Anda di halaman 1dari 11

AKUNTANSI KEUANGAN SYARIAH

PRINSIP KEUANGAN SYARIAH AKAD MUDHARABAH


BAGIAN DARI NATURAL UNCERTAINTY CONTRACT

MAULIDA NURIHUL ZANAH


43219120125

DOSEN PENGAMPU :
SOFYAN HALIM, SE, M.AK

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MERCU BUANA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Islam sangat menganjurkan prinsip keuangan syariah karena dianggap solusi
yang pantas dan relefan untuk mengatasi masalah alokasi dana yang terbatas.
Karakteristik sistem keuangan syari’ah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil
memberikan alternatif yang saling menguntungkan bagi masyarakat serta
menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi. Dengan menyediakan beragam
produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang
lebih bervariatif, perbankan syari’ah menjadi alternatif sistem perbankan yang
kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa
terkecuali.
Jenis pembiayaan terbagi menjadi dua, yaitu pembiayaan dengan akad Natural
Certainty Contract (NCC) dan pembiayaan akad Natural Uncertainty Contract
(NUC). Akad pembiayaan NCC adalah akad yang memberikan kepastian
pengembalian dan keuntungan termasuk kepastian waktu sedangkan akad
pembiayaan NUC adalah akad yang tidak memberikan kepastian pengembalian atau
keuntungan. Akad pembiayaan yang masuk dalam NUC yaitu akad Mudharabah dan
akad Musyarakah. Prinsip keadilan mengarahkan pada para pelaku keuangan syariah
agar dalam melakukan aktivitas ekonominya tidak menimbulakan kerugian
(madharat) bagi orang lain. Keuangan syariah perlu memperlihatkan eksistensinya
kepada masyarakat dalam meningkatkan pembiayaan dengan bagi hasil. Akad NUC
betul sangat berisiko namun jangan diabaikan bahwa dengan menggunakan sistem
NUC maka bisa memberikan keuntungan yang lebih besar. Diperlukan segmen yang
tepat bagi bank syariah untuk berani memberikan pembiayaan dengan akad NUC
terutama akad Mudharabah.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan akad Mudharabah?
2. Apa saja yang termasuk kedalam akad Mudharabah’?
3. Apa saja kelebihan dan kelemahan akad Mudharabah?
4. Apakah akad Mudharabah bagian dari Natural Uncertainty Contract?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Prinsip Keuangan Syariah


Akuntansi keuangan syariah dapat dibagi menjadi beberapa jenis produk yaitu
konsumsi, simpanan, dan investasi. Islam mengajarkan pola konsumsi yang moderat,
tidak berlebihan tidak juga keterlaluan. Lembaga Keuangan Syariah dengan prinsip
syariah merupakan alternatif positif bagi sebagian masyarakat. Hal ini disebabkan
oleh prinsip agama dalam melaksanakan transaksi muamalah dibangun atas asas
maslahat dengan adanya perjanjian/akad yang tidak mengandung gharar (ketidak
jelasan), maisir (perjudian) dan riba (bunga uang). Akad dari segi ada atau tidak
adanya kompensasi, fiqih muamalat membagi akad menjadi dua yaitu:

1. Akad Tabarru’ adalah perjanjian yang merupakan transaksi yang tidak ditujukan
untuk memperoleh laba (transaksi nirlaba). Tujuan dari transaksi ini adalah tolong
menolong dalam rangka berbuat kebaikan. Tranksaksi ini pada hakikatnya bukan
transaksi bisnis untuk mencari keuntungan melainkan dilakukan dengan tujuan untuk
tolong menolong antara satu dengan yang lain. Sangat dilarang untuk mengambil
sedikitpun keuntungan dari jenis akad ini, namun diperbolehkan untuk digantikan
biaya yang dikeluarkan agar dapat melakukan akad tabarru ini. Contoh dari akad
tabarru ini antara lain: qard, rahn, hiwalah, wakalah, kafalah, wadi’ah, hibah, waqaf,
shadaqah, dan hadiah.

