Anda di halaman 1dari 11

AKAD

Makalah

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“FIQIH (MUAMALAH & MUNAKAHAH) “

Dosen Pengampu:

Imam Mahmudi, M.H

Oleh:

Putri Nur Rohimah

Rohana

Program Studi Komunikasi Dan Penyiaran Islam

Sekolah Tinggi Agama Islam Sabilul Muttaqin Mojokerto

2022

0
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayahnya kepada kita
semua khususnya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan penulisan makalah ini
dengan judul AKAD dengan baik dan tepat pada waktunya. Makalah ini kami susun untuk
memenuhi tugas pembelajaran mata kuliah Fiqih (Muamalah & Munakahah) di STAISAM
Kabupten Mojokerto.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu
penyelesaian penulisan makalah ini, disamping itu kami juga menyadari bahwa masih banyak
kesalahan dalam penulisan makalah ini, untuk itu kami mohon kritik dan saran yang
membangun. Sehingga bisa melengkapi menjadikan makalah ini bisa lebih baik lagi nantinya.

Akhir dari kami tentunya kami mohon maaf sebesar-besarnya jika terjadi kesalah
dalam penulisan ini, mudah-mudahan makalah ini bisa bermanfaat dan menjadi referensi bagi
pembaca.

Mojokerto, 03 November 2022

Penulis

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................1

Daftar Isi.......................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang...............................................................................................3

Rumusan Masalah..........................................................................................4

Tujuan Penulisan............................................................................................4

Manfaat Penulisan..........................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

1. Akad...............................................................................................5
2. Rukun Dan Syarat Akad................................................................6
3. Macam-Macam Akad.....................................................................7
4. Berakhirnya Akad..........................................................................8
BAB III PENUTUP
Kesimpulan....................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................10

2
Bab I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Akad atau perjanjian dalam kehidupan masyarakat menduduki posisi yang sangat
penting. Akad merupakan salah satu dasar dari sekian banyak aktivitas keseharian manusia.
Melalui akad berbagai kegiatan bisnis dan usaha manusia dapat dijalankan. Akad
memfasilitasi setiap orang dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingannya. Karena akad
itulah yang membatasi hubungan antara kedua belah pihak yang terlibat alam usaha tersebut
dan akan mengikat hubungan itu dimasa sekarang maupun masa yang akan datang. 1 Warisan
ilmu fiqih memuat berbagai rincian dan penetapan dasar perjanjian usaha tersebut sehingga
dapat merealisasikan tujuannya, memenuhi kebutuhan umat pada saat yang sama, serta
melahiran beberapa kaidah dan pandangan bagi umat islam untuk digunakan memenuhi
kebutuhan modern saat ini.

Semakin jelas rincian dan kecermatan membuat akad, maka semakin kecil pula adanya
konflik dan pertentangan antara kedua belah pihak dimasa yang akan datang. Akad menurut
ahmad azhar bashir adalah suatu perikatan antara ijab dan qobul dengan cara yang dibenarkan
oleh syara’ yang menetapkan adanya akibat hukum pada obyeknya.2

Aktivitas ekonomi selalu mengalami perkembangan dalam kehidupam masyarakat,


sehingga dalam perkembangan tersebut perlu adanya perhatian khusus supaya tidak ada
pihak-pihak yang merasa dirugikan serta menimbulkan ketidak adilan bahkan tekanan-
tekanan dari pihak tertentu. Hubungan manusia dengan manusia lain dalam memnuhi
kebutuhan, harus ada aturan yang menjelaskan suatu hak dan kewajiban diantara keduanya
berdasarkan kesepakatan. Kesepakatan tersebut dalam rangka memnuhi hak dan kewajiban
yang disebut dengan proses untuk berakad.

