Anda di halaman 1dari 12

Istithmar: Jurnal Studi Manajemen Bisnis Syariah

Volume 6, Nomor 1, Juni 2022, 1 - 19


P-ISSN: 2598-9804, E-ISSN: 2654-9387
https://jurnal.iainkediri.ac.id/index.php/istithmar
AKAD RAHN
Fredi Yogi Wardana (22403103)
Institut Agama Islam Negeri,Kediri
freddyogiwardana@gmail.com

Wahyu Dimas Ardianto (22403104)


Institut Agama Islam Negeri,Kediri
whydims123@gmail.com

Dimas Yasin Romli (22403107)


Institut Agama Islam Negeri,Kediri
yasindimas209@gmail.com

Muhammad Khudlori (22403110)


Institut Agama Islam Negeri,Kediri
Muhammadkhudlori35@gmail.com

Abstrak
Akad rahn adalah suatu perjanjian jaminan yang dilakukan antara
pemberi jaminan (rahn) dan penerima jaminan (marhun). Dalam akad
ini, pemberi jaminan memberikan harta berharga sebagai jaminan
kepada penerima jaminan sebagai bentuk kepercayaan atau sebagai
agunan dalam transaksi atau pinjaman. Tujuan utama dari akad rahn
adalah untuk melindungi kepentingan penerima jaminan dalam hal
terjadi wanprestasi atau ketidakmampuan pihak yang menerima
pinjaman untuk memenuhi kewajibannya. Dalam hal ini, penerima
jaminan memiliki hak untuk menjual atau menggunakan harta yang
dijadikan jaminan jika pihak yang menerima pinjaman tidak dapat
memenuhi kewajibannya sesuai dengan kesepakatan. Dalam prakteknya,
akad rahn dapat digunakan dalam berbagai jenis transaksi, seperti
pinjaman, kredit, atau pembiayaan. Penting bagi pihak yang terlibat
dalam akad rahn untuk memahami dengan jelas syarat-syarat dan
mekanisme pelaksanaan yang terkait dengan akad ini agar dapat
menjalankannya dengan baik dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah
yang berlaku

Kata Kunci: Rahn;Jaminan,implementasi

Abstract
The rahn contract is a guarantee agreement made between the guarantor
(rahn) and the collateral recipient (marhun). In this contract, the
guarantor provides valuable assets as collateral to the collateral recipient
as a form of trust or as collateral in a transaction or loan. The main
purpose of the rahn contract is to protect the interests of the collateral
recipient in the event of default or inability of the party receiving the loan
to fulfill his obligations. In this case, the recipient of the collateral has the
right to sell or use the assets used as collateral if the party receiving the
loan cannot fulfill its obligations in accordance with the agreement. In
practice, rahn contracts can be used in various types of transactions, such

Istithmar Volume 6, Nomor 1, Juni 2022


Fredi Yogi Wardana, Wahyu Dimas Ardianto, Dimas Yasin Romli,
Muhammad Khudlori

as loans, credit or financing. It is important for parties involved in the


rahn contract to clearly understand the terms and implementation
mechanisms related to this contract in order to carry it out well and in
accordance with applicable sharia principles.

