Anda di halaman 1dari 23

PEMAHAMAN MASYARAKAT TENTANG AKAD DALAM EKONOMI ISLAM

Dini Abdianti
NIM. 3220038
Prodi Ekonomi Islam, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Dosen Pembimbing Lapangan
Linda Yarni S. Ag, M. Si

ABSTRAK
Dalam Islam, unsur-unsur akad sangat diperhatikan, seperti pihak-pihak yang membuat
perjanjian, syarat-syarat dan rukun-rukun akad harus dipenuhi, dan yang terpenting tidak ada
unsur penipuan atau unsur-unsur lain yang dilarang dalam Islam. Penelitian ini bertujuan untuk
memberikan edukasi kepada masyarakat di jorong Taruyan serta membantu masyarakat sekitar
untuk mengetahui akad apa saja yang mereka gunakan dalam transaksi syariah. Metode
penulisan artikel ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Teknik analisis data berupa
analisis deskriptif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data primer.
Pengumpulan jenis data primer dilakukan melalui wawancara. Jenis data sekunder diperoleh dari
beberapa kajian literatur ekonomi Islam. Dalam konteks ekonomi Islam, akad memegang
peranan penting dalam mengatur transaksi dan aktivitas ekonomi agar sesuai dengan hukum
Islam. Prinsip-prinsip utama yang harus dianut dalam suatu kontrak ekonomi syariah adalah
prinsip keabsahan, prinsip keterbukaan, prinsip kerja sama, prinsip tidak memaksakan kepada
pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak.

Kata Kunci: Akad-akad, Ekonomi Islam

A. PENDAHULUAN
Kegiatan perekonomian terus mengalami perubahan dalam kehidupan masyarakat,
sehingga perlu perhatian khusus agar tidak ada pihak yang dirugikan dan menimbulkan
ketidakadilan dari beberapa pihak. Dalam hubungan antara manusia dengan orang lain untuk
memenuhi kebutuhannya, harus ada aturan yang menjelaskan hak dan kewajiban kedua belah
pihak berdasarkan suatu perjanjian. Perjanjian pelaksanaan hak dan kewajiban ini dikenal dengan
istilah akad atau proses berkad. Kontrak yang digunakan untuk bertransaksi sangat bervariasi,
terutama bergantung pada preferensi, karakteristik, dan tujuan para pihak(Tiara Lintang Utami,
2023)

Akad merupakan salah satu cara memperoleh kekayaan dalam Islam yang sering
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Hasbi Ash-Shiddieqy, akad merupakan suatu
perjanjian dan persetujuan yang dibenarkan oleh syariat, yang menentukan kemauan kedua belah
pihak. Definisi lain juga menyebutkan bahwa akad merupakan pengikatan, penguatan dan
pengukuhan dari satu pihak ke pihak lainnya.(Darmawanti, 2018) Istilah “Akad” dalam ekonomi
Islam juga mengacu pada perjanjian atau kontrak yang digunakan dalam transaksi ekonomi yang
sesuai dengan hukum Islam. Akad-akad tersebut merupakan landasan hukum untuk melakukan
berbagai jenis transaksi ekonomi dalam kerangka yang halal menurut pandangan Islam.

Mengetahui dan memahami akad dalam Islam mempunyai banyak manfaat penting
terutama dalam konteks ekonomi dan keuangan. Ada beberapa alasan mengapa penting untuk
memiliki pemahaman tentang akad dalam Islam, yaitu sesuai dengan prinsip syariah, akad dalam
Islam harus sesuai dengan prinsip syariah. Dengan memahami jenis akad dan prinsip-prinsip
yang terkandung di dalamnya, seseorang dapat memastikan bahwa transaksinya sesuai dengan
hukum Islam dan bebas dari unsur-unsur yang diharamkan.

Seiring dengan perkembangan perekonomian di era yang semakin maju saat ini, di
Nagari Tigo Balai khususnya di Jorong Taruyan masih banyak masyarakat yang belum
mengetahui atau belum mengetahui akad apa yang mereka gunakan dalam transaksi ekonomi
dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk memberikan edukasi
tentang akad dalam ekonomi Islam kepada masyarakat di Jorong Taruyan, Nagari Tigo Balai
agar dapat membantu masyarakat sekitar untuk mengetahui akad apa saja yang mereka gunakan
untuk bekerjasama atau bertransaksi secara syariah.

B. METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, kualitatif deskriptif
merupakan metode penelitian yang digunakan untuk memahami dan mendeskripsikan suatu
fenomena dalam konteks alam secara mendalam. Pendekatan ini menitikberatkan pada
pemahaman mendalam terhadap fenomena yang diteliti. Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah jenis data primer. Pengumpulan jenis data primer dilakukan melalui
wawancara. Wawancara merupakan suatu metode pengumpulan data dalam penelitian yang
melibatkan interaksi langsung antara peneliti dengan responden atau narasumber dengan tujuan
untuk memperoleh informasi, pandangan dan pendapat.

Jenis data sekunder diperoleh dari beberapa kajian literatur ekonomi Islam. Dalam
tinjauan literatur, peneliti mengumpulkan dan menganalisis berbagai sumber literatur, seperti
jurnal ilmiah, buku, artikel, dan sumber lain yang berkaitan dengan topik yang diteliti yaitu
tentang kontrak yang dijadikan landasan pendukung dalam menganalisis permasalahan yang
berkaitan langsung dengan kontrak. tingkat pemahaman masyarakat terhadap akad dalam
ekonomi Islam, maka verifikasi kebenaran dan validitas penelitian ini

C. PEMBAHASAN
1. Pengertian Akad
Secara etimologis, kata akad berasal dari bahasa Arab, Aqhada- Ya’qhidu- aqdha
yang artinya, membangun atau mendirikan, menahan, menyepakati, mencampurkan,
menyatukan. Dan bisa juga berarti kontrak atau perjanjian. Sedangkan dari segi terminologi
akad ditinjau dari dua segi, yaitu: Hal ini dikemukakan oleh ulama Syafi’iyah, Malikiyah dan
Hanabilah, yaitu: “Segala sesuatu yang dilakukan seseorang berdasarkan kemauannya
sendiri, misalnya wakaf, perceraian, pembebasan, atau sesuatu yang pembentukannya
memerlukan kemauan dua orang seperti jual beli, perwakilan, dan gadai.” (Nurhadi, 2019)