1
Abdullah Al-Mushlih Dan Shalah Ash-Shawi, Ter Abu Umar Basyir, Fikih Ekonomi Keuangan Islam (Jakarta;
Darul Haq , 2004), hlm 25.
2
Abdul Ghofur Anshor, Hukum Perjnjian di Indonesia (Yogyakarta; Gajah Mada University Pers, 2010), hlm 23

3
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan akad?
2. Ada berapakah rukun dan syarat dalam akad?
3. Sebutkan macam-macam akad?
4. Kapan berakhirnya akad?

C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari akad.
2. Untuk memahami apa saja rukun dan syarat dalam akad.
3. Agar dapat mengenal macam-macam dalam akad.
4. Supaya bisa mempelajari berakhirnya suatu akad.
D. Manfaat penulisan

Mahasiswa dapat memahami pengertian dan masa berakhirnya suatu akad, juga
dapat mengenal berbagai macam-macam dalam akad, dan memahami apa saja rukun dan
syarat dalam melakukan akad.

BAB II

4
Pembahasan

1. Pengertian Akad

Dalam melakukan suatu kegiatan mua’malah, Islam mengatur ketentuan- ketentuan


perikatan (akad). Dalam islam dikenal dengan isthilah aqad, ketentuan akad berlaku dalam
kegiatan perbankan Islam.3Berikut akan dijelaskan pengertian akad secara bahasa (etimologi)
dan isthilah (terminologi) yaitu menurut bahasa (etimologi) akad mempunyai beberapa arti
antara lain:

a) Mengikat yaitu: Mengumpulkan dua ujung tali dan mengikat salah satunya
dengan yang lain sehingga bersambung, kemudian keduanya menjadi sebagai
sepotong benda.
b) Sambungan yaitu: Sambungan yang memegang kedua ujung itu dan
mengikatnya.

Sedangkan menurut isthilah (terminologi), yang dimaksud dengan akad adalah


keterkaitan antara ijab (pernyataan penawaran/pemindahan kepemilikan) dan qabul
(pernyataan penerimaan kepemilikan) dalam lingkup yang disyaria’atkan dan berpengaruh
pada sesuatu. Akad merupakan keterkaitan atau pertemuan ijab dan kabul yang berakibat
timbulnya hukum. Ijab adalah penawaran yang diajukan oleh salah satu pihak, dan kabul
adalah jawaban dari persetujuan yang diberikan mitra sebagai tanggapan terhadap penawaran
pihak yang pertama.4

Akad juga merupakan tindakan hukum dua pihak karena akad adalah pertemuan ijab
yang mempresentasikan kehendak dari satu pihak dan kabul menyatakan kehendak pihak
lain. Tindakan hukum satu pihak, seperti janji memberi hadiah, wasiat, wakaf atau pelepasan
hak, bukanlah akad karena tindakan-tindakan tersebut tidak merupakan tindakan dua pihak
dan karenanya tidak memerlukan kabul. Tujuan dari akad adalah untuk melahirkan suatu
akibat hukum. Lebih jelas lagi tujuan akad adalah maksud bersama yang dituju dan yang
hendak diwujudkan oleh para pihak melalui pembuatan akad.

Hasbi Ash-Shiddieqy mengutip definisi yang di kemukakan oleh Al-Sanhury, akad


ialah “perikatan ijab qabul yang di benarkan syara‟ yang menetapkan kerelaan kedua belah
pihak”. Adapula yang mendefinisikan , akad ialah “ikatan, pengokohan dan penegasan dari

3
Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), Cet. Ke-1, h. 115
4
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 68

5
satu pihak atau kedua belah pihak”. Berdasarkan pengertian tersebut dapat di simpulkan
bahwa akad adalah “pertalian ijab (ungkapan tawaran di satu pihak yang mengadakan
kontrak) dengan qabul (ungkapan penerimaan oleh pihak pihak lain) yang memberikan
pengaruh pada suatu kontrak.

