Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

Analisa Transaksi Berbasis Syariah

( Transaksi Berbasis Syariah dan Pelaporan Keuangan Syariah )

Di ajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pelaporan Korporat


Dosen Pengampu : Dr. Ratna Mappanyuki, SE , MSi , Ak ,CA

OLEH
AHMAD APANDI
55519110017

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MERCU BUANA
2020

1
Isi Materia dalam Makalah ini adalah sebagai berikut:
1) Azas Transaksi Syariah
2) Karakteristik Transaksi Syariah
3) Jenis-Jenis Akad dalam Syariah
4) Transaksi yang dilarang dalam syariah
5) Tujuan Kerangka Dasar Pelaporan Keuangan Syariah
6) Struktur dan Isi Pelaporan Keuangan Syariah.

PEMBAHASAN

Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas umat manusia
yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi vertikal dengan
Tuhan maupun interaksi horisontal dengan sesama makhluk. Prinsip syariah yang berlaku
umum dalam kegiatan muamalah (transaksi syariah) mengikat secara hukum bagi semua
pelaku dan stakeholder entitas yang melakukan transaksi syariah. Transaksi syariah
didasarkan pada paradigm dasar bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan sebagai amanah
(kepercayaan Ilahi) dan sarana kebahagian hidup bagi seluruh umat manusia untuk mencapai
kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual (al-falah). Konsekuensinya parameter baik
dan buruk, benar dan salahnya aktivitas usaha adalah syariah dan akhlak.
A. Azas Transaksi Syariah
1. Prinsip persaudaraan (ukhuwah) Merupakan bentuk interaksi sosial dan harmonisasi
kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dan saling tolong-menolong.
Dalam transaksi syariah meliputi berbagai aspek, yaitu saling mengenal, memahami,
menolong, menjamin, dan saling bersinergi. Namun meskipun begitu, tetap
berpedoman pada profesionalisme.
2. Prinsip keadilan (adalah) Menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan
sesuatu pada yang berhak dan sesuai posisinya. Implementasi keadilan dalam Usaha
berupa aturan prinsip muamalah yang melarang unsur riba, dzalim, maisyir, gharar,
ihtikar, najasy, risywah, taâalluq dan penggunaan unsur haram baik dalam barang dan
jasa yang dipergunakan dalam transaksinya, maupun dalam aktivitas operasionalnya
3. Prinsip kemaslahatan (maslahah) Dalam hal ini harus memenuhi dua unsur, yaitu
halal (sesuai dengan syariah) dan thayyib (bermanfaat dan membawa kebaikan).

2
Selain itu juga harus memperhatikan prinsip keseimbangan. Prinsip ini menekankan
bahwa manfaat yang didapat dari transaksi syariah tidak hanya difokuskan pada
pemegang saham yang nantinya akan mendapatkan dividen, namun juga pada semua
pihak yang dapat merasakan manfaat adanya suatu kegiatan ekonomi tersebut.
Misalnya saja masyarakat sekitar dan pemerintah yang mungkin tidak terlibat dalam
transaksi tersebut secara langsung.
4. Prinsip keseimbangan (tawazun) Hal ini mengartikan bahwa transaksi syariah
memiliki keseimbangan antara aspek material dan spiritual, antara aspek privat dan
publik, antara sektor keuangan dan sektor riil, antara bisnis dan sosial serta antara
aspek pemanfaatan serta pelestarian.
5. Prinsip universalisme (syumuliyah) Transaksi syariah ini dapat dilakukan semua
pihak yang berkepentingan tanpa membedakan suku, agama, ras, dan golongan sesuai
dengan semangat rahmatan lil âalamin

B. Karakteristik Transaksi Syariah


1. Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha;
2. Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik (thayib);
3. Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai
komoditas;
4. Tidak mengandung unsur riba; kezaliman; maysir; gharar; haram;
5. Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money) karena
keuntungan yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan risiko yang melekat
pada kegiatan usaha tersebut sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil ghurmi (no gain
without accompanying risk);
6. Transaksi dilakukan berdasarkan: suatu perjanjian yang jelas dan benar; untuk
keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain; tidak diperkenankan
menggunakan standar ganda harga untuk satu akad; tidak menggunakan dua transaksi
bersamaan yang berkaitan (taâalluq) dalam satu akad;

C. Jenis-Jenis Akad dalam Syariah

3
Akad dalam bahasa Arab yang artinya ikatan atau mengikat (al-rabth). Menurut
terminologi hukum Islam, akad adalah pertalian antara penyerahan (ijab) dan penerimaan
(qabul) yang dibenarkan oleh syariah, yang menimbulkan akibat hukum terhadap objek
pajak (Ghufron Masâadi, 2002). Adapun jenis-jenis akad berdasarkan ada atau tidak
adanya kompensasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Akad Tabarruâ
Akad Tabarruâ adalah suatu perjanjian yang merupakan transaksi yang tidak
ditujukan untuk memperoleh laba (transaksi nirlaba). Tujuan dari transaksi ini adalah
tolong-menolong dalam rangka berbuat baik. Dalam akad tabarruâ, pihak yang
berbuat kebaikan tidak berhak mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya
karena ia hanya mengharapkan imbalan dari Allah SWT dan bukan dari manusia.
Jenis akad tabarruâ ini digolongkan dalam 3 bentuk, yaitu:
a. Meminjamkan uang Meminjamkan uang merupakan salah satu bentuk akad
tabarruâ karena dalam hal meminjamkan uang tidak boleh melebihkan
pembayaran atas pinjaman yang diberikan. Ada 3 jenis pinjaman, yaitu;
1. Qardh
Qardh merupakan pinjaman yang diberikan tanpa mensyaratkan apapun,
selain dengan mengembalikan pinjaman tersebut setelah jangka waktu
tertentu.
2. Rahn
Rahn merupakan pinjaman yang mensyaratkan suatu jaminan dalam bentuk
atau jumlah tertentu
3. Hiwalah
Hiwalah adalah bentuk pinjaman dengan cara mengambil alih piutang dari
pihak lain.
b. Meminjamkan jasa Meminjamkan jasa berupa keahlian atau keterampilan yang
termasuk di dalam akad tabarruâ.
Ada 3 jenis pinjaman dalam hal meminjamkan jasa, yaitu:
1. Wakalah
Wakalah adalah memberikan pinjaman berupa kemampuan kita saat ini
untuk melakukan sesuatu atas nama orang lain. Pada konsep ini yang
dilakukan hanya atas nama orang tersebut.
2. Wadiâah

4
Wadiâah merupakan bentuk turunan akad wakalah, dimana pada akad ini
telah dirinci atau didetailkan tentang jenis pemeliharaan dan penitipan.
Sehingga selama pemberian jasa tersebut juga bertindak sebagai wakil dari
pemilik barang
3. Kafalah
Kafalah juga merupakan bentuk turunan akad wakalah, dimana pada akad ini
terjadi atas wakalah bersyarat.
c. Memberikan sesuatu Dalam akad ini, pelaku memberikan sesuatu kepada orang
lain. Ada 3 bentuk akad ini, yaitu:
1. Waqaf Waqaf merupakan pemberian dan penggunaan pemberian yang
dilakukan untuk kepentingan umum dan agama, serta pemberian itu tidak
dipindahtangankan.
2. Hibah/Shadaqah Hibah/Shadaqah merupakan pemberian sesuatu secara
sukarela kepada orang lain.