Akad menurut Hasbi Ash-Shiddieqy, adalah berkumpulnya dua ujung/ujung tali yang
mengikat salah satunya hingga menyatu, kemudian keduanya menjadi satu benda. Akad juga
merupakan sebab sebab-sebab yang ditentukan oleh syara’ yang menghasilkan beberapa
hukum. (Darmawanti, 2018)

Sedangkan dari segi kekhususannya, pengertian akad dalam pengertian khusus yang
dikemukakan oleh al-Kamal Ibnu al-Humam, yaitu: “Perikatan ditentukan dengan ijab dan
qabul berdasarkan ketentuan syara’ yang berdampak pada objeknya." Berdasarkan pengertian
akad maka dapat dipahami bahwa akad adalah adanya ijab dan qabul. Ijab-qabul adalah suatu
perbuatan atau pernyataan untuk menunjukkan kesediaan dalam suatu akad antara dua pihak
atau lebih, sehingga terhindar dari suatu ikatan yang tidak berdasarkan syara'.

Dalam ekonomi Islam yang dimaksud dengan akad adalah perjanjian atau kontrak
yang sah berdasarkan prinsip-prinsip Syariah. Dalam konteks ekonomi Islam, akad
memegang peranan penting dalam mengatur transaksi dan aktivitas ekonomi agar sesuai
dengan hukum Islam. Prinsip-prinsip utama yang harus diikuti dalam kontrak ekonomi Islam
adalah:

a. Prinsip hukum

Kontrak itu harus dibuat secara sah dan dapat ditegakkan secara hukum dalam Islam.
Dalam hal ini, kebebasan, kejujuran, dan persamaan kondisi bagi semua pihak yang
terlibat sangat penting.

b. Prinsip terbuka
Semua informasi yang relevan harus dikomunikasikan secara jujur kepada semua
pihak yang terlibat dalam kontrak. Tidak boleh ada penipuan atau manipulasi dalam
transaksi ekonomi.
c. Prinsip kerjasama
Kontrak ekonomi Islam didasarkan pada semangat kerjasama dan saling
menguntungkan antara semua pihak yang terlibat.
d. Prinsip tanpa paksaan
Tidak boleh ada faktor pemaksaan atau tekanan pada para pihak dalam kontrak.

Dalam al-Qur’an, setidaknya ada dua istilah yang berhubungan dengan perjanjian,
yaitu al-’aqdu (akad) dan al’ahdu (janji). Kata al-’aqd sebagaimana di dalam al-Quran:

‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا َاْو ُفْو ا ِباْلُع ُقْو ِۗد ُاِح َّلْت َلُك ْم َبِهْيَم ُة اَاْلْنَع اِم ِااَّل َم ا ُيْتٰل ى َع َلْيُك ْم َغْيَر ُمِح ِّلى الَّصْيِد َو َاْنُتْم ُحُر ٌۗم ِاَّن َهّٰللا َيْح ُك ُم َم ا‬
‫ُيِرْيُد‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Ternak itu
halal bagimu, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yaitu) dengan tidak menghalalkan
berburu ketika kamu sedang menunaikan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum
sesuai dengan apa yang Dia kehendaki.” (Q.S. Al-Maidah : 1)

Ayat ini memerintahkan pemenuhan akad (al-'uqud). Menurut Qurais Shihab,


al-'uqud merupakan bentuk jamak dari 'aqd/akad yang berarti mengikat sesuatu pada
sesuatu, sehingga tidak menjadi bagian dan tidak lepas darinya. Misalnya jual beli
merupakan salah satu bentuk akad yang menjadikan barang yang dibeli menjadi milik
pembeli. Pembeli dapat melakukan apa saja terhadap barang tersebut dan pemilik aslinya
yaitu penjual dengan akad jual beli tidak mempunyai hak lagi atas barang yang dijualnya.

Selanjutnya yang dimaksud dengan “memenuhi aqad-aqad” adalah setiap mukmin


wajib menepati janjinya dan membuat akad baik berupa perkataan maupun perbuatan,
sepanjang hal itu tidak bersifat menghalalkan atau hal-hal yang haram halal. Sedangkan
kata al-'ahdu terdapat pada firman Allah berikut ini:

‫َبٰل ى َم ْن َاْو ٰف ى ِبَع ْهِدٖه َو اَّتٰق ى َفِاَّن َهّٰللا ُيِح ُّب اْلُم َّتِقْيَن‬
Artinya; “sebenarnya siapa yang menepati janji yang dibuatnya dan bertaqwa,
maka sesungguhnya Allah menyukai orang orang yang bertaqwa”. (Q.S. Ali Imran: 76)

2. Jenis-Jenis Akad
Dalam ekonomi Islam, terdapat beberapa jenis akad yang digunakan untuk
mengatur transaksi dan kegiatan ekonomi. (Semmawi, 2010) Berikut adalah beberapa
jenis akad yang umum digunakan:
a. Mudharabah
1) Pengertian Mudharabah
Secara bahasa diambil dari ungkapan dharaba fil ardh yang berarti perjalanan
sebagai bagian dari perdagangan. Fatwa Dewan Syari'ah Nasional NO: 07/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah mengatur bahwa Mudharabah adalah
akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shaibul mal)
menyediakan seluruh modalnya, dan pihak kedua pihak (shaibul mal) mudharib )
bertindak sebagai pengelola dan perusahaan, keuntungan dibagi di antara mereka
sesuai dengan kesepakatan yang ditentukan dalam kontrak.
Definisi lain juga menyebutkan bahwa akad mudharabah adalah suatu bentuk
perjanjian usaha dalam hukum Islam yang mana salah satu pihak (shahibul maal)
memberikan dana modal, sedangkan pihak lain (mudharib) memberikan pekerjaan
dan keterampilan untuk mengelola modal tersebut. Keuntungan dari usaha tersebut
dibagi berdasarkan kesepakatan sebelumnya, sedangkan kerugian biasanya
ditanggung oleh pihak pemberi modal (shahibul maal).

