Bank Umum Syariah /UUS dengan nilai nominal yang sangat besar. Tujuan
penerbitan SBIS bagi bank Indonesia adalah mengatur peredaran uang didalam
masyarakat, sedangkan bagi bank syariah/unit usaha syariah sebagai salah satu cara
untuk mengatur likuiditas.Tujuan penerbitan SBIS adalah mengatur peredaran uang
di dalam masyarakat. SBSI diterbitkan sebagai pengganti Sertifikat Wadiah Bank
Indonesia, Akad yang digunakan oleh SBIS adalah Akad Ju'alah (imbalan)
sehingga tidak ada Riba' meskipun return yang diberikan BI terbilang cukup tinggi.
PUAS (Pasar Uang Antarbank Syariah) diterbitkan dengan PBI No.
9/5/PBI/2007 tentang Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah.
Sedangkan akad yang dapat digunakan untuk transaksi PUAS adalah : akad
mudharabah, akad musyarakah, akad wadi’ah, akad qard dan akad sharf sesuai
dengan fatwa DSN MUI NO: 37/DSN-MUI/X/2002. Pasar Uang Antarbank adalah
transaksi untuk menyerahkan sejumlah kelebihan dana dari suatu Bank kepada
Bank yang lain, di mana Bank yang menerima dana sedang kalah kliring. Kalah

22
kliring artinya sebuah Bank yang kekurangan dana untuk membayar kepada
nasabahnya.
Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank (sertifikat IMA) didefinisikan
sebagai sertifikat yang diterbitkan oleh bak syariah/ unit usaha syariah (UUS) yang
digunakan sebagai sarana investasi jangka pendek di PUAS dengan akad
mudharabah. Sebagai sertifikat yang diterbitkan oleh Bank Syariah atau Unit Usaha
Syariah (UUS) yang digunakan sebagai sarana investasi jangka pendek di PUAS
dengan akad mudharabah. (Izin SE BI no 9/8/DPM tertanggal 30 Maret 2007.
Tujuan Sertifikat IMA adalah sebagai sarana investasi untuk mengatur likuiditas
bagi Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah.
Karakteristik SIMA antara lain:
- Diterbitkan dengan akad mudharabah,
- Dapat diterbitkan baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing,
- Dapat diterbitkan dengan atau tanpa warkat,
- Mencantumkan informasi sedikitnya : nilai nominal investasi, nisbah bagi
hasil, jangka waktu investasi, indikasi tingkat imbalan Sertifikat IMA
sebelum didistribusikan pada bulan terakhir,
- dapat diperdagangkan sebelum jatuh tempo,
- Berjangka waktu 1 hari sampai dengan 365 hari.
Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah (FPJPS) merupakan
fasilitas yang diberikan hanya kepada Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah yang
mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek, namun masih memenuhi
persyaratan tingkat kesehatan dan permodalan. FPJPS merupakan instrument
terakhir untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bagi bank syariah atau Unit Usaha
syariah setelah terjadinya saldo giro negatif dan tidak berhasilnya akses pasar uang
syariah untuk menutup kewajiban jangka pendek. Bank Syariah atau Unit Usaha
Syariah yang memperoleh FPJPS harus menyetor agunan ke Bank Indonesia berupa
SWBI/SBIS ataupun SBSN. Agunan ini tidak boleh diperjualbelikan dan tidak
boleh dijadikan agunan untuk pembiayaan lainnya selama dijadikan agunan untuk
FPJPS. Jika pada saat jatuh tempo pembiayaan Bank Syariah atau Unit Usaha
Syariah tidak dapat melunasi kewajibannya, maka FPJPS dapat diperpanjang
dengan tetap mengagunkan surat-surat berharga tersebut. Jika Bank Syariah atau

23
Unit Usaha Syariah tidak memperpanjang FPJPS, maka pada saat jatuh tempo
tersebut, Bank Indonesia akan mengeksekusi agunan FPJPS. Jika hasil eksekusi
agunan masih kurang untuk menutupi dana FPJPS, maka Bank Syariah atau Unit
Usaha Syariah harus menambah dana ke Bank Indonesia. Namun jika hasil eksekusi
agunan lebih dari FPJPS, maka kelebihan tersebut dikembalikan kepada Bank
Sariah atau Unit Usaha Syariah.