2. Akad Tijarah
Akad Tijarah merupakan akad yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan.
Dari sisi kepastian hasil yang diperoleh, akad ini dikelompokkan menjadi 2 bagian
yaitu:
1. Natural Uncertainty Contract
Dalam bagian ini, kontrak yang diturunkan dari teori pencampuran, dimana
pihak yang bertransaksi saling mencampurkan aset yang mereka miliki menjadi
satu, kemudian menanggung resiko bersama-sama untuk mendapatkan
keuntungan. Oleh karena itu, kontrak jenis ini tidak memberikan imbal hasil yang
pasti, baik nilai imbal hasil maupun waktu. Contoh yang termasuk dalam kontrak
ini yaitu:
a. Akad Musyarakah Akad Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak
atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi
berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi
dana. Dana tersebut meliputi kas atau aset non kas yang diperkenankan oleh
syariah.
b. Akad Mudharabah Akad Kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak
pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua

5
(pengelola dana) bertindak sebagai pengelola, dan keuntungan dibagi diantara
mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung
oleh pemilik dana.
2. Natural Certainty Contract
Natural certainty contract merupakan kontrak yang diturunkan dari teori
pertukaran, dimana kedua pihak saling mempertukarkan aset yang dimilikinya,
sehingga objek pertukarannya (baik barang maupun jasa) harus ditetapkan diawal
akad dengan pasti tentang jumlah, mutu, harga, dan waktu penyerahan. Kontrak
jenis ini memberikan imbal hasil yang tetap dan pasti karena sudah diketahui saat
akad. Contoh kontrak ini adalah:
a. Akad Murabahah
Akad Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar
biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus
mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli.
b. Akad Salam
Akad Salam adalah akad jual beli barang pesanan dengan pengiriman di
kemudian hari oleh penjual dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada
saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
c. Akad Istishna
Akad Istishnaâ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan
barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati
antara pemesan (pembeli) dan penjual (pembuat).
d. Akad Ijarah
Akad Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset
dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan aset itu sendiri.
Konsep Keuntungan dalam Syariah Perbedaan antara sistem ekonomis islam
dan sistem ekonomi lainnya adalah terletak pada penetapan bunga. Dalam ekonomi
Islam, bunga dinyatakan sebagai riba yang diharamkan oleh syariat Islam. Oleh
karena itu, dalam ekonomi yang berbasis syariah, bunga tidak diterapkan dan sebagai
gantinya diterapkan sistem bagi hasil yang dalam syariat Islam dihalalkan untuk
dilakukan. Konsep bagi hasil ini sangat berbeda sekali dengan konsep bunga yang
diterapkan oleh sistem ekonomi konvensional.

6
Dalam akuntansi syariah, konsep bagi hasil bisa dalam 3 bentuk, yaitu:
pemilik dana menanamkan dananya melalui institusi keuangan yang bertindak sebagai
pengelola dana; pengelola mengelola dana-dana tersebut dalam sistem yang dikenal
dengan sistem penghimpunan dana (pool of fund), selanjutnya pengelola akan
menginvestasikan dana-dana tersebut ke dalam proyek atau usaha-usaha yang layak
dan menguntungkan serta memenuhi semua aspek syariah; terakhir, kedua belah
pihak membuat kesepakatan (akad) yang berisi ruang lingkup kerjasama, jumlah
nominal dana, nisbah, dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut.
D. Transaksi yang dilarang dalam syariah
Hal yang dilarang dalam transaksi yang dilarang adalah sebagai berikut:
1. Semua aktivitas bisnis terkait dengan barang dan jasa yang diharamkan oleh Allah;
2. Riba;
3. Penipuan;
4. Perjudian;
5. Transaksi yang mengandung ketidakpastian / Gharar;
6. Penimbunan barang/Ihtikar;
7. Monopoli;
8. Rekayasa permintaan (Baiâan Najsy);
9. Suap;
10. Penjual bersyarat/taâalluq;
11. Pembelian kembali oleh penjual dari pihak pembeli (Baiâal Inah);
12. Jual beli dengan cara Talaqi Al-Rukban

E. Tujuan Kerangka Dasar Pelaporan Keuangan Syariah


Tujuan kerangka dasar pelaporan keuangan syariah ini adalah untuk digunakan
sebagai acuan bagi:
1. Penyusun standar akuntansi keuangan syariah, dalam pelaksanaan tugasnya.
2. Penyusun laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah akuntansi syariah yang
belum diatur dalam standar akuntansi keuangan syariah.
3. Auditor dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun
sesuai dengan prinsip akuntansi syariah.
4. Para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam
keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan syariah.

7
Pelaporan Keuangan Syariah Tujuan laporan keuangan syariah adalah untuk
memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas entitas syariah
yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat
keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban manajemen atas
penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka
mencapai tujuan tersebut, suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai
entitas syariah yang meliputi: Aset; Kewajiban; Dana syirkah temporer; Ekuitas;
Pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian; Arus kas; Dana zakat; Dana
kebajikan. Laporan keuangan syariah yang lengkap terdiri atas komponen-komponen
berikut ini:
1. Komponen Kegiatan Komersial Komponen laporan keuangan syariah yang
mencerminkan kegiatan komersial terdiri atas: a. Laporan Posisi Keuangan; b.
Laporan Laba Rugi; c. Laporan Arus Kas; d. Laporan Perubahan Ekuitas
2. Komponen Kegiatan Sosial Komponen laporan keuangan yang mencerminkan
kegiatan sosial, meliputi: a. Laporan Sumber dan Penggunaan dana ZIS; b. Laporan
Sumber dan Penggunaan dana kebajikan; c. Komponen Laporan Keuangan Lainnya
Pengukuran unsur dalam laporan keuangan berbasis syariah:
1. Biaya historis (historical cost) Aset dicatat sebesar pengeluaran kas (setara kas) yang
dibayar atau sebesar nilai wajar dari imbalan yang diberikan untuk memperoleh aset
tersebut. Kewajiban dicatat sebesar jumlah yang diterima sebagai penukar dari
kewajiban, atau dalam keadaan tertentu (misalnya, pajak penghasilan), dalam jumlah
kas atau setara kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban
dalam pelaksanaan usaha yang normal. Dasar ini merupakan dasar pengukuran yang
lazim digunakan oleh entitas syariah dalam penyusunan laporan keuangan.
2. Biaya kini (current cost) Aset dinilai dalam jumlah kas atau setara kas yang
seharusnya dibayar bila aset yang sama atau setara aset diperoleh sekarang.
Kewajiban dinyatakan dalam jumlah kas atau setara kas yang tidak didiskontokan
yang mungkin akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban.
3. Nilai realisasi Aset dinyatakan dalam jumlah kas atau setara kas yang dapat diperoleh
sekarang dengan menjual aset dalam pelepasan normal. Kewajiban dinyatakan
sebesar nilai penyelesaian yaitu, jumlah kas atau setara kas yang tidak didiskontokan
yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan
usaha normal.

