Anda di halaman 1dari 15

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Seperti yang sudah diketahui oleh hampir seluruh masyarakat dunia
khususnya Indonesia, hal yang membedakan bank syariah dengan bank
konvensional adalah penerapan sistem bagi hasil. Adapun pengertian bagi
hasil itu sendiri adalah suatu konsep untuk pengembalian atau pemberian
bagian atas investasi yang telah dilakukan yang berdasarkan periode atau
waktu tertentu, dimana besar kecilnya tidak tetap atau pasti.
Adanya pengaruh besar nisbah dan yang telah ditetapkan di awal
investasi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi besar kecilnya bagi
hasil yang diterima. Salah satu perbedaan yang mendasar antara Bank
Konvensional dengan Bank Syariah adalah pembayaran imbalan kepada
pemilik dana (investor).
Dalam Bank Konvensional memberikan imbalan dalam bentuk bunga
yang besarnya telah ditetapkan didepan saat akad, Sedangkan dalam Bank
Syariah imbalan yang diberikan kepada investor didasarkan hasil usaha
yang diterima. Jadi dalam Bank Syariah sebagian pendapatan merupakan
hak pemilik dana (investor), atau dalam Bank Syariah dikenal dengan
prinsip bagi hasil dalam memberikan imbalannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Bagi Hasil ?
2. Bagaimana Metode Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syariah ?
3. Apa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil ?
4. Apa Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian bagi hasil.
2. Untuk Mengetahui Metode Perhitungan Bagi Hasil Di Bank Syariah.
3. Untuk Mengetahui Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil.
4. Untuk Mengetahui Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil.

1
PEMBAHASAN
SISTEM BAGI HASIL DI BANK SYARIAH

A. Pengertian bagi hasil (profit Sharing)


Bagi hasil menurut terminologi asing (bahasa Inggris) dikenal dengan
profit sharing. Profit dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba.
Secara definisi profit sharing diartikan "distribusi beberapa bagian dari laba
pada pegawai dari suatu Perusahaan".1 Menurut Antonio, bagi hasil adalah
suatu sistem pengolahan dana dalam perekonomian Islam yakni pembagian
hasil usaha antara pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola
(Mudharib).2
Secara umum prinsip prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat
dilakukan dalam empat akad utama, yaitu, al Musyarokah, al Mudharabah,
al muzaraah, dan al musaqolah. Adapun prinsip yang paling banyak
dipakai adalah al musyarakah dan al mudharabah, sedangkan al muzaraah
dan al musaqolah dipergunakan khusus untuk plantation financing atau
pembiayaan pertanian untuk beberapa Bank Islam.3
Bagi Hasil adalah Keuntungan atau Hasil yang diperoleh dari
pengelolaan dana baik investasi maupun transaksi jual beli yang diberikan
kepada Nasabah dengan persyaratan:4
a. Perhitungan Bagi Hasil disepakati menggunakan pendekatan pola :
1) Revenue Sharing
2) Profit & Loss Sharing.
b. Pada saat akad terjadi wajib disepakati sistem bagi hasil yang
digunakan, apakah RS, PLS atau Gross Profit. Kalau tidak disepakti
akad itu menjadi gharar.

1
Muhammad, Teknik Perhitungan Bagihal.asil di Bank Syariah. ( Yogyakarta, UII Press,
2001),hlm.5.
2
SyafiI Antonio, Bank Syariah Teori dan Praktek ( Jakarta, Gema Insani., 2001),hlm. 90.
3
Ibid., hlm. 92.
4
http://www.iaei-pusat.net/ di Akses pada Tanggal 26 Oktober 2017, Jam 15:09 WIB.

2
c. Waktu dibagikannya bagi hasil harus disepakati oleh kedua belah
pihak, misalnya setiap bulan atau waktu yang telah disepakati.
d. Pembagian bagi hasil sesuai dengan nisbah yang disepakati diawal
dan tercantum dalam akad.
Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian
atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha
tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di
dapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem
perbankan syariah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kapada
masyarakat, dan di dalam aturan syariah yang berkaitan dengan pembagian
hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak
(akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak
ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya
kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur
paksaan.5
B. Konsep Bagi Hasil
Konsep bagi hasil ini sangat berbeda sekali dengan konsep bunga yang
diterapkan oleh sistem ekonomi konvensional. Dalam ekonomi syariah,
konsep bagi hasil dapat dijabarkan sebagai berikut.
a. Pemilik dana menanamkan dananya melalui institusi keuangan yang
bertindak sebagai pengelola dana.
b. Pengelola mengelola dana-dana tersebut dalam sistem yang dikenal
dengan sistem pool of fund (penghimpunan dana), selanjutnya pengelola
akan menginvestasikan dana-dana tersebut kedalam proyek atau usaha-
usaha yang layak dan menguntungkan serta memenuhi semua aspek
syariah.

