DOSEN PENGAMPU :
SOFYAN HALIM, SE, M.AK
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan akad Mudharabah?
2. Apa saja yang termasuk kedalam akad Mudharabah’?
3. Apa saja kelebihan dan kelemahan akad Mudharabah?
4. Apakah akad Mudharabah bagian dari Natural Uncertainty Contract?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Akad Tabarru’ adalah perjanjian yang merupakan transaksi yang tidak ditujukan
untuk memperoleh laba (transaksi nirlaba). Tujuan dari transaksi ini adalah tolong
menolong dalam rangka berbuat kebaikan. Tranksaksi ini pada hakikatnya bukan
transaksi bisnis untuk mencari keuntungan melainkan dilakukan dengan tujuan untuk
tolong menolong antara satu dengan yang lain. Sangat dilarang untuk mengambil
sedikitpun keuntungan dari jenis akad ini, namun diperbolehkan untuk digantikan
biaya yang dikeluarkan agar dapat melakukan akad tabarru ini. Contoh dari akad
tabarru ini antara lain: qard, rahn, hiwalah, wakalah, kafalah, wadi’ah, hibah, waqaf,
shadaqah, dan hadiah.
2
2. Akad Tijarah
Akad Tijarah merupakan akad yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan. Dari
sisi kepastian hasil yang diperoleh, akad Tijarah dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Natural Uncertainty Contract
Merupakan kontrak yang diturunkan dari teori pencampuran dimana pihak yang
bertransaksi saling mencampurkan asset yang mereka miliki menjadi satu, kemudian
menanggung risiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan. Oleh sebab itu,
kontrak jenis ini tidak memberikan imbal hasil yang pasti, baik nilai imbal hasil
maupun waktu.
b. Natural Certainty Contract
Merupakan kontrak yang diturunkan dari teori pertukaran, dimana kedua belah pihak
saling mempertukarkan asset yang dimilikinya, sehingga objek pertukarannya pun
harus ditetapkan di awal akad dengan pasti tentang jumlah, mutu, harga, dan waktu
penyerahan. Dalam kondisi ini secara tidak langsung kontrak jenis ini akan
memberikan imbal hasil yang tetap dan pasti karena sudah diketahui ketika akad.
3
2.3 Akad Mudharabah
Secara teknis mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak
dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak
lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh
pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya
kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola
harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut. Mudharabah adalah bentuk kerjasama
antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan
sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian
keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi 100% modal dari
shahibul maal dan keahlian dari mudharib.
Secara singkat mudharabah atau penanaman modal adalah penyerahan modal
uang kepada orang yang berniaga sehingga ia mendapatkan persentase keuntungan.
Sebagai suatu bentuk kontrak, mudharabah merupakan akad bagi hasil ketika pemilik
dana/ modal (pemodal), biasa disebut shahibul maal, menyediakan modal 100 %
kepada pihak yang mampu mengelolah biasa disebut mudharib, untuk melakukan
aktivitas produktif dengan syarat bahwa keuntungan yang dihasilkan akan dibagi
diantara mereka menurut kesepakatan yang ditentukan sebelumnya dalam akad (yang
besarnya juga dipengaruhi oleh kekuatan pasar).
Syirkah merupakan salah satu akad kerja sama dalam Islam. Syirkah menurut
bahasa berarti al-ikhtilath yang artinya adalah campur atau campuran. Mudharabah
atau qiradh termaksuk salah satu akad syirkah. Melihat pernyataan di atas bahwa
pembiyaan mudharabah merupakan pembiayaan Natural Uncertainty Contract yang
diperbolehkan jika dalam perhitungannya tidak diperlakukan dengan pembiayaan
yang bersifat Natural Certainty Contract dan pembiyaan mudharabah harus memiliki
prinsip-prinsip yang ada dalam ekonomi syariah untuk mencapai kesejahteraan
(falah) di mana dalam pembiayan mudharabah harus didasarkan pada ekonomi Islam
dan moralitas agama Islam. Sebagaimana Fatwa Dewan Syariah Nasional
4
No.07/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan mudharabah (qiradh) menjelaskan
bahwa pembiayan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS untuk
usaha produktif, dan mudharabah tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah
kejadian di masa depan yang belum terjadi.
Dalam diktum ketiga Fatwa DSN tentang beberapa ketentuan hukum
pembiayaan menyebutkan sebagai berikut :
1. Mudharabah boleh di batasi pada periode tertentu.
2. Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian dimasa depan
yang belum tentu terjadi.
3. Dalam mudharabah tidak ada ganti rugi karena pada dasarnya akad ini bersifat
amanah (yad al-amanah), kecuali akibat darikesalahan disengaja, kelalaian atau
pelanggaran kesepakatan.
4. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan diantara kedua belah pihak,maka penyelesaiannya dilakukan
melalui badan abritrasi syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.
5
shahibul maal untuk investasi-investasi tertentu. Mudharabah muqayyadah
merupakan kebalikan dari mudharabah muthlaqah, dimana mudharib
dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, dan tempat usaha yang telah
diperjanjikan di awal akad kerja sama. Mudharabah muqayyadah adalah
pemilik dana memberikan batasan kepada kepada pengelola dana mengenai
tempat, cara, dan objek investasi. Sebagai contoh, pengelola dana dapat
diperintahkan untuk:
Tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan lainnya;
Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa
penjamin atau tanpa jaminan; atau
Mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa
melalui pihak ketiga.
b. Mudharabah Muqayyadah Off Balance Sheet merupakan jenis mudharabah
dimana penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya,
dimana bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan
antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat
menetapkan syaratsyarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam
mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dan pelaksanaan usahanya.
Karakteristik jenis simpanan ini adalah sebagai berikut:
Sebagai tanda bukti simpanan, bank menerbitkan bukti simpanan khusus.
Bank wajib memisahkan dana dari rekening lainnya. Simpanan khusus
dicatat pada pos tersendiri dalam rekening administratif.
Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada pihak
yang diamanatkan oleh pemilik dana.
Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua belah pihak,
sedangkan antara pemilik dana dan pelaksana usaha berlakuk nisbah bagi
hasil. Dalam Mudharabah ini, bank dapat menyediakan pembiayaan modal
investasi atau modal kerja hingga 100%, sedangkan nasabah menyediakan
6
usaha manajemennya. Pembiayaan mudharabah, pembiayaan modal
investasi atau modal kerja disediakan bank (shahib al-mal), sedangkan
nasabah menyediakan usaha dan manajemennya (mudharib), keuntungan
dibagi sesuai kesepakatan bersama dalam bentuk nisbah (presentase) dari
keuntungan.
7
mudharabah dan musharakah yang dianutnya. Tetapi seringkali pelaksanaannya
manajemen asset dari mudharabah dan musharakah tidak sesuai ketentuan yang
berlaku. Idealnya, dana pada perbankan syariah disalurkan melalui kegiatan
investasi pada asset riil. Tetapi pada kenyataannya di Indonesia, pengelolaan asset
pada perbankan syariah masih terpusat pada Sertifikat Wadiah Bank Indonesia.
4. Batasan peran investor pada manajemen dan dikotomi struktur keuangan dari
kontrak profit loss sharing menimbulkan ketidak partisipasian. Mereka tidak
berbagi kontrak berdasarkan partisipasi pengambilan keputusan. Disatu sisi terlihat
hanya pihak manajemen yang mengelola dana sedangkan investor hanya
menikmati hasilnya.
5. Pembiayaan ekuitas tidak tepat bagi pembiayaan proyek jangka pendek manakala
dihadapkan pada tingkat risiko yang tinggi (efek diversifikasi waktu pada ekuitas).
Pada kasus di Indonesia, dimana banyak pengelolaan dana perbankan syariah yang
disalurkan melalui sertifikat wadiah bank Indonesia, menimbulkan risiko yang
tinggi jika pembiayaan tersebut berjangka pendek dan lebih berisiko lagi jika bank
syariah menyalurkan pengelolaan dana melalui Jakarta Islamic Index. (Humayon
A. Dar and John R. Presley, 2001)
Dalam perbankan syariah, Mudharabah memiliki manfaat diantaranya yaitu:
1. Bank akan menikmati peningkatan hasil pada saat keuntungan usaha nasabah
meningkat
2. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara
tetap , tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank sehingga bank tidak
mengalami negative spread.
3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow sehingga tidak
memberatkan nasabah.
4. Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang bukan hanya sesuai
dengan syariah, namun juga mempunyai prospek yang baik.
8
BAB III
SIMPULAN
9
DAFTAR PUSTAKA
Humayon A. Dar and John R. Presley. 2001. Lack of Profit Loss Sharing in Islamic
Banking: Management and Control Imbalances ..Loughborough University.
Rizal, Sofyan. Kontrak Mudharabah, Permasalahan dan Alternatif Solusi. Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Trimulato. 2016. Potensi Pengembangan Produk Pembiayaan Natural Uncertainty
Contract (NUC) Di Bank Syariah Terhadap Sektor Ril UMKM. Sulawesi
Tenggara: Universitas Muhammadiyah Parepare.
Zulkifli, Sunarto. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah. Jakarta: Zikrul
Hakim, 2007.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No.07/DSN-MUI/IV/2000
10