8
Instrumen Keuangan Syariah Instrumen keuangan syariah dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
1. Akad investasi yang merupakan jenis akad Tijarah dengan bentuk uncertainty
contract. Akad ini dikelompok sebagai berikut: a. Mudharabah, yaitu bentuk
kerjasama antara dua pihak atau lebih, dimana pemilik modal mempercayakan
sejumlah modal kepada pengelola untuk melakukan kegiatan usaha dengan nisbah
bagi hasil atas keuntungan yang diperoleh menurut kesepakatan di awal transkasi,
sedangkan apabila terjadi kerugian hanya ditanggung oleh pemilik dana sepanjang
tidak ada unsur kesengajaan atau kelalaian oleh mudharib atau pengelola. b.
Musyarakah, yaitu akad kerjasama yang terjadi antara pemilik modal untuk
menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalam suatu kemitraan,
dengan nisbah bagi hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung
secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal. c. Sukuk atau obligasi syariah,
merupakan surat utang yang sesuai dengan prinsip syariah. d. Saham syariah, yang
termasuk dalam saham syariah adalah produk yang sesuai dengan syariah.
2. Akad jual beli/sewa menyewa yang merupakan jenis akad Tijarah dengan bentuk
certainty contract. Akad ini dikelompokkan sebagai berikut: a. Murabahah adalah
transaksi penjualan barang dengan menyatakan biaya perolehan dan keuntungan yang
disepakati antara penjual dan pembeli. Harga yang disepakati antara pembeli dan
penjual pada saat transaksi dan tidak boleh berubah. b. Salam adalah transaksi jual
beli dimana, barang yang diperjual belikan belum ada. Barang diserahkan secara
tangguh, sedangkan pembayarannya dilakukan secara tunai. c. Istishnaâ adalah
sistem yang mirip dengan salam namum pembayarannya dapat dilakukan diawal,
cicilan dalam beberapa kali atau ditangguhkan selama jangka waktu tertentu. d.
Ijarah adalah akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk
mendapatkan manfaat atas objek sewa yang disewakan.
Akad lainnya, meliputi: a. Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta
lainnya. b. Wadiah adalah akad penitipan dari pihak yang mempunyai uang atau barang pada
pihak yang menerima titipan dengan cacatan kapanpun titipan diambil pihak penerima titipan
wajib menyerahkan kembali uang atau barang titipan tersebut. c. Qardhul Hasan adalah
pinjaman yang tidak mempersyaratkan adanya imbalan, waktu pengembalian pinjaman
ditetapkan bersama antara pemberi dan penerima pinjaman. d. Al-Wakalah adalah jasa
pemberian kuasa dari satu pihak ke pihak lain. Untuk jasanya itu, yang dititipkan dapat
memperoleh fee sebagai imbalannya. e. Kafalah adalah perjanjian pemberian jaminan atau

9
penanggungan atas pembayaran utang satu pihak pada pihak yang lain. f. Hiwalah adalah
pengalihan hutang atau piutang dari pihak pertama kepada pihak lain atas dasar saling
mempercayai. g. Rahn Prinsip Pembagian Hasil Usaha

Dapat menggunakan prinsip bagi hasil (net revenue sharing) atau bagi laba (profit sharing).
Jika berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto
(gross profit) bukan total pendapatan usaha (omzet).

Dalam prinsip bagi laba, dasar pembagian adalah laba neto (net profit) yaitu laba bruto
dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan modal mudharabah.

CONTOH PERHITUNGAN BAGI HASIL

Penjualan Rp xxx

HPP Rp xxx

Laba kotor Rp xxx

Biaya-biaya Rp xxx

Laba (rugi) bersih Rp xxx

metode profit sharing dengan nisbah pemilik: pengelola = 30:70

- Pemilik : 30% x Rp = Rp xxx

- Pengelola : 70% x Rp = Rp xxx

metode revenue sharing dengan nisbah pemilik:pengelola=10:90

- Pemilik : 10% x Rp = Rp xxx

- Pengelola : 90% x Rp = Rp xxx

Bagi Hasil untuk akad Mudharabah Musytarakah (PSAK 105 par 34)

Hasil investasi dibagi antara pengelola dana dan pemilik dana sesuai nisbah yang
disepakati, selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana tersebut
dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dengan pemilik dana sesuai dengan porsi
modal masing-masing; atau Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik)
dan pemilik dana sesuai dengan porsi modal masing-masing, selanjutnya bagian hasil

10
investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai musytarik) tersebut dibagi antara
pengelola dana dengan pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati.

Contoh Perhitungan Bagi Hasil Mudharabah Musytarakah

A dan B usaha bersama, dimana A Investasi uang Rp dalam usaha B. Nisbah untuk A dan B
disepakati 1:3.

Setelah usaha berjalan, B ikut berinvestasi Rp xxxx

Laba Januari 200x : Rp xxx

Perhitungan Bagi Hasil Mudharabah Musytarakah : Alternatif 1

Bagian A: ¼ x Rp = xxx

Bagian B: ¾ x Rp = xxx

Kemudian bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana tersebut (Rp – Rp )
dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dengan pemilik dana sesuai dengan porsi
modal masing-masing;

Bagian A: Rp /Rp x = Rp xxx

Bagian B : Rp /Rp x = Rp xxx

Sehingga B sebagai pengelola dana akan memperoleh Rp Rp = Rp , dan A sebagai pemilik


dana akan memperoleh Rp xxx

Perhitungan Bagi Hasil Mudharabah Musytarakah : Alternatif 2

Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dan pemilik dana sesuai
dengan porsi modal masing-masing,

Bagian A: Rp /Rp x Rp = Rp xxx

Bagian B: Rp /Rp x Rp = Rp xxx

Kemudian bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai musytarik)
sebesar Rp (Rp – Rp ) tersebut dibagi antara pengelola dana dengan pemilik dana sesuai
dengan nisbah yang disepakati.

Bagian A: ¼ x Rp = xxx

Bagian B: ¾ x Rp = xxx

11
Sehingga B sebagai pengelola dana akan memperoleh Rp Rp = Rp , dan A sebagai pemilik
dana akan memperoleh Rp xxx

3. merupakan sebuah perjanjian pinjaman dengan jaminan aset.

G. Struktur dan Isi Pelaporan Keuangan Syariah.


Laporan keuangan diidentifikasikan dan dibedakan secara jelas dari informasi lain
dalam dokumen publikasi yang sama. Laporan keuangan sering disajikan sebagai bagian
dari suatu dokumen seperti laporan tahunan atau prospektus. PSAK hanya berlaku untuk
laporan keuangan dan tidak berlaku untuk informasi lain yang disajikan dalam laporan
tahunan atau dokumen lainnya. Oleh karena itu, sangat penting bagi pengguna untuk
mampu membedakan laporan keuangan yang disusun sesuai dengan PSAK. Setiap
komponen laporan keuangan harus diidentifikasi secara jelas. Di samping itu, informasi
berikut ini disajikan dan diulangi, bilamana perlu, pada setiap halaman laporan keuangan:
(a) nama entitas syariah pelapor atau identitas lain; (b) cakupan laporan keuangan, apakah
mencakup hanya satu entitas atau beberapa entitas; (c) tanggal atau periode yang dicakup
oleh laporan keuangan, mana yang lebih tepat bagi setiap komponen laporan keuangan;
(d) mata uang pelaporan; dan (e) satuan angka yang digunakan dalam penyajian laporan
keuangan.
Ketentuan tersebut dapat dipenuhi dengan menyajikan judul halaman dan singkatan
judul kolom pada setiap halaman laporan keuangan. Diperlukan pertimbangan dalam
menentukan cara terbaik dalam menyajikan informasi tersebut di atas. Disamping itu,
laporan keuangan sering lebih mudah dipahami dengan cara menyajikan informasi
keuangan dalam ribuan, jutaan, atau milyaran rupiah. Hal ini dapat diterima sepanjang
tingkat ketepatan penyajian diungkapkan dan informasi yang relevan tidak hilang
1. Periode Pelaporan
Laporan keuangan setidaknya disajikan secara tahunan. Apabila tahun buku
entitas syariah berubah dan laporan keuangan tahunan disajikan untuk periode yang
lebih panjang atau pendek daripada periode satu tahun, maka sebagai tambahan
terhadap periode cakupan laporan keuangan, entitas syariah harus mengungkapkan:
(a) alasan penggunaan periode pelaporan selain periode satu tahunan; dan (b) fakta
bahwa jumlah komparatif dalam Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas,
Laporan Arus Kas, Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, Laporan Sumber