2
2. Akad Tijarah
Akad Tijarah merupakan akad yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan. Dari
sisi kepastian hasil yang diperoleh, akad Tijarah dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Natural Uncertainty Contract
Merupakan kontrak yang diturunkan dari teori pencampuran dimana pihak yang
bertransaksi saling mencampurkan asset yang mereka miliki menjadi satu, kemudian
menanggung risiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan. Oleh sebab itu,
kontrak jenis ini tidak memberikan imbal hasil yang pasti, baik nilai imbal hasil
maupun waktu.
b. Natural Certainty Contract
Merupakan kontrak yang diturunkan dari teori pertukaran, dimana kedua belah pihak
saling mempertukarkan asset yang dimilikinya, sehingga objek pertukarannya pun
harus ditetapkan di awal akad dengan pasti tentang jumlah, mutu, harga, dan waktu
penyerahan. Dalam kondisi ini secara tidak langsung kontrak jenis ini akan
memberikan imbal hasil yang tetap dan pasti karena sudah diketahui ketika akad.

2.2 Natural Uncertainty Contract


Secara umum, transaksi tijarah terdiri dari dua jenis, yaitu Natural Certainty
Contracts (NCC) dan Natural Uncertainty Contracts (NUC). NUC ialah suatu akad
dalam bisnis yang tidak memiliki kepastian keuntungan dan pendapatan, baik dari
segi jumlah maupun waktu penyerahannya. Hal ini karena terkait dengan
ketidakpastian kondisi di masa yang akan datang. Jenis akad ini tidak bersifat fixed
dan predetemined. Namun yang perlu diperhatikan ialah bahwa terjadinya perubahan
NCC menjadi NUC maupun sebaliknya dapat menyebabkan ketidakbolehan transaksi
tersebut, semisal adanya perubahan dari NCC menjadi NUC dapat menyebabkan
terjadinya gharar karena mengubah sesuatu yang pasti menjadi tidak pasti. Begitupun
juga dengan NUC yang diubah menjadi NCC justru dapat mengakibatkan terjadinya
riba nasi’ah.

3
2.3 Akad Mudharabah
Secara teknis mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak
dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak
lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh
pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya
kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola
harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut. Mudharabah adalah bentuk kerjasama
antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan
sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian
keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi 100% modal dari
shahibul maal dan keahlian dari mudharib.
Secara singkat mudharabah atau penanaman modal adalah penyerahan modal
uang kepada orang yang berniaga sehingga ia mendapatkan persentase keuntungan.
Sebagai suatu bentuk kontrak, mudharabah merupakan akad bagi hasil ketika pemilik
dana/ modal (pemodal), biasa disebut shahibul maal, menyediakan modal 100 %
kepada pihak yang mampu mengelolah biasa disebut mudharib, untuk melakukan
aktivitas produktif dengan syarat bahwa keuntungan yang dihasilkan akan dibagi
diantara mereka menurut kesepakatan yang ditentukan sebelumnya dalam akad (yang
besarnya juga dipengaruhi oleh kekuatan pasar).
Syirkah merupakan salah satu akad kerja sama dalam Islam. Syirkah menurut
bahasa berarti al-ikhtilath yang artinya adalah campur atau campuran. Mudharabah
atau qiradh termaksuk salah satu akad syirkah. Melihat pernyataan di atas bahwa
pembiyaan mudharabah merupakan pembiayaan Natural Uncertainty Contract yang
diperbolehkan jika dalam perhitungannya tidak diperlakukan dengan pembiayaan
yang bersifat Natural Certainty Contract dan pembiyaan mudharabah harus memiliki
prinsip-prinsip yang ada dalam ekonomi syariah untuk mencapai kesejahteraan
(falah) di mana dalam pembiayan mudharabah harus didasarkan pada ekonomi Islam
dan moralitas agama Islam. Sebagaimana Fatwa Dewan Syariah Nasional

4
No.07/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan mudharabah (qiradh) menjelaskan
bahwa pembiayan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS untuk
usaha produktif, dan mudharabah tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah
kejadian di masa depan yang belum terjadi.
Dalam diktum ketiga Fatwa DSN tentang beberapa ketentuan hukum
pembiayaan menyebutkan sebagai berikut :
1. Mudharabah boleh di batasi pada periode tertentu.
2. Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian dimasa depan
yang belum tentu terjadi.
3. Dalam mudharabah tidak ada ganti rugi karena pada dasarnya akad ini bersifat
amanah (yad al-amanah), kecuali akibat darikesalahan disengaja, kelalaian atau
pelanggaran kesepakatan.
4. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan diantara kedua belah pihak,maka penyelesaiannya dilakukan
melalui badan abritrasi syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.