Dengan demikian, akad Mudharabah merupakan suatu kerjasama antara dua


pihak atau lebih, dimana pihak yang satu memberikan modal (shahibul maal) dan
pihak yang lain menyediakan tenaga kerja atau keahlian (mudharib). Keuntungan dari
usaha ini dibagi berdasarkan kesepakatan sebelumnya, sedangkan kerugian
ditanggung oleh pemilik modal.

2) Landasan hukum akad mudharabah


Landasan hukum yang membahas mengenai mudharabah lebih merujuk
kepada anjuran untuk melakukan kegiatan usaha. Landasan hukum mudharabah
terdapat dalam Al-Quran, Al-Hadist maupun Ijma Ulama, yaitu sebagai berikut:
a) Al-Quran
Surat Al-Jumu'ah ayat 10, yaitu:
‫َفِاَذ ا ُقِضَيِت الَّص ٰل وُة َفاْنَتِش ُرْو ا ِفى اَاْلْر ِض َو اْبَتُغ ْو ا ِم ْن َفْض ِل ِهّٰللا َو اْذ ُك ُروا َهّٰللا َك ِثْيًرا َّلَع َّلُك ْم ُتْفِلُحْو َن‬
Artinya: “Apabila kamu telah menunaikan shalat, maka tebarkanlah kamu
ke muka bumi dan carilah rahmat Allah SWT”. (Q.S Al-Jumu'ah : 10)

Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia sangat dianjurkan untuk


melakukannya berusaha mendapatkan rezeki yang halal. Ada banyak cara untuk
mencari rezeki halal, salah satunya dengan mengadakan akad berdasarkan syariat
mudharabah

b) Hadits

HR Ibnu Majah No.2280 dalam kitab At-Tijarah yaitu : Dari Shalih bin
Shuhaib R.A. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya
terdapat keberkahan: jual beli dengan cara yang keras, muqaradhah
(mudharabah), dan mencampurkan gandum dengan tepung untuk keperluan
rumah tangga, bukan untuk dijual”.

c) Ijma

Imam Zailai mengatakan, para sahabatnya menyepakati sahnya


pengelolaan harta anak yatim secara mudharabah. Qiyas merupakan dalil lain
yang mengaktifkan mudharabah dengan cara pelaksanaannya (mirip dengan
transaksi musaqat), yaitu bagi hasil yang biasa dilakukan pada usaha perkebunan.
Dalam hal ini pemilik taman bekerjasama dengan pihak lain dalam pekerjaan
menyiram, memelihara dan merawat isi taman.

Dalam pengaturan ini, perawat (penyiram) mendapat bagian tertentu dari


keuntungan yang telah disepakati sebelumnya dari hasil perkebunan (pertanian).
Dalam mudharabah, pemilik dana (shahibul maal) disamakan dengan pemilik kebun,
sedangkan pemeliharaan kebun disamakan dengan kontraktor (kontraktor).

3) Rukun dan syarat Mudharabah


a) Ada pemilik dan pengelola modal

Ada 2 pihak, pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola (mudharib), yang
harus memenuhi kriteria kesanggupan hukum, yaitu sebagai berikut: Dewasa
(di atas 18 tahun), Tidak gila atau amnesia, Tidak dalam perwalian, Tidak
dilarang oleh hukum.

b) Ijab Qabul
Kedua belah pihak setuju dan qabul menunjukkan kesediaan untuk
menandatangani akad. Syaratnya adalah sebagai berikut: Kedua belah pihak
harus menunjukkan subjek kontrak / kontrak, penerimaan dan penyediaan
modal dilakukan bersamaan dengan kesimpulan kontrak, kontrak dinyatakan
secara tertulis, melalui korespondensi atau dengan cara lain kenyamanan
modern lainnya.
c) Memiliki modal
Modal pilar mudharabah harus memenuhi kriteria sebagai berikut: Kedua
belah pihak mengetahui jenis dan jumlahnya. Modal berupa uang atau harta
yang nilainya dapat diukur. Modal bukanlah jenis klaim mudharib. Begitu
modal disetor, mudharib akan langsung diterima.
d) Keuntungan
Laba adalah sebagian kelebihan harta dari hasil usaha perusahaan
dibandingkan dengan jumlah modal yang dikeluarkan. Syarat keuntungan
dalam rukun mudharabah adalah sebagai berikut: Harus untuk kedua belah
pihak. Besarnya keuntungan harus diketahui secara jelas oleh kedua belah
pihak.

4) Akad mudharabah dapat berakhir dalam beberapa cara


a) Berakhirnya Waktu Perjanjian: Mudharabah bisa memiliki batasan waktu
tertentu yang ditentukan sebelumnya. Ketika waktu tersebut berakhir, maka
akad mudharabah dianggap berakhir juga, dan dana modal serta keuntungan
akan dibagi sesuai kesepakatan.
b) Capaian Tujuan Bisnis: Mudharabah juga bisa berakhir ketika tujuan bisnis
yang ditetapkan dalam perjanjian telah tercapai. Misalnya, jika mudharib
berhasil mengelola modal dengan sukses dan telah mencapai target
keuntungan yang diinginkan oleh shahibul maal, maka bisnis mudharabah
dapat dianggap berakhir.
c) Kematian Salah Satu Pihak: Akad mudharabah akan berakhir jika salah satu
pihak, baik shahibul maal atau mudharib, meninggal dunia. Di sinilah
pengaturan akad dan perincian perpanjangan atau transfer akad dalam situasi
semacam ini menjadi penting dalam perencanaan bisnis Islam.
d) Kemufakatan Bersama: Baik shahibul maal maupun mudharib dapat sepakat
untuk mengakhiri akad mudharabah sebelum mencapai waktu atau tujuan
yang ditetapkan, asalkan keduanya setuju dan mufakat dalam keputusan
tersebut.
e) Perubahan Kesepakatan: Jika terdapat perubahan signifikan dalam
kesepakatan awal atau terjadi perbedaan pendapat yang tidak dapat
diselesaikan, maka akad mudharabah dapat diakhiri dengan kesepakatan
antara kedua pihak.

5) Penerapan Akad Mudharabah


Pemilik modal atau shahibul maal nantinya akan memberikan modal
100% kepada pengusaha atau mudharib untuk menjalankan usahanya. Kemudian
akan ada pembagian keuntungan antara pemilik modal dan pengusaha jika untung
atau rugi. Jika ada keuntungan usaha, maka keuntungan tersebut akan dibagi dua
sesuai kesepakatan awal antara pemilik modal dan pengusaha. Contoh 40:60.

