Abstrak
Akad rahn adalah suatu perjanjian jaminan yang dilakukan antara
pemberi jaminan (rahn) dan penerima jaminan (marhun). Dalam akad
ini, pemberi jaminan memberikan harta berharga sebagai jaminan
kepada penerima jaminan sebagai bentuk kepercayaan atau sebagai
agunan dalam transaksi atau pinjaman. Tujuan utama dari akad rahn
adalah untuk melindungi kepentingan penerima jaminan dalam hal
terjadi wanprestasi atau ketidakmampuan pihak yang menerima
pinjaman untuk memenuhi kewajibannya. Dalam hal ini, penerima
jaminan memiliki hak untuk menjual atau menggunakan harta yang
dijadikan jaminan jika pihak yang menerima pinjaman tidak dapat
memenuhi kewajibannya sesuai dengan kesepakatan. Dalam prakteknya,
akad rahn dapat digunakan dalam berbagai jenis transaksi, seperti
pinjaman, kredit, atau pembiayaan. Penting bagi pihak yang terlibat
dalam akad rahn untuk memahami dengan jelas syarat-syarat dan
mekanisme pelaksanaan yang terkait dengan akad ini agar dapat
menjalankannya dengan baik dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah
yang berlaku
Abstract
The rahn contract is a guarantee agreement made between the guarantor
(rahn) and the collateral recipient (marhun). In this contract, the
guarantor provides valuable assets as collateral to the collateral recipient
as a form of trust or as collateral in a transaction or loan. The main
purpose of the rahn contract is to protect the interests of the collateral
recipient in the event of default or inability of the party receiving the loan
to fulfill his obligations. In this case, the recipient of the collateral has the
right to sell or use the assets used as collateral if the party receiving the
loan cannot fulfill its obligations in accordance with the agreement. In
practice, rahn contracts can be used in various types of transactions, such
Keywords: Rahn;Assurance,implementation
PENDAHULUAN
Rahn (gadai) merupakan kebiasaan yang telah ada sejak zaman Rasulullah
Saw. dan Rasulullah Saw sendiri pun telah mempraktikkannya. Sehingga Rahn
(gadai) menjadi tradisi institusi yang telah mendalam di masyarakat. Kebutuhan
yang mendesak dan tidak ada keterampilan lain yang dapat dilakukan maka gadai
menjadi solusi untuk memenuhi hajat seseorang.
Hal ini beralasan karena dalam akad gadai barang yang dijadikan sebagai
agunan dapat diambil kembali dan agunan menjadi hak miliknya ketika ia
memiliki modal untuk pengambilannya. Berdasarkan uraian di atas, maka pokok-
pokok bahasan dalam buku ini adalah apa saja apa saja yang telah diatur oleh
ulama hukum Islam khususnya terkait akad Rahn (gadai) dengan kajian normatif
yang dikutip dari berbagai sumber terkait definisi, dasar hukum, Rukun dan
Syarat, Pemanfaatan Barang Gadai.
Dalam Islam Pengertian akad berasal dari bahasa Arab, al-aqd yang berarti
perikatan, perjanjian, persetujuan dan pemufakatan. Kata ini juga bisa di artikan
tali yang mengikat karena akan adanya ikatan antara orang yang berakad. Dalam
kitab figih sunnah, kata akad diartikan dengan hubungan dan kesepakatan. Secara
istilah fiqih, akad di definisikan dengan "pertalian ijab (pernyataan penerimaan
ikatan) daa kabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat
yang berpengaruh kepada objek perikatan.
Pencantuman kata-kata yang "sesuai dengan kehendak syariat" maksudnya
bahwa seluruh perikatan yang di lakukan oleh dua pihak atau lebih tidak di
anggap sah apabila tidak sejalan dengan kehendak syara". Misalnya, kesepakatan
untuk melakukan transaksi riba, menipu orang lain, atau merampok kekayaan
orang lain. Adapun pencantuman kata-kata "berpengaruh kepada objek perikatan"
maksudnya adalah terjadinya perpindahan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang
menghasilkan informasi berupa catatan dan data deskriptif yang terdapat di dalam
teks yang disusun menggunakan metode kajian studi pustaka (library research).
Sumber data yang digunakan adalah buku-buku dan literatur lainnya sebagai
objek yang utama. Pengumpulan data menggunakan cara dengan mencari sumber
dan menyusun dari berbagai referensi seperti buku, artikel, jurnal dan penelitian-
penelitian yang sudah pernah dilakukan yang relevan dengan tema yang akan
dibahas.
Definisi Rahn
Gadai dalam fiqih Islam disebut rahn dimana termasuk suatu jenis
perjanjian untuk menahan suatu barang sebagai tanggungan hutang. Secara bahasa
bisa ats-Tsubut dan adDawaam (tetap).6
Secara etimolgi, rahn berarti & (penetapan) Sedangkan secara
termunologi, terdapat beberapa definisi dari kalangan ulama al fiqih7
1. ulama golongan Syafi'iyah mendefinisikan rahn dengan
"menjadikan suatu benda sebagai jaminan utang yang dapat
Jadikan pembayar ketika berhalangan dalam membayar utang8
4
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuhu, Juz IV, (Damsyik, Dar Al-Fikr, 1989),
hlm. 80.
5
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat, (Yogyakarta : UII Pres, 1982), hlm .65.
6
Wahbah Az-Zuhaili, “Fikih Islam Wa Adillatuhu,” in Jilid 6 (Jakarta: Gema Insani, 2011),
hlm.106.