5
Rachmat Syafei, MA. Fiqh Muamalah, (Bandung:Pustaka Setia,2001) hlm. 223.

3
c. Kedua belah pihak membuat kesepakatan (akad) yang berisi ruang
lingkup kerjasama, jumlah nominal dana, nisbah, dan jangka waktu
berlakunya kesepakatan tersebut.6
d. Sumber dana terdiri dari :
1) Simpanan : tabungan dan simpanan berjangka.
2) Modal : simpanan pokok, simpanan wajib, dana lain-lain.
3) Hutang pihak lain.

C. Jenis-jenis Akad Bagi Hasil


Bentuk-bentuk kontrak kerjasama bagi hasil dalam perbankan syariah
secara umum dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu Musyarakah,
Mudharabah, Muzaraah dan Musaqah. Namun, pada penerapannya prinsip
yang digunakan pada sistem bagi hasil, pada umumnya bank syariah
menggunakan kontrak kerjasama pada akad Musyarakah dan Mudharabah
.
a. Musyarakah (Joint Venture Profit & Loss Sharing)
Menurut Antonio Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua
pihak atau lebih untuk suatu tertentu dimana masing-mating pihak
memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan
resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.7
Musyarakah adalah mencampurkan salah satu dari macam harta
dengan harta lainnya sehingga tidak dapat dibedakan di antara keduanya.
Dalam pengertian lain musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak
atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana (atau amal atau expertise) dengan kesepakatan
bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.8

6
Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam Dan Lembaga-Lembaga Terkait..(Jakarta:
PT. Grafindo Persada,2004)hlm.32.
7
SyafiI Antonio, Op.Cit,. hlm. 97.
8
Ach.bakhrul Muchtsaib. Konsep Bagi Hasil dalam Perbankan Syariah,( Jakarta: Rineka
Cipta.2004).hlm. 29.

4
b. Mudharabah (Trustee Profit Sharing)
Mudharabah atau qiradh termasuk salah satu bentuk akad syirkah
(perkongsian). Istilah laian mudharabah digunakan oleh orang Irak, sedangkan
orang Hijaz menyebutnya dengan istilah qiradh. Dengan demikian,
mudharabah dan qiradh adalah istilah maksud yang sama.9
Mudharabah termasuk juga perjanjian antara pemilik modal (uang dan
barang) dengan pengusaha dimana pemilik modal bersedia membiayai
sepenuhnya suatu usaha atau proyek dan pengusaha setuju untuk mengelola
proyek tersebut dengan bagi hasil sesuai dengan perjanjian. 10 Di samping itu
mudharabah juga berarti suatu pernyataan yang mengandung pengertian
bahwa seseorang memberi modal niaga kepada orang lain agar modal itu
diniagakan dengan perjanjian keuntungannya dibagi antara dua belah pihak
sesuai perjanjian, sedang kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
Oleh karena itu ada beberapa rukun dan syarat dalam pembiayaan
mudharabah yang harus diperhatikan yaitu:
1) Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)
Akad mudharabah, harus ada minimal dua pelaku. Pihak pertama
bertindak sebagai pemilik modal (shahibul maal), pihak kedua sebagai
pelaksana usaha (mudharib). Syarat keduanya adalah pemodal dan
pengelola harus mampu melakukan transaksi dan sah secara hukum.
2) Objek mudharabah (modal dan kerja)
Objek merupakan konsekuensi logis dari tindakan yang dilakukan oleh
para pelaku. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek
mudharabah, sedangkan pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai
objek mudharabah. Modal yang diserahkan berbentuk uang. Sedangkan
kerja yang diserahkan bisa berbentuk keahlian, ketrampilan, selling skill,
management skill dan lain-lain.
3) Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul)