Artinya, jika suatu perusahaan memperoleh keuntungan dalam setahun


maka 40% dari total keuntungan akan dikembalikan kepada pemilik modal dan
60% dari keuntungan akan dikembalikan kepada pengusaha. Jika terjadi kerugian,
maka kerugian tersebut akan dibagi antara pemilik modal dan pengusaha. Namun
yang berbeda adalah pemilik modal akan menanggung kerugian finansial terkait
yang timbul dari kinerja bisnis yang buruk. Selama ini pengusaha atau
entrepreneur harus menanggung buang-buang waktu, tenaga dan pikiran karena
dialah yang menjalankan bisnis setiap hari.

b. Musyarakah
1) Pengertian Musyarakah
Musyarakah dalam bahasa berarti “al-ikhtilath” yang berarti percampuran
atau percampuran. Maksud dari percampuran adalah agar seseorang
mencampurkan harta miliknya dengan harta orang lain sehingga sulit
membedakan satu bagian dengan bagian lainnya. Secara etimologi Musyarakah
adalah persatuan, peleburan atau peleburan, Musyarakah berarti kerja sama
kemitraan.(Tiara Lintang Utami, 2023)
Defenisi lain Akad musyarakah adalah bentuk perjanjian bisnis dalam
hukum Islam di mana dua pihak atau lebih menyatukan dana modal, pengetahuan,
keterampilan, atau sumber daya lainnya untuk berbisnis bersama. Keuntungan dan
kerugian dibagi sesuai kesepakatan sebelumnya, dan semua pihak terlibat
memiliki hak dan tanggung jawab yang sama terhadap bisnis tersebut.
Dengan demikian, akad musyarakah adalah perjanjian kerjasama atau
persekutuan antara dua pihak atau lebih yang menyumbangkan modal dalam suatu
usaha patungan. Untung dan rugi dibagi sesuai dengan kesepakatan dan pihak
berelasi juga berbagi tanggung jawab atas hutang dan risiko bisnis.

2) Landasan Hukum Akad Musyarakah


Al-Quran
Q.S. Ash Shad ayat 28
‫ٰا‬
‫َاْم َنْج َع ُل اَّلِذ ْيَن َم ُنْو ا َو َع ِم ُلوا الّٰص ِلٰح ِت َك اْلُم ْفِسِد ْيَن ِفى اَاْلْر ِۖض َاْم َنْج َع ُل اْلُم َّتِقْيَن َك اْلُفَّجاِر‬
Artinya: “Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang
beriman dan mengerjakan amal shaleh dan amat sedikitlah mereka ini.“

3) Rukun dan Syarat Musyarakah


Rukun dari Musyarakah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa, yaitu
sebagai berikut:
a. Pelaku akad, para mitra bisnis
b. sabjek akad, yaitu modal (mal), tenaga kerja (drabah)
c. Shighar, yaitu Ijab dan Qabul
d. tingkat keuntungan (bagi hasil)

Menurut Hanafiyah, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam


musyarakah, yaitu: pertama, benda yang diakadkan harus dapat diterima sebagai
perwakilan dan pembagian keuntungan harus jelas dan diketahui oleh kedua belah
pihak; kedua, modal yang dijadikan objek akad musyarakah harus berupa
pembayaran seperti junaih, riyal, dan rupiah; dan ketiga, modal (pokok harta)
dalam syirkah mufawadhah harus sama dan bagi yang bersyirkah ahli untuk
mengambil bagian dalam keuntungan harus sama.
4) Akad musyarakah dapat berakhir dalam beberapa cara

a) Berakhirnya Waktu Perjanjian: Seperti dalam akad mudharabah, akad


musyarakah dapat memiliki batasan waktu tertentu yang ditentukan
sebelumnya. Ketika periode waktu tersebut berakhir, maka akad musyarakah
dianggap berakhir juga, dan hasil bisnis serta keuntungan atau kerugian akan
dibagi sesuai dengan kesepakatan.

b) Capaian Tujuan Bisnis: Musyarakah dapat berakhir ketika tujuan bisnis yang
ditetapkan dalam perjanjian telah tercapai. Setelah tujuan tersebut tercapai,
bisnis musyarakah dapat diakhiri dan hasil akhirnya dibagi sesuai
kesepakatan.

c) Kematian atau Keluar Salah Satu Pihak: Musyarakah akan berakhir jika salah
satu pihak yang terlibat meninggal dunia atau memilih untuk keluar dari
bisnis. Biasanya, ada ketentuan dalam perjanjian yang mengatur bagaimana
akibatnya jika salah satu pihak keluar dari bisnis.

d) Kemufakatan Bersama: Para pihak yang terlibat dalam musyarakah dapat


sepakat untuk mengakhiri akad dengan ittifaq (kesepakatan bersama). Ini
dapat terjadi jika ada perubahan dalam situasi bisnis atau jika pihak-pihak
merasa bahwa bisnis tidak lagi menguntungkan.

e) Pencapaian Hasil Negatif atau Kerugian yang Besar: Jika bisnis musyarakah
mengalami kerugian yang besar atau tidak menguntungkan, para pihak dapat
sepakat untuk mengakhiri akad demi menghindari kerugian lebih lanjut.

f) Perubahan Kesepakatan: Jika terjadi perubahan signifikan dalam kesepakatan


awal atau terjadi perbedaan pendapat yang tidak dapat diselesaikan, maka
akad musyarakah dapat diakhiri dengan kesepakatan antara pihak-pihak yang
terlibat.
5) Penerapan Akad Musyarakah
a) Pembiayaan Modal Kerja Bank

Bank akan bertindak sebagai penyedia modal (shahibul maal) yang akan
meninjau kelayakan usaha sebelum menerima pendanaan. Selain itu, bank
secara berkala akan meninjau perkembangan usaha agar keuntungan yang
diperoleh hanya berasal dari kegiatan usaha nasabah.

b) Pembiayaan KPR Bank Syariah

Pembiayaan hipotek merupakan salah satu contoh akad musyarakah dalam


perbankan syariah. Elemen dasar dari kemitraan ini adalah kombinasi modal
bank dan nasabah untuk membeli rumah dari developer. Bunga yang diterima
bank dari uang sewa yang dibayarkan nasabah setiap bulannya.

c) Kerjasama bisnis dengan bagi hasil

Kemitraan bagi hasil dicapai dengan mengharuskan investor untuk


berinvestasi dalam pertumbuhan bisnis. Setelah itu, akan dicapai kesepakatan
tentang pembagian keuntungan yang akan diperoleh investor.

c. Murabahah
1) Pengertian Murabahah
Murabahah secara bahasa berasal dari kata ‫ ربح‬yang berarti keuntungan, 8
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sama dengan harga beli
ditambah keuntungan yang disepakati, dimana penjual harus mengungkapkan harga
pokok barang kepada pembeli.