I. Akuntansi Sukuk (PSAK 110)


PSAK No. 110 tentang Sukuk Hanya mengatur 2 jenis sukuk, yaitu suku
mudharabah dan sukuk ijarah, jika entitas menerbitkan dan memiliki sukuk dengan
akad selain ijarah dan mudharabah, maka entitas dapat menerapkannya dengan
PSAK lain yang mengatur akad yang mendasari sukuk.

a. Akuntansi Penerbit
SUKUK MUDHARABAH SUKUK IJARAH
SAAT Saat entitas menjadi pihak yang Saat entitas menjadi pihak yang
PENGAKUAN terkait dengan penerbitan sukuk terkait dengan penerbitan sukuk
mudharabah ijarah

PENGUKURAN Sukuk mudharabah diakui - Sukuk ijarah diakui sebesar


sebesar nilai nominal nolai nominal, disesuaikan
dengan premium atau diskonto
dan biaya transaksi terkait
dengan penerbitannya.
- Setelah pengakuan awal jika
jumlah tercatat berbeda dengan
nilai nominal maka perbedaan
tersebut diamortisasi secara
garis lurus selama jangka waktu
sukuk ijarah dan diakui sebagai
beban sukuk ijarah

24
PENGAKUAN - Biaya transaksi diakui secara Biaya transasksi diakui sebagai
DAN terpisah dari sukuk pengurang atas nilai nominal sukuk
PENGUKURAN mudharabah.
ATAS BIAYA - Biaya transaski diamortisasi
TRANSAKSI secara garis lurus selama
jangka waktu sukuk
mudharabah dan diakui
sebagai beban penerbitan

RETURN BAGI - Berupa bagi hasil - Berupa ujrah (fee)


INVESTOR - Bagi hasil yang menjadi hak - Beban ijarah diakui pada saat
investor sukuk mudharabah terutang
diakui sebagai pengurang
pendapatan bukan sebagai
beban

PENYAJIAN - Bagi entitas syariah : sebagai Disajikan sebagai liabilitas netto


dana syirkah temporer setelah premium atau diskonto dan
- Bagi entitas non syariah : biaya transaksi yang belum
sebagai liabilitas yang diamortisasi.
terpisah dari liabilitas
lain dan dalam urutan paling
akhir dalam liabilitas
- Biaya transaksi penerbitan
sukuk mudharabah disajikan
dalam aset sebagai beban
tanggungan

25
PENGUNGKAPAN - Persyaratan utama dalam - Persyaratan utama dalam
penerbitan, seperti: aktivitas, penerbitan, seperti: aktivitas,
ringkasan akad, jangka ringkasan akad, jangka waktu
waktu, nilai, prinsip bagi nilai nomonal, besar imbalan
hasil dan lainnya dan lainnya.
- Penjelasan aktivitas uang - Penjelasan aktivitas yang
mendasari penerbitan mendasari penerbitan seperti,
seperti: jenis usaha, tren jenis dan umur ekonomis
usah dan pihak pengelola

b. Akuntansi untuk investor


SUKUK MUDHARABAH SUKUK IJARAH
- Entitas menentukan klasifikasikan investasi dalam dua pilihan:
w Diukur pada harga perolehan: jika model usahanya bertujuan
memperoleh arus kas kontraktual (tujuan ditetapkan oleh entitas)
dan persyaratannya ada tanggal pembayaran. Untuk sukuk
mudharabah adalah arus kas kontraktual berupa bagi hasil dan
SEBELUM
pokok, sedangkan untuk sukuk ijarah adalah arus kas imbalan
PENGAKUAN
berupa ujrah
w Diukur pada nilai wajar
- Entitas tidak boleh mengubah klasifikasi kecuali ada perubahan
tujuan model usaha

Pada saat tanggal perdagangan Pada saat tanggal perdagangan


SAAT atau penyelesaian transaksi atau penyelesaian transaksi dalam
PENGAKUAN dalam pasar yang lazim pasar yang lazim

PENGUKURAN
Jika Menggunakan Sebesar biaya perolehan Sebesar biaya perolehab termasuk
Harga Perolehan termasuk biaya transaksi biaya transaksi, jika ada selisih

26
atas nilai nominal dan biaya
perolehan maka diamortisasi
secara garis lurus salam jangka
waktu sukuk

Jika Menggunakan Sebesar nilai wajar tidak termasuk biaya transaksi


Nilai Wajar
SETELAH PENGAKUAN AWAL
- Jika terdapat indikasi penurunan nilai, maka entitas
membandingkan antara nolai tercatat dan jumlah tepulihkan. Jika
jumlah terpulihkan lebih kecil maka diakui rugi penurunan nilai.
Jika Menggunakan
Harga Perolehan - Jumlah terpulihkan adalah jumlah dari nilai pokok yang diterima
tanpa memperhitungkan nilai kini.

