Anda di halaman 1dari 11

TRANSAKSI BERBASIS SYARIAH

DAN PELAPORAN KEUANGAN SYARIAH

Akad dalam bahasa Arab yaitu Al ‘Aqd, jamaknya al ‘uqud yang bearti ikatan atau
mengikat (al rabth). Menurut terminology hukum islam, akad adalah pertalian anatara
penyerahan (ijab) dan penerimaan (qobul) yang dibenarkan oleh syariah, yang
menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya.

Akad adalah kesepakatan dua belah pihak atau lebih yang menimbulkan kewajiban
hukum yaitu konsekuensi hak dan kewajiban, yang mengikat pihak-pihak yang terkait
langsung maupun tidak langsung dalam kesepakatan tersebut (Ghufron Mas’adi,
2002).

Akad yang sudah terjadi (disepakati) harus dipenuhi dan tidak boleh diingkari .
“wahai orang-orang beriman penuhilah janji (akad)-mu…” (QS 5:1).

2.1 JENIS AKAD

Dalam akuntansi syariah, akad harus sesuai dengan syariah yang merujuk pada Al
qur’an, As-Sunnah, Ijma dan qiyas. Transaksi/akad dalam syariah dibagi menjadi 2
(dua) yaitu :

1. Akad tabarru’ (Gratuitous Contract)

Tabarru’ berasal dari kata birr dalam bahasa Arab yang artinya kebaikan. Akad
tabarru’ adalah perjanjian yang merupakan transaksi yang tidak ditujukkan untuk
memperoleh laba (transaksi nirlaba). Tujuan dari transaksi ini adalah tolong-
menolong dalam rangka berbuat kebaikan. Dalam akad tabarru’, pihak yang berbuat
kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan apa pun kepada pihak lainnya
karena ia hanya mengharapkan imbalan dari Allah SWT dan bukan dari manusia.
Namun, tidak mengapa bila pihak yang berbuat kebaikan tersebut meminta sekedar
menutupi biaya yang ditanggung atau dikeluarkan untuk dapat melakukan akad
tabarru’ tersebut, sepanjang tidak mengambil laba dari akad tabarru’ itu. Sehingga
kalau ada biaya transaksi dari akad jenis ini hanya dibolehkan sebesar biaya riil yang
dikeluarkan

Ada 3 macam bentuk akad tabarru’ sebagai berikut :

a. Meminjamkan uang
Meminjamkan uang termasuk akad tabarru’ karena tidak boleh melebihkan
pembayaran atas pinjaman yang kita berikan, karena setiap kelebihan tanpa
‘iwad adalah riba. Ada minimal 3 jenis pinjaman, yaitu sebagai berikut :
1. Qardh merupakan pinjaman yang diberikan tanpa mensyaratkan apa pun,
selain mengembalikan pinjaman tersebut setelah jangka wkatu tertentu
2. Rahn merupakan pinjaman yang mensyaratkan suatu jaminan dalam
bentuk atau jumlah tertentu
3. Hiwalah adalah bentuk pinjaman dengan cara mengambil alih piutang dari
pihak lain.
b. Meminjamkan jasa
Meminjamkan jasa berupa keahlian atau keterampilan termasuk akad tabarru’.
Jenis pinjaman yaitu sebagai berikut :
1. Wakalah merupakan memberikan pinjaman berupa kemampuan kita saat
ini untuk melakukan sesuatu atas nama orang lain. Pada konsep ini maka
yang kita lakukan hanya atas nama orang tersebut.
2. Wadi’ah merupakan bentuk turunan akad wakalah, dimana pada akad ini
telah dirinci/ didetailkan tentang jenis pemeliharaan dan penitipan.
Sehingga selama pemberian jasa tersebut kita juga bertindak sebagai wakil
dari pemilik barang.
3. Kafalah juga merupakan bentuk turunan akad wakalah, dimana pada akad
ini terjadi atas wakalah bersyarat (contingent wakalah).
c. Memberikan sesuatu
Dalam akad ini, pelaku memberikan sesuatu kepada orang lain, bentuk akad
ini seperti :
1. Waqaf merupakan pemberian dan penggunaan pemberian yang dilakukan
tersebut untuk kepentingan umum dan agama, serta pemberian itu tidak
dapat dipindahtangankan.
2. Hibah/ shaqadah merupakan pemberian sesuatu secara sukarela kepada
orang lain
3. Shadaqah
4. Hadiah

Akad tabarru’ tidak dapat diubah menjadi akad tijarah sedangkan akad tijarah dapa
diubah menjadi akad tabarru’ (yang semula ditunjukkan untuk mencari keuntungan
menjadi tolong menolong/kebaikan)