Defenisi lain menyebutkan bahwa Akad murabahah adalah bentuk perjanjian


finansial dalam hukum Islam di mana satu pihak (penjual) membeli barang atau aset
tertentu dengan uang tunai atau dana dari pihak lain (pembeli) dan kemudian
menjualnya kepada pembeli dengan tambahan keuntungan. (Roifatus Syauqoti, 2018)
Jadi, akad murabahah adalah akad jual beli barang, dimana penjual
menyatakan bahwa barang yang dijual termasuk harga beli barang tersebut kepada
pembeli dan memungut keuntungan atau keuntungan tertentu.

2) Landasan Hukum Akad Murabahah


Al-Quran

Q.S. An-Nisa [4]:29


‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا اَل َتْأُك ُلْٓو ا َاْم َو اَلُك ْم َبْيَنُك ْم ِباْلَباِط ِل ِآاَّل َاْن َتُك ْو َن ِتَج اَر ًة َع ْن َتَر اٍض ِّم ْنُك ْم ۗ َو اَل َتْقُتُلْٓو ا َاْنُفَس ُك ْم ۗ ِاَّن َهّٰللا َك اَن ِبُك ْم‬
‫َر ِح ْيًم ا‬

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah menyia-nyiakan harta


sesamamu kecuali untuk jual beli. Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri,
sesungguhnya Allah akan menyayangimu."

3) Rukun dan Syarat Murabahah


Rukun murabahah yang harus dipenuhi dalam jual beli adalah:

a) Subjek kontrak (penjual dan pembeli)


Penjual adalah pihak yang memiliki obyek barang yang dipertukarkan. Dalam
transaksi melalui perbankan syariah, penjualnya adalah bank syariah. Pembeli
adalah pihak yang ingin memperoleh barang yang diinginkan dengan
membayar sejumlah tertentu kepada penjual. Pembeli dalam transaksi
perbankan syariah adalah nasabah.
b) Objek akad (harga dan barang)
Objek jual beli adalah barang yang dijadikan objek transaksi jual beli.
Sedangkan harga adalah harga yang diumumkan dan disepakati secara jelas
antara penjual dan pembeli.
c) Ijab dan qabul
Ijab dan qabul adalah akad penyerahan dan penerimaan barang dengan cara
pertukaran. Syarat-syarat murabahah adalah:
1. Para pihak sepakat untuk ikhlas dan mampu melakukan transaksi jual
beli
2. Obyek jual beli, barang yang akan dipertukarkan telah tersedia atau
penjual dapat memperoleh barang yang sah menjadi milik penjual,
barang berwujud dan halal. Subyek penukaran juga harus terhindar
dari cacat, namun apabila cacat tersebut diketahui dan diterima oleh
pembeli, maka penjualan tetap sah.
3. Harga, harga jual yang ditawarkan bank merupakan harga beli
ditambah dengan tingkat keuntungan, harga jual tidak dapat diubah
selama jangka waktu perjanjian, sistem dan jangka waktu.

4) Akad murabahah dapat berakhir dalam beberapa cara:

a) Pembelian dan Penjualan Barang: Akad murabahah berakhir saat barang atau
aset yang dibeli oleh penjual (dalam hal ini, penjual adalah yang membeli
terlebih dahulu dari pihak ketiga) telah dijual kepada pembeli dengan harga
yang disepakati. Pada titik ini, pembeli menjadi pemilik sah atas barang
tersebut.

b) Pembayaran Keuntungan: Keuntungan atau margin yang telah disepakati pada


awal akad murabahah harus dibayar oleh pembeli kepada penjual. Ini adalah
bagian dari akad, dan pembayaran ini menandakan berakhirnya akad
murabahah.

c) Waktu yang Ditentukan: Akad murabahah dapat memiliki tanggal jatuh tempo
yang telah ditentukan sebelumnya. Pada tanggal jatuh tempo ini, pembeli
diharapkan untuk membayar harga yang telah disepakati kepada penjual. Jika
pembayaran ini telah dilakukan, maka akad murabahah dianggap selesai.

d) Kesepakatan Bersama: Para pihak yang terlibat dalam akad murabahah dapat
sepakat untuk mengakhiri akad tersebut sebelum mencapai waktu atau tanggal
jatuh tempo yang telah ditetapkan. Hal ini dapat dilakukan dengan ittifaq
(kesepakatan bersama) antara penjual dan pembeli.

e) Perubahan Kesepakatan: Jika ada perubahan signifikan dalam kesepakatan


awal atau terjadi perbedaan pendapat yang tidak dapat diselesaikan, maka
akad murabahah dapat diakhiri dengan kesepakatan antara pihak-pihak yang
terlibat.

5) Penerapan Akad Murabahah


Seorang pengecer membeli komputer dari grosir seharga $10.000. Setelah
itu ia menjual kembali komputer tersebut kepada pembeli namun mendapat
tambahan keuntungan sebesar Rp 750.000 sehingga harga jual pengecer menjadi
Rp 10.750.000.pengecer tidak akan membeli komputer dari grosir sampai pesanan
telah diterima dari calon pembeli yang telah menyepakati syarat pembayaran,
jumlah bunga yang akan diperoleh pengecer, dan jumlah cicilan jika Pembeli
membayar dengan mencicil.

d. Ijarah
1) Pengertian Ijarah
Secara etimologi, al-ijarah berasal dari kata al-ajru yang artinya pengganti
alias gaji. Secara terminologi, alijarah adalah akad atau transaksi untuk
keuntungan atau jasa dengan imbalan tertentu. Menurut Fatwa DSN-MUI No.
09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah, adalah akad pemindahan hak
pakai (manfaat) barang atau jasa untuk jangka waktu tertentu tergantung
pembayaran sewa /gaji tanpa pengalihan kepemilikan barang atau jasa. barang itu
sendiri.
Akad ijarah adalah perjanjian sewa atau penyewaan dalam hukum Islam di
mana pemilik barang atau aset (mu'jir) menyewakan barang tersebut kepada pihak
lain (musta'jir) dengan imbalan pembayaran sewa. Jadi, akad Ijarah adalah
perjanjian sewa dimana pemilik properti menyewakan propertinya kepada
penyewa dengan imbalan membayar sewa untuk jangka waktu tertentu.