2. Rukun dan Syarat Akad

a. Rukun akad

a) Shighat Akad Shighat akad adalah merupakan yang disandarkan dari dua pihak
yang berakad yang menunjukkan atas apa yang ada dihati keduanya tentang
terjadinya suatu akad, shighat tersebut dapat disebut ijab dan qabul.
b) Al-aqid Al-aqid adalah orang yang melakukan akad. Keberadaanya sngat penting
sebab tidak dapat dikatakan akad jika tidak ada aqid. Begitu juga tidak akan
terjadi ijab dan qabul tanpa aqid.
c) Mahal aqad (objek akad) Mahal aqad adalah objek akad atau benda-benda yang
dijadikan akad yang bentuknya tampak dan membekas. Barang tersebut dapat
berbentuk harta benda seperti barang dagangan, benda bukan harta, seperti dalam
akad pernikahan, dan dapat pula berbentuk suatu kemanfaatan, seperti dalam
masalah upah-mengupah.
d) Tujuan akad Menurut ulama fiqih, tujuan dari suatu akad harus sejalan dengan
kehendak syara’, sehingga apabila tujuannya bertentangan dengan syara’ maka
berakibat pada ketidakabsahan dari perjanjian yang dibuat. Tujuan harus ada pada
saat akad diadakan, dapat berlangsung hingga berahirnya akad, dan harus
dibenarkan oleh syara’.5

b. Syarat-syarat akad

a) Tamyiz
b) Berbilang pihak
c) Persetujuan ijab qabul
d) Kesatuan majelis akad
e) Objek akad dapat diserahkan
f) Objek akad tertentu atau dapat ditentukan

5
Abdul Ghofur Anshori, Pokok-Pokok Hukum Perjajian Hukum Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Citra Media,
2006), Cet. Ke-1, h.22

6
g) Objek akad dapat ditransaksikan (artinya berupa benda bernilai dan
dimiliki/mutawaqqin dan mamluk

Apabila syarat dan rukun ini tidak terpenuhi, maka tidak terjadi akad dalam pengertian
bahwa akad tiadak memilki yuridis syar’i apapun. Maka akad semacam itu disebut akad
bathil.

3. Macam-Macam Akad

Para ulama fiqh mengemukakan bahwa akad itu dapat di bagi dan di lihat dari
beberapa segi. Jika di lihat dari ke absahannya menurut syara,6 akad di bagi menjadi dua ,
yaitu sebagai berikut :

a. Akad Shahih Akad shahih adalah akad yang telah memenuhi rukun-rukun dan syarat-
syaratnya.Hukum dari akad shahih ini adalah berlakunya seluruh akibat hukum yang di
timbulkan akad itu dan mengikat pada pihak-pihak yang berakad. Ulama Hanafiyah
membagi akad shahih menjadi dua macam9 , yaitu:
a) Akad nafiz (sempurna untuk di laksanakan), adalah akad yang di langsungkan
dengan memenuhi rukun dan syaratnya dan tidak ada penghalang untuk
melaksanakannya.
b) Akad mawquf, adalah akad yang di lakukan seseorang yang cakap bertindak
hukum, tetapi ia tidak memiliki kekuasaan untuk melangsungkan dan
melaksanakan akad ini, seperti akad yang di langsungkan oleh anak kecil yang
mumayyiz.
b. Akad tidak Shahih Akad yang tidak shahih adalah akad yang terdapat kekurangan pada
rukun atau syaratsyaratnya, sehingga seluruh akibat hukum akad itu tidak berlaku dan
tidak mengikat pihak-pihak yang berakad. Akad yang tidak shahih di bagi oleh ulama
Hanafiyah dan Malikiyah menjadi dua macam,7 yaitu sebagai berikut :
a) Akad Bathil Akad bathil adalah akad yang tidak memenuhi salah satu rukunnya
atau ada larangan langsung dari syara‟.Misalnya, objek jual beli itu tidak
jelas.Atau terdapat unsur tipuan, seperti menjual ikan dalam lautan, atau salah
satu pihak yang berakad tidak cakap bertindak hukum.
b) Akad Fasid Akad fasid adalah akad yang pada dasarnya di syariatkan, akan
tetapi sifat yang di akadkan itu tidak jelas. Misalnya, menjual rumah atau