2. Akad Tijarah (compensational contract)


Merupakan akad yang ditunjukkan untuk memperoleh keuntungan. Dari sisi
kepastian hasil yang diperoleh, akad ini dapat dibagi 2 yaitu sebagai berikut :
a. Natural uncertainty contract
Merupakan kontrak yang diturunkan dari teori pencampuran, di mana
pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asset yang mereka miliki
menajdi dua, kemudian menanggung risiko bersama- sama untuk
mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu, kontrak jenis ini tidak
memberikan imbal hasil yang pasti, baik nilai imbal hasil (amount)
maupun waktu (timing). Contoh yang termasuk dalam kontrak ini adalah
musyarakah termasuk di dalamnya mudharabah, muzarah, musaqah dan
mukharabah.
b. Natural certainty contract merupakan kontrak yang diturunkan dari teori
pertukaran, dimana kedua belah pihak saling mempertukaran asset yang
dimilikinya, sehingga objek pertukarannya (baik barang maupun jasa) pun
harus ditetapkan di awal akad dengan pasti tentang jumlah (quantity),
mutu (quality), harga (price) dan waktu penyerahan (time delivery).
Dalam kondisi ini secara tidak langsung kontrak jenis ini akan
memberikan imbalan hasil yang tetap dan pasti karena sudah diketahui
ketika akad. Contoh akad ini adalah akad jual beli (baik penjualan tunai,
penjualan tangguh, salam dan istishna’) maaupun akad sewa (ijarah
maupun Ijarah Muntahiah Bittamlik /IMBT).

TRANSAKSI YANG DILARANG

Dalam akad sebagaimana yang sudah dijelaskan, ada transaksi yang dilarang sesuai
dengan ketentuan syariah yang melarangnya. Larangan ini dikarenakan beberapa
sebab antara lain dapat membantu berbuat maksiat / melakukan hal yang dilarang
Allah, adanya unsur penipuan, adanya unsur menzalimi pihak yang bertransaksi dan
sebagainya.

Berikut hal yang termasuk transaksi yang dilarang adalah sebagai berikut:

1. Semua aktivitas bisnis terkait dengan barang dan jasa yang diharamkan Allah.
Contoh transaksi babi, minuman yang memabukan, narkoba dan sebagainya.
2. Riba
Tambahan yang disyaratkan dalam transaksi tanpa adanya transaksi pengganti
yang dibenarkan oleh syariah, seperti transaksi yang muncul akibat hutang –
piutang (Riba Nasi’ah) atau yang muncul karena transaksi pertukaran atau
barter (Riba Fadhl).
3. Penipuan
sebuah kebohongan yang dibuat untuk keuntungan pribadi tetapi merugikan
orang lain baik dari segi kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan.
4. Perjudian
Transaksi yang melibatkan dua pihak atau lebih, dimana mereka menyerahkan
sejumlah uang/harta lainnya kemudian menggadakan permainan tertentu.
Pihak yang menang berhak atas hadiah yang dikumpulkan dari kontribusi
peserta dan yang kalah harus merelakan untuk diambil yang menang.
5. Transaksi yang mengandung ketidakpastian (Gharar)
Adanya informasi yang tidak dibeitahukan secara komplit, sehingga adanya
ketidakpastian anatara dua belah pihak yang bertransaksi yang menyebabkan
adanya pertikaian yang merugikan salah satu pihak.
6. Penimbunan barang (Ikhtikar)
Membeli sesuatu yang dibutuhkan masyarakat, kemudian menyimpannya,
sehingga barang tersebut berkurang di pasaran, yang menyebabkan
peningkatan harga dan merugikan orang.
7. Monopoli
Merupakan penguasaan sepenuhnya terhadap sesuatu barang oleh seseorang
atau lebih.
8. Rekayasa Permintaan (Bai’ an Najsy)
sebuah situasi di mana konsumen/pembeli menciptakan demand
(permintaan) palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu
produk sehingga harga jual produk itu akan naik. Cara yang bisa ditempuh
bermacam-macam, seperti menyebarkan isu, melakukan order pembelian, dan
sebagainya. Ketika harga telah naik maka yang bersangkutan akan melakukan
aksi ambil untung dengan melepas kembali barang yang sudah dibeli,
sehingga akan mendapatkan keuntungan yang besar. Sebagai contoh : ini
sangat rentan terjadi ketika pelelangan suatu barang. Biasanya yang
mengadakan pelelangan bekerja sama dengan beberapa peserta pelelangan
dimana mereka bertugas untuk berpura-pura melakukan penawaran terhadap
barang yang dilelang, dengan kata lain untuk menaikkan harga barang yang
dilelang tersebut.
9. Suap
Suap dilarang karena suap dapat merusak sistem yang ada di dalam
masyarakat, sehingga menimbulkan ketidakadilan sosial dan persamaan
perlakuan.