9
Ismail, Perbankan Syariah, ( Jakarta: Kencana Prenanda Media Group,2011),hlm.83.
10
Ibid., hlm. 95.

5
"Persetujuan kedua belah pihak merupakan konsekuensi dari prinsip
'an-taraadhim minkum (sama-sama rela) (Q.S. An-Nisa ayat 29).
Kedua belah pihak harus secara rela bersepakat untuk mengikatkan diri
dalam akad mudharabah. Si pemilik dana setuju dengan perannya untuk
mengkontribusikan dana dan si pelaksana usaha pun setuju dengan
perannya untuk mengkontribusikan kerja. Syaratnya adalah melafazkan
ijab dari yang punya modal dan qabul dari yang menjalankannya.
4) Nisbah Keuntungan
Nisbah adalah rukun yang khas dalam akad mudharabah, yang tidak
ada dalam akad jual beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak
diterima oleh kedua pihak yang bermudharabah. Mudharib mendapatkan
imbalan atas kerjanya, sedangkan shahib al-maal mendapat imbalan atas
penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan inilah yang akan mencegah
terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian
keuntungan.
Adapun bentuk-bentuk mudharabah yang dilakukan dalam perbankan
syariah dari penghimpunan dan penyaluran dana adalah:
a) Tabungan Mudharabah. Yaitu, simpanan pihak ketiga yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat atau beberapa kali sesuai
perjanjian.
b) Deposito Mudharabah. Yaitu, merupakan investasi melalui simpanan
pihak ketiga (perseorangan atau badan hukum) yang penarikannya hanya
dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu (jatuh tempo), dengan
mendapat imbalan bagi hasil.
c) Investai Mudharabah Antar Bank (IMA). Yaitu, sarana kegiatan
investasi jangka pendek dalam rupiah antar peserta pasar uang antar
Bank Syariah berdasarkan prinsip mudharabah di mana keuntungan akan
dibagikan kepada kedua belah pihak (pembeli dan penjual sertifikat
IMA) berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.

6
D. Metode Perhitungan Bagi Hasil Di Bank Syariah
1.) Menentukan prinsip perhitungan bagi hasil

Prinsip perhitungan bagi hasil sangat penting ditentukan di awal dan


diketahui oleh kedua belah pihak yang akan melakukan kerjasama
bisnis karena apabila hal ini tidak dilakukan, maka akan terjadi ghoror,
sehingga transaksi tidak sesuai dengan prinsip syariah. Dewan Syariah
Nasional dalam fatwanya dengan nomor 15 tahun 2000 menyatakan
bank syariah boleh menggunakan prinsip bagi hasil (revenue sharing)
maupun bagi untung (profit sharing) sebagai dasar bagi hasil.11

Pada Profit Sharing (bagi laba), perhitungan bagi hasil berdasarkan


pada laba, yaitu pendapatan usaha dikurangi beban usaha. Misalnya,
pendapatan usaha Rp 1.000,00 dan beban usaha Rp 700,00 maka laba
yang akan dibagi adalah Rp 300,00 (Rp 1000- Rp 700).

Dalam hal ini, semua pihak yang terlibat dalam akad mendapat Bagi
Hasil dengan laba yang diperoleh bahkan tidak mendapat laba apabila
pengelola laba mengalami kerugian. Di sini unsur keadilan betul-betul
diterapkan, sehingga apabila laba besar maka pemilik juga
mendapatkan bagian begitu juga dengan sebaliknya. Sementara pada
Revenue Sharing (bagi pendapatan), perhitungan bagi hasil yang
mendasarkan pada pendapatan usaha tanpa dikurangi beban usaha.
Pengelola dana harus menjalankan usahanya dengan penuh kehati-
hatian sehingga resiko kerugian dapat ditekan sekecil mungkin.
Dilihat dari segi kemashlahatan, saat ini pembagian hasil usaha
sebaiknya digunakan prinsip bagi hasil (revenue sharing), sesuai
dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional.
Bagi hasil dalam bank syariah menggunakan istilah nisbah bagi hasil,
yaitu proporsi bagi hasil antara nasabah dan bank syariah. Misalnya,

11
https://www.kompasiana.com/ekonomi di Akses pada Tanggal 29 Oktober 2017, Jam
17:44 WIB.

7
jika bank syariah menawarkan nisbah bagi hasil tabugan 65:35. Itu
artinya nasabah bank syariah akan memperoleh hasil sebesar 65% dari
return investasi yang dihasilkan oleh bank syariah. Sementara bank
syariah akan mendapatkan porsi bagi hasil sebesar 35%.