2) Dasar hukum akad Ijarah


Asal hukum ijarah adalah mubah atau boleh, yaitu jika dilakukan menurut
ketentuan Islam. Berikut adalah beberapa prinsip hukum yang membolehkan
ijarah berdasarkan Al-Qur'an dan hadits Nabi.
1. QS. Ath-Thalaq ayat 6:

‫َفِإْن َأْر َض ْع َن َلُك ْم َفئَاُتْو ُهَّن ُأُجوَر ُهَّن‬

Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah


kepada mereka upahnya.

2. QS. Al-Qashash ayat 26 dan 27:

‫) َقاَل إِّنْي ُأِرْيُد َأْن ُأْنِكَح َك ِإْح َدى اْبَنَتَّى َها َتْيِن َع َلى َأْن‬26 ( ‫َقاَلْت ِإْح َد اُهَم اَيَأَبِت اْسَتْئِج ْر ُه ِإَّن َخْيَر َم ِنْسَتْأَج ْر َت اْلَقِو ُّي اَأْلِم ْيُن‬
)27( ‫َتْأُج َرِنى َثَم اِنَي ِح َج ِج َفِإْن َأْتَم ْم َت َع ْش ًرا َفِم ْن ِع ْنِد َك َو َم ا ُأِرْيُد َأْن َأُش َّق َع َلْيَك َس َتِج ُد ِنْى ِإْنَش اَء ُهّللا ِم َن الَّصاِلِح ْيَن‬

Salah seorang di antara kedua anak perempuan itu berkata: “Wahai ayahku,
berilah upah kepadanya, sesungguhnya orang yang kamu pekerjakan itu adalah
orang yang kuat dan dapat dipercaya.” Sang ayah berkata: “Aku niat
menikahkanmu dengan salah satu putriku dengan syarat kamu menjadi upahanku
selama delapan musim haji.”

3. Hadis Ibnu Abbas:

‫ ِاْح َتَج َم الَّنِبُّي َص َّلى ُهّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َو َأْع َطى اْلُحَّجاَم َأْج َر ُه‬: ‫َع ِن اْبِن َعَّباٍس َرِض َي ُهّللا َع ْنُهَم ا َقاَل‬

Dari Ibnu Abbas r.a. Nabi saw. Berbekam dan beliau memberikan kepada tukang
bekam itu upahnya. (HR. Al-Bukhari)

4. Hadis Ibnu ‘Umar

‫ َأْع ُطْو اَأَأْلِج ْيَر َأْج َرُه َقْبَل َأن َيِج َّف َع َر ُقُه‬: ‫ َقاَل َر ُسْو ُل ِهّللا َص َّلى ُهّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬: ‫َو َع ِن اْبِن ُع َم َر َرِض َي ُهّللا َع ْنُهَم ا َقاَل‬.

Dari Ibnu ‘Umar r.a. ia berkata: Rasulullah saw. Bersabda: berikanlah kepada
tenaga kerja itu upahnya sebelum keringatnya kering. (HR. Ibnu Majah).

Dari ayat Alquran dan hadis di atas jelas bahwa akad ijarah diperbolehkan
dalam Islam, karena hal seperti ini juga diperlukan dalam masyarakat. Tujuan hukum
ijarah adalah untuk meringankan manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Ada
orang yang punya uang tapi tidak bisa bekerja, ada pula orang yang berenergi dan
butuh uang. Dengan adanya ijarah maka keduanya saling menguntungkan.
3) Rukun dan Syarat Ijarah
Adapun Rukun ijarah terbagi empat antara lain yaitu:
a) Orang yang berakad
b) Pembuat akad ada dua, yaitu Mu'jir dan Musta'jir. Mu'jir adalah orang yang
menyewakan harta dan menerima ganti rugi. Sedangkan Musta'jir adalah
pihak yang memuji atau menawarkan imbalan.
c) Sighat (ijab dan qabul) Kedua belah pihak melakukan ijab dan qabul, ini
adalah pernyataan dan penjelasan yang diungkapkan oleh salah satu pihak
sebagai representasi dari pelaksanaan akad ijarah. Dalam hukum pertunangan
Islam, ijab adalah janji atau proposal oleh pihak pertama untuk melakukan
atau tidak melakukan sesuatu. Qobul adalah pernyataan oleh penanda tangan
(Musta'jir) untuk menerima keinginan pihak pertama.
d) Sewa atau Upah (ujroh) Ujroh adalah imbalan yang diberikan kepada musta'jir
atas jasa yang diberikan atau keuntungan yang diperoleh mu'ajir.
e) Keuntungan Properti sewa memiliki keuntungan yang jelas bagi kedua belah
pihak.