12
dan Penggunaan Dana Kebajikan, serta catatan yang terkait tidak dapat
diperbandingkan.
Umumnya laporan keuangan disusun secara konsisten yang mencakup periode satu
tahun. Tetapi untuk alasan kepraktisan, beberapa entitas menyusun laporan
keuangannya yang mencakup periode 52 minggu. Pernyataan ini tidak melarang
praktik tersebut karena laporan keuangan yang dihasilkan tidak berbeda secara
signifikan dengan penyajian laporan keuangan untuk satu tahun.
2. Neraca
Pembagian Lancar dengan Tidak Lancar dan Jangka Pendek dengan Jangka
Panjang, Entitas syariah menyajikan aset lancar terpisah dari aset tidak lancar dan
kewajiban jangka pendek terpisah dari kewajiban jangka panjang kecuali untuk
industri tertentu yang diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan khusus. Aset lancar
disajikan menurut ukuran likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan
jatuh temponya. Entitas syariah harus mengungkapkan informasi mengenai jumlah
setiap aset yang akan diterima dan kewajiban yang akan dibayarkan sebelum dan
sesudah 12 (dua belas) bulan dari tanggal neraca.
Apabila entitas syariah menyediakan barang atau jasa dalam siklus operasi
entitas syariah yang dapat diidentifikasi dengan jelas, maka klasifikasi aset lancar dan
tidak lancar serta kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dalam neraca
memberikan informasi yang bermanfaat dengan membedakan aset bersih sebagai
modal kerja dengan aset yang digunakan untuk operasi jangka panjang.
Pengklasifikasian tersebut juga menonjolkan aset yang diharapkan akan direalisasi
dalam siklus operasi berjalan dan kewajiban yang akan jatuh tempo pada periode yang
sama. Informasi tentang tanggal jatuh tempo aset dan kewajiban bermanfaat dalam
menilai likuiditas dan solvabilitas entitas syariah.

2.1 Aset Lancar


Suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar, jika aset tersebut: (a)
diperkirakan akan direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau digunakan dalam jangka
waktu siklus operasi normal entitas syariah; atau (b) dimiliki untuk diperdagangkan
atau untuk tujuan jangka pendek dan diharapkan akan direalisir dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan dari tanggal neraca; atau (c) berupa kas atau setara kas yang
penggunaannya tidak dibatasi. Aset yang tidak termasuk kategori tersebut diatas
diklasifi-kasikan sebagai aset tidak lancar. Siklus operasi entitas syariah merupakan

13
rata-rata jangka waktu antara perolehan bahan baku memasuki proses dan realisasinya
menjadi kas atau instrumen yang siap dijadikan kas.
Aset lancar termasuk persediaan dan piutang dagang yang dijual, dikonsumsi
dan direalisasi sebagai bagian dari siklus normal operasi entitas syariah walaupun aset
tersebut tidak diharapkan akan direalisasi dalam jangka waktu dua belas bulan dari
tanggal neraca. Surat berharga diklasifikasikan sebagai aset lancar apabila surat
berharga tersebut diharapkan akan direalisasi dalam jangka waktu dua belas bulan dari
tanggal neraca dan jika lebih dari dua belas bulan diklasifikasikan sebagai aset tidak
lancar. Untuk tujuan pengklasifikasian ini, siklus operasi diasumsikan satu tahun,
kecuali untuk kegiatan atau industri ter-tentu dimana jangka waktu yang lebih panjang
jelas lebih layak.

2.2 Kewajiban Jangka Pendek


Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek, jika: (a)
diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi entitas
syariah; atau (b) jatuh tempo dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dari tanggal
Neraca. Semua kewajiban lainnya harus diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka
panjang. Kewajiban jangka pendek dapat diklasifikasikan dengan cara yang serupa
dengan aset lancar. Beberapa kewajiban jangka pendek seperti hutang dagang dan
biaya pegawai serta biaya operasi lainnya membentuk sebagian modal kerja yang
digunakan dalam siklus operasi normal entitas syariah. Pos-pos operasi seperti
tersebut di atas diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek walaupun pos-pos
tersebut diselesaikan dalam jangka waktu lebih dari dua belas bulan dari tanggal
neraca. Kewajiban jangka pendek lainnya lebih sulit untuk dikaitkan dengan siklus
operasi berjalan meskipun akan jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan
sejak tanggal neraca, misalnya, utang dividen, pajak penghasilan dan utang selain
utang dagang.

2.3 Informasi yang Disajikan dalam Neraca


Neraca entitas syariah disajikan sedemikian rupa yang menonjolkan berbagai
unsur posisi keuangan yang diperlukan bagi penyajian secara wajar. Neraca, minimal
mencakup pos-pos berikut: (a) kas dan setara kas; (b) aset keuangan; (c) piutang
usaha dan piutang lainnya; (d) persediaan; (e) investasi yang diperlakukan
menggunakan metode ekuitas; (f) aset tetap; (g) aset tak berwujud; (h) hutang usaha

14
dan hutang lainnya; (i) hutang pajak; (j) dana syirkah temporer; (k) hak minoritas; dan
(l) modal saham dan pos ekuitas lainnya. Pos, judul, dan sub-jumlah lain disajikan
dalam neraca apabila diwajibkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan atau
apabila penyajian tersebut diperlukan untuk menyajikan posisi keuangan entitas
syariah secara wajar.
Pernyataan ini tidak mengatur susunan atau format mengenai pos-pos yang
harus disajikan dalam neraca. Paragraf 52 merupakan suatu daftar pos-pos yang
berbeda dalam sifat maupun fungsinya sehingga layak disajikan di neraca secara
terpisah. Penyesuaian terhadap pos-pos tersebut di atas meliputi: (a) penambahan pos-
pos dilakukan jika Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan mewajibkan penyajian
secara terpisah dalam neraca, atau apabila suatu pos sangat material sehingga
penyajian yang terpisah akan membantu penyajian posisi keuangan secara wajar; (b)
istilah yang digunakan dan urutan pos-pos dapat diubah sesuai dengan sifat entitas
syariah dan transaksinya guna memberikan informasi yang diperlukan bagi
pemahaman posisi keuangan entitas syariah secara menyeluruh.
Pertimbangan apakah pos-pos tambahan disajikan secara terpisah didasarkan
atas penilaian dari: (a) sifat, likuiditas dan materialitas aset; (b) fungsi pos-pos
tersebut dalam entitas syariah; (c) jumlah, sifat dan jangka waktu kewajiban. Aset dan
kewajiban yang berbeda dalam sifat dan fungsi kadang-kadang diukur dengan dasar
pengukuran yang berbeda. Misalnya aset tertentu dicatat atas dasar biaya perolehan
atau penilaian kembali, maka penggunaan dasar pengukuran yang berbeda untuk
setiap aset mengindikasikan bahwa sifat dan fungsi aset tersebut juga berbeda
sehingga aset tersebut harus disajikan secara terpisah.