2.4 Macam-macam Akad Mudharabah


1. Mudharabah Mutlaqah (Investasi tidak terikat)
Mudharabah Mutlaqah yaitu pihak pengusaha diberi kuasa penuh untuk
menjalankan proyek tanpa larangan atau gangguan apapun urusan yang
berkaitan dengan proyek itu dan tidak terkait dengan waktu, tempat, jenis,
perusahaan dan pelanggan. Investasi tidak terikat ini pada Bank Syari’ah
diaplikasikan pada tabungan dan deposito. Berdasarkan prinsip ini, tidak ada
pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun.
2. Mudharabah Muqayyadah
Jenis mudharabah muqayyadah ini dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Mudharabah Muqayyadah On Balance Sheet (Investasi Terikat) adalah akad
mudharabah yang disertai dengan pembatasan penggunaan dana dari

5
shahibul maal untuk investasi-investasi tertentu. Mudharabah muqayyadah
merupakan kebalikan dari mudharabah muthlaqah, dimana mudharib
dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, dan tempat usaha yang telah
diperjanjikan di awal akad kerja sama. Mudharabah muqayyadah adalah
pemilik dana memberikan batasan kepada kepada pengelola dana mengenai
tempat, cara, dan objek investasi. Sebagai contoh, pengelola dana dapat
diperintahkan untuk:
 Tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan lainnya;
 Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa
penjamin atau tanpa jaminan; atau
 Mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa
melalui pihak ketiga.
b. Mudharabah Muqayyadah Off Balance Sheet merupakan jenis mudharabah
dimana penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya,
dimana bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan
antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat
menetapkan syaratsyarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam
mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dan pelaksanaan usahanya.
Karakteristik jenis simpanan ini adalah sebagai berikut:
 Sebagai tanda bukti simpanan, bank menerbitkan bukti simpanan khusus.
Bank wajib memisahkan dana dari rekening lainnya. Simpanan khusus
dicatat pada pos tersendiri dalam rekening administratif.
 Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada pihak
yang diamanatkan oleh pemilik dana.
 Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua belah pihak,
sedangkan antara pemilik dana dan pelaksana usaha berlakuk nisbah bagi
hasil. Dalam Mudharabah ini, bank dapat menyediakan pembiayaan modal
investasi atau modal kerja hingga 100%, sedangkan nasabah menyediakan

6
usaha manajemennya. Pembiayaan mudharabah, pembiayaan modal
investasi atau modal kerja disediakan bank (shahib al-mal), sedangkan
nasabah menyediakan usaha dan manajemennya (mudharib), keuntungan
dibagi sesuai kesepakatan bersama dalam bentuk nisbah (presentase) dari
keuntungan.

2.5 Kelemahan dan Kelebihan Akad Mudharabah


Mudharabah yang termasuk salah satu jenis sharing saat ini memiliki banyak
kendala dalam perkembangannya sehingga shahibul mal enggan memakai skema
kontrak ini. Beberapa permasalahan yang dihadapi akad mudharabah dapat
diidentifikasikan antara lain sebagai berikut:
1. Kontrak profit loss sharing dikaitkan dengan agency problems manakala seorang
pengusaha tidak mempunyai insentif untuk memberikan usaha tetapi mempunyai
insentif untuk melaporkan profit yang lebih rendah dibandingkan dengan
pembiayaan pribadi dari manager. Argumen ini berdasarkan ide bahwa pihak-
pihak pada transaksi bisnis akan melalaikan jika mereka dikompensasi kurang dari
kontribusi marginal pada proses produksi, dan manakala ini terjadi pada kasus
profit loss sharing, kaum kapitalis ragu-ragu untuk berinvestasi berdasarkan basis
profit loss sharing. Sebagai contoh A meminjam uang pada bank syariah AZ
kemudian ia melaporkan keuntungannya pada laporan laba rugi yang usahanya
lebih rendah. Sehingga, tingkat profit-loss sharing yang diberikan kepada bank
lebih rendah.
2. Kontrak profit loss sharing membutuhkan jaminan agar dapat berfungsi secara
efisien. Sedikitnya jaminan hak property pada kontrak profit loss sharing
menyebabkan kegagalan adopsi karena tidak ada aturan yang melandasi. Pada
praktiknya di Indonesia, jaminan hak property atas profit-loss sharing belum diatur
dengan tegas dan jelas.
3. Perbankan Islam menawarkan risiko yang lebih kecil dari pembiayaan
dibandingkan dengan perbankan konvensional. Hal ini berdasarkan konsep