5) Akad ini dapat berakhir dalam beberapa cara:

a. Selesainya Periode Sewa: Akad ijarah akan berakhir ketika periode sewa yang
telah ditentukan sebelumnya berakhir. Pada saat itu, pihak musta'jir harus
mengembalikan barang yang disewa kepada mu'jir.

b. Kesepakatan Bersama: Baik mu'jir maupun musta'jir dapat sepakat untuk


mengakhiri akad ijarah sebelum periode sewa selesai. Ini dapat dilakukan dengan
ittifaq (kesepakatan bersama) antara kedua belah pihak.

c. Penghentian oleh Mu'jir: Pemilik barang (mu'jir) memiliki hak untuk


menghentikan akad ijarah jika terdapat alasan sah, seperti kerusakan yang serius
pada barang atau pelanggaran ketentuan-ketentuan sewa oleh musta'jir.
d. Penghentian oleh Musta'jir: Pihak yang menyewa (musta'jir) juga memiliki hak
untuk mengakhiri akad ijarah jika barang yang disewa mengalami masalah atau
jika ada alasan lain yang sah.

e. Pencapaian Tujuan: Jika akad ijarah memiliki tujuan tertentu yang telah dicapai,
seperti penyewaan untuk acara khusus yang sudah berakhir, maka akad dapat
dianggap berakhir dengan sendirinya.

f. Perubahan Kesepakatan: Jika terjadi perubahan dalam kesepakatan awal atau


terjadi perbedaan pendapat yang tidak dapat diselesaikan, maka akad ijarah dapat
diakhiri dengan kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat.(Saprida, 2016)

6) Penerapan Akad Ijarah


Dalam perbankan syariah, contoh transaksi ijarah dapat dilihat pada
pinjaman multiguna. Misalnya seseorang menitipkan sepeda motornya ke bank
untuk meminjam uang. Hak untuk menggunakan sepeda motor dialihkan ke bank,
tetapi bukan kepemilikannya. Setelah nasabah melunasi pinjamannya, hak pakai
sepeda motor akan kembali kepada nasabah.

e. Wakalah
1) Pengertian Wakalah
Secara bahasa, kata al-wakalah atau al-wikalah berarti al-Tafwidh
(menyerahkan, memberi kuasa, dan memberi tugas) seperti dalam perkataan Itu
berarti: "Saya serahkan urusan saya kepada Tuhan." Tentang kontrak penyerahan
ketika dalam kontrak seseorang menunjuk orang lain untuk bertindak atas
namanya.
Dengan demikian, Akad wakalah merupakan suatu bentuk perjanjian
dalam hukum Islam di mana seorang individu (muwakkil) memberikan
wewenang kepada pihak lain (wakil) untuk melakukan tindakan atau transaksi
atas namanya. Wakalah umumnya berlaku untuk berbagai jenis transaksi, seperti
jual beli, investasi, dan lain sebagainya.
2) Landasan Hukum Akad Wakalah
QS. Al-Kahfi ayat 19:

‫َو َك َٰذ ِلَك َبَع ْثَٰن ُهْم ِلَيَتَس ٓاَء ُلو۟ا َبْيَنُهْم ۚ َقاَل َقٓاِئٌل ِّم ْنُهْم َك ْم َل ْثُتْم ۖ َقاُلو۟ا َل ْثَنا َيْو ًم ا َأْو َبْع َض َيْو ٍم ۚ َقاُلو۟ا َر ُّبُك ْم َأْعَلُم ا َل ْثُتْم َفٱْبَع ُثٓو ۟ا‬
‫ِبَم ِب‬ ‫ِب‬ ‫ِب‬
‫َأَح َد ُك م ِبَو ِرِقُك ْم َٰه ِذِهٓۦ ِإَلى ٱْلَم ِد يَنِة َفْلَينُظْر َأُّيَهٓا َأْز َك ٰى َطَع اًم ا َفْلَيْأِتُك م ِبِر ْز ٍق ِّم ْنُه َو ْلَيَتَلَّطْف َو اَل ُيْش ِع َر َّن ِبُك ْم َأَح ًدا‬

Artinya: “Maka Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya satu sama
lain. Salah seorang di antara mereka berkata: Sudah berapa lama kamu berada (di
sini?)”. Mereka menjawab: “Kami (di sini) sehari atau setengah hari”. Berkata
(yang lain): “Tuhanmu lebih mengetahui sudah berapa lama kamu berada (di
sini). Maka suruhlah salah satu dari kalian pergi ke kota dengan membawa uang
perakmu, dan biarkan dia melihat makanan mana yang lebih baik, lalu biarkan dia
membawakan makanan itu ke kamu, dan biarlah dia bersikap lemah lembut dan
jangan pernah menceritakan kepada siapa pun tentang kamu.” (QS. Al-Kahfi : 19)

Ayat di atas menegaskan bahwa Allah telah menetapkan wakalah.


Pasalnya, manusia akan membutuhkannya. Sebagaimana diketahui, tidak setiap
manusia mempunyai kemampuan untuk menuntut atau melakukan segala
urusannya. Jadi manusia akan memerlukan otorisasi bagi orang lain. Wakalah
dianggap mewakilinya. Pilar dan syarat akad Wakalah

3) Rukun Wakalah
a) Pihak atau Penguasa (muwakkil)
b) Penerima yang berwenang (perwakilan).
c) Subyek akad, yaitu soal atau tugas yang dilimpahkan (al-Taukil)
d) Mempunyai pernyataan kesepakatan wakalah (sighah ijab dan qabul)
4) Syarat Wakalah Muwakkil (perwakilan)

a) Muwakkil adalah nama orang yang terikat secara hukum untuk melakukan apa
yang diberi wewenang.

b) Pemilik sah berhak menangani sesuatu yang diwakilkan

c) Mukallaf (anak mumayyiz) dalam batas tertentu.


5) Syarat Wakil (yang mewakili)

a) Berakal

b) Memiliki kapasitas hukum untuk bertindak secara hukum untuk diri sendiri
dan orang lain

c) Memiliki pengetahuan yang lengkap tentang sesuatu atau hal yang berkaitan
dengannya

d) Reliable (dapat melakukan pekerjaan yang ditugaskan)

6) Berakhirnya akad wakalah dapat terjadi dalam beberapa cara

a) Pencabutan Wakalah (Istihlak): Muwakkil memiliki hak untuk mencabut


wakalah kapan saja selama wakalah masih berlaku. Ini bisa dilakukan jika
muwakkil merasa perlu untuk mengubah atau menghentikan wakil melakukan
tindakan atau transaksi tertentu.

b) Penyelesaian Tugas: Akad wakalah akan berakhir secara otomatis setelah


wakil menyelesaikan tugas yang diamanahkan oleh muwakkil. Setelah tugas
selesai, maka wakil tidak memiliki kewenangan lagi atas tindakan tersebut.

c) Kematian atau Kehilangan Kapabilitas Wakil: Jika wakil meninggal dunia


atau kehilangan kemampuan untuk menjalankan tugas yang diberikan oleh
muwakkil (misalnya karena sakit atau kecelakaan), akad wakalah akan
berakhir.

d) Masa Berlaku Akad: Akad wakalah juga bisa ditentukan oleh masa berlaku
tertentu. Jika masa berlaku tersebut habis, maka akad wakalah akan berakhir.

e) Ketidaksetujuan Muwakkil: Jika muwakkil tidak lagi setuju dengan tindakan


atau keputusan yang diambil oleh wakil dalam kerangka wakalah, muwakkil
dapat mengakhiri akad wakalah.
f) Penarikan Kuasa: Muwakkil memiliki hak untuk menarik kuasa yang telah
diberikan kepada wakil kapan saja. Ini akan mengakhiri akad wakalah.

g) Pencabutan oleh Pihak Ketiga: Dalam beberapa kasus, pihak ketiga yang
terlibat dalam transaksi yang dilakukan melalui wakalah juga dapat mencabut
kuasa tersebut.