Keywords: Rahn;Assurance,implementation

PENDAHULUAN
Rahn (gadai) merupakan kebiasaan yang telah ada sejak zaman Rasulullah
Saw. dan Rasulullah Saw sendiri pun telah mempraktikkannya. Sehingga Rahn
(gadai) menjadi tradisi institusi yang telah mendalam di masyarakat. Kebutuhan
yang mendesak dan tidak ada keterampilan lain yang dapat dilakukan maka gadai
menjadi solusi untuk memenuhi hajat seseorang.
Hal ini beralasan karena dalam akad gadai barang yang dijadikan sebagai
agunan dapat diambil kembali dan agunan menjadi hak miliknya ketika ia
memiliki modal untuk pengambilannya. Berdasarkan uraian di atas, maka pokok-
pokok bahasan dalam buku ini adalah apa saja apa saja yang telah diatur oleh
ulama hukum Islam khususnya terkait akad Rahn (gadai) dengan kajian normatif
yang dikutip dari berbagai sumber terkait definisi, dasar hukum, Rukun dan
Syarat, Pemanfaatan Barang Gadai.
Dalam Islam Pengertian akad berasal dari bahasa Arab, al-aqd yang berarti
perikatan, perjanjian, persetujuan dan pemufakatan. Kata ini juga bisa di artikan
tali yang mengikat karena akan adanya ikatan antara orang yang berakad. Dalam
kitab figih sunnah, kata akad diartikan dengan hubungan dan kesepakatan. Secara
istilah fiqih, akad di definisikan dengan "pertalian ijab (pernyataan penerimaan
ikatan) daa kabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat
yang berpengaruh kepada objek perikatan.
Pencantuman kata-kata yang "sesuai dengan kehendak syariat" maksudnya
bahwa seluruh perikatan yang di lakukan oleh dua pihak atau lebih tidak di
anggap sah apabila tidak sejalan dengan kehendak syara". Misalnya, kesepakatan
untuk melakukan transaksi riba, menipu orang lain, atau merampok kekayaan
orang lain. Adapun pencantuman kata-kata "berpengaruh kepada objek perikatan"
maksudnya adalah terjadinya perpindahan.

Istithmar Volume 6, Nomor 1, Juni 2022


AKAD RAHN

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang
menghasilkan informasi berupa catatan dan data deskriptif yang terdapat di dalam
teks yang disusun menggunakan metode kajian studi pustaka (library research).
Sumber data yang digunakan adalah buku-buku dan literatur lainnya sebagai
objek yang utama. Pengumpulan data menggunakan cara dengan mencari sumber
dan menyusun dari berbagai referensi seperti buku, artikel, jurnal dan penelitian-
penelitian yang sudah pernah dilakukan yang relevan dengan tema yang akan
dibahas.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Definisi akad
Adapun definisi akad itu sendiri yaitu Akad dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia, memilik arti: “Janji; perjanjian; kontrak; Misal akad jual beli, akad
nikah. Dan Akad juga bisa disebut dengan Kontrak yang mempunyai makna :
perjanjian, menyelenggarakan perjanjian (dagang, bekerja, dan lain sebagainya).
Misal, kontrak antara penulis dan penerbit”.1 Dalam Kamus Lengkap Ekonomi
ditetapkan bahwa : Contract (kontrak) merupakan: “suatu perjanjian legal yang
bisa dikerjakan antara dua pihak atau lebih. Suatu kontrak mencakup kewajiban
untuk kontraktor yang bisa ditetapkan seteknik lisan maupun tertulis. Sebagai
contoh, perusahaan memiliki perjanjian guna memasok produk ke perusahaan lain
pada waktu tertentu dan ukuran tertentu. Kedua belah pihak akan terikat untuk
menepati perjanjian mereka dalam penjualan dan pembelian dari barang. 2
Ali Atabik dan Ahmad Zuhdi Muhdlor dalam Kamus Kontemporer Arab
Indonesia memberi arti bahwa Kata akad ‫ قد ع‬berasal dari mashdar ‫ ط رب قدة ع اى‬yang
artinya : mengikat, menyimpulkan, menggabungkan. Dan mempunyai arti juga :
‫اق ت اال‬TT‫ ف‬dan ‫د ال‬TT‫( عھ‬persepakatan, perjanjian, kontrak). Misal : ‫مي ر‬TT‫د ع س‬TT‫( ق‬kontrak
resmi).3
1
WJS Poerwadarminta, KUBI, ( Jakarta, Balai Pustaka: 1976), hlm. 521.
2
C.Pass, Bryan Lowes dan Leslie Davies, Kamus Lengkap Ekonomi, ( Jakarta, Erlangga, 1999),
hlm. 115.
3
A Zuhdi Muhdlor Ali Atabik, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, ( Yogyakarta, Yayasan Ali
Maksum: 1999) hlm. 1303.

