Abstrak
A. Pendahuluan
Dalam setiap kegiatan demikian, untuk menciptakan
ekonomi, manusia membutuhkan sebuah kesepakatan sebagai
suatu kesepakatan agar tidak ketentuan yang wajib dipatuhi,
ada pihak yang dirugikan. maka dibutuhkan adanya suatu
Kesapakatan ini merupakan perjanjian atau kontrak yang dalam
keniscayaan dalam melakukan hukum Islam disebut sebagai akad.
berbagai macam transaksi dan Konsep Ekonomi Islam
kegiatan ekonomi sebagai upaya merupakan payung bagi
untuk meminimalisir terjadinya semua lembaga ekonomi yang
berbagai modus penyimpanangan berlandaskan ajaran Islam. Melalui
dalam bermu’amalah.Dengan konsep ekonomi Islam didalamnya
sesuai dengan ekonomi syariah akan (Damsyik: Dar Al-Fikr, 1989), juz. IV, h. 80.
maka dapat disimpulkan bahwa obyek dalam akad jual beli, barang yang
akad yang tidak ada pada waktu akad, diperjualbelikan harus merupakan
namun dapat dipastikan ada di kemudian benda bernilai bagi pihak-pihak
hari, maka akadnya tetap sah.Sebaliknya, yang mengadakan akad jual beli.
jika obyek yang tidak ada pada waktu Minuman keras bukan merupakan
akad dan tidak dapat dipastikan adanya benda bernilai bagi kaum muslimin.
Oleh karena itu, keadaan ini tidak
memenuhi syarat untuk menjadi
32
Heri Sudarsono dan Hendi Yogi Praboyo, Istlah- objek akad jual beli antara pihak-
Istilah Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta:
UII Press, 2006), cet IV, h. 144, pihak yang keduanya atau salah
33
Istilah ‘adat dan ‘urf meruapakan dua kata yang satu pihak beragama Islam.Begitu
sangat akrab di telinga. Jika ditelusuri secara etimologi, juga barang yang belum berada
istilah al-‘adah terbentuk dari kata masdar (kata
benda/noun) al-‘awd dan al-mu’awadah yang kurang dalam genggaman pemilik, seperti
lebih berarti “pengulangan kembali”. Sedangkan ikan yang masih dalam lautan dan
al-‘urf terbentuk dari akar kata al-muta’aruf yang
mempunyai makna “saling mengetahui”. Dengan burung di angkasa.36Atau juga
demikian, proses terbentuknya adat adalah akumulasi
dari pengulangan aktivitas yang berlangsung terus-
benda-benda negara yang tidak
menerus, yang disebut dengan al-‘awd wa al-mu’adah. boleh menjadi milik perseorangan,
Sedangkan ‘adat dan ‘urf secara terminologis tidak
mempunyai perbedaan prinsipil. Artinya, penggunaan juga tidak memenuhi syarat objek
istilah ‘urf dan ‘adat tidak mengandung perbedaan akad perseorangan, seperti hutan,
signifikan dengan konsekuensi hukum yang berbeda
pula. Ulama fiqh mengartikan ‘urf sebagai kebiasaan jembatan, dan sungai.37
yang dilakukan banyak orang dan timbul dari
kreatifitas-imajinatif manusia dalam membangun nilai- c. Adanya kejelasan tentang objek
nilai budaya. Sedangkan ‘adat diartikan sebagai tradisi akad yang tidak mengandung unsur
secara umum tanpa memandang apakah dilakukan
oleh satu orang atau satu kelompok. Berdasarkan gharar38dan bersifat majhul (tidak
definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa diketahui). Artinya, bahwa barang
keduanya memiliki perbedaan, yaitu bahwa ‘adat
hanya menekankan aspek pengulangan pekerjaan, tersebut harus diketahui secara
sementara ‘urf hanya melihat pelakunya. Disamping
itu, ‘adat bisa dilakukan oleh pribadi atau kelompok,
detail oleh kadua belah pihak, hal ini
sementara ‘urf harus dijalani oleh keolompok atau
komonitas tertentu. Adapun perbedaan keduanya
adalah ‘adat dan ‘urf merupakan sebuah pekerjaan 35
Djuwaini, Pengantar.., h. 58
yang sudah diterima akal sehat, tertanam dalam 36
Ibid.
hati, dilakukan berulang-ulang, dan sesuai dengan
karakter pelakunya. Lihat Abdul Haq et.al., Formulasi Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum
37
Nalar Fiqh; Telaah Kaidah Fiqh Konseptual, (Surabaya: Muamalat, (Yogyakarta: UII Press, 2000), h. 52.
Khalista, 2006), h. 274- 276.
Gharar adalah transaksi yang mengandung
38
34
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum ketidakjelasan dan atau tipuan dari salah satu pihak.
Islam,( Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1988), h. 65. Afandi, Fiqh..,h. 261.
Muamalah_dan_Konsep _Akad
Obyek Akad 1.
(Ma’qud Alaih)
49
Motif menurut Abdur Razaq al-Sanhuri adalah
kausa. Walaupun hukum Islam tidak merumuskan 1.
konsep kausa ini secara khusus, namun dari
1. Tulisan
berbagai detail perjanjian khusus, konsep kausa ini 2. Isyarat
2. Ada Ketika Kontrak
1.
dapat dirumuskan. Menurutnya, dengan mengkaji 3. Perbuatan( berlangsung
Mu’athah) 2. Jelas dan dikenali
aneka perjanjian khusus tersebut, terlihat hukum 4. Lisan 3. Dapat Diserahkan
Islam berada di antara dua kutub semangat yang Ketika Akad
4. Harus suci
berlawanan. Pertama, hukum Islam yang bercirikan 5. Harus bernilai
Tujuan Akad
semangat objektivisme, yang lebih mementingkan (Maudhu’ al-
dan memberikan perhatian lebih terhadap ungkapan ‘Aqd)
kehendak daripada kehendak itu sendiri. Dalam hal ini,
konsep kausa sulit untuk mendapat tempat dan tidak
berkembang. Kedua, hukum Islam yang dicirikan oleh
semangat dan prinsip etika dan keagamaan, karena 5. Pembagian Akad
hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari
agama itu sendiri. Di sinilah konsep kausa mendapat Menurut ulama fiqh bahwa
tempat yang luas, di mana ia digunakan untuk pembagian akad bisa dilihat dari
mengukur kesucian hati dan niat atau motif seseorang
dalam melakukan perjanjian. Lihat: http://journal.uii. berbagai sudut pandang, diantaranya;
ac.id/index.php/JHI/article/view/153/118 diakses dari aspek keabsahan menurut syara’
pada tanggal 22 Oktober 2015
dan dari segi bernama (al-musamma)
50
Djuwaini, Pengantar.., h. 59.
الر ُج َل لَيَ ْص ُد ُق َحتَّى َّ َوإِ َّن،إِلىَ اجلَنَّ ِة 6. Asas Tertulis (Mabda’ al-Kitabah)
72
Rahmani Timorita Yulianti: Asas-Asas
71
Al-Tirmidzi, al-Jami’ al-Shahih Sunan al-Tirmidzi: Perjanjian (Akad) Dalam Hukum Kontrak Syariah,
Kitab al-Buyu’ Bab Ma Ja’a fi al-Tijaroti, (Beirut: Dar La Riba Jurnal Ekonomi Islam, Vol. II, No. 1, Juli
Ihya’ Turas al-‘Arabi, tth.), hadis no. 1130. 2008, (Yogyakarta, 2008), h. 98-99
80
Ibid.