7) Penerapan Akad Wakalah


Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi ketika nasabah memberi kuasa
kepada bank untuk melakukan jasa tertentu atas namanya, akad wakalah ini
menjadi sangat penting bahkan menjadi syarat sahnya akad keuangan syariah
seperti L/C akuntansi, penagihan, transfer uang, atau akad murabahah.

3. Pentingnya Mengetahui Akad Dalam Ekonomi Islam


Ada beberapa alasan mengapa penting untuk memiliki pemahaman tentang akad dalam
Islam:

a. Kesesuaian dengan Prinsip Syariah


Akad dalam Islam harus mematuhi prinsip-prinsip syariah. Dengan memahami jenis-
jenis akad dan prinsip-prinsip yang terkait, individu dapat memastikan bahwa
transaksi mereka sesuai dengan hukum Islam dan bebas dari elemen yang
diharamkan.
b. Pencegahan Transaksi Haram
Pengetahuan tentang akad membantu mencegah terjadinya transaksi haram, seperti
transaksi yang melibatkan riba (bunga), gharar (ketidakpastian yang berlebihan), atau
maysir (perjudian). Ini penting untuk menjaga integritas agama dan moral dalam
transaksi ekonomi.
c. Menjaga Keberkahan dan Rezeki
Transaksi yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah diharapkan
mendapatkan berkah dari Allah. Dengan menggunakan akad yang sah dan halal,
individu dapat mengharapkan keberkahan dalam usaha dan rezeki yang diperoleh.
d. Penghindaran Risiko Hukum
Tidak memahami akad dengan baik bisa berpotensi menyebabkan pelanggaran
hukum syariah yang dapat berdampak pada konsekuensi hukum dan finansial.
Dengan pengetahuan yang tepat, individu dapat menghindari risiko ini.
e. Transparansi dan Keadilan
Pemahaman tentang akad membantu dalam menciptakan transparansi dan keadilan
dalam transaksi. Semua pihak yang terlibat dalam transaksi akan memiliki
pemahaman yang jelas tentang hak, kewajiban, dan konsekuensi dari akad tersebut.
f. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Muslim
Dengan pemahaman yang baik tentang akad, masyarakat Muslim dapat lebih percaya
diri dan terlibat dalam berbagai transaksi ekonomi dan keuangan. Hal ini
berkontribusi pada pemberdayaan ekonomi umat.
g. Pemenuhan Tanggung Jawab Agama
Bagi individu yang ingin hidup sesuai dengan ajaran Islam, memahami akad adalah
bagian dari tanggung jawab agama. Hal ini memungkinkan mereka untuk menjalani
kehidupan yang mencerminkan nilai-nilai Islam dalam setiap aspek, termasuk
ekonomi.
h. Menghindari Penipuan dan Ketidakadilan
Dengan pemahaman yang baik tentang akad, individu dapat menghindari penipuan
dan tindakan yang tidak adil dalam transaksi. Mereka dapat mengidentifikasi
transaksi yang mencurigakan atau meragukan. (Nurhadi, 2019)

D. KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa akad adalah adanya ijab dan qabul. Ijab-qabul adalah suatu
perbuatan atau pernyataan yang dimaksudkan untuk menyatakan kehendak dalam suatu akad
antara dua pihak atau lebih untuk menghindari atau memperoleh keuntungan dari suatu ikatan
yang tidak berdasarkan syara.
Pada ekonomi Islam, terdapat beberapa jenis akad yang digunakan untuk mengatur
transaksi dan kegiatan ekonomi. Berikut adalah beberapa jenis akad yang umum digunakan:
Mudharabah, musyarakah, murabahah, ijarah dan wakalah yang di bahas dalam artikel ini.
Dalam konteks ekonomi Islam, akad berperan penting dalam mengatur transaksi dan kegiatan
ekonomi agar sesuai dengan hukum Islam.
Penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat di jorong
Taruyan Nagari Tigo Balai tentang akad-akad dalam ekonomi syariah. Karena minimnya
sosialisasi ekonomi syariah kepada masyarakat sekitar, membuat masyarakat kurang taunya akad
apa saja yang dilakukan dalam kegiatan bermuamalah.

DAFTAR PUSTAKA

Darmawanti, H. (2018). Akad dalam transaksi ekonomi syari’ah. Sulesana: Jurnal Wawasan
Dan Keislaman, 12(2), 143–166.
Nurhadi. (2019). Rahasia Hikmah Dibalik Akad-Akad dalam Ekonomi Islam. JIEI: Jurnal
Ilmiah Ekonomi Islam, 5(01), 42–65.
Roifatus Syauqoti, M. G. (2018). Aplikasi Akad Murabahah Pada Lembaga Keuangan Syariah.
Jurnal Masharif Al-Syariah: Jurnal Ekonomi Dan Perbankan Syariah, 3(1).
Semmawi, R. (2010). Akad Dalam Ekonomi Islam. Jurnal Al-Syir’ah :Jurnal Syari’ Ah Dan
Hukum, 8(2), 498–517.
Tiara Lintang Utami, A. M. N. (2023). ANALISIS TINGKAT PEMAHAMAN
MASYARAKAT TERHADAP SOSIALISASI EKONOMI SYARIAH. Oikos: Jurnal
Kajian Pendidikan Ekonomi Dan Ilmu Ekonomi, VII(1), 214–225.

Anda mungkin juga menyukai