- Diukur pada nilai wajar, selisih antara nilai wajar dan jumlah
tercatat diakui dalam laba rugi.
- Penentuan nilai wajar investasi mengacu pada urutan sebagai
berikut:
Jika menggunakan w Kuotasi harga dipasar aktif atau
nilai wajar w Harga yang terjadi dari transaksi terkini jika tidak ada kuotasi
harga dipasar aktif, atau
w Nilai wajar instrumen sejenis jika tidak ada kuotasi harga pasar
aktif dan tidak ada harga yang terjadi dari transaksi terkini

- Tergantung pada pilihan pengukuran


- Pendapatan investasi dan beban amortisasi disajikan secara neto
PENYAJIAN dalam laba rugi

PENGUNGKAPAN - Klasifikasi berdasarkan jumlah investasi

27
- Tujuan model usaha yang digunakan
- Jumlah wajar untuk investasi yang diukur pada biaya perolehan

J. Akuntansi Transaksi Asuransi (PSAK 108)


Pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) 108 tentang Akuntansi
Transaksi Asuransi Syariah merupakan PSAK pertama yang ditujukan untuk entitas
asuransi syariah dan hanya mengatur tentang transaksi asuransi syariah secara resmi
dikeluarkan pada bulan april 2009 dan berlaku efektif per 1 januari 2010.
Transaksi asuransi syariah yang dimaksud dalam dalam PSAK 108 adalah
transaksi yang terkait dengan kontribusi peserta, alokasi surplus atau defisit
underwriting, penyisihan teknis, dan cadangan dana tabarru’.
1) Pengakuan Dan Pengukuran
a. Pengakuan Awal
a) Kontribusi dari peserta diakui sebagai bagian dari dana
tabarru’ dalam dana peserta.
b) Dana tabarru’ yang diterima tidak diakui sebagai
pendapatan, karena entitas pengelola tidak berhak untuk
menggunakan dana tersebut untuk keperluannya, tetapi
hanya mengelola dana sebagai wakil para perserta.
c) Selain dari kontribusi peserta, tambahan dana tabarru’ juga
berasal dari hasil investasi dan akumulasi cadangan surplus
underwriting dana tabarru’. Investasi oleh entitas pengelola
dilakukan (dalam kedudukan sebagai entitas pengelola)
antara lain, sebagai wakil peserta (wakalah) atau pengelola
dana (mudharabah atau mudharabah musytarakah).
d) Bagian pembayaran dari peserta untuk investasi diakui
sebagai: dana syirkah temporer jika menggunakan akad
mudharabah atau mudharabah musytarakah dan atau
kewajiban jika menggunakan akad wakalah.

28
e) Pada saat entitas asuransi menyalurkan dana investasi yang
menggunakan akad wakalah bil ujrah, entitas mengurangi
kewajiban dan melaporkan penyaluran tersebut dalam
laporan perubahan dana investasi terikat.
f) Perlakuan akuntansi untuk investasi dengan menggunakan
akad mudharabah, atau mudharabah musytarakah, mengacu
kepada PSAK yang relevan.
g) Bagian kontribusi untuk ujrah/fee diakui sebagai pendapatan
dalam laporan laba rugi dan menjadi beban dalam laporan
surplus defisit underwriting dana tabarru’.