2.) Menghitung Bagi Hasil


Setelah menentukan prinsip perhitungan bagi hasil yang akan
digunakan, misalnya menggunakan Revenue Sharing.12 Tahap
selanjutnya adalah menghitung pendapatan yang akan didistribusikan
sebagai pendapatan bagi hasil untuk bank dan nasabah. Dalam
perolehan pendapatan, terdapat dua variasi sumber dana untuk
memperoleh pendapatan yang diterima oleh bank, yaitu sebagai berikut.
a. Seluruh pendapatan berasal dari pembiayaan yang sumbernya dari
dana nasabah.
b. Sebagian pendapatan berasal dari pembiayaan yang sumbernya
dari dana nasabah dan sebagian pendapatan dari modal bank.

Oleh karena adanya variasi tersebut, maka perlu dipisahkan mana


yang pendapatannya diterima dari sumber dana nasabah dan yang
berasal dari bank. Hal ini penting karena jika pendapatan diperoleh dari
sumber dana yang dimiliki bank, maka tidak ada distribusi bagi hasil
untuk nasabah, artinya semua pendapatan menjadi hak bank. apabila
pendapatan berasal dari pembiayaan yang sumbernya dari dana
nasabah. Maka pendapatan tersebut, harus didistribusikan untuk
nasabah dan bank.
a.) Perhitungan Bagi keuntungan bagi deposan
1). Contoh kasus: (Bank Bagi Hasil)
Bapak A memiliki deposito Rp 10 juta, jangka waktu satu bulan
(1 Desember 2014 s/d 1 Januari 2015) dan nisbah bagi hasil antara
nasabah dan bank 57:43. Jika keuntungan bank yang diperoleh

12
Ibid., hlm. 101.

8
untuk deposito satu bulan per 31 Desember 2014 adalah Rp 20 juta
dan rata-rata deposito jangka waktu 1 bulan adalah Rp 950 juta,
berapa keuntungan yang diperoleh bapak A ?
Jawab:
Keuntungan yang diperoleh bapak A adalah:
(Rp 10 juta / Rp 950 juta) x Rp 20 juta x 57% = Rp 120.000
2. Contoh Kasus: (Bank Konvensional)
Pada tanggal 1 Desember 2014, bapak B membuka deposito
sebesar Rp 10 juta, jangka waktu satu bulan, dengan tingkat bunga
9% pa. Berapa bunga yang diperoleh saat jatuh tempo?
Jawab:
Bunga yang diperoleh bapak B adalah:
(Rp 10 juta x 31 hari x 9%) / 365 hari = Rp 76.438,-
Dari contoh di atas dapat disimpulkan, bahwa:
a. Pada bank bagi Hasil, besar kecilnya pendapatan yang diperoleh
deposan bergantung pada.
- Pendapatan bank.
- Nisbah bagi hasil antara bank dan nasabah.
- Nominal deposito nasabah.
- Rata-rata deposito untuk jangka waktu yang sama pada bank.
- Jangka waktu deposito.
b. Pada bank konvensional, besar kecilnya pendapatan yang diperoleh
deposan bergantung pada :
- Tingkat bunga yang berlaku.
- Nominal deposito nasabah.
- Jangka waktu nasabah.
b.) Menghitung pendapatan yang akan dibagi hasil
Pendapatan bagi hasil yang diperoleh bank berasal dari hasil
penempatan dana pihak ketiga melalui pembiayaan yang berakad jual
beli; maupun syirkah atau jasa. Hasil dari pendapatan tersebut dibagi

9
hasilkan kepada nasabah pemilik dana (deposan).13 Namun perlu
diperhatikan, bahwa untuk membagi hasilkan pendapatan tersebut harus
dilihat perbandingan antara jumlah dana yang dikelola- Modal sendiri,
giro, tabungan, deposito- dengan jumlah pembiayaan yang disalurkan.
Apabila jumlah pembiayaan lebih kecil dari total dana masyarakat,
maka pendapatan tersebut seluruhnya dibagihasilkan antara bank dan
nasabah. Sebaliknya jika pembiayaan jumlahnya lebih besar dari total
dana masyarakat, maka modal bank juga harus memperoleh bagian
pendapatan.
Contoh:
Jumlah pendapatan bank dari bagi hasil pembiayaan Rp
10.000.000,- dalam satu bulan. Total dana masyarakat yang dikelola Rp
250.000.000,-. Maka pendapatan Rp 10.000.000,- ini yang akan di bagi
hasilkan antara nasabah dengan bank. Seandainya total pembiayaan
yang diberikan Rp 300.000.000,-, berarti modal bank yang ikut
disalurkan sebesar Rp 50.000.000,- sehingga pendapatan tersebut harus
dibagi dulu dengan perhitungan sebagai berikut:
1. Untuk bank = (50.000.000 : 300.000.000) x 10.000.000 = 1.666.667
2. Untuk bagi hasil dengan nasabah = (250.000.000 : 300.000.000) x
10.000.000 = 8.333.333
Dalam perhitungan yang kedua bank perlu juga memperhatikan
suku bunga yang berlaku di luar, sehingga apabila setelah
dibagihasilkan ternyata hasilnya lebih rendah dengan suku bunga diluar,
bank dapat pula membuat kebjaksanaan dengan menambah porsi
pendapatan untuk nasabah, berarti jatah untuk bank (1) lebih kecil lagi.
Kebijakan bank ini tentu saja berakibat biaya menjadi naik. Oleh sebab
itu, bagi pengelola bank islam harus hati- hati dalam hal ini, sebab jika
kondisi bank belum sehat kebijakan ini akan semakin memperburuk
kondisi bank itu sendiri.