Istithmar Volume 6, Nomor 1, Juni 2022


Fredi Yogi Wardana, Wahyu Dimas Ardianto, Dimas Yasin Romli,
Muhammad Khudlori

Demikian juga Wahbah Al-zuhaili mendefinisikan aqad sebagai di bawah


ini :
‫الربط بنی أطراف الشىء سواء أكان ربطا حسیا أم معنویا من جاناو من جانيب‬
Artinya:
“Ikatan antara dua hal, baik ikatan seteknik khissy (nyata/fisik) maupuan ikatan
seteknik ma’nawi (abstrak/psikis), dari satu sisi ataupun dua sisi”.4
Dari keterangan diatas bisa dipahami bahwa: difinisi akad ialah sebuah
perikatan, kesepakatan atau perjanjian, antara pihak-pihak yang menciptakan
perjanjian atas suatu obyek tertentu. Adapun prinsip-psrinsip akad dalam Islam,
diantaranya:
1. Prinsip kebebasan berkontrak
2. Prinsip perjanjian itu mengikat
3. Prinsip kesepakatan bersama
4. Prinsip ibadah
5. Prinsip keadilan dan kesemimbangan prestasi
6. Prinsip kejujuran (amanah).5

Definisi Rahn
Gadai dalam fiqih Islam disebut rahn dimana termasuk suatu jenis
perjanjian untuk menahan suatu barang sebagai tanggungan hutang. Secara bahasa
bisa ats-Tsubut dan adDawaam (tetap).6
Secara etimolgi, rahn berarti & (penetapan) Sedangkan secara
termunologi, terdapat beberapa definisi dari kalangan ulama al fiqih7
1. ulama golongan Syafi'iyah mendefinisikan rahn dengan
"menjadikan suatu benda sebagai jaminan utang yang dapat
Jadikan pembayar ketika berhalangan dalam membayar utang8

4
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuhu, Juz IV, (Damsyik, Dar Al-Fikr, 1989),
hlm. 80.
5
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat, (Yogyakarta : UII Pres, 1982), hlm .65.
6
Wahbah Az-Zuhaili, “Fikih Islam Wa Adillatuhu,” in Jilid 6 (Jakarta: Gema Insani, 2011),
hlm.106.
7
Sayyid Sabiq, “Fikih Sunnah,” in Jilid 12 (Bandung: Alma‟arif, 1993), hlm.139
8
Abu Bakar Utsman bin Muhammad Syatha al-Dimyathi al-Bakri, l'anah ath-Thalibin, (Berut Dar
al-Fikr, 2007), hlm. 82.

Istithmar Volume 6, Nomor 1, Juni 2022


AKAD RAHN

2. Ulama golongan Hanabilah mendefinisikan rahn dengan harta yang


dijadikan jaminan utang sebagai pembayar harga atau nilai ketika
yang berutang berhalangan (tidak mampu membayar utangnya
kepada pemberi pinjaman).9
3. Al-Bassam mendefinisikan rahn dengan "jaminan hutang dengan
barang yang memungkinkan pelunasan hutang dengan barang
tersebut atau dari nilai barang tersebut apabila orang yang
berhutang tidak mampu melunasinya.10

Dasar Hukum Gadai


Sebagai referensi atau landasan hukum pinjam-meminjam dengan jaminan
adalah firman Allah swt. berikut: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah
tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka
hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang” (QS. Al-Baqarah: 283)

‫َو ِإْن ُكْنُتْم َع َلٰى َس َفٍر َو َلْم َتِج ُدوا َك اِتًبا َفِر َهاٌن َم ْقُبوَض ٌةۖ َفِإْن َأِم َن َبْعُض ُك ْم َبْعًضا َفْلُيَؤ ِّد اَّلِذ ي اْؤ ُتِم َن‬
‫َأَم اَنَتُه َو ْلَيَّتِق َهَّللا َر َّبُهۗ َو اَل َتْك ُتُم وا الَّش َهاَدَةۚ َو َم ْن َيْك ُتْمَها َفِإَّنُه آِثٌم َقْلُبُهۗ َو ُهَّللا ِبَم ا َتْع َم ُلوَن َع ِليٌم‬
Artinya:
“Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan seorang
penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jika sebagian
kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah,
Tuhannya. Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, karena barangsiapa
menyembunyikannya, sungguh, hatinya kotor (berdosa). Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan”
Kutipan ayat ‫“ َفِر َه اٌن َم ْقُبوَض ٌة‬maka hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang” merupakan anjuran memberikan jaminan untuk membina kepercayaan.
Berdasarkan dalil tersebut para ulama fiqih sepakat mengatakan bahwa akad rahn