2.4 Informasi Disajikan di Neraca atau di Catatan atas Laporan Keuangan


Entitas syariah harus mengungkapkan, di Neraca atau di Catatan atas Laporan
Keuangan, subklasifikasi pos-pos yang disajikan, diklasifikasikan dengan cara yang
tepat sesuai dengan operasi entitas syariah. Setiap pos disubklasifikasikan, jika
memungkinkan, sesuai dengan sifatnya; dan jumlah terutang atau piutang pada entitas
syariah induk, anak entitas syariah, entitas syariah aso-siasi dan pihak-pihak yang
memiliki hubungan istimewa lainnya diungkapkan secara terpisah. Rincian yang
tercakup dalam subklasifikasi, di Neraca atau di Catatan atas Laporan Keuangan,
tergantung pada persyaratan dari PSAK dan materialitas jumlah pos yang

15
bersangkutan. Faktor-faktor yang diuraikan pada paragraf 54 dapat digunakan dalam
menentukan dasar bagi subklasifikasi.
Entitas syariah mengungkapkan hal-hal berikut di Neraca atau di Catatan atas
Laporan Keuangan: (a) untuk setiap jenis saham: (b) jumlah saham modal dasar; (c)
jumlah saham yang diterbitkan dan disetor penuh; (d) nilai nominal saham; (e)
ikhtisar perubahan jumlah saham beredar; (f) hak, keistimewaan dan pembatasan yang
melekat pada setiap jenis saham, termasuk pembatasan atas dividen dan pembayaran
kembali atas modal; (g) saham entitas syariah yang dikuasai oleh entitas syariah itu
sendiri atau oleh anak entitas syariah atau entitas syariah asosiasi; dan (h) saham yang
dicadangkan untuk hak opsi dan kontrak penjualan, termasuk nilai dan
persyaratannya; (i) penjelasan mengenai sifat dan tujuan pos cadangan dalam ekuitas;
dan (j) penjelasan apakah dividen yang diusulkan tapi secara resmi belum disetujui
untuk dibayarkan telah diakui atau tidak sebagai kewajiban. Entitas syariah yang
modalnya tidak terbagi dalam saham, seperti persekutuan, mengungkapkan informasi
yang setara dengan persyaratan di atas, yang memperlihatkan perubahan dalam suatu
periode dari setiap jenis penyertaan serta hak, keistimewaan dan pembatasan yang
melekat pada setiap jenis penyertaan.

3. Laporan Laba Rugi


Laporan Laba Rugi entitas syariah disajikan sedemikian rupa yang
menonjolkan berbagai unsur kinerja keuangan yang diperlukan bagi penyajian secara
wajar. Laporan laba rugi minimal mencakup pos-pos berikut: (a) pendapatan usaha;
(b) bagi hasil untuk pemilik dana; (c) beban usaha; (d) laba atau rugi usaha; (e)
pendapatan dan beban nonusaha; (f) laba atau rugi dari aktivitas normal; (g) beban
pajak; dan (h) laba atau rugi bersih untuk periode berjalan. Pos, judul dan sub-jumlah
lainnya disajikan dalam laporan laba rugi apabila diwajibkan oleh Pernyataan Standar
Akun-tansi Keuangan atau apabila penyajian tersebut diperlukan untuk menyajikan
kinerja keuangan entitas syariah secara wajar
Berbagai kegiatan, transaksi, dan peristiwa menghasilkan pengaruh berbeda
terhadap stabilitas, risiko, dan prediksi. Pengungkapan unsur-unsur kinerja membantu
dalam memahami hasil yang dicapai dan dalam menilai hasil yang akan diperoleh
pada masa akan datang. Dalam rangka menyajikan laporan laba rugi secara wajar
maka dapat dilakukan penambahan pos-pos dan perubahan istilah-istilah yang dipakai
serta perubahan urut-urutan dari pos-pos yang terdapat dalam laporan laba rugi.

16
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan penambahan dan perubahan
tersebut meliputi materialitas, hakekat dan fungsi dari berbagai komponen pendapatan
dan beban. Jika terdapat pendapatan non-halal maka pendapatan tersebut tidak boleh
disajikan di dalam laporan laba rugi entitas syariah maupun laba rugi konsolidasian
entitas konvensional yang mengkonsolidasikan entitas syariah. Informasi pendapatan
non-halal tersebut disajikan dalam laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan
Informasi Disajikan di Laporan Laba Rugi atau di Catatan Atas Laporan
Keuangan, Entitas syariah menyajikan, di Laporan Laba Rugi atau di Catatan atas
Laporan Keuangan, rincian beban dengan menggunakan klasifikasi yang didasarkan
pada sifat atau fungsi beban di dalam entitas syariah. Entitas syariah disarankan untuk
menyajikan rincian seperti tersebut dalam di atas pada Laporan Laba Rugi. Pos-pos
beban di subklasifikasikan lebih lanjut dalam rangka menonjolkan cakupan
komponen-komponen kinerja keuangan yang mungkin berbeda dalam hal stabilitas,
potensi menghasilkan laba atau rugi dan prediksi. Entitas syariah yang
mengklasifikasikan beban menurut fungsinya harus mengungkapkan informasi
tambahan mengenai sifat beban, termasuk beban penyusutan dan amortisasi serta
beban pegawai. Entitas syariah mengungkapkan dalam Laporan Laba Rugi atau dalam
Catatan atas Laporan Keuangan, jumlah dividen per saham yang diumumkan

4. Laporan Perubahan Ekuitas


Entitas syariah harus menyajikan laporan peru-bah-an ekuitas sebagai
komponen utama laporan keuangan, yang menunjukkan: (a) laba atau rugi bersih
periode yang bersangkutan; (b) setiap pos pendapatan dan beban, keuntungan atau
kerugian beserta jumlahnya yang berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan terkait diakui secara langsung dalam ekuitas; (c) pengaruh kumulatif dari
perubahan kebijakan akuntansi dan perbaikan terhadap kesalahan mendasar
sebagaimana diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan terkait; (d)
transaksi modal dengan pemilik dan distribusi kepada pemilik; (e) saldo akumulasi
laba atau rugi pada awal dan akhir periode serta perubahannya; dan (f) rekonsiliasi
antara nilai tercatat dari masing-masing jenis modal saham, agio dan cadangan pada
awal dan akhir periode yang mengungkapkan secara terpisah setiap perubahan.
Perubahan ekuitas entitas syariah menggambarkan peningkatan atau
penurunan aset bersih atau kekayaan selama periode bersangkutan berdasarkan
prinsip pengukuran tertentu yang dianut dan harus diungkapkan dalam laporan

17
keuangan. Laporan perubahan ekuitas, kecuali untuk perubahan yang berasal dari
transaksi dengan pemegang saham seperti setoran modal dan pembayaran dividen,
menggambarkan jumlah keuntungan dan kerugian yang berasal dari kegiatan entitas
syariah selama periode yang bersangkutan

5. Laporan Arus Kas


Laporan arus kas disusun berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan terkait.

6. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat


Entitas syariah menyajikan Laporan Sumber dan Peng-gunaan Dana Zakat
sebagai komponen utama laporan keuangan, yang menunjukkan: (a) dana zakat
berasal dari wajib zakat (muzakki): (i) zakat dari dalam entitas syariah; (ii) zakat dari
pihak luar entitas syariah; (b) penggunaan dana zakat melalui lembaga amil zakat
untuk: (i) fakir; (ii) miskin; (iii) riqab; (iv) orang yang terlilit hutang (gharim); (v)
muallaf; (vi) fiisabilillah; (vii)orang yang dalam perjalanan (ibnu sabil); dan (viii)
amil; (c) kenaikan atau penurunan dana zakat; (d) saldo awal dana zakat; dan (e) saldo
akhir dana zakat.
Zakat adalah sebagian dari harta yang wajib dikeluarkan oleh wajib zakat
(muzakki) untuk diserahkan kepada penerima zakat (mustahiq). Pembayaran zakat
dilakukan apabila nisab dan haulnya terpenuhi dari harta yang memenuhi kriteria
wajib zakat. Unsur dasar Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat meliputi
sumber dana, penggunaan dana selama suatu jangka waktu, serta saldo dana zakat
yang menunjukkan dana zakat yang belum disalurkan pada tanggal tertentu. Dana
zakat tidak diperkenankan untuk menutup penyisihan kerugian aset produktif. Entitas
syariah harus mengungkapkan dalam catatan atas Laporan Sumber dan Penggunaan
Dana Zakat, tetapi tidak terbatas pada: (a) sumber dana zakat yang berasal dari
internal entitas syariah; (b) sumber dana zakat yang berasal dari eksternal entitas
syariah; (c) kebijakan penyaluran zakat terhadap masing-masing asnaf;dan (d)
proporsi dana yang disalurkan untuk masing-masing penerima zakat diklasifikasikan
atas pihak terkait, sesuai dengan yang diatur dalam PSAK 7: Pengung-kapan Pihak-
pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa, dan pihak ketiga.

7. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan

18
Entitas menyajikan Laporan Sumber dan Pengguna-an Dana Kebajikan
sebagai komponen utama laporan keuangan, yang menunjukkan: (a) sumber dana
kebajikan berasal dari penerimaan: (i) infak; (ii) sedekah; (iii) hasil pengelolaan
wakaf sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku; (iv) pengembalian dana
kebajikan produktif; (v) denda; dan (vi) pendapatan nonhalal. (b) penggunaan dana
kebajikan untuk: (i) dana kebajikan produktif; (ii) sumbangan; dan (iii) penggunaan
lainnya untuk kepentingan umum. (c) kenaikan atau penurunan sumber dana
kebajikan; (d) saldo awal dana penggunaan dana kebajikan; dan (e) saldo akhir dana
penggunaan dana kebajikan. Unsur dasar laporan sumber dan penggunaan dana
kebajikan meliputi sumber dan penggunaan dana selama jangka waktu tertentu, serta
saldo dana kebajikan yang menunjukkan dana kebajikan yang belum disalurkan pada
tanggal tertentu. Penerimaan dana kebajikan oleh entitas syariah diakui sebagai
kewajiban paling likuid dan diakui sebagai pengurang kewajiban ketika disalurkan.
Penerimaan nonhalal adalah semua penerimaan dari kegiatan yang tidak sesuai
dengan prinsip syariah antara lain penerimaan jasa giro atau bunga yang berasal dari
bank umum konvensional.
Penerimaan nonhalal pada umumnya terjadi dalam kondisi darurat atau
kondisi yang tidak diinginkan oleh entitas syariah karena secara prinsip dilarang.
Entitas syariah mengungkapkan dalam catatan atas Laporan Sumber dan Penggunaan
Dana Kebajikan, tetapi tidak terbatas, pada: (a) sumber dana kebajikan; (b) kebijakan
penyaluran dana kebajikan kepada masing-masing penerima; (c) proporsi dana yang
disalurkan untuk masing-masing penerima dana kebajikan diklasifikasikan atas pihak
yang memiliki hubungan istimewa sesuai dengan yang diatur dalam PSAK 7:
Pengungkapan Pihak-pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa, dan pihak ketiga;
dan (d) alasan terjadinya dan penggunaan atas penerimaan nonhalal .

8. Catatan atas Laporan Keuangan


Catatan atas Laporan Keuangan harus disajikan secara sistematis. Setiap pos
dalam Neraca, Laporan Laba Rugi dan Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan
Ekuitas, Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, Laporan Sumber dan
Penggunaan Dana Kebajikan, harus berkaitan dengan informasi yang terdapat dalam
Catatan atas Laporan Keuangan. Catatan atas laporan keuangan mengungkapkan: (a)
informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi yang
dipilih dan diterapkan terhadap peristiwa dan transaksi yang penting; (b) informasi

19
yang diwajibkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan tetapi tidak disajikan
di Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Arus Kas; Laporan Perubah-an Ekuitas;
Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat; dan Laporan Penggunaan Dana
Kebajikan; (c) informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan
tetapi diperlukan dalam rangka penyajian secara wajar.
Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian
jumlah yang tertera dalam Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Arus Kas dan
Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, dan
Laporan Penggunaan Dana Kebajikan, serta informasi tambahan seperti kewajiban
kontinjensi dan komitmen. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi
yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan dalam PSAK serta
pengungkapan-pengungkapan lain yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian
laporan keuangan secara wajar
Dalam rangka membantu pengguna laporan memahami laporan keuangan dan
membandingkannya dengan laporan keuangan entitas syariah lain, maka Catatan atas
Laporan Keuangan umumnya disajikan dengan urutan sebagai berikut: (a)
pengungkapan mengenai dasar pengukuran dan kebijakan akuntansi yang diterapkan;
(b) informasi pendukung pos-pos laporan keuangan sesuai urutan sebagaimana pos-
pos tersebut disajikan dalam laporan keuangan dan urutan penyajian komponen
laporan keuangan; (c) pengungkapan lain termasuk kontinjensi, komitmen dan
pengungkapan keuangan lainnya serta pengungkapan yang bersifat non-keuangan.
Sistematika struktur dalam Catatan atas Laporan Keuangan agar tetap dipertahankan
sepanjang hal tersebut praktis untuk dilaksanakan.

9. Penyajian Kebijakan Akuntansi


Bagian kebijakan akuntansi dalam Catatan atas Laporan Keuangan
menjelaskan hal-hal sebagai berikut: (a) dasar pengukuran dalam menyiapkan laporan
keuangan; (b) kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan guna memahami laporan
keuangan secara benar. Pengguna laporan perlu mengetahui dasar pengukuran yang
digunakan (nilai historis, nilai pasar, nilai realisasi, nilai wajar atau nilai sekarang)
sebagai landasan dalam penyiapan laporan keuangan. Apabila lebih dari satu dasar
pengukuran digunakan dalam laporan keuangan, maka informasi yang disajikan
cukup memadai untuk dapat mengindikasikan aset dan kewajiban yang menggunakan
dasar pengukuran tersebut. Selanjutnya, dalam menentukan apakah kebijakan