13
Ibid., hlm. 103.

10
E. Dasar Hukum Metode Bagi Hasil Perbankan Syariah
Ketentuan hukum dalam FATWA DSN MUI No. 15/DSN-
MUI/IX/2000 Tentang PRINSIP DISTRIBUSI HASIL USAHA
DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARI'AH
ini adalah sebagai berikut :
Pertama : Ketentuan Umum
1. Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip Bagi
Hasil (Net Revenue Sharing) maupun Bagi Untung (Profit
Sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra
(nasabah)-nya.
2. Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), saat ini,
pembagian hasil usaha sebaiknya digunakan prinsip Bagi
Hasil (Net Revenue Sharing).
3. Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih
harus disepakati dalam akad.
Kedua : Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau
jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyele-
saiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak
tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Ketiga : Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan
jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan
disempurnakan sebagaimana mestinya.14

F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Bagi Hasil


1.) Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan margin dan
bagi hasil antara lain:
a.) Komposisi pendanaan.
b.) Tingkat Persaingan.
c.) Risiko pembiayaan.

Dewan Syariah Nasional, Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 15/DSN-MUI/IX/2000


14

Tentang Prinsip Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan Syari'ah. (Jakarta: Majelis
Ulama Indonesia, 2000) hlm. 2.

11
d.) Jenis nasabah.
e.) Kondisi perekonomian.
f.) Tingkat keuntungan yang diharapkan bank.

2.) Faktor-faktor yang mempengaruhi bagi hasil yaitu sebagai berikut :


a. Invesment Rate
yaitu merupakan persentase dana yang di investasikan kembali oleh
bank syariah baik ke dalam pembiayan maupun penyaluran dan lainnya.
Kebijakan ini diambil karena adanya ketentuan dari Bank Indonesia,
bahwa sejumlah persentase tertentu atas dana yang dihimpun dari
masyarakat, tidak boleh diinvestasikan, akan tetapi harus ditempatkan
dalam giro wajib minimum untuk menjaga likuiditas bank syariah. Giro
wajib minimum (GWM) merupakan dana yang wajib dicadangkan oleh
setiap bank untuk mendukung likuiditas bank.

b. Total dana investasi


yaitu total dana investasi yang diterima oleh bank syariah akan
mempengaruhi bagi hasil yang diterima oleh nasabah investor. Total dana
ynag berasal dari investasi mudharabah dapat dihitung menggunakan saldo
minimal bulanan atau saldo harian. Saldo minimal bulanan merupakan
saldo minimal yang pernah mengendap dalam satu bulan. Saldo minimal
akan digunakan sebagai dasar perhitungan bagi hasil. Saldo harian
merupakan saldo rata-rata pendapatan yang dihitung secara harian,
kemudian niminal saldo harian yang digunakan sebagai dasar perhitungan
bagi hasil.

c. Jenis dana
yaitu invetasi mudharabah dalam penghimpunan dana, dapat
ditawarkan dalam beberapa jenis yaitu: tabungan mudharabah, depositi
mudharabah, dan Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank syariah
(SIMA). Setiap jenis dana investasi memiliki karakteristik yang berbeda-
beda sehingga akan berpengaruh pada besarnya bagi hasil.

12
d. Nisbah
yaitu merupakan persentase tertentu yang disebutkan dalam akad kerja
sama usaha (mudharabah dan musyarakah) yang telah disepakati antara
bank dan nasabah investor. Karakteristik nisbah akan berbeda-beda dilihat
dari beberapa segi antara lain :
- Persentase nisbah antarbank syariah akan berbeda, hal ini tergantung pada
kebijakan masing-masing bank syariah.