9
Syamsuddin Muhammad ibn al-Khatib al-Syarbini, Mughni Al-Muhtaj ila Ma'rifah Moon Alfazh
al-Minhaj, (Dar alFikr, t.t.2009), hlm. 121.
10
Ibnu Qudamah, Al-Mughni, (Beirut: Dar al-Kitab al-'Araby, 1980),hlm. 326

Istithmar Volume 6, Nomor 1, Juni 2022


Fredi Yogi Wardana, Wahyu Dimas Ardianto, Dimas Yasin Romli,
Muhammad Khudlori

itu dibolehkan, karena banyak kemaslahatan yang terkandung di dalamnya, yaitu


sebagai sarana tolong menolong antar sesama manusia.11
Manfaat Gadai
Gadai(Rahn), dapat memberikan sejumlah manfaat bagi pihak yang mengambil
pinjaman dan juga pihak yang memberikan pinjaman. Berikut adalah beberapa
manfaat gadai:

1. Tanpa Bunga (Riba), rahn digunakan dalam transaksi keuangan


Islam untuk menghindari unsur riba atau bunga. Dalam sistem ini,
pemberian agunan tidak diikuti dengan pembayaran bunga.
2. Pemenuhan Prinsip Syariah, penggunaan rahn memungkinkan
transaksi keuangan untuk tetap mematuhi prinsip-prinsip keuangan
Islam, yang melarang praktik riba dan mendukung keadilan dalam
transaksi ekonomi.
3. Keadilan dan Keseimbangan, pemberian agunan dalam transaksi
rahn dapat menciptakan keseimbangan dan keadilan antara pemberi
pinjaman dan peminjam. Dengan memiliki jaminan, pemberi
pinjaman mendapatkan keamanan, sementara peminjam dapat
memperoleh pinjaman tanpa bunga.
4. Fleksibilitas dalam Jaminan, rahn dapat berupa aset berbagai jenis,
seperti emas, perak, barang berharga, atau properti. Ini
memberikan fleksibilitas kepada peminjam untuk menggunakan
berbagai jenis aset sebagai jaminan.
5. Perlindungan Terhadap Risiko Pemberi Pinjaman, agunan
memberikan perlindungan terhadap risiko bagi pemberi pinjaman.
Jika peminjam tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran,
pemberi pinjaman dapat mengambil alih aset yang dijaminkan
sebagai kompensasi. Peminjam yang memberikan agunan
diharapkan memiliki tanggung jawab finansial yang lebih besar. Ini
dapat membantu memastikan bahwa peminjam melakukan upaya

11
Abdullah al-Bassaam, Taudhih al-Ahkam Min Bulugh al-Maram, (Makkah: Maktabah Al-
Asadi,2009), hlm. 460.

Istithmar Volume 6, Nomor 1, Juni 2022


AKAD RAHN

maksimal untuk melunasi pinjaman agar tidak kehilangan aset


yang dijaminkan.

Rukun dan Syarat Rahn


Demi keabsahan suatu perjanjian gadai yang dilakukan oleh pihak yang
berpiutang/murtahin (bank syariah/lembaga pegadaian) kepada pihak yang
berhutang/rahin (nasabah) ada sejumlah rukun dan syarat yang harus dipenuhi.
Ulama fiqih berbeda pendapat dalam menetapkan rukun rahn. Menurut jumhur
ulama, rukun rahn itu ada 4 (empat), yaitu:
1. Akad ijab dan qabul (sighat).
2. Pihak yang menggadaikan (rahin) dan pihak yang menerima gadai
(murtahin). Adapun bagi yang berakad adalah mampu bertasharruf,
yaitu mampu membelanjakan harta dengan memahami persoalan-
persoalan yang berkaitan dengan gadai.
3. Barang yang digadaikan dengan syarat memenuhi ketentuan yang
ditetapkan, misalnya keadaan barang itu tidak rusak Rasulullah
saw bersabda :
‫كل ماجاز بیٗع جاز رهٗن‬

Artinya : Setiap barang yang boleh diperjual belikan boleh


dijadikan borg gadai.
4. Ada utang, disyaratkan keadaan utang itu tetap.