10. Penjual bersyarat (Ta’alluq)


Apabila ada dua akad yang saling dikaitkan di mana berlakunya akad pertama
tergantung pada akad kedua dan seterusnya. Misalnya A bersedia menjual
barang X ke B, asalkan B kembali menjual barang tersebut kepada A, atau A
bersedia menerima pesanan B asalkan C dapat memenuhi pesanan A.
11. Pembelian kembali oleh penjual dari pihak pembeli (Bai’al inah)
Misalnya A menjual secara tunai pada B kemudian A membeli kembali
barang yang sama dari B secara kredit. Dari Contoh ini, kita lihat ada dua
pihak yang seolah-olah melakukan jual beli, namun tujuannya bukan untuk
mendapatkan barang melainkan A mengharapkan untuk mendapatkan uang
tunai sedangkan B mengharapkan kelebihan pembayaran.
12. Jual beli dengan cara Talaqqi Al-Rukban
Jual beli dengan cara mencegat atau menjumpai pihak penghasil atau
pembawa barang perniagaan dan membelinya, di mana pihak penjual tidak
mengetahui harga pasar atas barang dagangan yang dibawanya sementara
pihak pembeli mengharapkan keuntungan yang berlipat dengan
memanfaatkan ketidaktahuan mereka.

KERANGKA PELAPORAN SYARIAH

Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLK


Syariah) merupakan pengaturan akuntansi yang memberikan konsep yang mendasari
penyusunan dan penyajian laporan keuangan atas transaksi syariah.
Berbeda dengan Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan dan SAK umum yang
mengacu kepada transaksi konvensional, KDPPLK Syariah memberikan konsep dasar
paradigma, atas transaksi syariah dan karakteristik transaksi syariah.

Berdasarkan KDPPLK Syariah, transaksi syariah berasaskan pada prinsip:

a) Persaudaraan (ukhuwah);
Yang berarti bahwa transaksi syariah menjunjung tinggi nilai kebersamaan
dalam memperoleh manfaat, sehingga sesorang tidak boleh mendapatkan
keuntungan di atas kerugian orang lain. Prinsip ini didasarkan atas prinsip
saling mengenal (taaruf), saling memahami (tafahum), saling menolong
(ta’awun), saling menjamin (takaful), saling bersinergi dan saling beraliansi
(tahaluf)
b) Keadilan (‘adalah);
Yang berarti selalu menempatkan sesuatu hanya pada yang berhak dan sesuai
dengan posisinya. Realisasi prinsip ini dalam bingkai aturan muamalah
adalah melarang adanya unsur riba, kezaliman, spekulatif, ketidakjelasan dan
haram.
c) Kemaslahatan (maslahah);
Yaitu segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi dan
ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif. Kemaslahatan
harus memenuhi syarat halal dan thayib (membawa kebaikan).
d) Keseimbangan (tawazun);
Yaitu keseimbangan antara aspek material dan spiritual, antara aspekprivat
dan public, antara sector keuangan dan rill, antara bisnis dan social serta
antara aspek pemanfaatan dan pelestarian. Transaksi syariah tidak hanya
memperhatikan kepentingan pemilik semata tetapi memperhatikan
kepentingan semua pihak sehingga dapat merasakan manfaat adanya suatu
kegiatan ekonomi tersebut.
e) Unversalisme (syumuliyah);
Esensi universalisme yaitu dapat dilakukan oleh, dengan dan untuk semua
pihak yang berkepntingan tanpa membedakan suku, agama, ras, dan golongan
sesuai dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin).