- Persentase nisbah akan berbeda sesuai dengan jenis dana yang dihimpun.
Misalnya, nisbah antara tabungan dan deposito akan berbeda.

- Jangka waktu investasi mudharabah akan berpengaruh pada besarnya


persentase nisbah bagi hasil.

Misalnya, nisbah untuk deposito berjangka dengan jangka waktu satu


bulan akan berbeda dengan deposito berjangka dengan jangka waktu tiga
bulan dan seterusnya.

e. Metode perhitungan bagi hasil


yaitu bagi hasil akan berbeda tergantung pada dasar perhitungan bagi
hasil, artinya bagi hasil yang dihitung dengan menggunakan konsep revenue
sharing dan bagi hasil dengan menggunakan profit atau loss sharing.
Bagi hasil yang menggunakan revenue sharing, dihitung dari
pendapatan kotor sebelum dikurangi dengan biaya. Bagi hasil dengan profit
atau loss sharing dihitung berdasarkan persentase nisbah dikalikan dengan
laba usaha sebelum pajak.15

15
http://www.syariahbank.com/category/perbankan/ di Akses pada Tanggal 30 Oktober
2017, Jam 20:49 WIB.

13
G. Perbedaan Bunga Dan Bagi Hasil
Selain mengenai pengumpulan dana, yang perlu di analisis lagi adalah
mengenai perbedaan anatara bagi hasil dengan bunga bank pada perbankan
konvensional. Perbedaan itu dapat dilihat dari tabel berikut ini :
BUNGA BAGI HASIL
Penentuan bunga dibuat pada waktu Pcnentuan besarnya rasio/nisbah bagi
akad dengan asumsi harus selalu hasil dibuat pada waktu akad dengan
untung. berpedoman pada kemungkinan
untung rugi.
Besarnya prosentase berdasarkan pada Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan
jumlah uang (modal) yang pada jumlah keuntungan yang
dipinjamkan. diperoleh
Pembayaran bunga tetap seperti yang Bagi hasil bergantung pada
dijanjikan tanpa pertimbangan apakah keuntungan proyek yang dijalankan
proyek yang dijalankan oleh pihak Bila usaha merugi, kerugian akan
nasabah untung atau rugi. ditanggung bersama oleh kedua belah
pihak.
Jumlah pembayaran bunga tidak Jumlah pembagian laba meningkat
meningkat sekalipun jumlah sesuai
keuntungan berlipat atau keadaan dengan peningkatan jumlah
ekonomi sedang booming. pendapatan
Eksistensi bunga diragukan ( kalau Tidak ada yang meragukan keabsahan
tidak dikecam) oleh semua agama, bagi hasil
termasuk islam.

Dari tabek diatas dapat dilihat beberapa perbedaan mendasar tentang


bank syariah dan bank konvensional, sehingga dalam waktu yang relative
muda bank syariah mampu dijadikan rekonstruksiasi perbankan nasional.16

16
Tim Pengembangan Perbankan Syariah, Konsep, Produk dan Implementasi Operasional
Bank Syariah, (Jakarta : Djambatan, 2001),hlm.13.

14
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bagi hasil adalah suatu sistem pengolahan dana dalam perekonomian
Islam yakni pembagian hasil usaha antara pemilik modal (shahibul maa/)
dan pengelola (Mudharib). Pada penerapannya prinsip yang digunakan
pada sistem bagi hasil, menggunakan dua macam kontrak kerjasama yaitu
akad Musyarakah dan Mudharabah. Dimana musyarakah adalah akad
kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu tertentu dimana
masing-mating pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan
bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan. Sedangkan Mudharabah adalah perjanjian antara pemilik
modal (uang dan barang) dengan pengusaha dimana pemilik modal
bersedia membiayai sepenuhnya suatu usaha atau proyek dan pengusaha
setuju untuk mengelola proyek tersebut dengan bagi hasil sesuai dengan
perjanjian.

B. SARAN
Demikianlah makalah ini saya buat apabila terdapat kesalahan dalam
penulisan makalah semata-mata karena kekurangan saya karena
sesungguhnya kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT. Untuk itu saya
meminta kritik dan saran agar makalah kami kedepannya menjadi lebih
baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat dan menambah wawasan bagi
kita semua. Amin.

15

Anda mungkin juga menyukai