Ulama Hanafiyah berpendapat rukun rahn itu hanya ijab (pernyataan


menyerahkan barang sebagai jaminan pemilik barang) dan qabul (pernyataan
kesediaan memberi hutang dan menerima barang jaminan itu. Sedangkan menurut
Ulama Hanafiyah agar lebih sempurna dan mengikat akad rahn, maka diperlukan
qabadh (penguasaan barang) oleh pemberi hutang. Adapaun rahin, murtahin,
marhun dan marhun bih itu termasuk syarat-syarat rahn bukan rukunnya.12
Para ulama fiqih mengemukakan syarat-syarat gadai sesuai dengan rukun
gadai itu sendiri. Dengan demikian, syarat-syarat gadai meliputi:

12
Ibnu Qudamah, al-Mughni, Jilid IV, (Riyadh: maktabah ar-Riyadh al-haditsah, 2004), hlm.337.

Istithmar Volume 6, Nomor 1, Juni 2022


Fredi Yogi Wardana, Wahyu Dimas Ardianto, Dimas Yasin Romli,
Muhammad Khudlori

1. Syarat yang terkait dengan orang yang berakad adalah cakap


bertindak hukum. Kecakapan bertindak hukum, menurut jumhur
ulama adalah orang yang balig dan berakal. Sedangkan menurut
ulama Hanafiyah, kedua belah pihak yang berakad harus berakal
dan mumayyiz, tidak disyaratkan balig tetapi cukup berakal saja.
Oleh sebab itu, anak kecil yang mumayyiz boleh melakukan akad
rahn (gadai) dengan syarat akad gadai yang dilakukan anak kecil
yang sudah mumayyiz ini mendapat persetujuan dari walinya.13
2. Syarat Shigat (lafal). Menurut ulama hanafiyah akad rahn (gadai)
itu tidak boleh dikaitkan dengan syarat tertentu atau dikaitkan
dengan masa yang akan datang karena akad gadai sama dengan
akad jual beli. Apabila akad itu dibarengi dengan syarat tertentu
atau dikaitkan dengan masa yang akan datang maka syaratnya batal
tetapi akadnya tetap sah. Misalnya orang yang berhutang
mensyaratkan apabila tenggang waktu hutang telah habis dan
hutang belum terbayar maka gadai itu diperpanjang satu bulan atau
pemberi hutang mensyaratkan harta agunan itu boleh ia
manfaatkan. Sementara ulama malikiyah, Syafi‟iyah dan
Hanabilah berpendapat bahwa apabila syarat itu mendukung
kelancaran akad itu, maka syarat tersebut dibolehkan. Namun
apabila syarat itu bertentangan dengan tabi‟at akad gadai maka
syaratnya batal, sebagai contoh, orang yang berhutang
mensyaratkan apabila ia tidak dapat membayar hutang pada waktu
yang telah ditentukan, maka barang jaminan tidak boleh dijual.
Syarat yang demikian itu tidak saja membatalkan syarat rahn,
tetapi sekaligus membatalkan akad.
3. Syarat marhun bih (hutang) adalah merupakan hak wajib yang
harus dikembalikan kepada orang tempat berhutang, hutang itu
boleh (dapat) dilunasi dengan barang jaminan tersebut; dan hutang
itu jelas dan tertentu.

13
Ibid.hlm.342

Istithmar Volume 6, Nomor 1, Juni 2022


AKAD RAHN

4. Syarat marhun (barang yang dijadikan jaminan), menurut para


pakar fiqih barang jaminan itu adalah barang yang dapat
diperjualbelikan, Barang jaminan adalah barang yang memiliki
nilai ekonomis (mempunyai nilai harta secara hukum syara‟), serta
dibolehkan oleh syara‟ mengambil manfaatnya.