7
Sayyid Sabiq, “Fikih Sunnah,” in Jilid 12 (Bandung: Alma‟arif, 1993), hlm.139
8
Abu Bakar Utsman bin Muhammad Syatha al-Dimyathi al-Bakri, l'anah ath-Thalibin, (Berut Dar
al-Fikr, 2007), hlm. 82.
َو ِإْن ُكْنُتْم َع َلٰى َس َفٍر َو َلْم َتِج ُدوا َك اِتًبا َفِر َهاٌن َم ْقُبوَض ٌةۖ َفِإْن َأِم َن َبْعُض ُك ْم َبْعًضا َفْلُيَؤ ِّد اَّلِذ ي اْؤ ُتِم َن
َأَم اَنَتُه َو ْلَيَّتِق َهَّللا َر َّبُهۗ َو اَل َتْك ُتُم وا الَّش َهاَدَةۚ َو َم ْن َيْك ُتْمَها َفِإَّنُه آِثٌم َقْلُبُهۗ َو ُهَّللا ِبَم ا َتْع َم ُلوَن َع ِليٌم
Artinya:
“Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan seorang
penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jika sebagian
kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah,
Tuhannya. Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, karena barangsiapa
menyembunyikannya, sungguh, hatinya kotor (berdosa). Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan”
Kutipan ayat “ َفِر َه اٌن َم ْقُبوَض ٌةmaka hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang” merupakan anjuran memberikan jaminan untuk membina kepercayaan.
Berdasarkan dalil tersebut para ulama fiqih sepakat mengatakan bahwa akad rahn
9
Syamsuddin Muhammad ibn al-Khatib al-Syarbini, Mughni Al-Muhtaj ila Ma'rifah Moon Alfazh
al-Minhaj, (Dar alFikr, t.t.2009), hlm. 121.
10
Ibnu Qudamah, Al-Mughni, (Beirut: Dar al-Kitab al-'Araby, 1980),hlm. 326
11
Abdullah al-Bassaam, Taudhih al-Ahkam Min Bulugh al-Maram, (Makkah: Maktabah Al-
Asadi,2009), hlm. 460.
12
Ibnu Qudamah, al-Mughni, Jilid IV, (Riyadh: maktabah ar-Riyadh al-haditsah, 2004), hlm.337.
13
Ibid.hlm.342
15
Harun. Fiqh Muamalah. (Surakarta: Muhammadiyah Universitty, 2017).hlm.98.
KESIMPULAN
Rahn itu merupakan suatu akad utang piutang dengan menjadikan barang
yang memiliki nilai harta menurut pandangan syara‟ sebagai jaminan marhun bih,
sehingga rahin boleh mengambil marhun bih. Landasan hukum gadai syariah
dalam Al-Qur‟an terdapat dalam surah al-Baqarah ayat 283, HR. Baihaqi, HR
Turmidzi, HR. Bukhari.
Menurut jumhur ulama, rukun rahn itu ada 4 (empat), yaitu: (1) Shigat;
dengan syarat akad rahn (gadai) itu tidak boleh dikaitkan dengan syarat tertentu
atau dikaitkan dengan masa yang akan datang karena akad gadai sama dengan
akad jual beli. (2) orang yang berakad (rahin dan murtahin) dengan syarat cakap
bertindak hukum. Kecakapan bertindak hukum, menurut jumhur ulama adalah
orang yang balig dan berakal (3) harta yang dijadikan marhun dengan syarat
merupakan hak wajib yang harus dikembalikan kepada orang tempat berhutang,
hutang itu boleh (dapat) dilunasi dengan barang jaminan tersebut; dan hutang itu
jelas dan tertentu.dan (4) Utang (marhum bih) dengan syarat barang yang
memiliki nilai ekonomis (mempunyai nilai harta secara hokum syara‟), serta
dibolehkan oleh syara‟ mengambil manfaatnya.
DAFTAR PUSTAKA
WJS Poerwadarminta, KUBI, ( Jakarta, Balai Pustaka: 1976)
C.Pass, Bryan Lowes dan Leslie Davies, Kamus Lengkap Ekonomi, ( Jakarta,
Erlangga, 1999)
A Zuhdi Muhdlor Ali Atabik, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia,
( Yogyakarta, Yayasan Ali Maksum: 1999)
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuhu, Juz IV, (Damsyik, Dar Al-
Fikr, 1989)
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat, (Yogyakarta : UII Pres,
1982).
Wahbah Az-Zuhaili, “Fikih Islam Wa Adillatuhu,” in Jilid 6 (Jakarta: Gema
Insani, 2011)
Sayyid Sabiq, “Fikih Sunnah,” in Jilid 12 (Bandung: Alma‟arif, 1993)
Abu Bakar Utsman bin Muhammad Syatha al-Dimyathi al-Bakri, l'anah ath-
Thalibin, (Berut Dar al-Fikr, 2007).
Syamsuddin Muhammad ibn al-Khatib al-Syarbini, Mughni Al-Muhtaj ila
Ma'rifah Moon Alfazh al-Minhaj, (Dar alFikr, t.t.2009)
Ibnu Qudamah, Al-Mughni, (Beirut: Dar al-Kitab al-'Araby, 1980)
Abdullah al-Bassaam, Taudhih al-Ahkam Min Bulugh al-Maram, (Makkah:
Maktabah Al-Asadi,2009)
Ibnu Qudamah, al-Mughni, Jilid IV, (Riyadh: maktabah ar-Riyadh al-haditsah,
2004)
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif: Suatu
Tinjauan Singkat. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2006)
Harun. Fiqh Muamalah. (Surakarta: Muhammadiyah Universitty, 2017)