7
mudharabah dan musharakah yang dianutnya. Tetapi seringkali pelaksanaannya
manajemen asset dari mudharabah dan musharakah tidak sesuai ketentuan yang
berlaku. Idealnya, dana pada perbankan syariah disalurkan melalui kegiatan
investasi pada asset riil. Tetapi pada kenyataannya di Indonesia, pengelolaan asset
pada perbankan syariah masih terpusat pada Sertifikat Wadiah Bank Indonesia.
4. Batasan peran investor pada manajemen dan dikotomi struktur keuangan dari
kontrak profit loss sharing menimbulkan ketidak partisipasian. Mereka tidak
berbagi kontrak berdasarkan partisipasi pengambilan keputusan. Disatu sisi terlihat
hanya pihak manajemen yang mengelola dana sedangkan investor hanya
menikmati hasilnya.
5. Pembiayaan ekuitas tidak tepat bagi pembiayaan proyek jangka pendek manakala
dihadapkan pada tingkat risiko yang tinggi (efek diversifikasi waktu pada ekuitas).
Pada kasus di Indonesia, dimana banyak pengelolaan dana perbankan syariah yang
disalurkan melalui sertifikat wadiah bank Indonesia, menimbulkan risiko yang
tinggi jika pembiayaan tersebut berjangka pendek dan lebih berisiko lagi jika bank
syariah menyalurkan pengelolaan dana melalui Jakarta Islamic Index. (Humayon
A. Dar and John R. Presley, 2001)
Dalam perbankan syariah, Mudharabah memiliki manfaat diantaranya yaitu:
1. Bank akan menikmati peningkatan hasil pada saat keuntungan usaha nasabah
meningkat
2. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara
tetap , tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank sehingga bank tidak
mengalami negative spread.
3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow sehingga tidak
memberatkan nasabah.
4. Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang bukan hanya sesuai
dengan syariah, namun juga mempunyai prospek yang baik.

8
BAB III
SIMPULAN

Pembiyaan mudharabah merupakan pembiayaan Natural Uncertainty Contract


yang diperbolehkan jika dalam perhitungannya tidak diperlakukan dengan
pembiayaan yang bersifat Natural Certainty Contract. Pembiyaan mudharabah harus
memiliki prinsip-prinsip yang ada dalam ekonomi syariah untuk mencapai
kesejahteraan (falah) yang didalam pembiayaan mudharabah harus didasarkan pada
ekonomi Islam dan moralitas agama Islam. Mudharabah dibagi menjadi dua, yaitu
mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah. Mudharabah mutlaqah adalah
jenis mudharabah yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi
jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Sedangkan mudharabah muqayyadah adalah
mudharabah yang diikat oleh waktu, jenis usaha ataupun tempat usaha.

9
DAFTAR PUSTAKA

Humayon A. Dar and John R. Presley. 2001. Lack of Profit Loss Sharing in Islamic
Banking: Management and Control Imbalances ..Loughborough University.
Rizal, Sofyan. Kontrak Mudharabah, Permasalahan dan Alternatif Solusi. Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Trimulato. 2016. Potensi Pengembangan Produk Pembiayaan Natural Uncertainty
Contract (NUC) Di Bank Syariah Terhadap Sektor Ril UMKM. Sulawesi
Tenggara: Universitas Muhammadiyah Parepare.
Zulkifli, Sunarto. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah. Jakarta: Zikrul
Hakim, 2007.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No.07/DSN-MUI/IV/2000

10

Anda mungkin juga menyukai