Khamar tidak dapat dijadikan barang jaminan, disebabkan khamar tidak


bernilai harta dan tidak bermanfaat dalam Islam serta diketahui secara jelas baik
bentuk, jenis maupun nilainya. Barang jaminan itu milik sah orang yang
berhutang yang tidak terkait dengan hak orang lain, seperti harta serikat. Barang
jaminan itu merupakan harta yang utuh, tidak bertebaran dalam beberapa tempat
dan nilai barang jaminan seimbang dengan besarnya hutang atau lebih.
Implementasi Rahn Dalam LKS
Lembaga keuangan syariah, seperti bank syariah atau lembaga keuangan non-
bank syariah, dapat menggunakan akad rahn sebagai salah satu instrumen dalam
operasional mereka.14 Implementasi rahn dalam lembaga keuangan syariah dapat
dilakukan dalam beberapa bentuk, antara lain:
1. Rahn sebagai jaminan
Dalam pembiayaan Lembaga keuangan syariah dapat
menggunakan akad rahn sebagai jaminan dalam pembiayaan yang
mereka berikan kepada nasabah. Nasabah yang membutuhkan
pembiayaan dapat memberikan harta berharga sebagai jaminan
kepada lembaga keuangan syariah. Jika nasabah tidak dapat
memenuhi kewajibannya, lembaga keuangan syariah memiliki hak
untuk menjual atau menggunakan harta tersebut sebagai
penyelesaian hutang.
2. Rahn dalam akad gadai
Lembaga keuangan syariah juga dapat menyediakan layanan gadai
syariah, di mana nasabah dapat memberikan harta berharga sebagai
jaminan untuk mendapatkan pembiayaan. Pada akad ini, lembaga
keuangan syariah akan menilai nilai harta jaminan dan memberikan
14
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat.
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2006),hlm. 175.

Istithmar Volume 6, Nomor 1, Juni 2022


Fredi Yogi Wardana, Wahyu Dimas Ardianto, Dimas Yasin Romli,
Muhammad Khudlori

pembiayaan sebesar nilai yang disepakati. Jika nasabah tidak dapat


melunasi pembiayaan, lembaga keuangan syariah dapat menjual
harta jaminan untuk menutupi hutang.
3. Rahn dalam akad tawarru
Lembaga keuangan syariah juga dapat menggunakan akad
tawarruq, di mana nasabah menjual harta berharga kepada lembaga
keuangan syariah dengan harga tunai. Kemudian, lembaga
keuangan syariah menjual kembali harta tersebut kepada pihak
ketiga dengan harga kredit. Dalam hal ini, harta yang dijadikan
jaminan dapat digunakan dalam transaksi tawarruq untuk
memperoleh pembiayaan.

4. Gadai sebagai bagian dari akad lain

selain dalam konteks keuangan Islam, istilah "rahn" atau


jaminan/agunan juga dapat ditemui dalam berbagai akad atau
transaksi lain seperti murabahah dalam transaksi murabahah untuk
pembiayaan pembelian barang, pihak pembiaya mungkin meminta
agunan atau jaminan tertentu dari peminjam sebagai syarat untuk
memberikan pembiayaan. Contoh skenario mungkin sebagai
berikut:

a. Peminjam (pelanggan) membutuhkan pembiayaan untuk


membeli suatu barang.
b. Pemberi pembiayaan (penjual) membeli barang tersebut
dan menjualkannya kembali kepada peminjam dengan
harga yang sudah disepakati, termasuk margin keuntungan.
c. Sebagai bagian dari kesepakatan, pemberi pembiayaan
dapat meminta peminjam untuk memberikan jaminan atau
agunan (rahn) sebagai bentuk keamanan dalam hal
peminjam tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran.15

15
Harun. Fiqh Muamalah. (Surakarta: Muhammadiyah Universitty, 2017).hlm.98.

Istithmar Volume 6, Nomor 1, Juni 2022


AKAD RAHN

Implementasi rahn dalam lembaga keuangan syariah mengacu pada


prinsip-prinsip syariah yang melarang riba dan mempromosikan keadilan dalam
transaksi keuangan. Dalam akad rahn, lembaga keuangan syariah harus
memastikan bahwa mekanisme penilaian, penjualan, dan penggunaan harta
jaminan dilakukan dengan transparansi dan keadilan. Pegadaian syariah tidak
menekankan pada pemberian bunga dari barang yang digadaikan. Meski tanpa
bunga, pegadaian syariah tetap memperoleh keuntungan, yaitu dengan cara
memberlakukan biaya pemeliharaan dari barang yang digadaikan. Biaya itu
dihitung dari nilai barang, bukan dari jumlah pinjaman.