2) Pengukuran Setelah Pengakuan Awal


a. Surplus dan Défisit Underwriting Dana Tabarru
Penetapan besaran pembagian surplus underwriting dana tabaru
tergantung kepada peserta secara kolektif, regulator atau kebijakan
manajemen. Seluruh surplus sebagai cadangan dana tabarru’,
sebagian sebagai cadangan dana tabarru’ dan sebagian lainnya
didistribusikan kepada peserta; atau sebagian sebagai cadangan dana
tabarru’, sebagian didistribusikan kepada peserta, dan sebagian
lainnya didistribusikan kepada entitas pengelola.
Bagian surplus underwriting dana tabarru’ yang didistribusikan
kepada peserta dan bagian surplus underwriting dana tabarru’ yang
didistribusikan kepada entitas pengelola diakui sebagai pengurang
surplus dalam laporan perubahan dana tabarru’.
Surplus underwriting dana tabarru’ yang diterima entitas pengelola
diakui sebagai pendapatan dalam laporan laba rugi, dan surplus
underwriting dana tabarru’ yang didistribusikan kepada peserta
diakui sebagai kewajiban dalam neraca.
a) Jika terjadi defisit underwriting dana tabarru’, maka entitas
pengelola wajib menanggulangi kekurangan tersebut dalam
bentuk pinjaman (qardh). Pengembalian qardh tersebut

29
kepada entitas pengelola berasal dari surplus dana tabarru’
yang akan datang.
b) Pinjaman qard dalam neraca dan pendapatan dalam laporan
surplus defisit underwriting dana tabaru diakui pada saat
entitas asuransi menyalurkan dana talangan sebesar jumlah
yang disalurkan
b. Penyisihan Teknis (Technical Provision)
a) Penyisihan teknis untuk asuransi syariah terdiri dari:
i. Penyisihan kontribusi yaitu jumlah untuk memenuhi
klaim yang terkait dengan kontribusi yang timbul pada
periode berjalan atau periode mendatang (penyisihan
kontribusi yang belum menjadi hak). Klaim yang masih
dalam proses yaitu jumlah penyisihan atas ekspektasi
klaim yang terjadi dan dilaporkan sampai dengan akhir
periode berjalan yang akan dibayar pada periode
mendatang. Penyisihan tersebut termasuk beban
penanganan dikurangi beban klaim yang menjadi
kewajiban reasuransi.
ii. Klaim yang terjadi tetapi belum dilaporkan yaitu jumlah
penyisihan atas klaim yang telah terjadi tetapi tidak
dilaporkan sampai dengan akhir periode berjalan.
Penyisihan tersebut termasuk beban penanganan
dikurangi beban klaim yang menjadi kewajiban
reasuransi.
b) Penyisihan teknis diakui pada saat akhir periode pelaporan
sebagai beban dalam laporan surplus defisit underwriting
dana tabarru’
c) Penyisihan teknis diukur sebagai berikut:
i. Penyisihan kontribusi yang belum menjadi hak dihitung
menggunakan metode yang berlaku dalam industri
perasuransian.

30
ii. Klaim yang masih dalam proses diukur sebesar jumlah
estimasi klaim yang masih dalam proses oleh entitas
pengelola. Jumlah estimasian tersebut harus mencukupi
untuk mampu memenuhi klaim yang terjadi dan
dilaporkan sampai dengan akhir periode pelaporan,
setelah mengurangkan bagian reasuransi dan bagian
klaim yang telah dibayarkan.
iii. Klaim yang terjadi tetapi belum dilaporkan diukur
sebesar jumlah estimasi klaim yang diekspektasikan
akan dibayarkan pada tanggal neraca berdasarkan pada
pengalaman masa lalu yang terkait dengan klaim paling
kini yang dilaporkan dan metode statistik.
c. Cadangan Dana Tabarru’
a) Cadangan dana tabarru’ digunakan untuk:
i. menutup defisit yang kemungkinan akan terjadi di periode
mendatang; dan
ii. tujuan memitigasi dampak risiko kerugian yang luar biasa
yang terjadi pada periode mendatang
iii. untuk jenis asuransi (class of business) yang menunjukkan
derajat volatilitas klaim yang tinggi.
b) Cadangan dana tabarru’ diakui pada saat dibentuk sebesar
jumlah yang dianggap mencerminkan kehatihatian (deemed
prudent) agar mencapai tujuan pembentukannya yang
bersumber dari surplus underwriting dana tabarru’.
c) Pada akhir periode pelaporan, jumlah yang diperlukan untuk
mencapai saldo cadangan dana tabarru’ yang dibutuhkan
diperlakukan sebagai penyesuaian atas surplus underwriting
dana tabarru’

3. Penyajian
1) Bagian surplus underwriting dana tabarru’ yang didistribusikan kepada
peserta disajikan secara terpisah pada pos “bagian surplus underwriting