Beberapa karakteristik transaksi syariah yang disebutkan dalam KDPPLK Syariah


diantaranya:

a)    Tidak mengandung unsur riba;

b)    Tidak mengandung unsur kezaliman;

c)    Tidak mengandung unsur maysir;

d)    Tidak mengandung unsur gharar;

e)    Tidak mengandung unsur haram

PELAPORAN KEUANGAN SYARIAH

1. Laporan Perubahan Posisi Keuangan


Unsur-unsurnya terdiri dari aset, liabilitas, dana syirkah temporer dan ekuitas.
Liabilitas dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara kas) yang tidak
didiskontokan. Dana syirkah adalah dana yang diterima sebagai investasi
dengan jangka waktu tertentu dari individu dan pihak lainnya di mana entitas
syariah mempunyai hak untuk mengelola dan menginvestasikan dana tersebut
dengan pembagian hasil investasi berdasarkan kesepakatan.
2. Laporan Laba Rugi
Unsur-unsur didalamnya terdiri dari penghasilan, beban, dan beban pihak
ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer.
Hak pihak ketiga atas bagi dana syirkah temporer adalah bagian bagi hasil
pemilik dana atas keuntungan dan kerugian hasil investasi bersama entitas
syariah dalam suatu periode laporan keuangan. Hak pihak ketiga atas bagi
hasil tidak dapat dikelompokan sebagai beban (ketika untung) atau
pendapatan (ketiga rugi). Namun, hak pihak ketiga atas bagi hasil merupakan
alokasi keuntungan dan kerugian kepada pemilik dana atas investasi yang
dilakukan bersama dengan entitas syariah.
3. Laporan Perubahan Ekuitas atau Laporan Perubahan Saldo Laba
4. Laporan Arus Kas
5. Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat
6. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan
7. Catatan Atas Laporan Keuangan
Untuk perbankan syariah ditambah lagi yaitu Laporan Rekonsiliasi
Pendapatan Bagi Hasil

INSTRUMEN KEUANGAN SYARIAH

Instrumen keuangan syariah dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Akad investasi yang merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk uncertainty
contract. Kelompok akad ini adalah sebagai berikut.
a. Mudharabah
Yaitu kerja sama antara 2 pihak atau lebih, dimana pemilik modal
(shahibul mal) memercayakan sejumlah modal kepada pengelola
(mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha dengan nisbah bagi hasil atas
keuntungan yang diperoleh menurut kesepakatan di muka, sedangkan
apabila terjadi kerugian hanya ditanggung pemilik dana sepanjang tidak
ada unsur kesengajaan atau kelalaian oleh mudharib. Bentuk ini
menegaskan kerja sama dalam kontribusi 100% modal dari pemilik modal
dan keahlian dari pengelola.
b. Musyarakah
Akad kerja sama yang terjadi antara para pemilik modal (mitra
musyarakah) untuk menggabungkan modal dan mealakukan usaha secara
bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah bagi hasil sesuai dengan
kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung secara proposional sesuai
dengan kontribusi modal.
c. Sukuk (obligasi syariah) merupakan surat utang yang sesuai dengan
prinsip syariah
d. Saham syariah produknya harus sesuai syariah.
Syarat lainnya : 1. Perusahaan tersebut memiliki piutang dagang yang
rekatif kecil dibandingkan total asetnya. 2. Perusahaan memiliki utang
yang kecil dibandingkan nilai kepitalisasi pasar. 3. Perusaahn memiliki
pendapatan bunga kecil

2. Akad jual beli/ sewa- menyewa yang merupakan jenis akad tijarah dengan
bentuk certainty contract. Kelompok akad ini adalah sebagai berikut :
a. Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan biaya
perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati antara penjual dan
pembeli. Harga disepakati antara pembeli dan penjual pada saat transaksi
dan tidak boleh berubah.
b. Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan
belum ada. Barang diserahkan secara tangguh, sedangkan pembayarannya
dilakukan secara tunai. Sekilas transaksi ini mirip ijon, maupun transaksi
ini kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan barang harus
ditentukan secara pasti.
c. Istishna’ memiliki system yang mirip dengan salam, namun ishtishna’
pembayaran dapat waktu tertentu. Biasanya istishna’ diaplikasikan pada
pembiayaan manufaktur dan konstruksi dengan kontrak pembelian barang
melalui pesanan (order khusus). Pembeli menugasi produser (al sani’)
untuk menyediakan al manshu(barang pesanan), sesuai spesifikasi yang
disyaratkan pembeli (al mustani’) dan menjualnya dengan harga yang
disepakati.
d. Ijarah adalah akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa
untuk mendapatkan manfaat atas objek sewa yang disewakan.

3. Akad lainnya meliputi berikut ini :


a. Sharf : perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi
jual beli mata uang asing (valuta asing) dapat dilakukan baik dengan
sesama mata uang yang sejenis (misalnya rupiah dengan rupiah) maupun
yang tidak sejenis (misalnya rupiah dengan dolar atau sebaliknya)
b. Wadiah
c. Qardhul hasan
d. Al wakalah
e. Kafalah
f. Hiwalah
g. rahn

Anda mungkin juga menyukai