KESIMPULAN
Rahn itu merupakan suatu akad utang piutang dengan menjadikan barang
yang memiliki nilai harta menurut pandangan syara‟ sebagai jaminan marhun bih,
sehingga rahin boleh mengambil marhun bih. Landasan hukum gadai syariah
dalam Al-Qur‟an terdapat dalam surah al-Baqarah ayat 283, HR. Baihaqi, HR
Turmidzi, HR. Bukhari.
Menurut jumhur ulama, rukun rahn itu ada 4 (empat), yaitu: (1) Shigat;
dengan syarat akad rahn (gadai) itu tidak boleh dikaitkan dengan syarat tertentu
atau dikaitkan dengan masa yang akan datang karena akad gadai sama dengan
akad jual beli. (2) orang yang berakad (rahin dan murtahin) dengan syarat cakap
bertindak hukum. Kecakapan bertindak hukum, menurut jumhur ulama adalah
orang yang balig dan berakal (3) harta yang dijadikan marhun dengan syarat
merupakan hak wajib yang harus dikembalikan kepada orang tempat berhutang,
hutang itu boleh (dapat) dilunasi dengan barang jaminan tersebut; dan hutang itu
jelas dan tertentu.dan (4) Utang (marhum bih) dengan syarat barang yang
memiliki nilai ekonomis (mempunyai nilai harta secara hokum syara‟), serta
dibolehkan oleh syara‟ mengambil manfaatnya.

DAFTAR PUSTAKA
WJS Poerwadarminta, KUBI, ( Jakarta, Balai Pustaka: 1976)

Istithmar Volume 6, Nomor 1, Juni 2022


Fredi Yogi Wardana, Wahyu Dimas Ardianto, Dimas Yasin Romli,
Muhammad Khudlori

C.Pass, Bryan Lowes dan Leslie Davies, Kamus Lengkap Ekonomi, ( Jakarta,
Erlangga, 1999)
A Zuhdi Muhdlor Ali Atabik, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia,
( Yogyakarta, Yayasan Ali Maksum: 1999)
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuhu, Juz IV, (Damsyik, Dar Al-
Fikr, 1989)
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat, (Yogyakarta : UII Pres,
1982).
Wahbah Az-Zuhaili, “Fikih Islam Wa Adillatuhu,” in Jilid 6 (Jakarta: Gema
Insani, 2011)
Sayyid Sabiq, “Fikih Sunnah,” in Jilid 12 (Bandung: Alma‟arif, 1993)
Abu Bakar Utsman bin Muhammad Syatha al-Dimyathi al-Bakri, l'anah ath-
Thalibin, (Berut Dar al-Fikr, 2007).
Syamsuddin Muhammad ibn al-Khatib al-Syarbini, Mughni Al-Muhtaj ila
Ma'rifah Moon Alfazh al-Minhaj, (Dar alFikr, t.t.2009)
Ibnu Qudamah, Al-Mughni, (Beirut: Dar al-Kitab al-'Araby, 1980)
Abdullah al-Bassaam, Taudhih al-Ahkam Min Bulugh al-Maram, (Makkah:
Maktabah Al-Asadi,2009)
Ibnu Qudamah, al-Mughni, Jilid IV, (Riyadh: maktabah ar-Riyadh al-haditsah,
2004)
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif: Suatu
Tinjauan Singkat. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2006)
Harun. Fiqh Muamalah. (Surakarta: Muhammadiyah Universitty, 2017)

Istithmar Volume 6, Nomor 1, Juni 2022

Anda mungkin juga menyukai