6
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat, (Yogyakarta : UII Pres, 1982), h.65
7
Abdul Aziz Muhammad Assam, Op.,Cit, h. 20

7
kendaraan yang tidak di tunjukkan tipe, jenis, dan bentuk rumah yang akan di
jual, atau tidak di sebut brand kendaraan yang di jual, sehingga menimbulkan
perselisihan antara penjual dan pembeli. Ulama fiqh menyatakan bahwa akad
bathil dan akad fasid mengandung esensi yang sama, yaitu tidak sah dan akad
itu tidak mengakibatkan hukum apapun.
4. Berakhirnya Akad

Akad berakhir di sebabkan oleh beberapa hal, di antaranya sebagai berikut:

a. Berakhirnya masa berlaku akad tersebut, apabila akad tersebut tidak mempunyai
tenggang waktu.
b. Di batalkan oleh pihak-pihak yang berakad, apabila akad tersebut sifatnya tidak
mengikat.
c. Dalam akad sifatnya mengikat, suatu akad dapat dianggap berakhir jika ;
a) Jual beli yang di lakukan fasad, seperti terdapat unsur-unsur tipuan salah satu
rukun atau syaratnya tidak terpenuhi.
b) Berlakunya khiyar syarat, aib, atau rukyat.
c) Akad tersebut tidak di lakukan oleh salah satu pihak secara sempurna
d) Salah satu pihak yang melakukan akad meninggal dunia.

BAB III
PENUTUP

8
a. Kesimpulan

Pengertian akad berasal dari bahasa Arab, al- „aqd yang berarti perikatan, perjanjian,
persetujuan dan pemufakatan. Kata ini juga bisa di artikan tali yang mengikat karena akan
adanya ikatan antara orang yang berakad. Dalam kitab fiqih sunnah, kata akad di artikan
ْ (dan .(‫ك‬O
dengan hubungan (ُ‫طبّالر‬ ْ Oَ‫ )االِتِف‬kesepakatan Secara istilah fiqih, akad di definisikan
dengan “pertalian ijab (pernyataan penerimaan ikatan) dan kabul (pernyataan penerimaan
ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh kepada objek perikatan.

Pencantuman kata-kata yang “sesuai dengan kehendak syariat” maksudnya bahwa


seluruh perikatan yang di lakukan oleh dua pihak atau lebih tidak di anggap sah apabila tidak
sejalan dengan kehendak syara‟. Misalnya, kesepakatan untuk melakukan transaksi riba,
menipu orang lain, atau merampok kekayaan orang lain. Adapun pencantuman kata-kata
“berpengaruh kepada objek perikatan” maksudnya adalah terjadinya perpindahan pemilikan
dari satu pihak (yang melakukan ijab) kepada pihak lain (yang menyatakan qabul).

b. Saran

1. Semoga makalah ini dapat menjadi referensi bagi semua pihak untuk dapat lebih
mengerti dan paham tentang pengertian, macam-macam, rukun dan syarat dalam
akad.

2. Penulisan makalah ini tidak lepas dari kekurangan dan kesalahan, maka kami
memohon pemberian kritik dan saran yang membangun sehingga kedepannya kami
dapat melakukan penulidan menjadi lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

9
Abdul Aziz Muhammad Assam, Op.,Cit.

Abdullah Al-Mushlih Dan Shalah Ash-Shawi, Ter Abu Umar Basyir. 2004. Fikih Ekonomi
Keuangan Islam. Jakarta: Darul Haq.

Abdul Ghofur Anshori. 2006. Pokok-Pokok Hukum Perjajian Hukum Islam di Indonesia.
Yogyakarta: Citra Media.
Abdul Ghofur Anshor. 2010. Hukum Perjanjian di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada
University Pers.
Ahmad Azhar Basyir. 1982. Asas-Asas Hukum Muamalat. Yogyakarta : UII Pres.
Syamsul Anwar. 2007. Hukum Perjanjian Syariah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Wirdyaningsih. 2005. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana.

10

Anda mungkin juga menyukai