31
dana tabarru’ yang didistribusikan kepada peserta” dan bagian surplus yang
didistribusikan kepada entitas pengelola disajikan secara terpisah pada pos
“bagian surplus underwriting dana tabarru’ yang didistribusikan kepada
pengelola” dalam laporan perubahan dana tabarru’.
2) Penyisihan teknis disajikan secara terpisah pada kewajiban dalam neraca.
3) Dana tabarru disajikan sebagai dana peserta yang terpisah dari kewajiban
dan ekuitas dalam neraca (laporan posisi keuangan)
4) Cadangan dana tabarru’ disajikan secara terpisah pada laporan perubahan
dana tabarru’.
4. Pengungkapan
1) Entitas pengelola mengungkapkan terkait kontribusi, mencakup tetapi tidak
terbatas pada:
a. Kebijakan akuntansi untuk:
a) kontribusi yang diterima dan perubahannya;
b) pembatalan polis asuransi dan konsekuensinya
b. Piutang kontribusi dari peserta, entitas asuransi, dan reasuransi;
c. Rincian kontribusi berdasarkan jenis asuransi;
d. Jumlah dan persentase komponen kontribusi untuk bagian risiko dan
ujrah dari total kontribusi per jenis asuransi;
e. Kebijakan perlakuan surplus atau defisit underwriting dana tabarru’;
dan
f. Jumlah pinjaman (qardh) untuk menutup defisit underwriting (jika
ada).
2) Entitas pengelola mengungkapkan terkait dengan dana investasi, mencakup
tetapi tidak terbatas pada:
a. Kebijakan akuntansi untuk pengelolaan dana investasi yang berasal
dari peserta; dan
b. Rincian jumlah dana investasi berdasarkan akad yang digunakan
dalam pengumpulan dan pengelolaan dana investasi.
3) Entitas pengelola mengungkapkan terkait penyisihan teknis, mencakup
tetapi tidak terbatas pada:

32
a. Jenis penyisihan teknis (saldo awal, jumlah yang ditambahkan dan
digunakan selama periode berjalan, dan saldo akhir);dan
b. Dasar yang digunakan dalam penentuan jumlah untuk setiap
penyisihan teknis dan perubahan basis yang digunakan.
4) Entitas asuransi syariah mengungkapkan terkait cadangan dana tabarru’,
mencakup tetapi tidak terbatas pada:
a. Dasar yang digunakan dalam penentuan dan pengukuran cadangan
dana tabarru’;
b. Perubahan cadangan dana tabarru’ per jenis tujuan pencadangannya
(saldo awal, jumlah yang ditambahkan dan digunakan selama
periode berjalan, dan saldo akhir);
c. Pihak yang menerima pengalihan saldo cadangan dana tabarru’ jika
terjadi likuidasi atas produk atau entitas;dan
d. Jumlah yang dijadikan sebagai dasar penentuan distribusi surplus
underwriting
e. Entitas pengelola mengungkapkan aset dan kewajiban yang menjadi
milik dana tabarru’

33
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Produk-produk ekonomi syariah yang semakin banyak dan beragam seharusnya
dapat menjadi daya tarik baru bagi para investor. Mengingat pertumbuhan ekonomi
syariah, terutama pada aspek perbankan syariah, yang semakin pesat. Hal tersebut
perlu mendapat dukungan dari regulator maupun pihak-pihak yang berkepentingan
dalam pengembangan ekonomi syariah di Indonesia, terutama dalam
mengakomodasi penerapan akuntansi untuk transaksi terkait produk-produk
tersebut.

B. Saran
Semoga penyusunan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca secara
umumnya dan penulis secara khususnya.

34
DAFTAR PUSTAKA

Nurhayati, Sri dan Wasilah, 2009, Akuntansi Syariah di Indonesia, Edisi ke- 2, Penerbit
Salemba Empat, Jakarta.
Harahap, Sofyan Safri, dkk, 2010, Akuntansi Perbankan Syariah, Ed. Cet.IV, LPFE Usakti,
Jakarta
Harahap, Isnaini, dkk, 2015, Islam dan Isu Keuangan Kontemporer, Cetakan Pertama, FEBI
UIN-SU PRESS, Medan
https://www.academia.edu/35350087/ISU-ISU_KONTEMPORER_EKONOMI_ISLAM
Wiyono, Slamet dan Taufan M, 2012, Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia, Mitra
Wacana Media, Bogor

35

Anda mungkin juga menyukai