20
akuntansi tertentu harus diungkapkan, manajemen mempertimbangkan apakah
pengungkapan tersebut akan membantu pengguna laporan untuk memahami
bagaimana transaksi dan peristiwa tercermin di neraca dan laporan laba rugi.
Kebijakan akuntansi meliputi, tetapi tidak terbatas pada, hal-hal sebagai berikut: (a)
pengakuan pendapatan; (b) prinsip pembagian hasil usaha; (c) prinsip-prinsip
konsolidasi; (d) penggabungan usaha; (e) pengakuan beban termasuk metode
penyusutan atau amortisasi aset tetap dan aset tidak berwujud; (f) murabahah; (g)
mudharabah; (h) musyarakah; (i) istishna’; (j) ijarah; (k) salam; (l) instrumen
keuangan dan investasi; (m) persediaan; (n) pajak termasuk pajak tangguhan; (o)
penyisihan; (p) imbalan kerja; (q) penjabaran mata uang asing; (r) definisi segmen
usaha dan geografis dan dasar alokasi biaya antar segmen; (s) definisi kas dan setara
kas; dan (t) wakaf;

10. Pengungkapan Lain


Entitas syariah mengungkapkan hal-hal berikut ini jika tidak diungkapkan
dibagian manapun dari informasi yang dipublikasikan bersama dengan laporan
keuangan: (a) domisili dan bentuk hukum entitas syariah, negara tempat pendirian
entitas syariah, alamat kantor pusat entitas syariah serta lokasi utama bisnis jika
berbeda dari lokasi kantor pusat; (b) keterangan mengenai hakekat operasi dan
kegiatan utama entitas syariah; (c) nama entitas syariah dalam grup, nama entitas
syariah asosiasi, nama entitas syariah induk dan entitas syariah holding; (d) nama
anggota direksi dan komisaris; dan (e) jumlah karyawan pada akhir periode atau rata-
rata jumlah karyawan selama periode yang bersangkutan.
Untuk setiap jenis instrumen pendanaan dalam mata uang asing, entitas
syariah harus mengungkapkan informasi berikut ini: (a) karakteristik umum dari
setiap instrumen pendanaan termasuk informasi mengenai nisbah bagi hasil/
margin/ujrah dan nama pemodal; (b) nilai nominal dalam mata uang asing, jangka
waktu, tanggal jatuh tempo, jadual angsuran atau pembayaran; (c) dasar konversi
menjadi efek lain jika instrumen pendanaan dapat dikonversi; (d) nilai kurs yang
digunakan pada tanggal Neraca; (e) jaminan; dan (f) hal penting lainnya. Apabila
suatu Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan diterapkan sebelum tanggal berlaku
efektif dan penerapan lebih dini tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ada
dalam Pernyataan ini, maka fakta tersebut harus diungkapkan.

21
KESIMPULAN

Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas umat manusia
yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi vertikal
dengan Tuhan maupun interaksi horisontal dengan sesama makhluk. Prinsip syariah yang
berlaku umum dalam kegiatan muamalah (transaksi syariah) mengikat secara hukum bagi
semua pelaku dan stakeholder entitas yang melakukan transaksi syariah. Transaksi syariah
didasarkan pada paradigm dasar bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan sebagai
amanah (kepercayaan Ilahi) dan sarana kebahagian hidup bagi seluruh umat manusia
untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual (al-falah).
Konsekuensinya parameter baik dan buruk, benar dan salahnya aktivitas usaha adalah
syariah dan akhlak.
Pelaporan Keuangan Syariah bertujuan untuk memberikan informasi tentang posisi
keuangan, kinerja, dan arus kas entitas syariah yang bermanfaat bagi sebagian besar
kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta
menunjukkan pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya
yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, suatu laporan
keuangan menyajikan informasi mengenai entitas syariah yang meliputi: Aset; Kewajiban;
Dana syirkah temporer; Ekuitas; Pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan
kerugian; Arus kas; Dana zakat; Dana kebajikan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Ikatan Akuntan Indonesia. 2015. Pelaporan Korporat. Jakarta

Ikatan Akuntan Indonesia. (2011, 01 12). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 101
Penyajian Laporan Keuangan Syariah (Revisi 2011). Jakarta, Indonesia:

Martani, D. Blog Universitas Indonesia. Retrieved 04 11, 2015. Akuntansi Syariah di


Indonesia. Jakarta: Salemba Empat

23
Pertanyaan dan Jawaban sesuai dengan tujuan pembelajaran bab tersebut diatas.

1. Sebutkan jenis-jenis akad tabarruâ!


Jawab
Dalam akad tabarruâ, pihak yang berbuat kebaikan tidak berhak
mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya karena ia hanya mengharapkan
imbalan dari Allah SWT dan bukan dari manusia. Jenis akad tabarruâ ini
digolongkan dalam 3 bentuk, yaitu:
a. Meminjamkan uang Meminjamkan uang merupakan salah satu bentuk akad
tabarruâ karena dalam hal meminjamkan uang tidak boleh melebihkan
pembayaran atas pinjaman yang diberikan. Ada 3 jenis pinjaman, yaitu;
4. Qardh
Qardh merupakan pinjaman yang diberikan tanpa mensyaratkan apapun,
selain dengan mengembalikan pinjaman tersebut setelah jangka waktu
tertentu.
5. Rahn
Rahn merupakan pinjaman yang mensyaratkan suatu jaminan dalam bentuk
atau jumlah tertentu
6. Hiwalah
Hiwalah adalah bentuk pinjaman dengan cara mengambil alih piutang dari
pihak lain.
b. Meminjamkan jasa Meminjamkan jasa berupa keahlian atau keterampilan yang
termasuk di dalam akad tabarruâ.
Ada 3 jenis pinjaman dalam hal meminjamkan jasa, yaitu:
4. Wakalah
Wakalah adalah memberikan pinjaman berupa kemampuan kita saat ini
untuk melakukan sesuatu atas nama orang lain. Pada konsep ini yang
dilakukan hanya atas nama orang tersebut.
5. Wadiâah
Wadiâah merupakan bentuk turunan akad wakalah, dimana pada akad ini
telah dirinci atau didetailkan tentang jenis pemeliharaan dan penitipan.
Sehingga selama pemberian jasa tersebut juga bertindak sebagai wakil dari
pemilik barang
6. Kafalah

24
Kafalah juga merupakan bentuk turunan akad wakalah, dimana pada akad ini
terjadi atas wakalah bersyarat.
c. Memberikan sesuatu Dalam akad ini, pelaku memberikan sesuatu kepada orang
lain. Ada 3 bentuk akad ini, yaitu:
3. Waqaf Waqaf merupakan pemberian dan penggunaan pemberian yang
dilakukan untuk kepentingan umum dan agama, serta pemberian itu tidak
dipindahtangankan.
4. Hibah/Shadaqah Hibah/Shadaqah merupakan pemberian sesuatu secara
sukarela kepada orang lain.
2. Sebutkan PSAK Syariah yang diterapkan di Indonesia?
Jawaban:

a. PSAK no 59
PSAK 59 didedikasikan untuk kegiatan transaksi syariah hanya di
sektor perbankan syariah, hal ini sangat ironis karena pada saat itu sudah
mulai terbentuk entitas syariah selain perbankan syariah, seperti asuransi
syariah, pegadaian syariah, koperasi syariah. Oleh karena itu, sejalan dengan
tuntutan kebutuhan akuntansi bagi entitas syariah lainnya, komite akuntansi
syariah dari Dewan Standar Akuntansi Keuangan (KAS DSAK) mengeluarkan
enam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) untuk seluruh
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang disetujui pada tanggal 27 Juni 2007
dan berlaku efektif sejak tanggal 27 Juni 2007. 1 Januari 2008 atau tahun
pembukuan yang berakhir 2008.
b. PSAK 101 Penyajian Laporan Keuangan Syariah
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur penyajian dan pengungkapan
laporan keuangan bertujuan umum untuk entitas syariah yang selanjutnya
disebut “laporan keuangan”, agar dapat dibandingkan dengan laporan
keuangan entitas syariah periode sebelumnya maupun dengan laporan
keuangan entitas syariah lainnya. Pengakuan, pengukuran, penyajian, dan
pengungkapan transaksi dan peristiwa tertentu diatur dalam PSAK yang
relevan. Ruang Lingkup Pernyataan ini diterapkan dalam penyajian laporan
keuangan entitas syariah untuk tujuan umum yang disusun dan disajikan
sesuai dengan PSAK. Entitas syariah yang dimaksud dalam PSAK ini adalah
entitas yang melakukan transaksi syariah sebagai kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah yang tercantum dalam anggaran dasar.
Komponen laporan keuangan lengkap entitas syariah: neraca, laporan
laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, sumber dana
penggunaan dana zakat, laporan sumber dan penggunaan dana kesejahteraan,
dan catatan atas laporan keuangan. Lembaga keuangan harus menyajikan
komponen tambahan dari laporan keuangan yang menjelaskan karakteristik

25
utama entitas jika substansi informasinya belum tercakup dalam komponen
laporan keuangan di atas.
c. PSAK 102 Akuntansi Murabahah
Pernyataan ini dimaksudkan untuk mengatur pengakuan, pengukuran,
penyajian, dan pengungkapan transaksi murabahah:
 Ruang lingkup pernyataan ini berlaku untuk lembaga keuangan syariah
dan koperasi syariah yang melakukan transaksi murabahah baik sebagai
penjual maupun pembeli; dan pihak yang melakukan transaksi
murabahah dengan lembaga keuangan syariah atau koperasi syariah.
 Murabahah adalah akad jual beli dengan harga jual biaya perolehan
ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus
mengungkapkan harga perolehan barang kepada pembeli.
 Lembaga keuangan syariah yang dimaksud antara lain: perbankan
syariah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku seperti lembaga keuangan syariah nonbank seperti
asuransi, lembaga pembiayaan, dan dana pensiun; dan lembaga
keuangan lainnya yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan
yang berlaku untuk melakukan transaksi murabahah. Pernyataan ini
tidak termasuk pengaturan praktik akuntansi pada obligasi syariah
(sukuk) yang menggunakan akad murabahah.
d. PSAK 103 Salam Akuntansi
Pernyataan ini dimaksudkan untuk mengatur pengenalan, pengukuran,
penyajian, dan pengungkapan transaksi salam Cakupan Pernyataan ini berlaku
untuk entitas yang melakukan transaksi salam, baik sebagai penjual maupun
sebagai pembeli. Pernyataan ini belum termasuk pengaturan perlakuan
akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan kontrak salam.
 Salam adalah perjanjian jual beli barang (muslamfiih) yang kemudian
diserahkan oleh penjual (muslamillaihi) dan pembayarannya dilakukan
oleh pembeli pada saat perjanjian disepakati sesuai dengan syarat tertentu.
 Akuntansi pembeli
 Modal usaha dari gaji aset non tunai dinilai pada nilai wajar (selisih antara
nilai wajar dan nilai tercatat diakui sebagai keuntungan atau kerugian).
 Penerima barang sesuai dengan kontrak
 Tidak menerima sebagian atau seluruhnya, maka pengiriman dapat
diperpanjang, sebagian atau seluruhnya dibatalkan, atau sebagian atau
seluruhnya dibatalkan (jaminan apa pun)
 Akuntansi penjual
 Aset non tunai yang diterima dicatat sebesar nilai wajar.
 Salam paralel: pembayaran pembeli akhir - biaya akuisisi - untung atau
rugi.
e. PSAK 104 Akuntansi Istishna '
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran,
penyajian, dan pengungkapan transaksi istishna '. Ruang Lingkup Pernyataan
ini berlaku untuk lembaga keuangan syariah dan koperasi syariah yang
melakukan transaksi istishna ', baik sebagai penjual maupun pembeli. Istishna
'adalah akad jual beli berupa pesanan pembuatan barang tertentu dengan

26
kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pesanan (pembeli,
mustashni') dan penjual (pembuat, shani '). Berdasarkan akad istishna ',
pembeli menugaskan penjual untuk menyediakan barang pesanan (mashnu')
sesuai dengan spesifikasi yang dipersyaratkan untuk diserahkan kepada
pembeli, dengan cara pembayaran dimuka atau ditangguhkan. Spesifikasi dan
harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan penjual di awal
akad. Urutan harga barang tidak dapat diubah selama masa kontrak.

a. Akuntansi penjual
Segmentasi kontrak jika proposal terpisah untuk setiap aset,
dinegosiasikan secara terpisah untuk setiap aset, dan biaya serta
pendapatan setiap aset dapat diidentifikasi.
 Konsolidasi kontrak jika dinegosiasikan sebagai satu paket, maka aset
sangat terkait, dan dilakukan secara bersamaan (terus menerus).
 Pendapatan: metode persentase penyelesaian dan metode perjanjian
penyelesaian.
 Pendapatan istishna pembayaran alot (lebih dari satu tahun) terdiri dari
profit margin (jika dihitung secara tunai) dan selisih antara nilai akad
dan nilai tunai.
 Pengakuan penilaian kerugian jika total biaya akuisisi melebihi
pendapatan.

b. Akuntansi pembeli
Beban tangguhan Istishna ': selisih antara harga beli dan biaya
perolehan tunai. Beban istishna 'Penundaan diamortisasi sebanding dengan
porsi pembayaran hutang istishna'

Pernyataan ini berlaku efektif untuk laporan keuangan entitas yang


mencakup periode pelaporan yang dimulai pada atau setelah 1 Januari
2008. Pernyataan ini menggantikan PSAK No. 59 tentang Akuntansi
Perbankan Syariah, yang berkaitan dengan pengakuan, pengukuran,
penyajian, dan pengungkapan transaksi istishna '.
f. PSAK 105 Akuntansi Mudharabah
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran,
penyajian, dan pengungkapan transaksi mudharabah. Ruang Lingkup
Pernyataan ini berlaku untuk entitas yang melakukan transaksi mudharabah
baik sebagai pemilik dana (shahibulmaal) maupun pengelola dana
(mudharib). Pernyataan ini tidak termasuk pengaturan praktik akuntansi pada
obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad mudharabah. Mudharabah
adalah usaha patungan antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik dana)
menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak
sebagai pengelola, dan keuntungan dibagi di antara mereka sesuai dengan

27
kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik
dana.
g. PSAK 106 Akuntansi Musyarakah
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran,
penyajian, dan pengungkapan transaksi musyarakah. Ruang Lingkup
Pernyataan ini berlaku untuk entitas yang melakukan transaksi
musyarakah. Pernyataan ini tidak termasuk pengaturan perlakuan akuntansi
atas obligasi syariah (sukuk) dengan akad musyarakah. Musyarakah adalah
akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di
mana masing-masing pihak menyumbangkan dana dengan ketentuan
keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian didasarkan
pada porsi sumbangan dana. Dana tersebut termasuk aset tunai atau nonkas
yang disetujui oleh syariah.

28
2. Jurnal International yang mendukung materi (JURNAL 1)

29
3.

30
JURNAL (2)

31
32
33
34
35

Anda mungkin juga menyukai